Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Semakin berkembangnya dunia ketekniksipilan, menuntut mahasiswa teknik

sipil untuk terus bersaing sehingga menghasilkan karya yang kreatif dan inovatif.
Hal ini mendorong mahasiswa untuk mendalami bidang teknik sipil. Bukan hanya
teori, tetapi juga praktek dan penerapan dari ilmu tersebut. Kegiatan praktikum pun
menjadi tempat bagi mahasiswa untuk mampu menerapkan teori yang telah
diberikan di dalam kuliah (tatap muka).

Melalui kegiatan ini diharapkan

mahasiswa dapat memahami dan mendalami materi perkuliahan yang ada.


Praktikum Teknologi Bahan adalah praktikum yang dilaksanakan
mahasiswa teknik sipil dalam penerapan dari ilmu teknologi bahan itu sendiri.
Praktikum dilakukan untuk mengasah kemampuan mahasiswa dalam praktiknya.
Dalam praktikum ini dilakukakan praktikum perancangan kuat beton. Mulai dari
perancangan mix design beton yang akan dibuat, pemilihan bahan, pencetakan
beton yang diinginkan mutunya, hingga cara merawat beton agar dapat mencapai
mutu yang diinginkan.
Laporan ini memuat mengenai hasil praktikum ilmu Teknologi Beton yang
telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh
Dosen Pengajar. Dimana praktikum tersebut merupakan penerapan dari teori
Teknologi Bahan yang telah diberikan di dalam kuliah.
Selain merupakan penerapan dari teori yang telah dipelajari sebelumnya,
pelaksanaan praktikum ini juga didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan diatas,
dengan begitu diharapkan kepada mahasiswa untuk lebih mengetahui serta
memahami bagaimana proses perencanaan komposisi beton dan pembuatan beton,
yang pada akhirnya dari hasil praktikum ini mahasiswa mendapatkan ilmu yang
lebih banyak untuk merencanakan beton dengan nilai yang ekonomis serta mutu
yang lebih baik terkait dengan teori yang ada.

1.2

Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan Praktikum Teknologi Beton adalah :
1. Sebagai penerapan teori yang telah diberikan dalam kuliah tatap muka
oleh dosen pengajar.

2. Agar mahasiswa mengetahui dan mampu memahami segala prosedur


yang harus dilaksanakan dalam perencanaan dan pembuatan beton.
3. Sebagai pedoman mahasiswa dalam merencanakan dan membuat beton
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah diberikan terkait dengan
teori yang ada.
1.3

Ruang Lingkup
Pelaksanaan Praktikum Teknologi Beton ini meliputi berbagai jenis kegiatan

yang harus dilaksanakan, antara lain:


1.
Pemeriksaan kadar air dalam agregat
2.
Pemeriksaan kandungan lumpur agregat
3.
Pemeriksaan berat jenis agregat dan penyerapan air dalam agregat
4.
Pemeriksaan berat satuan volume agregat dan semen
5.
Pemeriksaan gradasi pasirMulai
dan kerikil
6.
Perencanaan campuran beton
7.
Proses pencampuran beton
Persiapan Bahan
8.
Pengukuran nilai slump
9.
Pemeliharaan beton dan Peralatan
10.
Pengujian kuat tekan dan lentur beton
Pembuatan beton dalam Praktikum Teknologi Bahan ini, ditentukan beton yang
Pemeriksaan

Pemeriksaan

Pemeriksaan

Pemeriksaan Berat

Pemeriksaan

Agregat Dan

Lumpur Dalam
Agregat

Agregat

Penyerapan Air
dalam agregat

(Sieve Analysis)
Agregat

2
akanBerat
dibuat
memiliki Kandungan
kuat tekan yang disyaratkan
300 kg/cm
slump
60Isi/Satuan
Kadar Air
Jenis dan dan nilaiGradasi
Butiran

180 mm.
Semen

1.4

Penyiapan begesting
(cetakan beton)

Tahapan Praktikum Teknologi Bahan

Penyiapan bahan untuk


campuran beton

Pembuatan beton

Pengujian Slump

Pembuatan Benda Uji

Perawatan benda uji


selama 28 hari

Uji kuat tekan dan kuat


lentur

Analisa data dan


perhitungan

Selesai

Gambar 1.1 Diagram Alir Praktikum Teknologi Beton

1.5

Persiapan Praktikum
Praktikum Teknologi Beton ini dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober 2014

di Laboratorium Beton, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas


Udayana. Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dipersiapkan sebelum
dilaksanakan praktikum adalah sebagai berikut.
1.5.1 Bahan-bahan yang dipersiapkan :
a. Pasir 3 karung @25 kg
b. Kerikil 4 karung @25 kg
c. Air
d. Semen Tiga Roda Type I

1.5.2 Alat-alat yang dipersiapkan :


a. Timbangan
b. Cawan
c. Gelas ukur
d. Mistar
e. Piknometer dengan kapasitas 500 ml
f. Oven
g. Ompreng
h. Ember
i. Keranjang dan kontainer
j. Kain lap
k. Satu set ayakan untuk pasir dan mesin penggetarya
l. Satu set ayakan untuk kerikil dan mesin penggetarnya
m. Tongkat pemadat dari baja tahan karat panjang 60 cm dan diameter
15 mm
n. Cetakan berbentuk kubus 10 buah dan balok 1 buah
o. Kerucut logam terpancung (konus) penguji slump dengan bagian
atas 10 cm, bagian bawah 20 cm dan tingginya 30 cm
p. Cetok
q. Sekop
r. Molen
s. Mesin uji kuat tekan beton

BAB II
PEMERIKSAAN BAHAN
Pada bab ini akan dibahas pemeriksaan kadar air, pemeriksaan kandungan
lumpur, pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat, pemeriksaan berat satuan
volume dan pemeriksaan gradasi pasir dan kerikil. Pada bab ini akan membahas
tentang alat dan bahan yang digunakan serta cara kerjanya. Data-data yang didapat
dalam bab ini, dapat digunakan untuk perencanaan campuran beton (mix design).
2.1

Pemeriksaan Kadar Air Agregat (Pasir dan Kerikil)


2.1.1 Dasar Teori
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar air dengan cara
dioven. Kadar air agregat adalah perbandingan antara berat air yang
terkandung dalam agregat dengan berat agregat dalam keadaan kering.
Nilai kadar air ini digunakan untuk korelasi tekanan air untuk adukan
beton yang disesuaikan dengan kondisi agregat di lapangan.
2.1.2 Hasil Percobaan
Tanggal : 30 -31 Oktober 2014
Alat yang digunakan :
1. Timbangan
2. Cawan
3. Oven
Bahan :
1. Pasir
2. Kerikil
Cara kerja :
1. Cawan ditimbang beratnya kemudian ditimbang bersama
bahan uji agregat.

2. Kedua bahan uji yang telah ditimbang dimasukkan


kedalam oven (selama 24 jam).
3. Setelah 24 jam kita bisa menghitung berat air, berat
contoh kering oven, dan kadar air.
Tabel 2.1 Pemeriksaan Kadar Air Pasir
No
1
2
3

Uraian
Berat pasir semula + cawan ( V1 )
Berat pasir oven + cawan ( V2 )
V1 V 2
Persentase =
X 100%
V2

Keterangan
559,19 gr
529,2 gr
5,6 %

Tabel 2.2 Pemeriksaan Kadar Air Kerikil


No
1
2
3

Uraian
Berat kerikil semula + cawan ( V1 )
Berat kerikil oven + cawan ( V2 )
V1 V 2
Persentase =
X 100%
V2

Keterangan
551,5 gr
547,2 gr
0,78 %

Kesimpulan :
Dari pemeriksaan kadar air yang dilakukan pada pasir maupun kerikil,
didapat bahwa kadar air pada pasir adalah 5,6% dan pada kerikil adalah
0,78%.
2.2

Pemeriksaan Kandungan Lumpur Agregat (Pasir dan Kerikil)


2.2.1. Dasar Teori
Pasir dan kerikil yang mengandung kadar lumpur yang banyak
akan mengandung atau menghasilkan beton yang kualitasnya rendah.
Karena akan mengurangi daya ikat antara bahan pengisi beton. Jika
kandungan lumpur dalam pasir dan kerikil yang sudah dikocok dan
dioven mencapai kurang dari 5% maka pasir dan kerikil tersebut bisa
dikatakan baik dan jika lebih dari 5% maka kandungan lumpur harus
dijadikan kurang dari 5% dengan cara mencuci atau diayak dengan
ayakan.

2.2.2. Hasil Percobaan


6

Tanggal : 30-31 Oktober 2014


Alat yang digunakan :
1. Timbangan
2. Cawan
3. Oven
4. Gelas Ukur
Bahan :
1. Pasir Kering Oven.
2. Kerikil Kering Oven.
3. Air.
Cara kerja :
1. Pasir Kering Oven dimasukkan kedalam gelas ukur,
kemudian ditambahkan air secukupnya sampai pasir
terendam (kurang lebih bagian diatas tinggi pasir).
Kocok gelas ukur tersebut sehingga lumpur pada pasir
terpisah. Diamkan gelas ukur yang telah berisi larutan pasir
tersebut pada permukaan datar, diamkan selama 24 jam.
Setelah 24 jam akan timbul endapan antara pasir dan
lumpur. Kandungan lumpur dapat dihitung menggunakan
rumus pada tabel 2.3.
2. Timbang kerikil kering oven sebelum dicuci, catat
beratnya. Kerikil kering Oven dicuci sampai air cucian
kerikil terlihat jernih, timbang dan catat bobotnya. Kerikil
kering oven yang telah dicuci kemudian di oven selama 24
jam, timbang berat setelah di oven. Kandungan lumpur
dapat dihitung menggunakan rumus pada tabel 2.4

Tabel 2.3 Pemeriksaan Kadar Lumpur Agregat Halus (Pasir)


No
1
2
3

Uraian
Tinggi Pasir + Lumpur ( H1 )
Tinggi Pasir ( H2 )
( H 1 H 2)
100%
Persentase =
( H 1)

Keterangan
15,3 cm
14,6 cm
4,5 %

Tabel 2.4 Pemeriksaan Kadar Lumpur Agregat Kasar (Kerikil)


No

Uraian

Keterangan

1.
2.

Berat Batu Pecah Kering Oven (V1)


Berat Kerikil Kering Oven Setelah dicuci

3.

Tertahan Saringan No. 200 (V2)


(V 1 V 2)
100%
Persentase =
(V 1)

348,9 gr
347,2 gr
0,487 %

Kesimpulan :
Dari hasil pemeriksaan kandungan lumpur agregat halus didapatkan bahwa
kandungan lumpur pasir adalah sebesar 4,5 %. Hal tersebut menyatakan
bahwa kandungan lumpur rendah, jadi, pasir tersebut layak digunakan untuk
bahan campuran beton. Sedangkan untuk kandungan lumpur agregat kasar
didapatkan bahwa kandungan lumpur kerikil adalah 0,487 %.
2.3

Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat (Pasir dan Kerikil)


Berat jenis agregat adalah perbandingan antara volume agregat dan berat
volume air. Pemeriksaan terhadap berat jenis agregat dapat dilakukan
dengan 3 cara, yaitu :
a. Berat Jenis Bulk (bulk spesific gravity)
b. Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD)
c. Berat jenis semu (apparent spesific gravity)
Penyerapan adalah kemampuan agregat untuk menyerap air dalam
kondisi kering sampai dengan kondisi jenuh permukaan kering.
2.3.1.Agregat Halus (Pasir)
1. Hasil Percobaan
Tanggal : 31 Oktober 2014
Tempat : Laboratorium beton Teknik Sipil Universitas Udayana
Tujuan : Untuk menentukan berat jenis bulk, berat jenis jenuh
kering permukaan (SSD), berat jenis semu, dan menentukan
besarnya penyerapan dari agregat halus.
Alat yang digunakan :
1. Timbangan
2. Piknometer (seberat 228gr)
3. Gelas ukur
4. Cawan
Bahan :
1. Pasir SSD
2. Air
Cara kerja :
1. Siapkan 500 gram pasir SSD, dimana cara mendapatkan
pasir SSD adalah dengan membasahi pasir dengan air,
8

lalu dijemur/diangin-anginkan. Pasir yang sudah dijemur


tersebut diuji dengan alat corong kerucut, pasir dalam
kondisi SSD mempunyai bentuk tetap dengan puncak
yang sedikit longsor.
2. Siapkan piknometer ditambah air, hitung beratnya
kemudian masukkan pasir tadi dan hitung pula beratnya.
3. Pasir dikeluarkan dari piknometer dan di oven.
4. Hari berikutnya kita bisa menghitung berat pasir kering
oven. Setelah itu kita dapat berat jenis bulk, berat jenis
SSD, berat jenis semu,dan absorpsi.

Tabel 2.5 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus


No.
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.

Uraian
Berat contoh pasir SSD
Berat contoh pasir kering oven
Berat piknometer + air (25C)
Berat piknometer + pasir SSD + air (25C)
B
Berat jenis Bulk =
C 500 D
500
Berat jenis SSD =
C 500 D
B
Berat jenis semu =
CBD
500 B
Absorpsi =
100%
B
Berat Jenis SSD Rata-rata

Keterangan
500 gr
464 gr
706,4 gr
1007,1 gr
2,32 gr/cm
2,50 gr/cm
2,84 gr/cm
7,75 %
2,50 gr/cm3

Kesimpulan :
Berat jenis pasir SSD (Saturated Surface Dry) rata-rata yang diperoleh
adalah 2,50 gr/cm3 dengan penyerapan air sebesar 7,75%. Agregat ini
termasuk ke dalam agregat ringan yang memiliki batasan berat jenis kurang
dari 2,5 gr/cm3.
2.3.2. Agregat Kasar (Kerikil)
1. Hasil Percobaan
Tanggal
: 31 Oktober 2014
Alat yang digunakan
:
1. Timbangan
2. Talam
3. Keranjang
Bahan
:

1. Kerikil SSD
2. Air
Cara kerja :
1. Siapkan kerikil kering oven 5 kg, kemudian
masukkan kedalam air, hitung beratnya didalam
air.
2. Kerikil tadi kemudian dilap sehingga lembab
permukaanya (SSD) hitung beratnya.
3. Setelah itu kita bisa mendapatkan berat jenis
Bulk, berat jenis semu, dan absorpsi
Tabel 2.6 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Uraian
Berat benda uji kering oven (BK)
Berat benda uji SSD (BJ)
Berat benda uji dalam air (BA)
BK
Berat jenis Bulk =
BJ BA
BJ
Berat jenis SSD =
BJ BA
BK
Berat jenis Semu =
BK BA
BJ BK
Absorpsi =
100%
BK
Berat Jenis SSD rata-rata

Keterangan
5000 gr
5094 gr
2910 gr
2,28 gr/cm3
2,33 gr/cm3
2,39 gr/cm3
1,84 %
2,33 gr/cm3

Kesimpulan :
Berat jenis kerikil SSD (Saturated Surface Dry) rata-rata yang diperoleh
adalah 2,33 gr/cm3 dengan penyerapan air dalam kerikil sebesar 1,84 %.
Berat jenis agregat ini mendekati berat jenis agregat ringan yang memiliki
batasan kurang dari 2,5 gr/cm3.

2.4

Pemeriksaan Berat Satuan Volume Agregat dan Semen


2.4.1 Dasar Teori
Berat isi agregat ialah berat agregat dalam satu satuan tempat
tertentu pada kondisi lepas maupun kondisi padat. Pengujian berat isi
10

agregat halus dilakukan pada kondisi berat isi asli dan berat isi SSD.
Berat isi ini dibedakan menjadi 2 yaitu, berat isi gembur dan berat isi
padat.
2.4.2 Hasil Percobaan
Tanggal : 31 Oktober 2014
Alat yang digunakan :
1. Timbangan
2. Tongkat untuk merojok
3. Kontainer
Bahan :
1. Pasir
2. Semen Tiga Roda
3. Kerikil
Cara kerja :
1. Hitung berat kontainer dan berat sample.
2. Kontainer diisi air kemudian ditimbang, didapat volume air.
3. Masing-masing container diisi kerikil, semen, pasir dan
dihitung beratnya (tanpa ditusuk-tusuk dengan tongkat), cara
ini disebut Sovling.
4. Cara Rodding, cara ini hampir sama dengan diatas, hanya
ditambah dengan penusukan pada sample dan dihitung
beratnya masing-masing (tiap sample ditusuk 25 kali pada
setiap bagian).
5. Setelah itu kita bisa dapatkan berat isi sample dan isi rata-rata
pada dua cara tersebut. Hasil yang didapat dengan cara
Rodding lebih besar dari pada dengan cara Sovling. Hal ini
dikarenakan adanya penusukan dengan cara Rodding sehingga
menjadi lebih padat.
Tabel 2.7 Pemeriksaan Berat Isi Agregat Halus, Agregat Kasar, dan Semen
No.

Berat Isi Lepas / Sovling / Gembur

Semen

Pasir

Kerikil

A.

Berat isi container + sample (gr)

5895

6995

6900

B.

Berat container (gr)

2895

2895

2895

C.

Berat sample (gr)

3000

4100

4005

D.

Berat isi container (cm)

2933

2933

2933

E.

Berat isi sample (gr/cm)

1,02
Semen

1,39
Pasir

1,36
Kerikil

No.

Berat Isi Padat / Rodding

A.

Berat container + sample (gr)

6435

7480

7215

B.

Berat container (gr)

2895

2895

2895

11

C.

Berat sample (gr)

3540

4585

4320

D.

Berat isi container (cm)

2933

2933

2933

E.

Berat isi sample (gr/cm)

1,20

1,56

1,47

F.

Berat isi sample rata-rata

1,11

1,475

1,415

Kesimpulan :
1.
Dengan cara Sovling didapat berat isi semen = 1,02 gr/cm3, pasir =
1,39 gr/cm3, kerikil 1,36 gr/cm3
Dengan cara Rodding didapat berat isi semen = 1,20 gr/cm3, pasir =

2.

1,56 gr/cm3, kerikil = 1,47 gr/cm3


Jadi berat isi rata-rata sample adalah : semen = 1,11 gr/cm3, pasir =

3.

1,475 gr/cm3, kerikil = 1,415 gr/cm3


2.5

Pemeriksaan Gradasi Pasir dan Kerikil


2.5.1 Dasar Teori
Pemeriksaan gradasi dilakukan dengan analisa saringan, yaitu suatu
kegiatan untuk mengetahui distribusi ukuran agregat dengan menggunakan
saringan standar tertentu. Pemeriksaan dilakukan untuk menentukan
pembagian butir (gradasi) agregat halus dan agregat kasar dengan
menggunakan saringan untuk memperoleh distribusi besaran atau jumlah
persentase butiran baik agregat halus maupun agregat kasar.
Pengaruh susunan butir terhadap sifat aduk/beton segar adalah sebagai berikut
:
1.

Mempunyai sifat mampu dikerjakan (workability)

2.

Mempengaruhi sifat kohesif campuran agregat, semen dan air.

3.

Mempengaruhi

keseragaman/homogenitas

adukan

sehingga

akan

berpengaruh pada cara pengecoran dan pewadahan.


4.

Mempengaruhi sifat segregasi (pemisahan butir) atau juga bleding.

5.

Mempengaruhi hasil pekerjaan finishing permukaan beton dan adukan.

2.5.2 Hasil Percobaan


Tanggal : 31 Oktober 2014
Alat yang digunakan :
1. Timbangan
2. Ayakan standar
3. Mesin pengayak
Bahan :
1. Pasir Kering Oven

12

2. Kerikil Kering Oven


Cara kerja :
1. Siapkan ayakan kemudian masukkan agregat yang sudah dioven
untuk diayak (susunan ayakan disusun dari lubang yang terbesar
ke lubang yang terkecil). Letakkan pada mesin pengayak
selama 15 menit.
2. Setelah itu timbang berat agregat yang tertahan pada masingmasing lubang ayakan.
3. Setelah didapatkan beratnya, kita bisa mendapatkan modulus
Modulus kehalusan pasir (Fm) = jumlah % tertinggal komulatif pada
tiap ayakan dari suatu seri ayakan yang ukuran lubangnya berbanding 2
kali lipat dimulai dari ayakan berukuran lubang 0,15 mm.

Tabel 2.8 Pemeriksaan Gradasi Pasir


Nomor
Ayakan
(mm)

Bahan Yang Diayak (1000 gr)


Pasir
(gr)

4,75
2,36
1,18
0,60
0,30
0,15
0
Jumlah

85
79
101
148
209
195
183
1000

Jumlah Pasir
(%)

Jumlah Sisa
Ayakan Rata-rata
(%)
8,5
8,5
7,9
16,4
10,1
26,5
14,8
41,3
20,9
62,2
19,5
81,7
18,3
100
236,6
Modulus halus butir (Fm) = 236,6 / 100
= 2,366

Jumlah Yang
Melalui Ayakan
(%)
91,5
83,6
73,5
58,7
37,8
18,3
-

Tabel 2.9 Syarat Gradasi Agregat Halus (Pasir)


Lubang ayakan
( mm )
10

Zone 1

Persen berat tembus kumulatif


Zone 2
Zone 3

Zone 4

100

100

100

100

4,80

90 100

90 100

90 100

95 100

2,40

60 95

75 100

85 100

95 100

1,20

30 70

55 100

75 100

90 100

13

0,60

15 34

35 59

60 79

80 100

0,30

5 20

8 30

12 40

15 50

0,15

0 10

0 10

0 10

0 15

Sumber : SK SNI T-15 1990-03

Gambar 2.13 Grafik Pemeriksaan Analisa Gradasi Pasir zone 2


Kesimpulan :
Dari hasil pemeriksaan gradasi agregat halus / pasir diperoleh hasil bahwa
pasir yang akan digunakan dalam praktikum teknologi beton ini merupakan
pasir zone 2 karena sebagian besar nilai gradasi yang diperoleh masuk ke
dalam batasan zone 2, dengan modulus kehalusan pasir 2,366 %.
Tabel 2.10 Pemeriksaan Gradasi Kerikil
Nomor
Ayakan
(mm)
37,50
25,40
19,00
12,50
9,50
4,75
Jumlah

Bahan Yang Diayak (1000 gr)


Kerikil Jumlah Kerikil
Jumlah Sisa
(gr)
(%)
Ayakan Rata-rata
(%)
0
0
0
231
23,1
23,1
100
10
33,1
411
41,1
74,2
226
22,6
96,8
32
3,2
1000
100
227,2
Modulus halus butir (Fm) = 227,2 / 100
= 2,272

Jumlah Yang
Melalui Ayakan
(%)
100
76,9
66,9
25,8
3,2
-

14

Tabel 2.11

Persyaratan Batas-batas Susunan Besar Butir Agregat Kasar


(Kerikil atau Koral)
Ukuran mata
ayakan (mm)
75
37,5
19
9,5
4,75

Persentase berat bagian yang lewat ayakan


Ukuran nominal agregat (mm)
10 mm
20 mm
40 mm
100-100
100-100
95-100
100-100
95-100
35-70
50-85
30-60
10-40
0-10
0-10
0-5

Sumber : SNI 03-2834-2000

Kesimpulan:
Dari hasil pemeriksaan gradasi agregat kasar / kerikil diperoleh hasil bahwa
kerikil yang akan digunakan dalam praktikum teknologi beton ini memiliki
diameter maksimum 40 mm, dengan modulus kehalusan kerikil 2,272 %.

BAB III

15

PERENCANAAN CAMPURAN BETON

Pada bagian ini akan diuraikan cara-cara mencampur bahan-bahan dasar


yang digunakan dalam pembuatan campuran beton dengan menggunakan mesin
pengaduk (molen). Sebelum dilakukan pengadukan bahan-bahan campuran beton,
perlu dipersiapkan terlebih dahulu segala sesuatu yang diperlukan dalam percobaan
seperti: mengukur secara teliti bahan-bahan dasar (semen, pasir, kerikil) serta berat
dan volume air.
Untuk dapat melakukan hal tersebut terlebih dahulu dirancang
formulir data yang jelas yang memuat jumlah bahan yang akan dicampur
berdasarkan data yang didapat dari percobaan sebelumnya.
Tanggal

: 31 Oktober 2014

Tempat

: Laboratorium Beton Teknik Sipil, Fakultas Teknik,


Universitas Udayana

Tujuan

: Untuk menentukan proporsi bahan campuran beton sehingga


dapat dibuat beton dengan mutu yang baik.

3.1

Dasar Teori Mengenai Konversi Kuat Tekan


Kuat tekan karakteristik adalah kuat tekan dimana dari sejumlah besar hasil-

hasil pemeriksaan benda uji, kemungkinan adanya kuat tekan yang kurang dari itu
terbatas sampai 5% saja. Yang diartikan dengan kuat tekan beton senantiasa adalah
kuat tekan yang diperoleh dari pemeriksaan benda uji kubus yang bersisi 15 (+0,06)
cm pada umur 28 hari.
Sedangkan fc adalah kuat tekan beton yang disyaratkan (dalam Mpa),
didapat berdasarkan pada hasil pengujian benda uji silinder berdiameter 15 cm dan
tinggi 30 cm. fcr adalah kekuatan tekan beton rata-rata yang dibutuhkan, sebagai
dasar pemilihan perancangan campuran beton (MPa). Penentuan nilai fc boleh juga
didasarkan pada hasil pengujian pada nilai fck yang didapat dari hasil uji tekan
benda uji kubus bersisi 150 mm. Dalam hal ini fc didapat dari perhitungan
konversi berikut ini.
fc = (0,76 + 0,2 log (fck/15))fck

16

dimana :
fc

= kuat tekan beton benda uji silinder dengan diameter 15 cm (MPa)

fck

= kuat tekan beton dengan benda uji kubus bersisi 15 cm (MPa)

Atau perbandingan kedua benda uji ini, untuk kebutuhan praktis bisa diambil
berkisar 0,83.
Tabel 3.1 Perbandingan Kekuatan Tekan Beton Pada Berbagai Benda Uji

Sumber : PBI 1971 (Peraturan Beton Indonesia)

Sebagai contoh beton yang memiliki kuat tekan karakteristik sebesar 300
kg/cm2 (benda uji kubus), bila dikonversi ke benda uji silinder maka kuat tekan
karakteristiknya menjadi 300x0,83 = 249 kg/cm2 (benda uji silinder). Karena 1 MPa
= 10 kg/cm2 maka kuat tekan beton karakteristik 300/10 = 30 MPa (benda uji
kubus) setara dengan kuat tekan karakteristik 249/10 = 24,9 MPa (benda uji
silinder).
Beton harus dirancang proporsi campurannya agar menghasilkan suatu kuat
tekan rata-rata yang disyaratkan. Pada tahap pelaksanaan konstruksi, beton yang
telah dirancang campurannya harus diproduksi sedemikian rupa sehingga
memperkecil frekuensi terjadinya beton dengan kuat tekan yang lebih rendah dari
fc seperti yang telah disyaratkan.
3.2

Data-data Campuran Beton


Data-data untuk perencanaan campuran beton :
1. Berat jenis pasir SSD
= 2,50 gr/cm
2. Berat jenis kerikil SSD
= 2,33 gr/cm
3. Berat satuan isi semen
= 1,11 gr/cm
4. Berat satuan isi pasir
= 1,475 gr/cm
5. Berat satuan isi kerikil
= 1,415 gr/cm
6. Modulus halus butir pasir (Fm)
= 2,366
7. Modulus halus butir kerikil (Fm)
= 2,272
8. Mutu beton yang direncanakan (fc)
= 300 kg/cm2 = 30 Mpa
9. Margin
= 12 MPa
10. Faktor air semen maksimum
= 0,6 (tabel 3.3)
11. Slump
= 60-180 mm

17

3.3

Perencanaan Campuran Beton (Mix Design)


Langkah- langkah :
1. Kuat tekan yang disyaratkan
Kuat tekan yang disyaratkan sudah ditetapkan 300 kg/cm2 atau 30 Mpa
untuk umur 28 hari
2. Nilai tambah (margin)
m = 12 MPa
3. Kekuatan rata-rata yang ditargetkan
fcr = fc + m
fcr = 30 + 12 = 42 MPa
4. Jenis semen: Tiga Roda type 1
5. Jenis agregat halus : pasir alami
6. Jenis agregat kasar : kerikil
7. Faktor air semen hitung (fas hitung)
a. Dalam menghitung faktor air semen langkah pertama yang harus
dilakukan adalah menghitung kuat tekan beton. Untuk menghitung
kuat tekan beton, dapat menggunakan tabel di bawah dari SNI 032834-2000. Berdasarkan tabel tersebut didapat kuat tekan beton 45
MPa yaitu dengan menghubungkan jenis semen (semen portland tipe
I atau semen tahan sulfat tipe II, V) yang dipakai, dengan kekuatan
tekan pada umur 28 hari (sesuai dengan pelaksanaan praktikum).
Hasilnya dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2 Perkiraan Kekuatan Tekan (Mpa) Beton dengan Faktor Air Semen 0,5
dan Agregat Kasar yang Biasa Dipakai di Indonesia
JENIS SEMEN
Semen Portland
Tipe I atau
Semen Tahan
Sulfat tipe II, IV

Semen Portland
tipe III

JENIS AGREGAT
KASAR

KEKUATAN TEKAN (N/mm)

Batu tak dipecahkan


Batu pecah

PADA UMUR (HARI)


3
7
28
91
17
23
33
40
19
27
37
45

Batu tak dipecahkan


Batu pecah

20
23

28
32

40
45

48
54

Kubus

Batu tak dipecahkan


Batu pecah

21
25

28
33

38
44

44
48

Silinder

Batu tak dipecahkan


Batu pecah

25
30

31
40

46
53

53
60

Kubus

BENTUK BENDA
UJI
Silinder

18

Sumber : SNI 03-2834-2000

b. Pada grafik di bawah dari SNI 03-2834-2000 (hubungan kuat tekan


dengan faktor air semen untuk benda uji kubus), garis vertikal
ditarik ke atas melalui faktor air semen 0,5 sampai memotong garis
horizontal yang ditarik melalui nilai tekan yang ditentukan pada poin
a) di atas, yaitu 45 MPa. Pada titik pertemuan atau perpotongan
antara kedua garis tersebut, dibuat garis kurva mengikuti pola kurva
yang ada. Kemudian ditarik garis horizontal melalui nilai kuat tekan
yang ditargetkan, yaitu 42MPa, sampai memotong kurva yang dibuat
sebelumnya. Tarik garis vertikal ke bawah melalui titik potong
tersebut dan dibaca faktor air semen yang diperlukan yaitu 0,52 (fas
hitung). Hasil dari penarikan garis-garis tersebut dapat dilihat pada
Gambar 3.1

Faktor Air Semen

Sumber : SNI 03-2834-1993

Gambar 3.1 Grafik Hubungan Antara Kuat Tekan dan Faktor Air Semen
(Benda Uji Berbentuk Kubus 150 x 150 x 150 mm)
Dari grafik diperoleh faktor air semen hitung sebesar 0,52 sehingga
untuk perhitungan selanjutnya digunakan faktor air semen 0,52.
8. Nilai slump ditentukan = 60-180 mm.
9. Berdasarkan hasil pemeriksaan gradasi kerikil diperoleh ukuran agregat
maksimum 40 mm. Pada tabel 3.3 terdapat ukuran 10, 20, dan 40 mm,
maka ukuran agregat maksimum yang dipilih adalah 40 mm.
Selain itu berdasarkan gambar 3.2, menunjukkan bahwa agregat
maksimum yang paling sesuai adalah 40 mm.

19

45
42
0,52

20

Gambar 3.2 Grafik Pemeriksaan Gradasi Agregat Kasar


(a. butir maks 10 mm, b. butir maks 20 mm, c. butir maks 40 mm)
10. Kadar air bebas
Untuk menentukan kadar air bebas, lihat tabel 3.3. Untuk ukuran butir
agregat maksimum 40 mm dengan slump 60-180, diperoleh kadar air
dengan rumus :
W = 2/3 alami + 1/3 batu pecah
= 2/3 x 175 + 1/3 x 205
= 185 kg/m3
Tabel 3.3 Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m3) yang Dibutuhkan Untuk Beberapa
Tingkat Kemudahan Pengerjaan Adukan Beton

Sumber : SNI 03-2834-2000

11. Kadar semen


Kadar semen diperoleh dari hasil bagi kadar air bebas dengan nilai fas.
Nilai fas yang digunakan adalah nilai fas terkecil. Karena nilai fas

21

maksimum (0,6) > nilai fas hitung (0,52), maka nilai fas yang dipakai
adalah nilai fas maksimum (0,52).
Kadar semen = kadar air bebas : faktor air semen hitung
= 185 : 0,52
= 355 kg/m3
12. Kadar semen minimum
Untuk menentukan kadar semen minimum, lihat tabel 3.4. Untuk
ukuran butir agregat maksimum 40 mm dengan faktor air semen
maksimum 0,6, diperoleh kadar semen minimum sebesar 325 Kg/m3.
Tabel 3.4 Ketentuan Minimum Untuk Beton Bertulang Kedap Air
Persyaratan jumlah semen minimum dan faktor air semen maksimum
untuk berbagai macam pembetonan dalam lingkungan khusus
JUMLAH SEMEN
MINIMUM PER m3
BETON (kg)

NILAI FAKTOR
AIR SEMEN
MAKSIMUM

275

0,60

325

0,52

325

0,60

275

0,60

325

0,55

Beton di dalam ruang bangunan:


a. Keadaan keliling non-korosif
b. Keadaan keliling korosif
disebabkan oleh kondensasi
atau uap korosif
Beton diluar ruangan bangunan:
a. Tidak terlindung dari hujan
dan terik matahari langsung
b. Terlindung dari hujan dan
terik matahari langsung
Beton yang masuk kedalam tanah:
a. Mengalami keadaan basah
dan kering berganti-ganti
Lihat tabel 4
b. Mendapat pengaruh sulfat
dan alkali dari tanah
Beton yang continueberhubungan:
a. Air tawar
Lihat tabel 5

22

b. Air laut
Sumber : SNI 03-2834-2000

13. Susunan agregat halus berada pada zone 2


14. Persen agregat halus
Untuk mengetahui persen agregat halus gunakan Gambar 3.3, dengan
ukuran butir agregat maksimum 40 mm, slump 60-180 mm, fas 0,52
dan termasuk dalam zone 2.
% agregat halus

= (33 + 41) : 2
= 37%

% agregat kasar

= 100% - 37%
= 63%

41
33

7
Sumber :SNI 03-2834-2000

Gambar 3.3 Grafik Persen Pasir terhadap Kadar Total Agregat yang Dianjurkan
Untuk Ukuran Butir Maksimum 40 mm

0,52
15. Berat jenis agregat gabungan
BJ gabungan = (% agregat halus . BJ agregat halus) + (% agregat kasar .

BJ agregat kasar )
= (37% x 2,50) + (63% x 2,33)
= 0,93 + 1,47
= 2,4 gram/cm3 = 2400 kg/m3
16. Berat jenis beton
Berat jenis beton diperoleh dari gambar 3.4. Tarik garis vertikal ke atas
dari kadar air gabungan 185 kg/m3 sampai memotong garis BJ
gabungan 2,40. Dari titik potong tersebut, tarik garis horizontal ke kiri,
sehingga diperoleh berat jenis beton sebesar 2230 kg/m3.
23

2230

Sumber :SNI 03

Gambar 3.4 Grafik Kadar Air bebas


17. Kadar agregat gabungan = BJ beton kadar air bebas kadar semen
= 2230 185 355
= 1690 Kg/m3
18. Kadar agregat halus

= % agregat halus x kadar agregat gabungan


= 37% x 1690
= 625 Kg/m3

19. Kadar agregat kasar

= kadar agregat gabungan kadar agregat


halus

= 1690 625
= 1065 Kg/m3
Tabel 3.5 Perencanaan Campuran Beton
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Uraian
Kuat tekan beton yang direncanakan pada umur 28
hari dengan bagian tak memenuhi syarat 5%
Batas margin
Kuat rata-rata yang ditargetkan
Jenis semen
Jenis agregat halus
Jenis agregat kasar

Keterangan
30 MPa
12 MPa
42 MPa
Tiga Roda tipe I
Alami
Batu pecah

24

7.

Faktor air semen hitung

0,52

8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.

Faktor air semen maksimum


Slump
Ukuran agregat maksimum
Kadar air bebas
Kadar semen
Kadar semen minimum
Faktor air semen yang disesuaikan
Susunan butir agregat halus
Persen agregat halus
Berat jenis agregat gabungan
Berat jenis beton
Kadar agregat gabungan
Kadar agregat halus
Kadar agregat kasar

0,60
60 mm 180 mm
40 mm
185 kg/m3
355 kg/m3
325 kg/m3
Zona 2
37 %
2400 kg/m3
2230 kg/m3
1690 kg/m3
625 kg/m3
1065 kg/m3

Hasil pengujian sifat fisik bahan:


Bahan
Berat isi (kg/l)
Berat jenis
Kadar air (%)
Penyerapan (%)

Semen
1,11
-

Pasir
1,475
2,50
5,6
7,75

Kerikil
1,415
2,33
0,78
1,84

Catatan:

Pasir memiliki kadar air 5,6% ; untuk mencapai keadaan SSD, pasir harus

menyerap 7,75% maka kadar air pasir berlebihan sebesar 2,15%.


Kerikil memiliki kadar air 0,78% ; untuk mencapai keadaan SSD, kerikil
harus menyerap 1,84% maka kadar air kerikil berlebihan sebesar 1,06%.

Kondisi SSD :
Campuran Berat

Air (kg)

Semen (kg)

Pasir (kg)

185

355

625

Per m beton
Perbandingan Berat

Kerikil
(kg)
1065

1: 1,76 : 3

Semen : Pasir : Kerikil


Kondisi di Lapangan
Kadar Air Pasir

= 5,6 %

Penyerapan Pasir

= 7,75 %

- 2,15%

25

Kadar Air Kerikil

=0,78 %

Penyerapan Kerikil

= 1,84 %

o Air

- 1,06 %

= 185 + ( 2,15 % x 625 ) + ( 1,06% x 1065)


= 210 kg

o Semen

= 355 kg

o Pasir

= 625 (2,15% x 625)


= 612 kg

o Kerikil

= 1065 - (1,06 % x 1065)


= 1053 kg

Campuran Berat

Air (kg)

Semen (kg)

Pasir (kg)

210

355

612

Per m beton
Perbandingan Berat
Semen : Pasir : Kerikil

Kerikil
(kg)
1053

1: 1,72 : 2,96

26

BAB IV
PEMBUATAN CAMPURAN BETON
Pada bab ini akan dibahas pelaksanaan pencampuran beton dan pencetakan
campuran beton pada cetakan kubus dan balok. Terlebih dahulu dihitung proporsi
antara air, semen dan agregat pada setiap campuran.
4.1

Perhitungan Proporsi Bahan Untuk Pembuatan Benda Uji Beton


Dalam percobaan ini digunakan dua buah benda uji, yaitu bentuk kubus (10

buah) dan balok (1 buah). Kubus ini berukuran (15x15x15) cm3, sedangkan balok
mempunyai ukuran lebar (l) 15 cm, panjang (p) 60 cm dan tinggi (t) 15 cm.
Berikut ini adalah perhitungan proporsi campuran untuk kubus dan balok.
Volume untuk 10 kubus
VI = [10 x (15 x 15 x15)]
= 33.750 cm3
= 0,03375 m3
untuk menghindari kekurangan bahan dalam pencampuran, maka volume
total benda uji di tambah 20 % dari volume awal sehingga volume total
benda uji untuk 10 kubus adalah :

= [10 x (15 x 15 x15)] + [20% x 10 x (15 x 15 x 15)]


= 33.750 cm3 + 6.750 cm3

27

= 40.500 cm3
= 0,0405 m3
Volume untuk 1 balok
VI = (15 x 15 x 60)
= 13.500 cm3
= 0,0135 m3
untuk menghindari kekurangan bahan dalam pencampuran, maka volume
total benda uji di tambah 20 % dari volume awal sehingga volume total
benda uji untuk 1 balok adalah :

= (15 x 15 x 60) + [20% x (15 x 15 x 60)]


= 13.500 cm3 + 2.700 cm3
= 16.200 cm3
= 0,0162 m3
Volume Total = Volume 10 kubus + Volume 1 balok
= 0,0405 + 0,0162
= 0,0567 m3
Proporsi pengadukan campuran untuk benda uji 10 kubus + 1 balok beton (SSD) :
Air

= 0,0567 m3 x 185 kg

= 10 kg

Semen

= 0,0567 m3 x 355 kg

= 20 kg

Pasir

= 0,0567 m3 x 625 kg

= 35 kg

Kerikil

= 0,0567 m3 x 1065 kg

= 60 kg

Proporsi pengadukan campuran untuk benda uji 10 kubus + 1 balok beton (kondisi
lapangan) :
Air

= 0,0567 m3 x 210 kg

= 12 kg

Semen

= 0,0567 m3 x 355 kg

= 20 kg

Pasir

= 0,0567 m3 x 612 kg

= 35 kg
28

Kerikil

= 0,0567 m3 x 1053 kg

= 60 kg

4.2
Tanggal

Proses Pembuatan Beton


: 10 November 2014

Jam

: 16.00 WITA selesai

Tempat

: Lab. Bahan Jurusan Teknik Sipil, FT, Unud

a.

Alat yang digunakan :

1. Timbangan
2. Ember
3. Molen (mesin pencampur bahan beton)
4. Sekop
b. Bahan :
1. Pasir
2. Kerikil
3. Semen
4. Air
c. Proses pembuatan beton :
1. Bahan disiapkan kemudian ditimbang (pasir, kerikil, dan semen) sesuai
dengan kebutuhan pada masing-masing proporsi campuran.
2. Cetakan disiapkan kemudian dilumasi oli agar beton tidak melekat pada
cetakan.
3. Masukkan pasir, kerikil, dan semen pada molen. Biarkan tercampur rata.
4. Setelah pasir,kerikil dan semen tercampur rata, masukkan air sedikit
demi sedikit (agar beton tidak encer). Campur/aduk hingga menjadi
adonan yang plastis.
5. Setelah adonan cukup plastis lalu dikontrol nilai slumpnya dengan
kerucut terpancung.
6. Setelah didapat nilai slump memenuhi kriteria yang disyaratkan (60180mm), adonan dimasukkan kedalam cetakan beton. Pengecoran
dilakukan secara bertahap (sepertiga bagian setiap tahap). Setiap bagiam
dirojok sebanyak 25 kali. Perojokan bertujuan agar seluruh cetakan terisi
penuh.
7. Tempatkan beton dalam suhu ruangan selama 28 hari terhitung mulai
dari cetakan dibuka.
8. Selama 28 hari masa pemeliharaan, beton harus dalam keadaan lembap
agar tidak mengalami keretakan. Siram atau basahi permukaan beton
dua hari sekali.
9. Setelah berumur 28 hari, dilakukan pengujian kuat tekan pada beton
silinder dan pengujian kuat lentur pada beton balok.

29

4.3
Tanggal

Pengukuran Nilai Slump


: 10 November 2014

Jam

: 16.00 WITA selesai

Tempat

: Lab. Bahan Jurusan Teknik Sipil, FT, Unud

a. Alat yang digunakan :


1. Cetakan kerucut terpancung yang berdiameter dasar 20 cm, diameter
bagian atas 10 cm dan tinggi 30 cm seperti tergambar:

Kerucut abram
Tongkat
pemampat
Alas

Gambar 4.1. Kerucut Abram


(Sumber : http://lauwtjunnji.weebly.com)

2. Tongkat pemampat berdiameter 16 mm, panjang 60 cm, dengan ujung


bulat dan terbuat dari baja tahan karat.
3. Alas corong kerucut berupa plat tahan karat.
b. Cara kerja
:
1. Basahi corong cetakan dan kemudian letakkan di tempat rata, basah,
tidak menyerap air dan ruangan cukup bagi pemegang corong untuk
2.

secara kuat berdiri pada kedua kaki selama pengisian corong dilakukan.
Corong cetakan diisi dalam 3 (tiga) lapisan masing-masing sekitar 1/3
volume corong. Setiap lapis beton cair dirojok dengan batang baja
diameter 16 mm, panjang 60 cm dan ujungnya dibulatkan sebanyak 25
kali. Perojokan/pemukulan harus merata selebar permukaan lapisan dan

3.

tidak boleh sampai masuk ke dalam lapisan beton sebelumnya.


Setelah lapisan ke-3 beton cair yang terakhir selesai dirojok, ratakan
bagian atas kerucut, diamkan selama 30 detik. Kemudian corong
diangkat tegak ke atas.

30

4.

Pengukuran nilai slump dilakukan dengan ketelitian sampai 0,5 cm

5.

dengan meletakkan penggaris / batang baja horizontal di atas beton cair.


Beton yang memiliki perbandingan campuran yang baik akan
menampakkan penurunan bagian atas secara perlahan-lahan dan bentuk
kerucut semula tidak hilang, seperti tampak pada gambar dibawah ini:

Gambar

4.2.

Pengukuran Nilai Slump


(Sumber : http//designbangun.com)

Penjelasan:
Kekentalan suatu campuran sangat mempengaruhi besar kecilnya
nilai slump. Semakin kental suatu campuran, nilai slumpnya akan semakin
kecil. Sebaliknya, semakin encer suatu campuran nilai slump akan semakin
tinggi.
Dalam percobaan kali ini sudah didapat nilai slump sebesar 6 cm
yang sesuai dengan yang disyaratkan sehingga tidak perlu dilakukan
penambahan ataupun pengurangan air.
4.4

Pencetakan Beton
Setelah test uji slump, campuran uji beton tersebut dicetak pada

cetakan yang telah disediakan. Pada campuran cetakannya adalah 10 kubus


dan 1 balok. Pada saat mencetak campuran beton dimasukkan sepertiga

31

bagian cetakan dan dirojok secara merata sampai menyebar keseluruh


bagian, hal tersebut dilakukan sampai campuran hampir memenuhi cetakan.
Pada bagian atas cetakan campuran diratakan. Meratakan atas cetakan
dengan pasta ( campuran air dengan semen). Cetakan campuran diletakkan
dengan baik. Cetakan campuran dibiarkan sampai mengering.
4.5

Perawatan Beton
Beton yang sudah padat setelah didiamkan selama 24 jam

selanjutnya diletakkan di tempat yang lembab (laboratorium) sampai beton


berusia 28 hari kemudian dilakukan pengujian kuat tekan dan kuat lentur
beton. Selama menunggu beton sampai berusia 28 hari, beton juga
memerlukan perawatan yang cukup dengan maksud untuk menjaga agar
beton segar tetap dalam keadaan lembab, sejak adukan beton dipadatkan
sampai beton dianggap cukup keras.
Perawatan ini juga dilakukan untuk memperoleh beton yang kuat
dan tidak terjadi retak-retak. Kelembaban permukaan beton tersebut perlu
dijaga untuk menjamin proses hidrasi semen atau reaksi semen dengan pasir
dapat berlangsung dengan sempurna. Perawatan beton dapat dilakukan
dengan

menutupi/menyelimuti

seluruh

permukaan

beton

dengan

menggunakan karung basah dan kemudian dilakukan penyiraman setiap tiga


hari sekali.

BAB V
PENGUJIAN KEKUATAN BETON

32

Pada bab ini akan dibahas pengujian kekuatan beton. Selain itu akan dibahas
juga perhitungan kuat tekan beton, perhitungan berat jenis beton, perhitungan
standar deviasi, kuat tekan kubus, dan pengujian kuat lentur beton.
5.1

Pengujian Kuat Tekan Beton


Tanggal

: 8 Desember 2014

Waktu

: 11:30 WITA-selesai

Tempat

: Lab. Bahan Jurusan Teknik Sipil, FT, Unud

Alat

: 1. Mesin Tekan Ele


2. Kaliper
3. Penolok Ukur
4. Timbangan

Bahan

: Benda uji berupa beton kubus (10 buah) dan beton balok (1
buah) berumur 28 hari.

Cara Pengujian :
1.
2.

Timbang dan catat bobot benda uji.


Letakkan benda uji pada tempat yang telah tersedia pada
mesin tekan Ele.

3.

Catat daya tahan benda uji sesaat setelah benda uji


mengalami retak.

Data masing-masing benda uji sebagai berikut:


Perhitungan Berat Jenis Beton

Volume kubus beton


V

= 150 X 150 X 150


= 3375000 mm3
= 0,003375 m3

Berat jenis kubus beton dihitung dengan cara :


Bj =

33

Tabel 5.1. Hasil Perhitungan Berat Beton dan Berat Jenis Beton
No Kubus

Berat
Beton(kg)

Berat Jenis
Beton (kg/m3)

7,231

2142

2
3
4
5
6
7
8
9
10

7,322
7,385
7,550
7,450
7,364
7,391
7,384
7,306
7,256

2169
2188
2237
2207
2181
2189
2187
2164
2149

Jumlah

73,640

21813

Rata-rata

7,364

2181,3

Dari hasil perhitungan didapat berat jenis rata-rata 2181,3


Perhitungan kuat tekan beton

Luas permukaan tekan (F)


F = 150 X 150

= 22500 mm2 = 225 cm2


Kuat tekan beton dapat dihitung dengan rumus :

dimana :

= kuat tekan beton (

P = daya tahan kubus (KN)


F = luas permukaan tekan (cm2)
Tabel 5.2. Pengujian Daya Tekan Kubus Beton

34

NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Tanggal

Tanggal

Umur

Area

fc

Faktor

fc 28

Pembuatan

Uji

Beton

(KN)

(cm2)

(kg/cm2)

08/04/201

07/05/20

4
08/04/201

14
07/05/20

28 hari

670

225

303,85

303,85

4
08/04/201

14
07/05/20

28 hari

660

225

299,31

299,31

4
08/04/201

14
07/05/20

28 hari

650

225

294,78

294,78

4
08/04/201

14
07/05/20

28 hari

660

225

299,31

299,31

4
08/04/201

14
07/05/20

28 hari

570

225

258,5

258,5

4
08/04/201

14
07/05/20

28 hari

640

225

290,24

290,24

4
08/04/201

14
07/05/20

28 hari

540

225

244,9

244,9

4
08/04/201

14
07/05/20

28 hari

570

225

258,5

258,5

4
08/04/201

14
07/05/20

28 hari

570

225

258,5

258,5

14

28 hari

600

225

272,01

272,01

konversi (kg/cm2)

Perhitungan kuat tekan rata-rata kubus :

Perhitungan nilai standar deviasi (Sd) dihitung dengan rumus :

dimana : fc = kuat tekan masing-masing kubus


fcr = kuat tekan rata-rata kubus
n = 10

35

Tabel 5.3. Hasil Perhitungan Standar Deviasi Kubus Beton


No
Kubus

fc
(kg/cm2)

fcr
(kg/cm2)

303,85

278

668,2

299,31

278

454,1

294,78

278

281,5

299,31

278

454,1

258,5

278

380,25

290,24

278

149,8

244,9

278

1095,61

258,5

278

380,25

258,5

278

380,25

10

272,01

278

35,88

Jumla
h

2780

2780

4279,94

Ratarata

278

10

Sd

21,8

(fc-fcr)2

Perhitungan kuat tekan karakteristik kubus

f ' ck f ' cr k .Sd


dimana : f ' ck = kuat tekan karakteristik kubus setelah dihitung

f ' cr = kuat tekan rata-rata kubus


k

= 1,64

Sd

= 21,8

Kuat tekan karakteristik kubus beton :

fck fcr k .Sd

36

fck = 278 - ( 1,64 x 21,8)


= 242,24 kg/cm2 242 kg/cm2
Berdasarkan dari hasil pengujian dan perhitungan, didapat hasil kekuatan
beton karakteristik umur 28 hari sebesar = 24,2 MPa (80,6 % dari mutu beton
yang direncanakan 30 MPa )
Beton yang tidak mencapai mutu beton yang direncanakan ini kemungkinan
disebabkan oleh terdapat banyaknya rongga rongga pada benda uji sehingga
mengurangi mutu beton. Rongga ini disebabkan karena pengrojokan yang
dilakukan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku dimana menurut ketentuan
dilakukan 25 kali pada setiap lapisnya secara merata sebelum campuran beton
bagian bawah mulai mengeras. Sedangkan pada saat praktikum, pengrojokan
tidak dilakukan menurut ketentuan yang berlaku.
Selain itu yang menyebabkan beton tidak mencapai mutu adalah pada saat
memasukkan campuran ke dalam cetakan tidak merata, rojokan yang dilakukan
saat memasukkan beton ke dalam cetakan kurang baik. Sehingga dapat
menyebabkan adanya beberapa beton yang jauh dari mutu yang ingin di capai.
Penambahan air pada saat praktikum berlangsug tanpa diikuti penambahan
semen dapat mengurangi mutu beton, Karena FAS dari rancangan tersebut jadi
berubah. Karena FAS berubah mutu beton pun ikut berubah.
Secara umum mutu beton dipengaruhi oleh faktor faktor sebagai
berikut :
1. Faktor air semen (FAS) dan kepadatan
Kekuatan beton tergantung pada perbandingan factor air semennya.
Semakin tinggi nilai FAS, semakin rendah mutu kekuatan beton, namun
demikian, nilai FAS yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa
kekuatan beton semakin tinggi. Ada batas batas dalam hal ini, nilai FAS
yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu kesulitan
dalam pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya akan menyebabkan mutu
beton menurun. Umumnya nilai FAS minimum yang diberikan sekitar 0,4
dan maksimum 0,65 ( Tri Mulyono, 2004 ). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa hampir untuk semua tujuan beton yang mempunyai factor air semen
37

minimal dan cukup untuk memberikan workabilitas tertentu yang


dibutuhkan untuk pemadatan yang sempurna tanpa pekerjaan pemadatan
yang berlebihan, merupakan beton yang terbaik.
2. Umur beton
Kuat tekan beton akan bertambah sesuai dengan bertambahnya umur beton
tersebut.
3. Jenis dan jumlah semen
Jenis semen berpengaruh terhadap kuat tekan beton, sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
4. Sifat agregat
Sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton adalah :
a. Kekasaran permukaan : pada agregat dengan permukaan kasar akan
terjadi ikatan yang baik antara pasta semen dengan agregat tersebut
b. Kekerasan agregat kasar
c. Gradasi agregat
5. Pengaruh luar
Adapun pengaruh-pengaruh luar yang dapat merusak beton adalah pengaruh
cuaca (hujan sinar matahari) silih berganti dan daya perusak kimiawi,
misalnya air limbah/buangan, air laut, lemak gula dan sebagainya. Untuk
mengatasi hal tersebut yaitu :
- Permukaan beton harus mulus (misalnya exposed concrete)
- Tidak porous (rongga) dalam artian pemadatan harus baik.
- Menambah bahan tambahan tertentu untuk keperluan khusus.
5.2

Pengujian Kuat Lentur Beton


Tanggal

: 9 Desember 2014

Waktu

: 11:30 WITA-selesai

Tempat: Lab. Bahan Jurusan Teknik Sipil, FT, Unud


Alat dan bahan:
1. Benda uji berupa balok dengan ukuran 15 x 15 x 60 cm
2. Mesin tekan Ele
3. Timbangan

Cara kerja

:
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Balok diletakkan memanjang diantara dua perletakan
dengan diberi tekanan ditengah-tengah bentang.
3. Catat tekanan yang diterima balok pada saat patah.

38

Hasil percobaan :
a. Beban yang diberikan
b. Volume balok (V)

= 25 KN (beton patah)
= 15 x 15 x 60 = 13500 cm

c. Berat balok

= 30 kg = 30000 gr

d. Luas penampang (A)

= 0,15 x 0,15 = 0,0225 m

Hasil Pengujian Kuat Lentur Beton


Pada pengujian kuat lentur dari balok yang telah dilaksanakan di
Laboratorium Teknologi Bahan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Udayana diperoleh data-data sebagi berikut:
1. Volume balok (V) = (15 x 15 x 60) cm
= 13500cm3
= 0,0135 m3
2. Berat Balok (W)

= 31 kg
= ( 31 x 10 ) N
= 310 N

3. Daya Tekan Balok

(P) = 25 kN

Dari data data di atas, maka dapat dihitung nilai berat jenis beton () dan
nilai tegangan lentur maksimum balok sebagai berikut:
a. Perhitungan Berat Jenis Balok Beton ()
Rumus :
balok

W
V

300
N
22222,2 3
0,0135
m

b. Perhitungan Tegangan Lentur Maksimum Balok Beton

25 KN

39

12,5 KN

12,5 KN

Gambar 6.1 Pembebanan Pada Benda Uji Balok

Berdasarkan hasil perhitungan kuat lentur beton, diperoleh data sebagai


berikut:
P = 25 kN
= 25000 N =

25000 kg . m
10 m

s2

s2

= 2500 kg = 2.5 ton


P1 = P2 =

1
2,5
P
1.25 ton
2
2

Reaksi perletakan:
MB = 0
(Av x 0.45) (P1 x 0.15) (P2 x 0.3)

=0

(Av x 0.45) (1.25 x 0.15) (1.25 x 0.3)

=0

(Av x 0.45) 0.1875 0.375

=0

Av =

0,5625
1,25ton
0.45

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa perletakan dan beban


masing masing simetris, sehingga diperoleh nilai : Av = Bv = 1.25 ton.
Perhitungan Bidang Momen

Batang C A ( 0 X 0,075)

40

Batang A D ( 0,075 X 0,225 )

Mx = Av x ( X 0.075 )
= 1.25 x (X 0.075 )

X0.075;

M=0

X0.225;

M = 0.1875 tm

Batang D E ( 0,225 X 0,375 )

Mx = Av x ( X 0.075 ) P1 x ( X 0.225 )
= 1.25 x ( X 0,075 ) 1.25 x ( X 0,225 )
X 0.225; M = 0.1875 tm
X 0.375; M = 0.1875 tm
Berdasarkan gambar perletakan di atas, beban dan perletakan simetris
maka perhitungan bidang momen untuk batang bagian A D sama dengan
perhitungan bidang momen untuk bagian E F. Berikut ini gambar bidang
momen yang telah diperoleh dari hasil perhitungan di atas, yaitu:

41

Momen maksimum di D (MD) dan E (ME)

= 0.1875 tm
= 187,5 kg m
= 1875 Nm
= 1875000 N mm

Momen inersia =
=

1
bh 3
12
1
15 15 3
12

= 4218,75 cm4
= 42.187.500 mm4
Momen penahan (W) =

1
15 152 562,5 cm3 = 562500 mm3
6

Tegangan lentur maksimum balok =


=

M
W
1875000
562500

= 3,3 N/mm2 = 3,3 MPa

Pembahasan :
Kekuatan lentur beton relatif tinggi. Pada percobaan ini nilai kuat
lentur yang diperoleh adalah 3,3 Mpa.

5.3

Pengujian Kuat Tarik Besi

42

Pada praktikum ini, dilakukan juga uji kuat tarik besi untuk mengetahui
kemampuan besi menahan gaya tarik. Besi yang digunakan dalam uji kuat tarik besi
ini memiliki diameter sebesar 13 mm dengan area 132,732 mm2 dan panjang 60cm.
Dari hasil pengujian kuat tarik besi yang terlampir pada Gambar A.1
(halaman 48), diperoleh hasil bahwa besi mampu menahan gaya tarik maksimal
sebesar 72364.6 N. Perpanjangan besi ketika uji kuat tarik besi mencapai 35,74%.
Jika baja struktur diberikan gaya tarik, akan terjadi perpanjangan. Tegangan
konstan yang disertai perpanjangan atau regangan disebut titik leleh. Titik leleh
yang terjadi pada besi ini adalah saat diberikan beban (P) sekitar 55. Titik ini
merupakan titik awal dari diagram tegangan-regangan dengan kemiringan nol atau
horizontal. Titik ini merupakan nilai yang penting untuk material baja karena
perencanaan dengan metoda elastis didasarkan pada nilai tegangan ini.
Pengecualian terjadi pada batang tekan karena nlai dapat tidak dicapai akibat
adanya tekuk. Tegangan ijin yang digunakan dalam metoda ini diambil sebagai
persentase atau fraksi dari titik leleh. Di atas titik leleh akan terjadi pertambahan
regangan tanpa penambahan tegangan. Regangan yang terjadi sebelum titik leleh
disebut regangan elastis, sedangkan regangan setelah titik leleh disebut regangan
plastis yang besarnya sekitar 10 sampai dengan 15 kali dari regangan elastis.
43

Setelah regangan plastis, terdapat daerah yang dinamakan strain hardening yaitu
daerah dimana diperlukan tegangan untuk terjadinya tambahan regangan. Pada besi
ini terjadi pada saat diberikan beban sekitar 70 ton

Gambar 5.1. Diagram Tegangan-Regangan


Sumber : R. L. Brockenbrough and B. G. Johnston, USS Steel Design
Manual, R. L. Brockenbrough & Associates, Inc., Pittsburgh, Pa.,
BAB V
PENUTUP
6.1

Kesimpulan
Dari praktikum yang dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1.

Kadar air yang terkandung dalam pasir = 5,6% dan dalam kerikil = 0,78 %.

2.

Kandungan lumpur dalam pasir 4,5 % dan dalam kerikil 0,487 %.


Kandungan lumpur maksimum pasir untuk campuran beton sebesar 5%.
Kandungan lumpur maksimum kerikil untuk campuran beton sebesar 1%.
Jadi, pasir dan kerikil kerikil tersebut harus dicuci terlebih dahulu sehingga
pasir tersebut layak digunakan untuk bahan campuran beton.

3.

Berat jenis SSD rata-rata pasir yang diperoleh adalah 2,5 gr/cm3.
Absorpsinya adalah 7,75 %. Berat jenis agregat ini mendekati berat jenis
agregat ringan yang memiliki batasan kurang dari 2,5 gr/cm3.
Sedangkan berat jenis SSD rata-rata kerikil yang diperoleh adalah 2,33
gr/cm3. Absorpsinya adalah 1,84%. Berat jenis agregat ini mendekati berat
jenis agregat ringan yang memiliki batasan kurang dari 2,5 gr/cm3.

44

4.

Berat satuan volume yang diperoleh secara Rodding lebih besar


dibandingkan dengan cara Sovling.

5.

Agregat halus/ pasir termasuk ke dalam zone 2. Agregat kasar/ kerikil


(dengan ukuran butir agregat maksimum 40 mm)

6.

Perbandingan rancangan campuran :


Semen : Pasir : Kerikil = 1 : 1,76 : 3
Dengan jumlah air terakhir yang digunakan adalah 12 kg (kondisi SSD)
karena ada penambahan air sebanyak 300 mL atau 0,3 kg pada saat
pengujian slump.

7.

Nilai slump campuran beton yang diperoleh pada saat pengujian slump
adalah 130 mm atau 13 cm (hasil pengujian slump kedua setelah
penambahan air 300 mL atau 0.3 kg).

8.

Pengujian kuat tekan dan kuat lentur beton


a.

Kuat tekan
Dari hasil uji kuat tekan beton 10 kubus didapat kuat tekan beton
sebesar 242 kg/cm. Kuat tekan beton yang ditargetkan adalah sebesar
300 kg/cm. Jadi kuat tekan beton yang diuji sudah melebihi kuat tekan
beton yang ditargetkan.

b.

Kuat lentur
Pada uji kuat lentur balok, didapat kuat lentur balok adalah 3,3 MPa.
Jadi balok dapat menahan lentur sebesar 3,3 MPa sampai balok itu
patah.

6.2

Saran
1. Pada saat pemeriksaan sampel agregat, perlu diperhatikan kondisi
sampel tersebut, apakah dalam keadaan basah akibat hujan atau dalam
keadaan normal. Bila agregat dalam keadaan basah maka kadar air
agregat akan besar sehingga pada saat perhitungan komposisi campuran,
air yang digunakan akan lebih sedikit dari jumlah air yang harus
digunakan dalam keadaan normal.

45

2. Penggunaan air dibuat sedemikian rupa, agar tidak melampaui faktor air
semen (FAS) yang direncanakan. Penggunaan air yang berlebihan dapat
mengurangi kuat tekan beton.
3. Terhadap pelaksanaan pengecoran beton di lapangan agar diperhatikan
pemadatan / pengerojokan beton secara baik dan sempurna. Usahakan
seluruh cetakan terisi dengan beton. Pengecoran dilakukan secara
bertahap (sepertiga bagian setiap tahap). Setiap bagiam dirojok
sebanyak 25 kali.
4. Dalam perencanaan campuran beton hendaknya dilakukan seteliti
mungkin sehingga diperoleh hasil sesuai dengan yang direncanakan.
5. Dalam praktikum berlangsung sebaiknya kita tidak menambahkan air
untuk mengejar slump yang diinginkan, karena penambahan air dapat
merubah nilai FAS sehingga menyebabkan mutu beton berubah. Jika
memang harus menambahkan air sebaiknya diikuti penambahan semen,
atau dengan cara menambahkan bahan tambahan.
DAFTAR PUSTAKA
Ir. Tri Mulyono, MT, 2004, Teknologi Beton, Yogyakarta, ANDI Yogyakarta
https://dwikusumadpu.wordpress.com/tag/faktor-air-semen/
Badan Standar Nasional Indonesia. 1991. Metode Pembuatan dan Perawatan Benda
Uji di Laboratorium. SNI 03-2493-1991.
Badan Standar Nasional Indonesia. 2000. Tata cara pembuatan rencana campuran
beton normal. SNI 03-2834-2000.

46

Anda mungkin juga menyukai