Disusun Oleh :
MUH. RIADI HARIMUSWARAH / 20303310009
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
2021
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
I. PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
I.1. Agregat..................................................................................................................... 2
I.4. Air............................................................................................................................. 6
V.2. Passivasi................................................................................................................. 13
ii
VI. APLIKASI BETON GEOPOLIMER...............................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 22
iii
I. PENDAHULUAN
Perbedaan Beton biasa dengan beton Geopolimer dalam proses pembuatannya adalah
terletak pada bahan pengikat (binder). Pada beton biasa air dan semen Portland adalah
bahan utama yang dijadikan bahan pengikat agregat kasar dan agregat halus pada proses
pembuatannya. Untuk Beton Geopolimer aluminium dan silika yang terdapat pada fly ash
bereaksi dengan cairan alkali membentuk pasta geopolimer sebagai pengikat antara agregat
halus, agregat kasar dan bahan pembentuk beton geopolimer lainnya. Proses polimerisasi
akan terjadi pada binder dan mengeras. (Lloyd & Rangan, 2010)
Beton pada umumnya menggunakan semen Portland sebagai pengikat antar agregatnya.
Dalam memproduksi semen Portland tidak hanya dibutuhkan sumber daya alam dan energi
yang besar tetapi juga menghasilkan emisi gas rumah kaca dalam jumlah banyak ke
atmosfer. Lebih lanjut, penggunaan dari beton konvensional terkenal dengan masalah
ketahanannya (durability) dan permasalahan jika masa curingnya pada temperatur tinggi
(konstruksi selama
Penggunaan abu terbang sebagai pengganti semen Portland lewat proses yang disebut
polimer anorganik yang dipelopori oleh seorang ilmuwan Prancis, Prof. Joseph Davidovits
dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengurangi penggunaan semen konvensional,
semen Portland, yang kurang ramah lingkungan selama proses produksinya. Polimer
anorganik alumina-silikat atau biasa dikenal dengan nama geopolimer merupakan hasil
sintesis dari material yang terbuat dari hasil sampingan seperti abu terbang.
Abu terbang (fly ash) adalah abu sisa pembakaran batu bara yang dipakai dalam banyak
industri. Karena terbentuk pada temperatur tinggi, struktur abu terbang umumnya amorphous
1
dan reaktif. Walaupun abu terbang tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya
semen tetapi dengan kehadiran air dan ukuran partikelnya yang halus, oksida silika yang
terkandung dalam abu terbang akan bereaksi secara kimia dengan aktivator yang berupa
larutan alkali silikat dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat.
2
II. MATERIAL PENYUSUN BETON GEOPOLIMER
Komposisi dari beton geopolimer 70 – 75 % adalah agregat kasar dan agregat halus, 20 – 35
% adalah aktivator dan precursor, aktivator dalam Beton Geopolimer menggunakan Natrium
Hidroksida (NaOH) yang bertujuan agar binder dan senyawa yang ada didalam fly ash serta
natrium silikat (Na2SiO3) dapat bereaksi sehingga mempercepat proses polimerisasi. Fly
ash berfungsi sebagai prekursornya.
II.1. Agregat
Agregat memiliki peran penting dalam beton karena 70 – 75% dari beton adalah agregat.
Agregat dapat diartikan bahan campuran beton berupa butiran mineral alam. Untuk
mendapatkan kuat tekan yang baik beton harus memiliki kepadatan yang tinggi, hal ini bisa
diperoleh dengan menggunakan ukuran agregat yang bervariasi yang biasa disebut dengan
gradasi. Menggunakan gradasi agregat yang baik dapat membuat pori – pori beton menjadi
sedikit karena butiran yang lebih kecil akan mengisi rongga dari butiran yang lebih besar.
Berdasarkan ukurannya secara umum agregat debedakan menjadi agregat kasar dan
agregat halus.
3
Syarat Kekerasan Agregat Untuk Beton
o Kadar Lumpur atau bagaian butir lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no 200),
dalam % berat, Untuk beton yg mengalami abrasi max 3,0 dan Untuk jenis beton
lainnya max 5,0
o Kadar gumpalan tanah liat dan partikel yang mudah direpihkan, mak 3,0 %.
o Kandungan arang dan lignit Bila tampak, permukaan beton dipandang penting
kandungan mak 0,5 %. Sedangkan Untuk beton jenis lainnya 1,0 %.
o Agregat halus bebas dari pengotoran zat organic yang merugikan beton. Bila diuji
dengan larutan Natrium Sulfat dan dibandingkan dengan warna standar, tidak
lebih tua dari warna standar. Jika warna lebih tua maka agregat halus itu harus
ditolak, kecuali apabila :
Warna lebih tua timbul oleh adanya sedikit arang lignit atau yg sejenisnya.
Diuji dengan cara melakukan percobaan perbandingan kuat tekan mortar yg
memakai agregat tersebut terhadap kuat tekan mortar yg memakai pasir
standar silika, menunjukkan nilai kuat tekan mortar tidak kurang dari 95 %
kuat tekan mortar memakai pasir standar. Uji kuat tekan mortar harus
dilakukan sesuai dengan cara ASTM C87.
4
membuat beton dengan semen yg kadar alkalinya dihitung sebagai setara
Natrium Oksida (Na2O + 0,658 K2O) tidak lebih dari 0,60 % atau dengan
penambahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian yang membahayakan
akibat reaksi alkali agregat tersebut.
o Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh Garam-Sulfat :
o Susunan besar butir (gradasi). Agregat halus harus mempunyai susunan besar
butir dalam batas-batas sebagai berikut :
agregat halus tidak boleh lebih mengandung bagian yang lolos lebih dari 45 %
pada suatu ukuran ayakan dan tertahan pada ayakan berikutnya. Modulus
kehalusannya tidak kurang dari 2,3 dan tidak lebih dari 3,1
5
Tabel 3.4 Komposisi Kimia Penyusun Fly Ash Kelas F
Fly ash kelas F memiliki kandungan silika oksida (SiO 2) sebanyak 52,24% dan aluminium
oksida (Al2O3) sebanyak 38,58% yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pada
pembuatan beton geopolimer. Menurut SK SNI S – 15 – 1990 –F, persyaratan mutu pada
abu terbang terdapat pada tabel 3.5.
Sodium hidroksida yang digunakan sebagai alkali aktivator, berfungsi untuk mereaksi unsur-
unsur alumina (Al) dan Silika (Si) yang terkandung pada fly ash sehingga dapat
menghasilkan ikatan polimer yang kuat. Sodium silikat yang digunakan sebagai katalisator
6
yang mempercepat terjadinya reaksi kimia. Dalam pembuatan beton geopolimer katalisator
juga digunakan.
Dalam penelitian ini alkali aktivator yang digunakan adalah kombinasi antara sodium
hidroksida (NaOH) dan sodium silikat (Na2SiO3). Molaritas yang digunakan berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Adi dkk (2018) dan perbandingan sodium hidroksida (NaOH)
dan sodium silikat (Na2SiO3) yang digunakan berdasarkan penelitian Ekaputri dkk (2014).
II.4. Air
lah air hasil destilasi atau penyulingan sama dengan air murni atau H 2O. Aquades dalam
beton geopolimer sebagai bahan pengikat dalam pencairan larutan molaritas NaOH.
Semakin banyak aquades yang ditambahkan pada NaOH, maka semakin rendah molaritas
yang dihasilkan dan akan membuat beton kurang mengikat terhadap fly ash.
7
III. PROSEDUR MIX DESIGN
metode 1 dengan mencampurkan fly ash dan pasir dalam keadaan kering kemudian
ditambahkan dengan larutan alkali activator dan air lalu diaduk selama 3-5 menit.
metode 2 mencampurkan fly ash dengan larutan NaOH terlebih dahulu selama 3 menit
selanjutnya ditambahkan larutan sodium silikat dan diaduk selama 2 menit dan terakhir
ditambahkan agregat beserta air dan diaduk selama 2 menit.
metode 3 dimana agregat dalam keadaan SSD dicampurkan dengan fly ash dalam
keadaan kering kemudian ditambahkan larutan sodium silikat dan diaduk selama 3 menit
terakhir ditambahkan larutan NaOH beserta air dan diaduk selama 2 menit.
Hasil menunjukan bahwa ketiga metode pencampuran ini tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kuat tekan geopolimer (Junaid et al., 2015).
Rattanasak dan Chindaprasirt membuat geopolimer berbahan dasar fly ash tipe C dengan
dua cara yang berbeda. cara yang pertama dengan mencampurkan secara bersamaan fly
ash, pasir, larutan NaOH dan larutan sodium silikat kemudian diaduk selama 1 menit. cara
kedua fly ash dilarutkan dengan larutan NaOH terlebih dahulu selama 10 menit dan
dibiarkan untuk mengalami leaching of ions, berikutnya ditambahkan larutan sodium silikat
selama 1 menit dan kemudian ditambahkan pasir dan diaduk selama 1 menit. urutan
pencampuran ini ternyata berpengaruh terhadap kuat tekan beton geopolimer, dimana
pencampuran yang terpisah menghasilkan beton geopolimer yang sedikit lebih baik dari
pencampuran biasa (Rattanasak & Chindaprasirt, 2009).
8
menggunakan proses curing oven pada suhu 60ºC selama 24 jam. Sedangkan huruf D dapat
diartikan bahwa prosedur ini dibuat dengan menurunkan suhu awal material hingga 0ºC
kemudian baru dilakukan proses pencampuran.
9
sesuai dengan uji karakteristiknya, menjadi referensi komposisi agregat limbah beton dalam
penelitian ini. Sehingga dibutuhkan pengujian terhadap beton semen dengan target kuat
tekan yang sama, sebagai data pembanding terhadap beton geopolimer.
10
IV. WORKABILITY BETON GEOPOLIMER
Jumlah produksi semen portland sudah meningkat sebanyak 65 kali lipat sejak tahun
1926. Penggunaan beton geopolimer yang merupakan beton tanpa portland cement adalah
salah satu solusi atas permasalahan ini. Saat ini, beton geopolimer sudah dapat
diproduksi dengan kuat tekan 20 –40 MPa dan dapat digunakan sebagai elemen struktur.
Akan tetapi, beton geopolimer memiliki kekurangan,yaitu rendahnya tingkat workability
dalam kegiatan pelaksanaan pengecoran. Menurut Susanto, Jonathan (2020) penambahan
superplasticizer sebesar 2.5% yang ditambahkan pada beton geopolimer dapat
meningkatkannilai slump. Kenaikan slump terbesar terjadipada mix design dengan molaritas
larutan NaOH 8M, yaitu dari 8 cm menjadi 22 cm. Uji jarum vicat menunjukan penambahan
superplasticizer sebesar 2.5% dapat memperlambat setting time beton geopolimer, yaitu
dari 47 menit menjadi 63 menit pada mix design 16 M. Selain itu, dari uji kuat tekanyang
dilakukan dapat disimpulkan bahwa superplasticizer dapat menurunkan kuat tekan beton
geopolimer. Penurunan yang paling kecil terjadi pada mix design 8M, yaitu sebesar 4.11%
dan penurunan paling besar terjadi padamixdesign2M, yaitu sebesar 17.65%. Selain itu,
steam curing dapat meningkatkan kuat tekan beton geopolimer sebesar lebih dari 55.6%
Material geopolimer memiliki sifat yang lebih baik dibandingkan beton konvensional seperti
dapat diproduksi dari bahan-bahan buangan atau limbah industri seperti abu terbang,
memiliki sifat keawetan unggul dan dapat meningkatkan daya tahan beton yaitu ketahanan
terhadap serangan asam. Disamping itu, geopolimer merupakan ”Green Material”
dikarenakan konsumsi energi menufaktur yang rendah dan emisi gas buangan rendah.
Beton geopolimer dapat digunakan untuk precasting industri seperti sebagai bahan reparasi
jalan beton karena masa curing yang cepat, hanya 4 jam setelah dicor, kuat tekan beton
dapat mencapai 20Mpa. Bandingkan dengan beton Portland yang masa curingnya lebih
lama sekitar 28 hari sehingga membutuhkan akselerator kalsium klorida yang dapat
menyebabkan beton terdegradasi.
11
V. SIFAT MEKANIK BETON GEOPOLIMER
Suatu campuran beton dikatakan sebagai beton geopolimer jika memiliki sifat-sifat sebagai
berikut ;
Memiliki waktu setting (waktu yang dibutuhkan oleh geopolimer sampai keadaan mulai
mengeras) 10 jam pada suhu -20oC dan hanya 7-60 menit pada suhu 20oC.
Penyusutan volume selama waktu setting kurang dari 0,05%.
Kehilangan massa dari beton basah menjadi beton kering kurang dari 0,1%.
Memiliki kuat tekan lebih besar dari 90 MPa pada umur 28 hari
Memiliki kuat tarik sebesar 10 - 15 MPa pada umur 28 hari.
Memiliki water absorption kurang dari 3%
Pembuatannya lebih rumit dari pada beton konvensional (karena membutuhkan alkali
activator)
Belum ada mix design yang pasti
12
VI. CARBONATION DAN COROSION BETON
GEOPOLIMER
Adanya tahanan listrik dalam beton (yaitu tahanan untuk mengalirkan arus) menyebabkan
laju aliran arus yang dibawa oleh ion-ion akan rendah, sehingga proses reaksi anodik dan
katodik akan berjalan lambat. Hal ini mengakibatkan laju korosi menjadi rendah. Namun
demikian, korosi pada baja penguat dalam beton dapat terjadi apabila beton tidak
mempunyai kualitas yang bagus, desain struktur yang tidak sesuai dengan lingkungan
sekitar, ataupun perubahan lingkungan yang tidak diperhitungkan selama umur layanan
beton berlangsung.
Lapisan pasif yang melindungi permukaan baja tulangan dari proses korosi lebih lanjut,
dapat mengalami kegagalan fungsi yang disebabkan oleh beberapa hal berikut ini
Penguraian gas CO2 dan SO2 dari udara sekitar di dalam larutan pori sehingga
memperkecil nilai pH beton dan dapat menyebabkan korosi.
Penetrasi ion klorida yang dapat memecahkan lapisan pasif sehingga memicu terjadinya
korosi sumuran pada baja tulangan
Masa curing yang lama dari beton menyebabkan untuk perbaikan jalan beton adalah dengan
menggunakan akselerator untuk mempercepat proses pengerasan semen. Senyawa yang
biasa dipakai sebagai akselerator adalah kalsium klorida. Namun demikian, penambahan zat
tersebut tidak dianjurkan untuk ditambahkan pada beton bertulang karena ion – ion klorida
dapat menyebabkan beton terkorosi. Sebenarnya akselerator yang tidak korosif dapat
diperoleh di pasaran, misalnya senyawa – senyawa tertentu dari nitrat, format dan nitrit,
hanya saja harganya lebih mahal dan kemampuan akseleratornya kurang efektif.
Korosi dapat diklasifikasikan menjadi korosi basah (wet corrosion) dan korosi kering (dry
corrosion). Korosi basah terjadi pada lingkungan basah atau lembab, biasanya melibatkan
13
larutan aqueous atau elektrolit. Sedangkan korosi kering terjadi di lingkungan udara yang
kering atau temperatur tinggi.
Proses korosi pada korosi basa merupakan proses elektrokimia, yaitu suatu proses yang
terdiri dari proses oksidasi pada anoda (reaksi anodik) dan proses reduksi pada katoda
(reaksi katodik) melalui suatu larutan yang dapat menghantarkan arus listrik yaitu elektrolit.
Elektrolit merupakan faktor utama yang mendukung terjadi dan terus berlangsungnya proses
korosi, yang dapat berupa air laut, larutan asam, maupun aquades.
VI.2. Passivasi
Passivasi didefinisikan sebagai suatu kondisi terbentuknya lapisan film pada permukaan
dibawah keadaan teroksidasi dengan terpolarisasi anodik yang tinggi sehingga melindungi
logam dari reaksi selanjutnya. Lapisan pasif ini sangat tipis dan fragile pada pengukuran
optikal, ketebalan lapisan transparan sekitar 1-10 nm.
• Passivasi anodik, yaitu pemberian potensial anodik dengan teknik elektrokimia untuk
menghasilkan pembentukan lapisan protektif (pasif)
• Autopassivation, yaitu denga penambahan unsur Cr dan logam lain ke dalam besi untuk
menghasilkan stainless steel
• Passivasi kimia, yaitu pembentukan lapisan pasif dengan melakukan penambahan zat
kimia kedalam lingkungan yang korosif seperti penambahan inhibitor
Kelebihan
• Dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya reaksi korosi, sehingga dapat dilakukan
pencegahan
• Mengetahui daerah-daerah aktif, pasif dan imun
• Memprediksi penanggulangan korosi dengan mengatur beda potensial agar tidak
terkorosi
Keterbatasan
14
• Hanya memprediksi apa yang dapat terjadi, dan bukan menyatakan apa yang akan
terjadi
• Tidak dapat menentukan kecepatan korosi
• Hanya dapat digunakan pada logam murni dengan larutan sederhana, bila paduan
menggunakan superimposed
Depasivasi
Dalam larutan pori basa yang tinggi pada beton yang terbentuk selama proses hidrasi
semen, terbentuk lapisan oksida tipis (passive film) yang melindungi baja tulangan dari
korosi. Namun demikian lapisan tersebut dapat pecah disebabkan oleh penurunan nilai pH
akibat penguraian karbon dioksida dan sulfida dari atmosfer dan penetrasi ion klorida dari
lingkungan
Molekul-molekul gas karon dioksida yang terdapat pada atmosfer dapat berpenetrasi ke
dalam beton lalu bereaksi dengan senyawa-senyawa alkali hidroksida yang berada dalam
larutan pori selimut beton.
Pembentukan kalsium karbonat disertai penurunan kandungan air dan peningkatan berat
beton, menyebabkan retak di permukaan. Dari proses karbonasi dalam beton. Proses
karbonasi menyebabkan penurunan alkalinitas dikarenakan penurunan pH. Hal ini dapat
menyebabkan baja berpindah dari daerah pasif menjadi daerah aktif pada Diagram
Pourbaix.
• Serangan Sulfat
15
Beton yang kontak dengan air dalam tanah liat dapat terserang garam sulfat dari kalsium,
magnesium, dan sodium. Garam sulfat juga terdapat pada air laut dan air payau.
Ion klorida dapat merusak lapisan pasif dan menyebabkan korosi pitting pada baja. Pitting
merupakan reaksi autokatalitik yang berkelanjutan hingga terbentuk lubang pada baja
tulangan dalam beton. Klorida bereaksi dengan ferit membentuk suatu paduan kompleks
FeCl2. Sumuran dapat terbentuk pada permukaan logam yang tidak seragam yaitu bagian
logam yang tidak diberikan inhibitoe, coating yang tergores, atau adanya endapan seperti
slag, scale, debu dan pasir.
Karakteristik produk karat pada baja adalah porous dan mudah lepas. Sifat karat pada baja
yang mudah lepas ini, menyebabkan ion agresif Cl- pada air laut mudah merusak karat
sehingga O2 mudah masuk dan kontak pada permukaan baja.
Efek Oksigen
Oksigen merupakan syarat terjadinya korosi. Jika tidak ada oksigen, maka korosi tidak
dapat terjadi. Udara dapat berdifusi ke dalam beton. Air yang kontak dengan udara menjadi
jenuh dengan oksien dan total kandungan oksigen tergantung dari total padatan yang terlarut
dan kelarutan oksigen, Kelarutan oksigen merupakan fungsi dari temperatur, tekanan, dan
kandungan garam yang terlarut.Oksigen dapat menyebabkan terbentuknya perbedaan sel
aerasi yang meningkatkan korosi pada permukaan baja.
• Tahap inisiasi
Pada tahap ini ion atau zat agresif yang mempasivasi baja berpenetrasi dari permukaan ke
material ruah dalam beton. Tahap ini berlangsung hingga baja mengalami depasivasi (td).
Lamanya tahap ini dipengaruhi oleh ketebalan lapisan beton, laju penetrasi dan konsentrasi
ion-ion agresif yang dapat mendepasivasi baja. Laju penetrasi bergantung pada kualitas dari
selimut beton (porositas dan permeabilitas) dan pada kondisi microclimatic (wetting dan
drying) pada permukaan beton.
16
• Tahap propagasi
Ketika baja tedepasivasi karena ion klorida atau karbonasi, maka korosi dapat terjadi dengan
hadirnya oksigen dan kelembaban lingkungan. Waktu untuk propagasi korosi diberikan oleh
derajat kerusakan yang dapat diterma (loss in cross section, spalling) dan oleh laju korosi.
Laju korosi menentukan waktu untuk mencapai keadaan akhir dari struktur dan laju korosi
bervariasi tergantung pada temperatur, kelembaban, dan sebagainya
senyawa kalsium silikat seperti semen Portland. Akan tetapi, terjadi polikondensasi dari
alumina dan silika membentuk senyawa aluminosilikat. Oleh karena itu, diharapkan material
geopolimer memiliki ketahanan terhadap korosi yang lebih baik dari semen Portland.
Semen geopolimer memilki ketahanan terhadap asam asetat dan asam sulfat yang jauh
lebih baik dibandingkan semen Portland biasa. Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan
Palomo dan Fernandez, pasta AAFA (alkali-activated fly ash) memperlihatkan hasil yang
memuaskan pada lingkungan yang agresif seperti pada lingkungan air laut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Morris dan Hodge, baja dalam beton geopolimer
berbahan dasar abu terbang memperlihatkan laju korosi yang rendah dan tidak terjadi reaksi
yang merugikan dengan beton geopolimer yang dicuring maupun tidak dan memiliki laju
korosi rendah jika beton basah maupun kering. Kombinasi dari kebasaan yang tinggi dan
silikat terlarut akan menstabilkan lapisan protektif pada baja karbon selama matriks yang
tersisa cukup alkalin. Hal ini memperlihatkan perilaku korosi dan elektrokimia pada beton
geopolimer secara umum mirip dengan beton konvensional.
Penelitian lain dari Yodmunee dan Yodsudjai menunjukkan bahwa dengan kuat tekan yang
sama, beton geopolimer lebih baik dari beton konvensional dalam ketahanan terhadap korosi
pada baja tulangan dalam beton. Sebagai tambahan, menurut Miranda dan Fernandez,
17
baton geopolimer yang bebas dari klorida dapat mempasifasi baja tulangan secepat dan
seefektif beton Portland.
Beton geopolimer memiliki ketahanan korosi lebih tinggi dibandingkan beton konvensional
karena terjadi polikondensasi dari alumina dan silica membentuk crosslinked aluminosilikat
sehingga dapat menghambat laju difusi dari oksigen dan ion-ion agresif seperti ion klorida.
18
VII. APLIKASI BETON GEOPOLIMER
Teknologi beton geopolimer adalah teknologi beton hijau yang berpotensi untuk terus
dikembangkan untuk material konstruksi pada proyek infrastruktur. Faktor utama yang
menjadi daya tarik beton geopolimer adalah pada proses geopolimerisasi proses yang
merubah hasil limbah industri yang mengandung alumino-silikat oksida menjadi produk
geopolimer dengan kekuatan mekanik tinggi tanpa menggunakan semen. Fokus makalah ini
mengklarifikasi beton geopolimer yang tahan terhadap serangan korosi larutan garam yang
menyumbang keawetan dan kekuatan lebih baik dibandingkan beton normal sehingga
sangat menguntungkan untuk diaplikasikan pada infrastruktur di Pesisir Laut dan Pulau-
Pulau Kecil. Selain itu dalam perkembangan teknologi beton geopolimer juga berpeluang
untuk diaplikasikan menjadi material konstruksi di saat ini dan masa mendatang khususnya
pada elemen struktur pracetak. Aplikasi beton geopolimer dengan sistem pracetak memberi
peluang memaksimalkan keunggulan properti beton geopolimer agar berfungsi sebagai
material konstruksi yang berkelanjutan untuk memenuhi fungsi material konstruksi dalam
menunjang pengelolaan Sumberdaya Pesisir Laut dan Pulau-Pulau Kecil.
Teradapat 10 jenis kelas material geopolimer yang saat ini masih dikembangkan dan
sebagian sudah diaplikasikan, yaitu :
19
Binder
Resin
Tempat buang bahan radiaktif dan beracun
Material bangunan (bata, genteng)
Semen dan kongkrit rendah karbon dioksida
Seni dan dekorasi
Geopolimer merupakan material polimer anorganik yang tersusun atas atom Si dan Al yang
tersusun dalam jaringan 3 dimensi. Material ini memiliki sifat gabungan antara polimer
anorganik (plastik) dan keramik. Geopolimer disintesa dari bahan dasar yang berupa
senyawa alumina – silika dengan aktivator yang berupa larutan alkali silikat. Pelarutan dari
alumina – silika oleh alkali akan menghasilkan monomer Si(OH)4 dan Al(OH)4 yang
kemudian akan terpolikondensasi menjadi polimer alkali aluminosilikat yang memiliki struktur
jaringan (cross-link) 3 dimensi.
Geopolimerisasi merupakan proses aktivasi bahan baku (prekursor) yang berupa silika-
alumina dengan aktivator larutan alkali silikat. Prosesnya meliputi pelarutan prekursor
dengan aktivator diikuti oleh pengerasan (curing) pada suhu ambien menjadi padatan yang
disebut geopolimer. Proses pengerasan geopolimer berbeda dengan pengerasan pada
semen Portland yang merupakan proses hidrasi yang bersifat eksotermis. Proses
pengerasan pada geopolimer merupakan reaksi polikondensasi yang bersifat endotermis,
yang oleh karenanya laju pengerasan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan suhu curing.
Invensi sebelumnya yang dikemukakan oleh R.J. Schultz pada tahun 1980 pada paten
bernomor US Patent 4,209,335 dengan judul : Rapid setting accelerators for cementitious
20
compositions. Dalam paten tersebut diklaim bahwa suatu campuran yang terdiri dari
kaarbonat logam alkali dan garam anorganik besi bermuatan 3+ (ferric ion)kecuali besi fosfat
merupakan akselerator untuk ditambahkan pada semen untuk aplikasi sebagai shotcrete
atau mortar yang diaplikasikan secara manual. Pada paten ini tidak diklaim kuat tekan yang
dicapai produk pada interval waktu tertentu.
Pada tahun 1984 Richard Miller memperoleh hak paten bernomor US Patent 4,501,830
dengan judul: Rapid-set lightweight cement. Dalam paten tersebut diklaim bahwa suatu
produk semen ringan dapat dibuat dari campuran semen konvensional, debu silika (silica
fume), abu terbang cenosphere, partikel SiO2 dan epoxy sebagai akselerator. Produk ini
diklaim dapat mencapai kepadatan 90 pon/kaki3 dalam waktu 1 jam serta kuat tarik sebesar
600 psi dan kuat tekan sebesar 6000 psi dalam waktu 24 jam.
Ashish Dubey dalam US Patent 6,641,658 dengan judul: Rapid setting cementitious
composition mengklaim suatu komposisi campuran yang terdiri dari 35-90 % berat Portland
cement ASTM type III; 0-55 % berat pozolan; 5-15 % berat semen alumina dan 1-8 % berat
kalsium sulfat anhidrat dapat mengeras dalam waktu singkat untuk dipergunakan dalam
pembuatan papan semen. Pada paten ini juga tidak diklaim kuat mekanis produk pada suatu
interval waktu.
21
Karena, material ini tersusun dari sintesa bahan-bahan alam non organik melalui proses
polimerisasi.
Bahan dasar utama pembuatan beton geopolimer, adalah bahan yang banyak mengandung
silikon dan alumunium. Unsur-unsur ini, diantaranya banyak terdapat pada material buangan
hasil sampingan industri, seperti abu terbang (fly ash) sisa pembakaran batu bara.
Selama ini, karena ukuran partikelnya yang kecil dan mudah berterbangan di udara, abu
terbang lebih banyak dimanfaatkan sebagai bahan timbunan. Kalau penimbunannya
dilakukan sembarangan, akan berpotensi mengancam kelestarian lingkungan. Karena,
partikel partikel logam berat yang dikandungnya dengan mudah larut mencemari sumber-
sumber air.
Untuk melarutkan unsur-unsur silikon dan alumunium, serta memungkinkan terjadinya reaksi
kimiawi, digunakan larutan bersifat alkalis. Material geopolimer ini jika digabungkan dengan
agregat batuan, akan menghasilkan beton geopolimer tanpa perlu semen lagi.
Geopolimer lebih ramah lingkungan, karena selain dapat menggunakan bahan pembuangan
industri, proses pembuatannya juga tidak perlu energi, seperti pada proses pembuatan
semen hingga suhu 800° C. Cukup dengan pemanasan 60° C selama sehari penuh, maka
bisa dihasilkan beton berkualitas tinggi.
Dari hasil riset yang telah dilakukan selama ini menunjukkan, bahwa beton geopolimer
memiliki sifat-sifat teknis, seperti kekuatan dan keawetan yang tinggi. Sebuah perusahaan
beton pracetak di Australia, bahkan sudah mulai memproduksi prototipe beton geopolimer
pra-cetak dalam bentuk bantalan rel kereta, pipa beton untuk saluran pembuangan air kotor
dan lainnya.
22
DAFTAR PUSTAKA
Fadhlurohman, Jihad (2020) Pengaruh Variasi Admisture Terhadap Workability Dan Kuat
Tekan Beton Geopolimer Berbahan Dasar Fly Ash Dengan Kandungan Kalsium
Tinggi. Undergraduate thesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Bayuaji, Ridho, (2015) Teknologi Beton Geopolimer Perkembangan Dan Peluang Aplikasi
Pada Elemen Struktur Pracetak Untuk Menunjang Pengeloaan Sumberdaya Pesisir
Laut Dan Pulau-Pulau Kecil
https://www.hestanto.web.id/geopolimer/
Reiner Tirtamulya Surja, Ricard Mintura, Antoni, Djwantoro Hardjito, Perbandingan beberapa
prosedur pembuatan geopolimer berbahan dasar fly ash tipe c.
Noermalasari, dina, 2009, perilaku korosi pada baja tulangan dalam beton geopolimer abu
terbang dalam media aquades dan air laut astm.
Irawati, Tetti, 2009, Pembuatan Dan Karakterisasi Beton Geopolimer Fly Ash
23