Anda di halaman 1dari 5

Bahasa Indonesia dan Penulisan Karya Tulis Ilmiah

PENGAPLIKASIAN BETON PRATEGANG PADA JEMBATAN


DENGAN METODE BALANCE CANTILEVER

Josia Elchristo Tanggara

Jurusan Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl.Babarsari 44 Yogyakarta


Email: 170217050@student.uajy.ac.id

ABSTRAK
Beton prategang telah mengalami peningkatan yang sangat pesat dalam pengaplikasiannya, seperti
pada konstruksi jembatan. Hal ini dikarenakan beton prategang memiliki beban struktur yang relatif
lebih kecil sehingga bentangnya dapat dibangun lebih panjang daripada beton bertulang biasa. Salah
satu metode yang dapat digunakan dalam perancangan jembatan beton prategang adalah dengan
balance cantilever method. Balance cantilever method adalah metode pembangunan jembatan
dengan memanfaatkan kantilever seimbangnya, sehingga struktur dapat berdiri dan mendukung
beban dirinya sendiri tanpa harus menggunakan perancah. Metode ini dilakukan dari atas
strukturnya, sehingga tidak diperlukan sokongan di bawahnya. Pelaksanaan konstruksi jembatan
beton prategang biasanya menggunakan beton pracetak berbentuk box girder yang dikerjakan secara
segmental. Karena tidak menggunakan perancah, maka diperlukan formwork yang dapat digunakan
untuk menggantung box girder sebelum pengecoran dilakukan.

Kata kunci: Beton Prategang, Jembatan, Balance Cantilever Method, Box Girder, Segmental

PENDAHULUAN
Latar belakang
Beton bertulang banyak digunakan dalam bidang konstruksi yang bertujuan untuk mengatasi kekurangan yang
dimiliki beton konvensional. Beton bertulang mampu menahan beban tegangan tarik lebih baik daripada beton biasa.
Meskipun begitu, beton bertulang masih memiliki kekurangan yaitu bentangnya yang pendek, sekitar 8 meter.

Oleh karena itu, diciptakan jenis beton bertulang lain, yaitu beton prategang. Beton prategang adalah beton
bertulang yang telah diberi pembebanan internal pada tendonnya. Beton prategang memiliki banyak keuntungan,
antara lain(Setiawan, 2014):
a. Struktur yang lebih ringan, langsing dan kaku.
b. Gaya prategang dapat mencegah atau mengurangi retak yang selanjutnya dapat mencegah terjadinya korosi pada
baja sehingga struktur lebih tahan terhadap lingkungan yang korosif.
c. Lintasan tendon dapat diatur agar berkontribusi dalam menahan gaya lintang.
d. Penghematan maksimum dapat dicapai pada struktur bentang panjang yang akan lebih ekonomis bila
dibandingkan dengan struktur beton bertulang biasa dan struktur baja.
e. Dapat digunakan untuk struktur pracetak yang dapat memberikan jaminan kualitas yang lebih baik, kemudahan
dan kecepatan dalam pelaksanaan konstruksi serta biaya awal yang rendah.
Dengan kelebihan-kelebihan diatas, beton prategang cocok digunakan dalam konstruksi jembatan bentang panjang.
Panjang bentang beton prategang biasanya dapat mencapai 24 meter. Hal ini dikarenakan beton prategang memiliki
berat struktur yang lebih ringan daripada beton bertulang biasa.

Salah satu metode konstruksi jembatan adalah dengan balance cantilever. Balance cantilever menurut Sauvageot
(2000) adalah metode konstruksi jembatan secara segmental, dengan membuat struktur kantilever yang dimulai dari
pier menuju keluar untuk kedua sisi-sisinya, setiap tahap dilakukan penegangan tendon (post-tension) ke dalam
struktur sehingga terbentuk struktur permanen yang menjadi tumpuan konstruksi segmen berikutnya.

Rumusan masalah
a) Bagaimana pengaplikasian beton prategang pada konstruksi jembatan?
b) Bagaimana analisis perencanaan jembatan beton prategang?
c) Metode apa yang digunakan dalam pengaplikasian jembatan beton prategang?

1
Bahasa Indonesia dan Penulisan Karya Tulis Ilmiah

Tujuan
a) Untuk mengetahui pengaplikasian beton prategang pada konstruksi jembatan
b) Untuk mengetahui cara analisis perencanaan jembatan beton prategang
c) Untuk mengetahui jenis-jenis metode yang digunakan dalam pengaplikasian jembatan beton prategang

TINJAUAN PUSTAKA
Beton prategang
Beton prategang merupakan beton bertulang yang telah diberikan tegangan tekan dalam untuk mengurangi tegangan
tarik potensial dalam beton akibat beban kerja (Manual Perencanaan Beton prategang Untuk Jembatan Dirjen Bina
Marga, 2011).

Jembatan
Jembatan merupakan struktur yang sangat penting karena berfungsi untuk menghubungkan dua tempat yang terpisah
dalam jarak tertentu akibat beberapa kondisi. Komponen penyusun jembatan adalah sebagai berikut (Saputri, 2015):
- Pier atau kolom adalah tiang yang menjulang tinggi pada suatu konstuksi yang bertujuan untuk menyalurkan
beban ke fondasi.
- Girder atau gelagar merupakan balok yang membentang secara memanjang maupun melintang yang berfungsi
untuk menerima dan menyebarkan beban yang bekerja dari atas jembatan dan meneruskannya ke bagian
struktur bawah jembatan.
- Abutment atau lebih dikenal dengan perletakan jembatan berfungsi sebagai pendukung struktur jembatan
sekaligys penerima beban dari gelagar dan meneruskannya ke tanah dasar.
- Railing atau tiang sandaran pada jembatan berfungsi sebagai pembatas dan keperluan keamanan untuk
pengguna jembatan.
- Plat lantai jembatan merupakan bagian dari struktur atas jembatan dimana merupakan tempat kendaraan untuk
lewat. Secara fungsi, plat lantai jembatan merupakan struktur pertamayang menerima baban dan
meneruskannya ke gelagar utama.

Perencanaan
Perencanaan harus memperhatikan faktor komponen struktur maupun keseluruhan jembatan dengan
mempertimbangkan faktor-faktor berikut(Masnul, 2009):
1. Kontinuitas dan redundasi.
2. Semua komponen struktur jembatan harus mempunyai ketahanan yang terjamin terhadap kerusakan dan
instabilitas sesuai umur yang direncanakan.
3. Aspek perlindungan eksternal terhadap kemungkinan adanya beban yang tidak direncanakan atau beban
berlebihan.

Sistem pembebanan
Berdasarkan SNI tahun 2016 tentang Pembebanan Untuk Jembatan, data pembebanan dapat diuraikan sebagai
berikut (SNI, 2016):
1. Beban Mati atau Berat Sendiri (MS)
Beban mati adalah berat bagian jembatan dan elemen-elemen struktural lain yang dipikulnya, termasuk berat
bahan, ditambah dengan elemen non-struktural yang dianggap tetap. Faktor beban dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Faktor beban untuk berat sendiri

2. Beban Mati tambahan (MA)


Beban mati tambahan adalah beban yang berasal dari bahan non-struktural pada jembatan dan besarnya dapat
berubah selama umur jembatan. Nilai beban mati tambahan dapat dilihat pada Tabel 2.

2
Bahasa Indonesia dan Penulisan Karya Tulis Ilmiah

Tabel 2. Faktor beban untuk beban mati tambahan

Dalam kondisi tertentu, nilai faktor beban mati tambahan dapat berbeda dengan ketentuan pada Tabel 2 sesuai
dengan izin dari instansi yang berwenang. Hal ini bisa dilakukan apabila instansi tersebut melakukan pengawasan
pada beban mati tambahan, sehingga tidak melampaui umur jembatan.

3. Beban Lalu Lintas


Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur “D” dan beban truk “T”. Beban lajur “D”
terdiri dari Beban Terbagi Rata (BTR), yang digabung dengan Beban Garis (BGT). Beban truk “T” dapat digunakan
untuk menghitung struktur lantai jembatan dan tidak dapat digunakan bersamaan dengan beban “D”.

4. Faktor Beban Dinamis (FBD)


Faktor beban dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang bergerak dan jembatan. Untuk
perancanaan, FBD dapat dinyatakan sebagai beban statis ekuivalen.

Tipe box girder


Tipe box girder dilihat dari bagian penampangnya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: multi cell box girder dan single
cell box girder atau cell tunggal(Ferdyson, 2013).

Gambar 1. Multi cell box girder

Gambar 2. Single cell box girder atau cell tunggal

Kedua jenis box girder ini dapat diaplikasikan untuk lebar jembatan bervariasi sesuai dengan kombinasi panjang
bentang dan jumlah cell-nya.

PEMBAHASAN
Pengumpulan data
Data-data perencanaan dapat diperoleh dari instansi yang berwenang seperti dinas Pekerjaan Umum. Data-data yang
diperlukan dalam perencanaan adalah sebagai berikut:
a. Dimensi jembatan
b. Lebar rencana jalan

3
Bahasa Indonesia dan Penulisan Karya Tulis Ilmiah

c. Lantai kendaraan beton bertulang


d. Lebar trotoar
e. Gelagar utama (dalam kasus ini, gelagar utamanya adalah box girder)
f. Desain box girder

Perhitungan gaya prategang awal


1. Tegangan ijin beton sesaat setelah penyaluran gaya prategang:
'
a. Tegangan tekan: σ ci=0,6 0 f Cⅈ (SNI 7833-2012 Ps. 6.4.1(a)).
'

b. Tegangan tarik: σ ti=0,25 F Cⅈ (SNI 7833-2012 Ps. R6.4.1(c)).
2. Tegangan ijin beton sesaat setelah kehilangan gaya prategang:
'
a. Tegangan tekan: σ ci=0,45 f Cⅈ (SNI 7833-2012 Ps. 6.4.2(a)).
b. Tegangan tarik: σ ti=0,50 F 'Cⅈ (SNI 7833-2012 Ps. R6.4.1(c)).

3. Merencanakan besarnya gaya prategang:
F 0 F 0 x e MG
a. σ ti= − +
A wt wt
F0 F0 x e M G
b. σ ci= − +
A wb wb

Reaksi tumpuan traveler


Traveler dianalisa terpisah dengan struktur jembatan, tujuannya agar dapat menentukan reaksi pada masing-masing
titik tumpuannya agar dapat dikerjakan sebagai beban terpusat pada struktur kantilever.

Pelaksanaan metode balance cantilever


Pelaksaanan balance cantilever method kali ini menggunakan sistem post-tensioning atau pacsa-tarik, yaitu saat box
girder sudah dicetak terlebih dahulu sebelum dipasangkan tendon. Saat pencetakan, box girder telah diberi duct atau
selubung kabel.
a. Mula-mula box girder pracetak diangkut dari lokasi fabrikasi menuju lokasi proyek menggunakan truk. Setelah
sampai, box girder kemudian diangkat dengan traveler dan digerakkan menuju titik box yang dikehendaki.
Traveler harus mampu menahan beban dua box girder sekaligus karena kedua box harus diturunkan bersamaan
agar pengerjaan stressing dapat dilakukan
b. Sebelum box girder diturunkan, dilakukan pemolesan epoxy terlebih dahulu, hal ini bertujuan untuk
merekatkan sambungan antar box. Epoxy juga berfungsi sebagai penyegel di sekeliling lubang grouting untuk
mencegah hilangnya cairan saat proses grouting berlangsung. Setelah epoxy diaplikasikan dan sebelum
mengeras, box girder diturunkan dan direkatkan. Kemudian, dilakukan penginstalan tendon dan stressing.
c. Bersihkan duct dengan air bersih, hal ini bertujuan untuk memastikan tidak adanya sumbatan pada lubang duct.
Setelah itu, strand atau kabel prategang dimasukan kedalam duct saat posisi box girder sudah sesuai, lalu
dilakukan stressing.
d. Pada pelaksanaan grouting, semua bahan harus diaduk hingga mencapai campuran yang homogen, nilai rasio
air-semen juga tidak boleh melebihi 0,45. Campuran grouting kemudian dipompakan kedalam duct hingga
terisi penuh.

KESIMPULAN
Beton prategang sangat cocok digunakan dalam konstruksi jembatan yang memiliki bentang panjang karena beban
strukturnya yang relatif lebih kecil dari beton bertulang biasa dan lebih ekonomis. Beban yang terjadi pada jembatan
menurut SNI tahun 2016 tentang Pembebanan Untuk Jembatan antara lain: Beban mati (MS), Beban mati tambahan
(MA), Beban lalu lintas, dan Faktor beban dinamis (FBD). Beton prategang yang digunakan adalah tipe box girder
dan metode yang digunakan adalah balance cantilever method.

DAFTAR PUSTAKA
Ferdyson, M. J. (2013). PERANCANGAN STRUKTUR ATAS FLY OVER GEJAYAN MENGGUNAKAN BOX
GIRDER. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1–16.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Masnul, C. R. (2009). Analisa Prestress ( Post-Tension ) Pada Precast Concrete U Girder.

4
Bahasa Indonesia dan Penulisan Karya Tulis Ilmiah

Saputri, A. (2015). Jembatan Beton Prategang. In Jembatan Beton Prategang.


Setiawan, A. F. (2014). Penggunaan metode elemen hingga untuk tinjauan numerik struktur boxgirder jembatan
beton prategang pada tahap konstruksi metode balance cantilever. 1–6.
SNI, (Standar Nasional Indonesia). SNI 1725:2016. Pembebanan untuk jembatan. , Badan Standardisasi Nasional §
(2016).
SNI 2847 2013. (2013). Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung. In Bandung: Badan Standardisasi
Indonesia.
SNI 7833 2012. (2012). Tata cara perancangan beton pracetak dan beton prategang untuk bangunan gedung. In
Bandung: Badan Standardisasi Indonesia.
Supriyadi, B., & Muntohar, A. S. (2007). JEMBATAN.

Anda mungkin juga menyukai