Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL

ANALISIS PERFORMA STRUKTUR JEMBATAN BETON PRATEKAN

DISUSUN OLEH :

NADIYA PUTRI ANJALINAH (2322201005)

Dosen Pembimbing:

Lesi Anggraini,S.Pd.,M.Pd

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS INSTITUT TEKNOLOGI PAGAR ALAM

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Swt. atas ridho-Nya saya dapat
menyelesaikan penyusunan proporal ini. Adapun judul proposal yang saya tulis adalah
"Analisis Performa Struktur Jembatan Beton Pratekan."

Adapun tujuan dari penulis proposal ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
mata kuliah Teknik Sipil.Selain itu proposal ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang
ANALISIS PERFORMA STRUKTUR JEMBATAN BETON PRATEKAN.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Lesi Anggraini,S.Pd.,M.Pd selaku dosen
Bahasa Indonesia yang memberi tugas ini sehingga dapat menambah wawasan sesuai dengan
bidang studi yang saya tekuni.

Saya menyadari,proposal yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.Oleh
karena itu,kritik dan saran yang membangaun akan saya nantikan demi kesempurnaan
proposal ini.

Pagar Alam,20 Desember 2023

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATAPENGANGTAR………………………………………………………………………..I
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….II
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………...… ...III
DAFTAR TABEL …………………………………………………………………………. IV

BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang…………………………………………………………………… 1
1.2 Tujuan dan Manfaat……………………………………………........................... 2
1.3 Batasan Masalah……………………………..………………………………..… 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Jembatan Beton Prategang ………………………………………….…………… 4
2.1.1 Umum………………………………………………………………………. 4
2.1.2 Penggunaan Baja Prategang……………………………………….………… 5
2.1.3 Prinsip Dasar Prategang…………………………………….………………. 6
2.1.4 Metode Prategang…………………………………………………………… 6
2.2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja...…..………………………………………… 7
2.2.1. Risiko…………...………………………………………..………………..
7
2.2.2 Manajemen Risiko…….…………………………………………………….. 8
2.2.3 Kecelakaan Kerja……………………………………………………………. 8
2.2.4 Penyebab Kecelakan Kerja…………………………………………………. 9
2.3.Jenis Kecelakaan Yang Terjadi Pada Proyek Konstruksi…………………….… 9
2.3.1 Identitas Risiko Kecelakaan Kerja…………………………………………. 10
2.3.2 Analisis Risiko……………………………………………………………… 10
2.3.3 Penilaian Resiko…………………………………………………………… 11
2.3.4 Pengendalian Risiko………………………………………………………… 11
2.4.Teori Gempa Bumi………………………………………………………………. 12
2.4.1. Peraturan Gempa…………………………………………………………... 12
2.4.2 Respon Spekrum……………………………………………………………. 13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………….. 14
3.2 Saran…………………………………………………………………………........ 15

DAFTAR PUSTAKA

II
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Komponen-komponen Jembatan


Gambar 2.2 Diagram Tegangan-Regangan pada Beton
Gambar 2.3 Distribusi Tegangan Beton Prategang
Gambar 2.4 Momen Penahan Internal pada Balok Beton Prategang dan Beton Bertulang
Gambar 2.5 Balok Beton Menggunakan Baja Mutu Tinggi
Gambar 2.6 Balok Prategang dengan Tendon Parabola
Gambar 2.7 Prinsip Metode Pratarik
Gambar 2.8 Prinsip Metode Pascatarik

III
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Bagian-Bagian Struktur Jembatan


Tabel 2.2 Tipikal Baja Prategang

IV
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Jembatan beton prategang atau pratekan merupakan beton bertulang yang telah
diberikan tegangan tekan dalam untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam beton
akibat beban kerja.Jembatan beton prategang atau yang dikenal dengan PSC Bridge
merupakan salah satu jenis jembatan dengan material konstruksi beton prategang atau beton
yang berisi kabel baja dengan tujuan untuk memberikan tegangan awal berupa tegangan tarik
terhadap beton akibat sifat beton yang tidak mampu menahan gaya tarik. Dalam hal ini, beton
prategang sebagai solusi untuk mengatasi besarnya tegangan tarik yang timbul pada struktur
beton khususnya pada struktur dengan bentang yang besar.
Material yang digunakan untuk sistem ini adalah material beton dan sistem kabel.
Sistem kabel terdiri dari kabel (wire, strand, bar), selongsong dan angkur (angkur hidup dan
angkur mati).Berdasarkan konsepnya, beton ini diberikan gaya prategang berbentuk tendon
atau kabel baja. Pemberian gaya prategang pada beton terdiri dari dua (2) cara, yaitu:
1. Pra-tarik (Pretensioning) adalah suatu sistem pemberian tegangan tekan pada elemen
beton dengan menegangkan kabel prategang terlebih dahulu (biasanya menggunakan
hydrauluc-jack) melalui struktur abutment untuk menahan kabel tersebut, setelah beton
dicor dan cukup keras tegangan ditransfer perlahan-lahan.
2. Pasca-tarik ( Post-tensioning) adalah suatu sistem pemberian tegangan tekan pada
elemen beton dengan cara kabel baja ditegangkan pada saat beton telah cukup keras
kemudian tegangan ditransfer pada elemen beton tersebut melalui sistem angkur.

Tabel 2.1. Bagian-Bagian Struktur Jembatan

Struktur Atas Struktur Bawah Bangunan Pelengkap dan


Pengaman Jembatan
a. Plat lantai jembatan a. Abutment a. Saluran drainase
b. Plat injak b. Pondasi b. Talud
c. Gelagar induk c. Patok penuntun
d. Gelagar melintang d. Lampu penerangan
e. Perletakan atau andas e. Trotoar
f. Sandaran

1.2 Tujuan dan Manfaat

1
Tujuan penyusunan tugas akhir ini adalah untuk menganalisis perilaku struktur atas
jembatan prestressed Kuranji akibat pengaruh gempa arah horizontal (arah longitudinal dan
transversal) dan membandingkan respons struktur akibat gempa arah longitudinal dan arah
transversal tersebut.Manfaat dari penyusunan tugas akhir ini adalah dapat memberikan
pemahaman tentang jembatan beton prategang serta mengetahui respon struktur dari
jembatan prategang apabila diberi gempa arah horizontal (arah longitudinal dan transversal).

1.3 Batasan Masalah


Mengingat keterbatasan pengetahuan dan waktu pengerjaan,pada perencanaan ini penulis
mengambil batasan:
a. Jenis jembatan adalah jembatan beton prategang.
b. Studi kasus pada Jembatan Kuranji di Kota Padang.
c. Permodelan struktur jembatan menggunakan SAP2000.
d. Beban gempa didefinisikan berupa respon spektrum.
e. Analisa struktur hanya pada struktur atas jembatan.
f. Beban-beban yang diperhitungkan dalam analisa struktur adalah beban gempa dan beban
akibat berat sendiri dari jembatan, serta beban hidup dari lalu lintas.Beban dinamis lainnya
seperti beban angin dan beban gelombang diabaikan.
g. Beban gempa rencana yang digunakan berdasarkan SNI 03-1726-2012 yang diaplikasikan
pada struktur jembatan arah sumbu-x dan arah sumbu-y.
h. Analisa struktur dilakukan untuk mengetahui gaya dalam dan perpindahan yang terjadi, baik
statis maupun dinamis

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jembatan Beton Prategang


2.1.1. Umum
Jembatan merupakan komponen infrastruktur yang sangat penting karena berfungsi
sebagai penghubung dua tempat yang terpisah akibat beberapa kondisi. Komponen-
komponen yang membentuk jembatan diantaranya adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1 komponen-komponen jembatan

 Girder atau gelagar merupakan balok yang membentang secara memanjang maupun
melintang yang berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban yang bekerja dari
atas jembatan dan meneruskannya ke bagian struktur bawah jembatan.
 Abutment atau lebih dikenal dengan perletakan jembatan berfungsi sebagai
pendukung struktur jembatan sekaligus penerima beban dari gelagar dan
meneruskannya ke tanah dasar.
 Railing atau tiang sandaran pada jembatan berfungsi sebagai pembatas dan keperluan
keamanan untuk pengguna jembatan.
 Plat lantai jembatan merupakan bagian dari struktur atas jembatan dimana merupakan
tempat kendaraan untuk lewat. Secara fungsi, plat lantai jembatan merupakan struktur
pertama yang menerima beban dan meneruskannya kegelagar utama.

Beton prategang pada dasarnya adalah beton di mana tegangan-tegangan internal


dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga tegangan-
tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar dilawan sampai suatu tingkat yang
diinginkan. Beton yang digunakan dalam beton prategang adalah beton yang mempunyai kuat
tekan yang cukup tinggi dengan nilai f’c min K-300, modulus elastis yang tinggi dan
mengalami rangkak ultimate yang lebih kecil yang menghasilkan kehilangan prategangan

3
yang lebih kecil pada baja.Kuat tekan yang tinggi ini diperlukan untuk menahan tegangan
tekan pada serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya keretakan. ipikal
diagram tegangan-regangan beton dapat dilihat pada gambar 2.2

Gambar 2.2. Diagram tegangan-regangan pada beton

2.1.2. Penggunaan Baja Prategang


Untuk penggunaan pada beban layan yang tinggi, penggunaan baja tulangan (tendon)
dan beton mutu tinggi akan lebih efisien. Hanya baja pada tegangan elastis tinggi yang cocok
digunakan pada beton prategang. Penggunaan baja tulangan mutu tinggi bukan saja
merupakan suatu keuntungan, tetapi merupakan suatu keharusan. Prategang akan
menghasilkan elemen yang lebih ringan, bentang yang lebih besar dan lebih ekonomis jika
ditinjau dari segi pemasangannya dibandingkan dari beton bertulang biasa.Baja (tendon) yang
dipakai untuk beton prategang dalam prakteknya ada tiga macam, yaitu :
a. Kawat tunggal (wires), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton
prategang dengan sistem pratarik (pre-tension)
b. Kawat untaian (strand), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton
prategang dengan sistem pasca tarik (post-tension)
c. Kawat batangan (bar), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang
dengan sistem pratarik (pre-tension). Pada tabel 2.2 dibawah akan ditunjukkan tipikal
baja yang biasa digunakan

Jenis Material Diameter (mm) Luas (mm² ) Beban Putus Tegangan Tarik
(KN) (Mpa)
3 7,1 13,5 1900

4
Kawat Tunggal 4 12,6 22,1 1750
(Wire) 5 19,6 31,4 1600
7 38,5 57,8 1500
8 50,3 70,4 1400
9,2 54,7 102 1860
Untaian Kawat 12,7 100 184 1840
(Strand) 15,2 143 250 1750
23 415 450 1080
26 530 570 1080
Kawat Batangan 29 660 710 1080
(Bar) 32 804 870 1080
38 1140 1230 1080
Tabel 2.2.Tipikal baja praktekan

2.1.3. Prinsip Dasar Prategang


Pemberian gaya prategang ditentukan berdasarkan jenis sistem yang dilaksanakan dan
panjang bentang serta kelangsingan yang dikehendaki. Gaya prategang yang diberikan
secara longitudinal di sepanjang atau sejajar dengan sumbu komponen struktur, maka prinsip-
prinsip prategang dikenal sebagai pemberian prategang linier.Pemberian gaya prategang
dapat dilakukan sebelum atau sesudah beton dicor. Pemberian prategang yang dilakukan
sebelum pengecoran disebut sistem pratarik (pre-tensioned),sedangkan pemberian prategang
setelah dilakukan pengecoran disebut sistem pascatarik (post-tensioned). Pemberian gaya
prategang pada beton akan memberikan tegangan tekan pada penampang. Tegangan ini akan
menahan beban luar yang bekerja pada penampang.Beton prategang sendiri dapat mengalami
gaya prategang penuh (fully stressed) atau gaya prategang sebagian (partial stressed).
Prategang penuh adalah struktur tidak diizinkan ada tegangan tarik pada penampang baik
pada tahap transfer sampai dengan masa layan dan tegangan pada serat
bawah dianggap tidak ada. Sedangkan prategang sebagian adalah penampang struktur
direncanakan untuk dapat menerima tegangan tarik pada lokasi penampang selama masa
transfer sampai masa layan dan tegangan serat bawah tidak sama dengan nol.Ada tiga konsep
berbeda yang dipakai untukmenjelaskan dan menganalisis sifat-sifat dasar dari beton
prategang :
a. Konsep pertama, sistem prategang untuk mengubah beton menjadi bahan yang elastis.
Ini merupakan buah pemikiran Eugene Freyssinet yang memvisualisasikan beton
prategang pada dasarnya adalah beton yang ditransformasikan dari bahan yang getas
menjadi bahan elastis dengan memberikan tekanan (desakan) terlebih dahulu
(pratekan) pada bahan tersebut. Dari konsep ini lahirlah kriteria “tidak ada tegangan
tarik” pada beton. Pada umumnya telah diketahui bahwa jika tidak ada tegangan tarik

5
pada beton. berarti tidakakan terjadi retak, dan beton tidak merupakan bahan yang
getas lagi melainkan berubah menjadi bahan yang elastis.

Gambar 2.3. Distribusi tegangan beton prategang

Dalam bentuk yang paling sederhana, ambillah balok persegi panjang yang diberi
gaya prategang oleh sebuah tendon sentris. Akibat gaya prategang F, akan timbul tegangan
tekan merata seperti pada gambar 2.3. Akibat beban merata (termasuk berat sendiri beton)
akan memberikan tegangan tarik di bawah garis netral dan tegangan tekan di atas garis netral.
Jadi dengan adanya gaya internal tekan ini, maka beton akan dapat memikul beban tarik.
b. Konsep kedua, sistem prategang untuk kombinasi baja mutu tinggi dengan beton.
Konsep ini mempertimbangkan beton prategang sebagai kombinasi (gabungan) dari
baja dan beton, seperti pada beton bertulang, dimana baja menahan tarikan dan beton
menahan tekanan, dengan demikian kedua bahan membentuk kopel penahan untuk
melawan momen eksternal.Dengan menarik dan menjangkarkan ke beton dihasilkan
tegangan dan regangan pada baja. Kombinasi ini memungkinkan pemakaian yang
aman dan ekonomis dari kedua bahan dimana hal ini tidak dapat dicapai jika baja
hanya ditanamkan dalam bentuk seperti pada beton bertulang biasa

Gambar 2.4. Momen penahan internal pada balok beton prategang dan beton bertulang

6
Gambar 2.5. Balok beton menggunakan baja mutu tinggi

c. Konsep ketiga, sistem prategang untuk mencapai


keseiimbangan beban. Konsep ini terutama menggunakanprategang sebagai suatu
usaha untuk membuat keseimbangan gaya-gaya pada sebuah balok. Penerapandari konsep ini
menganggap beton diambil sebagai benda bebas dan menggantikan tendon dengan gaya-gaya
yang bekerja pada sepanjang beton.

Gambar 2.6. Balok prategang dengan tendon parabola

Suatu balok beton di atas dua perletakan (simple beam) yang diberi gaya prategang F
melalui suatu kabel prategang dengan lintasan parabola. Beban akibat gaya prategang yang
terdistribusi secara merata ke arah atas. Jadi beban merata akibat beban (mengarah ke bawah)
diimbangi oleh gaya merata akibat prategang yang mengarah ke atas.
2.1.4. Metode Prategang
Ada dua jenis metode pemberian gaya prategang padabeton, yaitu :
a. Metode Pratarik (Pre-Tension Method)
Metode ini yaitu baja prategang diberi gayaprategang dulu sebelum beton
dicor, oleh karena itu disebut metode pratarik. Adapun prinsip pratarik secara singkat
dijelaskan seperti pada gambar 2.7.

7
Gambar 2.7. Prinsip metode pratarik
Tahap (A) : Kabel (tendon) prategang ditarik atau diberi gaya prategang kemudian diangker
pada suatu abutment tetap.
Tahap (B) : Beton dicor pada cetakan (formwork) dan landasan yang sudah disediakan
sedemikian sehingga melingkupi tendon yang sudah diberi gaya prategang dan
dibiarkan mengering.
Tahap (C) : Setelah beton mongering dan cukup umur dan kuat untuk menerima gaya
prategang, tendon dipotong dan dilepas, sehingga gaya prategang ditransfer ke beton.
Setelah gaya prategang ditransfer ke beton, balok beton tersebut akan melengkung ke
atas sebelum menerima beban kerja. Setelah beban kerja bekerja, maka balok beton
tersebut akan rata.
b. Metode Pascatarik (Post-Tension Method)
Pada metode pascatarik, beton dicor terlebih dahulu, dimana sebelumnya telah
disiapkan saluran kabel atau tendon yang disebut duct.Metode pascatarik dapat
dijelaskan secara singkat seperti pada gambar 2.8.

Gambar 2.8. Prinsip metode pascatarik

8
Tahap (A) : Dengan cetakan (formwork) yang telah disediakan lengkap dengan
saluran/selongsong kabel prategang (tendon duct) yang dipasang melengkung sesuai
bisang momen balok, beton dicor.
Tahap (B) : Setelah beton cukup umur dan kuat memikul gaya prategang, tendon atau kabel
dimasukkan dalam selongsong (tendon duct), kemudian ditarik untuk mendapat gaya
prategang. Metode pemberian gaya prategang ini,salah satu ujung kabel diangker,
kemudian ujung lainnya ditarik (ditarik dari satu sisi). Ada pula yang ditarik di kedua
sisinya dan diangker secara bersamaan. Setelah diangkur, kemudian saluran di
grouting melalui lubang yang telah disediakan.
Tahap (C) : Setelah diangkur, balok beton menjadi tertekan, jadi gaya prategang telah
ditransfer ke beton. Karena tendon dipasang melengkung, maka akibat gaya prategang
tendon memberikan beban merata ke balok yang arahnya ke atas, akibatnya balok
melengkung ke atas. Karena alasan transportasi dari pabrik beton ke lokasi proyek,
maka biasanya beton prategang dengan sistem post-tension ini dilaksanakan secara
segmental, kemudian pemberian gaya prategang dilaksanakan di lokasi proyek,
setelah balok segmental tersebut.

2.2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Menurut International Labour Organization (ILO),keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) didefinisikan sebagai sebuah ilmu untuk mengantisipasi, merekognisi, mengevaluasi
dan mengendalikan bahaya yang muncul dari tempat kerja yang dapat merusak kesehatan
serta kesejahteraan para pekerja, masyarakat sekitar dan lingkungan secara
umumKeselamatan kerja berarti sebuah persepsi individu terhadap risiko, keadaan pikiran di
mana pekerja dibuat waspada terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan di sepanjang
waktu, suatu keadaan yang bebas dari risiko (Taylor et.al.,2004). Sedangkan, menurut World
Health Organization (WHO), kesehatan kerja adalah semua yang berkaitan dengan kesehatan
dan keselamatan dalam tempat kerja dan memiliki tujuan kuat dalam pencegahan langsung
bahaya yang ada Fokus utama dari keselamatan dan kesehatan kerja terdiri dari tiga objektif,
yaitu:
1. Mempertahankan dan mempromosikan kesehatan dan kapasitas kerja
2. Peningkatan lingkungan kerja dan bekerja untuk menjadi lebih kondusif dalam arti
keselamatan dan kesehatan kerja
1. Pengembangan organisasi kerja dan budaya kerja dalam arah yang mendukung
Prinsip keselamatan dan kesehatan kerja sehingga dapat mewujudkan iklim sosial
yang positif dan meningkatkan produktifitas Keselamatan dan kesehatan memegang
peranan penting dalam memastikan pekerja dapat kembali ke rumah dengan selamat
dan bahkan lebih baik kondisi ketika dia berangkat bekerja.

9
2.2.1. Risiko
Risiko didefinisikan sebagai “kombinasi dari kemungkinan terjadinya peristiwa yang
berhubungan dengan cidera parah; atau sakit akibat kerja atau terpaparnya seseorang / alat
pada suatu bahaya ” (klausul 3.21). Jadi, bahaya adalah sifat dari proses yang dapat
merugikan individu, dan risiko adalah kemungkinan bahwa itu akan terjadi bersama dengan
seberapa parah akibat yang akan diterima (ISO/DIS 4500).
2.2.2. Manajemen Risiko
Berdasarkan asesmen manajemen risiko berbasis ISO 3001:2009, Manajemen Risiko
didefisnisikan:
1. Menurut Smith (1990 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen Risiko didefinisikan
sebagai proses identifikasi, pengukuran, dan control keuangan dari sebuah risiko yang
mengancam aset dan penghasilan dari sebuah perusahaan atau proyek yang dapat
menimbulkan kerusakan atau kerugian pada perusahaan tersebut
2. Menurut Clough dan Sears (1994 dikutip dalam Anonim 2009), Manajemen Risiko
didefinisikan sebagai suatu penekatan yan komprehensif untuk menangani semua
kejadian yang menimbulkan kerugian
3. Menurut William, et.al (1995 dikutip dalam Anonim 2009) Manejemen Risiko juga
merupakan suatu aplikasi dari manajemen umum yang mencoba untuk
mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan akibat dari ketidakpastian
pada sebuah organisasi.Ruang lingkup proses manajemen risiko terdiri dari :
Penentuan konteks kegiatan yang akan dikelola risikonya
Identifikasi risiko
Analisis risiko
Evaluasi risiko
Pengendalian risiko
Penanganan risiko/respon risiko
2.2.3. Kecelakaan kerja
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor: 03/MEN/1998 tentang Tata cara
Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah
suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan
korban atau harta benda.
2.2.4 Penyebab kecelakaan kerja
Secara umum, dua penyebab terjadinya kecelakaan kerja adalah penyebab dasar
(Basic causes) dan penyebab langsung (immediate causes)
 Penyebab dasar
a. Faktor manusia atau pribadi, antara lain karena kurangnya kemampuan fisik, mental, dan
psikologis; kurang atau lemahnya pengetahuan dan keterampilan (keahlian);stress; dan
motivasi yang tidak cukup atau salah.
b. Faktor kerja atau lingkungan, antara lain karena ketidakcukupan kemampuan
kepemimpinan dan/atau pengawasan, rekayasa (engineering), pembelian atau pengadaan
barang, perawatan (maintenance), alat-alat, perlengkapan, dan barang-barang atau bahan-
bahan, standar-standar kerja, serta berbagai penyalahgunaan yang terjadi di lingkungan
kerja.

10
 Penyebab langsung
a. Kondisi berbahaya (kondisi yang tidak standar-unsafe condition), yaitu tindakan yang
akan menyebabkan kecelakaan misalnya peralatan pengaman, pelindung, atau rintangan
yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat; bahan dan peralatan yang rusak; terlalu
sesak atau sempit; sistem-sistem tanda peringatan yang kurang memadai; bahaya-bahaya
kebakaran dan ledakan; kerapian atau tata letak (housekeeping) yang buruk; lingkungan
berbahaya atau beracun (gas,debu,asap,uap,dan lainnya); bising; paparan radiasi serta
ventilasi dan penerangan yang kurang (Sugeng, 2003).
b. Tindakan berbahaya (tindakan yang tidak standar-unsafe act),yaitu tingkah laku, tindak-
tanduk, atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan misalnya mengoperasikan
alat tanpa wewenang.
2.3. Jenis Kecelakaan yang Terjadi pada Proyek Konstruksi
Secara umum klasifikasi jenis kecelakaan kerja menurut Organisasi Perburuhan
Internasional (ILO) tahun 1952, kecelakaan kerja dapat diklasifikasikan sebagai berikut (ILO,
1980:43)Klasifikasi kecelakaan kerja menurut tipe kecelakaan dapat dikategorikan sebagai
berikut:
i. Terjatuh,
ii. Tertimpa benda jatuh,
iii. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh,
iv. Terjepit oleh benda,
v. Gerakan melebihi kemampuan,
vi. Pengaruh suhu yang ekstrim,
vii. Terkena arus listrik,
viii. Kontak dengan bahan berbahaya atau radiasi,
2.3.1. Identifikasi Risiko Kecelakaan Kerja
Identifikasi Bahaya dilaksanakan guna menentukan rencana penerapan K3 di
lingkungan Perusahaan. Identifikasi Bahaya termasuk didalamnya ialah identifikasi aspek
dampak lingkungan operasional perusahaan terhadap alam dan penduduk sekitar di wilayah
perusahaan menyangkut beberapa elemen seperti tanah, air, udara, sumber daya energy, serta
sumber daya alam lainnya termasuk aspek flora dan fauna di lingkungan perusahaan.
Identifikasi Bahaya dilakukan terhadap seluruh aktivitas operasional perusahaan di tempat
kerja meliputi:
1. Aktivitas kerja rutin maupun non-rutin di tempat kerja
2. Aktivitas semua pihak yang memasuki tempat kerja termasuk pemasok, pengunjung dan
tamu
3. Budaya manusia, kemampuan manusia dan faktor manusia lainnya
4. Bahaya dari luar lingkungan tempat kerja yang dapat mengganggu keselamatan dan
kesehatan kerja tenaga kerja yang berada di tempat kerja.

11
2.3.2. Analisis Risiko
Analisis Risiko dengan Statistik Deskriptif adalah bagian dari statistika yang
mempelajari cara pengumpulan data dan penyajian data sehingga mudah dipahami. Statistika
deskriptif hanya berhubungan dengan hal menguraikan atau memberikam keterangan-
keterangan mengenai suatu data atau keadaan. Dengan kata statistika deskriptif berfungsi
menerangkan keadaan, gejala, atau persoalan. Penarikan kesimpulan pada statistika deskriptif
(jika ada) hanya ditujukan pada kumpulan data yang ada. Penentuan faktor risiko dengan
metode ini dilihat dari nilai mean tertinggi.
2.3.3. Penilaian Risiko
Penilaian risiko menggunakan pendekatan metode matriks risiko yang relatif
sederhana serta mudah digunakan, diterapkan dan menyajikan representasi visual di
dalamnya. Matriks Penilaian Risiko K3 merupakan hasil kali antara nilai frekuensi dengan
nilai keparahan suatu risiko.
2.3.4. Pengendalian Risiko
Pengendalian risiko harus dilakukan terhadap tingkat risiko yang tidak dapat diterima
(unacceptable risk) sehingga mencapai tingkat risiko yang dapat diterima (acceptable risk).
Jika suatu batas risiko masih dapat diterima, risiko tersebut harus tetap dipantau secara
berkala, didokumentasikan dan rekamannya harus dipelihara. Tingkat risiko yang dapat
diterima akan kepada penilaian/pertimbangan dari suatu organisasi berdasarkan tindakan
pengendalian yang telah ada, sumber daya finansial, SDM, fasilitas, dan lain-lain),
regulasi/standar yang berlaku serta rencana keadaan darurat.

12
2.4. Teori Gempa Bumi
Gempa bumi merupakan peristiwa alam dimana bergetarnya permukaan bumi akibat
pelepasan energi dari pusat gempa secara tiba-tiba. Pelepasan energi tersebut dipancarkan ke
segala arah dalam bentuk gelombang getaran yang merambat melalui tanah.Menurut Teori
Pelat Tektonik, kerak bumi terdiri dari pelat-pelat tektonik (lempeng Lithosphere) yang dapat
merupakan bagian oceania atau continental (benua). Pelat tektonik ini terapung di atas lapisan
Asthenosphere serta membentuk tiga jalur gempa di perbatasannya.Pelat-pelat tektonik ini
bergerak secara perlahan,relatif satu dengan yang lain dan menimbulkan regangan elastis.
Jika regangan ini melebihi kapasitas batuan maka batuan mengalami keruntuhan dan energi
regangan yang tersimpan dalam batuan dilepaskan secara tiba-tiba sehingga menimbulkan
gempa tektonik yang dahsyat.Mekanisme pembentukan gempa tektonik ini dikenal sebagai
Elastic Rebound Theory.
2.4.1. Peraturan Gempa
Perbedaaan tingkat bahaya gempa pada suatu wilayah mendorong dilakukannya
analisis probabilistic bahaya gempa yang kemudian mengelompokan suatu wilayah dalam
suatu zona-zona tertentu. Di Indonesia pengelompokan zona-zona ini juga dilakukan, yang
melibatkan sekelompok peneliti independen. Hasil analisis probabilitastik gempa ini, telah
dituangkan ke dalam bentuk peta untuk seluruh wilayah di Indonesia yang berupa garisgaris
kontur percepatan puncak batuan dasar.
2.4.2. Respon Spektrum
Respons dinamis suatu bangunan terhadap beban gempa dapat dibagi menjadi dua
bagian besar, yaitu respons riwayat waktu (time history analysis) yang biasanya dilakukan
dengan memakai analisis numerik, serta perhitungan dengan cara analisis ragam spektrum
respons (modal analysis). Dalam tugas akhir ini, respons dinamis yang dipakai dalam analisis
beban gempa terhadap struktur jembatan adalah respons spektrum. Respons spektrum adalah
grafik yang menggambarkan reaksi maksimum dari suatu sistem satu derajat kebebasan
(single degree of freedom) terhadap suatu beban dinamis sebagai fungsi dari frekuensi alami
dan damping rasio dari sistem tersebut. Reaksi ini dapat berupa perpindahan, kecepatan, dan
percepatan.

13
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
dilakukan analisis risiko dapat disimpulkan bahwa :Risiko kecelakaan kerja pada
proyek Pembangunan Spazio Tower II Surabaya yang dominan berdasarkan The
Australia/New Zealand Standard for Risk Management 1999 adalah :
1. Pekerjaan Galian tanah dengan bahaya tanah rawan
longsor dan dengan risiko alat berat tergelincir ke lubang galian
a. Penyebab
 Kondisi fisik operator kurang baik
 Metode Penggalian
 Hujan/gerimis
 Keadaan mesin/alat berat kurang baik
b. Dampak
 Operator mengalami luka memar akibat benturan saat tergelincir
c. Faktor eskalasi
 Lupa/menolak menggunakan APD.

2. Pekerjaan Pengecatan dengan bahaya pengecatan dinding diluar gedung gondola dan
dengan risiko pekerja jatuh dari ketinggian akibat sling gondola putus
a. Penyebab
 Keausan pada kawat sling gondola

3.2 Saran
1. Meninjau kembali risiko asssesment pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan di ketinggian
2. Melakukan pengawasan kepada pekerja agar selalu menggunakan APD dalam bekerja
3. Melakukan pengawasan terhadap metode kerja yang dilakukan oleh pekerja
4. Untuk penelitian sejenis berikutnya adalah dalam pengisian kuesioner sebaiknya
dilakukan saat responden benar-benar memiliki waktu yang cukup untuk mengisi
kuesioner.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anonym, 1987, Pedoman Perencanaan Jembatan Jalan Raya, Yayasan Badan Penerbit PU,
Jakarta.Badan Standarisasi Indonesia (2005) Perencanaan Struktur Baja Untuk
Jembatan RSNI T – 03 - 2005
Badan Standarisasi Indonesia (2008) Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk
Jembatan SNI 2833:2008
Badan Standarisasi Indonesia (2016) Pembebanan Untuk Jembatan SNI 1725:2016
Dewobroto, W. (2016) Struktur Baja – Perilaku, Analisis & Desain – AISC 2010
Edisi Ke-2. Tangerang: Universitas Pelita Harapan.
Faisal, A. (2014) Catatan Kuliah M.K. Vibrasi dan Teori Gempa. Medan: UMSU.
Nawy, Edward G. (2001) Beton Prategang Suatu Pendekatan Mendasar Terjemahan
Suryoatmojo. Erlangga: Jakarta, Edisi Ke-3 Jilid ISupriadi, A (2009) Analisis Struktur
Jembatan Baja Komposit Beton. Laporan tugas akhir. Program Studi Teknik Sipil dan
Perencanaan Universitas Mercu Buana
Setiawan, A (2002) Perencanaan Struktur Baja sesuai SNI 03-1729-2002
Yusuf, M. (2015) Analisis Perilaku Dinamik Struktur Jembatan Box Girder Menerus Dengan
Variasi Bentang. Bogor: Departemen Teknik Sipil ( ITB)

15

Anda mungkin juga menyukai