Anda di halaman 1dari 16

SPESIFIKASI PEKERJAN BETON

DISUSUN OLEH :

NAMA : TASYA ALIFIYA


NIM : 412 23 244
KELAS : 1B RPL JASA KONSTRUKSI

PROGRAM STUDI D4 JASA KONSTRUKSI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
2023/2024
A. PENGERTIAN IRIGASI

Menurut SNI 2847:2013, beton didefiniskan sebagai campuran dari

bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan hidrolik (portland cement),

agregat kasar, agregat halus, dan air dengan atau tanpa menggunakan bahan

tambah (admixture atau additive). Seiring dengan penambahan umur, beton

usia 28 hari. Beton memliki daya kuat tekan yang baik oleh karena itu beton

banyak dipakai atau dipergunakan untuk pemilihan jenis struktur terutama

struktur bangunan, jembatan dan jalan. DPU-LPMB memberikan definisi

tentang beton sebagai campuran antara semen portland atau semen hidrolik

yang lainnya, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan

tambahan yang membentuk massa padat.

Beton terdiri dari ± 15 % semen, ± 8 % air, ± 3 % udara, selebihnya

pasir dan kerikil. Campuran tersebut setelah mengeras mempunyai sifat yang

berbeda-beda, tergantung pada cara pembuatannya. Perbandingan campuran,

cara pencampuran, cara mengangkut, cara mencetak, cara memadatkan, dan

sebagainya akan mempengaruhi sifat-sifat beton. (Wuryati, 2001).

Nugraha, P (2007), mengungkapkan bahwa pada beton yang baik

yaitu setiap butir agregat seluruhnya terbungkus dengan mortar. Demikian

halnya dengan ruang antar agregat, harus terisi oleh mortar. Jadi kualitas dari

mortar pada adukan beton tersebut akan mempengaruhi mutu dari beton

tersebut. Semen merupakan unsur penting dalam adukan beton, meskipun


jumlahnya hanya 7-15% dari suatu campuran adukan beton. Beton dengan

campuran semen yang sedikit (sampai 7%) disebut beton kurus (learn

concrete), sedangkan beton dengan campuran semen yang banyak disebut

beton gemuk (rich concrete).

B. JENIS JENIS BETON

Menurut Mulyono (2006) secara umum beton dibedakan kedalam 2

kelompok, yaitu:

1. Beton berdasarkan kelas dan mutu beton.

Kelas dan mutu beton ini, dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu:

a. Beton kelas I adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan non struktutral.

Untuk pelaksanaannya tidak diperlukan keahlian khusus. Pengawasan

mutu hanya dibatasi pada pengawasan ringan terhadap mutu bahan-

bahan, sedangkan terhadap kekuatan tekan tidak disyaratkan

pemeriksaan. Mutu kelas I dinyatakan dengan B0.

b. Beton kelas II adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan struktural

secara umum. Pelaksanaannya memerlukan keahlian yang cukup dan

harus dilakukan di bawah pimpinan tenaga-tenaga ahli. Beton kelas II

dibagi dalam mutu-mutu standar B1, K 125, K 175, dan K 225. Pada

mutu B1, pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan terhadap

mutu bahan-bahan sedangkan terhadap kekuatan tekan tidak

disyaratkan pemeriksaan. Pada mutu-mutu K 9 125 dan K 175 dengan


keharusan untuk memeriksa kekuatan tekan beton secara kontinu dari

hasil-hasil pemeriksaan benda uji.

c. Beton kelas III adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan struktural

yang lebih tinggi dari K 225. Pelaksanaannya memerlukan keahlian

khusus dan harus dilakukan di bawah pimpinan tenaga-tenaga ahli.

Disyaratkan adanya laboratorium beton dengan peralatan yang

lengkap serta dilayani oleh tenaga-tenaga ahli yang dapat melakukan

pengawasan mutu beton secara kontinu.

2. Berdasarkan jenisnya, beton dibagi menjadi 6 jenis, yaitu:

a. Beton ringan

Beton ringan merupakan beton yang dibuat dengn bobot yang lebih

ringan dibandingkan dengan bobot beton normal. Agregat yang

digunakan untuk memproduksi beton ringan pun merupakan agregat

ringan juga. Agregat yang digunakan umumnya merupakan hasil dari

pembakaran shale, lempung, slates, residu slag, residu batu bara dan

banyak lagi hasil pembakaran vulkanik. Berat jenis agregat ringan

sekitar 1900 kg/m3 atau berdasarkan kepentingan penggunaan

strukturnya berkisar antara 1440 1850 kg/m3, dengan kekuatan tekan

umur 28 hari lebih besar dari 17,2 MPa.

b. Beton normal

Beton normal adalah beton yang menggunakan agregat pasir sebagai


agregat halus dan batu pecah sebagai agregat kasar sehingga 10

mempunyai berat jenis beton antara 2200 kg/m3 2400 kg/m3dengan

kuat tekan sekitar 15 40 MPa.

c. Beton berat

Beton berat adalah beton yang dihasilkan dari agregat yang memiliki

berat isi lebih besar dari beton normal atau lebih dari 2400 kg/m3.

Untuk menghasilkan beton berat digunakan agregat yang mempunyai

berat jenis yang besar.

d. Beton massa (mass concrete)

Dinamakan beton massa karena digunakan untuk pekerjaan beton

yang besar dan masif, misalnya untuk bendungan, kanal, pondasi, dan

jembatan.

C. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BETON

Menurut Tjokrodimuljo (2007) beton memiliki beberapa kelebihan

dan kekurangan antara lain sebagai berikut ini.

a. Kelebihan

1. Harga yang relatif lebih murah karena menggunakan bahanbahan dasar

yang umumnya mudah didapat

2. Termasuk bahan yang awet, tahan aus, tahan panas, tahan terhadap

pengkaratan atau pembusukan oleh kondisi lingkungan, sehingga biaya

perawatan menjadi lebih murah


3. Mempunyai kuat tekan yang cukup tinggi sehingga jika

dikombinasikan dengan baja tulangan yang mempunyai kuat tarik

tinggi sehingga dapat menjadi satu kesatuan struktur yang tahan tarik

dan tahan tekan, untuk itu struktur beton bertulang dapat diaplikasikan

atau dipakai untuk pondasi, kolom, balok, dinding, perkerasan jalan,

landasan pesawat udara, penampung air, pelabuhan, bendungan,

jembatan dan sebagainya

4. Pengerjaan (workability) mudah karena beton mudah untuk dicetak

dalam bentuk dan ukuran sesuai keinginan. Cetakan beton dapat

dipakai beberapa kali sehingga secara ekonomi menjadi lebih murah.

b. Kekurangan

1. Bahan dasar penyusun beton agregat halus maupun agregat kasar

bermacam-macam sesuai dengan lokasi pengambilannya, sehingga cara

perencanaan dan cara pembuatannya bermacam-macam

2. Beton mempunyai beberapa kelas kekuatannya sehingga harus

direncanakan sesuai dengan bagian bangunan yang akan dibuat,

sehingga cara perencanaan dan cara pelaksanaan bermacammacam pula

3. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga getas atau rapuh dan

mudah retak. Oleh karena itu perlu diberikan caracara untuk

mengatasinya, misalnya dengan memberikan baja tulangan, serat baja

dan sebagainya agar memiliki kuat tarik yang tinggi.


D. BAHAN CAMPURAN BETON

Berdasarkan SNI 03-2847-2002 bahan - bahan yang digunakan dalam

perencanaan harus mengkuti persyaratan berikut:

1. Bila pada bagian pekerjaan konstruksi yang berbeda akan digunakan

bahan yang berbeda, maka setiap proporsi campuran yang akan

digunakan harus direncanakan secara terpisah;

2. Bahan untuk campuran coba harus mewakili bahan yang akan digunakan

dalam pekerjaan yang diusulkan.Prasarana irigasi merupakan saluran dan

bangunan irigasi yang berfungsi untuk mengalirkan air dari sumber air ke

lahan sawah.

a. Air

Air yang dapat digunakan dalam proses pencampuran beton menurut SK

SNI 03-2847-2002 adalah sebagai berikut:

1. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari

bahan-bahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam,

bahan organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap

beton atau tulangan.

2. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton

yang di dalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas

yang terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida

dalam jumlah yang membahayakan.


3. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton,

kecuali pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada

campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama dan

hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang

dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus

mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari

kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum.

Perbandingan uji kekuatan tersebut harus dilakukan pada adukan

serupa, terkecuali pada air pencampur, yang dibuat dan diuji sesuai

dengan “Metode uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis

(Menggunakan spesimen kubus dengan ukuran sisi 50 mm)”

(ASTM1 C 109).

A. Semen

Semen harus memenuhi SNI 15-2049-1994 tentang semen Portland:

1. Semen Portland Tipe I, adalah semen Portland untuk penggunaan

umum tanpa persyaratan khusus.

2. Semen Portand Tipe II, adalah semen Portland yang dalam

penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan kalor

hidrasi sedang.

3. Semen Portland Tipe III, adalah semen Portland yang dalam

penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan


setelah pengikatan terjadi.

4. Semen Portland Tipe IV, adalah semen Portland yang dalam

penggunaannya memerlukan kalor hidrasi rendah.

5. Semen Portland Tipe V, adalah semen Portland yang dalam

penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat.

B. Agregat

Agregat merupakan material granular: pasir, krikil, batu pecah, dan kerak

tungku pijar yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat

untuk membentuk suatu beton atau adukan semen hidrolik (SNI 03-2847-

2002, Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung).

1. Agregat Halus: Menurut SNI-03-2847-2002, agregat halus adalah

pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami batuan atau pasir yang

dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir

terbesar 5,0 mm.

Persyaratan agregat halus secara umum adalah sebagai berikut:

- Agregat halus terdiri dari butir-butir tajam dan keras.

- Butir-butir halus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur

oleh pengaruh cuaca. Sifat kekal agregat halus dapat di uji dengan

larutan jenuh garam. Jika dipakai natrium sulfat maksimum bagian

yang hancur adalah 10% berat.

- Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5%


(terhadap berat kering), jika kadar lumpur melampaui 5% maka

pasir harus di cuci.

Menurut SNI 03-2461-1991, agregat halus memiliki modulus

kehalusan atau finess modulus (FM) yang berada di kisaran antara 1,5

s/d 3,8.

2. Agregat Kasar: Menurut SNI-03-2847-2002, agregat kasar adalah

kerikil sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan atau berupa batu

pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan mempunyai

ukuran butir antara 5 mm sampai 40 mm. Dalam penggunaannya harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

- Butir-butir keras yang tidak berpori serta bersifat kekal yang

artinya tidak pecah karena pengaruh cuaca seperti sinar matahari

dan hujan.

- Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%, apabila melebihi

maka harus dicuci lebih dahulu sebelum menggunakannya.

- Tidak boleh mengandung zat yang dapat merusak batuan seperti

zat-zat yang reaktif terhadap alkali.

- Agregat kasar yang berbutir pipih hanya dapat digunakan apabila

jumlahnya tidak melebihi 20% dari berat keseluruhan.

Menurut Tjokrodimuljo (1996), sifat agregat yang paling berpengaruh

terhadap kekuatan beton adalah kekasaran permukaan dan ukuran


maksimumnya.

Pada agregat dengan permukaan kasar akan terjadi ikatan yang

baik antara pasta semen dengan agregat tersebut. Pada agregat

berukuran besar luas permukaanya menjadi lebih sempit sehingga

lekatan dengan pasta semen menjadi berkurang.

Menurut SNI 03-2461-1991, agregat kasar memiliki modulus

kehalusan atau finess modulus (FM) yang berada di kisaran antara 6,0

s/d 7,1.

Agregat kasar yang baik untuk pengikatan dengan pasta dan mortar

semen adalah yang bertekstur cukup kasar, bentuk bersudut

banyak/kubikal, tidak pipih, bulat ataupun panjang.

E. PEMADATAN BETON

Kekuatan beton setelah mengeras juga dipengaruhi oleh pencapaian

derajat kepadatan beton ketika dipadatkan. Tujuan pemadatan sendiri

adalah menghilangkan/meminimalkan ronga-ronga udara dalam beton

yang umumnya dilakukan dengan cara penggetaran namun dengan tetap

menjaga kondisi homogenitas. Kesalahan-kesalahan umum yang terjadi


antara lain:

1. Alat pemadat tidak memadai baik dari segi jumlah ataupun kondisi;

2. Penggetaran terlalu singkat atau terlalu lama. Jika terlalu singkat

maka tidak akan menghasilkan kepadatan yang maksimal, sedangkan

bila terlalu lama akan berakibat terjadinya segregasi;

3. Cara penggetaran tidak benar

F. PERAWATAN BETON

Perawatan beton, bertujuan untuk menjaga supaya beton tidak terlalu

cepat kehilangan air, atau sebagai tindakan menjaga kelembaban dan

suhu beton, segera setelah proses finishing beton selesai dan waktu total

setting tercapai.

Tujuan pelaksanaan curing/perawatan beton adalah: memastikan

reaksi hidrasi senyawa semen termasuk bahan tambahan atau pengganti

supaya dapat berlangsung secara optimal sehingga mutu beton yang

diharapkan dapat tercapai, dan menjaga supaya tidak terjadi susut yang

berlebihan pada beton akibat kehilangan kelembaban yang terlalu cepat

atau tidak seragam, sehingga dapat menyebabkan retak.

Pelaksanaan curing/perawatan beton dilakukan segera setelah beton

mengalami atau memasuki fase hardening (untuk permukaan beton yang

terbuka) atau setelah pembukaan cetakan/acuan/bekisting, selama durasi

tertentu yang dimaksudkan untuk memastikan terjaganya kondisi yang


diperlukan untuk proses reaksi senyawa kimia yang terkandung dalam

campuran beton.

Metoda dan lama pelaksanaan curing tergantung dari: - Jenis atau tipe

semen dan beton yang digunakan, termasuk bahan tambahan atau

pengganti yang dipakai;

- Jenis/tipe dan luasan elemen struktur yang dilaksanakan;

- Kondisi cuaca, suhu dan kelembaban di area atau lokasi pekerjaan;

- Penetapan nilai dan waktu yang digunakan untuk kuat tekan

karakteristik beton (28 hari atau selain 28 hari, tergantung dari

spesifikasi yang ditentukan oleh konsultan perencana/desain).

Kualitas dan durasi/lama pelaksanaan curing/perawatan beton

berpengaruh pada:

- Mutu/kekuatan beton (strength);

- Keawetan struktur beton (durability);

- Kekedapan air beton (water-tightness);

- Ketahanan permukaan beton, misal terhadap keausan (wear

resistance);

- Kestabilan volume, berhubungan dengan susut atau

pengembangan (volume stability: shrinkage and expansion)

Beberapa peraturan menetapkan acuan pelaksanaan curing/perawatan

beton, yang sama-sama bertujuan untuk menjaga dan menjamin mutu


pelaksanaan pembetonan. Beberapa metoda yang mudah digunakan

untuk curing/perawatan beton di lapangan, antara lain:

1. Membasahi permukaan beton secara berkala dengan air supaya

selalu lembab selama perawatan (bisa dengan sistem sprinkler

supaya praktis).

2. Merendam beton dengan air (dengan penggenangan permukaan

beton).

3. Membungkus beton dengan bahan yang dapat menahan penguapan

air (misal plastik, dsb.)

4. Menutup permukaan beton dengan bahan yang dapat mengurangi

penguapan air dan dibasahi secara berkala (misal dengan plastik

berpori atau nonwoven geotextile dan disiram secara berkala

selama perawatan).

5. Menggunakan material khusus untuk perawatan beton (curing

compound).

SNI 03-2847-2002 mensyaratkan curing selama:

- 7 (tujuh) hari untuk beton normal.

- 3 (tiga) hari untuk beton dengan kuat tekan awal tinggi.

ACI2 318 mensyaratkan curing dilakukan: sampai tercapai min 70%

kuat tekan beton yang disyaratkan (fc’) ASTM C-150 mensyaratkan:

- Semen tipe I, waktu minimum curing 7 hari.


- Semen tipe II, waktu minimum curing 10 hari.

- Semen tipe III, waktu minimum curing 3 hari.

- Semen tipe IV atau V minimum curing 14 hari.

G. KESALAHAN UMUM DALAM PEKERJAAN BETON

1. Rancangan Campuran (Mix Design)

Kriteria mutu basah adukan beton segar, bahkan untuk suatu

tingkat ketidaksesuaian yang cukup berarti antara kondisi contoh

bahan dengan material yang sesungguhnya dapat berakibat fatal pada

mutu beton keras yang dihasilkan. Oleh karena itu contoh bahan

untuk keperluan pengujian di laboratorium harus diambil dengan

teknik pengambilan contoh secara benar mengikuti SNI.

2. Cara Pengecoran

Sering terjadi, adukan beton yang sudah memenuhi syarat

homogenitas saat keluar dari mixer tapi kemudian berubah menjadi

segregasi (terjadi pemisahan butiran kasar dari mortar) setelah berada

di bagian-bagian dimana adukan beton dicorkan. Hal itu

dimungkinkan oleh kesalahan-kesalahan sebagai berikut:

- Cara menempatkan adukan beton yang tidak benar dan tinggi jatuh

pengecoran lebih dari 1,5 m terutama untuk adukan beton dengan

slump yang besar. Bila hal ini dilakukan, maka adukan beton akan

mengalami segregasi.
- Menempatkan adukan beton dalam satu tumpukan kemudian

menyebarkannya/meratakannya dengan cara didorong oleh

vibrator. Bila hal ini dilakukan, maka adukan beton akan

mengalami segregasi.

Anda mungkin juga menyukai