Anda di halaman 1dari 23

“JEMBATAN KERETA API”

Mata Kuliah Teknik Rekayasa Kereta Api


Dosen Pengampu :Bapak Dr. Edi Nursalam MT

DISUSUN OLEH:
ANDI ERWIN (2101034)
AQILAH TAKDIR (2101050)
NAZZHIRA NASYA KIRANA WIJAYA (2101280)
DIBYATARA DWI PRAYUDA (2101099)
MARIA DELLA S. L. P. LANGODAY (2101215)

POLITEKNIK TRANSPORTASI DARAT INDONESIA – STTD


PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TRANSPORTASI DARAT
BEKASI 2023
BAB I
PENDAHULUAN

Jembatan merupakan suatu struktur penting yang dibuat untuk menyeberangi suatu
rintangan seperti jurang, sungai, rel kereta api, ataupun jalan raya. Jembatan juga
merupakan bagian dari infrastruktur transportasi darat yang sangat vital dalam aliran suatu
perjalanan atau lalu lintas, karena sebagai penghubung antar daerah untuk menunjang
perkembangan ekonomi hingga pariwisata suatu daerah.
Kereta api merupakan salah satu moda transportasi yang memilki karakteristik dan
keunggulan khusus, terutama dalam kemampuannya mengangkut secara massal, baik
penumpang maupun barang. Struktur jalan rel merupakan konstruksi yang direncanakan
sebagai prasarana atau infrastruktur perjalanan kereta api. Konsep struktur jalan rel adalah
rangkaian superstructure dan substructure yang menjadi satu kesatuan komponen yang
mampu mendukung pergerakan kereta api secara aman. Struktur jalan rel meliputi
bermacam-macam konstruksi yang dimaksud untuk mendukung jalan rel dan
pengoperasaian kereta api. Beberapa contoh struktur pendukung jalan rel antara lain:
jembatan, terowongan, viaduct, gorong-gorong, dan jalur inspeksi.
Jembatan kereta api adalah jembatan yang dirancang khusus untuk dapat dilintasi
kereta api. Perencanaan jembatan ini dari jalan rel kereta api, ruang bebas jembatan, hingga
beban yang diterima oleh jembatan. disesuaikan dengan kereta api yang melewati jembatan
tersebut. Beban gandar yang digunakan sebagai dasar perencanaan harus sesuai dengan
klasifikasi jalurnya dan beban terbesar dari sarana perkeretaapian yang dioperasikan.
Secara umum setiap kontruksi sipil selalu dibebani oleh beban mati (muatan tetap) dan
beban hidup (muatan bergerak). Beban pada kontruksi tersebut seperti berat sendiri
kontruksi sedangkan beban hidup (muatan bergerak) adalah suatu beban yang bekerja pada
saat tertentu saja seperti beban angin, beban gempa, beban manusia dan beban peralatan
pada saat pengerjaan kontruksi dan juga beban kendaraan pada kontruksi jembatan. Untuk
mengetahui gaya dalam (momen) maksimal maka pada perhitungan ini di pakai cara garis
pengaruh. Perhitungan yang dipakai dengan penentuan beban gandar dan jarak gandar
lokomotif secara aktual yang berjalan di atas jembatan tipe plat girder. Garis pengaruh
dipergunakan untuk mengetahui dimana letaknya muatan yang bergerak yang dapat
menimbulkan akibat yang paling buruk. Garis pengaruh merupakan cara lain untuk mencari
reaksi perletakan, gaya momen dan lintang pada suatu konstruksi yang terbebani beban luar
statis (Arisandy, 2012Z
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Jembatan Kereta Api


Secara harfiah, jembatan adalah struktur yang berfungsi sebagai penghubung dua
bagian yang terpisah oleh suatu rintangan baik yang alami seperti sungai, lembah, dan selat
atau laut, maupun buatan seperti jalan raya, saluran irigasi, dan jalan rel kereta (Supriyadi,
2013).
Jembatan adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk melewatkan lalu lintas yang
terputus pada kedua ujungnya akibat adanya hambatan berupa: sungai / lintasan air,
lembah, jalan / jalan kereta api yang menyilang dibawahnya. Struktur bawah jembatan
adalah pondasi. Suatu sistem pondasi harus dihitung untuk menjamin keamanan,
kestabilan bangunan diatasnya, tidak boleh terjadi penurunan sebagian atau seluruhnya
melebihi batas-batas yang diijinkan

B. Jenis-jenis Jembatan
Sejak 1925 turis Eropa dan warga Batavia sudah bisa menikmati kereta api cepat
menuju wilayah Kesultanan Yogyakarta. Rutenya tidak lagi memutar melewati Bogor–
Sukabumi–Bandung–Cibatu–Maos–Kroya, tetapi berjalan langsung ke arah timur Batavia
menyusuri pesisir utara menuju Cirebon, Kroya, Kutoarjo, dan Yogyakarta. Rute baru yang
lebih cepat itu bisa terlaksana karena sejak 1916 lintas Cikampek–Cirebon–Kroya sudah
terhubung rel kereta api. Apalagi sejak 1921 jalur Jatinegara–Cikampek sudah dubbel
spoor alias jalur ganda, dengan demikian waktu tempuh perjalanan pun semakin dapat
dipangkas.
Kereta api andalan Sultan Hamengkubuwono VIII—ketika bepergian ke Batavia—
ini memulai perjalanannya dari stasiun awal Weltevreden (Gambir). Dari stasiun utama di
Batavia kereta api berjalan langsung dan mengisi air sebentar di Cikampek. Setelah itu
Djocja Expres kembali meluncur cepat menuju Cheribon SS (Cirebon Kejaksan) untuk
berganti lokomotif dan menaikturunkan penumpang. Di Purwokerto kereta api kembali
berhenti untuk menaikturunkan penumpang sekaligus mengisi air. Di Stasiun Kroya,
lokomotif Djocja Ekspres kembali diganti setelah itu kereta api kembali melanjutkan
perjalanan dan hanya berhenti di Kutoarjo untuk mengisi air. Setelah hampir seharian
menempuh perjalanan, Djocja Expres mengakhiri perjalanannya di Djocja SS (Stasiun
Tugu).
Ada ratusan jembatan kereta api bentang panjang maupun pendek yang dilewati
Djocja Expres selama dalam perjalanan sejauh kira-kira 500 kilometer lebih itu. Beragam
tipe jembatan tersebut dibangun menyesuaikan kondisi permukaan tanah yang dilewati
jalur kereta api. Pada saat merancang jembatan, para insinyur harus mampu menghitung
dan memperkirakan tekanan gandar lokomotif-lokomotif baru kelak yang akan terus
bertambah setiap tahunnya. Adapun Kekuatan jembatan rel di lintas raya harus lebih besar
dengan jembatan di lintas cabang dan jalan trem karena frekuensi perjalanan lebih sering
dan jenis lokomotif yang melewatinya pun sudah pasti lebih berat dan rangkaian lebih
panjang.

Beberapa tipe jembatan kereta api bentang pendek.


Pada permukaan tanah di pesisir utara Jawa Barat, rel kereta api lebih banyak
melintasi saluran air, kali irigasi, dan sungai-sungai kecil. Struktur jembatan di wilayah
kontur datar seperti ini didominasi jembatan dengan bentang pendek dengan lebar
maksimum 30 meter. Konstruksinya berupa balok baja yang dipasang di bawah bantalan
dan rel. Ada empat tipe jembatan jenis ini yaitu jembatan balok palang dengan gelagar besi,
jembatan balok palang baja kembar, jembatan balok palang pelat baja, dan jembatan
dinding pelat baja. Kelebihan jembatan model ini pemasangannya tidak rumit dan lebih
hemat biaya karena hanya menggunakan satu atau dua balok baja (istilah bahasa Belanda
disebut ‘hoofdligger’) sebagai penyangga utama rel.

Bagan jembatan lengkung dengan sistem batang tarik. Seperti tampak dalam
gambar, pada sistem ini bentuk busur atau lengkung jembatan menyesuaikan pembagian
beban antara lengkung dengan batang tarik. Pada jembatan-jembatan dengan lengkung
yang lebih rigid/ kaku, lengkung akan lebih banyak menerima beban dari pada batang tarik.

Pembangunan jembatan kedua di atas sungai Citarum dekat Stasiun Kedung Gedeh
pada 1918-1919. Jembatan tersebut melengkapi pembangunan jalur ganda Jatinegara
(Meester Cornelis)-Cikampek yang diresmikan sejak akhir 1921. Karena kondisi tepian
Citarum berupa endapan lumpur yang cenderung labil, kedua jembatan yang dikenal
dengan nama Tanjungpura itu mengadopsi struktur jembatan lengkung dengan batang tarik
sesuai dengan bagan atas gambar. (Sumber: Gedenkboek SS 1925)

Jembatan Tanjungpura di atas Sungai Citarum, 1930-an

Sedangkan pada sungai-sungai besar di dataran rendah dengan jarak permukaan air
tidak terlalu tinggi dari rel maka dipasang jembatan berdinding. Maksudnya adalah
jembatan rel menggunakan pola dasar struktur baja disusun palang segi tiga dan saling
bersambung melintang yang melingkupi jalur kereta api. Fungsi “dinding” baja di sini
bukan sebagai pagar di atas jembatan, tetapi untuk menahan barisan palang di bawah rel.
Dengan posisi ini, beban kereta api yang lewat di atasnya tidak bertumpu langsung pada
palang utama, tetapi melalui perantaraan palang segi tiga melintang tersebut. Pada
perkembangannya ada banyak variasi dalam tipe jembatan rangka batang. Jembatan rangka
batang (truss) merupakan tipe jembatan kereta api paling awal dipakai dan banyak
ditemukan pada lintas kereta api pertama NISM (Semarang-Solo-Yogyakarta) dan lintas
Surabaya-Pasuruan milik SS.
Jembatan dinding rangka bawah dengan posisi lintasan rel berada di bagian atas
kerangka jembatan.

Memasuki Jawa Tengah tepatnya selepas stasiun Prupuk, jalur mulai menanjak,
berkelok-kelok, melintasi sungai, lembah, dan jurang. Di area ini penumpang lebih sering
melihat tanggul penyangga jalan rel. Jembatan-jembatan yang dilewati pun lebih banyak
berkonstruksi rangka bawah dengan lintasan rel di atasnya. Jembatan ini cocok dibangun
pada lembah sungai atau jurang dengan kedalaman lebih dari 20 meter dan jarak antar
tepian lebih panjang.

Bagan dan foto jembatan dinding tertutup dengan model kerangka huruf “V.” di
atas Kali Code Yogyakarta, 1928. Konfigurasi rangka “V“ mulai diterapkan pada jembatan
kereta api di Indonesia sejak 1900. Material yang digunakan pun tidak lagi berupa besi
lapis, tetapi sudah memakai baja cor yang diimpor langsung dari Eropa. Pada jembatan itu,
beban muatan sanggup menahan beban seberat 6,56 ton per meter persegi. Tidak seperti
pada tipe jembatan balok berupa palang baja besar melintang di bawah rel, ciri khas
jembatan jenis ini hanya memerlukan baja berukuran lebih kecil. Batang-batang baja
disusun di bawah rel dengan saling mengikat satu sama lain. Konstruksi besi tersebut
didesain untuk menahan langsung beban rel dan kereta api. Untuk menopang susunan baja
dan rel, di setiap jarak tertentu dipasang tiang dengan struktur batu bata sesuai dengan
ketinggian jembatan. Meski demikian pada jembatan-jembatan tinggi di Priangan seperti
Cisomang Lama, Cirahong, maka konstruksi baja dengan ukuran kecil lebih pas dipakai
karena dapat mengurangi hambatan angin yang lewat.
Bagan jembatan dinding rangka dengan rasuk tidak terputus. Jembatan tipe di
samping menggunakan palang besi lapis yang saling terkait sebagai penopang jalur rel di
atasnya. Model jembatan seperti ini terdapat pada jembatan Citarum di lintas Padalarang-
Bogor. Pada zaman Belanda jembatan kereta api terpanjang adalah jembatan Cikacepit
dengan bentang konstruksinya dari ujung ke ujung mencapai 285,43 meter. Sedangkan
jembatan tertinggi terletak di lembah Cisomang pada lintas Purwakarta-Padalarang.
Dengan konstruksi baja yang dibangun pada 1913, tinggi jembatan dari dasar lembah
sampai rel adalah 100 meter.

C. Kelas Jembatan
1. Jembatan Permanen Klas A
Dirancang sebagai jembatan permanen dengan lebar total jembatan 9 m (badan
jalan 7 m dan lebar trotoar 1 m (kanan-kiri)) yang menggunakan beban lalu lintas BM
– 100 (100 % sesuai dengan pembebanan di Spesifikasi Pembebanan untuk Jembatan
& Jalan Raya No 12/1970 ( Revisi 1988)
2. Jembatan Permanen Klas B
Dirancang sebagai jembatan permanen dengan lebar total jembatan 7 m (badan
jalan 6 m dan lebar trotoar 0.5 m (kanan-kiri)) yang menggunakan beban lalu lintas
BM – 100 ( 100 % sesuai dengan pembebanan di Spesifikasi Pembebanan untuk
Jembatan & Jalan Raya No 12/1970 (Revisi 1988) .
3. Jembatan Permanen Klas C
Dirancang sebagai jembatan permanen dengan lebar total jembatan 4.5 m (badan
jalan 3.5 m dan lebar trotoar 0.5 m (kanan-kiri)) yang menggunakan beban lalu lintas
BM – 70 ( 70 % sesuai dengan pembebanan di Spesifikasi Pembebanan untuk
Jembatan & Jalan Raya No 12/1970 (Revisi 1988).

D. Tipe Jembatan Kereta Api


Tipe jembatan kereta api dibagi kedalam empat tipe dasar tergantung dari bentuk posisi
struktur.

a. Jembatan Gelagar Dinding (Trough Girder Bridge)


Jembatan Gelagar Dinding (Trough Girder) adalah jembatan dimana elevasi di dekat
bagian bawah dan kereta melintas langsung di antara gelagar. Gelagar adalah
komponen lentur yang merupakan komponen atas utama atau primer dan yang
menerima beban dari balok lantai dan balok memanjang.

Jembatan Gelagar Dinding (Trough Girder Bridge) 3D

Jembatan Gelagar Dinding (Trough Girder Bridge) 2D

b. Jembatan Gelagar Rasuk (Deck Girder Bridge)


Jembatan Gelagar Rasuk (Deck Girder Bridge) adalah jembatan dimana komponen
penahan seluruhnya berada di bawah jalan rel.

Jembatan Gelagar Rasuk (Deck Girder Bridge) 3D


Jembatan Gelagar Rasuk (Deck Girder Bridge) 2D

c. Jembatan Rangka Dinding (Trough Truss Bridge)


Jembatan Rangka Dinding (Trough Truss Bridge) adalah Jembatan dimana kereta
melewati langsung jembatan rangka. Rangka adalah struktur gabungan yang terdiri
dari masing – masing komponen yang disusun dan disambungkan biasanya dengan
pola segitiga, dan memindahkan beban kereta sebagai struktur atas penahan utama.

Jembatan Rangka Dinding (Trough Truss Bridge) 3D

Jembatan Rangka Dinding (Trough Truss Bridge) 2D

d. Jembatan Rangka Rasuk (Deck Truss Bridge)


Jembatan Rangka Rasuk (Deck Truss Bridge) adalah jembatan dimana rangkaberada
dibawah rel kereta .
Jembatan Rangka Rasuk (Deck Truss Bridge) 3D

Jembatan Rangka Rasuk (Deck Truss Bridge) 2D

E. Komponen Jembatan:

a) Struktur Bawah
Struktur bawah jembatan merupakan struktur yang dibangun untuk mentransfer gaya
pada struktur atas jembatan (jembatan rangka dan beban hidup) langsung ke tanah. Pada
umumnya struktur bawah dapat berupa kepala jembatan (abutment) dan pilar (piers).

b) Struktur Atas
Struktur atas terdiri dari beberapa komponen yang lebih banyak dibandingkan dengan
komponen struktur bawah jembatan. Komponen tersebut secara umum berupa rangka
utama, portal ujung (end post), gelagar melintang, gelagar memanjang atas atau
bawah (top chords) dan (bottom chords), ikatan angin / lateral bracing, plat buhul atas
atau plat buhul bawah (top chord gusset plate) dan (bottom chord gusset plate) , hanger
fixed end, counters dan lantai kendaraan.

a. Rangka Utama
Rangka utama merupakan pemikul utama keseluruhan beban jembatan, pada jembatan
rangka rasuk memiliki rangka utama sebagai berikut diantaranya adalah gelagar
atas(top chord), gelagar bawah (bottom chord), gelagar diagonal (diagonals), hanger
fixed end dan counters.
Komponen Rangka Utama Jembatan Rangka Rasuk (Deck Truss Bridge) 2D

Sumber : Standar Teknis Kereta Api Indonesia Untuk Jembatan Baja, 2006

b. Portal Ujung (End Post)


Portal ujung merupakan rangkaian profil baja yang terletak pada ujung jembatan
rangka. Portal ujung harus kaku sehingga dapa menahan bebaan horizontal, terutama
akibat angin. Sehingga portal ujung akan memiliki dimensi yang besar dibandingkan
dengan rangka lain.

Portal Ujung (End Post)

Sumber : Wikipedia.org

c. Gelagar Melintang (Cross Girder / Cross Beam)


Gelagar melintang bawah (Cross Girder) memikul beban kendaraan atau beban hidup
lainnya melalui gelagar memanjang (stringer ) dimana gelagar melintang atas sebagai
penyalur beban angin dan memperkaku struktur atas jembatan.

d. Gelagar Melintang (Cross Girder / Cross Beam)


Gelagar melintang bawah (Cross Girder) memikul beban kendaraan atau beban hidup
lainnya melalui gelagar memanjang (stringer ) dimana gelagar melintang atas sebagai
penyalur beban angin dan memperkaku struktur atas jembatan.

e. Gelagar Memanjang (Stringer)


Gelagar memanjang menyalurkan beban beban lantai kendaraan (beban mati, dan
beban hidup)hal ini dikarenakan gelagar memanjang menumpu gelagar melintang.
Gelagar memanjang ini mempunya dimensi sama dengan portal ujung jembatan.

Gelagar Memanjang

Sumber : heritage.kereta-api.co.id

f. Ikatan Angin (Lateral Bracing)


Ikatan angin merupakan rangkaian baja yang berfungsi sebagai penahan gayaangin
ikatan angin ini biasanya terletak pada atas gelagar memanjang

Ikatan Angin (Lateral Bracing)

Sumber : Standar Teknis Kereta Api Indonesia Untuk Jembatan Baja, 2006
g. Pelat Buhul (Gusset Plate)
Pelat buhul adalah satu komponen jembatan yang berfungsi sebagai penghubung atau
sambungan antara rangkaian profil – profil jembatan. Profil – profil rangka ini
disambungkan melalui pelat buhul dengan menggunakan baut atau sambungan las.
Pelat buhul harus mempunyai ketebalan yang lebih besar dibandingkan dengan profil
pelat pada baja. Hal ini dikarenakan semua gaya yang bekerja pada struktur utama
disalurkan melalui pelat buhul ini.

Pelat Buhul (Gusset Plate)


Sumber : cesco.com

h. Lantai Kendaraan
Lantai Kendaraan merupakan komponen utama jembatan yang berkontak langsung
dari beban kendaraan pada jembatan. Konstruksi jalan rel (bantalan dan rel)
merupakan lantai kendaraan untuk jembatan kereta api.

Rel Kereta Api


Sumber : Standar Teknis Kereta Api Indonesia Untuk Jembatan Baja, 2006
i. Elastomeric Bridge Bearing (Bantalan Karet Jembatan)
Elastomeric Bridge Bearing ( Bantalan Karet Jembatan ) adalah sebuah komponenpada
jembatan yang berbentuk karet dan berisikan pegas (per) di dalmanya, yang berfungsi
sebagai tumpuan untuk memperkecil tumbukan akibat gaya vertikal pada jembatan.
Gaya vertikal ini selanjutnya akan dilanjutkan menuju abutment hingga pondasi.

Elastomeric Bridge Bearing ( Bantalan Karet Jembatan )

Sumber : bearingpad.blogspot.co.id

F. Jenis Beban Kereta Api


a. Jenis Beban
Jembatan kereta api harus menahan jenis beban sebagai berikut :
1. Beban Mati

2. Beban Hidup

3. Beban Kejut

4. Beban Horizontal :

a. Beban Setrifugal

b. Beban Lateral Kereta

c. Beban Rem dan Traksi

d. Beban Rel Panjang Longitudinal

5. Beban Angin

6. Beban Gempa

Apabila ditetapkan didalam persyaratan, efek beban berikut ini juga harus
dipertimbangkan ;

1. Perubahan temperatur

2. Pemuaian, penyusutan dan/ atau rangkak dari beton

3. Penurunan
4. dan lain – lain.

a) Beban Mati
Beban mati terdiri dari berat sendiri komponen struktur baja, berat sendiri rel,
bantalan, dan balas. Beban jenis bahan yang biasanya dalam perhitungan beban
mati adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2-1 Berat Jenis Bahan

Material Satuan

Baja, Baja cor 78.50 KN/m3

Besi Cor 72.50 KN/m3

Kayu 8 KN/m3

Beton 24 KN/m3

Aspal Anti Air 11 KN/m3

Ballast Gravel atau Batu Pecah 19 KN/m3

Sumber : Standar Teknis Kereta Api Indonesia Untuk Jembatan Baja, 2006

b. Beban Hidup
Beban Kereta yang akan digunakan sebagai beban hidup adalah 100% RM 1921,
sebagaimana tertera pada tabel di bawah. Perhitungan menunjukan bahwa
biasanya 100% RM 1921 merupakan beban yang paling membahayakan

Tabel 2.3-1 Skema Pembebanan RM 1921


Sumber : Standar Teknis Kereta Api Indonesia Untuk Jembatan Baja, 2006

c. Beban Kejut

Beban kejut diperoleh dengan mengalikan faktor i terhadap beban kerata.

Perhitungan paling sederhana untuk faktor i adalah dengan menggunakan rumus

sebagai berikut.

a. Untuk rel pada alas balas i = 0.1 + 22.5 (2.4-1)


50+𝐿

b. Untuk rel pada peletakan kayu 25


i = 0.2 +50+𝐿 (2.4-2)

c. Untuk rel secara langsung pada baja i = 0.3 + 25


(2.4-3)
50+𝐿

Dimana i = faktor kejut, L = panjang bentang (m)


d. Beban Horizontal

a) Beban Sentrifugal

Beban Sentrifugal diperoleh dengan mengalikan faktor α terhadap beban kereta.


Beban bekerja pada pusat gaya berat kereta pada arah tegak lurus rel secara
horizontal.
2
α= 𝑉
(2.5.1-3)
127 𝑅

dimana : α = koefisien beban sentrifugal

V = kecepatan maksimum kereta pada tikungan (km/jam)

R = radius tikungan (m)

b) Beban Lateral Kereta

Beban lateral kereta adalah sebagaimana ditunjukan pada Gambar 2.5.2-1. Beban

bekerja pada bagian atas dan tegak lurus arah rel, secara horizontal. Besaran adalah

15% atau 20% dari beban gandar untuk masing – masing lokomotif atau kereta

listrik/diesel.
Gambar 2.5.2-1 Beban Lateral

Sumber : Standar Teknis Kereta Api Indonesia Untuk Jembatan Baja, 2006

c) Beban Pengereman dan Traksi

Beban Pengereman dan Traksi masing – masing adalah 25% dari beban kereta,

bekerja pada pusat gaya berat kereta ke arah rel (secara longitudinal).

d) Beban Rel Panjang Longitudinal

Beban rel panjang longitudinal pada dasarnya adalah 10 KN/m, maksimum 2000

KN.

e) Beban Angin

Beban angin bekerja tegak lurus rel, secara horizontal , tipikal nilainya adalah

a. 3.0 kN/m pada areal proyeksi vertikal jembatan tanpa kereta di atasanya.

Namun demikian, 2.0 kN/m2 pada areal proyeksi rangka batang pada arah
datangnya angin, tidak termasuk areal sistem lantai.
b. 1.5 kN/m pada areal kereta dan jembatan, dengan kereta diatasnya,
pengecualian 1.2 kN/m2 untuk jembatan selain gelagar dek/rasuk atau
jembatan komposit, sedangkan 0.8 kN/m2 untuk areal proyeksi rangka
batang pada arah datangnya angin.

f) Beban Gempa

Metode paling sederhana untuk menganalisa beban gempa adalah metode


pergeseran dasar (atau metoda koefisien gempa), dimana beban ditetapkan sebagai
berikut :

Kh = Kr atau Kv = 0.5 Kh (2.7-1)

Dimana : Kh = koefisien gempa horizontal

Kv = koefisien gempa vertikal

Kr = koefisien respos gempa

Zona gempa mengacu pada Standar Indonesia SNI 03-2833-1992: Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Jembatan.
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai


berikut :
1. Sejak tahun 1816, jalur rel kereta api sudah ada di Indonesia dengan ratusan tipe jembatan
yang tersedia.
2. Adapun 3 jenis kelas jembatan yaitu jembatan permanen klas A dengan lebar total jembatan
9 meter, jembatan permanen klas B dengan lebar total jembatan 7 meter, dan jembatan
permanen klas C dengan lebar total 4,5 meter.
3. Ada beberapa tipe jembatan seperti jembatan baja girder komposit, jembatan rangka baja,
jembatan baja 3 bentang, jembatan Gerber baja 3 bentang, jembatan baja 5 bentang, dan
jembatan panel ( Bailey).
4. Tipe jembatan kereta api dibagi kedalam empat tipe dasar tergantung dari bentuk posisi
struktur yaitu jembatan Gelagar dinding, jembatan Gelagar rasuk, jembatan rangka dinding,
dan jabatan rangka rasuk bawah.
5. Komponen jembatan terdiri dari struktur bawah ( kepala jembatan dan pilar) dan struktur
atas (rangka utama, portal ujung, gelagar melintang, gelagar memanjang atas atau bawah,
ikatan angin / lateral bracing, plat buhul atas atau plat buhul bawah, hanger fixed end,
counters dan lantai kendaraan.
6. Jenis Beban Kereta Api adalah Beban Mati, Beban Hidup, Beban Kejut, Beban Horizontal
: Beban Setrifugal, Beban Lateral Kereta, Beban Rem dan Traksi dan Beban Rel Panjang
Longitudinal
DAFTAR PUSTAKA

Masagala, A. A. (2022). Peer Review Jurnal Desain Struktur Jembatan Kereta Api Tipe
Concrete Through Arch: Studi Kasus Jembatan Kereta Api BH 1828
Purworejo. Desain Struktur Jembatan Kereta Api Tipe Concrete Through Arch:
Studi Kasus Jembatan Kereta Api BH 1828 Purworejo, 25(1), 71-79.

Nuranita, B., Desmaliana, E., & Gesa, K. (2020). Evaluasi Perencanaan Jembatan Kereta
Api Rangka Baja Double Track Tipe Welded Through Truss Bentang 50 meter.
RekaRacana: Jurnal Teknil Sipil, 6(3), 132.

SUMBER WEBSITE:

https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/737/jbptunikompp-gdl-ahmadharis-36838-5-
unikom_a-i.pdf

Anda mungkin juga menyukai