Anda di halaman 1dari 18

PERENCANAAN PEMBEBANAN JEMBATAN JALAN RAYA

untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan Jembatan Semester Lima

Oleh
Maulida Nurunnafissa ( 149 409 4004 )

FAKULTAS TEKNIK
PRODI TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI
TEBUIRENG JOMBANG
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas Jembatan yang berjudul” Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan
Raya” dapat terselesaikan dengan baik.

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi persyaratan perkuliahan
mata Jembatan. Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Ayu Roesdyningtyas. D.
A, S.T, M.T selaku dosen pembimbing kami, kepada teman-teman seperjuangan yang telah
bersama-sama bekerja, dan semua pihak yang mendukung terselesaikannya makalah ini.

Semoga dengan dibuatnya laporan ini bisa berguna bagi pembaca dan bagi kami
khususnya. Kami mengaharapkan kritik dan saran yang membangun, sehingga akan tercipta
makalah yang lebih sempurna.

Amiin.

Jombang, 9 Oktober 2016

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan yang semakin modern dan berkembang, tentunya sangat dipengaruhi


oleh kemantapan fasilitas khususnya fasilitas transportasi. Kenapa bisa demikian? Karena
moda transportasi berperan penting dalam perkembangan suatu daerah.

Semakin baik moda serta sarana transportasi yang ada dalam suatu daerah, maka
bisa dipastikan bahwa daerah tersebut memiliki nilai kemasyhuran penduduk yang tinggi.
Dari adanya jalan tol bebas hambatan, fly over, kereta cepat, bandar udara dan angkutan
umum bisa dilihat perkembangan dari suatu daerah.

Moda transportasi darat adalah yang paling sering dipakai atau dipilih masyarakat
Indonesia, kenapa? Karena moda transportasi darat dianggap lebih murah dan mudah bila
dibandingkan dengan moda transportasi yang lain.

Karena Indonesia merupakan negara maritim dan juga negara agraris, tidak
dipungkiri jika Indonesia memiliki banyak daerah laut dan memiliki banyak sungai.
Untuk itu, dibangunlah jembatan yang berguna untuk menghubungkan daerah yang satu
dengan yang lain yang terpisahkan oleh sungai bahkan jalan raya. Jembatan sangat
dibutuhkan oleh masyarakat sebagai pilar penyeberangan untuk menjual hasil bumi serta
mempererat tali silaturahmi.

Untuk itu dibuatlah Pedoman Perencanaan Jembatan Jalan Raya yang menjadi
pedoman dalam melaksanakan perancangan jembatan. Buku pedoman ini berisi batasan
serta cara untuk mempersiapkan kekuatan jembatan dalam menerima beban dari luar
ataupun berat sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah jembatan itu ?
2. Apa saja klasifikasi jembatan apabila dilihat dari segi struktur yang dipakai dan
jenisnya ?
3. Beban apa saja yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan jembatan ?
4. Bagaimana klasifikasi ruang bebas jembatan ?
5. Bagaimana penyebaran gaya pada jembatan ?

C. Maksud dan Tujuan


1. Mengetahui fungsi jembatan
2. Mengetahui klasifikasi jembatan sesuai dengan fungsi dan jenisnya
3. Menjelaskan mengenai beban – beban yang mempengaruhi perencanaan
4. Menjelaskan klasifikasi ruang bebas jembatan
5. Menjelaskan mengenai penyebaran gaya pada jembatan

BAB II
PEMBAHASAN

A. Jembatan

Jembatan merupakan struktur yang dibuat untuk menyeberangi rintangan yang


kedudukannya lebih rendah seperti sungai, jurang, teluk dan lain-lain sehingga
memungkinkan untuk dilintasi dengan lancar dan aman. Jembatan juga merupakan
bagian dari infrastruktur transportasi darat yang sangat vital dalam aliran perjalanan
(traffic flows).

Dapat dikatakan bahwa perkembangan jembatan sejalan dengan waktu


perkembangan peradaban manusia. Tetapi bukan hal yang mudah dan membutuhkan
proses yang panjang dalam pencapaian struktur jembatan seperti yang ada sekarang ini.
Sejarah jembatan diawali dengan proses “cut and try” kemudian dikembangkan dengan
metode empiris beserta pemikiran-pemikiran pengetahuan bahan penyusun jembatan.

Suatu jembatan biasanya dirancang sama untuk kereta api, untuk pemandu jalan
raya atau untuk pejalan kaki. Ada juga jembatan yang dibangun untuk pipa-pipa besar
dan saluran air yang bisa digunakan untuk membawa barang. Kadang-kadang, terdapat
batasan dalam penggunaan jembatan; contohnya, ada jembatan yang dikususkan untuk
jalan raya dan tidak boleh digunakan oleh pejalan kaki atau penunggang sepeda. Ada juga
jembatan yang dibangun untuk pejalan kaki (jembatan penyeberangan), dan boleh
digunakan untuk penunggang sepeda.

B. Klasifikasi jembatan
1. Klasifikasi Berdasarkan Penggunanya
a. Jembatan jalan
Jembatan untuk lalu lintas kendaraan bermotor.
b. Jembatan Kereta Api
Jembatan untuk lintasan kereta api,

c. Jembatan Kombinasi
Jembatan yang digunakan sebagai lintasan kendaraan bermotor dan
kereta api.
d. Jembatan Pejalan Kaki
Jembatan yang digunakan untuk lalu lintas pejalan kaki.

e.

Jembatan Aquaduct
Jembatan untuk menyangga jaringan perpipaan saluran air.
2. Klasifikasi Berdasarkan Sistem Struktur yang Digunakan
a. Jembatan I–Girder.

Gelagar utama terdiri dari plat girder atau rolled-I. Penampang I


efektif menahan beban tekuk dan geser. Bersaing dengan gelagar baja,
umumnya lebih mahal dibanding beton bertulang dengan perbandingan
tebal dan bentang yang sama. Formwork lebih rumit, terutama untuk
struktur miring. Bagian ini dapat diaplikasikan untuk bentang 30-120 ft
(9.1 – 36.6 m). Perbandingan tebal dan bentang struktur adalah 0.055
untuk bentang sederhana dan 0.05 untuk bentang menerus.
b. Jembatan Gelagar Kotak (Box Girder)

Gelagar utama terdiri dari satu atau beberapa balok kotak baja
fabrikasi dan dibangun dari beton, sehingga mampu menahan lendutan,
geser dan torsi secara efektif. Tipe gelagar ini digunakan untuk jembatan
bentang panjang. Bentang sederhana sepanjang 40 ft (+ 12 m)
menggunakan tipe ini, tetapi bentang gelagar kotak beton bertulang lebih
ekonomis pada bentang antara 60 – 100 ft (+ 18 – 30 m) dan biasanya
didesain sebagai struktur menerus di atas pilar. Gelagar kotak beton
prategang dalam desain biasanya lebih menguntungkan untuk bentang
menerus dengan panjang bentang + 300 ft (+ 100 m). Keutamaan gelagar
kotak adalah pada tahanan terhadap beban torsi.

c.

Jembatan Balok T (T-Beam)

Sejumlah Balok T dari beton bertulang diletakkan bersebelahan


untuk mendukung beban hidup. Balok T ekonomis untuk bentang 40 – 60
ft (12.2 – 18.3 m) tetapi untuk jembatan miring memerlukan formwork
yang rumit. Perbandingan tebal dan bentang struktur adalah 0.07 untuk
bentang sederhana dan 0.065 untuk bentang menerus. Jarak antar gelagar
pada jembatan balok-T tergantung pada lebar jembatan secara
keseluruhan, ketebalan slab, dan biaya formwork sekitar 1.5 kali ketebalan
struktur. Jarak yang umum digunakan antara 6 – 10 ft ( 1.8 – 3.1 m).
d. Jembatan Gelagar Komposit

Plat lantai beton dihubungkan dengan girder atau gelagar baja yang
bekerja sama mendukung beban sebagai satu kesatuan balok. Gelagar baja
terutama menahan tarik sedangkan plat beton menahan momen lendutan.
Apabila dua buah balok bersusun secara sederhana (tiered beam). Mereka
bekerja secara terpisah dan beban geser tergantung pada kekakuan
lenturnya. Pada kasus tersebut, gelincir terjadi di sepanjang batas balok.
Tetapi jika kedua balok dihubungkan dan gelincir ditahan seperti pada
Gambar 9.10.b, mereka bekerja sebagai satu kesatuan gelagar komposit.
Untuk jembatan gelagar datar komposit, gelagar baja dan slab beton
dihubungkan dengan sambungan geser.

e. Jembatan Rangka Batang (Truss)

Elemen-elemen berbentuk batang disusun dengan pola dasar


menerus dalam struktur segitiga kaku. Elemen-elemen tersebut
dihubungkan dengan sambungan pada ujungnya. Setiap bagian menahan
beban axial juga tekan dan tarik yang menunjukkan jembatan dengan
geladak yang berada pada level terendah dari penghubung antar
bagiannya. Slab menahan beban hidup didukung oleh sistem balok lantai
dan balok silang. Beban disalurkan kerangka batang utama pada titik
sambungan pada setiap sisi jembatan, hingga pada sistem lantai dan
akhirnya pada penahan. Penguat lateral, yang juga berbentuk rangka
batang, mengkaitkan bagian atas dan bawah penghubung untuk menahan
kekuatan horisontal seperti angin dan beban gempa seperti momen
torsi/puntir. Rangka portal pada pintu masuk merupakan transisi kekuatan
horisontal dari bagian atas ke bagian substruktur. Jembatan rangka batang
dapat mengambil bentuk geladak jembatan yang melintasi jembatan. Pada
contoh ini, slab beton menjulang ke atas, dan pengikat/penahan goyangan
diletakkan di antara elemen vertikal dari dua rangka utama untuk menahan
stabilitas lateral.
Rangka baja terdiri atas bagian atas dan bagian rendah yang
dihubungkan oleh elemen diagonal dan vertikal (elemen web). Rangka
tersebut akan bertindak sesuai dengan gaya balok di atas dan bawah
rangkaian seperti sayap dan pengikat diagonal akan bertindak yang sama
sebagai plat web. Rangkaian terutama akan menahan momen tekuk
sedangkan elemen web akan menahan gaya geser. Rangka batang
merupakan rangkaian batang-batang, juga bukan merupakan plat atau
lembaran, sehingga merupakan alternatif termudah untuk didirikan di
lokasi dan sering digunakan untuk jembatan yang panjang

f. Jembatan Pelengkung (arch)

Pelengkung merupakan struktur busur vertikal yang mampu


menahan beban tegangan axial. Bingkai atau rusuk pelengkung seperti
balok lingkar yang tidak hanya vertikal tetapi juga horisontal pada kedua
ujungnya, dan akan mendukung reaksi vertikal dan horisontal. Gaya
horisontal akan menyebabkan tegangan axial yang akan menambah
momen tekuk pada rusuk lengkung. Momen tekuk akan menyebabkan
keseimbangan gaya horisontal dengan beban gravitasi. Dibandingkan
dengan gaya axial, akibat momen tekuk biasanya kecil. Hal itulah yang
menyebabkan mengapa lengkung sering dibuat dari bahan yang mampu
menahan gaya tekan tinggi seperti beton, batu, atau batu bata.
g. Jembatan Kabel Tarik (Cable stayed)

Gelagar digantung oleh kabel berkekuatan tinggi dari satu atau


lebih menara. Desain ini lebih sesuai untuk jembatan jarak panjang.
Kemungkinan desain jembatan kabel tarik sangat banyak karena
banyaknya variasi alternatif untuk konfigurasi, sistem struktur, dan
kekakuan relatif dari setiap elemen. Hal itulah yang menyebabkan
mengapa jembatan kabel tarik dapat diaplikasikan bukan hanya untuk
jembatan yang sangat panjang tetapi juga bisa untuk jembatan pejalan kaki
berbentang pendek. Berlawanan dengan jembatan gantung, jembatan kabel
tarik merupakan sistem struktur tertutup, dengan kata lain lebih ke arah
sistem self-anchored. Karena jembatan kabel tarik dapat dibangun tanpa
blok angker yang besar dan penyangga temporer, akan sangat
menguntungkan diterapkan pada daerah di mana kondisi lahan tidak
terlalu baik. Jika dibandingkan dengan jembatan gantung, jembatan kabel
tarik lebih kaku karena kabel lurus hingga mendekati batas panjang
bentang yang mungkin lebih panjang dari sebelumnya. Meskipun struktur
bentang tiga paling umum digunakan, tetapi struktur dengan bentang dua
bisa diterapkan dalam jembatan kabel tarik. Apabila sisi bentang sangat
pendek, semua atau beberapa kabel tarik diangkerkan ke tanah. Angker
tanah jembatan kabel menyebabkan seluruh struktur menjadi kaku dan
lebih menguntungkan perencanaan jembatan kabel tarik yang sangat
panjang.

h. Jembatan Gantung

Gelagar digantung oleh penggantung vertikal atau mendekati


vertikal yang kemudian digantungkan pada kabel penggantung utama yang
melewati menara dari tumpuan satu ke tumpuan lainnya. Beban diteruskan
melalui gaya tarik kabel. Desain ini sesuai dengan jembatan dengan
bentang yang terpanjang.
3. Klasifikasi Berdasarkan Kondisi Pendukung
a. Jembatan dengan Pendukung Sederhana

Gelagar utama atau rangka batang ditopang oleh roll di satu sisi
dan sendi di sisi yang lainnya.
b. Jembatan dengan Pendukung Menerus

Gelagar atau rangka batang didukung menerus oleh lebih dari tiga
sendi sehingga menjadi sistem struktur yang tidak tetap. Kecenderungan
itu lebih ekonomis karena jumlah sambungan sedikit serta tidak
memerlukan perawatan. Penurunan pada pendukung sebaiknya dihindari.
c. Jembatan Gerber (Jembatan Kantilever)

Jembatan menerus yang dibuat dengan penempatan sendi di antara


pendukung.
d. Jembatan Rangka Kaku

Gelagar terhubung secara kaku pada sub struktur. Elemen-elemen


dihubungkan secara kaku dalam struktur ’rahmen’ atau rangka kaku.
Tidak seperti truss dan jembatan lengkung yang akan dibicarakan pada
bagian lain, seluruh elemen akan menerima baik gaya axial maupun
momen tekuk. Elemen jembatan rangka kaku lebih besar dari pada sebuah
tipe bangunan. Konsekuensinya pemusatan tekanan terjadi di sambungan
balok dan kolom sehingga harus direncanakan dengan tepat. Pendukung
jembatan rahmen, engsel atau jepit, menjadikannya struktur yang tak
tentu, sehingga tidak sesuai pada kondisi pondasi yang terbenam. Reaksi
pendukung berupa kemampunan horisontal dan vertikal pada engsel dan
dengan penambahan momen tekuk pada tumpuan jepit.

C. Perencanaan Pembebanan
1. Beban Primer
Beban primer merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada
setiap perencanaan jembatan. Beban primer meliputi beban mati, beban hidup,
beban kejut dan gaya akibat tekanan tanah.
a. Beban mati dengan sesuai dgn berat isi :

b. Beban Hidup
Beban hidup dibagi dua yakni
I. Beban “ T “ yang merupakan beban terpusat untuk
lantai kendaraan. Yang termasuk beban “ T “ adalah
truk yang mempunyai beban roda ganda
II. Beban “ D “ yang merupakan beban jalur untuk
gelagar. Yang termasuk bebab “ D “ adalah beban
yang terbagi rata dan beban garis

Untuk jembatan dgn lebar kendaraan sama atau < 5,50 m,


beban “ D “ sepenuhnya dibebankan pada seluruh lebar jembatan.
Untuk jembatan dgn lebar lantai kendaran > 5,50 m, beban “ D “
sepenuhnya dibebankan pada lebar jalur 5,50 m dan lebar
selebihnya dibebani hanya 0,5 “ D “
c. Beban Kejut
Untuk memperhitungkan pegaruh “ getaran dan lainnya,
tegangan akibat beban garis harus dikalikan dengan koef. Kejut
yang memberikan hasil maksimum. Koef kejut :

“ koef. Kejut tidak diperhitungkan apabila bagian atas dan


bagian bawah jembatan tidak satu kesatuan”
Bentang (L) untuk koef. Kejut :

d. Gaya Akibat Tekanan Tanah


Bagunan jembatan yg menahan tanah harus direncanakan
agar dapat menahan tekanan tanah agar tidak terjadi ambles atau
bergesernya bangunan.

2. Beban Sekunder
Beban sekunder merupakan beban sementara yang selalu diperhitungkan
dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Beban sekunder
meliputi beban angin, gaya akibat perbedaan selip, gaya akibat rangka susut,
gaya rem, gaya akibat gempa bumi, gaya gesekan pada tumpuan yang bergerak.
a. Beban Angin
Pengaruh beban angin ditinjau berdasarkan bekerjanya
beban angin horizontal pada bidang vertical jembatan. Untuk
menghitung jumlah luas bagian jembatan yang terkena angin
ditentukan berdasar :
I. Tanpa beban hidup
II. Dengan beban hidup
III. Jembatan menerus > 2 perletakan
b. Gaya Akibat Perbedaan Suhu
Pengaruh perbedaan suhu dapat dihitung dengan
mengambil perbedaan suhu untuk :
I. Bangunan baja
1) perbedaan suhu max – min = 30℃
2) perbedaan suhu antara bagian “ jembatan =
15℃
II. Bangunan beton
1) perbedaan suhu max – min = 15℃
2) perbedaan suhu antara bagian “ jembatan <
10℃
Yang mempengaruhi tegangan dan pergerakan jembatan
adalah:

I. Modulus elastisitas young ( E )

II. Koef. Muai panjang €


c. Gaya Rangkak dan Susut
Besarnya pengaruh rangkak apabila tdk ada ketentuan lain
dianggap senilai dgn gaya akibat turunnya suhu sebesar 15℃

d. Gaya Rem
Diperhitungkan senilai dgn pengaruh gaya rem sebesar 5%
dari beban “D” tanpa koef.kejut. Gaya rem dianggap bekerja
horizontal dari sumbu jembatan.
e. Gaya Akibat Gempa Bumi
Pengaruh gempa bumi terhadap jembatan dihitung senilai
dengan pengaruh gaya horizontal pada konstruksi akibat beban
mati.
f. Gaya Akibat Gesekan pada Tumpuan Bergerak
Gaya yang mengakibatkan gesekan diakibatkan adanya
pemuaian dan penyusutan dari jembatan akubat suhu dan lain –
lain. Gaya gesek yg ditinjau akibat beban mati sja sedang besarnya
ditentukan oleh koef. Gesek.
I. Tumpuan rol baja
o Dengan 1 / 2 rol 0,01
o Dengan 3 / > rol 0,05
II. Tumpuan gesekan
o Antara baja dgn camp.tembaga & baja 0,15
o Antara baja dgn baja / besi tuang 0,25
o Antara karet dengan baja / beton 0,15 – 0,18

3. Beban khusus
Beban khusus merupakan beban-beban khusus untuk perhitungan
tegangan pada perencanaan jembatan. Beban khusus meliputi gaya sentrifugal,
gaya tumbuk pada jembatan layang, gaya dan beban selama pelaksanaan, dan
gaya akibat air.

a. Gaya sentrifugal

Gaya sentrifugal diakibatkan adanya tikungan di jembatan.


Besar prosentasenya :

b. Gaya Tumbuk pada Jembatan Layang

Untuk jembatan laying yg dibawahnya terdapat lalu lintas,


bisa terjadi tumbukan antara kendaraan dan pilar. Oleh karena itu
perlu diberi tembok pengaman

c. Beban dan Gaya Selama Pelaksanaan


d. Gaya Akibat Aliran Air dan tumbukan benda hanyutan

e. Gaya Angkat

D. Penyebaran Gaya
1. Beban Mati
a. Beban Mati Primer ( berat plat )
b. Beban Mati Sekunder ( Kerb, trotoar, tiang sandaran )
2. Beban Hidup
a. Beban “ T “
b. Beban “ D “
3. Perhitungan Gaya Lintang
a. Gelagar tengah
b. Gelagar Pinggir

E. Kombinasi Beban

F. Syarat Ruang Bebas


1. Profil Ruang Bebas Jembatan
Tinggi dan lebar ruang bebas jembatan dgn ketentuan :
a. Tinggi min jembatan tertutup = 5 m
b. Lebar min jembatan dengan kebebasan samping min = 2 x 0,5 m

2. Tinggi Bebas Minimum


Tinggi bebas minimum banjir 50 tahunan ditetapkan sebesar 1 m.
3. Ruang Bebas Untuk Lantas Bawah jembatan
a. Ruang bebas untuk lantas jalan raya dan lantas air
b. Ruang bebas untuk jalan kereta api
I. Tinggi minimum 6,5 m
II. Lebar min 15 m

G. Penggunaan Beban Hidup Tak Penuh


1. Penggunaan Muatan Hidup Tidak Penuh
Misalnya jembatan semi permanen dan jembatan sementara.
Ada beban 70 % dan beban 50%
2. Bidang Kontak Roda
Dalam menggunakan beban “T “
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Jembatan merupakan struktur yang dibuat untuk menyeberangi rintangan yang


kedudukannya lebih rendah seperti sungai, jurang, teluk dan lain-lain sehingga
memungkinkan untuk dilintasi dengan lancar dan aman. Jembatan juga merupakan
bagian dari infrastruktur transportasi darat yang sangat vital dalam aliran perjalanan
(traffic flows).

Dari seluruh jembatan yang ada, dapat diklasifikasikan jenis – jenis jembatan
yakni.

1. Berdasarkan Penggunanya

2. Berdasarkan Struktur yang Digunakan

3. Berdasarkan Kondisi Pendukung

Perencanaan pembebanan menitik beratkan kepada beban primer, beban sekunder,


dan beban khusus. Dimana masing – masing cakupan beban memiliki standart serta
ketentuannya sendiri.

Perencanaan jembatan, selain mengenai pembebanan, juga mencakup penyebaran


gaya, kombinasi gaya, syarat ruang bebas, dan penggunaan beban hidup tak penuh.

B. Saran
Diharapkan untuk penulis makalah berikutnya dapat menambah referensi yang
nantinya mampu memperbaiki kesalahan dalam penulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA

www.desy.lecture.ub.ac.id/files/2012/04/Bab-I.-Pendahuluan-JEMBATAN1.pd (diakses
pada 11 September 2016 12.30)

https://id.wikipedia.org/wiki/Jembatan (diakses pada 11 September 2016 12.30)

http://dpup.slemankab.go (diakses pada 11 September 2016 12.45)

SKBI – 1.3.28. 1987, Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya.

www.google.com

Anda mungkin juga menyukai