Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan, dimana didalamnya terdapat ribuan gugusan pulau
yang membentuk negara Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbesar di
dunia yang terdiri dari 17.499 pulau dari Sabang hingga Merauke (Kepala Pusat Perencanaan
Pembangunan Hukum Nasional, Agus Subandriyo). Luas total wilayah Indonesia adalah 7,81
juta km2 yang terdiri dari 2,01 juta km2 daratan, 3,25 juta km2 lautan, dan 2,55 juta
km2 Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Sebagai negara kepulauan, Indonesia sebagian besar di
kelilingi oleh wilayah peraian (Lihat gambar 1.1). Selain di kelilingi wilayah perairan berupa
laut, wilayah daratan Indonesia juga dikelilingi sungai sungai besar maupun kecil yang
membatasi akses antar lokasinya. Hal ini memberikan tantangan tersendiri bagi negara
Indonesia dalam mengatasi sistem transportasi guna menghubungkan antara satu lokasi
dengan lokasi yang lain, serta menggerakkan roda perekonomian dan pemerataan
pembangunan. Oleh karena itu, jembatan merupakan komponen yang sangat penting bagi
negara Indonesia. Karena jembatan merupakan fasilitas penunjang aktivitas manusia,
sehingga dapat memajukan perekonomian masyarakat, baik itu jembatan dengan bentang
panjang maupun bentang pendek.

Gambar 1.1 Peta Indonesia, sumber: 3.bp.blogspot.com


Jembatan mempunyai arti penting bagi setiap orang. Akan tetapi tingkat kepentingannya
tidak sama bagi tiap orang, sehingga akan menjadi suatu bahan studi yang menarik. Jembatan
mungkin tidak ada artinya bagi orang-orang yang bertempat tinggal di daerah dataran yang
rata, tidak didapati adanya sungai, jurang, tebing, ataupun keadaan dimana kita akan berpindah
tempat namun ada penghalang di depan kita. Sebaliknya, jembatan dirasa sangat dibutuhkan
oleh orang-orang yang bertempat tinggal di daerah yang sangat sulit dijangkau, sehingga
jembatan sangat di butuhkan sebagai alat penghubung dari satu tempat ke tempat lain.

Jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan menyilang


sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak sama tinggi permukaannya.
Dalam perencanaan dan perancangan jembatan sebaiknya mempertimbangkan fungsi
kebutuhan transportasi, persyaratan teknis dan estetika-arsitektural yang meliputi : Aspek lalu
lintas, Aspek teknis, Aspek estetika (Supriyadi dan Muntohar, 2007).
Melihat pentingnya fungsi dari suatu jembatan maka pembuatan jembatan harus
memenuhi berbagai macam standar yang ada. Salah satu standar yang harus dipenuhi dalam
pembuatan jembatan adalah ketahanan jembatan tersebut dalam menerima beban baik beban
dari jembatan itu sendiri maupun beban dari luar lainnya, misalnya beban kendaraan yang
melintasi jembatan, beban angin, dan beban gempa. Jembatan tidak hanya berupa jalan aspal
yang pada umumnya digunakan sebagai sarana transportasi, ada pula macam-macam jembatan
berdasarkan material penyusunnya seperti jembatan kayu, jembatan bambu, jembatan baja,
jembatan komposit, dan lain-lain. Jembatan rangka kayu itu sendiri adalah suatu struktur
rangka yang terbuat dari material kayu yang mampu menahan beban yang diterima. Namun
selain kokoh, efisien, dan ekonomis juga suatu hal penting dalam merencanakan jembatan.

Dengan perkembangan zaman maka jembatan tidak hanya dipandang sebagai alat
penghubung antara tempat satu dengan tempat yang lain, melainkan sebagai sarana untuk
memperlancar kegiatan manusia, serta membantu berkembangnya suatu daerah yang selama ini
sulit di akses, apalagi Indonesia ini sebagai negara yang berkembang, akses ke daerah-daerah
ataupun ke kota sangat dibutuhkan, dengan adanya jembatan ini sangat membantu hal tersebut.

Sampai saat ini pembangunan jembatan bentang panjang di dunia memiliki keindahan dan
jenisnya masing-masing, mulai dari jembatan balok, konstruksi kabel, dan jembatan rangka.
Jembatan rangka adalah sebuah jembatan yang terdiri dari batang-batang (biasanya batang
lurus) yang dihubungkan dengan sambungan sendi hingga membentuk rangka segitiga yang
akan mengalami tegangan akibat gaya tarik, gaya tekan, atau kadang-kadang keduanya jika
terkena beban-beban dinamis. Keuntungan-keuntungan dari jembatan-jembatan rangka batang
adalah ekonomis, ringan, kuat dan menggunakan batang-batang yang pendek. Jembatang
rangka batang mempunyai kekuatan yang baik karena mereka terbuat dari segitiga-segitiga
yang disusun satu dengan lainnya.
Gambar 1.2 Jembatan trisula. sumber: nusantarabajaprima.com
Berdasarkan peraturan Lomba Jembatan Bridge Design Competition dalam rangka
ceic (Civil engineering Innovation Contest) 2017 yang tertera dalam Chapter B part 2 dan 5
tentang Prototype Desain Jembatan. Kami dari SUNRISE Team Universitas Negeri
Surabaya merancang jembatan dengan nama jembatan Pendil Wesi GANANDRA Bridge.
Sesuai peraturan dimana material yang kami gunakan adalah kayu balsa dimensi 5 mm x 10
mm dengan berat jenis 300 kg/m, berat struktur jembatan yang kami rancang kurang dari
300 gram, dan menggunakan tipe jembatan Bowstring Truss dengan modifikasi Pratt Truss
dan Howe Truss sebagai inovasi dalam pembuatan jembatan kami yang kokoh, inovatif,
realistic dan efisien.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana merancang jembatan kayu balsa dimensi 5 mm x 10 mm yang kokoh,
inovatif, realistic, dan efisien ?
2. Bagaimana merancang jembatan kayu balsa dimensi 5 mm x 10 mm dengan berat
struktur jembatan kurang dari 300 gram ?
3. Bagaimana merancang jembatan kayu balsa dimensi 5mm x 10 mm yang mampu
menahan beban di atas 50 kg dengan lendutan maksimum yang terjadi kuang dari 5 mm ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari perancangan jembatan kayu kamper balsa sebagai berikut :
1. Merancang jembatan kayu balsa dimensi 5 mm x 10 mm yang kokoh, inovatif, realistic
dan efisien.
2. Merancang jembatan kayu balsa dimensi 5mm x 10 mm dengan berat kurang dari 300
gram.
3. Merancang jembatan kayu balsa dimensi 5mm x 10 mm yang mampu menahan beban di
atas 50 kg dengan lendutan kurang dari 5 mm.
1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan proposal ini dapat dikemukakan menjadi dua sisi:
1. Manfaat Teoritis
Penulisan proposal ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, sekurang-
kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran dalam dunia Teknik Sipil
khususnya dalam hal merancang suatu jembatan yang kokoh dan inovatif.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan daya kreatifitas penulis khususnya dalam hal perencanaan suatu
jembatan, untuk selanjutnya dijadikan sebagai acuan dan tolak ukur untuk kedepannya.
b. Bagi Lembaga Pendidikan
Dapat dijadikan sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas lembaga
pendidikan yang ada, termasuk para pendidik yang ada di dalamnya, dan penentu kebijakan
dalam lembaga pendidikan, serta pemerintah secara umum.
c. Bagi Ilmu Pengetahuan
Sebagai bahan referensi dalam ilmu pengetahuan, khusunya dalam dunia teknik sipil.
Sehingga dapat memperkaya dan menambah wawasan yang ada.
d. Bagi Penulis Berikutnya
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan referensi terhadap penulisan yang
sejenis. Selain itu penulis berikutnya dapat mengembangkan tulisan ini menjadi lebih
lengkap dan sempurna.
BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1 Dasar Teori Desain
Dalam mendesain jembatan ini didasarkan pada ketentuan ketentuan yang tercantum
dalam peraturan lomba jembatan part 2 bagian prototype design dalam Bridge Design
Competition dalam rangka Civil Engineering Innovation Contest (CEIC) 2017 yang
diselenggarakan oleh Universitas Diponegoro. Dalam peraturan lomba jembatan CEIC telah
ditetapkan dimensi panjang, tinggi, dan lebar. Penentuan tinggi jembatan dipilih sedemikian
rupa agar menjaga kekakuan jembatan. Kekakuan perlu diperhatikan agar jembatan tidak
mudah berdeformasi akibat beban yang diberikan.
Dalam peraturan lomba juga tertera bahwa asumsi sistem perletakan jembatan yaitu
sendi dan rol, maka konstruksi jembatan ini merupakan konstruksi Analisis Struktur Statis
Tertentu dengan dikenakan beban berupa beban statis terpusat langsung.
Jembatan ini didesain agar mampu menahan beban yang diterima dari perilaku elastis
sampai pada tegangan ultimate / fraktur, dalam hal ini jembatan dikatakan telah mengalami
kegagalan pada struktur yaitu sobeknya sambungan dan atau patahnya frame. Dalam
peraturan juga dijelaskan beberapa dari aspek sambungan, perbedaan teknik penyambungan
serta bahan yang digunakan akan mempengaruhi desain. Terdapat beberapa standar
peraturan yang menjadi acuan dalam pembentukan proposal ini, seperti SNI 7973-2013
tentang spesifikasi desain untuk konstruksi kayu. perencanaan struktur baja, RSNI T-02-
2005 tentang standart pembebanan untuk jembatan.
2.1.1 Deskripsi Umum Jembatan Rangka
Jembatan merupakan suatu konstruksi atau bangunan yang berfungsi untuk
menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti
lembah yang dalam, alur sungai, danau, saluran irigasi, jalan kereta api, jalan raya yang
melintang tidak sebidang dan lain-lain. Jembatan merupakan elemen penting dalam sistem
transportasi terutama untuk menunjang roda perekonomian. Jembatan sendiri dapat
dikelompokkan menjadi 4 berdasarkan panjang bentangnya (Pucket, 2007) :

1. Small-span bridges (lebih dari 15 m)

2. Medium span bridges (lebih dari 75 m)

3. Large span bridges (antara 50 150 m)

4. Extra large (lebih dari 150 m)


Meskipun variasi panjang bentang pada jembatan sampai lebih dari 150 meter, kekakuan
konstruksi jembatan harus tetap terjaga. Maka dari itu, dibuatlah suatu konstruksi yaitu
berupa rangka di atas lantai kendaraan. Jembatan rangka adalah jembatan yang tersusun dari
2 rangka bidang utama yang disambung bersama dengan balok balok melintang dan
pengaku lateral. Susunan bidang jembatan ini membentuk segitiga segitiga. Kita telah
mengetahui bahwa bangunan dengan bentuk segitiga akan stabil karena gaya dari ketiga
framenya saling men-nol-kan. Material penyusun utama (rangka) yang digunakan adalah
logam atau kayu (Supriyadi, 2007). Adapun bagian bagian dari jembatan rangka sebagai
berikut :
1. Bangunan atas ( lantai kendaraan, balok memanjang, balok melintang trotoar,
rangka batang, ikatan angin atas bawah, ikatan rem).
2. Bangunan bawah (pilar, abutmen).
3. Pondasi (elastomer,pondasi pilar, perletakan sendi-rol).
4. Landasan (urugan/oprit, plat injak/expansiont joint, tembokpenghantar).
5. Bangunan pengaman jembatan (pengaman lereng pondasi/ abutmen,wing
abutmen).
6. Jembatan (sandaran, lampu penerangan, saluran air, kabellistrik dan telepon).

2.1.2 Tipe Jembatan Rangka Batang


Gambar 2.1 sumber : google.co.id
Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, maka variasi konstruksi dengan
analisis yang modern dan ditinjau dari segala aspek telah maju seperti sekarang ini.
Jembatan rangka juga telah mengalami beberapa modernitas berupa variasi tipe yang telah
berhasil dikembangkan oleh banyak ahli. Diantaranya yang sering dijumpai adalah :

1. Tipe Warren (Warren Truss)

Gambar 2.2 sumber : excelbridge.com


Terdapat 2 macam warren truss, yaitu warren trus dengan batang vertical dan
tanpa batang batang vertical. Batang batang disusun secara rapi membentuk
segitiga sama kaki. Batang disambung dari bawah sampai ke atas tanpa terdapat
sambungan ditengah bentang.

2. Tipe Pratt (Pratt Truss)


Gambar 2.3 sumber : quora.com
Jembatan rangka batang tipe pratt ini merupakan susunan batang diagonal
dan vertical. Batang diagonal sebagai pengikat batang atas dan bawah yang
disusun agar bertemu di bawah saat berada di tengah bentang. Kebalikan dari
tipe pratt disebut Howe Truss yaitu batang diagonal disusun dan bertemu di atas
pada tengah bentang. Perkembangan variasi dari tipe pratt menghasilkan tipe
tipe baru yakni tipe Y dan K truss

3. Tipe Rangka K (K Truss)

Gambar 2.4 sumber: wikiwand.com


Bentuk tipe K truss diturunkan dari tipe pratt yang telah dimodifikasi. Ciri
khusus dari tipe ini yaitu memiliki batang vertical pada setiap segmennya. Pada
beberapa segmen sepertiga tengah dari bentang, batang - batang disusun dari atas
dan bawah sehingga membentuk letter K.

4. Tipe Rangka Petit (Pennsylvania Truss)


Gambar 2.5 sumber:historylink.org
Tipe jembatan rangka petit merupakan hasil modifikasi yang dikembangkan
oleh insinyur di Amerika. Perbedaan yang mencolok pada tipe petit ini ada pada
bracingnya yaitu terdapat batang tambahan sebagai pengaku di setengah atau
tergantung desain dari tinggi jembatan.

5. BROWSTRING

Gambar 2.6 Tipe Jembatan Bowstring, Sumber: Google.co.id


Bowstring adalah salah satu tipe jembatan yang ada saat ini, jembatan ini
memiliki kestabilan struktur yang bagus serta memiliki kemampuan yang baik
dalam menyalurkan beban yang terjadi. Selain itu, tipe jembatan bowstring
memiliki kemampuan menahan lendutan yang baik, serta memiliki gaya
arsitektural yang indah.

2.1.3 Kelebihan Struktur Rangka


Struktur rangka banyak digunakan di berbagai daerah dengan karakter
transportasi yang berbeda beda karena memiliki banyak keuntungan. Salah satunya yaitu
dalam pengakutan materialnya, karena tersusun dari batang batang pendek maka
pengangkutan material dapat dengan mudah dilaksanakan tanpa harus mengalami kendala
yang mana secara spesifik dapat menekan biaya transportasi. Pengerjaan rangka jembatan
tidak memerlukan alat khusus seperti pada jembatan kabel yang membutuhkan alat khusus
untuk menegangkan kabel kabelnya. Menurut Mufida (2007), Dibandingkan dengan
struktur masif (balok penampang penuh) keuntungan menggunakan struktur jembatan
rangka yaitu elemen batang yang diperlukan dapat disesuaikan (jenis bahannnya maupun
dimensi penampangnya) dengan sifat dan besar gaya yang harus didukung, keuntungan
selanjutnya umumnya diperoleh struktur yang lebih ringan, lebih kuat dan lebih kaku.
Sedangkan kekurangan dari jembatan rangka yaitu memerlukan ruang yang lebih besar dan
proses pembuatannya lebih mahal.
Pendapat lain dikemukakan Aswin Indraprastha (2008) tentang kelebihan jembatan
rangka yakni :
1. Dapat menjembatani batang yang sangat panjang
2. Relatif lebih ringan
3. Elemen batang ukurannya kecil sehingga mudah dalam pengangkutan
2.1.4 Dasar Teori Perencanaan Jembatan
Pada hakikatnya suatu bangunan yang akan dibangun harus memperhatikan aspek
kekuatan pada tingkat keselamatan orang yang memanfaatkannya. Demikian juga pada
jembatan juga harus memperhitungkan aspek utama yaitu keselamatan dari pengendara atau
non pengendara yang melintas. Maka dari itu, perencanaan kekuatan balok, pelat, kolom
sebagai komponen struktur jembatan yang diperhitungkan terhadap lentur, aksial, geser dan
puntir harus didasarkan pada cara Perencanaan berdasarkan Beban dan Kekuatan Terfaktor
(PBKT). Sedangkan menurut Perencanaan Jembatan (DPU, 1995). Beberapa pertimbangan
yang menentukan diperlukannyya membangun sebuah jembatan yaitu :

1. Umur jembatan yang lama, telah terlalu tua sehingga perlu diganti dengan
jembatan yang baru.

2. Diperlukan jembatan yang sama sekali baru, sebab alat penyebrangan/ perlintasan
yang ada (misal: ponton) tidak dapat memenuhi kebutuhan yang ada.

3. Pada jalan yang sama sekali baru, diperlukan membangun jembatan yang baru.

Secara rasional, dalam perencanaan kita juga harus mempertimbangkan dari


kemungkinan kemungkinan yang mungkin terjadi, seperti halnya saat terjadi peperangan.
Kondisi ini diperlukan agar jembatan tetap dapat berfungsi.

2.1.5 Konsep dan Aspek aspek Dasar Perencanaan Jembatan


Dalam merencanakan sebuah konstruksi haruslah terlebih dahulu dilakukan survey
sebagai tujuan mencari data perencanaan baik data primer maupun data sekunder. Kemudian
dilakukan analisa terhadap kondisi lapangan, material, dan desain awal yang telah ada.
Analisa kondisi lapangan berupa analisa hidrologi, tanah, dan transportasi. Untuk
mengambil keputusan akhir perlu dikaji secara matang dan telah melalui proses atau tahapan
yang ketat agar jembatan yang dibuat sesuai apa yang diharapkan. Proses tersebut
digambarkan seperti gambar di bawah ini :
INPUT ANALISA OUTPUT EVALUASI

Gambar 2.7 Gambar Proses Perencanaan


Menurut Supriyadi (2007), data yang diperlukan dalam proses perencanaan jembatan
antara lain :
a. Lokasi jembatan :
1. Topografi,
2. Lingkungan
3. Tanah Dasar.
b. Keperluan :
Melintasi sungai, jurang/ lembah, jalan, rel kereta api dll,
c. Bahan struktur :
1. Karakteristiknya
2. Ketersediaannya
3. Peraturan yang berlaku.

Diagram alir
Start

Studi
Referensi

Evaluasi
Data

Preliminary Design
1 Tipe Struktur
2.Model Struktur
3. Bahan Struktur
4. Desain Struktur
5. Pembebanan dan
Analisa

OK not
Gambar Kerja dan OK
Evaluasi
RAB Desain

Finish

Gambar 2.8 Diagram Alur Perencanaan

2.2 Dasar Teori Pembebanan


Pembebanan merupakan tahapan yang sangat penting dalam menganalisa suatu
struktur. Desain suatu struktur diharapkan memiliki kekuatan yang cukup dalam
menerima beban. Salahnya dalam rencana pembebanan, maka kekuatan yang diharapkan
juga berbeda. Kekuatan yang besar melebihi ekspetasi akan membuat anggaran
pelaksanaan membengkak karena material harus memiliki mutu yang tinggi, demikian
pula jika kekuatannya kurang dari fungsi jalannya, maka jembatan akan runtuh dan dapat
membahayakan jiwa yang melintas. Oleh karena itu sangat penting untuk merencanakan
suatu struktur jembatan dengan sangat teliti dan agar desain struktur jembatan aman
digunakan.
Untuk membuat kekuatan sesuai standar, maka jembatan harus diperhitungkan pada
beban beban yang bekerja padanya. Beban kerja adalah suatu gaya luar yang mengenai
struktur sampai pada kondisi batas layannya. Adapun macam beban adalah sebagai
berikut :
1. Beban mati
Beban mati adalah beban dengan besar yang konstan dan berada pada posisi yang
sama setiap saat. Beban ini terdiri dari berat sendiri struktur dan komponen lain yang
melekat pada struktur secara permanen. Dalam hal ini beban mati pada jembatan adalah
berat struktur rangka jembatan sendiri dan juga setiap elemen-elemen struktur yang ada
di dalamnya.

2. Beban Hidup
Beban Hidup meupakan beban dengan besar yang berbeda beda terhadap waktu dan
posisinya. Beban ini merupakan beban yang sulit untuk dianalisa karena banyaknya
kendala pada saat survey lapangan. Macam macam beban hidup yakni beban hujan,
transportasi, dan beban yang diakibat aktivitas lain yang mempengaruhi kinerja jembatan.

3. Beban Angin
Besarnya beban angin yang bekerja pada struktur bangunan tergantung dari kecepatan
angin, rapat massa udara, letak geografis, bentuk dan ketinggian bangunan, serta
kekakuan struktur. Bangunan yang berada pada lintasan angin, akan menyebabkan angin
berbelok atau dapat berhenti. Sebagai akibatnya, energi kinetik dari angin akan berubah
menjadi energi potensial, yang berupa tekanan atau hisapan pada bangunan.
4. Beban Gempa
Beban gempa merupakan beban akibat adanya gelombang yang dihasilkan dari
pergeseran lempeng di dalam bumi, meletusnya gunung, atau aktivitas yang
menghasilkan getaran. Beban gempa sangat sulit diprediksi kapan, dimana, dan seberapa
besar yang akan terjadi. pada pembangunan konstruksi terdapat standar untuk
menentukan besar gempa dengan menggunakan garis gempa Indonesia yang telah
disusun oleh para ahli.

2.3 Material Kayu Balsa


Kayu balsa merupakan kayu yang masuk dalam suku Bombacaceae yang dalam
bahasa ilmiahnya sebut sebagai "Ochroma pyramidale atau juga Ochroma Lagopus"
adalah tumbuhan yang berasal asli dari America Selatan terutama dari Ekuador. Kayu ini
masuk dalam kelas kuat III IV dengan berat jenis maksimum 0,31 dan minimum 0,09
sehingga memiliki berat jenis rata rata 0,16.
Kayu balsa memiliki sifat yang ringan dan lentur, kayu jenis ini mempunyai berat
jenis 0,29 kg setiap, dan tidak gampang lapuk, disamping itu struktur kayu balsa memiliki
tingkat kekuatan dan ketahanan yang tinggi. Perlu di cermati bahwa kayu Balsa bukan
kayu yang paling ringan . Namun, kayu balsa dianggap sebagai kayu terkuat jika
mempertimbangkan beratnya. Ada jenis kayu yang lebih ringan dari kayu Balsa, tetapi
tidak memiliki kekuatan seperti Balsa. Keunikan lainnya yaitu Balsa juga mampu
menyerap goncangan dan getaran dengan baik dan dapat dengan mudah dipotong,
dibentuk, dan ditempel dengan perkakas tangan sederhana.
Kayu balsa bisa sangat ringan karena pada saat pohon masih hidup batang sebagai
kayu balsa digunakan untuk menyimpan air. Ketika pohon ditebang dan mati maka air
yang terkandung dalam batang akan menguap menyebabkan berat dari batang akan
berkurang sangat signifikan.

Gambar 2.9 sumber : balsawood.com


Gambar 2.10 sumber : balsa.web.id

2.4 Perencanaan Gelagar Jembatan


a. Momen lentur murni pada gelagar jembatan

Gambar 2.11 sumber : irikakuliah.blogspot.co.id


Pada gelagar jembatan direncanakan dapat menahan 2 elemen gaya yaitu gaya
momen lentur dan gaya geser. Momen atau tegangan lentur actual tidak boleh melebihi
nilai desain acuan lentur terkoreksi sesuai dengan SNI 7973-2013 Pasal 3.3.1. Gelagar
jembatan harus memenuhi persamaan berikut ini :

Mu Sx . Fb

Dimana,
Mu = Momen lentur terfaktor
Sx = Modulus elastisitas lentur
Fb = Kuat lentur terkoreksi

Untuk mencari modulus penampang berbentuk persegi maka harus menggunakan


persamaan sesuai dengan SNI 7973-2013 Pasal 3.3.2.2.

Sx =

Dimana,
b = lebar penampang
d = tinggi penampang
Nilai desain acuan untuk kayu yang dipilih secara visual dan kayu dimensi yang
dipilih secara mekanis dicantumkan di dalam tabel 1. Berikut merupakan cara untuk
menentukan nilai desain dan modulus elastisitas lentur acuan ( SNI 7973-2013 Pasal
4.2.1 ).

Tabel 2.1 Nilai Desain Acuan untuk Kayu Gergajian, Sumber: sisni.bsn.go.id

Nilai desain acuan harus dikalikan dengan semua faktor koreksi yang berlaku untuk
menentukan nilai desain terkoreksi. Faktor-faktor koreksi untuk kayu gergajian
ditunjukan dalam tabel berikut ini ( SNI 7973-2013 Pasal 4.3.1 ):
Tabel 2.2 Koreksi untuk nilai kayu gergajian, Sumber: sisni.bsn.go.id

Berikut ini merupakan cara untuk menentukan nilai faktor koreksi pada nilai desain
acuan untuk lentur murni ( SNI 7973-2013 Tabel 4.2.2 ):
1. Faktor Layan Basah (Cm)

Tabel 2.3 Koreksi untuk nilai kayu gergajian, Sumber: sisni.bsn.go.id

* Apabila Fb 8 MPa, Cm = 1,0


** Apabila Fc 5,2 MPa, Cm = 1,0

2. Faktor Temperatur ( Ct )
Menurut ( SNI 7973-2013 Tabel 2.3.3 ) pengaruh temperatur sebagai berikut:
Tabel 2.4 Pengaruh Temperatur, Sumber: sisni.bsn.go.id

3. Faktor Stabilitas Balok ( CL )


Apabila tinggi komponen struktur lentur tidak melebihi lebarnya, d b, tumpuan
lateral tidak diperlukan dan CL = 1,0
Apabila komponen struktur lentur kayu gergajian persegi panjang ditumpu lateral
dengan mengikuti ketentuan 4.4.1 SNI 7973-2013, maka CL = 1,0
Apabila tepi tekan komponen struktur lentur ditumpu di seluruh panjangnya untuk
mencegah peralihan lateral, dan ujung-ujung tumpu mempunyai tumpuan lateral untuk
mencegah rotasi, maka CL = 1,0

4. Faktor Ukuran ( CF )
Nilai desain lentur, tarik, dan tekan sejajar serat acuan untuk kayu demensi yang
tebalnya 50,8 mm sampai 101,6 mm yang dipilih secara visual harus dikalikan dengan
faktor koreksi yang ditetapkan yaitu 1,0 ( SNI 7973-2013 Pasal 4.3.6 ).
5. Faktor Penggunaan Rebah ( Cfu )
Apabila kayu yang tebalnya 50,8 sampai 101,6 mm dibebani di muka lebar, nilai
desain acuan, Fb harus dikalikan dengan faktor penggunaan rebah, Cfu yang telah
ditetapkan seperti tabel 5 ( SNI 7973-2013 Tabel 4.3.7 ).

Tabel 2.5 Faktor Penggunaan Rebah, Sumber: sisni.bsn.go.id

6. Faktor Tusukan ( Ci )
Nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor tusukan, Ci berikut apabila kayu
dimensi dipotong sejajar serat pada tinggi maksimum 10,16 mm, panjang maksimum
9,53 mm, dan densitas tusukan sampai 11840/m2. Faktor tusukan harus ditentukan
dengan pengujian atau dengan perhitungan menggunakan penampang tereduksi untuk
pola tusukan yang melebihi batas-batas tersebut (SNI 7973-2013 Pasal 4.3.8).

Tabel 2.6 Faktor Tusukan, Sumber: sisni.bsn.go.id

7. Faktor Komponen Struktur Berulang ( Cr )


Nilai desain lentur acuan, Fb untuk kayu dimensi yang tebalnya 50,8 mm sampai
101,6 mm harus dikalikan dengan faktor komponen struktur berulang, Cr = 1,15 apabila
komponen struktur tersebut digunakan sebagau joist, batang pada rangka batang, gording,
dek, balok lantai atau komponen struktur serupa yang satu sama lain berkontal atau
berjarak tidak lebih 610 mm as ke as, banyaknya tidak kurang dari tiga, dan dihubungan
satu sama lain dengan lantai, atap elemen-elemen pendistribusi beban lain yang memadai
untuk memikul beban desain (SNI 7973-2013 Pasal 4.3.9).
8. Faktor Konversi Format ( Kf )
Untuk DFBK, nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor konversi format, Kf
( SNI 7973-2013 Pasal 2.3.5 ).

Tabel 2.7 Faktor Konfersi Format, Sumber: sisni.bsn.go.id

9. Faktor Ketahanan ( )
Untuk DFBK, nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor ketahanan, ( SNI
7973-2013 Pasal 2.3.6 ).
Tabel 2.8 Faktor Ketahanan, Sumber: sisni.bsn.go.id

10. Faktor Efek Waktu ( )


Untuk DFBK, nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor efek waktu (SNI
7973-2013 Pasal 2.3.7).

Tabel 2.9 Faktor Efek Waktu, Sumber: sisni.bsn.go.id

a. Tahanan geser pada gelagar jembatan


Tahanan geser actual tidak boleh melebihi tahanan desain acuan geser terkoreksi
sesuai dengan SNI 7973-2013 Pasal 3.4.1. Gelagar jembatan harus memenuhi persamaan
berikut ini :
Gambar 2.11 sumber : sofyanida.blogspot.co.id
Vu V
V = 2/3. Fv . b . d
Dimana,
Vu = Gaya geser terfaktor
V = Tahanan geser terkoreksi
Fv = Kuat geser terkoreksi
b = Lebar penampang
d = Tinggi penampang
Berikut ini merupakan cara untuk menentukan nilai faktor koreksi pada nilai desain
acuan untuk geser :
1. Faktor layan basah ( Tabel 3 )
2. Faktor temperatur ( Tabel 4 )
3. Faktor tusukan ( Tabel 6 )
4. Faktor konversi format ( Tabel 7 )
5. Faktor tahanan ( Tabel 8 )
6. Faktor efek waktu ( Tabel 9 )

b. Lendutan pada batang lentur


Untuk membatasi perubahan-perubahan bangunan dari suatu konstruksi, sambungan
harus dilaksanakan sedemikian baiknya, sehingga pergeseran dari masing-masing bagian
kostruksi terdiri sekecil mungkin, terutama untuk konstruksi yang mengalami getaran-
getaran seperti jembatan. Lendutan pada batang lentur ditentukan oleh banyak factor
(PKKI, 1961) seperti:
Gaya luar
Bentang balok
Momen inersia penampang
Modulus elastisitas
Adapun persamaan untuk lendutan ijin komponen batang lentur yaitu :
- Pada konstruksi terlindung = L/300
- Pada konstruksi tidak terlindung = L/400
2.5 Perencanaan Rangka Batang
2.5.1 Perencanaan Rangka Batang Tarik

Gambar 2.12 sumber : magnesiumkarbonat.wordpress.com


Gaya atau elemen tarik actual harus didasari atas luas penampang neto dan tidak
boleh melebihi nilai desain tarik terkoreksi. Batang tarik merupakan suatu eleman
struktur yang menerima gaya normal berupa gaya tarik. Komponen struktur tarik harus
direncanakan untuk memenuhi persamaan SNI 7973-2013 Pasal 4.3.1 sebagai berikut:
Tu T
T = Ft . An
Dimana,
Tu = Gaya tarik terfaktor
T = Tahanan tarik terkoreksi
Ft = Kuat tarik terkoreksi ( Tabel 2 ) An = Luas penampang
Berikut ini merupakan cara untuk menentukan nilai faktor koreksi pada nilai desain
acuan untuk tarik :
1. Faktor layan basah (Tabel 3)
2. Faktor temperatur (Tabel 4)
3. Faktor ukuran (SNI 7973-2013 Pasal 4.3.6)
4. Faktor tusukan (Tabel 6)
5. Faktor konversi format (Tabel 7)
6. Faktor ketahanan (Tabel 8)
7. Faktor efek waktu (Tabel 9)
2.5.2 Perencanaan Rangka Batang Tekan
Gambar 2.13 sumber : magnesiumkarbonat.wordpress.com
Gaya atau tegangan tekan sejajar serat actual tidak boleh melebihi nilai desain tekan
terkoreksi.Perhitungan fc harus didasari atas luas penampang neto. Apabila penampang
tereduksi terjadi dibagian kritis dari panjang kolom yang paling berpotensi mengalami
tekuk. Apabila penampang tereduksi tidak terjadi di bagian kritis dari panjang kolom
yang paling berpotensi mengalami tekuk, maka perhitungan fc harus didasarkan atas luas
penampang bruto. Selain itu, fc yang didasarkan atas luas penampang neto tidak boleh
melebihi nilai desain tekan acuan sejajar serat dikalikan dengan semua faktor koreksi
kecuali faktor stabilitas kolom Cp ( SNI 7973-2013 Pasal 3.6.3 ).
Pu P
P = Fc . Ag
Dimana,
Pu = Gaya tekan terfaktor
P = Tahanan tekan terkoreksi
Fc = Kuat tekan sejajar serat terkoreksi ( Tabel 2 )
Ag = Luas penampang bruto
Berikut ini merupakan cara untuk menentukan nilai faktor koreksi pada nilai desain
acuan untuk tekan sejajar serat :
1. Faktor layan basah ( Tabel 3 )
2. Faktor temperature ( Tabel 4 )
3. Faktor ukuran( SNI 7973-2013 Pasal 4.3.6
4. Faktor tusukan ( Tabel 6 )
5. Faktor stabilitas kolom
Apabila komponen struktur tekan ditumpu di seluruh panjangnya untuk eralihan
lateral di semua arah, maka Cp = 1,0
Panjang kolom efektif kolom, e = ( Ke ) .

Faktor stabilitas kolom harus dihitung sebagai berikut:


Gambar 2.14 sumber: duniatekniksipil.web.id

Fc = Nilai desain tekan lentur acuan sejajar serat dikalikan dengan semua factor
koreksi FCE = 0,822 . Emin / (e/d)2
6. Faktor konversi format ( Tabel 7 )
7. Faktor ketahanan ( Tabel 8 )
8. Faktor efek waktu ( Tabel 9 )

2.5.3 Analisa Gaya Batang


Tahap awal pada analisis rangka batang adalah menentukan apakah rangka batang itu
mempunyai konfigurasi yang stabil atau tidak. Secara umum, setiap rangka batang yang
merupakan susunan bentuk dasar segitiga merupakan struktur yang stabil. Pola susunan
batang yang tidak segitiga, umumnya kurang stabil yang akan runtuh apabila dibebani,
karena rangka batang ini tidak mempunyai jumlah batang yang mencukupi untuk
mempertahankan hubungan geometri yang tetap antara titik-titik hubungnya.
Prinsip dasar dalam menganalisis gaya batang adalah bahwa setiap struktur atau
setiap bagian dari setiap struktur harus berada dalam kondisi seimbang. Gaya-gaya
batang yang bekerja pada titik hubung rangka batang pada semua bagian struktur harus
berada dalam keseimbangan. Prinsip ini merupakan kunci utama dari analisis rangka
batang (Dian Ariestadi, 2008).
Untuk menyelesaikan perhitungan konstruksi rangka batang, umumnya dapat
diselesaikan dengan beberapa metode sebagai berikut:
a. Cara Grafis
Metode Cremona

gambar 2.15 sumber : bataruddin.blogspot.co.id

Metode cremona adalah metode grafis dimana dalam penyelesaiannya menggunakan


alat tulis dan penggaris siku (segitiga). Luigi Cremona (Italia) adalah orang yang pertama
menguraikan diagram cremona tersebut. Pada metode ini, skala gambar sangat
berpengaruh terhadap besarnya kekuatan batang karena kalau gambarnya terlalu kecil
akan sulit pengamatannya.
b. Cara Analitis
Metode keseimbangan titik buhul

Gambar 2.16 sumber : wordpress.com


Pada analisis rangka batang dengan metode titik hubung (joint), rangka batang
dianggap sebagai gabungan batang dan titik hubung. Gaya batang diperoleh dengan
meninjau keseimbangan titik-titik hubung. Setiap titik hubung harus berada dalam
keseimbangan, sehingga untuk menghitung gaya-gaya yang belum diketahui digunakan
H = 0 dan V = 0.
Metode keseimbangan potongan (ritter)

Gambar 2.17 sumber : shantyshilvieandut.blogspot.co.id


Metode keseimbangan potongan (ritter) adalah metode yang mencari gaya batang
dengan potongan atau irisan analitis. Metode ini umumnya hanya memotong tiga batang
mengingat hanya ada tiga persamaan statika saja, yaitu: M = 0, H = 0 , dan V = 0.
Perbedaan metode ritter dengan metode keseimbangan titik buhul adalah dalam
peninjauan keseimbangan rotasionalnya. Metode keseimbangan titik buhul, biasanya
digunakan apabila ingin mengetahui semua gaya batang. Sedangkan metode potongan
biasanya digunakan apabila ingin mengetahui hanya sejumlah terbatas gaya batang. (Dian
Ariestadi, 2008)
Akan tetapi, metode elemen hingga mulai sering digunakan dalam analisa
perhitungan struktur rangka batang, karena metode ini memeiliki ketelitian yang tinggi.

BAB III
PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA

3.1 Konsep Pemilihn Desain Jembatan Rangka


Jembatan rangka adalah jembatan yang beban suprastruktur terdiri dari truss. Truss ini
adalah struktur elemen yang terhubung membentuk unit segitiga, dengan bentuk segitiga ini
struktur jembatan akan lebih stabil. Unsur-unsur yang terhubung (biasanya lurus) dapat
ditekankan dari ketegangan, kompresi, atau kadang-kadang baik dalam respons terhadap
beban dinamis. Jembatan truss adalah salah satu jenis tertua dari jembatan modern. Seiring
perkembangan zaman dan teknologi, jenis dari jembatan rangka semakin beragam. Oleh
karena itu dalam merencanakan suatu jembatan truss memerlukan suatu konsep yang matang,
agar mengetahui jenis dan spesifikasi jembatan yang dirancang.
Sifat truss memungkinkan analisis struktur menggunakan beberapa asumsi dan penerapan
hukum Newton tentang gerak sesuai dengan cabang fisika yang dikenal sebagai statika.
Untuk keperluan analisis, gulungan diasumsikan pin bersendi dimana komponen lurus
bertemu. Asumsi ini berarti bahwa anggota truss (chords, vertikal dan diagonal) akan
bertindak hanya dalam ketegangan atau kompresi. Sebuah analisis lebih kompleks diperlukan
di mana sendi kaku memaksakan beban lentur signifikan terhadap unsur-unsur tertentu.
Dalam menyusun konsep desain suatu jembatan, banyak hal yang perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan. Karena kesalahan dalam membuat suatu jembatan adalah hal yang sangat
beresiko dan mempunyai konsekuensi yang tinggi. Keindahan suatu desain adalah hal yang
penting, namun selain keindahan faktor lain seperti kekokohan, kenyamanan, dan efisiensi
juga perlu dipertimbangkan.
Konsep pemilihan dan pembuatan desain jembatan yang kita buat berpacu pada aturan-
aturan yang tertera dalam peraturan lomba Bridge Design Competition dalam rangka ceic
(Civil Engineering Innovation Contest ) 2017, agar jembatan yang kita rencanakan tidak
menyalahi aturan yang ada dan dapat memenuhi kriteria yang diharapkan.

3.1.1 Metodelogi Konsep Pemilihan Desain

START
Pengumpulan Data Material

Analisis Kekuatan Material

Pembuatan Desain

Pembebanan

Not OK

Analisa Struktur
dengan SAP 2000 v14

Cek Kontrol
Dimensi
Struktur

Gambar 3.1 Metodelogi Konsep Pemilihan Konsep, Sumber : Primer

3.1.2 Konsep Dasar Pemilihan Desain


Dalam ajang Bridge Design Competition dalam rangka ceic (Civil Engineering
Innovation Contest) 2017 yang diselenggarakan oleh Universitas Diponegoro Semarang,
kita diharuskan mendesain dan membuat jembatan yang kokoh, inovatif, realistic, dan
efisien. Sehingga kami dari SUNRISE Team Universitas Negeri Surabaya membuat desain
jembatan yang tidak hanya menonjolkan segi arsitektural atau keindahan saja, tapi dengan
memperhatikan kriteria-kriteria lainnya yang tidak kalah penting.
Pada truss bridge, batang-batang (bars) disusun sehingga sumbu batang tersebut
menjadi bentuk susunan yang terdiri dari satu atau lebih dari satu segitiga dengan joint
pada sudut-sudutnya (titik kumpul sumbu batang). Dengan pembebanan yang terjadi pada
joint-joint, gaya dalam pada batang adalah gaya aksial (gaya normal). Untuk menentukan
apakah sebuah rangka batang statis tertentu, statis tak tertentu, atau labil dapat
menggunakan rumus berikut:
Jika rangka batang statis tertentu:

M+R=
2J
Jika rangka batang statis tak tertentu:

M+R>
2J

Jika rangka batang labil:

M + R < 2J

Keterangan :
M = Jumlah Batang ; R = Jumlah Reaksi Perletakan ; J = Jumlah Joint
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, jenis jembatan truss semakin
beragam. Adapun bentuk dari rangka batang beraneka macam seperti gambar di bawah ini :
Gambar 3.2 Macam-macam Jenis Rangka jembatan, Sumber: Google.co.id

Dari macam-macam tipe jembatan di atas kami mencoba menganalisa dan


mengkombinasikan 2 bentuk jembatan. Yaitu:

Praat & Howe Type

Gambar 3.4 Tipe Jembatan Pratt ,Sumber: Google.co.id

Gambar 3.5 sumber : quora.com

Untuk menyempurnakan desain bowstring yang telah kita tentukan, kita


mengkombinasikan dengan tipe jembatan praat dan howe yang telah mengalami modifikasi.
Penggunaan tipe jembatan praat dan howe bertujuan untuk memperkecil lendutan di tengah
batang dan lebih memperkokoh jembatan. Modifikasi tipe praat dan howe bertujuan untuk
menyesuaikan desain jembatan dengan alat pengujian yang tertera dalam peraturan lomba, agar
titik pembebanan berada di titik buhul jembatan.

Desain Jembatan Hasil Kombinasi


Dari hasil analisa 3 tipe jembatan di atas, kami dari SUNRISE Team Universitas Negeri
Surabaya menciptakan sebuah desain yang kami beri nama Pendil Wesi GANANDRA Bridge
sebagai berikut:
Gambar 3.6 Hasil Kombinasi Bowstring Type dan Pratt Type, Sumber: Primer
Kombinasi dan modifikasi bertujuan untuk memperkokoh jembatan dan memperkecil
lendutan yang terjadi. Selain itu untuk penyesuaian rencana pembebanan yang akan dilakukan,
dengan adanya modifikasi ini pembebanan berada pada titik buhul jembatan.

3.2 Keunggulan Desain Jembatan


Jembatan Pendil Wesi GANANDRA Bridge yang kami desain memiliki keunggulan
sesuai dengan kriteria lomba Bridge Design Competition dalam rangka ceic (Civil
Engineering Innovation Contest ), antara lain:

1. Gaya batang utama jembatan merupakan gaya aksial.


2. Desain jembatan terbagi menjadi bentuk segitiga-segitiga yang saling berhubungan,
sehingga mempunyai struktur yang stabil.
3. Jembatan yang kami desain memiliki tinggi 18 cm dari tinggi maksimal 20 cm dari
ketentuan . hal ini bertujuan untuk menggurangi lendutan dan menjadikan struktur
lebih kaku. Selain itu kami juga meminnimalis kesalahan dari ukuran desain yang
telah ditentukan. Dengan bentang jembatan yang relative panjang (1 Meter). Ukuran
yang tinggi dapat memperbesar sudat jembatan sehingga kekakuan terjaga
4. Jembatan memiliki struktur yang kuat, karena dapat menahan beban lebih dari 50 kg
dan lendutan yang terjadi kurang dari 5 mm.
5. Jembatan yang kami desain mempunyai berat struktur yang ringan dan efisien,
dengan berat struktur jembatan kurang dari 300 gram.
6. Jembatan yang kami desain terdiri dari 7 segment, sehingga jembatan lebih kuat
karena terbagi dalam bentang yang lebih pendek.
7. Rencana pembebanan pada jembatan yang kami desain berada pada titik buhul.

Gambar 3.7 Rencana Pembebanan Jembatan, Sumber: Primer


8. Desain jembatan yang kami buat memiliki nilai estitika yang indah, dan beda dari
desain jembatan lainnya.

Gambar 3.8 Desain Jembatan Pendil Wesi GANANDRA Bridge,Sumber: Primer

3.3 Pemilihan dan Spesifikasi Material


Pemilihan material adalah salah satu komponen yang sangat penting dalam
merencanakan suatu jembatan, karena material sangat menentukan kekuatan dan kualitas
jembatan. Pemilihan material yang tepat akan berdampak baik terhadap kualitas jembatan, begitu
juga sebaliknya. Oleh karena itu, sebelum menentukan material yang dipakai perlu adanya
pengkajian dan pertimbangan yang matang agar jembatan yang akan kita buat dapat kokoh
sesuai dengan yang kita inginkan.
Dalam lomba Bridge Design Competition dalam rangka ceic (Civil Engineering Innovation
Contest) 2017 pemilihan materal yang kita gunkan berpedoman pada aturan yang tertera pada
Chapter B Part 2 ( Prototype Desain ), dimana kita hanya menggunakan material yang
diperbolehkan dalam aturan tersebut.

3.3.1 Material Rangka Batang Jembatan


Untuk material yang digunakan pada rangka batang jembatan adalah kayu balsa
(Ochroma pyramidale) dengan spesifikasi sebagai berikut:
Gambar 3.9 Kayu Balsa, Sumber: magrovelaser.com

Profil Balsa : 5 mm x 10 mm x 1000 mm

Modulus Elastisitas : 5.000 Mpa

Berat Jenis Balsa : 240 kg/m3

3.3.2 Material Sambungan Jembatan


1. Paku

Paku polos ukuran 19.05 mm

Gambar 3.10 Paku Polos, Sumber: Indotrading.com

Spesifikasi paku polos:

Tabel 3.1 Spesifikasi Paku Polos, Sumber: Pilarks.com


Ukuran Panjang Diameter Kepala
(BWG) mm mm mm
X 20 12,70 0,88 2,25
X 18 19,05 1,47 3,07
1 X 16 25,40 1,65 3,96
1 X 15 31,75 1,83 4,36
1 X 14 38,10 2,10 5,50
1 X 13 44,45 2,40 5,70
2 X 12 50,80 2,75 6,50
2 X 11 63,50 3,05 6,75
3 X 10 76,20 3,40 7,14
3X9 88,90 3,75 7,93
4X8 101,60 4,20 8,73
5X5 127,00 5,57 11,00
6X5 152,40 5,57 11,00
Paku open Elephant ukuran 10 ml

Gambar 3.11 Paku Open Elephant, Sumber: Indotrading.com

3.4 Pemodelan Struktur

Anda mungkin juga menyukai