TEKNOLOGI BETON
Oleh :
Achhernar Setya Pradifta
5111419090
SIFAT – SIFAT BETON
Agar dapat merancang kekuatan beton dengan baik artinya dapat memenuhi kriteria
aspek ekonomi yaitu rendah dalam biaya dan memenuhi aspek teknik yaitu memenuhi
kekuatan struktur, maka kita harus mengetahui sifat – sifat beton segar yaitu; (1) kemudahan
dalam pengerjaan (workability), (2) segregations, dan (3) bleeding.
Beberapa sifat dan karakteristik beton yang perlu diperlihatkan antara lain adalah : (a)
modulus elastisitas, (b) kekuatan beton, (c) permeabilitas, dan (d) sifat panas beton.
Kemudahan pengerjaan dapat dilihat dari nilai slump yang identik dengan
keplastisan beton/kelecakan beton. Semakin plastis beton, semakin mudah
pengerjaannya. Secara umum semakin encer beton segar maka semakin mudah beton
segar dikerjakan.
(a) Jumlah air, Semakinn banyak air semakin mudah untuk dikerjakan,
(b) Kandungan semen, Jika FAS tetap, semakin banyak semen berarti semakin
banyak kebutuhan air sehingga keplastisannya akan lebih tinggi,
(c) Gradasi campuran pasir-kerikil,
(d) Jika memenuhi syarat dan sesuai dengan standar akan mudah dikerjakan,
(e) Bentuk butir agregat kasar, Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah
dikerjakan,
(f) Butir maksimum agregat, Pemakaian butir agregat lebih besar tampak
lebih encer sehingga mudah dikerjakan daripada butir maksimum yang
lebih kecil
(1) Siapkan alat-alat slump, termsuk cetok untuk memasukan beton segar,
(2) Bagi volume menjadi masing-masing 1/3 volume,
(3) Jika dihitung, tinggi lapisan pertama ± 7 cm, tinggi lapisan kedua ± 9 cm dan
sisanya menjadi lapisan ketiga,
(4) Masukan beton dengan cetok secara hati-hati setinggi 1/3 volume,
(5) Padatkan lapisan tersebut dengan tongkat pemadat dengan menusuk-nusuk
sebanyak 25 kali,
(6) Lakukan pekerjaan tersebut untuk lapisan kedu adan ketiga,
(7) Biarkan selam 60 detik setelah lapisan terakhir dikerjakan,
(8) Angkat slump secara hati-hati, perhatikan penurunan beton,
(9) Letakan alat slump disisi beton segar,
(10) Ukur tinggi slump, diukur dari tinggi permukaan alat sampai tinggi permukaan
beton yang jatuh.
2. Segregation
3. Bleeding
Batas – batas proporsional elastis (ASTM C469 dan Eurocode – 92 : 0.40 fc’,
modulus secant ) dalam estimasi atau perhitungan angka modulus sangat penting,
sebab sifat bahan beton yang sebenarnya adalah non linear atau elasto – plastik,
dimana akibat dari suatu pembebanan tetap yang sangat kecil sekalipun, disamping
memperlihatkan kemampuan elastis bahan juga menunjukkan deformasi permanen.
Angka modulus elastis yang didasarkan atas ketahanan bahan terhadap deformasi (uji
kuat tekan) disebut modulus elastis statik .
fck = Kekuatan tekan beton yang didapatkan hasil uji kubus 150 mm atau dari silinder
dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm (MPa).
f’cr = Kekuatan tekan beton rata-rata yang dibutuhkan, sebagai dasar pemilihan
perancangan campuran beton (MPa).
3. Permeabilitas
Beton ringan didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar
yaitu pasir, batu kerikil (batu apung) atau bahan semacam lainnya, dengan
menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan.
Salah satu faktor yang menentukan kemampuan suatu struktur dalam memikul
beban, statis maupun dinamis, adalah kualitas dari bahan pembentuknya.
Dengan demikian pemahaman terhadap properti dan karakter dari bahan yang
dipilih dalam merespons beban-beban yang bekerja pada struktur selayaknya dikuasai
dengan baik oleh para rekayasawan. Hal ini dimaksudkan agar struktur yang
direncanakan dapat memberikan kinerja yang optimal. Beton merupakan bahan
bangunan yang sangat populer digunakan dalam dunia jasa konstruksi. Banyak
penelitian tentang beton yang sudah dilaksanakan dan akan terus berlanjut sebagai
upaya untuk menjawab tuntutan perkembangan zaman dan kondisi lingkungan.
Permeabilitas beton adalah kemudahan beton untuk dapat dilalui air. Kata
permeable berarti dapat dilalui air, sedangkan impermeable berarti sebaliknya.
Untuk mengetahui dan mengukur permeabilitas beton perlu dilakukan
pengujian. Uji permeabilitas ini terdiri dari dua macam :
(1) Uji Aliran (flow test) yaitu pengujian untuk mengukur permeabilitas beton
terhadap air bila air dapat mengalir melalui sampel beton. dan
(2) Uji Penetrasi (penetration test) yaitu pengujian permeabilitas beton tidak
ada air mengalir terhadap sampel.
Aaw −Aak
Pr=
30 menit
Dimana :
1. Pr = Nilai Permeabilitas ( gr/menit)
2. Aaw = Massa awal (gr)
3. Aak = Massa akhir (gr)
Pengujian penetrasi permeabilitas beton sesuai SNI untuk beton kedap air
disyaratkan bila air merembes ke dalam beton kurang dari 5 cm (syarat standar DIN
1045).
4. Sifat Panas
Pancaran panas akan sangat potensial, jika suhu sumber panas relatif tinggi.
Kedua secara konveksi yaitu udara panas yang bertiup/bersinggungan dengan
permukaan beton/mortar sehingga beton menjadi panas. Bila tiupan angin semakin
kencang, maka panas yang dipindahkan dengan cara konveksi semakin banyak.
Tjokrodimuljo (2000) mengatakan bahwa beton pada dasarnya tidak diharapkan
mampu menahan panas sampai di atas 250 oC. Akibat panas, beton akan mengalami
retak, terkelupas (spalling), dan kehilangan kekuatan. Kehilangan kekuatan terjadi
karena perubahan komposisi kimia secara bertahap pada pasta semennya.
Selain hal tersebut di atas, panas juga menyebabkan beton berubah warna. Bila
beton dipanasi sampai suhu sedikit di atas 300 oC, beton akan berubah warna menjadi
merah muda. Jika di atas 600 oC, akan menjadi abu-abu agak hijau dan jika sampai di
atas 900 oC menjadi abu-abu. Namun jika sampai di atas 1200 oC akan berubah
menjadi kuning. Dengan demikian, secara kasar dapat diperkirakan berapa suhu
tertinggi selama kebakaran berlangsung berdasarkan warna permukaan beton pada
pemeriksaan pertama.
Adapun hasil penelitian Ahmad dan Taufieq (2006) menyatakan bahwa terjadi
penurunan kekuatan pada bangunan beton yang telah dioven. Pada penelitian ini
didapatkan kuat tekan pada beton yang tidak dioven sebesar 240,0624 kg/cm 2 .
Kekuatan sisa beton yang dioven pada temperatur 200 oC dan 400 oC adalah 88,89 %
dan 70,15 % dari kekuatan beton normal yang tidak dioven. Rahmah (2000)
menggunakan silinder hasil core case berdiameter 5 cm dari suatu model balok beton
bertulang yang dibakar pada temperatur 200 oC, 400 oC, 600 oC, dan 800 oC. Hasil
dari penelitian ini adalah terjadi perubahan kuat tekan tiap sentimeter kedalaman core
case beton sebesar 0,4%; sedangkan perubahan modulus elastisitas tiap sentimeternya
berkisar 1,2% – 2,2%.
Mortar adalah campuran semen, air dan pasir. Namun ada yang berpendapat bahwa
mortar adalah bahan bangunan berbahan dasar semen yang digunakan sebagai “perekat”
untuk membuat struktur bangunan. Perbedaan mortar dengan semen adalah mortar adalah
semen siap pakai yang komponen pembentuknya umumnya adalah semen itu sendiri, filler,
dan berbagai jenis additif yang sesuai. Seperti kita tahu, dalam proses penggunaan semen
oleh tukang, biasanya kita melihat tukang mencampur semen, pasir ayak, kapur (lime), bata
merah halus (opsional), dan air. Pencampuran ini tentunya selalu tidak pernah seragam dan
juga hanya berdasarkan “intuisi” si tukang. Adanya mortar tentunya merubah konsep cara
pencampuran seperti itu karena mortar adalah Semen Instant siap pakai, hanya tambah air,
aduk, kemudian langsung bisa dipakai.
Jenis-jenis mortar Di Indonesia telah diperkenalkan beberapa jenis mortar, yaitu
antara lain :
(1) Tile Adhesive (Perekat Keramik), ada vertikal (dinding) dan horizontal (lantai),
dan juga ada perekat keramik baru diatas keramik lama (tanpa membongkar
keramik lama)
(2) Tile Grout, sebagai pengisi nat (celah) antar keramik
(3) Thin Bed, untuk perekat AAC (Autoclaved Aerated Concrete) alias bata ringan
(4) Skim Coat, untuk pelapis dinding baru
(5) Dll
Keuntungan Mortar:
(1) Diproduksi di pabrik sehingga kualitas dan kuantitasnya dapat dipercaya jika
dibanding dengan pembuatan di lapangan
(2) Mudah, tinggal ditambah air saja
(3) Adanya penambahan bahan additif pada mortar dapat menanggulangi terjadinya
lantai terangkat, dinding pecah-pecah/retak, dll.
PENGENDALIAN PEKERJAAN PEMBETONAN
Kekuatan beton yang diproduksi di lapangan bervariasi (tidak seragam) dari adukan
yang satu ke adukan yang berikutnya. Besarnya variasi itu tergantung pada beberapa faktor,
antara lain :
1. Variasi mutu bahan (agregat) dari satu adukan ke adukan berikutnya
2. Variasi hasil pengadukan
3. Variasi hasil pemadatan
4. Stabilitas pekerja
Untuk mengantisipasi hal itu perlu dilakukan pengendalian terhadap mutu beton
(quality control) agar diperoleh kuat tekan yang hampir seragam dan memenuhi kuat tekan
yang disyaratkan dalam rencana kerja dan syart-syarat.
Cara pengendalian mutu dilakukan dengan mengambil contoh adukan secara acak
yang kemudian dibuat benda uji (silinder atau kubus) dari beberapa adukan yang dibuat,
sehingga mencerminkan variasi mutu beton selama proses pembuatan beton berlangsung.
Rata-rata
Sil A Sil B Hasil uji (3hasil uji)
1 21-06-03 08.00 F1 30 28 29
2 21-06-03 09.00 F2 26 30 28
3 21-06-03 10.00 F3 26 28 27 28
grafik :
Diagram hasil uji itu sebaiknya dibuat untuk mempermudah pengendalian
mutu beton yang sedang dibuat selama pembangunan berlangsung. Pengendalian
mutu secara terus menerus selama pembuatan beton perlu dilakukan untuk
mengetahui mutu beton yang dibuat di lapangan secara lebih dini, agar dapat segera
dievaluasi dan bila dianggap perlu untuk diambil tindakan perbaikan sesegera
mungkin terhadap beton yang sudah dibuat maupun terhadap pengecoran berikutnya
Benda uji yang diambil untuk contoh harus dibuat dan dirawat sesuai dengan
cara perawatan di laboratorium (misalnya disimpan dalam udara lembab, dalam pasir
basah atau direndam dalam air). Hasil uji dari benda uji ini merupakan gambaran kuat
tekan beton, tetapi belum menunjukkkan tingkat mutu perawatan dan perlindungan
beton pada struktur sebenarnya di lapangan
Untuk memeriksa tingkat mutu pelaksanaan perawatan dan perlindungan
beton yang sebenarnya di lapangan, dilakukan dengan membuat benda uji silinder
yang dirawat di lapangan yang dicetak pada saat yang sama dan diambil dari contoh
yng sama dengan benda uji yang dicetak di laboratorium. Perawatan benda uji di
lapangan harus sama dengan kondisi perawatan benton yang sebenarnya di lapangan.
Apabila kuat tekan benda uji yang dirawat di lapangan kurang dari 85 %
daripada yang dirawat di laboratorium, maka cara perawatan di lapangan harus
ditingkatkan, kecuali jika kuat tekan benda uji yang dirawat di lapangan masih lebih
tinggi dari (fc’ – 3,5) MPa.
3. Langkah yang harus diambil jika hasil uji beton kurang memuaskan.
Bila mutu beton dikatakan kurang memuaskan, maka harus diambil langkah
langkah untuk memastikan bahwa struktur beton masih mempunyai kapasitas daya
dukung beban yang cukup, artinya tidak membahayakan.
Langkah-langkah yang harus dilakukan antara lain :
1. Analisis ulang struktur berdasarkan kuat tekan beton sesungguhnya (aktual) atau
2. Uji tidak merusak (non-destructive test), misalnya dengan “Schmidt Rebound
Hardness” (Hammer Test, uji palu beton), uji bor inti dsb.
Jika langkah 1 yaitu analisis ulang telah menunjukkan bahwa struktur tidak
akan mampu menahan beban yang terjadi, maka dilakukan langkah 2,yaitu uji tidak
merusak (hammer test atau uji bor inti) pada daerah yang diperkirakan kurang
memenuhi syarat.
Di daerah yang kuat tekannya diragukan itu (biasanya dalam suatu struktur
hanya satu atau dua daerah tertentu saja yang diragukan) minimum diambil 3 buah
titik uji. Selanjutnya beton di lokasi yang diragukan itu dapat dinyatakan tidak
membahayakan jika dari 3 titik uji di lokasi tersebut memenuhi 2 syarat berikut :
1. Kuat tekan rata-rata dari 3 titik uji mempunyai kuat tekan tidak kurang dari 85 %
fc’
2. Kuat tekan masing-masing (dari tiga) titik uji tidak ada satupun yang kurang dari
75 % fc’
3. Jika hasil uji tidak merusak ini ternyata menunjukkan beton tidak memenuhi
syarat, maka langkah berikutnya dapat berupa uji beban untuk menguji bagian
struktur yang diragukan atau langkah-langkah lain yang dianggap tepat oleh
pananggung jawab proyek
DAFTAR PUSTAKA
https://sasaqgagah14.wordpress.com/2018/05/18/mengenal-sifat-sifat-beton/
https://www.sentosamortar.com/definisi-mortar/
https://rifandyf.wordpress.com/2015/11/16/pengendalian-pekerjaan-beton/