BETON
1.1 Dasar Teori
Beton adalah campuran yang terdiri dari agregat semen ditambah air sebagai bahan
pereduksi, dan bersenyawa dengan semen yangh mengeras serta bahan adiktif Lainnya. Masing-
masing bahan mempunyai fungsi yang berbeda. Semen berfungsi sebagai bahan pengikat antara
agreagat halus dan agregat kasar. Agregat halus berfungsi sebagai pengisi beton, sedangkan air
berfungsi sebagai bahan pembentuk terjadinya hidrasi semen dengan bahan pengisi serta bahan
aditif yang berfungsi sebagai bahan untuk memperbaiki mutu dan work ability beton.
Ada beberapa jenis agregat yang dipakai dalam campuran beton, jenis agregat
tersebut antara lain yaitu:
1. Agregat biasa
Jenis agregat ini digunakan untuk menghasilkan beton dengan berat isi sebesar 1880 – 2800
kg/m.
Agregat batu karang yang dihasilkan dari sebuah duri sehingga dicapai ukuran butir yang
sesuai. Pasir dan kerikil diperoleh melalui alluvial dan glasial dapat juga diperoleh dari
menggali dasar sungai
2. Agregat Berat
Agregat ini digunakan untuk menghasilkan beton ringan dalam sebuah bangunan. Jenis beton
ini harus dapat menahan radiasi.
3. Agregat Ringan
Agregat ringan digunakan dalam berbagai macam produk beton dan berkisar antara bahan-
bahan isolasi sampai beton bertulang atau pra tekan. Beton yang dibuat dengan agregat ringan
mempunyai sifat tahan api yang baik.
a. Klasifikasi Beton
1. berdasarkan pengerjaannya
1) Beton segar
Adalah suatu beton yang masih bisa dikerjakan atau dibentuk.
2) Beton hijau
Adalah beton setelah dilakukan pengecoran sampai dipadatkan
3) Beton muda
Adalah beton yang dipadatkan dan mencapai kekerasan sampai 12 jam setelah
pengecoran.
1) beton berat
beton ini mempunyai berat isi lebih besar dari 2,8 t/m3. Dipakai untuk masa yang
berat dan untuk pelindung dari sinar gamma, sehingga beton ini digunakan untuk
reaktor nuklir (atom)
2) Beton Biasa
dipakai untuk konstruksi tempat tinggal. Beton ini mempunyai berat isi 1,8 – 2,8
t/m3.
3) Beton Ringan
Beton ini mempunyai berat isi 0,6 – 1,8 t/m3, dipakai untuk lapisan penyekat
suara atau yang memikul beban ringan.
1) beton biasa
beton ini dibuat dalam bentuk elemen-elemen yang merupakan rangka dari suatu
konstruksi yang merupakan rangka dari suatu konstruksi yang akan dibuat. Jadi,
beton ini dipasanga dalam keadaan sesudah mengeras.
1.2 Bahan Campuran Beton
1) Agregat Kasar
Adalah agregat yang tertinggal diatas ayakan dengan lubang saringan 4,8 mm tetapi
lolos ayak 4,0 mm. Menurut SNI untuk pemakaian ukuran yang baik dengan
menggunakan harga modulus kehalusan antara 6,0 – 7,2 . Bila menggunakan bahan
ukuran maksimum diharapkan dapat memperkecil luas permukaan, ruangan kosong,
kebutuhan semen, dan memperkercil sudut. Jika campuran beton menggunakan
diaemeter 40mm, maka proses kecelakaan tidak maksimum dan cenderung terjadi
bleeding yang berpengaruh pada kekuatanya.
Contoh bahan yang menggambarkan bahan yang sama dengan yang disimpan
ditempat cadangan atau peti yang sudah siap dikirim, serta diambil pada yang bersamaan
juga cara pengambilannya contoh bahan uji berpengaruh besar terhadap ketelitian saat
pengujian, dan kepustakaan BS 812 : Bagian 1 : 1975 diikuti, agar prosedurnya benar.
2) Agregat Halus
Adalah agregat yang menembus ayakan dengan lubang saringan 4,8 mm dapat
berasal dari galian, sungai, dan pasir laut. Menurut british standard(BS) yang juga di
pakai di indonesia saat ini gradasi pasair telah ditentukan oleh 4 zone, yaitu zone 1
adalah pasir kasar, zone 2 adalah pasir agak kasar, zone 3 adalah pasir agak halus zone 4
adalah pasir halus.Sedangkan menurut peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI) 1997-
NI-2 adalah agregat yang di ayak dengan standart ISC, bagian yang diayak tertinggal
diatas ayakan :
*4mm tidak kurang dari 2% berat
*1mm tidak kurang dari 10% berat
*0,25 mm antara 80-90%
3) Semen
Semen merupakan bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan
beton. Semen portland dapat diartikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan
menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung
satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama
dengan bahan utamanya.
Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembagunan
fisik disektor kontruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika
ditambah agregat halus, pasta tersebut akan menjadi mortar yang apabila digabungkan
dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang telah mengeras menjadi
concrete.
Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton harus disesuaikan dengan rencana
kekuatan dan spesifikasi yang di berikan. Pemilihan semen tipe ini kelihatan mudah
dilakukan karena semen dapat langsung dari sumbernya(pabrik). Hal itu hanya benar jika
standar defiasi yang ditemui kecil, sehingga semen yang berasal dari beberapa sumber
langsung digunakan. Akan tetapi, jika standar defiasi hasil uji kekuatan semen besar, hal
tersebut akan menjadi masalah.
Fungsi utama semen adalah mengikat butir-butir agregat sehingga membentuk suatu
masa padat dan mengisi rongga-rongga udara diantara butir-butir agregat. Walaupun
komposisi semen dalam beton hanya sekitar 10%, namun karna fungsinya sebagai bahan
pengikat maka peranan semen sangat penting.
4) Air
Dalam pembuatan beton, air merupakan salah satu faktor penting karena air
bereaksi dengan semen akan menjadi pasta pengikat agregat. Air berpengaruh terhadap
kuat tekan beton, karena kelebihan air akan menyebabkan penurunan pada kekuatan beton
itu sendiri. Selain itu, kelebihan air akan mengakibatkan beton mengalami bleeding yaitu
air bersama-sama semen akan bergera ke atas permukaan adukan beton segar yang baru
saja dituang. Hal ii menyebabkan kurangnya lekatan beton antara lapis permukaan dengan
beton lapisan di bawahnya. Besar kecilnya nilai susut beton, kelangsungan reaksi dengan
semen portland sehingga dihasilkan kekuatan selang beberapa waktu, dan peranan air
sangat mendukung perawatan adukan beton diperlukan untuk menjamin pengerasan yang
baik.
1. tidak mengandung lumpur atau benda melayang lainnya lebih dari 2 gram/liter
2. tidak mengandung garam-garam yang merusak beton (asam, zat organik) lebih dari 15
gram/liter
3. tidak mengandung clorida (Cl) lebih dai 0,5 gram/liter
1.3 Peralatan
a. Cetakan berupa kerucut terpancung dengan diameter bagian atas 10 cm, bagian bawah 20
cm dan tinggi 30 cm. Bagian atas dan bawah cetakan terbuka.
b. Tongkat pemadat dengan diameter 16 mm, panjang 60 cm, bagian ujung dibulatkan dan
sebaiknya terbuat dari baja tahan karat.
c. Pelat logam dengan permukaan yang kokoh, rata dan kedap air.
d. Sendok cekung, dan sendok spesi.
e. Penggaris.
1.7 Pelaporan
a. Laporkan nilai slump beton dengan bilangan bulat dan dalam satuan cm.
b. Kesimpulan dari hasil percobaan yang diperoleh.
Catatan :
Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti, lakukan 2 (dua) kali pemeriksaan dengan adukan
beton yang sama dan laporkan hasil rata-ratanya.
1.8 Referensi
a. AASHTO T - 119 - 74
b. ASTM C - 143 - 71
c. PEDC. Bandung. “Pengujian Bahan”. Edisi 1983
Pemeriksaan Slump ( cm )
I II
1 7,2 7
2 7,7 7,5
3 7 7,7
4 7,8 6
2.1 Tujuan
2.1.1 Tujuan Instruksional Umum
Setelah melakukan percobaan ini, anda akan dapat mengetahui sifat-sifat fisik,
mekanik dan teknologi beton sebagai bahan bangunan dan jalan dengan benar.
2.1.2 Tujuan Instruksional Khusus
Setelah melakukan percobaan ini, anda akan dapat:
a. Menentukan persentase kadar udara yang ada dalam adukan beton.
b. Menjelaskan prosedur pengujian kadar udara dalam adukan beton dengan benar.
c. Menggunakan peralatan dengan terampil.
2.3 Peralatan
a. Alat pengukur udara dalam beton 1 (satu) set.
b. Tongkat pemadat dengan diameter 16 mm, panjang 60 cm, bagian ujung dibulatkan dan
sebaiknya terbuat dari baja tahan karat.
c. Pompa tangan/ compresor.
d. Sendok cekung, dan sendok spesi.
2.6 Pelaporan
a. Laporkan persen kadar udara dalam adukan beton dengan bilangan bulat.
b. Kesimpulan dari hasil percobaan yang diperoleh.
Catatan :
Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti, lakukan 2 (dua) kali pemeriksaan dengan adukan
beton yang sama dan laporkan hasil rata-ratanya.
2.7 Referensi
a. ASTM C - 231
b. PEDC. Bandung. “Pengujian Bahan”. Edisi 1983
c. Ir.Paulus Nugraha. M.Eng. “Teknologi Beton dengan Antisipasi Terhadap Pedoman
Beton 1989”. Penerbit Universitas Kristen Petra. Surabaya. 1989
3.3 Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,3 % dari berat contoh.
b. Tongkat pemadat dengan diameter 16 mm, panjang 60 cm, bagian ujung dibulatkan dan
sebaiknya terbuat dari baja tahan karat.
c. Alat perata.
d. Sendok cekung, dan sendok spesi.
e. Takaran/ Mould, dengan kapasitas dan penggunaan sebagai berikut:
- Kapasitas 6 liter, ukuran maksimum agregat kasar 25 mm.
- Kapasitas 10 liter, ukuran maksimum agregat kasar 37,5 mm.
- Kapasitas 14 liter, ukuran maksimum agregat kasar 50 mm.
- Kapasitas 28 liter, ukuran maksimum agregat kasar 75 mm.
3.6 Perhitungan
a. Berat Isi Beton ( D )
.
W1
D = ( kg/ liter )
V
W2
Y = x 0,001 ( m3 / sak )
D
c. Banyaknya Semen per meter kubik ( m3 )
1
Z = ( sak/ m3 )
Y
dimana W1 = Berat benda uji ( kg )
V = Volume/ isi takaran ( liter )
W2 = Berat total bahan campuran beton per sak semen ( kg )
D = Bobot/ berat isi beton
Y = Banyaknya beton per sak semen
3.7 Pelaporan
a. Laporkan hasil pegujian dengan bilangan 2 (dua) desimal.
b. Kesimpulan dari hasil percobaan yang diperoleh.
Catatan :
a. Untuk takaran dengan kapasitas 28 liter, penusukan dilakukan sebanyak 50 kali pada setiap
lapisan secara merata.
b. Wadah/ Mould sebelum digunakan, harus dikalibrasi dengan cara sebagai berikut:
- Isilah wadah/ mould dengan air sampai penuh pada suhu kamar, sehingga pada waktu
ditutup dengan plat kaca tidak terlihat gelembung udara.
- Timbang dan catatlah berat wadah/ mould beserta air ( C ).
- Hitung berat air ( V = C - A ), dimana berat air sama dengan isi wadah/ mould.
3.8 Referensi
a. ASTM C - 138 - 71
b. PEDC. Bandung. “Pengujian Bahan”. Edisi 1983
Data Pengujian Bobot Isi dan Banyaknya Beton
Per Sak Semen
3.1 Tujuan
3.1.1 Tujuan Instruksional Umum
Setelah melakukan percobaan ini, anda akan dapat mengetahui sifat-sifat fisik,
mekanik dan teknologi beton sebagai bahan bangunan dan jalan dengan benar.
3.1.2 Tujuan Instruksional Khusus
Setelah melakukan percobaan ini, anda akan dapat:
a. Menentukan bobot isi dan banyaknya beton per sak semen.
b. Menjelaskan prosedur pengujian bobot isi dan banyaknya beton persak semen dengan
benar.
c. Menggunakan peralatan dengan terampil.
3.3 Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,3 % dari berat contoh.
b. Tongkat pemadat dengan diameter 16 mm, panjang 60 cm, bagian ujung dibulatkan dan
sebaiknya terbuat dari baja tahan karat.
c. Alat perata.
d. Sendok cekung, dan sendok spesi.
e. Takaran/ Mould, dengan kapasitas dan penggunaan sebagai berikut:
- Kapasitas 6 liter, ukuran maksimum agregat kasar 25 mm.
- Kapasitas 10 liter, ukuran maksimum agregat kasar 37,5 mm.
- Kapasitas 14 liter, ukuran maksimum agregat kasar 50 mm.
- Kapasitas 28 liter, ukuran maksimum agregat kasar 75 mm.
3.4 Benda Uji
Benda uji adalah contoh beton segar, sebanyak-banyaknya sama dengan isi cetakan.
3.6 Perhitungan
a. Berat Isi Beton ( D )
.
W1
D = ( kg/ liter )
V
W2
Y = x 0,001 ( m3 / sak )
D
c. Banyaknya Semen per meter kubik ( m3 )
1
Z = ( sak/ m3 )
Y
dimana W1 = Berat benda uji ( kg )
V = Volume/ isi takaran ( liter )
W2 = Berat total bahan campuran beton per sak semen ( kg )
D = Bobot/ berat isi beton
Y = Banyaknya beton per sak semen
3.7 Pelaporan
a. Laporkan hasil pegujian dengan bilangan 2 (dua) desimal.
b. Kesimpulan dari hasil percobaan yang diperoleh.
Catatan :
a. Untuk takaran dengan kapasitas 28 liter, penusukan dilakukan sebanyak 50 kali pada setiap
lapisan secara merata.
b. Wadah/ Mould sebelum digunakan, harus dikalibrasi dengan cara sebagai berikut:
- Isilah wadah/ mould dengan air sampai penuh pada suhu kamar, sehingga pada waktu
ditutup dengan plat kaca tidak terlihat gelembung udara.
- Timbang dan catatlah berat wadah/ mould beserta air ( C ).
- Hitung berat air ( V = C - A ), dimana berat air sama dengan isi wadah/ mould.
3.8 Referensi
a. ASTM C - 138 - 71
b. PEDC. Bandung. “Pengujian Bahan”. Edisi 1983
Data Pengujian Bobot Isi dan Banyaknya Beton
Per m3
1.3 Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,1% dari berat contoh.
b. Oven (pengering) yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(110 ± 5)° C.
c. Talam atau Cawan, terbuat dari poselin atau logam tahan karat.
1.6 Perhitungan
(W3 +W5 )
Kadar air agregat = ×100%
W3
Keterangan : W3 = berat benda uji semula (gram)
W5 = berat benda uji kering oven (gram)
1.7 Pelaporan
a. Laporan perhitungan kadar air agregat dalam 2 (dua) decimal.
b. Kesimpulan dari hasil uji yang di peroleh.
Catatan :
a. Pemeriksaan kadar air agregat di lakukan minimal 2 (dua) kali, kemudian diambil
nilai rata – ratanya.
1.8 Refrensi
1. DPU. Manual Pemeriksaan Bahan Jalan PB-210-76
2. ASTM C-556-67
3. PEDC. Bandung. Pengujian Bahan. Edisi 1983
1.9 Data Pengujian
Hasil Uji kadar air agregat halus
Pemeriksaan I II
Berat benda uji + benda uji kering oven (W4) 1136,5 866,2
Kesimpulan :
Dari data tersebut diatas kelompok kami dapat menyimpulkan bahwa kadar air yang
terkandung dalam agregat dipengaruhi oleh kehalusan atau luas permukaan
agregat.Semakin basah suatu agregat,maka pada campuran beton akan menjadi basah
dan proses pengeringannya akan memerlukan waktu yang lebih lama.
2.3 Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram, kapasitas lenih dari 2000 gram.
b. Piknometer / gelas ukur, kapasitas 500 ml
c. Kerucut terpancung untuk menentukan keadaan SSD, diameter atas (40±3) mm,
diameter bawah (90±3) mm, dan tinggi (75±3) mm, terbuat dari logam dengan tebal
minimum 0,8 mm
d. Penumbuk, dengan penampang rata, berat (340±15) gr, diameter permukaan
penumbuk (25 ± 3) mm.
e. Saringan no.4 (saringan standard)
f. Oven (pengering), dapat diatur suhu konstan (110±5)˚C
g. Thermometer
h. Cawan
i. Hot plate
j. Desikator
k. Alat pembagi contoh, riffle sampler.
2.4 Bahan
a. Agregat yang lewat saringan no. 4 yang diperoleh dari alat pembagi contoh atau
system perempat (quartering) sebanyak ±1000 gr. Benda uji ini terlebih dahulu
dibuat dalam keadaan jenuh permukaan kering (SSD).
b. Berat benda uji
2.5 Prosedur Pengujian
2.1.1 Menentukan SSD agregat halus.
a. Memasukkan benda uji kedalam kerucut terpancung dalam tiga lapisan, yang
masing-masing lapisan ditumbuk sebanyak 8 kali, ditambah satu kali
penumbukan untuk bagian atasnya (seluruhnya 25 kali tumbukan).
b. Mengangkat cetakan kerucut terpancung perlahan-lahan (sebelum diangkat,
cetakan kerucut terpacung harus dibersihkan dari butiran agregat yang berada di
bagian luar cetakan. Dan pengangkatan cetakan harus benar-benar vertikal).
c. Memeriksa bentuk agregat hasil pencetakan setelah kerucut terpancung
diangkat, bentuk agregat umumnya ada tiga yang masing-masing menyatakan
keadaan kandungan air dari agregat tersebut, yaitu :
1) Jika kedaan agregat kering, maka agregat perlu ditambah air.
2) Jika agregat dalam keadaan basah, maka agregat perlu dikeringkan terlebih
dahulu di udara.
2.6 Perhitungan
a. Berat jenis kering (bulk dry specific gravity)
B2
=
B3 + 500 - B1
b. Berat jenis jenuh kering permukaan (SSD)
500
=
B3 + 500 - B1
c. Penyerapan
(500- B2 )
= ×100%
B2
Dimana:
B1 = Berat piknometer berisi benda uji dan air (gram)
B2 = Berat benda uji dalam keadaan kerng oven (gram)
B3 = Berat piknometer berisi air (gram)
500 = Berat benda uji dalam keadaan SSD (gram)
Catatan
Hasil perhitungan dilaporkan dalam 2 (dua) desimal.
2.7 Pelaporan
a. Hasil perhitungan dilaporkan dalam 2 (dua) desimal.
b. Kesimpulan dari data hasil percobaan.
Catatan
Pemerisaan berat jenis dan penyerapan agregat halus, di lakukan minimal 2 (dua)
kali, kemu kali, kemudian diambil nilai rata – rata.
2.8 Refrensi
1. AASHTO T-84-74
2. ASTM C-128-68
3. PEDC Bandung, pengujian bahan, edisi 1983
BENDA UJI
PEMERIKSAAN BERAT
SEMPEL 1 SEMPEL 2
GELAS UKUR + AIR + BENDA UJI B1 981,5 980
BENDA UJI KERING OVEN B2 497,6 498,59
BENDA UKUR + AIR B3 668,5 668
BENDA UJI JPK/SSD BJ 500 500
BENDA UJI
PERHITUNGAN RATA -
SAMPLE 1 SAMPLE 2 RATA
B2
BJ BULK
(B3+BJ-B1) 2,66 2,65 2,66
BJ
BJ JPK
(B3+BJ-B1) 2,67 2,66 2,67
B2
BJ APP
(B3+B2-B1) 2,70 2,67 2,68
(BJ- B2)
ABS X100%
B2 0,48 0,28 0,39
2.10 Kesimpulan
a. Nilai dan berat jenis sangat dipengaruhi oleh pori-pori yang terdapat dalam agregat.
b. Semakin tinggi berat jenis agregat, maka semakin baik pula mutu agregat tersebut untuk
campuran beton.
c. Nilai berat jenis dan penyerapan sangat dipengaruhi oleh pori-pori yang terdapat dalam
agregat, artinya semakin besar nilai berat jenis pada agregat maka semakin kecil porositas &
penyerapan yang akan dilakukan pun akan semakin kecil
3. Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Kasar
3.1 Tujuan
Pemerikasaan ini dimakudkan untuk menentukan berat jenis agregat yang nantinya digunakan
untuk menentukan volume yang diisi oleh agregat serta memeriksa penyerapan air agregat
tersebut.
3.3 Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,1% dari berat contoh, kapasitas 500 gram
b. Oven pengering yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110
± 5)0 C
c. Cawan
d. Piknometer / gelas ukur, kapasitas 1000 ml
e. Penjepit
f. Thermometer
g. Alat pembagi contoh (riffle sampler)
h. Desikator
i. Bejana gelas
j. Kain penyerap
d. Penyerapan
(Bj-B2)
Abs = ×100%
B2
BENDA UJI
PEMERIKSAAN BERAT SEMPEL
SEMPEL 1 2
GELAS UKUR + AIR + BENDA UJI B1 1114,5 1127
BENDA UJI KERING OVEN B2 522,2 541,9
BENDA UKUR + AIR B3 791,5 792
BENDA UJI JPK/SSD BJ 540,5 563
BENDA UJI
PERHITUNGAN SAMPLE SAMPLE RATA
1 2 -RATA
B2
BJ BULK
(B3+BJ-B1) 2,40 2,38 2,39
BJ
BJ JPK
(B3+BJ-B1) 2,49 2,47 2,48
B2
BJ APP
(B3+B2-B1) 2,62 2,62 2,62
(BJ-B2)
ABS X100%
B2 3,50 3,89 3,70
3.8 kesimpulan
Berdasarkan data diatas, maka dapat disimpulkan
Apabila berat jenis semakin besar, maka porositas semakin kecil, ini artinya kadar air
(penyerapan) yang diserap oleh agregat semakin sedikit.
4. Pengujian Berat Isi Agregat
4.1 Tujuan
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa akan dapat mengetahui dan memahami sifat-
sifat fisik, meknik dan tegnologi agregat serta pengaruhnya terhadap beton dengan benar.
4.4 Peralatan
a. Timbanagan dengan ketelitin 0,1% dari berat contoh
b. Talam berkapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat
c. Tongkat pemadat dengan diameter 15 mm, panjang 60 cm dengan ujung bulat,
sebaiknya rebuat dari baja tahan karat
d. Mistar perata (straight edge)
e. Sendok/skop
f. Wadah (mould) baja yang cukup kaku berbentuk silinder dengan alat pemegang
berkapasitas, seperti dalam tabel
Tebal Wadah
Ukuran
Kapasitas Diameter Tinggi Minimum
Butiran
(liter) (mm) (mm) (mm)
Maksimum
Dasar Sisi
2,832 152,4 2,5 154,9 2,5 5,08 2,54 12,7
4.7 Pelaporan
a. Hasil uji bobot dan berat isi agregat halus
Benda uji
Pemeriksaan
Lepas dipadatkan digoyangkan
Berat Mould(g) W1 868,50 868,50 868,50
Berat Mould + Benda Uji (g) W2 3681,00 3846,50 3860,50
W3=W2-
Berat benda Uji (g) 2812,50 2978,00
W1 2992,00
Berat Mould + air (g) W4 2690,00 2690,00 2690,00
Catatan:
Satuan Berat : gram
Jenis Material : pasir
Kesimpulan :
Dari data tersebut kelompok kami menyimpulkan bahwa pada agregat halus memiliki berat
berbeda pada kondisi gembur dan padat dengan volume yang sama.
b. Hasil uji bobot dan berat isi agregat kasar
Benda uji
Pemeriksaan
Lepas dipadatkan digoyangkan
Berat Mould(g) W1 3315,00 3315,00 3315,00
Berat Mould +
W2 7285,00 7581,00
Benda Uji (g) 7765,00
Berat benda Uji W3=W2-
6269,00 4266,00
(g) W1 4450,00
Berat Mould +
W4 6269,00 6269,00 6269,00
air (g)
Berat Air/ V=W4-
2954,00 2954,00
Volume(g) W1 2954,00
Berat Isi
W3/V 2,12 1,44
Agregat 1,51
Catatan :
Satuan Berat : gram
Jenis material : krikil/ batu pecah
Kesimpulan :
Dari data tersebut kelompok kami menyimpulkan bahwa pada agregat kasar memiliki berat
berbeda pada kondisi gembur dan padat dengan volume yang sama.
5. Pengujian Kadar Organik Agregat Halus
5.1 Tujuan Instruksional Umum
Setelah melakukan percobaan ini,anda akan dapat mengetahui dan memahami sifat-sifat
fisik,mekanik dan teknologi agregat serta pengaruhnya terhadap beton dengan benar.
5.2 Tujuan Instruksional Umum
Setelah melakukan percobaan ini,anda dapat :
Menentukan kadar organik agregat halus.
Menjelaskan prosedur pelaksanaan pengujian kadar organik agregat halus.
Menggunakan peralatan dengan terampil.
5.3 Dasar Teori
Apabila agregat alam mengandung bahan-bahan organik maka proses hidrasi akan terganggu,
sehingga bahan agregat tersebut tidak dapat dipergunakan dalam campuran beton. Bahan-
bahan organik yang biasa dijumpai terdiri dari daun-daunan yang telah membusuk, humus,
asam unuk menyamak dan lainnya. Bahan ini lebih banyak terdapat di agregat halus dari pada
agregat kasar terutama yang berasal dari sumber hulu sungai.
5.4 Peralatan
a. Tabung/botol kaca, dilengkapi dengan skala isi
b. Gelas ukur.
c. Larutan NaOH 3(tiga) %
d. Bahan pembantu merupakan cairan pembanding warna (warna standard) yang dapat
dibuat dari :
1) Cairan pembanding permanent
Caranya :
a) Memasukkan campuran 9 gram Ferri chlorida (FeCl3 6H2O)dengan 1 gram
Cobalt chlorida (CoCl2 6H2O) kedalam 100 ml air yang telah mengandung 1/3
ml asam HCl.
b) Menyimpan larutan ini dalam botol tertutup rapat dan mempunyai warna yang
permanent.
2) Cairan pembanding sementara (1 kali pakai)
Caranya :
a) Membuat larutan Asam tianin dalam 10% alcohol.
b) Membuat larutan 3 % Sodium hidroksida.
c) Mencampurkan 2,5 ml larutan Asam tianin dengan 97,5 ml larutan Sodium
hidroksida 3%.
d) Menyimpannya dalam botol tertutup rapat.
e) Mengocok dan mendiamkannya selama 24jam.
5.4 Benda Uji
Benda uji adalah agregat halus,sebanyak 1/3 dari isi botol.
5.5 Prosedur Pengujian
a. Mengisikan agregat halus yang diuji kedalam botol sampai 130 ml.
b. Menambahkan larutan Sodium hidroksida 3% sampai 120 ml.
c. Menutup botol dengan rapat.
d. Mengocok botol selama 10 menit.
e. Mendiamkannya selama 24 jam.
f. Mengamati warna cairan diatas permukaan agregat halus dalam botol itu dan
membandingkan warnanya dengan larutan pembanding.
5.6 Analisa Hasil Pengamatan
Jenis pasir A yaitu pasir yang baik setelah didiamkan selama 24 jam menunjukkan grid
1.Sedangkan jenis pasir B yaitu pasir dengan kwalitas jelek setelah didiamkan selama 24 jam
menunjukkan grid 5.
Catatan
Kadar zat organik dikatakan tinggi (terlalu kotor) jika warna cairan dalam botol diatas
agregat halus lebih tua dibandingkan warna larutan pembanding.
Pemeriksaan kadar organik agregat halus dilakukan minimal 2 kali, untuk agrergat
halus yang sama.
5.6 Referensi
1.AASHTO T-21-74
2.ASTM C-40-79
3.PEDC Bandung, Pengujian Bahan , Edisi 1983
5.7 Kesimpulan
Dari hasil pengujian bahwa agregat halus tersebut mengandung kadar organik rendah yaitu
untuk benda uji A menunjukkan grid 1 karena warna botol percobaan lebih jernih dari pada
larutan pembanding sehingga dapat digunakan sebagai penyusun beton tanpa dibersihkan
terlebih dahulu dari kadar organik yang terkandung di dalamnya.
6. Pengujian Gradasi Butiran Agregat Halus dan Kasar
6.1 Tujuan
6.1.1.Tujuan Instruksional Umum
Setelah melakukan percobaan ini, anda akan dapat mengetahui dan memahami sifat-
sifat fisik, mekanik dan teknologi agregat serta pengaruhnya terhadap beton dan bahan
perkerasan jalan dengan benar.
6.1.2.Tujuan Instruksional Khusus
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa dapat:
a. Menentukan gradasi butiran agregat kasar dan agregat halus
b. Menjalankan prosedur pelaksanaan pengujian gradasi butiran agregat kasar dan agregat
halus
c. Menggunakan peralatan dengan terampil
6.2 Dasar Teori
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan gradasi/pembagian gradasi butiran agregat
kasar dan agregat halus dengan menggunakan saringan. Gradasi agregat adalah distribusi
ukuran butiran dari agregat. Bila butir-butir agregat mempunyai ukuran yang sama (seragam),
maka volume pori akan besar. Sebaliknya bila ukuran butir-butirnya bervariasi akan terjadi
volume pori yang kecil. Hal itu karena butiran yang kecil, akan mengisi pori diantara butiran
yang lebih besar, sehingga pori-porinya menjadi sedikit, dengan kata lain kemampatannya
tinggi.
Pada agregat untuk pembuatan mortar atau beton, diinginkan suatu butiran yang
kemampuannya tinggi, karena volume porinya sedikit dan ini berarti hanya membutuhkan
bahan penngikat sedikit saja.
6.3 Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,2%, kapasitas maximum 25 kg
b. Alat pemisah contoh (Riffle Sampler)
c. Talam atau nampan
d. Oven yang dilenkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai dengan (110±5)
ºC
e. Satu set ayakan standar untuk agregat halus
f. Satu set ayakan standar untuk agregat kasar
g. Kuas, sikat kuningan
6.4 Benda Uji
a. Benda uji diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara perempat, sebanyak:
1. Agregat halus
Ukuran maksimum no. 4, berat minimum 500 gram
Ukuran maksimum no. 8, berat minimum 100 gram
2. Agregat kasar
Ukuran maksimum 3,5”, berat minimum 35 gram
Ukuran maksimum 3”, berat minimum 30 gram
Ukuran maksimum 2,5”, berat minimum 25 gram
Ukuran maksimum 2”, berat minimum 20 gram
Ukuran maksimum 1,5”, berat minimum 15 gram
Ukuran maksimum 1”, berat minimum 10 gram
Ukuran maksimum ¾”, berat minimum 5 gram
Ukuran maksimum ½”, berat minimum 2,5 gram
Ukuran maksimum 3/8”, berat minimum 1 gram
b. Bila agregat berupa campuran dari agregat halus dan agregat kasar, agregat tersebut
dipisahkan menjadi dua bagian dengan saringan no. 4. Selanjutnya agregat halus dan
agregat kasar yang harus disediakan sebanyak jumlah seperti tercantum di atas.
6.5 Prosedur Pelaksanaan
a. Mengeringkan benda uji dalam oven dengan suhu (110 ±5)ºC, sampai beratnya tetap.
b. Menyaring benda uji lewat susunan ayakan dengan ukuran saringan paling besar
ditempatkan paling atas. Pengayakan ini dilakukan dengan tangan atau meletakkan
susunan ayakan pada mesin penggetar/pengguncang dan digetarkan/diguncang selama
15 menit.
c. Membersihkan masing-masing ayakan, dimulai dari ayakan teratas dengan kuas.
Penyikatan jangan terlalu keras, sekedar menurunkan debu yang mungkin masih
melekat pada ayakan.
d. Menimbang berat agregat yang tertahan di atas masing-masing lubang ayakan.
e. Menghitung persentase berat benda uji yang tertahan di atas masing-masing ayakan
terhadap berat total benda uji.
6.6 Perhitungan
Persentase berat benda uji yang tertahan di atas saringan ayakan adalah:
A
Y=×100%
B
Dimana: A= berat benda uji yang tertahan di atas saringan / ayakan
B= berat benda ui total
6.7 Pelaporan
a. Hasil pemeriksaan yang dilaporkan adalah:
Jumlah persentase di atas masing-masing ayakan yang dihitung dari contoh
aslinya, sampai dengan 2 (dua) decimal.
Modus kehalusan dari masing-masing agregat (modulus kehalusan didefinisikan
sebagai jumlah persen komulatif dari butir-butir agregat yang tertinggal di atas
satu set ayakan dibagi 100).
Persentase tembus komulatif pada masing-masing lubang ayakan.
Gambar grafik prosentase tembus komulatif dari masing-masing agregat.
b. Kesimpulan dari hasil uji yang diperoleh.
Catatan:
Pemeriksaan gradasi butiran agregat dengan saringan, dapat dilakukan hanya 1 (kali)
percobaan.
6.8 Referensi
1. AASHTO T-27-74
2. ASTM C-136-50
3. SK SNI T-15-1990, Tata Cara Perencanaan Campuran Beton Normal.
4. PEDC Bandung, pengujian bahan, edisi 1983
6.1 Data Pengujian Gradasi Butiran Agregat
a. Butiran Agregat Kasar
berat komulatif
diameter berat %
ayakan ayakan ayakan tertahan tertahan %lolos %
+ pasir tertahan
19 458,5 951,5 493 24,09 75,91 24,09
9,5 451,6 1901 1449,4 70,83 29,17 94,93
4,75 432,5 486,5 54 2,64 2,43 97,57
2,36 405,2 411 5,8 0,28 2,15 97,85
1,18 374,5 381 6,5 0,32 1,83 98,17
0,6 333,2 348,5 15,3 0,75 1,08 98,92
0,3 310,4 319 8,6 0,42 0,66 99,34
0,15 290 301,5 11,5 0,56 0,10 99,90
pan 433,9 436 2,1 0,10 0,00 100,00
2046,2 810,75
MHB 8,11
Kesimpulan :
Dari data tersebut diatas kami mendapatkan nilai modulus kehalusan sebesar 8,11.
Dan gradasi agregat yang menerus atau kontinyu, sehingga agregat tersebut layak digunakan
untuk beton maupun perkerasan jalan.
b. Butiran Agregat Halus
berat komulatif
diameter berat %
ayakan ayakan ayakan tertahan tertahan %lolos %
+ pasir tertahan
9,5 450 466 16 1,00 99,00 1,00
4,75 432,5 471,5 39 2,44 96,56 3,44
2,36 405,5 504,5 99 6,19 90,37 9,63
1,18 373,5 634 260,5 16,29 74,09 24,91
0,6 333,5 850 516,5 32,29 41,79 58,21
0,3 310,5 794 483,5 30,23 69,77 88,43
0,15 290 442,5 152,5 9,53 2,03 97,97
pan 433 465,5 32,5 2,03 0,00 100,00
1599,5 383,59
MHB 3,84
Kesimpulan :
Dari data tersebut diperoleh modulus kehalusan sebesar 3,84 dan gradasi agregat yang
menerus. Jadi,agregar halus disini dapat berfungsi dengan baik untuk menutup pori atau
rongga yang di buat agregat kasar.
CAMPURAN
% lolos % lolos campuran
diameter
agregat agregat %
ayakan
Kasar Halus 62%Ag.ksr 38%Ag.Hls campuran
38,1 100 100 62,00 38,00 100,00
19 75,91 100 47,06 38,00 85,06
9,5 29,17 99,00 18,08 37,62 55,70
4,75 2,43 96,56 1,51 36,69 38,20
2,36 2,15 90,37 1,33 34,34 35,67
1,18 1,83 74,09 1,14 28,15 29,29
0,6 1,08 41,79 0,67 15,88 16,55
0,3 0,66 69,77 0,41 26,51 26,93
0,15 0,10 2,03 0,06 0,77 0,84
7. Pengujian Keausan Agregat Kasar dengan Mesin Los Angeles
7.1 Tujuan
7.1.1 Tujuan Istruksional Umum
Setelah melakukan percobaan ini, anda akan dapat mengetahui dan memahami sifat-sifat
fisik, mekanik dan teknologi agregrat serta pengaruhnya terhadap beton dan bahan perkerasan
jalan dengan benar.
7.6 Perhitungan
Persentase keausan agregrat kasar adalah sebagai berikut:
A-B
Keausan Agregat = ×100%
A
Dimana: A = berat benda uji semula (gram)
B = berat benda uji tertahan saringan No. 12 (gram)
7.7 Pelaporan
a. Hasil pemeriksaan yang dilaporkan adalah yang dihitung dari contoh aslinya, sampai
dengan 2 (dua) desimal.
b. Kesimpulan dari hasil uji yang anda peroleh.
Catatan :
Pemeriksaan keausan agregrat kasar dengan Mesin Los Angeles dapat dilakukan hanya 1
(satu) kali percobaan.
7.8 Referensi
1. AASHTO T-96-74
2. ASTM C-131-55
3. ASTM. C-535-9
4. PEDC Bandung, Pengujian Bahan, Edisi 1983
Data Pengujian Keausan Agregrat Kasar
Gradasi Pemeriksaan .........B.........
Ukuran Saringan ( mm ) Berat Material
Lewat Tertahan ( gram )
76.2 63.5
63.5 50.8
50.8 37.5
37.5 25.4
25.4 19.0
19.0 12.5 2500
12.5 9.50 2500
9.50 6.30
6.30 4.75
4.75 2.36
Berat Total Material (A) 5000
Berat Material Tertahan Saringan No. 12 (B) 3400
𝐴−𝐵
Keausan Agregrat = × 100% 32.00%
𝐴
Kesimpulan :
Dari data tersebut disimpulkan bahwa keausan agregat merupakan perbandingan antara berat
jenis bahan aus lewat saringan no.12 terhadap berat semula dalam persen.Kausan agregat
tidak boleh lebih dari 40% dari berat material.
8. Pengujian Kekerasan Agregat Kasar
8.1 Tujuan
8.1.1 Tujuan Intruksional Umum
Setelah melakukan percobaan ini, kita dapat mengetahui dan memahami sifat-sifat fisik,
mekanik dan teknologi agregat serta pengaruhnya terhadap beton dan bahan perkerasan jalan
dengan benar.
8.1.2 Tujuan Intruksional Khusus
Setelah melakukan percobaan ini, kita dapat :
a. Menentukan nilai persen kekerasan agregat kasar.
b. Menjelaskan prosedur pelaksanaan pengujian kekerasan agregat kasar.
c. Menggunakan peralatan secara terampil.
8.2 Dasar Teori
Pemeriksaan ini dimaksudkan unutk menentukan nilai kekerasan agregat kasar terhadap
pembebanan. Kekerasan agregat adalah daya tahan agregat terhadap kerusakan akibat
penggunaan dalam konstruksi. Sifat-sifat kekerasan dari agregat penting untuk diketahui
bilamana agregat akan digunakan sebagai material bahan bangunan dan jalan.
Nilai kekerasan agregat dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus lewat
saringan 2,36 mm terhadap berat semula dalam persen.
8.3 Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram.
b. Satu set alat untuk pengujian kekerasan yang terdiri dari :
1. Silinder diameter 115 mm dan tinggi 180 mm.
2. Alas terbuat dari piat baja.
3. Plenyer/ pengarah beban.
c. Saringan dengan ukuran 12,7mm; 9,5mm dan 2,36mm.
d. Talam/nampan
e. Oven (pengering) yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(110±5)0C.
f. Alat pemadat dengan ukuran 9,5 mm dan tinggi 610 mm.
g. Mesin penekan dengan daya beban 40 ton, kecepatan tekan 4 ton/menit.
8.4 Benda Uji
a. Menyiapkan benda uji seberat ±10kg yang melalui saringan 12,7 mm dan tertahan pada
saringan 9,5mm.
b. Benda uji agergat dalam keadaan kering yang didapat setelah dimasukan oven selama 4
jam dengan suhu (105±5)0C
8.5 Prosedur Pelaksanaan
a. Menimbang berat silinder dan plat alas (C).
b. Benda uji dimasukan ke dalam silinder berlapis sebanyak 3 lapis.
c. Padatkan benda uji pada tiap lapis dengan alat penumbuk sebanyak 25 kali.
d. Ratakan permukaan benda uji dan timbang berat silinder berisi benda uji dan plat alas
(D) dan plunyer berada diatasnya.
e. Hitung berat benda uji semula (A = D – C).
f. Tempatkan plunyer di atasnya permukaan benda uji harus diperhatikan agar plunyer
tidak mendesak silinder.
g. Kemudian masukan kedalam mesin tekan yang mempunyai daya tekan 40 ton dengan
kecepatan tekan 4 ton/menit.
h. Keluarkan benda uji dari silinder, kemudian disaring denagn saringan ukuran 2,36 mm
dan ditimbang berat material yang tertahan pada saringan tersebut (B).
8.6 Perhitungan
Prosentase kekerasan agregat kasar adalah sebagai berikut :
A-B
Kekerasan Agregat = ×100%
A
dimana, A = berat benda semula (tertahan saringan 9,5 mm) (gram)
B = berat benda uji yang tertahan saringan 2,36 mm (gram)
8.7 Pelaporan
Hasil pemeriksaan yang dilaporkan adalah yang dihitung dari contoh aslinya, dalam bilangan
bulat.
Catatan :
a. Pemeriksaan keausan agregat kasar dengan Mesin Los Angeles dapat dilakukan hanya
satu kali percobaan.
b. Nilai kekerasan tidak boleh melampaui 30% untuk beton yang digunakan sebagai
bahan perkerasan jalan (pavement).
c. Nilai kekerasan tidak boleh lebih melampaui 45% untuk beton yang digunakan pada
keperluan konstruksi lain selain diatas.
8.8 Data Pengujian Kekerasan Agregat Kasar
Perhitungan:
Kekerasan Agregat I = A-B/A×100% = 406-346,5/406×100% = 14,66%
Rata-rata = 14,70 %
Kesimpulan :
Dari data diatas diperoleh bahwa kekerasan agregat rata-rata tidak lebih dari 30%,sehingga
dapat digunakan untuk campuran beton sebagai bahan perkerasan jalan dan untuk konstruksi
lainnya.
MIX DESAIN
PENGERJAAN BETON
1. UJI DESTRUKTIF
1.1 Tujuan
1.1.1 Tujuan Instruksional Umum
Setelah melakukan percobaan ini, anda akan dapat mengetahui sifat-sifat fisik,
mekanik dan teknologi beton sebagai bahan bangunan dan jalan dengan benar.
1.1.2 Tujuan Instruksional Khusus
Setelah melakukan percobaan ini, anda akan dapat:
a. Menentukan kekuatan tekan beton.
b. Menghitung kekuatan tekan beton.
c. Menjelaskan prosedur pengujian kekuatan tekan beton dengan benar.
d. Menggunakan peralatan dengan terampil.
1.3 Peralatan
a. Cetakan silinder atau kubus dengan ukuran sebagai berikut:
Silinder : diameter 15 cm, tinggi 30 cm.
Kubus : 15 x 15 x 15 cm.
Kubus : 20 x 20 x 20 cm.
b. Timbangan dengan ketelitian 0,3 % dari berat contoh.
c. Tongkat pemadat dengan diameter 16 mm, panjang 60 cm, bagian ujung dibulatkan dan
sebaiknya terbuat dari baja tahan karat.
d. Bak pengaduk beton yang kedap air atau Mesin pengaduk/ Mollen.
e. Mesin Tekan, dengan kapasitas sesuai kebutuhan.
f. Satu set alat pelapis/ capping.
g. Peralatan tambahan : ember, sekop, sendok spesi, perata/ spatula dan talam.
h. Satu set alat pemeriksaan slump dan bobot isi beton.
1.6 Perhitungan
Kekuatan Tekan beton (fci) :
.
P
fci = ( kg/ cm2 )
A
1.7 Pelaporan
a. Laporkan hasil pegujian dengan bilangan 2 (dua) desimal, dan harus meliputi hal-hal
sebagai berikut:
- Perbandingan Campuran
- Nilai Slump ( cm )
- Tanggal pembuatan/ pengecoran
- Tanggal pengujian
- Umur ( hari )
- Berat ( kg )
- Diameter dan tinggi ( cm )
- Ukuran sisi kubus ( cm )
- Luas Penampang ( cm2 )
- Bobot isi beton ( kg/ m3 )
- Beban maksimum ( kg )
- Kekuatan tekan ( kg/ cm2 )
- Cacat
b. Kesimpulan dari hasil percobaan yang diperoleh.
Catatan :
a. Untuk benda uji berbentuk kubus dengan ukuran sisi 20 x 20 x 20 cm, cetakan diisi dengan
adukan beton dalam 2 lapis dimana pada setiap lapis dipadatkan dengan 29 kali tusukan.
b. Untuk benda uji berbentuk kubus dengan ukuran sisi 15 x 15 x 15 cm, cetakan disi dengan
adukan beton dalam 2 lapis dimana pada setiap lapis dipadatkan dengan 32 kali tusukan.
c. Benda uji berbentuk kubus tidak perlu dilapisi/ dicapping.
d. Pemeriksaan kekuatan tekan beton biasanya dilakukan pada umur 3, 7 dan 28 hari.
e. Pada setiap pemeriksaan minimum 2 buah benda uji.
f. Apabila pengadukan dilakukan dengan tangan/ secara manual, isi bak pengaduk maksimum
7 dm3 dan pengadukan tidak boleh dilakukan untuk beton yang kental.
1.8 Referensi
a. ASTM C - 39 - 72
b. PEDC. Bandung. “Pengujian Bahan”. Edisi 1983
c. SK. SNI. T - 15 - 03 - 1990. Tata Cara Rancangan Campuran Beton Normal. DPU.
Jakarta.
Tabel 4 Contoh Data Pengujian Kekuatan Tekan Beton
Beban
umur Berat ( )² Umur (hari)
No hancur
(Hari) (kg) (kg/cm²) (kg/cm²) (kg/cm²) 7 14 21 28
(KN)
1 7 8,2 530 235,56 12,93 167,17 153,111 207,289 223,778 235,556
2 7 7,8 350 155,56 -67,07 4498,48 101,111 136,889 147,778 155,556
3 7 8,1 495 220,00 -2,63 6,90 143,000 193,600 209,000 220,000
4 7 8,1 480 213,33 -9,29 86,36 138,667 187,733 202,667 213,333
5 7 8,45 620 275,56 52,93 2801,51 179,111 242,489 261,778 275,556
6 7 8 620 275,56 52,93 2801,51 179,111 242,489 261,778 275,556
7 7 8,3 440 195,56 -27,07 732,82 127,111 172,089 185,778 195,556
8 7 8,15 510 226,67 4,04 16,32 147,333 199,467 215,333 226,667
9 7 8,1 535 237,78 15,15 229,57 154,556 209,244 225,889 237,778
10 7 8 430 191,11 -31,52 993,20 124,222 168,178 181,556 191,111
11 7 8,05 500 222,22 -0,40 0,16 144,444 195,556 211,111 222,222
250.000
200.000
Kuat tekan Hancur
150.000
100.000
50.000
0.000
0 5 10 15 20 25 30
Umur (Hari)
dimana :
n
fci
i=1
1. Tegangan hancur rata-rata ( fcr ) =
n
n
( fcr - fci )2
i=1
2. Standar Deviasi ( sd ) =
n-1
14
BAB III
ASPAL
3.1 DASAR TEORI ASPAL
Aspal adalah material termoplastis yang mencair apabila di panaskan dan akan
membeku/mengental apabila didinginkan, namun demikian prinsip material tersebut
terhadap suhu prinsipnya membentuk sautu sprektum/beragam tergantung komposisi
unsur unsur penyusunnya.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan penetrasi bitumen keras atau lembek
(solid atau semi solid) dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu,beban dan waktu
tertentu kedalam bitumen pada suhu tertentu ( Buku panduan praktikum bahan lapis keras,
Laboratorium Teknik Transportasi Universitas Gajah Mada).
Hasil pengujian ini selanjutnya dapat digunakan dalam hal pengendalian mutu aspal
atau tar untuk keperluan pembangunan, peningkatan atau pemeliharaan jalan. Pengujian
penetrasi ini sangat dipengaruhi oleh faktor berat beban total, ukuran sudut dan kehalusan
permukaan jarum, temperatur dan waktu. Oleh karena itu perlu disusun dengan rinci ukuran,
persyaratan dan batasan peralatan, waktu dan beban yang digunakan dalam penentuan
penetrasi aspal (RSNI 06-2456-1991).
Aspal keras/panas ( Aspalt cement, AC ), adalah aspal yang digunakan dalam keadaan
cair dan panas. Aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan ( termperatur ruang). Di
Indonesia, aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan nilai penetrasinya yaitu:
Berdasarkan SNI 06 – 2456 – 1991 nilai penetrasi dinyatakan sebagai rata-rata
sekurang-kurangnya dari tiga pembacaan dengan ketentuan bahwa hasil pembacaan tidak
melampaui ketentuan dibawah ini :
Hasil
0 – 49 50 – 149 150 – 179 200
Penetrasi
Nilai
2 4 6 8
Toleransi
Nilai penetrasi diukur dinyatakan dalam nilai yang merupakan kelipatan 0,1 mm nilai
penetrasi menentukan kekerasan aspal maikin tinggi nilai penetrasi makin lunak aspal
tersebut begitu sebaliknya.
Pembagian kekerasan dan kekenyalan aspal