Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL TUGAS AKHIR

PERHITUNGAN BALOK PRATEGANG TIPE PCI-GIRDER


JEMBATAN SUGUTAMU-1 PADA PROYEK JALAN TOL
CINERE-JAGORAWI

Disusun Oleh:
Muhammad Bayu Subagja
(NIM. 3114120038)
Syafira Ramadhanti
(NIM. 3114120026)
Dosen Pembimbing :
Mulyono, Drs., ST., MT
(NIP. 195811271984031002)

PROGRAM STUDI D-III TEKNIK KONSTRUKSI SIPIL


JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
2016

LEMBAR PENGESAHAN

Proposal Tugas Akhir

PERHITUNGAN BALOK PRATEGANG TIPE PCI-GIRDER


JEMBATAN SUGUTAMU-1 PADA PROYEK JALAN TOL
CINERE-JAGORAWI

Disusun Oleh:
1. Muhammad Bayu Subagja
2. Syafira Ramadhanti

(3114120038)
(3114120026)

Disahkan Oleh:
Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Sipil

Dosen Pembimbing

Agung Budi Broto, ST., MT


(NIP. 19630402 198903 1003)

Mulyono, Drs., ST., MT


(NIP. 196109281987031002)

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL

LEMBAR PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

1.2

Rumusan Masalah

1.3

Tujuan Penelitian 2

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1

Jembatan 3

2.2

Pemilihan Tipe Jembatan 3

2.3

Peraturan Desain Struktur Jembatan

2.4

Jembatan Beton Prategang

2.5

Penarikan Tendon5

2.6

Tahap Pembebanan

2.7

Pemeriksaan Tegangan

2.8

Lendutan 6

BAB III

METODOLOGI 7

3.1

Objek dan Lokasi 7

3.2

Pengumpulan Data

3.3

Metodologi Analisa Data 7

3.3.1

Sistem Beton Prategang 7

3.3.2

Perhitungan Dimensi PCI-Girder7

3.3.3

Pembebanan

3.3.4

Perhitungan Lintang dan Momen18

3.3.5

Perhitungan Gaya Prategang

18

3.3.6

Tata Letak Kabel (Tendon)

19

3.3.7

Kehilangan Gaya Prategang

19

3.4

Diagram Alir Metodologi Penelitian

1
2

21

BAB IV

JADWAL PELAKSANAAN

4.1

Jadwal Pelaksanaan

BAB V

PENUTUP

22

22

23

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Berkembangnya daerah di negara berkembang seperti di Indonesia salah
satunya di tandai dengan bertambahnya pergerakan atau mobilitas manusia yang
cukup tinggi. Transportasi merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh
manusia untuk melakukan mobilisasi dari satu daerah kedaerah lainnya dan juga
digunakan sebagai sarana dalam melakukan berbagai interaksi antar manusia.
Interaksi tersebut dapat berupa interaksi sosial, ekonomi, politik, maupun budaya.
Mengingat pentingnya peran transportasi dalam kehidupan manusia maka diperlukan
sarana penunjang transportasi yang baik diantaranya adalah jalan dan jembatan.
Pembangunan sarana transportasi seperti jalan dan jembatan juga
dimaksudkan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan serta keseimbangan
dalam pengembangan wilayah. Kota Depok merupakan salah satu daerah yang
memiliki mobilitas yang cukup tinggi, untuk mengatasi banyaknya kendaraan yang
menuju kawasan industri pada daerah tersebut maka dibuatlah Proyek Jalan Tol
Cinere-Jagorawi Seksi IIA yang juga bertujuan untuk mengurangi kemacetan yang
terjadi di Jalan Raya Bogor ke arah Depok.
Proyek sepanjang 3,5 km ini dibangun melintasi struktur permukaan tanah
yang berbeda-beda oleh karena itu pembangunan tak hanya berupa struktur jalan saja
melainkan

juga

pembangunan

struktur-struktur

lainnya

seperti

jembatan.

Pembangunan jembatan pada proyek ini menggunakan konstruksi beton prategang


(prestressed), salah satunya adalah jembatan yang melintasi Kali Sugutamu yang
terbentang sepanjang 40 m.
Dalam pembangunan konstruksi jembatan khususnya jembatan beton
prategang (prestressed) dibutuhkan pengetahuan khusus sehingga jembatan dapat
4

terealisasikan dengan baik. Untuk mengetahui perencanaan konstruksi beton


prategang yang benar diperlukan perencanaan perhitungan yang mengacu pada
standart peraturan yang ada yaitu dengan melakukan kontrol ulang komponenkomponen jembatan tersebut, sehingga diharapkan akan mendapatkan gambaran
yang jelas dan dapat memahami garis besar dari suatu perencanaan jembatan.
Berdasarkan uraian diatas penyusun tertarik untuk mengulas lebih jauh
tentang salah satu jembatan yang terdapat pada proyek jalan tol tersebut dan
mengangkat topik ini sebagai tugas akhir, yaitu dengan judul PERHITUNGAN
BALOK PRATEGANG TIPE PCI-GIRDER JEMBATAN SUGUTAMU-1 PADA
PROYEK JALAN TOL CINERE-JAGORAWI
1.2 RUMUSAN MASALAH
a. Apakah dimensi balok girder pada Jembatan Sugutamu-1 kuat menahan
beban-beban yang bekerja?
b. Apakah eksentrisitas yang terjadi pada balok girder Jembatan Sugutamu-1
memenuhi eksentrisitas yang diijinkan?
c. Berapa besar tegangan yang terjadi pada balok girder jembatan prategang
pada saat transfer maupun pada saat kondisi beban kerja (kondisi layan)?
d. Berapa besar kehilangan gaya prategang yang terjadi?
e. Bagaimana penulangan pada balok girder Jembatan Beton Prategang
Sugutamu-1?
1.3 TUJUAN PENULISAN
a. Mengetahui kekuatan balok girder Jembatan Sugutamu-1 berdasarkan
data perencanaan yang diperoleh dari proyek
b. Mengetahui besarnya eksentrisitas yang terjadi pada girder jembatan
c. Mengetahui besar tegangan yang terjadi pada saat transfer maupun pada
kondisi layan pada balok girder Jembatan Sugutamu-1
d. Mengetahui besar kehilangan gaya prategang yang terjadi
e. Mengetahui penulangan pada balok girder Jembatan Sugutamu-1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 JEMBATAN
Jembatan dapat didefinisikan sebagai suatu konstruksi atau struktur bangunan
yang menghubungkan rute atau lintasan transportasi yang terpisah baik oleh sungai,
rawa, danau, selat, saluran, jalan raya, jalan kereta api, dan perlintasan
5

lainnya.Jembatan juga merupakan suatu bangunan pelengkap prasarana lalu lintas


darat dengan konstruksi terdiri dari pondasi, struktur bangunan bawah dan struktur
bangunan atas, yang menghubungkan dua ujung jalan yang terputus akibat bentuk
rintangan. Sesuai dengan istilahnya bangunan atas berada pada bagian atas suatu
jembatan yang berfungsi untuk menampung semua beban yang ditimbulkan oleh lalu
lintas kendaraan atau orang yang kemudian disalurkan ke bagian bawah. Sedang
bangunan bawah terletak di bawah bangunan atas yang berfungsi untuk menerima
atau memikul beban-beban yang diberikan bangunan atas dan kemudian
menyalurkan ke pondasi. Ada banyak tipe-tipe jembatan diantaranya :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Konstruksi jembatan busur


Konstruksi jembatan perletakan sederhana
Konstruksi jembatan baja
Konstruksi jembatan cable stayed
Konstruksi jembatan beton prategang
Konstruksi jembatan balok menerus
Konstruksi jembatan gantung
Konstruksi jembatan Box Girder

2.2 PEMILIHAN TIPE JEMBATAN


Aspek-aspek pemilihan tipe jembatan (Arie Irianto dan Resa Febriano,
2008) :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Kekuatan dan stabilitas struktur


Ekonomis
Enyaman
Durabilitas (keawetan dan kelayakan jangka panjang)
Hemat pemeliharaan
Estetika
Dampak lingkungan pada tingkat yang wajar/minimal
Kemudahan dan kecepatan pelaksanaan
Tabel 2.1 Tipe jembatan

2.3 PERATURAN DESAIN STRUKTUR JEMBATAN


6

Pada perencanaan struktur jembatan perencanaan harus mengacu pada standar


yang ada, diantaranya :
a. Standard Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005 Badan
Standardisasi Nasional
b. Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan, RSNI T-12-2004 Badan
Standardisasi Nasional
2.4 JEMBATAN BETON PRATEGANG
Beton prategang merupakan penerapan gaya pratekan pada balok sedemikian
rupa sebelum dikerjakan beban luar, guna meniadakan tegangan tarik serat beton
yang terjadi saat beban luar bekerja (Nasution, 2009). Gaya prategang (longitudinal)
yaitu gaya tekan yang memberikan prategang pada penampang di sepanjang bentang
suatu elemen struktur sebelum bekerjanya beban mati dan hidup transversal (Nawy,
2001). Beberapa jenis penampang jembatan beton prategang yakni :

a. Penampang I (I-girder) Gelagar utama terdiri dari plat girder atau rolled-I,
penampang I efektif menahan beban tekuk dan geser.
b. Penampang kotak maupun trapesium (box girder) Gelagar utama terdiri
dari satu atau beberapa balok kotak berongga dari beton, sehingga mampu
menahan lendutan, geser dan torsi secara efektif.
c. Penampang U (U-girder) Gelagar utama terdiri dari satu atau beberapa
balok berpenampang U dan akan diperkuat baja-baja prategang di
dalamnya.
Di dalam perencanaan konstruksi, kita perlu mengetahu sifat-sifat material
yang akan digunakan, sehingga dapat dihasilkan perencannan yang optimumum.

2.5 PENARIKAN TENDON


Penarikan baja prategang dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a.
Pratarik (Pre-tensioning), yaitu penarikan baja dilakukan sebelum
pengecoran beton. Pada sistem penarikan awal (pre tensioning), untuk
mempercepat proses penarikan tendon dilepaskan pada saat beton
mencapai 60% 80% kekuatan yang disyaratkan yaitu pada umur 28 hari.
b. Paskatarik (Post-tensioning), yaitu kebalikan dari sistem pratarik dimana
penarikan baja dilakukan setelah beton mengeras. Bila kekuatan beton
yang diperlukan telah tercapai, maka baja ditegangkan di ujung-ujungnya
dan dijangkar
7

2.6 TAHAP PEMBEBANAN


Salah satu pertimbangan istimewa pada beton prategang adalah banyaknya
tahapan pembebanan saat komponen struktus dibebani. Tahapan pembebanan
tersebut dapat dikelompokkan sebgai berikut:
a. Gaya prategang awal ditetapkan, lalu pada saat transfer gaya ini
disalurkan dari strands prategang ke beton.
b. Berat sendiri penuh WG bekerja bersamaan dengan gaya prategang awal
P0 (apabila komponen struktur tersebut ditumpu sederhana).
c. Beban mati WD termasuk beban mati tambahan WSD termasuk topping
untuk aksi komposit bekerja.
d. Sebagian besar kehilangan

gaya

prategang

terjadi,

sehingga

mengakibatkan gaya prategang menjadi tereduksi Peff.


e. Komponen struktur menerima beban kerja penuh, kehilangan gaya
prategang jangka panjang akibat rangkak, susut dan relaksasi baja terjadi
dan menghasilkan gaya prategang netto Peff
2.7 PEMERIKSAAN TEGANGAN
Pada dasarnya pemeriksaan tegangan pada dua keadaan yang berbeda, yaitu :
a. Saat awal (transfer), yaitu pemeriksaan tegangan saat pelimpahan gaya
prategang (penarikan tendon pada sistem paskatarik, pemotongan tendon
pada sistem pratarik). Beban yang diperhitungkan adalah:
1. Gaya prategang awal P0 (gaya prategang sebelum terjadi kehilangan
tegangan / gaya prategang).
2. Beban berat sendiri (M0)
b. Saat akhir (masa layan / service) adalah pemeriksaan pada saat seluruh
beban transversal sudah bekerja. Penampang yang digunakan untuk
perhitungan propertis yaitu penampang transformasi untuk tendon terekat
(bounded) dan penampang netto untuk tendon tak terekat (unbounded).
Beban-beban yang bekerja / diperhitungkan adalah :
1. Gaya prategang efektif Pe (gaya prategang setelah terjadi seluruh
kehilangan gaya prategang akibat kehilangan jangka pendek dan
jangka panjang
2. Seluruh beban eksternal telah bekerja, seperti beban berat sendiri,
beban mati dan beban hidup atau dengan momen total yang bekerja
saat layan MT
2.8 LENDUTAN
8

Kontrol lendutan dilakukan pada saat transfer dan pada saat servis. Pada saat
transfer dimana beban berat sendiri yang bekerja terjadi lendutan keatas yang
disebabkan oleh tekanan tendon ke atas pada waktu penarikan kabel prategang.
Lendutan yang terjadi diimbangi oleh beban servis sehingga menimbulkan lendutan
pada balok dan diharapkan lendutan yang terjadi tidak melebihi lendutan maksimum
yang diijinkan. Menurut SK SNI lendutan maksimum yang diijinkan adalah L/240,
dimana L adalah panjang bentang balok.
BAB III
METODOLOGI
3.1 OBJEK DAN LOKASI
Objek yang digunakan dalam perhitungan balok prategang ini adalah balok
prategang tipe PCI-Girder Jembatan Sugutamu-1 pada Proyek Jalan Tol CinereJagorawi.
Jembatan Sugutamu-1 terletak sejajar dengan jalan Ir. Djuanda, Depok, Jawa
Barat. Tepatnya jembatan ini berada pada STA 18+000 Proyek Jalan Tol CinereJagorawi seksi IIA.
3.2 PENGUMPULAN DATA
Data yang dibutuhkan dalam Perhitungan Balok Prategang Tipe PCI-Girder
Jembatan Sugutamu-1 pada Proyek Jalan Tol Cinere-Jagorawi diantaranya :
a. Data Teknis Jembatan Sugutamu-1
b. Data Gambar Jembatan Sugutamu-1
3.3 METODE ANALISA DATA
c.3.1 SISTEM BETON PRATEGANG
Menurut Ir. Winarni Hadipratomo 1994, terdapat dua prinsip yang berbeda
dalam sistem penegangan pada beton prategang, yaitu :
a. Konstruksi dimana tendon ditegangkan dengan pertolongan alat pembantu
sebelum beton dicor atau sebelum beton mengeras dan gaya prategang
dipertahankan sampai beton cukup keras. Untuk ini dipakai istilah Pretensioned Prestress Concrete.

b. Konstruksi dimana setelah betonnya cukup keras, barulah bajanya yang


tidak melekat pada tendon diberi tegangan. Konstruksi ini disebut Posttensioned Prestress Concrete.
c.3.2

PERHITUNGAN DIMENSI PCI-GIRDER


Dalam analisa beton prategang diperlukan perhitungan dimensi balok untuk

menentukan titik berat, momen inersia dan modulus section pada balok. Hal ini
diperlukan untuk mendapatkan nilai tegangan yang terjadi pada analisa tegangan.
c.3.3

PEMBEBANAN
Dalam perencanaan jembatan, pembebanan yang diberlakukan pada jembatan

jalan raya, adalah mengacu pada standar RSNI T-02-2005 Pembebanan Untuk
Jembatan. Standar ini menetapkan ketentuan pembebanan dan aksi-aksi yang akan
digunakan dalam perencanaan jembatan jalan raya termasuk jembatan pejalan kaki
dan bangunan-bangunan sekunder yang terkait dengan jembatan.
Standar Pembebanan untuk Jembatan 2004 memuat beberapa penyesuaian berikut:
a) Gaya rem dan gaya sentrifugal yang semula mengikuti Austroads,
dikembalikan ke Peraturan Nr.12/1970 dan Tata Cara SNI 03-1725-1989
yang sesuai AASHTO.
b) Faktor beban ultimit dari Beban Jembatan BMS-1992 direduksi dari
nilai2 ke 1,8 untuk beban hidup yang sesuai AASHTO.
c) Kapasitas beban hidup keadaan batas ultimit (KBU) dipertahankan sama
sehingga faktor beban 1,8 menimbulkan kenaikan kapasitas beban hidup
keadaan batas layan (KBL)sebesar2/1,8-11,1%.
d) Kenaikan beban hidup layan atau nominal (KBL) meliputi :
Beban Ttruk desain dari 45 ton menjadi 50 ton.
Beban roda desain dari 10 ton menjadi 11,25 ton.
Beban D terbagi rata (BTR) dari q = 8 kP amenjadi 9 kPa.
Beban Dgaris terpusat (BGT) dari p = 44kN/ menjadi 49 kN/m.
e) Beban mati ultimit (KBU) diambil pada tingkat nominal (faktor beban =
1) dalam pengecekan stabilitas geser dan guling dari pondasi langsung.
Sesuai standar ini, beban truk legal adalah 50 ton dengan konfigurasi satu truk
setiap jalur sepanjang bentang jembatan.
Rangkaian truk legal diperhitungkan berdasarkan kasus konfigurasi
kendaraan dan kapasitas aktual jembatan. Jembatan direncanakan untuk menahan
beban hidup yang sesaat melewati jembatan. Dengan demikian kemacetan lalu lintas
di atas jembatan harus dihindari.
a. Aksi dan Beban Tetap
10

1. Beban Mati
Beban mati jembatan terdiri dari berat masing-masing bagian
struktural dan elemen elemen non-struktural. Masing-masing berat
elemen ini harus dianggap sebagai aksi yang terintegrasi pada waktu
menerapkan faktor beban biasa dan yang terkurangi. Berat isi untuk
beban mati dapat dilihat pada tabel berikut,
Faktor beban untuk berat sendiri (beban mati) diambil berdasarkan
yang tercantum dalam tabel berikut,
Tabel 3.1 Faktor beban untuk berat sendiri

2. Beban Mati Tambahan


Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk
suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural,
dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan. Faktor beban mati
tambahan diambil berdasarkan yang tercantum dalam tabel berikut,
Tabel 3.2 Faktor beban untuk beban mati tambahan

3. Pengaruh Penyusutan dan Rangkak


Tabel 3.3 Faktor beban pengaruh susut dan rangkak

Pengaruh Penyusutan dan Rangkak harus diperhitungkan dalam


perencanaan

jembatan-jembatan

beton.

Pengaruh

ini

dihitung

menggunakan beban mati dari jembatan. Apabila rangkak dan


penyusutan bisa mengurangi pengaruh muatan lainnya, maka harga
11

dari rangkak dan penyusutan tersebut harus diambil minimum


(misalnya pada waktu transfer dari beton prategang).
4. Pengaruh Prategang
Prategang akan menyebabkan pengaruh sekunder pada komponenkomponen yang terkekang pada bangunan statis tidak tentu. Pengaruh
sekunder tersebut harus diperhitungkan baik pada batas daya layan
ataupun batas ultimit. Prategang harus diperhitungkan sebelum
(selama pelaksanaan) dan sesudah kehilangan tegangan dalam
kombinasinya dengan beban-beban lainnya.
Pengaruh utama dari prategang adalah sebagai berikut:
pada keadaan batas daya layan, gaya prategang dapat dianggap
bekerja sebagai suatu sistem beban pada unsur. Nilai rencana dari
beban prategang tersebut harus dihitung dengan menggunakan

faktor beban daya layan sebesar 1,0;


pada keadaan batas ultimit, pengaruh utama dari prategang tidak
dianggap sebagai beban yang bekerja, melainkan harus tercakup

dalam perhitungan kekuatan unsur.


b. Beban Lalu Lintas (Beban Hidup)
Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur
"D" dan beban truk"T". Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur
kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen
dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total
beban lajur "D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan
itusendiri.
Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang
ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as
terdiri dari dua bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai
simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk"T"diterapkan
perlajur lalu lintas rencana.
Secara umum, beban "D" akan menjadi beban penentu dalam
perhitungan jembatan yang mempunyai bentang sedang sampai panjang,
sedangkan beban "T" digunakan untuk bentangpendekdanlantaikendaraan
1. Lajur Lalu Lintas Rencana

12

Lajur lalu lintas Rencana harus mempunyai lebar 2,75 m, disusun


sejajar dengan sumbu memanjang jembatan.. Jumlah maksimum lajur lalu
lintas yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan bisa dilihat dalam
tabel berikut,
Tabel 3.4 Jumlah lajur lalu lintas rencana

2. Beban D
Beban lajur "D" terdiri dari beban tersebar merata (BTR) q yang
digabung dengan beban garis (BGT) p seperti terlihat dalam gambar (2).
Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q
tergantung pada panjang total yang dibebani Lseperti berikut:
L 30 m : q=9,0kPa.
L>30m:q=9,0{0,5+15/L}kPa.
Dimana:

q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang

jembatan.
L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter).
1kPa = 0,001 MPa = 0,01kg/cm2.

Gambar 3.1 Beban lajur D


Hubungan antara panjang bentang yang dibebani dengan intensitas beban
q dapat dilihat pada gambar berikut,
13

Gambar 3.2 Besar intensitas beban berdasarkan panjang bentang yang


dibebani
Bebangaris (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak
lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p
adalah 49,0 kN/m, lihat gambar (2) diatas.

Susunan beban D pada arah memanjang jembatan


Pada struktur jembatan yang terletak diatas banyak perletakan

(gelagar menerus), susunan beban D dapat dilakukan berselang-seling


untuk mendapatkan gaya lintang, momen dan reaksi dalam keadaan
maksimum.
Penyebaran beban D pada arah melintang jembatan
a) Beban "D" harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa
sehingga

menimbulkan

momen

maksimum.

Penyusunan

komponen-komponen BTR dan BGT dari beban "D" pada arah


melintang harus sama. Penempatan beban ini dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
b) Bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5
m, maka beban "D" harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan
intensitas 100%.
c) Apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m, beban "D" harus
ditempatkan pada jumlah lajur lalu lintas rencana (nl) yang
berdekatan, tabel (4), dengan intensitas 100 %. Hasilnya adalah
beban garis ekuivalen sebesar nl x 2,75 q kN/m dan beban
terpusat ekuivalen sebesar nl x 2,75 p kN, kedua-duanya bekerja
berupa strip pada jalur selebar nl x 2,75 m.
d) Lajur lalu lintas rencana yang membentuk strip ini bisa
ditempatkan dimana saja pada jalur jembatan. Beban "D"
tambahan harus ditempatkan pada seluruh lebar sisa dari jalur

14

dengan intensitas sebesar 50 %. Susunan pembebanan ini bisa


dilihat dalam gambar (5) berikut,

Gambar 3.3 Penyebaran beban D pada arah melintang jembatan


Faktor beban D dengan jangka waktu transien (sementara) dapat dilihat
pada tabel berikut,
Tabel 3.4 Faktor beban akibat beban lajur D

3. Beban T
Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang
mempunyai susunan dan berat as seperti terlihat dalam gambar 8 berikut.
Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama
besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan
lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0
m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.
Posisi dan penyebaran pembebanan truk T dalam arah melintang
jembatan
Terlepas dari panjang jembatan atau susunan bentang, hanya ada satu
kendaraan truk "T" yang bisa ditempatkan pada satu lajur lalu lintas
15

rencana. Kendaraan truk "T" ini harus ditempat kan ditengah-tengah lajur
lalu lintas rencana seperti terlihat dalam gambar (4)

Gambar 3.4 Pembebanan Truk T

Respon terhadap beban lalu lintas T


Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk

memperoleh momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar


jembatan dengan menyebar beban truk tunggal T pada balok
memanjang sesuai dengan faktor yang duberikan pada tabel 6 berikut,
Tabel 3.5 Faktor distribusi untuk pembebanan truk T

Momen lentur ultimit rencana akibat pembebanan truk T yang diberikan


dapat digunakan untuk pelat lantai yang membentangi gelagar atau balok
dalam arah melintang dengan bentang antara 0,6 dan 7,4 m.
Faktor beban T dengan jangka waktu transien (sementara) dapat dilihat
pada tabel berikut,
Tabel 3.6 Faktor beban akibat beban truk T

16

4. Klasifikasi Pembebanan Lalu Lintas


Pembebanan lalu lintas yang dikurangi
Dalam keadaan khusus, dengan persetujuan Instansi yang
berwenang, pembebanan "D" setelah dikurangi menjadi 70 % bisa
digunakan. Pembebanan lalu lintas yang dikurangi harga berlaku untuk
jembatan darurat atau semi permanen. Faktor sebesar 70 % ini
diterapkan untuk BTR dan BGT dan gaya sentrifugal yang dihitung
dari BTR dan BGT. Faktor pengurangan sebesar 70 % tidak boleh
digunakan untuk pembebanan truk "T" atau gaya rem pada arah
memanjang jembatan.
Pembebanan lalu lintas yang berlebig (overload)
Dengan persetujuan Instansi yang berwenang, pembebanan "D"
dapat diperbesar di atas 100 % untuk jaringan jalan yang dilewati
kendaraan berat. Faktor pembesaran di atas 100 % ini diterapkan untuk
BTR dan BGT dan gaya sentrifugal yang dihitung dari BTR dan BGT.
Faktor pembesaran di atas 100 % tidak boleh digunakan untuk
pembebanan truk "T" ataugayarempadaarahmemanjangjembatan
Faktor beban dinamis
a) Faktor beban dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara
kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya FBD
tergantung kepada frekuensi dasar dari suspensi kendaraan,
biasanya antara 2 sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan
frekuensi dari getaran lentur jembatan.Untuk perencanaan,
FBD dinyatakan sebagai beban statis ekuivalen.
b) Besarnya BGT dari pembebanan lajur "D" dan beban roda dari
Pembebanan Truk "T" harus cukup untuk memberikan
terjadinya interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan
jembatan. Besarnya nilai tambah dinyatakan dalam fraksi dari
beban statis. FBD ini diterapkan pada keadaan batas daya layan
dan batas ultimit.
c) Untuk pembebanan "D", FBD merupakan fungsi dari panjang
bentang ekuivalen seperti tercantum dalam gambar (9). Untuk
bentang tunggal panjang bentang ekuivalen diambil sama
17

dengan panjang bentang sebenarnya. Untuk bentang menerus


panjang bentang ekuivalen LE diberikan dengan rumus:
d) Untuk pembebanan truk "T", FBD diambil30%. Harga FBD
yang dihitung digunakan pada seluruh bagian bangunan yang
berada diatas permukaan tanah. Untuk bagian bangunan bawah
dan fondasi yang berada dibawah garis permukaan, harga FBD
harus diambil sebagai peralihan linier dari harga pada garis
permukaan tanah sampai nol pada kedalaman 2m.
Untuk bangunan yang terkubur, seperti halnya gorong-gorong
dan struktur baja-tanah, harga FBD jangan diambil kurang dari
40% untuk kedalaman nol dan jangan kurang dari 10% untuk
kedalaman 2 m. Untuk kedalaman antara bisa diinterpolasi
linier. Harga FBD yang digunakan untuk kedalaman

yang

dipilih harus diterapkan untuk bangunan seutuhnya.

Gambar 3.5 Faktor Beban Dinamis (FBD) untuk BGT,


pembebanan lajur D
Catatan:
Untuk L 50m
FBD=0,40
Untuk 50m< L< 90m FBD=0,400,0025.(L-50)
Untuk L > 90m
FBD=0,30
5. Pembebanan Untuk Pejalan Kaki
Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang
langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal
5 kPa. Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus
direncanakan untuk memikul beban per m2 dari luas yang dibebani seperti
pada gambar13.
Luas yang dibebani adalah luas yang terkait dengan elemen bangunan
yang ditinjau untuk jembatan, pembebanan lalu lintas dan pejalan kaki
18

jangan diambil secara bersamaan pada keadaan batas ultimit. Apabila


trotoar memungkinkan digunakan untuk kendaraan ringan atau ternak,
maka trotoar harus direncanakan untuk bisa memikul beban hidup terpusat
sebesar 20 kN.

Gambar 3.6 Pembebanan untuk pejalan kaki


Faktor beban akibat pejalan kaki dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.7 Faktor beban akibat pembebanan untuk pejalan kaki

6. Beban Angin
Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung
kecepatan angin rencana seperti berikut,
TEW =0,0006Cw(Vw)2 Ab[kN]
Dimana:
Vw= kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang
ditinjau. Kecepatan angin rencana harus diambil seperti yang
diberikan dalam tabel
Cw= koefisien seret-lihat tabel16.
Ab= luas equivalen bagian samping jembatan (hx L)(m2).
Kecepatan angin rencana diberikan oleh tabel berikut
Tabel 3.8 Kecepatan angin rencana, Vw

Koefisien seret diberikan oleh tabel berikut,


Tabel 3.9 Koefisien seret , Cw

19

c.3.4

PERHITUNGAN LINTANG DAN MOMEN


Akibat adanya beban-beban akan menimbulkan momen. Perhitungan momen

yang terjadi akibat pembebanan diperlukan untuk menghitung tegangan yang terjadi
pada balok.
c.3.5

PERHITUNGAN GAYA PRATEGANG


Perhitungan tegangan ijin beton mengacu pada Perencanaan Struktur Beton

untuk Jembatan SNI T-12-2004.


a. Tegangan ijin tekan :
Tegangan ijin tekan pada kondisi batas layan
Tegangan tekan dalam penampang beton, akibat semua kombinasi
beban tetap pada kondisi batas layan lentur dan/atau aksial tekan,
tidak boleh melampaui nilai 0,45 fc, di mana fc adalah kuat tekan
beton yang direncanakan pada umur 28 hari, dinyatakan dalam satuan

MPa.
Tegangan ijin tekan pada kondisi beban sementara atau kondisi
transfer gaya prategang untuk komponen beton prategang
Untuk kondisi beban sementara, atau untuk komponen beton
prategang pada saat transfer gaya prategang, tegangan tekan dalam
penampang beton tidak boleh melampaui nilai 0,60 fci, di mana fci
adalah kuat tekan beton yang direncanakan pada umur saat dibebani
atau dilakukan transfer gaya prategang, dinyatakan dalam satuan

MPa.
b. Tegangan ijin tarik :
Tegangan ijin tarik pada kondisi batas layan
Tegangan tarik yang diijinkan terjadi pada penampang beton, boleh
diambil untuk:
- beton tanpa tulangan : 0,15 fc
- beton prategang penuh : 0,5 fc
20

Tegangan ijin tarik dinyatakan dalam satuan MPa.


Tegangan ijin tarik pada kondisi transfer gaya prategang untuk
komponen beton prategang
Tegangan tarik yang diijinkan terjadi pada penampang beton untuk
kondisi transfer gaya prategang, diambil dari nilai-nilai:
- Serat terluar mengalami tegangan tarik, tidak boleh melebihi nilai
0,25 fci, kecuali untuk kondisi di bawah ini.
- Serat terluar pada ujung komponen struktur yang didukung
sederhana dan mengalami tegangan tarik, tidak boleh melebihi nilai
0,5 fci.
Tegangan ijin tarik dinyatakan dalam satuan MPa.

c.3.6

TATA LETAK KABEL (TENDON)


Kabel didesain sesuai gaya konsentris atau eksentris, hal ini bertujuan untuk

mencegah berkembangnya retak, yaitu dengan cara mengurangi tegangan tarik di


tumpuan dan daerah kritis pada saat kondisi beban kerja, sehingga dapat
meningkatkan kapasitas lentur, geser dan torsional penampang struktur. Penampang
dapat berprilaku elastis dan hampir semua kapasitas beton yang memikul tekan dapat
secara efektif dimanfaatkan diseluruh tinggi penampang beton pada saat semua
beban bekerja di struktur.
c.3.7

KEHILANGAN GAYA PRATEGANG


Pada perencanaan beton pratekan, analisis gaya-gaya efektif dari tendon

penting sekali untuk diketahui. Edward G. Nawy dalam buku karangannya


menyebutkan bahwa kehilangan gaya prategang dapat dikelompokkan ke dalam dua
kategori :
a. Kehilangan elastis segera yang terjadi pada saat proses fabrikasi atau
konstruksi, termasuk perpendekan beton secara elastis, kehilangan karena
pengangkeran dan kehilangan karena gesekan.
b. Kehilangan yang bergantung pada waktu, seperti rangkak, susut dan
kehilangan yang diakibatkan karena efek temperatur dan relaksasi baja,
yang kesemuanya dapat ditentukan pada kondisi limit tegangan akibat
beban kerja di dalam elemen beton prategang.
Menurut RSNI T-12-2004 tentang Perencanaan Struktur Beton untuk
Jembatan Kehilangan gaya prategang dalam tendon untuk setiap waktu harus diambil

21

sebagai jumlah dari kehilangan seketika dan kehilangan yang tergantung waktu, baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Bila dianggap perlu, nilai perkiraan harus direvisi untuk kehilangan gaya
prategang pada kondisi yang tidak biasa atau bila digunakan proses atau material
baru. Kehilangan prategang dapat dinyatakan dalam bentuk kehilangan gaya atau
kehilangan tegangan di dalam tendon.
Kehilangan gaya prategang dapat terjadi diantaranya :

Kehilangan akibat gesekan


Kehilangan akibat perpendekan elastis beton
Kehilangan prategang akibat slip pengangkuran
Kehilangan akibat susut pada beton
Kehilangan akibat rangkak pada beton
Kehilangan akibat relaksasi baja prategang
Kehilangan akibat pengaruh lain

3.4 DIAGRAM ALIR METODOLOGI PENELITIAN


MULAI
PENENTUAN OBJEK
PENELITIAN
PENGUMPULAN
DATA
ANALISA DATA :
1. Penentuan Sistem Beton Prategang
2. Perhitungan Dimensi PCI-Girder
3. Perhitungan Pembebanan
4. Perhitungan Momen yang Terjadi
22
Akibat Pembebanan
5. Perhitungan Gaya Prategang
6. Tata Letak Kabel (Tendon)
KESIMPULAN
SELESAI
7. Kehilangan
Gaya Prategang

Gambar 3.7 Diagram alir metodologi penelitian


BAB IV
JADWAL PELAKSANAAN
5.1 JADWAL PELAKSANAAN
Pelaksanaan penyusunan tugas akhir akan dijadwalkan sebagai berikut :
a. Pengajuan Proposal diadakan pada 22 Januari 24 Maret 2017
b. Pengumpulan Data diadakan pada 22 Januari 24 Maret 2017
c. Penyusunan dan bimbingan BAB I diadakan pada 13 Februari 4 Maret
2017
d. Penyusunan dan bimbingan BAB II diadakan pada 6 Maret 25 Maret
2017
e. Penyusunan dan bimbingan BAB III diadakan pada 27 Maret 15 April
2017
f. Penyusunan dan bimbingan BAB IV diadakan pada 17 April 13 Mei
2017
g. Penyusunan dan bimbingan BAB V diadakan pada 15 27 Mei 2017
h. Penyelesaian naskah tugas akhir diadakan pada 29 Mei 3 Juni 2017
i. Pengumpulan naskah tugas akhit diadakan pada 9 19 Juni 2017

23

Gambar 4.1 Diagram batang jadwal pelaksanaan


BAB V
PENUTUP
Demikian pengajuan proposal tugas akhir yang berjudul PERHITUNGAN
BALOK PRATEGANG TIPE PCI-GIRDER JEMBATAN SUGUTAMU-1 PADA
PROYEK JALAN TOL CINERE-JAGORAWI besar harapan agar bapak Mulyono,
Drs., ST., MT berkenan menjadi pembimbing selama proses penulisan tugas akhir
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2004. RSNI T-12-2004 Tentang Struktur Beton untuk Jembatan. Badan
Standardisasi Nasional.
Anonim. 2005. RSNI T-02-2005 Tentang Pembebanan untuk Jembatan. Badan
Standardisasi Nasional.
Annur, Dini Fitria. 2013. Perencanaan Precast Concrete I Girder pada Jembatan
Prestressed Post-tension dengan Bantuan Program Microsoft Office Excel.
Tugas Akhir Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.
Chilmi, Achmad Fitroni. 2010. Perencanaan Jembatan Pratekan Pada Simpang
Susun Akses Tol Surabaya-Mojokerto Di Sisi Mojokerto Dengan Balok
Menerus I Girder. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Habieb, Ahmad Basshofi., I Gusti Putu Raka. 2014. Modifikasi Jembatan Lemah
Ireng-1 Ruas Tol Semarang-Bawen dengan Girder Pratekan Menerus
Parsial. Jurnal Teknik Pomits, 1(1): 1-6.

24

Anda mungkin juga menyukai