Anda di halaman 1dari 29

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengertian Perkerasan Jalan

Perkerasan Jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah dasar
(subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Jenis konstruksi
perkerasan jalan pada umumnya ada dua jenis, yaitu perkerasan lentur (flexible
pavement), dan perkerasan kaku (rigid pavement).

Jalan raya selalu menuntut keberadaan perkerasan yang kuat, tahan lama,
nyaman, murah, dan tepat sasaran. Ini semua merupakan indikator dari keinginan
agar jalan raya berfungsi sebagaimana mestinya. Untuk mendapatkan fungsi yang
baik tentunya memerlukan dua hal yaitu perencanaan yang sempurna dan
keberhasilan pelaksanaan agar sesuai dengan perencanaan.

Kelancaran arus lalu lintas sangat tergantung dari kondisi jalan yang ada,
semakin baik kondisi jalan maka akan semakin lancar lalu lintasnya. Untuk itu
dalam perencanaan jalan perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi fungsi pelayanan jalan tersebut seperti fungsi jalan, kinerja
perkerasan, umur rencana, lalu lintas yang merupakan beban dari pekerjaan jalan,
sifat tanah dasar, kondisi lingkungan, sifat dan jumlah material yang tersedia di
lokasi yang akan dipergunakan sebagai bahan lapis perkerasan, dan bentuk
geometrik lapisan perkerasan.

2.2 Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Perkerasan kaku atau Rigid Pavement adalah jenis perkerasan jalan yang
menggunakan beton sebagai bahan utama perkerasan tersebut, merupakan salah
satu jenis perkerasan jalan yang digunakan selain dari perkerasan lentur.
Perkerasan ini umumnya dipakai pada jalan yang memiliki lalu lintas yang cukup
padat dan memiliki distribusi beban yang besar.

5
Menurut SNI Pd-T-14-2003 perkerasan kaku (rigid pavement) beton
semen dibedakan menjadi 4 macam, yaitu :

1. Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan.


2. Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan.
3. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan.
4. Perkerasan beton semen pra-tegang.

Perkerasan kaku direncanakan untuk memikul beban lalu lintas secara aman
dan nyaman serta dalam umur rencana tidak terjadi kerusakan yang berarti. Untuk
dapat memenuhi fungsi tersebut perkerasan kaku (rigid pavement) harus :

1. Mereduksi tegangan yang terjadi pada tanah dasar (akibat beban lalu
lintas) sampai batas – batas yang masih mampu dipikul tanah dasar
tersebut, tanpa menimbulkan perbedaan penurunan atau lendutan yang
dapat merusak perkerasan.
2. Mampu mengatasi pengaruh kembang susut dan penurunan kekuatan
dasar, serta pengaruh cuaca dan kondisi lingkungan.

2.3 Jenis-Jenis Perkerasan Beton

Perkerasan kaku dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

1. Perkerasan beton semen, yaitu perkerasan kaku dengan beton sebagai


lapisan aus;
2. Perkerasan komposit, yaitu perkerasan kaku dengan lapisan beton aspal
di atasnya sebagai lapis permukaan, dimana kedua bahan tersebut (beton
semen dan beton aspal) bekerjasama sebagai konstruksi komposit dalam
memikul beban.

6
2.3.1 Perkerasan Beton Semen

Dari kebanyakan literatur yang ada, dikenal 4 (empat) jenis


perkerasan beton semen yang banyak digunakan, yaitu:

1. Perkerasan beton semen dengan sambungan tanpa tulangan


(Jointed Unreinforced/Plain Concrete Pavement / JPCP);
2. Perkerasan beton semen dengan sambungan dengan tulangan
(Jointed Reinforced Concrete Pavement / JRCP);
3. Perkerasan beton semen menerus (tanpa sambungan) dengan
tulangan (Continuously Reinforced Concrete Pavement / CRCP);
4. Perkerasan beton semen pratekan (Prestressed Concrete Pavement /
PCP).

Gambar 2.1 Jenis-jenis perkerasan beton semen

7
2.3.2 Perkerasan Komposit

Konstruksi beton semen dengan lapis permukaan aspal beton, yang


memperhitungkan lapis aspal beton sebagai bagian yang ikut
memikul beban, disebut Perkerasan Komposit.

Dalam beberapa literatur yang ada, tebal konstruksi perkerasan


komposit dihitung sebagai berikut:

Ditentukan terlebih dahulu tebal plat beton yang dibutuhkan dengan


menganggap perkerasan seluruhnya terdiri atas beton semen. Kemudian
tebal plat beton hasil perhitungan di atas dikurangi sebesar 10 mm untuk
setiap 25 mm tebal aspal beton. Tebal minimum plat beton ditetapkan 150
mm, dan untuk mencegah retak refleksi (retak di permukaan aspal yang
terjadi akibat celah sambungan dan retak pada plat beton) disarankan tebal
minimum aspal beton adalah 100 mm (4 inches).

2.4 Bahan Pokok Beton

1. Air
Air yang dipergunakan untuk beton harus disetujui oleh Konsultan
Pengawas, dan harus diuji sesuai dengan SNI 03-6817-2002 (AASHTO
T26). Air yang dipergunakan dalam pencampuran, pengawetan, atau
pekerjaan lainnya harus bersih dan bebas dari minyak, garam, asam,
alkali, gula, tumbuhan atau zat lainnya yang merusak hasil pekerjaan.
Bila sumber air dangkal pengambilannya harus sedemikian rupa agar
lumpur, rumput, atau bahan asing lainnya tidak ikut terbawa. Jika air
yang akan digunakan diketahui dapat diminum, maka air tersebut
dapat dipakai untuk pembuatan perkerasan jalan beton tanpa harus melalui
pengujian di laboratorium. Bila timbul keragu-raguan atas mutu air yang
diusulkan dan diminta oleh Konsultan Pengawas, air harus diuji dengan
diperbandingkan terhadap air suling. Perbandingan harus memakai cara uji
semen standar untuk kekerasan, waktu pengikatan (setting time) dan

8
kekuatan adukan. Petunjuk dari kekerasan, perubahan waktu pengikat ± 30
menit atau lebih, dan pada umur 7 hari dan 28 hari jika penyusutan kuat
tekan adukan lebih dari 10% dibandingkan dengan air suling, cukup
menjadi alasan ditolaknya air yang tengah diuji itu.

2. Semen
1) Sebagaimana dipersyaratkan dalam Spesifikasi Umum Direktorat
Jenderal Bina Marga, Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton
harus merupakan semen portland jenis I, II atau III yang memenuhi
SNI 15-2049-1994 (AASHTO M85). Terkecuali diperkenankan oleh
Konsultan Pengawas, bahan tambahan (aditiv) yang dapat
menghasilkan gelembung udara dalam campuran tidak boleh digunakan.
Terkecuali diperkenankan oleh Konsultan Pengawas, hanya satu
merk semen portland yang dapat digunakan di dalam proyek. Bilamana
digunakan lebih satu merk semen, maka Kontraktor harus mengajukan
kembali rancangan campuran beton sesuai dengan merk yang
digunakan.
2) Admixture (Bahan Tambah / Aditiv) tidak boleh digunakan tanpa
persetujuan tertulis dari Konsultan Pengawas. Kontraktor harus
menyerahkan contoh admixture kepada Konsultan Pengawas paling
lambat 28 hari sebelum tanggal dimulainya pekerjaan struktur tertentu
atau bagian dari struktur yang harus memakai material admixture itu.
Bahan tambah yang berupa bahan kimia ditambahkan dalam campuran
beton tidak lebih dari 5 % berat semen selama proses pengadukan.
Bahan yang akan digunakan untuk tujuan tertentu harus dibuktikan
kebenarannya melalui pengujian campuran di laboratorium. Sesuai
dengan Spesifikasi Umum Direktorat jenderal Bina Marga, ketentuan
mengenai bahan tambah ini harus mengacu pada SNI 03-2495-1991
tentang Spesifikasi Bahan Tambah untuk Beton. Pada umumnya bahan
tambah kimia yang dapat digunakan untuk pembuatan beton adalah
bahan tambah yang tidak mengandung Calcium Chloride. Penggunaan

9
bahan tambah kimia harus didasarkan pada hasil uji dalam masa 24 jam
pertama setelah pengecoran beton. Hal ini dikarenakan bahan
tambah tertentu dapat memperlambat setting dan perkembangan
kekuatan campuran beton semen, sehingga menunda waktu
pemotongan sambungan dan menambah resiko terjadinya retakan acak.
Bila akan digunakan bahan tambah berupa butiran yang sangat
halus yang dihasilkan dari sisa proses pembakaran batu bara berbentuk
abu terbang (fly Ash), maka bahan tersebut harus sesuai dengan
standar SNI 03-2460-1991 tentang Spesifikasi Abu Terbang sebagai
Bahan Tambah untuk Campuran Beton yang umumnya ditambahkan
pada semen sebagai bahan utama beton, maka penggunaan
bahan tersebut harus berdasarkan hasil pengujian laboratorium yang
menyatakan bahwa hasil kuat tekan yang dihasilkan sesuai dengan
persyaratan Gambar Rencana dan disetujui oleh Konsultan Pengawas.
Dalam hal penggunaan bahan tambah dalam campuran beton,
maka bahan tersebut ditambahkan pada saat pengadukan beton. Bahan
tambahan ini hanya boleh digunakan untuk meningkatkan kinerja beton
segar (fresh concrete).

3. Agregat
Sesuai dengan Spesifikasi Direktorat Jenderal Bina Marga, gradasi
agregat kasar dan halus harus memenuhi ketentuan yang diberikan
dalam Tabel 2.1

10
Tabel 2.1 ketentuan Gradasi Agregat

Agregat kasar harus dipilih sedemikian sehingga ukuran partikel


terbesar tidak lebih dari ¾ dari jarak minimum antara baja tulangan atau
antara baja tulangan dengan acuan, atau celah-celah lainnya di mana
beton harus dicor.
Agregat untuk pekerjaan beton harus terdiri dari partikel yang
bersih, keras, kuat yang diperoleh dengan pemecahan batu (rock) atau
berangkal (boulder), atau dari pengayakan dan pencucian (jika perlu)
dari kerikil dan pasir sungai.
Agregat harus bebas dari bahan organik seperti yang ditunjukkan
oleh pengujian SNI 03-2816-1992 tentang Metode Pengujian Kotoran
Organik dalam Pasir untuk Campuran Mortar dan Beton dan harus
memenuhi sifat-sifat lainnya yang diberikan dalam Tabel 2.1 bila
contoh-contoh diambil dan diuji sesuai dengan prosedur SNI /
AASHTO yang berhubungan.

11
Tabel 2.2 Sifat-sifat Agregat

2.5 Baja Tulangan

Baja tulangan (reinforcing steel) harus sesuai dengan ketentuan dalam


Spesifikasi Beton dari Spesifikasi Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, dan
detailnya tertera pada Gambar Rencana. Baja tulangan sesuai dengan Gambar
Rencana, harus dari baja polos atau berulir dengan mutu yang memenuhi
persyaratan dalam Tabel 2.3 berikut ini:

12
Tabel 2.3 Tegangan Leleh Karakteristik Baja Tulangan

Tengangan leleh
karakteristik atau
Mutu Sebutan
tegangan karakteristik
yang memberikan
regangan tetap 0,2
(kg/cm2)

U24 Baja Lunak 2.400

U32 Baja Sedang 3.200

U39 Baja Keras 3.900

U48 Baja Keras 4.800

Tulangan untuk jalur jalan kendaraan harus berupa anyaman baja


berprofil/berulir sebagaimana tertera pada Gambar Rencana. Tulangan anyaman
baja harus sesuai dengan persyaratan dari AASHTO M 55. Tulangan ini harus
berupa lembaran-lambaran datar dan merupakan suatu jenis yang disetujui oleh
Konsultan Pengawas.

Batang Dowel harus berupa batang bulat polos, dan Tie Bar (Batang
Pengikat) harus berupa batang-batang baja berulir sesuai dengan AASHTO M 31.

2.6 Proporsi Bahan Campuran Beton

Persetujuan untuk proporsi bahan pokok campuran akan didasarkan pada


hasil percobaan campuran (trial mix) yang dibuat oleh Kontraktor sesuai
ketentuan dalam Spesifikasi Beton dari Spesifikasi Umum Direktorat Jenderal
Bina Marga. Selambat-lambatnya 30 hari sebelum pekerjaan beton dimulai,
Kontraktor harus menentukan proporsi campuran serta bahan yang diusulkan
dengan membuat dan menguji campuran percobaan sesuai dengan SNI 03-2834-
2000, dengan disaksikan oleh Konsultan Pengawas, yang menggunakan jenis
instalasi dan peralatan yang sama seperti yang akan digunakan untuk pekerjaan.

13
Campuran percobaan tersebut dapat diterima apabila memenuhi ketentuan sifat-
sifat campuran yang disyaratkan. Jumlah semen dalam setiap meter kubik beton
padat tidak boleh kurang dari jumlah dalam percobaan campuran yang disetujui.
Pemakaian semen yang terlalu tinggi tidak dikehendaki dan Kontraktor harus
mendasarkan disain campurannya (mix design) pada campuran yang paling
hemat yang memenuhi semua persyaratan. Berdasarkan ketentuan Spesifikasi
Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, berat semen yang disertakan dalam setiap
meter kubik beton yang terpadatkan untuk perkerasan beton semen tidak boleh
kurang dari 320 kg jika tanpa abu terbang, dan 310 kg jika dengan abu terbang
sebanyak dari 30 sampai 49 kg/m3, dan 300 kg jika dengan abu terbang sebanyak
dari 50 sampai 70 kg/m3. Tetapi dalam segala apapun tidak lebih dari 420 kg.
Agregat kasar dan agregat halus harus sesuai dengan ketentuan Spesifikasi
Struktur Beton. Untuk menentukan perbandingan agregat kasar dan agregat halus,
proporsi agregat halus harus dibuat minimum. Akan tetapi, sekurang-kurangnya
40% agregat dalam campuran beton terhadap berat haruslah agregat halus yang
didefinisikan sebagai agregat yang lolos ayakan 4,75 mm. Bila perbandingan yang
tepat telah ditentukan dan disetujui, maka setiap perubahan terhadap perbandingan
itu harus mendapat persetujuan Konsultan Pengawas. Kontraktor boleh memilih
agregat kasar sampai ukuran maksimum 40 mm, asal tetap sesuai dengan alat
yang digunakan dan kerataan permukaan tetap dapat dija- min. Bila menurut
pendapatnya perlu, Konsultan Pengawas dapat meminta Kontraktor untuk
mengubah ukuran agregat kasar. Perbandingan air dan semen untuk agre- gat
kering didasarkan pada persyaratan kekuatan beton, tetapi tidak boleh lebih dari
0,40 berat total semen. Plasticiser atau bahan aditiv pengurang air tidak boleh
digunakan, kecuali ada ijin tertulis. Bahan aditiv campuran untuk mempercepat
proses pengerasan dan yang mengandung Kalsium Klorida tidak boleh digunakan.

14
2.7 Kekuatan Beton

Berdasarkan Spesifikasi Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, ketentuan


minimum untuk kuat tekan dan kuat lentur pada umur 28 hari untuk Perkerasan
Beton Semen diberikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 2.4 Kekuatan Beton Minimum untuk Perkerasan Beton Semen

Untuk kekuatan yang terjadi pada 7 hari, sementara disyaratkan 80%


dari kuat lentur lapangan yang terjadi . Direksi Pekerjaan dapat, menurut
pendapatnya, pada setiap saat sebelum atau selama operasi beton perkerasan,
menaikkan atau menurunkan kekuatan minimum yang terjadi pada umur 7 hari.

Kuat tekan rata-rata Lapis Pondasi Bawah Beton Kurus (Wet Lean Concrete)
pada umur 28 hari dari produksi harian tidak boleh kurang dari K50 (fc’ 5 MPa).
Percobaan campuran (trial mix) di laboratorium yang dibuat oleh Kontraktor,
harus sedemikian rupa sehingga flexural strength yang dihasilkan menunjukkan
margin dengan probabilitas nilai flexural strength hasil pengujian yang lebih
rendah dari flexural strength minimum yang ditentukan, tidak lebih dari 1% (satu
perseratus).

15
Gambar 2.2 Silinder

Gambar 2.3 Peralatan Penguji Kuat Tekan Beton

2.8 Slump Beton dan Waktu Ikat (Setting Time)

Nilai slump digunakan sebagai petunjuk ketepatan jumlah pemakaian air


dalam hubungannya dengan faktor air semen (FAS) yang ingin dicapai. Waktu
pengadukan lamanya tergantung pada kapasitas isi mesin pengaduk, jumlah
adukan, jenis serta susunan butir bahan penyusun, dan slump beton, pada
umumnya tidak kurang dari 90 detik dimulai semenjak pengadukan, dan hasil

16
umumnya menunjukkan susunan dan warna merata. Sesuai dengan tingkat mutu
beton yang dihasilkan akan memberikan :

1. Keenceran dan kekentalan adukan yang memungkinkan pengerjaan


beton (penuangan, perataan, pemadatan) dengan mudah kedalam adukan
tanpa menimbulkan kemungkinan terjadinya segresi atau pemisahan
agregat.
2. Ketahanan terhadap kondisi lingkungan khusus (kedap air, korosi, dan
lain- lain).
3. Memenuhi uji kuat tekan yang hendak dipakai.

Penghitungan waktu ikat (setting time) bertujuan untuk mengetahui


seberapa lama beton melewati tahap plastis menuju tahap pengerasan. Pada saat
mortar semen tersebut mulai mengikat sehingga setelah waktu tersebut dilalui,
mortar semen tidak boleh diganggu lagi ataupun diubah kembali kedudukannya.

Gambar 2.4 Peralatan Pengujian Slump Beton

2.9 Percobaan Campuran (Trial Mix)

Sebelum dilakukan pengecoran, Kontraktor dengan disaksikan oleh


Konsultan Pengawas harus membuat campuran percobaan menggunakan
proporsi campuran hasil rancangan campuran awal serta bahan yang diusulkan,
dan menggunakan jenis instalasi dan peralatan yang sama seperti yang akan
digunakan untuk pekerjaan (serta sudah memperhitungkan waktu

17
pengangkutan dsb). Dalam kondisi beton segar, adukan beton harus memenuhi
syarat kelecakan (nilai Slump) yang telah ditentukan.

Pengujian kuat tekan beton umur 7 hari dari hasil campuran percobaan harus
mencapai kekuatan minimum 80 % dari nilai kuat tekan beton rata-rata yang
ditargetkan dalam rancangan campuran beton (mix design) umur 28 hari.

Bilamana hasil pengujian beton berumur 7 hari dari campuran percobaan


tidak menghasilkan kuat tekan beton yang disyaratkan, maka Kontraktor harus
melakukan penyesuaian campuran dan mencari penyebab ketidaksesuaian
tersebut, dengan meminta saran tenaga ahli yang kompeten di bidang beton untuk
kemudian melakukan percobaan campuran kembali sampai dihasilkan kuat tekan
beton di lapangan yang sesuai dengan persyaratan.

Bilamana percobaan campuran beton telah sesuai dan disetujui oleh


Konsultan Pengawas, maka Kontraktor boleh melakukan pekerjaan pencampuran
beton sesuai dengan Formula Campuran Kerja (Job Mix Formula / JMF) hasil
percobaan campuran.

2.10 Penetapan Rancangan Campuran Kerja (Job Mix)

Bilamana percobaan campuran beton telah sesuai dan disetujui oleh


Konsultan Pengawas, maka Kontraktor boleh melakukan pekerjaan
pencampuran beton sesuai dengan Rancangan Campuran Kerja (Job Mix
Formula / JMF) hasil percobaan campuran.

2.11 Dowel Bars

Dowel bars adalah merupakan sarana yang digunakan sebagai


penyambung/pengikat pada beberapa jenis sambungan pelat beton perkerasan
jalan (Rigid Pavement). Fungsi dari Dowel ini tiada lain merupakan penyalur
beban pada sambungan. Dan pemasangannya dilakukan dengan separuh-dari-

18
panjang-dowel-terikat, sementara separuh lainnya dilumasi, diberi plastik atau
dicat untuk memberikan kebebasan bergeser.

Gambar 2.5 Dowel

Kebebasan bergeser dari separuh panjang Dowel ini perlu diberikan,


mengingat beton memiliki kecenderungan untuk memuai dan menyusut karena
pengaruh perubahan temperatur. Pergerakan susut-muai itulah yang kemudian
diakomodir dengan batang dowel yang dibuat separuh fix dan separuh move. Jadi
fungsi transfer beban tetap ada, sembari memberi kesempatan beton perkerasan
untuk mengalami pergerakan akibat susut-muai tersebut

19
2.12 Plastik Cor

Plastik cor adalah plastik dengan bahan daur ulang LDPE, biasa dipakai
untuk lapisan cor pada setiap bangunan.

Gambar 2.6 Plastik Cor

Plastik Cor Memiliki Kegunaan Yang Penting Untuk Aplikasi Pelat Lantai
Di Atas Tanah/Slab On Ground. Plastik Cor Dapat Dibeli Di Toko Bangunan,
Upayakan Plastik Memiliki Ketebalan Yang Cukup, Sekitar 0.05 – 0.1mm Agar
Tidak Mudah Robek Bila Terinjak-Injak Pada Saat Memasang Tulangan Pelat
Ataupun Wiremesh Fungsi Plastik COR Adalah Untuk Menjaga Agar Permukaan
Dasar Beton Tidak Langsung Berhubungan Dengan Tanah Yang Memiliki
Kelembaban. Sehingga Kemungkinan Air/Uap Air Masuk Ke Dalam Pori-Pori
Beton Menjadi Lebih Kecil, Dan Tulangan Terhindar Dari Karat/Korosi. Korosi
Selain Merusak Tulangan Juga Akan Memberikan Warna Karat Pada Permukaan
Beton. Pada Pelat Beton Di Atas Tanah, Biasanya Tulangan Hanya Diletakkan
Di Bagian Atas Dengan Tebal Selimut Beton Atas Sekitar 30mm. Plastik Cor
Diletakkan Di Atas Permukaan Tanah Yang Telah Siap (Telah Dipadatkan) Dan
Lapisan Pasir 50mm (Atau Bisa Juga Beton B0/Lean Concrete/Beton Mutu
Rendah) Sebagai Dasar.

Fungsi Plastik Yang Kedua Adalah Melepaskan Gesekan Antara


Permukaan Bawah Pelat Beton Dengan Permukaan Tanah. Sehingga Pada Saat

20
Beton Mengalami Susut Tidak Tertahan, Dan Retak Dapat Terjadi Pada Daerah
Joint Yang Telah Direncanakan. Untuk Fungsi Ini, Plastik Akan Lebih Baik
Apabila Dipasang Double (2 Lembar) Sehingga Gesekan Yang Terjadi Akan
Lebih Sedikit.

2.13 Vibrator Beton

vibrator beton adalah salah satu peralatan yang digunakan saat pengecoran
dimana alat ini berfungsi untuk pemadatan beton yang dituangkan dalam
bekisting, dimana hal ini ditujukan untuk mengeluarkan kandungan udara
yang terjebak dalam air campuran beton sehingga dengan getaran yang
dihasilkan oleh vibrator maka beton akan mengeluarkan gelembung udara dari
beton sehingga beton yang dihasilkan akan mendapatkan kekuatan yang merata
dan juga untuk menghindari adanya keropos atau sarang labah pada beton.

Gambar 2.7 Alat Vibrator Beton

Beton vibrator terdiri dari tiga bagian utama :

1. Mesin sebagai alat penghasil getaran

2. Selang penghantar

3. Kepala Vibrator, terbuat dari silinder baja seukuran gagang


tongkat bisbol, alat yang direndam dalam beton

21
Saat ini tersedia berbagai macam vibrator beton dalm beberapa merek dan
jenis beton vibrator. Braket atau sistem penjepit dirancang agar sesuai dengan
merek utama dari bentuk beton. Vibrator beton tersedia dalam jenis daya hidrolik,
pneumatik atau listrik. Mesin vibrator mampu menghasilkan tiga jenis getaran
profil sinus sapuan, getaran acak, dan disintesis kejutan.

Ketika beton sudah dituangkan kedalam bekisting, mesin vibrator sudah


ditempatkan di dekat area tempat penuangan beton. Posisi harus dijaga supaya
selang vibrator tidak terlalu jauh dari area yang akan digetar. Saat beton sudah
dituang mesin vibrator sudah harus dihidupkan dan kemudian selang diarahkan
ke area beton basah, kemudian kepala atas vibrator didorong ke dalam beton.
Kepala Vibrator di getarkan pada satu area sekitar 10 detik. Posisi kepala vibrator
tidak boleh bersinggungan langsung dengan bekisting , dianjurkan jarak kepala
vibrator dari sisi bekisting sekitar 10 – 12 cm. Kepala vibrator harus bergetar
sepanjang daerah beton yang baru dituang dengan memindahkan kepala vibrator
sekitar 30 -40 cm dari titik sebelumnya yang sudah digetar. Pastikan seluruh area
harus di getar.

2.14 Bekisting

Acuan dan perancah atau bekisting adalah suatu konstruksi yang bersifat
sementara pada pelaksanaan pekerjaan beton yang berfungsi untuk membentuk
beton sesuai dengan ukuran dan tempat kedudukannya atau dapat juga disebut
suatu konstruksi yang merupakan cetakan.

Pada umumnya sebuah bekisting merupakan suatu konstruksi yang bersifat


sementara dengan mempunyai fungsi utama, yaitu :

1. Untuk memberikan bentuk kepada sebuah konstruksi beton.


2. Untuk memperoleh struktur permukaan yang diharapkan.
3. Untuk memikul beban hingga konstruksi tersebut cukup kuat untuk
memikul berat sendiri, peralatan dan tenaga kerja.

22
Dalam melaksanakan pekerjaan, konstruksi bekisting harus memenuhi
syarat-syarat berikut :

1. Kualitas
 Ukuran harus sesuai dengan yang diinginkan
 Posisi letak acuan dan perancah harus sesuai rencana
 Hasil akhir permukaan beton harus baik, tidak ada acuan yang bocor.
2. Keamanan
 Acuan dan perancah harus stabil pada posisinya
 Kokoh yang berarti acuan dan perancah harus kuat menahan beban
yang bekerja
 Acuan dan perancah harus kaku tidak bergerak dan bergeser dari
posisinya
3. Ekonomis
 Mudah dikerjakan dengan tidak banyak membutuhkan tenaga kerja
 Mudah dipasang atau dirangkai untuk menghemat waktu

Acuan dan perancah harus mudah dibongkar dengan tidak merusak


beton.

Dengan semakin pesatnya laju pembangunan di Indonesia, maka perhatian


atas rasionalisasi pembuatan beton pun turut meningkat pula. Hal ini terjadi pada
penggunaan bekisting.

Bekesting tradisional adalah suatu bekesting yang terdiri dari papan dan
kayu balok, dikerjakan ditempat oleh orang-orang yang ahli. Bekesting
traditional masih banyak dijumpai pada proyek-proyek yang relatif kecil dan
penggunaannya hanya terbatas pada beberapa kali pakai saja. Untuk bentuk-
bentuk yang rumit, akan membutuhkan bahan yang relatif banyak karena akan
banyak terjadi pemotongan yang dilakukan sehingga biaya investasi dapat
membengkak oleh karena banyaknya bagian-bagian yang hilang akibat
pemotongan.

23
Bekesting traditional adalah bekisting yang setiap kali setelah dilepas dan
dibongkar menjadi bagian-bagian dasar, dapat disusun kembali menjadi sebuah
bentuk lain. Selain itu bekesting cara traditional adalah bekisting yang bahan
dasarnya dapat digunakan kembali dalam bentuk lain.

Gambar 2.8 Pemasangan Bekisting

2.15 Lapisan Perkerasan Kaku

Lapisan – lapisan perkerasan kaku meliputi :

a. Lapisan Pelat Beton (Concrete Slab)


Lapisan pelat beton terbentuk dari campuran semen, air dan agregat.
Bahan – bahan yang digunakan untuk pekerjaan beton harus diuji terlebih
dahulu dan harus bersih dari bahan – bahan yang merugikan seperti
lumpur, minyak, bahan organik, dll.
b. Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course)
Lapisan pondasi bawah dapat berupa bahan berbutir agregat atau
bahan pengikat seperti semen dan kapur. Lapisan pondasi bawah tidak
dimaksudkan untuk ikut menahan beban lalu lintas, tetapi lebih berfungsi
sebagai lantai kerja.
Adapun fungsi dari lapisan pondasi bawah yaitu :
 Menyediakan lapisan yang seragam, stabil, dan permanen sebagai
lantai kerja (working platform).

24
 Mengurangi kemungkinan terjadinya retak – retak pada pelat beton.
 Menghindari terjadi pumping, yaitu keluarnya butiran – butiran
halus tanah bersama air pada daerah sambungan, retakan, atau pada
bagian pinggir perkerasan, akibat lendutan atau gerakan vertikal
pelat beton karena beban lalu lintas.

c. Tanah Dasar (Subgrade)


Persyaratan tanah dasar untuk perkerasan kaku sama dengan pada
perkerasan lentur, baik mengenai daya dukung, kepadatan, maupun
kerataanya. Daya dukung ditentukan dengan pengujian CBR, apabila
tanah dasar mempunyai CBR lebih dari 2%, maka harus dipasang lapisan
pondasi bawah.

Gambar 2.9 Struktur perkerasan jalan beton dan bagian-bagianya

2.16 Lapis Pondasi Agregat

Lapis pondasi agregat adalah lapis pondasi yang bahan utamanya


terdiri atas agregat atau batu atau granular material. Agregat adalah material
berbutir yang keras dan kompak dan yang dimaksud agregat mencangkup antara
lain batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir.

25
Disamping untuk lapis pondasi agregat mempunyai peranan yang sangat
penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini pada perkerasan
jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik
agregat yang digunakan.

Lapis pondasi agregat terdiri dari 3 (tiga) kelas yang berbeda yaitu kelas
Akelas B dan Kelas C. Lapis pondasi terdiri atas agregat kelas A atau kelas B,
sedangkan lapis pondasi bawah terdiri atas agregat kelas C.

2.17 Penghamparan Material Agregat Lapis Pondasi

Penghamparan material adalah suatu proses meratakan agregat lapis


pondasi setelah proses angkut menggunakan dump truk dari base camp.
Penghamparan material agregat tidak boleh di lakukan apabila cuaca tidak
mendukung seperti pada waktu hujan karena kadar air terlalu tinggi. Pemadatan
harus dilakukan hanya bila kadar air dari bahan berada dalam rentang 3 % di
bawah kadar air optimum sampai 1 % di atas kadar air optimum, dimana kadar
air optimum adalah seperti yang ditetapkan oleh kepadatan kering maksimum
(modified) yang ditentukan olehspesifikasi SNI. Alat untuk menghamparkan
material agregat lapis pondasi menggunakan Motor Grader. Setelah material
sudah rata sesuai elevasi dan ketebalan yang di tentukan proses selanjutnya yaitu
di padatkan menggunakan alat pemadat vibratory roller.

2.18 Pemadatan Material Agregat Lapis Pondasi

Pemadatan adalah suatu peristiwa bertambahnya berat volume kering oleh


beban dinamis, akibat beban dinamis butir-butir agregat seperti krikil dan pasir
merapat satu sama lain yang saling mengunci sebagai akibat berkurangnya
rongga udara. Tujuan pemadatan dapat tercapai dengan pemilihan bahan agregat,
cara pemadatan, pemilihan mesin pemadat, dan jumlah lintasan atau passing yang
sesuai. Pada pekerjaan pemadatan lapis pondasi agregat di pakai alat
pemadat vibratory baby roller merk Sakai dengan berat 10 ton. Yang perlu di
perhatikan dalam pekerjaan pemadatan yaitu penghamparan yang agak berlubang

26
atau kurang rata perlu di tambahkan agregat material secara manual agar
mendapat hasil yang padat dan merata.

Proses pekerjaan pemadatan di lapangan yang pertama kali setelah material


di hamparkan secara merata yaitu di padatkan dengan compactor setelah agak
merata kemudian di siram air secara merata dengan menggunakan water tank
dengan kapasitas 5000 liter. Setelah air merata di permukaan agregat yang sudah
di padatkan kemudian agregat lapis pondasi di padatkan lagi dengan vibratory
baby roller sampi merata dan padat. Fungsi penyiraman ini untuk pemadatan,
karena dengan adanya penyiraman air ini rongga-rongga antara agregat akan
terpadatkan dengan sendirinya dan saling mengunci sehingga tidak ada rongga
udara di dalamnya.

Gambar 2.10 Pemadatan Agrega

2.19 Penghamparan Beton

Beton harus dihampar dengan ketebalan sedemikian rupa sehingga


dihindari terjadinya pemindahan atau pengerjaan ulang. Truk mixer, truk
pengaduk, atau alat angkut lainnya harus dilengkapi dengan alat penumpah
beton agar tidak menimbulkan segregasi material. Beton harus diturunkan ke alat
penghampar dan dihamparkan secara mekanis sedemikian rupa untuk mencegah
segregasi. Penghamparan harus dilakukan secara kontinyu di antara sambungan
melintang tanpa sekatan sementara. Bila penghamparan perlu dilakukan dengan
tangan, harus memakai sekop. Pekerja tidak boleh menginjak hamparan beton

27
memakai sepatu yang kotor. Bila lajur yang dikerjakan bersambungan dengan
lajur perkerasan yang telah selesai lebih dahulu, dan peralatan mekanis harus
bekerja di atas lajur tersebut, kekuatan beton lajur itu harus sudah mencapai
sekurang-kurangnya 90 % dari kekuatan lentur beton 28 hari. Jika hanya
peralatan finishing yang melewati lajur existing, pekerjaan ini bisa dilakukan
setelah umur betonnya mencapai 3 hari. Beton harus dipadatkan secara merata,
pada tepi dan sepanjang acuan, dan pada kedua sisi setiap sambungan,
dengan menggunakan vibrator yang dibenamkan ke dalam beton.
Vibrator tidak boleh menyentuh langsung perlengkapan sambungan atau sisi
acuan. Vibrator tidak boleh digunakan lebih dari 5 detik pada setiap titik
penggetaran, dan masing-masing titik berjarak 25 – 30 cm.

Gambar 2.11 Penghamparan Beton

2.20 Penempatan Baja Tulangan

Beton harus dituangkan sedekat mungkin dengan sambungan kontraksi dan


sambungan ekspansi tanpa merusaknya, tetapi tidak dituangkan langsung dari
corong curah ke arah perlengkapan sambungan kecuali corong curah tersebut
telah ditempatkan sedemikian rupa sehingga penumpahan beton tidak menggeser
posisi sambungan. Setelah beton dituangkan, baja tulangan harus ditempatkan
sesuai dengan bentuk penampang melintang yang tercantum pada Gambar
Rencana. Bila beton dihamparkan dalam dua lapisan, lapisan bawah harus
dihampar sehingga anyaman kawat baja atau bar mat dapat diletakkan di

28
atas beton dengan tepat. Baja tulangan harus langsung diletakkan di atas
hamparan beton tersebut sebelum lapisan atasnya dituangkan. Lapisan bawah
beton yang sudah dituangkan lebih dari 30 menit tanpa diikuti penghamparan
lapisan atas harus dibongkar dan diganti dengan beton baru atas biaya Kontraktor.

Bila perkerasan beton dibuat langsung dalam satu lapisan, baja tulangan
harus diletakkan sebelum beton dihamparkan, atau ditempatkan pada kedalaman
sesuai ketentuan Gambar Rencana pada beton yang masih lembek.

Pada sambungan antara anyaman kawat baja, kawat pertama dari anyaman
itu harus terletak diatas anyaman yang sebelumnya, dengan bagian yang
tumpang- tindih (overlap) tidak kurang dari 450 mm. Baja tulangan harus bersih
dari kotoran, minyak, cat, lemak, dan karat yang akan mengganggu kelekatan
baja dengan beton.

2.21 Finishing

a. Finishing dengan Mesin


Begitu dituangkan, beton harus segera disebarkan,
dipadatkan dan diratakan dengan mesin finishing. Mesin harus melintasi
setiap bagian permukaan jalan beberapa kali dengan interval yang
semestinya untuk menciptakan kepadatan yang memadai dan permukaan
yang rata. Bagian atas acuan harus tetap bersih dan gerakan mesin di
atas acuan jangan sampai bergetar atau goyah sehingga mengganggu
kecermatan pekerjaan finishing. Pada lintasan pertama mesin finishing,
beton di depan screed harus dibuat rata pada keseluruhan jalur yang
dikerjakan.
b. Finishing dengan Tangan
Bila luas perkerasan beton relatif kecil atau bentuknya tidak
beraturan, atau bila tempat kerja sangat terbatas untuk dilaksanakan
dengan metode seperti yang ditentukan dalam butir 1) di atas, beton

29
harus dihampar dan diratakan dengan tangan tanpa segregasi atau
pemadatan awal.
Beton yang akan dipadatkan dengan balok vibrator, harus ditekan
sampai level tertentu sehingga setelah kandungan udara dibuang melalui
pemadatan, permukaannya akan lebih tinggi dari pada acuan samping.
Beton harus dipadatkan dengan balok pemadat dari baja atau dari kayu
keras beralas baja dengan lebar tidak kurang dari 75 mm, tinggi tidak
kurang dari 225 mm, dan daya penggerakannya tidak kurang dari 250
watt per meter lebar perkerasan beton. Balok diangkat dan digerakkan
maju sedikit demi sedikit dengan jarak tidak lebih dari lebar balok. Juga
bisa dipakai pemadat vibrasi berbalok ganda dengan daya yang sama.
Bila ketebalan beton melebihi 200 mm , atau bila diperintahkan oleh
Konsultan Pengawas, untuk menyempurnakan pemadatan dapat
dilakukan vibrasi internal tambahan pada seluruh lebar perkerasan.
Setelah setiap 1,5 m panjang perkerasan beton dipadatkan, balok
vibrasi harus mengulang lagi dengan perlahan-lahan pada permukaan
yang sudah dipadatkan itu untuk menghaluskan permukaan.
Permukaan jalan harus diukur kerataannya dengan paling
sedikit 2 kali lintasan mal datar yang digeserkan, dengan panjang tidak
kurang dari 1,8 m. Bila permukaan lapisan rusak karena mal-datar
(straight-edge), karena permukaan tidak rata, balok vibrasi harus
digunakan lagi, lalu diikuti dengan mal-datar lagi.
Bila penghamparan perkerasan beton harus dilakukan dengan dua
lapisan, lapisan pertama harus dihamparkan, dan dipadatkan sampai level
tertentu sehingga baja tulangan setelah terpasang mempunyai tebal
pelindung yang cukup. Segera setelah itu lapisan atas beton dituangkan
dan difinishing.

30
2.22 Perawatan Beton (Curing)

Permukaan beton yang terbuka harus segera dilapisi perawat (curing


compound) setelah di-finishing, dengan menyemprotkan bahan perawat berupa
cairan bahan kimia pada permukaan menggunakan penyemprot atau alat lain
yang disetujui dengan banyaknya pemakaian 0,22 - 0,27 lt/m2 untuk
penyemprotan mekanis, atau 0.27 - 0.36 lt/m2 untuk penyemprotan manual.
Bahan ini tak boleh masuk ke alur pada alur-alur sambungan.

Cara perawatan lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan menutup


seluruh permukaan beton dengan burlap atau karung goni yang selalu dibasahi
dengan air yang berlangsung selama paling sedikit 7 hari. Bila gagal
menyediakan bahan penutup dan air yang cukup untuk perawatan yang memadai
dan memenuhi persyaratan lainnya dengan semestinya, maka pekerjaan beton
harus dihentikan.

Perawatan untuk permukaan harus dilakukan dengan salah satu metoda


berikut :

 Dilapisi penutup sampai lapisan perkerasan berikutnya dihamparkan


dengan lembaran plastik kedap air, dijaga agar tidak lepas dari
permukaan, dan dengan sambungan yang saling menindih (overlap)
sekurang-kurangnya 300 mm dan dijaga sedemikian rupa untuk
mencegah penguapan.
 Seluruh permukaan disemprot merata dengan bahan white pigmented
curing compound.
 Seluruh permukaan disemprot air secara kontinyu, dan kondisi
kelembaban dijaga agar tetap selama masa perawatan.

31
2.23 Macam – Macam Jenis Beton

Beton dibedakan dalam dua kelompok besar, yaitu :

1. Beton Keras
Sifat-sifat beton keras yang penting adalah kekuatan karakteristik,
kekuatan tekan, tegangan dan regangan, susut dan rangkak, reaksi
terhadap temperatur, keawetan dan kekedapan terhadap air . Dari semua
sifat tersebut yang terpenting adalah kekuatan tekan beton karena
merupakan gambaran dari mutu beton yang ada kaitannya dengan
struktur beton.
2. Beton Segar
Beton segar adalah campuran beton yang telah selesai diaduk sampai
beberapa saat, karakteristiknya tidak berubah (masih plastis dan belum
terjadi pengikatan) (SNI 03-3976-1995). Ada beberapa hal penting yang
harus dipenuhi ketika membuat beton segar antara lain yaitu :
a. Sifat-sifat penting yang harus dimiliki beton segar dalam jangka
waktu yang lama , seperti kekuatan, keawetan, dan kestabilan volume.
b. Sifat-sifat yang harus dipenuhi dalam jangka waktu pendek ketika
beton dalam kondisi plastis (workability) atau kemudahan pengerjaan
tanpa adanya bleeding dan segregation.

2.24 Core drill

Core drill adalah suatu metoda pengambilan sampel beton pada suatu
struktur bangunan. Sampel yang diambil (bentuk silinder) selanjutnya dibawa ke
laboratorium untuk dilakukan pengujian seperti Kuat tekan. Pengambilan contoh
dilakukan dengan alat bor yang mata bornya berupa “pipa” dari intan, sehingga
diperoleh contoh beton berupa silinder.

32
Contoh alat pengambilan sample beton dengan metode core

drill tersebut yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.12 Alat Core Drill

33

Anda mungkin juga menyukai