Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MAKALAH

TEKNOLOGI BETON

Oleh :
Achhernar Setya Pradifta
5111419090
SIFAT – SIFAT BETON

Agar dapat merancang kekuatan beton dengan baik artinya dapat memenuhi kriteria
aspek ekonomi yaitu rendah dalam biaya dan memenuhi aspek teknik yaitu memenuhi
kekuatan struktur, maka kita harus mengetahui sifat – sifat beton segar yaitu; (1) kemudahan
dalam pengerjaan (workability), (2) segregations, dan (3) bleeding.
Beberapa sifat dan karakteristik beton yang perlu diperlihatkan antara lain adalah : (a)
modulus elastisitas, (b) kekuatan beton, (c) permeabilitas, dan (d) sifat panas beton.

Sifat Beton Segar

1. Kemudahan pengerajaan (workability)

Kemudahan pengerjaan dapat dilihat dari nilai slump yang identik dengan
keplastisan beton/kelecakan beton. Semakin plastis beton, semakin mudah
pengerjaannya. Secara umum semakin encer beton segar maka semakin mudah beton
segar dikerjakan.

Unsur-unsur yang mempengaruhi antara lain;

(a) Jumlah air, Semakinn banyak air semakin mudah untuk dikerjakan,
(b) Kandungan semen, Jika FAS tetap, semakin banyak semen berarti semakin
banyak kebutuhan air sehingga keplastisannya akan lebih tinggi,
(c) Gradasi campuran pasir-kerikil,
(d) Jika memenuhi syarat dan sesuai dengan standar akan mudah dikerjakan,
(e) Bentuk butir agregat kasar, Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah
dikerjakan,
(f) Butir maksimum agregat, Pemakaian butir agregat lebih besar tampak
lebih encer sehingga mudah dikerjakan daripada butir maksimum yang
lebih kecil

Percoban slump dilakukan untuk mengetahui tingkat kemudahan pengerjaan


(workability). Pengujian ini dilakukan dengan alat berbentuk kurucut terpancung,
diameter atas 10 cm diameter bawah 20 cm dan tingginya 30 cm, dilengkapi dengan
kuping untuk mengangkat beton segar dan tongkat pemadat diameter 16 mm
sepanjang 60 cm.

Langkah-langkah percobaan sbb;

(1) Siapkan alat-alat slump, termsuk cetok untuk memasukan beton segar,
(2) Bagi volume menjadi masing-masing 1/3 volume,
(3) Jika dihitung, tinggi lapisan pertama ± 7 cm, tinggi lapisan kedua ± 9 cm dan
sisanya menjadi lapisan ketiga,
(4) Masukan beton dengan cetok secara hati-hati setinggi 1/3 volume,
(5) Padatkan lapisan tersebut dengan tongkat pemadat dengan menusuk-nusuk
sebanyak 25 kali,
(6) Lakukan pekerjaan tersebut untuk lapisan kedu adan ketiga,
(7) Biarkan selam 60 detik setelah lapisan terakhir dikerjakan,
(8) Angkat slump secara hati-hati, perhatikan penurunan beton,
(9) Letakan alat slump disisi beton segar,
(10) Ukur tinggi slump, diukur dari tinggi permukaan alat sampai tinggi permukaan
beton yang jatuh.

2. Segregation

Kecenderungan butir-butir agregat kasar untuk melepaskan diri dari campuran


beton dinamakan segregasi. Hal ini akan menyebabkan darang kerikil yang pada
akhirnya akan menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan beberapa
hal;
(1) Campuran kurus atau kurang semen.
(2) Terlalu banyak air.
(3) Besar agregat maksimum lebih dari 40mm.
(4) Permukaan butir agregat kasar (semakin kasar permukaan butir agregat
semakin mudah segregasi).

Kecenderungan segregasi dapat dicegah jika ;

(1) Tinggi jatuh diperpendek.


(2) Penggunaan air sesuai standear.
(3) Cukup ruangan antara tulangan dan acuan.
(4) Ukurran agregat sesauia dengan syarat.
(5) Pemadatan baik.

3. Bleeding

Kecenderungan air untuk naik kepermukaan beton yang baru dipadatkan


dinamakan bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir halus pasir,
yang pada saat beton mengeras nantinya akan membnetuk selaput (laitance). Bleeding
disebabkan;

(1) Susunan butir agregat.


(2) Banyaknya air.
(3) Kecepatan hidrasi.
(4) Proses pemadatan.
Bleeding dapat dikurangi dengan cara;
(1) Memberi lebih banyak semen.
(2) Penggunakan air sedikit mungkin.
(3) Menggunakan butir halus lebih banyak.

Sifat dan Karakteristik Campuran Beton

1. Modulus Elastisitas Beton

Modulus elastisitas atau modulus Youngadalah ukuran kekerasan (stiffness)


dari suatu bahan tertentu. Modulus ini dalam aplikasi rekayasa didefinisikan sebagai
perbandingan tegangan yang bekerja pada sebuah benda dengan regangan yang
dihasilkan. Secara lebih rinci, modulus ini adalah suatu angka limit untuk regangan –
regangan kecil yang terjadi pada bahan yang proporsional dengan pertambahan
tegangan. Dan, secara eksperimental, modulus ini dapat ditentukan dari perhitungan
atau pengukuran slope (kemiringan) kurva tegangan – regangan (stress – strain) yang
dihasilkan dalam uji tekan.

Batas – batas proporsional elastis (ASTM C469 dan Eurocode – 92 : 0.40 fc’,
modulus secant ) dalam estimasi atau perhitungan angka modulus sangat penting,
sebab sifat bahan beton yang sebenarnya adalah non linear atau elasto – plastik,
dimana akibat dari suatu pembebanan tetap yang sangat kecil sekalipun, disamping
memperlihatkan kemampuan elastis bahan juga menunjukkan deformasi permanen.
Angka modulus elastis yang didasarkan atas ketahanan bahan terhadap deformasi (uji
kuat tekan) disebut modulus elastis statik .

Nilai modulus elastisitas berdasarkan berbagai standar dapat dilihat sebagai


berikut :

(1) Berdasarkan ACI 318-14-83 : Ec = 33 Wc1.5 fc0.5 dibatasai untuk fc ≤


6000 Psi.
(2) Berdasarkan ACI 363-M-90, Ec = 40000 fc0.5 untuk 3000 ≤ Fc ≤ 6000
Psi.
(3) Berdasarkan Eurocode 2 – 1992 : Ec = 0.4fc / ε(0.4 fc”) [internal σ = 0 – σ
= 0.4 fc’].
(4) Berdasarkan ASTM T469 : Ec = 0.4fc’ – σ / ε(0.4fc’) – ε1.
(5) Berdasarkan SKSNI T – 15 – 1991 : Ec = 0.43 Wc1.5 fc0.5 untuk 1500 ≤
Wc ≤ 2500 kgf/m3; E = 4700 fc0.5 untuk Wc = ± 23 kN/m3.

2. Kuat Tekan Beton

Kuat tekan beton mengindentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin


tinggi tingkat kekuatan struktur, semakin tinggi pula mutu betonnya. Beton harus
dirancang proporsi campurannya agar menghasilkan suatu kekuatan rata-rata yang
disayaratkan. Pada tahap pelaksanaan konstruksi, beton telah dirancang campurannya
haru sdiproduksi sedemikan rupa sehingga memeperkecil terjadinya beton dengan
kuat tekan lebih rendah dari fc’ seperti yang telah disyaratkan.

Beberapa faktor yang memepengaruhi kekuatan tekan betonn ;

(1) Proporsi bahan-bahan penyusunya.


(2) Metode perancangan.
(3) Perawatan.
(4) Keadaan pada saat pengecorana.

Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin


tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton
yang dihasilkan. Kekuatan tekan beton dinotasikan sebagai sebagai berikut
(PB,1989:16).

f’c = Kekuatan tekan beton yang disyaratkan (MPa)

fck = Kekuatan tekan beton yang didapatkan hasil uji kubus 150 mm atau dari silinder
dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm (MPa).

fc = Kekuatan tarik dari hasil uji belah silinder beton (MPa).

f’cr = Kekuatan tekan beton rata-rata yang dibutuhkan, sebagai dasar pemilihan
perancangan campuran beton (MPa).

S = Devisiasi standar (s) (Mpa).

Beton harus dirancang proporsi campuranya agar menghasilkan suatu kuat


tekan rata-rata yang disyaratkan. Pada tahap pelaksanaan konstruksi, beton yang telah
dirancang campurannya harus diproduksi sedemikian rupa sehingga memperkecil
frekuensi terjadinya beton dengan kuat tekan yang lebih rendah dari f’c seperti yang
telah disyaratka. Criteria penerimaan beton tersebut harus pula sesuai dengan standar
yang berlaku. Menurut Standar Nasional Indonesia, kuat tekan harus memenuhi 0.85
f’c untuk kuat tekan rata-rata dua silinder dan memenuhi f’c +0.82 s untuk rata-rata
empat buah benda uji yang berpasangan. Jika tidak memenuhi, maka diuji mengikuti
ketentuan selanjutnya.

3. Permeabilitas

Beton ringan didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar
yaitu pasir, batu kerikil (batu apung) atau bahan semacam lainnya, dengan
menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan.

Salah satu faktor yang menentukan kemampuan suatu struktur dalam memikul
beban, statis maupun dinamis, adalah kualitas dari bahan pembentuknya.
Dengan demikian pemahaman terhadap properti dan karakter dari bahan yang
dipilih dalam merespons beban-beban yang bekerja pada struktur selayaknya dikuasai
dengan baik oleh para rekayasawan. Hal ini dimaksudkan agar struktur yang
direncanakan dapat memberikan kinerja yang optimal. Beton merupakan bahan
bangunan yang sangat populer digunakan dalam dunia jasa konstruksi. Banyak
penelitian tentang beton yang sudah dilaksanakan dan akan terus berlanjut sebagai
upaya untuk menjawab tuntutan perkembangan zaman dan kondisi lingkungan.

Diketahui bahwa kekuatan beton banyak dipengaruhi oleh bahan


pembentuknya (air, semen dan agregat) sehingga kontrol kualitas dari bahan-bahan
tersebut harus diperhatikan dengan seksama agar diperoleh beton sesuai dengan yang
diinginkan. Semen portland merupakan komponen utama dalam teknologi beton yang
berfungsi sebagai perekat hidrolik untuk mengikat dan menyatukan agregat menjadi
masa padat. Berbagai jenis semen portland, melalui pengaturan rancangan bahan
dasar, telah dikembangkan sesuai dengan jenis bangunan dan persyaratan lingkungan
dimana beton akan digunakan. Yang umum digunakan untuk membuat beton adalah
semen portland tipe I (PPI). Semen jenis ini dipakai untuk bangunan-bangunan yang
tidak memerlukan persyaratan khusus, seperti panas dan atau waktu hidrasi serta
kondisi lingkungan agresif [SNI 15-2049-2004].

Dengan perkembangan teknologi dan juga usaha yang dilakukan untuk


menghemat biaya dan energi produksi serta mengatasi permasalahan lingkungan,
dewasa ini telah diproduksi semen portland pozzolan (PPC) yang merupakan
campuran dari klinker semen portland dengan bahan yang mempunyai sifat pozzolan
[SNI 15-0302-2004]. Pozzolan yang digunakan dapat bersumber dari alam seperti
batu apung maupun berasal dari limbah industri seperti abu terbang (residu dari
pembakaran batu bara pada pembangkit listrik). PPC ini diketahui memiliki karakter
dan properti yang berbeda dibandingkan dengan semen portland umum [Lea, 1970;
Mehta, 1986; Neville and Brooks, 1998].

Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana perbedaan karakter maupun


properti dari PPC dibandingkan dengan PCI. Berdasarkan hal tersebut maka dalam
penelitian ini akan dibandingkan kuat tekan dan permeabilitas dari beton yang dibuat
dengan menggunakan PPC dengan beton yang dibuat dengan menggunakan PCI pada
umur hidrasi 3, 7, 28 dan 90 hari.

Permeabilitas merupakan kemampuan pori-pori beton ringan dilalui oleh air.


Pasta semen yang telah mengeras tersusun atas banyak pertikel, dihubungkan antar
permukaan yang jumlahnya relatif lebih kecil dari total permukaan partikel yang ada.
Air memiliki viskositas yang tinggi namun demikian dapat bergerak dan merupakan
bagian dari aliran yang terjadi (Neville, 1995).

Permeabilitas beton adalah kemudahan beton untuk dapat dilalui air. Kata
permeable berarti dapat dilalui air, sedangkan impermeable berarti sebaliknya.
Untuk mengetahui dan mengukur permeabilitas beton perlu dilakukan
pengujian. Uji permeabilitas ini terdiri dari dua macam :

(1) Uji Aliran (flow test) yaitu pengujian untuk mengukur permeabilitas beton
terhadap air bila air dapat mengalir melalui sampel beton. dan
(2) Uji Penetrasi (penetration test) yaitu pengujian permeabilitas beton tidak
ada air mengalir terhadap sampel.

Pengujian permeabilitas beton untuk mengetahui pengaruh variasi semen dan


agregat atau pengaruh banyaknya ragam operasi pencampuran beton, pencetakan dan
perawatan, memperhitungkan informasi dasar pada bagian dalam porositas beton yang
relatif berhubungan langsung dengan penyerapan, saluran kapiler, ketahanan terhadap
pembekuan, penyusunan, daya angkat dan lain-lain. Faktor yang mempengaruhi
kekedapan adalah kualitas material, metode persiapan beton, dan perawatan beton
(Brook K.M, Murdock L.J, 1991).

Permeabilitas benda uji beton dihitung dengan rumus:

Aaw −Aak
Pr=
30 menit
Dimana :
1. Pr = Nilai Permeabilitas ( gr/menit)
2. Aaw = Massa awal (gr)
3. Aak = Massa akhir (gr)

Pengujian penetrasi permeabilitas beton sesuai SNI untuk beton kedap air
disyaratkan bila air merembes ke dalam beton kurang dari 5 cm (syarat standar DIN
1045).

4. Sifat Panas

Menurut Sumardi (2000) kebakaran pada hakekatnya merupakan reaksi kimia


dari combustible material dengan oksigen yang dikenal dengan reaksi pembakaran
yang menghasilkan panas. Panas hasil pembakaran ini diteruskan ke massa
beton/mortar dengan dua macam mekanisme yakni pertama secara radiasi yaitu
pancaran panas diterima oleh permukaan beton sehingga permukaan beton menjadi
panas.

Pancaran panas akan sangat potensial, jika suhu sumber panas relatif tinggi.
Kedua secara konveksi yaitu udara panas yang bertiup/bersinggungan dengan
permukaan beton/mortar sehingga beton menjadi panas. Bila tiupan angin semakin
kencang, maka panas yang dipindahkan dengan cara konveksi semakin banyak.
Tjokrodimuljo (2000) mengatakan bahwa beton pada dasarnya tidak diharapkan
mampu menahan panas sampai di atas 250 oC. Akibat panas, beton akan mengalami
retak, terkelupas (spalling), dan kehilangan kekuatan. Kehilangan kekuatan terjadi
karena perubahan komposisi kimia secara bertahap pada pasta semennya.

Selain hal tersebut di atas, panas juga menyebabkan beton berubah warna. Bila
beton dipanasi sampai suhu sedikit di atas 300 oC, beton akan berubah warna menjadi
merah muda. Jika di atas 600 oC, akan menjadi abu-abu agak hijau dan jika sampai di
atas 900 oC menjadi abu-abu. Namun jika sampai di atas 1200 oC akan berubah
menjadi kuning. Dengan demikian, secara kasar dapat diperkirakan berapa suhu
tertinggi selama kebakaran berlangsung berdasarkan warna permukaan beton pada
pemeriksaan pertama.

Selanjutnya, Ahmad (2001) membahas kelayakan balok beton bertulang


pascabakar secara analisis dan eksperimen. Penelitian dilakukan terhadap lima benda
uji berbentuk balok beton bertulang. Empat balok dibakar di dalam tungku pada
temperatur 200 oC dan 400 oC selama ± 3 jam dan satu balok lain yang tidak dibakar
sebagai pembanding. Hubungan tegangan-regangan memperlihatkan perubahan
kemiringan kurva atau dengan kata lain terjadi penurunan kekakuan sejalan dengan
kenaikan temperatur dan diikuti dengan penambahan regangan maksimum.

Adapun hasil penelitian Ahmad dan Taufieq (2006) menyatakan bahwa terjadi
penurunan kekuatan pada bangunan beton yang telah dioven. Pada penelitian ini
didapatkan kuat tekan pada beton yang tidak dioven sebesar 240,0624 kg/cm 2 .
Kekuatan sisa beton yang dioven pada temperatur 200 oC dan 400 oC adalah 88,89 %
dan 70,15 % dari kekuatan beton normal yang tidak dioven. Rahmah (2000)
menggunakan silinder hasil core case berdiameter 5 cm dari suatu model balok beton
bertulang yang dibakar pada temperatur 200 oC, 400 oC, 600 oC, dan 800 oC. Hasil
dari penelitian ini adalah terjadi perubahan kuat tekan tiap sentimeter kedalaman core
case beton sebesar 0,4%; sedangkan perubahan modulus elastisitas tiap sentimeternya
berkisar 1,2% – 2,2%.

Menurut Zacoeb dan Anggraini (2005), perubahan temperatur yang cukup


tinggi, seperti yang terjadi pada peristiwa kebakaran, akan membawa dampak pada
struktur beton. Karena pada proses tersebut akan terjadi suatu siklus pemanasan dan
pendinginan yang bergantian, yang akan menyebabkan adanya perubahan fase fisis
dan kimiawi secara kompleks.

Hal ini akan mempengaruhi kualitas/kekuatan struktur beton tersebut. Pada


beton normal mutu tinggi dengan suhu 1200 oC terjadi penurunan kekuatan tekan
sampai tinggal 40% dari kekuatan awal. Sedangkan pada beton mutu tinggi dengan
Silikafume dan Superplasticizer akan mengalami perubahan yang cukup berarti pada
suhu tinggi dimana kekuatannya tinggal 35%.

Penelitian yang dilakukan oleh Sirait (2009), menggunakan balok beton


bertulang penampang empat persegi ukuran 15x25x320, terletak pada tumpuan
sederhana, bertulangan lemah. Waktu pembakaran mulai dari 30, 60, 90 dan 120
menit dengan balok yang berbeda pada suhu 500°C sejak awal hingga akhir
pembakaran dan tanpa pembebanan. Pembebanan pada uji lentur menunjukkan
penurunan daya pikul sebesar 26%, demikian juga pada uji kuat tekan beton
menunjukkan penurunan kuat tekan beton sebesar 65% dari kekuatan awal.
(Aq.Seruni,18/05/2018)
MORTAR

Mortar adalah campuran semen, air dan pasir. Namun ada yang berpendapat bahwa
mortar adalah bahan bangunan berbahan dasar semen yang digunakan sebagai “perekat”
untuk membuat struktur bangunan. Perbedaan mortar dengan semen adalah mortar adalah
semen siap pakai yang komponen pembentuknya umumnya adalah semen itu sendiri, filler,
dan berbagai jenis additif yang sesuai. Seperti kita tahu, dalam proses penggunaan semen
oleh tukang, biasanya kita melihat tukang mencampur semen, pasir ayak, kapur (lime), bata
merah halus (opsional), dan air. Pencampuran ini tentunya selalu tidak pernah seragam dan
juga hanya berdasarkan “intuisi” si tukang. Adanya mortar tentunya merubah konsep cara
pencampuran seperti itu karena mortar adalah Semen Instant siap pakai, hanya tambah air,
aduk, kemudian langsung bisa dipakai.
Jenis-jenis mortar Di Indonesia telah diperkenalkan beberapa jenis mortar, yaitu
antara lain :
(1) Tile Adhesive (Perekat Keramik), ada vertikal (dinding) dan horizontal (lantai),
dan juga ada perekat keramik baru diatas keramik lama (tanpa membongkar
keramik lama)
(2) Tile Grout, sebagai pengisi nat (celah) antar keramik
(3) Thin Bed, untuk perekat AAC (Autoclaved Aerated Concrete) alias bata ringan
(4) Skim Coat, untuk pelapis dinding baru
(5) Dll
Keuntungan Mortar:
(1) Diproduksi di pabrik sehingga kualitas dan kuantitasnya dapat dipercaya jika
dibanding dengan pembuatan di lapangan
(2) Mudah, tinggal ditambah air saja
(3) Adanya penambahan bahan additif pada mortar dapat menanggulangi terjadinya
lantai terangkat, dinding pecah-pecah/retak, dll.
PENGENDALIAN PEKERJAAN PEMBETONAN

Kekuatan beton yang diproduksi di lapangan bervariasi (tidak seragam) dari adukan
yang satu ke adukan yang berikutnya. Besarnya variasi itu tergantung pada beberapa faktor,
antara lain :
1. Variasi mutu bahan (agregat) dari satu adukan ke adukan berikutnya
2. Variasi hasil pengadukan
3. Variasi hasil pemadatan
4. Stabilitas pekerja
Untuk mengantisipasi hal itu perlu dilakukan pengendalian terhadap mutu beton
(quality control) agar diperoleh kuat tekan yang hampir seragam dan memenuhi kuat tekan
yang disyaratkan dalam rencana kerja dan syart-syarat.
Cara pengendalian mutu dilakukan dengan mengambil contoh adukan secara acak
yang kemudian dibuat benda uji (silinder atau kubus) dari beberapa adukan yang dibuat,
sehingga mencerminkan variasi mutu beton selama proses pembuatan beton berlangsung.

1. Pengendalian pekerjaan pembetonan

Setelah proporsi campuran beton ditentukan berdasarkan mix design,


selanjutnya dilakukan pengendalian mutu selama proses pembuatan beton
berlangsung, yaitu dengan cara memantau dan mengevaluasi secara terus menerus
agar beton yang dibuat di lapangan selalu mempunyai kuat tekan sesuai dengan yang
diharapkan sebelumnya, yaitu kuat tekan rata-rata perlu (fc,rt ), sehingga memenuhi
kuat tekan yang disyaratkan dalam RKS (f c’)
Pengendalian mutu beton yang dibuat di lapangan dilakukan dengan cara
membuat tabel dan diagram hasil uji kuat tekan silinden beton yang diambil selama
pelaksanaan, seperti tampak pada tabel (contoh) dan gambar-gambar berikut.
Tabel hasil uji pembetonan selama pelaksanaan proyek X (dari RKS
ditetapkan fc’ = 25 MPa)
Tgl
No dibuat Jam kode KuatTekan (MPa)

Rata-rata
Sil A Sil B Hasil uji (3hasil uji)

1 21-06-03 08.00 F1 30 28 29

2 21-06-03 09.00 F2 26 30 28

3 21-06-03 10.00 F3 26 28 27 28

4 21-06-03 11.00 F4 25 29 27 27,33

5 21-06-03 12.00 F5 27 23 25 26,33

grafik :
Diagram hasil uji itu sebaiknya dibuat untuk mempermudah pengendalian
mutu beton yang sedang dibuat selama pembangunan berlangsung. Pengendalian
mutu secara terus menerus selama pembuatan beton perlu dilakukan untuk
mengetahui mutu beton yang dibuat di lapangan secara lebih dini, agar dapat segera
dievaluasi dan bila dianggap perlu untuk diambil tindakan perbaikan sesegera
mungkin terhadap beton yang sudah dibuat maupun terhadap pengecoran berikutnya

Dalam gambar 1 diatas dilukiskan :


1. Hasil uji kuat tekan beton (rata-rata dari 2 silinder) dari masing-masing
pengambilan contoh
2. Kuat tekan beton yang disyaratkan dikurangi 3,5 MPa, yaitu (fc’ – 3,5 MPa)
Dalam gambar 2 diatas dilukiskan :
1. Rata-rata dari 3 hasil uji yang berurutan
2. Kuat tekan beton yang disyaratkan, fc’
Dengan mengamati hasil panggambaran diagram tersebut kemudian dapat
diambil suatu perubahan proporsi campuran apabila hasilnya dianggap terlalu rendah
atau terlalu tinggi dibandingkan kuat tekan yang diharapkan
Menurut peraturan SK SNI 03-xxxx-2002 disyaratkan, bahwa mutu beton
dapat dinyatakan memenuhi syarat (mutunya tercapai) jika kedua persyaratan berikut
terpenuhi, yaitu :
1. Nilai rata-rata dari semua pasangan hasil uji (masing-masing pasangan terdiri
dari tiga hasil uji kuat tekan berurutan) tidak kurang dari kuat tekan beton
yang disyaratkan fc’
2. Tidak satupun dari hasil uji tekan (rata-rata dari dua silinder) kurang dari (fc’
– 3,5)MPa
Jika salah satu dari dua persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka untuk
adukan berikutnya harus diambil langkah-langkah untuk meningkatkan kuat tekan
rata-rata betonnya. Khusus jika persyaratan 2 yang tidak terpenuhi, maka selain
memperbaiki adukan beton berikutnya, harus pula diambil langkah-langkah untuk
memastikan bahwa kapasitas daya dukung struktur terhadap beban yang akan ditahan
masih tidak membahayakan.
2. Evaluasi mutu perawatan beton di lapangan

Benda uji yang diambil untuk contoh harus dibuat dan dirawat sesuai dengan
cara perawatan di laboratorium (misalnya disimpan dalam udara lembab, dalam pasir
basah atau direndam dalam air). Hasil uji dari benda uji ini merupakan gambaran kuat
tekan beton, tetapi belum menunjukkkan tingkat mutu perawatan dan perlindungan
beton pada struktur sebenarnya di lapangan
Untuk memeriksa tingkat mutu pelaksanaan perawatan dan perlindungan
beton yang sebenarnya di lapangan, dilakukan dengan membuat benda uji silinder
yang dirawat di lapangan yang dicetak pada saat yang sama dan diambil dari contoh
yng sama dengan benda uji yang dicetak di laboratorium. Perawatan benda uji di
lapangan harus sama dengan kondisi perawatan benton yang sebenarnya di lapangan.
Apabila kuat tekan benda uji yang dirawat di lapangan kurang dari 85 %
daripada yang dirawat di laboratorium, maka cara perawatan di lapangan harus
ditingkatkan, kecuali jika kuat tekan benda uji yang dirawat di lapangan masih lebih
tinggi dari (fc’ – 3,5) MPa.

3. Langkah yang harus diambil jika hasil uji beton kurang memuaskan.

Bila mutu beton dikatakan kurang memuaskan, maka harus diambil langkah
langkah untuk memastikan bahwa struktur beton masih mempunyai kapasitas daya
dukung beban yang cukup, artinya tidak membahayakan.
Langkah-langkah yang harus dilakukan antara lain :
1. Analisis ulang struktur berdasarkan kuat tekan beton sesungguhnya (aktual) atau
2. Uji tidak merusak (non-destructive test), misalnya dengan “Schmidt Rebound
Hardness” (Hammer Test, uji palu beton), uji bor inti dsb.
Jika langkah 1 yaitu analisis ulang telah menunjukkan bahwa struktur tidak
akan mampu menahan beban yang terjadi, maka dilakukan langkah 2,yaitu uji tidak
merusak (hammer test atau uji bor inti) pada daerah yang diperkirakan kurang
memenuhi syarat.
Di daerah yang kuat tekannya diragukan itu (biasanya dalam suatu struktur
hanya satu atau dua daerah tertentu saja yang diragukan) minimum diambil 3 buah
titik uji. Selanjutnya beton di lokasi yang diragukan itu dapat dinyatakan tidak
membahayakan jika dari 3 titik uji di lokasi tersebut memenuhi 2 syarat berikut :
1. Kuat tekan rata-rata dari 3 titik uji mempunyai kuat tekan tidak kurang dari 85 %
fc’
2. Kuat tekan masing-masing (dari tiga) titik uji tidak ada satupun yang kurang dari
75 % fc’
3. Jika hasil uji tidak merusak ini ternyata menunjukkan beton tidak memenuhi
syarat, maka langkah berikutnya dapat berupa uji beban untuk menguji bagian
struktur yang diragukan atau langkah-langkah lain yang dianggap tepat oleh
pananggung jawab proyek

DAFTAR PUSTAKA
 https://sasaqgagah14.wordpress.com/2018/05/18/mengenal-sifat-sifat-beton/
 https://www.sentosamortar.com/definisi-mortar/
 https://rifandyf.wordpress.com/2015/11/16/pengendalian-pekerjaan-beton/

Anda mungkin juga menyukai