Anda di halaman 1dari 34

KARYA ILMIAH

“JEMBATAN BETON PRATEGANG”


Diajukan sebagai tugas mata kuliah Bahasa Indonesia
Dosen : Mahmud Suhermanto, S.Pd, M.Pd

Disusun Oleh:

Nama : Didik Faisal Anam


Nim : 41119210042
Fakultas Teknik Sipil 19B

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS MERCU BUANA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas karya ilmiah yang berjudul “Jembatan
Beton Prategang” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Mahmud Suhermanto, S.Pd, M.Pd pada mata kuliah Bahasa Indonesia. Selain itu,
karya ilmiah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang jembatan bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mahmud Suhermanto, S.Pd, M.Pd


selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Saya menyadari, karya ilmiah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan karya ilmiah ini.

Bekasi ,21 November 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI..................................................................................................................3
2.1 Jembatan....................................................................................................................................3
2.2 Beton Prategang........................................................................................................................3
2.3 Standar Pembebanan Jembatan.................................................................................................9
2.4 Analisa Tegangan Jembatan....................................................................................................15
2.5 Pengujian Jembatan.................................................................................................................18
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................................................21
3.1 Perencanaan Balok Prategang Untuk Jembatan......................................................................21
BAB IV PENUTUP...............................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................32

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jembatan merupakan suatu struktur yang digunakan sebagai media


penghubung antar daerah yang terpisahkan oleh rintangan. Kehadiran jembatan sangat
dibutuhkan guna mempelancar kegiatan sehari-hari. Seiring dengan perkembangan
zaman, jembatan telah membentuk suatu bagian dalam kehidupan masyarakat pada
saat sekarang, yaitu sebagai media penghubung antar daerah, sarana komunikasi untuk
perdagangan, sarana transportasi dan sarana pertukaran sosial budaya. Oleh karena itu,
jembatan yang dibuat harus memenuhi syarat kekakuan, lendutan, dan ketahanan
terhadap beban yang bekerja. Beragam material menjadi pertimbangan dalam
pembuatan jembatan. Material yang umum digunakan dalam pembuatan jembatan
bentang panjang biasanya adalah baja dan beton. Namun dalam pemilihan material ada
beberapa aspek yang perlu ditinjau yaitu keamanan, harga, waktu pelaksanaan, dan
fleksibilitas desain.

Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam
kondisi tarik. Kuat tarik beton bervariasi mulai dari 9% – 15% dari kuat tekannya.
Akibat rendahnya kapasitas tarik tersebut, maka retakan lentur terjadi pada taraf
pembebanan yang masih rendah. Oleh karena itu dibutuhkan beton yang dapat
menahan gaya tarik yang lebih besar dan dari dimensi penampang lebih kecil sehingga
pembuatannya tidak membutuhkan material yang banyak. Salah satu beton yang
digunakan dalam pembuatan jembatan adalah beton prategang. Beton prategang
adalah beton bertulang yang diberikan gaya pada arah longitudinal elemen struktural.
Gaya prategang dapat mencegah berkembangnya retak dengan cara sangat mengurangi
tegangan tarik di bagian tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban kerja, sehingga
dapat meningkatkan kapasitas lentur, geser, dan torsional penampang tersebut.

Menurut Andri Budiadi (2008), Desain Praktis Beton Prategang, beton


prategang memiliki 6 keuntungan yaitu:

1. Dapat memikul beban lentur yang lebih besar dari beton bertulang.
2. Dapat dipakai pada bentang yang lebih panjang dengan mengatur defleksi.
3. Ketahanan geser dan puntirnya bertambah dengan adanya penegangan.

1
4. Dapat dipakai pada rekayasa konstruksi tertentu, misalnya pada konstruksi

jembatan segmen.
5. Berbagai kelebihan lain pada penggunaan struktur khusus, seperti struktur pelat

dan cangkang, struktur tangki, struktur pracetak, dan lain-lain.


6. Pada penampang yang diberikan penegangan, tegangan tarik dapat di eliminasi

karena besarnya gaya tekan disesuaikan dengan beban yang akan diterima.
Maka dari itu pada makalah ini akan dibahas terkaitan jembatan yang berbahan
beton prategang.
1.2 Rumusan Masalah

Hal-hal yang akan dibahas ada makalah ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud “Jembatan Beton Prategang” dan bagaimana aplikasinya pada
kehidupan nyata?
2. Bagaimana analisis perhitungan perencanaan Jembatan Beton Prategang?
3. Bagaimana metode konstruksi dari Jembatan Beton Prategang?

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apa itu “Jembatan Beton Prategang” dan aplikasinya pada
kehidupan
2. Untuk mengetahui langkah analisis perencanaan Jembatan beton Prategang
3. Untuk mengetahui metode konstruksi dari Jembatan Beton Prategang

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Jembatan
Jembatan merupakan komponen infrastruktur yang sangat penting karena
berfungsi sebagai penghubung dua tempat yang terpisah akibat beberapa kondisi.
Komponen-komponen yang membentuk jembatan diantaranya adalah sebagai
berikut :

Gambar 2.1 Komponen – Komponen Jembatan

- Girder atau gelagar merupakan balok yang membentang secara memanjang


maupun melintang yang berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban
yang bekerja dari atas jembatan dan meneruskannya ke bagian struktur bawah
jembatan.
- Abutment atau lebih dikenal dengan perletakan jembatan berfungsi sebagai
pendukung struktur jembatan sekaligus penerima beban dari gelagar dan
meneruskannya ke tanah dasar.
- Railing atau tiang sandaran pada jembatan berfungsi sebagai pembatas dan
keperluan keamanan untuk pengguna jembatan.
- Plat lantai jembatan merupakan bagian dari struktur atas jembatan dimana
merupakan tempat kendaraan untuk lewat. Secara fungsi, plat lantai jembatan
merupakan struktur pertama yang menerima beban dan meneruskannya ke
gelagar utama.

2.2 Beton Prategang


Beton prategang merupakan beton bertulang yang telah diberikan tegangan
3
tekan dalam untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam beton akibat beban

4
kerja (Manual Perencanaan Beton prategang Untuk Jembatan Dirjen Bina Marga,
2011).
Jembatan beton prategang atau yang dikenal dengan PSC Bridge merupakan
salah satu jenis jembatan dengan material konstruksi beton prategang atau beton
yang berisi kabel baja dengan tujuan untuk memberikan tegangan awal berupa
tegangan tarik terhadap beton akibat sifat beton yang tidak mampu menahan gaya
tarik. Dalam hal ini, beton prategang sebagai solusi untuk mengatasi besarnya
tegangan tarik yang timbul pada struktur beton khususnya pada struktur dengan
bentang yang besar. Material yang digunakan untuk sistem ini adalah material beton
dan sistem kabel. Sistem kabel terdiri dari kabel (wire, strand, bar), selongsong dan
angkur (angkur hidup, angkur mati).
Dalam perkembangannya ada tiga (3) konsep beton prategang yang
menjelaskan bagaimana suatu sistem prategang membantu menahan gaya luar,
yaitu:

a. . Sistem prategang yang bisa menjadikan beton sebagai bahan elastis yang
bisa menahan tegangan tarik akibat dari beban luar. Konsep ini diperkenalkan
oleh Eugene Freyssinet, dimana menurut teorinya beton yang telah diberikan
tegangan awal terlebih dahulu dapat bertransformasi menjadi bahan yang
elastis. Kondisi ini menunjukan bahwa tegangan tarik pada beton tidak ada.
Pada kondisi ini pun, beton akan mengalami dua (2) kondisi yaitu :

 Gaya prategang berada pada garis penampang atau dikenal dengan


kondisi dimana c.g.c dan c.g.c saling berhimpit. Kondisi seperti ini
disebut gaya prategang kosentris.

Gambar 2.2 Gaya Prategang Kosentris

5
 Kondisi lainnya adalah gaya prategang tidak berada atau tidak bekerja
pada garis penampang sehingga dapat disimpulkan bahwa c.g.c dan
c.g.s tidak berhimpit. Kondisi ini dikenal dengan gaya prategang
eksentris.

Gambar 2.3 Gaya Prategang Eksentris


Adapun besarnya tegangan yang diperhitungankan dalam kondisi ini adalah sebagai
berikut:
 Serat Atas

 Serat Bawah

b. Sistem prategang yang merupakan kombinasi baja mutu tinggi dengan beton
mutu tinggi. Konsep ini merupakan kombinasi dua material yang
menggambarkan bahwa beton merupakan material yang menahan gaya tekan
dan baja merupakan material yang menahan gaya tarik. Kedua gaya tersebut
membentuk kopel gaya yang berfungsi untuk menahan gaya eksternal.

6
Gambar 2.4 Kombinasi Baja Mutu Tinggi dan Beton Mutu Tinggi

c. Sistem prategang untuk mencapai keseimbangan beban atau yang dikenal


dengan metode Load Balancing. Dalam konsep ini dijelaskan bahwa gaya
prategang berperan untuk menyeimbangkan gaya luar. Konsep ini diperkenalkan
pertama kalinya oleh T.Y.Lin yang menganggap bahwa beton sebagai benda
bebas dimana tendon dan gaya prategang berfungsi untuk melawan beban yang
bekerja.
Beban merata akibat gaya prategang pada kondisi ini dinyatakan dalam :
8 Pa
Wb = l
2

Dimana:
Wb : beban merata akibat gaya prategang

Berdasarkan konsepnya, beton diberikan gaya prategang berbentuk tendon atau


kabel baja. Pemberian gaya prategang pada beton terdiri dari dua (2) cara, yaitu:

 Pra Tarik (Pre-Tension)


Prinsip kerja metode ini adalah kabel baja diregangkan terlebih dahulu
sebelum beton dicetak. Awalnya tendon prategang ditarik kemudian dilakukan
pengangkuran pada abutment. Setelah tendon terpasang, maka beton dapat
dicetak. Setelah itu, tendon dapat dipotong sehingga gaya prategang dapat
ditransfer ke beton. Pada kondisi ini, kuat tekan beton harus sesuai dengan yang
disyaratkan. Konsep ini digambarkan sebagai berikut :

7
Gambar 2.5 Konsep Pra Tarik

 Pasca Tarik (Post- Tension)

Prinsip kerja metode ini adalah beton dicetak terlebih dahulu, kemudian
setelah beton kering kabel ditarik. Awalnya beton dicetak mengelilingi
selongsong atau selubung tendon dimana kabel prategang berada didalam
selongsong selama pengecoran kemudian setalah beton mengeras diberi gaya
prategang dengan cara mengangkur kabel prategang ke abutment. Pada saat itu
gaya prategang ditransfer ke beton sehingga beton akan tertekan. Konsep ini
digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.6 Konsep Pasca Tarik

8
Adapun batas – batas tegangan ijin sistem prategang berdasarkan SNI– T –12-2004

tentang Perencanaan Struktur Jembatan Beton adalah sebagai berikut :

a. Pada kondisi transfer yaitu kondisi dimana belum terjadi kehilangan gaya

prategang, tegangan yang diijinkan.

b. Pada kondisi beban layan yaitu kondisi dimana telah terjadi kehilangan gaya

pratekan, tegangan yang diijinkan adalah sebagai berikut :

2.3 Standar Pembebanan Jembatan

Faktor beban merupakan hal terpenting dalam perencanaan jembatan.


Diperlukan standar khusus untuk perencanaan pembebanan yang nantinya menjadi
dasar dan patokan perencanaan pembebanan. Di Indonesia, standar perencanaan
pembebanan untuk jembatan mengacu pada Bridge Management System tahun 1992
tentang Panduan Perencanaan Jembatan dan SNI-T-02-2005 tentang Standar
Pembebanan Untuk Jembatan.

Berdasarkan SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan, beban


pada jembatan terbagi atas :
a. Aksi Tetap

Aksi tetap pada jembatan dipengaruhi oleh berat sendiri elemen – elemen

struktural jembatan, beban mati tambahan berupa utilitas, dan pengaruh dari

penyusutan dan rangkak. Adapun faktor beban untuk berat sendiri adalah sebagai

berikut :

9
Tabel 2.1 Faktor Beban untuk Berat Sendiri
Faktor Beban
Jangka KU;MS
Waktu KS;MS Bias
a Terkurangi
1.
Baja,aluminium 0 1.1 0.9
1.
Beton Pracetak 0 1.2 0.85
Tetap 1.
Beton Cor tempat 0 1.3 0.75
1.
Kayu 0 1.4 0.7

(Sumber: SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan)

Berdasarkan SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan bagian 3

tentang Istilah dan Definisi dan bagian 5 tentang Aksi dan Beban Tetap, maka tabel

diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :

 Jangka waktu tetap adalah kondisi dimana beban bekerja sepanjang waktu dan

beban tersebut bersumber dari beban tetap yang berada di sekitar jembatan.

 Faktor beban biasa adalah faktor beban yang digunakan apabila pengaruh dari

aksi rencana untuk mengurangi keamanan.

 Faktor beban terkurangi adalah faktor beban yang digunakan apabila pengaruh

dari aksi rencana untuk menambah keamanan.

 Faktor beban terkurangi biasanya digunakan untuk mengatasi apabila

kerapatan masa struktur sangat besar. Secara batas kerapatan masa yang besar

akan sangat aman untuk struktur tetapi tidak untuk kondisi lainnya sehingga

harus digunakan faktor beban terkurangi.

 Sebaliknya, apabila kerapatan masa kecil maka dapat digunakan faktor beban

biasa dimana keadaan ini merupakan keadaan paling kritis dari kondisi

struktur.

10
Tabel 2.2 Berat Isi untuk Beban Mati

Berat / Satuan Isi Kerapatan Masa


No Bahan
(kN/m3) (kg/m3)
1 Campuran aluminium 26.7 2720
2 Lapisan permukaan beraspal 22.0 2240
3 Besi tuang 71.0 7200
4 Timbunan tanah dipadatkan 17.2 1760
5 Kerikil dipadatkan 18.8 – 22.7 1920-2320
6 Aspal beton 22.0 2240
7 Beton ringan 12.25 – 19.6 1250-2000
8 Beton 22.0-25.0 2240-2560
9 Beton prategang 25.0-26.0 2560-2640
10 Beton bertulang 23.5-25.5 2400-2600
11 Timbal 111 11400
12 Lempung lepas 12.5 1280
13 Batu pasangan 23.5 2400
14 Neoprin 11.3 1150
15 Pasir kering 15.7 – 17.2 1600 – 1760
16 Pasir basah 18.0 – 18.8 1840 – 1920
17 Lumpur lunak 17.2 1760
18 Baja 77.0 7850
19 Kayu (ringan) 7.8 800
20 Kayu (keras) 11.0 1120
21 Air murni 9.8 1000
22 Air garam 10.0 1025
23 Besi tempa 75.5 7680
(Sumber: SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan)

b. Beban Lalu Lintas

Beban lalu lintas pada sistim pembebanan jembatan terdiri atas beban lajur "D"
dan beban truk "T". Beban lajur bekerja pada seluruh lebar jembatan sedangkan
beban truk ditempatkan pada lajur lalu lintas rencana yang ada dilapangan.

 Beban Lajur "D"

Beban lajur merupakan gabungan dari beban merata dan beban garis yang

bekerja pada jembatan. Adapun gambaran beban yang bekerja seperti pada

gambar berikut.

11
Gambar 2.7 Beban Lajur "D"

 Beban Truk "T"

Beban truk merupakan kendaraan berat yang ditempatkan di lajur lalu

lintas rencana. Di setiap satu lajur lalu lintas hanya bisa ditempatkan satu

buah truk.

Beban truk yang digunakan tidak melebihi beban yang distandarkan.

Beban truk yang digunakan memiliki berat sebesar 27 ton.

Adapun jumlah lajur lalu lintas rencana adalah sebagai berikut :

Tabel 2.3 Jumlah Lajur Lalu L intas Rencana

Jenis Jembatan Lebar Jalan Kendaraan Jumlah Lajur Lalu


J embatan (m) Lintas Rencana
Lajur tunggal 4.0– 5.0 1
Dua arah, tanpa 5.5 –8.25 2
median 11.25– 15.0 4
10.0– 12.9 3
Jalan kendaraan 11.25– 15.0 4
majemuk 15.1 –18.75 5
18.8– 22.5 6
(Sumber: SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan)

Berdasarkan SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan,

susunan dan berat as dari truk yang digunakan untuk pembebanan jembatan

seperti gambar berikut.

12
Gambar 2.8 Pembebanan Truk (SNI-T-02-2005)

Pada kasus tertentu, seperti truk yang digunakan untuk pembebanan hanya

terdapat 2 as saja maka berat yang di distribusikan oleh truk disesuaikan dengan

berat aktual dari truk tersebut. Berdasarkan prinsipnya, distribusi beban truk ini

bertujuan untuk memperoleh momen dan geser pada gelagar jembatan. Faktor

beban dinamik untuk beban tru k adalah 30%.

Pada pembebanan truk momen lentur ijin rencana akibat beban truk dapat

digunakan untuk pelat yang membentangi gelagar atau balok dalam arah

melintang dengan panjang bentang antara 0.6 m dan 7.4 m. Benteng efektif yang

digunakan adalah sebagai berikut :

 Pelat lantai yang bersatu dengan balok atau dinding tanpa dilakukan

peninggian, bentang efektif sama dengan bentang bersih.

 Pelat lantai yang didukung pada gelagar dari bahan yang berbeda atau

tidak dicor bersama, bentang efektif merupakan penjumlahan dari bentang

bersih dan setengah lebar dudukan tumpuan.

c. Aksi Lingkungan

Faktor lingkungan yang mempengaruhi sistim pembebanan

jembatan adalah suhu dari struktur jembatan, drainase atau aliran

air, beban angin, beban gempa dan tekanan tanah. Faktor – faktor

diatas mempengaruhi pembebanan suatu jembatan tetapi untuk

penelitian ini tidak memperhitungkan akibat beban dari lingkungan.


13
d. Aksi Lainnya

Beban – beban yang termasuk dalam aksi lainnya adalah akibat gesekan

pada tumpuan dan akibat getaran yang terjadi pada jembatan. Faktor –

faktor ini juga diperhitungkan di lapangan. Dari beberapa faktor

pembebanan yang telah dijelaskan diatas, penelitian ini hanya

mempertimbangkan beban akibat beban lalu lintas secara spesifik yaitu

beban truk "T". Ini dikarenakan pengujian pembebanan yang dilakukan

dilapangan hanya memperhitungkan akibat beban hidup.

2.4 Analisa Tegangan Jembatan

Berdasarkan SNI 03 – 2874 – 2002 tegangan yang terjadi pada suatu konstruksi
jembatan perlu ditinjau dari 2 (dua) kondisi, yaitu :

 Pada kondisi transfer


 Pada kondisi layan

Adapun contoh tahapan perhitungan tegangan pada gelagar jembatan adalah


sebagai berikut :
a. Dimensi penampang balok prategang harus jelas dan pasti.

Gambar 2.9 Dimensi Penampang Gambar 2.10 Dimensi Pen ampang


Komposit
(M.Noer Ilham, 2008) (M.Noer Ilham, 2008 ))

14
b. Gaya prategang / prategang dinyatakan dengan P dalam satuan Newton (N)

c. Hitunglah luas penampang beton prategang dinyatakan dengan symbol

A dalam satuan mm2. Luas penampang mempengaruhi penentuan titik berat setiap
segmen.
d. Momen inersia penampang dihitung berdasarkan bentuk penampang. Untuk

penampang berbentuk :

 Balok = 1/12 bh3

Gambar 2.11 Momen Inersia Balok

Dimana :

b : lebar balok
h : tinggi balok

 Segitiga = 1/36 bh3

Gambar 2.12 M omen Inersia Penampang Segitiga

Dimana :

b : lebar balok
h : tinggi balok

 Lingkaran = 1/64 Л D4

Gambar 2.13 Momen Inersia Penampang Lingkaran

Dimana :

D : diameter lingkaran

e. Momen yang bekerja pada beton ditinjau dari masing – masing bagian
15
penampang.

f. Perhitungan tegangan harus memperhatikan tegangan ijin tekan dan tegangan ijin

tarik pada beton yang telah disyaratkan. Setelah itu, perhitungan tegangan
mengacu pada sistem prategang yang digunakan dan memperhitungkan
tegangan pada serata atas dan serata bawah seperti yang dijelaskan sebelumnya
pada bagian jembatan sistem prategang. Tegangan pada gelagar jembatan
dinyatakan dalam σ dengan satuan N/mm2 atau MPa. Adapun rumus dari
tegangan yang digunakan adalah sebagai berikut :

σ = M/w
Dimana :
M = Momen yang diakibatkan oleh beban (Nmm)
w = Tahanan momen (mm3)

2.5 Pengujian Jembatan

Pengujian jembatan memiliki tujuan untuk menentukan kapasitas atau


kemampuan dari suatu jembatan dalam menerima beban. Pada pelaksanaannya,
ada 3 (tiga) jenis pengujian jembatan yang sering digunakan di lapangan yaitu :

a. Uji Beban Statik

Pengujian beban statik umumnya dilakukan dengan cara menempatkan

beban – beban di atas jembatan. Pada kondisi ini beban tidak bergerak.

Beban yang digunakan adalah beban truk. Pengujian ini biasanya

dilakukan untuk mengetahui kapasitas jembatan untuk menahan beban

yang diterima. Besarnya beban yang diberikan dilakukan secara

bertahap. Proses pemberian beban disebut dengan tahap loading

sedangkan proses dimana beban dikurangi disebut tahap unloading.

Pengujian ini menggunakan alat uji yaitu sensor.

b. Uji Beban Dinamik

Pengujian beban dinamik jembatan dilakukan dengan cara melewatkan

beban dalam hal ini kendaraan dari satu sisi ke sisi lain dari jembatan.

16
Sama halnya dengan uji statik, uji dinamik jembatan juga dibantu

dengan alat uji atau sensor untuk mendapatkan hasil pengujian. Biasanya

pengujian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya getaran yang terjadi

pada jembatan.

c. Uji Beban dengan Metode Terintegrasi

Pengujian beban jembatan dengan metode terintegrasi sudah banyak

dilakukan. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan model yang

sesuai atau dengan kata lain pengujian ini bertujuan untuk mengkalibrasi

model. Model yang dimaksud adalah jembatan dimana pemodelan

dalam metode ini dibantu oleh program. Metode ini sendiri merupakan

gabungan dari pengujian yang dilakukan dilapangan dengan pemodelan

yang dilakukan pada program.

Pada penelitian ini, pengujian yang dilakukan adalah pengujian dengan

metode terintegrasi. Dalam pelaksanaa nnya penelitian ini

membandingkan hasil yang berdasarkan pengujian di lapangan dan

pemodelan pada program. Beban yang digunakan adalah beban hidup

yang berasal dari beban lalu lintas yaitu beban truk dengan berat 27 ton.

Pengujian dilakukan hanya untuk mendapatkan nilai tegangan. Untuk

mendapatkan nilai tegangan, digunakan alat uji berupa sensor tegangan

yang diletakan pada bagian bawah dari gelagar jembatan. Alat yang

digunakan sebagai sensor tegangan adalah BDI Stra in Transducer

seperti tampak pada gambar dibawah ini.

17
Gambar 2.14 BDI Stra in Transducers (Campbell Scientific Inc, 2008)

18
BAB III

PEMBAHASAN

Pada dasarnya, perhitungan jembatan prategang sama dengan perhitungan


jembatan pada umumnya. Yang membedakan adalah pada jembatan ini terdapat
perhitungan untuk beton prategang sendiri apakah mampu menahan momoen
yang terjadi pada jembatan. Jika sudah mampu, perhitungan dilanjutkan pada
analisis gelargar pada jembatan.

3.1 Perencanaan Balok Prategang Untuk Jembatan

Suatu jembatan beton komposit, balok induk (main beam) dan balok
melintang (diafragma) beton pratekan precast sedangkan plat lantai jembatan
tebal 25 cm dari beton bertulang dicor setempat. Sketsa potongan memanjang dan
melintang seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.1 Sketsa Potongan Memanjang

19
Gambar 3.2 Sketsa Potongan Melintang

Pelat lantai kendaraan : Mutu K 250 tebal 25 cm dicor setempat


Tebal lapisan asphalt rata-rata 10 cm.
Diafragma : Beton pracetak ( precast ) K 400 ukuran 300 x 700 mm
Jarak antara diafragma L = 4.500 mm
Balok Induk : Beton prategang pracetak ( precast ) post tension, mutu K 500
Jarak antara balok induk B = 1.750 mm

 Rencanakan dimensi balok induk tengah (h, a, b, t, ha, hb, dan seterusnya).
 Luas baja prategang (AP) dan posisinya untuk ditengah-tengah bentangan
jembatan dengan persyaratan tidak diperbolehkan terjadi tegangan tarik
pada penampang baik pada saat stressing maupun pada saat layan
(jembatan sudah berfungsi).
 Untuk perencanaan ini kehilangan gaya prategang total diperkirakan 20%.

Referensi : Untuk baja prategang dapat dipergunakan tabel-tabel dibawah ini :


Tabel 3.1 Tipikal Baja Prategang

20
Tabel 3.2 Baja Prategang Grade 250 dan Grade 750

Penyelesaian :
Dicoba balok dengan spesifikasi berikut :

Perhitungan Properti Balok :

21
Luas A = 20 x 70 = 1440 cm2
Luas B = 2 x ½ x 10 x 25 = 250 cm2
Luas C = 20 x 65 = 1300 cm2
Luas D = 2 x ½ x 10 x 15 = 150 cm2
Luas E = 35 x 50 = 1750 cm2
Luas Total (A Balok) = 4850 cm2

Statis momen terhadap sisi bawah balok :

Sehingga,
yb = 302291,67 / 4850
= 62,33 cm
yt = 120 – 62,33
= 57,67 cm

22
Momen Inersia balok terhadap c.g.c :

Perhitungan Properti Balok Komposit :


Lebar pelat efektif : BE ≤ ¼L = ¼ x 2330 = 582,5 cm
BE ≤ B = 175 cm (dipilih)
BE ≤ 16t + bf = 16 x 20 + 70 = 470 cm
Nb: Untuk lebar pelat efektif dipilih yang paling kecil

Lebar pelat transformasi : BTR = n x BE = 0,707 x 1750 = 123,744 ≈ 124 cm

23
Statis momen terhadap sisi bawah balok :

(Apelat + Abalok) x yb’ = Apelat x 132,5 + Abalok x yb


(3100 + 4850) x yb’ = (3100 x 132,5) + (4850 x 62,33)
yb’ = 89,69 cm
yt’ = (120 + 25) – 89,69
= 55,31 cm

Berat sendiri balok precast : g = 0,485 x 1 x 2500 = 1212,5 kg/m


Momen ditengah bentang akibat balok =

Berat pelat lantai : gpl = 0,25 x 1,75 x 1 x 2400 = 1050 kg/m


Momen ditengah bentang akibat pelat =

Berat asphalt : gas = 0,1 x 1,75 x 1 x 2240 = 392 kg/m


Momen ditengah bentang akibat asphalt =

24
Tegangan tekan yang diijinkan pada saat layan, sesuai SNI 03-2874-2002
Fc = 0,60 x fc’ = 0,60 x 415 = 249 kg/cm2

Persyaratan tidak diijinkan adanya tegangan tarik disisi bawah balok, jadi :

fb1 + fb2 + fb3 + fb4 + fb5 = 0

PE = 250729,333 kg

Kontrol tegangan disisi atas balok :

fbalok = fa1 + fa2 + fa3 + fa4 + fa5

fbalok = -91,418 kg/cm2 (Tekan)

Jadi tegangan tekan disisi atas balok : fbalok = 91,418 kg/cm2 ≤ Fc = 249
kg/cm2 OK

Tegangan tekan yang diijinkan pada pelat : Fcpelat = 0,6 x 207,5 = 124,5 kg/cm2
25
Tegangan tekan pada pelat : fpelat =

Jadi tegangan tekan pada pelat : fpelat = 8,518 kg/cm2 ≤ Fcplat = 124,5 kg/cm2 OK

Kehilangan gaya prategang 20%, jadi :

Pi = 1,20 x PE = 1,20 x 250729,333 = 300875,199 kg

fpy = 0,85 x fpu = 0,85 x 1725 = 146,25 MPa = 14662,50 kg/cm2

Ap = Pi / fpy = 300875,199 / 14662,50 = 20,52 cm2

Kontrol Tegangan pada Saat Prategangan :

Tegangan pada sisi bawah balok :

26
fcb = -98,055 (Tekan)
Jadi tegangan tekan disisi bawah balok : fcb = 98,055 kg/cm2 ≤ Fc = 249
kg/cm2 OK

Tegangan pada sisi atas balok :

fcb = -28,708 (Tekan)

Jadi tegangan tekan disisi bawah balok : fcb = 28,708 kg/cm2 ≤ Fc = 249
kg/cm2 OK

KESIMPULAN : DESAIN PENAMPANG OK, AMAN, DAN DAPAT


DIPAKAI

27
BAB IV
PENUTUP

Jembatan merupakan suatu struktur yang digunakan sebagai media


penghubung antar daerah yang terpisahkan oleh rintangan dan merupakan
prasarana transportasi yang penting. Jembatan beton prategang atau yang dikenal
dengan PSC Bridge merupakan salah satu jenis jembatan dengan material
konstruksi beton pratekan atau beton yang berisi kabel baja. Struktur jembatan ini
terdiri dari gabungan berbagai komponen struktural seperti girder, abutment,
railing dan pelat lantai. Berdasarkan hasil pembahasan mengenai jembatan beton
pratekan , dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut:

 Jembatan beton prategang sering juga disebut beton pratekan dimana material
konstruksinya merupakan beton yang berisi kabel baja yang bertujuan untuk
memberikan tegangan awal berupa tegangan tarik terhadap beton akibat sifat
beton yang tidak mampu menahan gaya tarik dan pengaplikasian jenis
jembatan ini pada rekayasa konstruksi tertentu, misalnya pada konstruksi
jembatan segmen.

 Langkah-langkah perencanaan jembatan beton prategang ini meliputi:


1. Perencanaan properti balok
 Menghitung statis momen terhadap sisi bawah balok
 Menghitung momen inersia balok
2. Menghitung properti balok komposit
 Menghitung berat sendiri balok precast
 Menghitung berat pelat lantai
 Menghitung berat aspal
 Menghitung tegangan tekan ijin
 Kontrol tegangan disisi atas balok
 Kontrol tegangan disisi bawah balok

Terdapat dua metode dalam pelaksanaan kontruksi jembatan beton


prategang ini yaitu metode penegangan sebelum pengecoran ( Pre-Tension ) dan
metode penegangan setelah pengecoran ( Post-Tension ). Dalam kedua
28
metode ini yang harus diperhatikan adalah penempatan kabel, besarnya gaya
penegangan yang dikehendaki, prosedur pra-tegang dan pemindahan gaya pra-
tegang.

Dengan demikian dalam perencanaan pembuatan jembatan beton


prategang perlu memperhatihan faktor-faktor yang mempengaruhi jembatan
tersebut. Penerapan rekayasa engineering sangat diperlukan dalam pembangunan
jembatan ini, sehingga hasil dari perencanaan dapat diwujudkan sesuai dengan
standar yang ada.

29
DAFTAR PUSTAKA

Aminudin, 2005, Prinsip – Prinsip Riset Operasi, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Departemen Pekerjaan Umum, 2008, Prinsip Dasar Teknik Jembatan dan Aplikasinya,
Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Edward, G , 2000, Beton Prategang , Penerbit Erlangga Jakarta

Harditoha, 2000, Operation Research An Introduction, Edisi 4, Macmillan, New York.

Hardiyatmo, H, C., 2006, Teknik Pondasi, Penerbit P.T Gramedia Pustaka


Umum,Jakarta.

Iqbal, M, S., 1995, Dasar – Dasar Jembatan Beton Bertulang , Departemen Pekerjaan
Umum , Jakarta.

Kodoatie, R, J., 1994, Analisis Ekonomi Teknis, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.

Kusuma, G, H., dan Andriono T, 2000, Desain Struktur Rangka Beton Bertulang
didaerah rawa gempa, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Lin, T. dan Burn, N , 2000, Desain Struktur beton Prategang , Penerbit Binarupa Aksara,
Jakarta.

Nursahid, M., 2003, Manajemen Konstruksi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Aminudin, 2005, Prinsip – Prinsip Riset Operasi, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Departemen Pekerjaan Umum, 2008, Prinsip Dasar Teknik Jembatan dan Aplikasinya,
Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Edward, G , 2000, Beton Prategang , Penerbit Erlangga Jakarta

30
Harditoha, 2000, Operation Research An Introduction, Edisi 4, Macmillan, New York.

Hardiyatmo, H, C., 2006, Teknik Pondasi, Penerbit P.T Gramedia Pustaka


Umum,Jakarta.

Iqbal, M, S., 1995, Dasar – Dasar Jembatan Beton Bertulang , Departemen Pekerjaan
Umum , Jakarta.

Kodoatie, R, J., 1994, Analisis Ekonomi Teknis, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.

Kusuma, G, H., dan Andriono T, 2000, Desain Struktur Rangka Beton Bertulang
didaerah rawa gempa, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Lin, T. dan Burn, N , 2000, Desain Struktur beton Prategang , Penerbit Binarupa Aksara,
Jakarta.

Nursahid, M., 2003, Manajemen Konstruksi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

31

Anda mungkin juga menyukai