PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan, dimana didalamnya terdapat ribuan gugusan pulau
yang membentuk negara Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbesar di
dunia yang terdiri dari 17.499 pulau dari Sabang hingga Merauke (Kepala Pusat Perencanaan
Pembangunan Hukum Nasional, Agus Subandriyo). Luas total wilayah Indonesia adalah 7,81
juta km2 yang terdiri dari 2,01 juta km2 daratan, 3,25 juta km2 lautan, dan 2,55 juta
km2 Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Sebagai negara kepulauan, Indonesia sebagian besar di
kelilingi oleh wilayah peraian (Lihat gambar 1.1). Selain di kelilingi wilayah perairan berupa
laut, wilayah daratan Indonesia juga dikelilingi sungai sungai besar maupun kecil yang
membatasi akses antar lokasinya. Hal ini memberikan tantangan tersendiri bagi negara
Indonesia dalam mengatasi sistem transportasi guna menghubungkan antara satu lokasi
dengan lokasi yang lain, serta menggerakkan roda perekonomian dan pemerataan
pembangunan. Oleh karena itu, jembatan merupakan komponen yang sangat penting bagi
negara Indonesia. Karena jembatan merupakan fasilitas penunjang aktivitas manusia,
sehingga dapat memajukan perekonomian masyarakat, baik itu jembatan dengan bentang
panjang maupun bentang pendek.
Dengan perkembangan zaman maka jembatan tidak hanya dipandang sebagai alat
penghubung antara tempat satu dengan tempat yang lain, melainkan sebagai sarana untuk
memperlancar kegiatan manusia, serta membantu berkembangnya suatu daerah yang selama ini
sulit di akses, apalagi Indonesia ini sebagai negara yang berkembang, akses ke daerah-daerah
ataupun ke kota sangat dibutuhkan, dengan adanya jembatan ini sangat membantu hal tersebut.
Sampai saat ini pembangunan jembatan bentang panjang di dunia memiliki keindahan dan
jenisnya masing-masing, mulai dari jembatan balok, konstruksi kabel, dan jembatan rangka.
Jembatan rangka adalah sebuah jembatan yang terdiri dari batang-batang (biasanya batang
lurus) yang dihubungkan dengan sambungan sendi hingga membentuk rangka segitiga yang
akan mengalami tegangan akibat gaya tarik, gaya tekan, atau kadang-kadang keduanya jika
terkena beban-beban dinamis. Keuntungan-keuntungan dari jembatan-jembatan rangka batang
adalah ekonomis, ringan, kuat dan menggunakan batang-batang yang pendek. Jembatang
rangka batang mempunyai kekuatan yang baik karena mereka terbuat dari segitiga-segitiga
yang disusun satu dengan lainnya.
Gambar 1.2 Jembatan trisula. sumber: nusantarabajaprima.com
Berdasarkan peraturan Lomba Jembatan Bridge Design Competition dalam rangka
ceic (Civil engineering Innovation Contest) 2017 yang tertera dalam Chapter B part 2 dan 5
tentang Prototype Desain Jembatan. Kami dari SUNRISE Team Universitas Negeri
Surabaya merancang jembatan dengan nama jembatan Pendil Wesi GANANDRA Bridge.
Sesuai peraturan dimana material yang kami gunakan adalah kayu balsa dimensi 5 mm x 10
mm dengan berat jenis 300 kg/m, berat struktur jembatan yang kami rancang kurang dari
300 gram, dan menggunakan tipe jembatan Bowstring Truss dengan modifikasi Pratt Truss
dan Howe Truss sebagai inovasi dalam pembuatan jembatan kami yang kokoh, inovatif,
realistic dan efisien.
5. BROWSTRING
1. Umur jembatan yang lama, telah terlalu tua sehingga perlu diganti dengan
jembatan yang baru.
2. Diperlukan jembatan yang sama sekali baru, sebab alat penyebrangan/ perlintasan
yang ada (misal: ponton) tidak dapat memenuhi kebutuhan yang ada.
3. Pada jalan yang sama sekali baru, diperlukan membangun jembatan yang baru.
Diagram alir
Start
Studi
Referensi
Evaluasi
Data
Preliminary Design
1 Tipe Struktur
2.Model Struktur
3. Bahan Struktur
4. Desain Struktur
5. Pembebanan dan
Analisa
OK not
Gambar Kerja dan OK
Evaluasi
RAB Desain
Finish
2. Beban Hidup
Beban Hidup meupakan beban dengan besar yang berbeda beda terhadap waktu dan
posisinya. Beban ini merupakan beban yang sulit untuk dianalisa karena banyaknya
kendala pada saat survey lapangan. Macam macam beban hidup yakni beban hujan,
transportasi, dan beban yang diakibat aktivitas lain yang mempengaruhi kinerja jembatan.
3. Beban Angin
Besarnya beban angin yang bekerja pada struktur bangunan tergantung dari kecepatan
angin, rapat massa udara, letak geografis, bentuk dan ketinggian bangunan, serta
kekakuan struktur. Bangunan yang berada pada lintasan angin, akan menyebabkan angin
berbelok atau dapat berhenti. Sebagai akibatnya, energi kinetik dari angin akan berubah
menjadi energi potensial, yang berupa tekanan atau hisapan pada bangunan.
4. Beban Gempa
Beban gempa merupakan beban akibat adanya gelombang yang dihasilkan dari
pergeseran lempeng di dalam bumi, meletusnya gunung, atau aktivitas yang
menghasilkan getaran. Beban gempa sangat sulit diprediksi kapan, dimana, dan seberapa
besar yang akan terjadi. pada pembangunan konstruksi terdapat standar untuk
menentukan besar gempa dengan menggunakan garis gempa Indonesia yang telah
disusun oleh para ahli.
Mu Sx . Fb
Dimana,
Mu = Momen lentur terfaktor
Sx = Modulus elastisitas lentur
Fb = Kuat lentur terkoreksi
Sx =
Dimana,
b = lebar penampang
d = tinggi penampang
Nilai desain acuan untuk kayu yang dipilih secara visual dan kayu dimensi yang
dipilih secara mekanis dicantumkan di dalam tabel 1. Berikut merupakan cara untuk
menentukan nilai desain dan modulus elastisitas lentur acuan ( SNI 7973-2013 Pasal
4.2.1 ).
Tabel 2.1 Nilai Desain Acuan untuk Kayu Gergajian, Sumber: sisni.bsn.go.id
Nilai desain acuan harus dikalikan dengan semua faktor koreksi yang berlaku untuk
menentukan nilai desain terkoreksi. Faktor-faktor koreksi untuk kayu gergajian
ditunjukan dalam tabel berikut ini ( SNI 7973-2013 Pasal 4.3.1 ):
Tabel 2.2 Koreksi untuk nilai kayu gergajian, Sumber: sisni.bsn.go.id
Berikut ini merupakan cara untuk menentukan nilai faktor koreksi pada nilai desain
acuan untuk lentur murni ( SNI 7973-2013 Tabel 4.2.2 ):
1. Faktor Layan Basah (Cm)
2. Faktor Temperatur ( Ct )
Menurut ( SNI 7973-2013 Tabel 2.3.3 ) pengaruh temperatur sebagai berikut:
Tabel 2.4 Pengaruh Temperatur, Sumber: sisni.bsn.go.id
4. Faktor Ukuran ( CF )
Nilai desain lentur, tarik, dan tekan sejajar serat acuan untuk kayu demensi yang
tebalnya 50,8 mm sampai 101,6 mm yang dipilih secara visual harus dikalikan dengan
faktor koreksi yang ditetapkan yaitu 1,0 ( SNI 7973-2013 Pasal 4.3.6 ).
5. Faktor Penggunaan Rebah ( Cfu )
Apabila kayu yang tebalnya 50,8 sampai 101,6 mm dibebani di muka lebar, nilai
desain acuan, Fb harus dikalikan dengan faktor penggunaan rebah, Cfu yang telah
ditetapkan seperti tabel 5 ( SNI 7973-2013 Tabel 4.3.7 ).
6. Faktor Tusukan ( Ci )
Nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor tusukan, Ci berikut apabila kayu
dimensi dipotong sejajar serat pada tinggi maksimum 10,16 mm, panjang maksimum
9,53 mm, dan densitas tusukan sampai 11840/m2. Faktor tusukan harus ditentukan
dengan pengujian atau dengan perhitungan menggunakan penampang tereduksi untuk
pola tusukan yang melebihi batas-batas tersebut (SNI 7973-2013 Pasal 4.3.8).
9. Faktor Ketahanan ( )
Untuk DFBK, nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor ketahanan, ( SNI
7973-2013 Pasal 2.3.6 ).
Tabel 2.8 Faktor Ketahanan, Sumber: sisni.bsn.go.id
Fc = Nilai desain tekan lentur acuan sejajar serat dikalikan dengan semua factor
koreksi FCE = 0,822 . Emin / (e/d)2
6. Faktor konversi format ( Tabel 7 )
7. Faktor ketahanan ( Tabel 8 )
8. Faktor efek waktu ( Tabel 9 )
BAB III
PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA
START
Pengumpulan Data Material
Pembuatan Desain
Pembebanan
Not OK
Analisa Struktur
dengan SAP 2000 v14
Cek Kontrol
Dimensi
Struktur
M+R=
2J
Jika rangka batang statis tak tertentu:
M+R>
2J
M + R < 2J
Keterangan :
M = Jumlah Batang ; R = Jumlah Reaksi Perletakan ; J = Jumlah Joint
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, jenis jembatan truss semakin
beragam. Adapun bentuk dari rangka batang beraneka macam seperti gambar di bawah ini :
Gambar 3.2 Macam-macam Jenis Rangka jembatan, Sumber: Google.co.id