Disusun Oleh:
Muhammad Bayu Subagja
(NIM. 3114120038)
Syafira Ramadhanti
(NIM. 3114120026)
Dosen Pembimbing :
Mulyono, Drs., ST., MT
(NIP. 195811271984031002)
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh:
1. Muhammad Bayu Subagja
2. Syafira Ramadhanti
(3114120038)
(3114120026)
Disahkan Oleh:
Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Sipil
Dosen Pembimbing
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
LEMBAR PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Rumusan Masalah
1.3
Tujuan Penelitian 2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Jembatan 3
2.2
2.3
2.4
2.5
Penarikan Tendon5
2.6
Tahap Pembebanan
2.7
Pemeriksaan Tegangan
2.8
Lendutan 6
BAB III
METODOLOGI 7
3.1
3.2
Pengumpulan Data
3.3
3.3.1
3.3.2
3.3.3
Pembebanan
3.3.4
3.3.5
18
3.3.6
19
3.3.7
19
3.4
1
2
21
BAB IV
JADWAL PELAKSANAAN
4.1
Jadwal Pelaksanaan
BAB V
PENUTUP
22
22
23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Berkembangnya daerah di negara berkembang seperti di Indonesia salah
satunya di tandai dengan bertambahnya pergerakan atau mobilitas manusia yang
cukup tinggi. Transportasi merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh
manusia untuk melakukan mobilisasi dari satu daerah kedaerah lainnya dan juga
digunakan sebagai sarana dalam melakukan berbagai interaksi antar manusia.
Interaksi tersebut dapat berupa interaksi sosial, ekonomi, politik, maupun budaya.
Mengingat pentingnya peran transportasi dalam kehidupan manusia maka diperlukan
sarana penunjang transportasi yang baik diantaranya adalah jalan dan jembatan.
Pembangunan sarana transportasi seperti jalan dan jembatan juga
dimaksudkan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan serta keseimbangan
dalam pengembangan wilayah. Kota Depok merupakan salah satu daerah yang
memiliki mobilitas yang cukup tinggi, untuk mengatasi banyaknya kendaraan yang
menuju kawasan industri pada daerah tersebut maka dibuatlah Proyek Jalan Tol
Cinere-Jagorawi Seksi IIA yang juga bertujuan untuk mengurangi kemacetan yang
terjadi di Jalan Raya Bogor ke arah Depok.
Proyek sepanjang 3,5 km ini dibangun melintasi struktur permukaan tanah
yang berbeda-beda oleh karena itu pembangunan tak hanya berupa struktur jalan saja
melainkan
juga
pembangunan
struktur-struktur
lainnya
seperti
jembatan.
a. Penampang I (I-girder) Gelagar utama terdiri dari plat girder atau rolled-I,
penampang I efektif menahan beban tekuk dan geser.
b. Penampang kotak maupun trapesium (box girder) Gelagar utama terdiri
dari satu atau beberapa balok kotak berongga dari beton, sehingga mampu
menahan lendutan, geser dan torsi secara efektif.
c. Penampang U (U-girder) Gelagar utama terdiri dari satu atau beberapa
balok berpenampang U dan akan diperkuat baja-baja prategang di
dalamnya.
Di dalam perencanaan konstruksi, kita perlu mengetahu sifat-sifat material
yang akan digunakan, sehingga dapat dihasilkan perencannan yang optimumum.
gaya
prategang
terjadi,
sehingga
Kontrol lendutan dilakukan pada saat transfer dan pada saat servis. Pada saat
transfer dimana beban berat sendiri yang bekerja terjadi lendutan keatas yang
disebabkan oleh tekanan tendon ke atas pada waktu penarikan kabel prategang.
Lendutan yang terjadi diimbangi oleh beban servis sehingga menimbulkan lendutan
pada balok dan diharapkan lendutan yang terjadi tidak melebihi lendutan maksimum
yang diijinkan. Menurut SK SNI lendutan maksimum yang diijinkan adalah L/240,
dimana L adalah panjang bentang balok.
BAB III
METODOLOGI
3.1 OBJEK DAN LOKASI
Objek yang digunakan dalam perhitungan balok prategang ini adalah balok
prategang tipe PCI-Girder Jembatan Sugutamu-1 pada Proyek Jalan Tol CinereJagorawi.
Jembatan Sugutamu-1 terletak sejajar dengan jalan Ir. Djuanda, Depok, Jawa
Barat. Tepatnya jembatan ini berada pada STA 18+000 Proyek Jalan Tol CinereJagorawi seksi IIA.
3.2 PENGUMPULAN DATA
Data yang dibutuhkan dalam Perhitungan Balok Prategang Tipe PCI-Girder
Jembatan Sugutamu-1 pada Proyek Jalan Tol Cinere-Jagorawi diantaranya :
a. Data Teknis Jembatan Sugutamu-1
b. Data Gambar Jembatan Sugutamu-1
3.3 METODE ANALISA DATA
c.3.1 SISTEM BETON PRATEGANG
Menurut Ir. Winarni Hadipratomo 1994, terdapat dua prinsip yang berbeda
dalam sistem penegangan pada beton prategang, yaitu :
a. Konstruksi dimana tendon ditegangkan dengan pertolongan alat pembantu
sebelum beton dicor atau sebelum beton mengeras dan gaya prategang
dipertahankan sampai beton cukup keras. Untuk ini dipakai istilah Pretensioned Prestress Concrete.
menentukan titik berat, momen inersia dan modulus section pada balok. Hal ini
diperlukan untuk mendapatkan nilai tegangan yang terjadi pada analisa tegangan.
c.3.3
PEMBEBANAN
Dalam perencanaan jembatan, pembebanan yang diberlakukan pada jembatan
jalan raya, adalah mengacu pada standar RSNI T-02-2005 Pembebanan Untuk
Jembatan. Standar ini menetapkan ketentuan pembebanan dan aksi-aksi yang akan
digunakan dalam perencanaan jembatan jalan raya termasuk jembatan pejalan kaki
dan bangunan-bangunan sekunder yang terkait dengan jembatan.
Standar Pembebanan untuk Jembatan 2004 memuat beberapa penyesuaian berikut:
a) Gaya rem dan gaya sentrifugal yang semula mengikuti Austroads,
dikembalikan ke Peraturan Nr.12/1970 dan Tata Cara SNI 03-1725-1989
yang sesuai AASHTO.
b) Faktor beban ultimit dari Beban Jembatan BMS-1992 direduksi dari
nilai2 ke 1,8 untuk beban hidup yang sesuai AASHTO.
c) Kapasitas beban hidup keadaan batas ultimit (KBU) dipertahankan sama
sehingga faktor beban 1,8 menimbulkan kenaikan kapasitas beban hidup
keadaan batas layan (KBL)sebesar2/1,8-11,1%.
d) Kenaikan beban hidup layan atau nominal (KBL) meliputi :
Beban Ttruk desain dari 45 ton menjadi 50 ton.
Beban roda desain dari 10 ton menjadi 11,25 ton.
Beban D terbagi rata (BTR) dari q = 8 kP amenjadi 9 kPa.
Beban Dgaris terpusat (BGT) dari p = 44kN/ menjadi 49 kN/m.
e) Beban mati ultimit (KBU) diambil pada tingkat nominal (faktor beban =
1) dalam pengecekan stabilitas geser dan guling dari pondasi langsung.
Sesuai standar ini, beban truk legal adalah 50 ton dengan konfigurasi satu truk
setiap jalur sepanjang bentang jembatan.
Rangkaian truk legal diperhitungkan berdasarkan kasus konfigurasi
kendaraan dan kapasitas aktual jembatan. Jembatan direncanakan untuk menahan
beban hidup yang sesaat melewati jembatan. Dengan demikian kemacetan lalu lintas
di atas jembatan harus dihindari.
a. Aksi dan Beban Tetap
10
1. Beban Mati
Beban mati jembatan terdiri dari berat masing-masing bagian
struktural dan elemen elemen non-struktural. Masing-masing berat
elemen ini harus dianggap sebagai aksi yang terintegrasi pada waktu
menerapkan faktor beban biasa dan yang terkurangi. Berat isi untuk
beban mati dapat dilihat pada tabel berikut,
Faktor beban untuk berat sendiri (beban mati) diambil berdasarkan
yang tercantum dalam tabel berikut,
Tabel 3.1 Faktor beban untuk berat sendiri
jembatan-jembatan
beton.
Pengaruh
ini
dihitung
12
2. Beban D
Beban lajur "D" terdiri dari beban tersebar merata (BTR) q yang
digabung dengan beban garis (BGT) p seperti terlihat dalam gambar (2).
Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q
tergantung pada panjang total yang dibebani Lseperti berikut:
L 30 m : q=9,0kPa.
L>30m:q=9,0{0,5+15/L}kPa.
Dimana:
jembatan.
L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter).
1kPa = 0,001 MPa = 0,01kg/cm2.
menimbulkan
momen
maksimum.
Penyusunan
14
3. Beban T
Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang
mempunyai susunan dan berat as seperti terlihat dalam gambar 8 berikut.
Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama
besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan
lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0
m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.
Posisi dan penyebaran pembebanan truk T dalam arah melintang
jembatan
Terlepas dari panjang jembatan atau susunan bentang, hanya ada satu
kendaraan truk "T" yang bisa ditempatkan pada satu lajur lalu lintas
15
rencana. Kendaraan truk "T" ini harus ditempat kan ditengah-tengah lajur
lalu lintas rencana seperti terlihat dalam gambar (4)
16
yang
6. Beban Angin
Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung
kecepatan angin rencana seperti berikut,
TEW =0,0006Cw(Vw)2 Ab[kN]
Dimana:
Vw= kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang
ditinjau. Kecepatan angin rencana harus diambil seperti yang
diberikan dalam tabel
Cw= koefisien seret-lihat tabel16.
Ab= luas equivalen bagian samping jembatan (hx L)(m2).
Kecepatan angin rencana diberikan oleh tabel berikut
Tabel 3.8 Kecepatan angin rencana, Vw
19
c.3.4
yang terjadi akibat pembebanan diperlukan untuk menghitung tegangan yang terjadi
pada balok.
c.3.5
MPa.
Tegangan ijin tekan pada kondisi beban sementara atau kondisi
transfer gaya prategang untuk komponen beton prategang
Untuk kondisi beban sementara, atau untuk komponen beton
prategang pada saat transfer gaya prategang, tegangan tekan dalam
penampang beton tidak boleh melampaui nilai 0,60 fci, di mana fci
adalah kuat tekan beton yang direncanakan pada umur saat dibebani
atau dilakukan transfer gaya prategang, dinyatakan dalam satuan
MPa.
b. Tegangan ijin tarik :
Tegangan ijin tarik pada kondisi batas layan
Tegangan tarik yang diijinkan terjadi pada penampang beton, boleh
diambil untuk:
- beton tanpa tulangan : 0,15 fc
- beton prategang penuh : 0,5 fc
20
c.3.6
21
sebagai jumlah dari kehilangan seketika dan kehilangan yang tergantung waktu, baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Bila dianggap perlu, nilai perkiraan harus direvisi untuk kehilangan gaya
prategang pada kondisi yang tidak biasa atau bila digunakan proses atau material
baru. Kehilangan prategang dapat dinyatakan dalam bentuk kehilangan gaya atau
kehilangan tegangan di dalam tendon.
Kehilangan gaya prategang dapat terjadi diantaranya :
23
24