Anda di halaman 1dari 59

BAB 1

PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

Jembatan mempunyai artipenting bagi setiap orang. Akan tetapi tingkat


kepentingannya tidak sama bagi setiap orang, sehingga akan menjadi suatu bahan
studi yang menarik. Suatu jembatan tunggal diatas sungai kecil akan dipandang
berbeda oleh tiap orang, sebab penglihatan/pandangan masing-masing orang yang
melihat beerbeda pula. Seseorang yang melintasi jembatan setiap hari pada saat pergi
bekerja, hanya dapat melintasi sungai bila ada jembatan, dan ia menatakan bahwa
jembatan adalah sebuah jalan yang diberi sandaran pada tepinya. Tentunya bagi
seorang pemimpin pemerintah dan dunia biasnis akan memandang yang berbeda
pula.

Dari keterangan di atas, dapat dilihat bahwa jembatan merupakan suatu


sistem transportasi untuk tiga hal, yaitu:

1. Merupakan pengontrol kapaditas dari sistem,

2. Mempunyai biaya tertinggi per mil dari sistem,

3. Jika jembatan runtuh, sistem akan lumpuh.

Bila lebar jembatan kurang lebar untuk menampung jumlah jalur yang
diperlukan oleh lalu lintas, jembatan akan menghambat laju lalu lintas. Dalam hal ini
jembatan akan menjadi pengontrol volume dan berata lalu lintas yang dapat dilayani
oleh sistem transportasi. Oleh karena itu, jembatan dapat dikatakan mempunyai
fungsi keseimbangan (balancing) dari sistem transportasi.

Pada saat yang penting untuk membangun jembatan, akan muncul


pertanyaan: jenis jembatan apa yang tepat untuk dibangun? Dari catatan desain, ada
banyak kemungkinan. Sehingga kreativitas dan kemampuan perencana memainkan
peranan besar dalam menjawab pertanyaan di atas.

Kreativitas perencana jembatan seharusnya didasarkan pada disiplin bidang


rekayasa (engineering). Hal tersebut juga penting untuk sebagai bahan masukan
dalam penentuan material yang akan digunakan dalan pembangunan jembatan
sebelum proses perencanaan.

Selain hal-hal tersebut di atas juga penting bagi perencana dalam


mengumpulkan dan menganalisisdata jembatan yang pernah dibangun dan
mengaplikasikannya berdasarkan hasil analisis yang telah dibuatnya.

1
Pengetahuan akan teknik jembatan dan pengalaman praktis di lapangan juga
memiliki nilai masukan yang sangat berarti. Oleh sebab itu tinjauan terhadap
perspektif sejarah merupakan aspek yang tidak boleh diabaikan.

B. PENGERTIAN JEMBATAN GANTUNG ( SUSPENSION BRIDGE)


Jembatan gantung adalah jembatan yang berfungsi sebagai pemikul langsung
beban lalu lintas yang melewati jembatan tersebut, terdiri dari lantai jembatan, gelagar
pengaku, batang penggantung, kabel pemikul dan pagar pengaman.Seluruh beban lalu
lintas dan gaya-gaya yang bekerja dipikul oleh sepasang kabel pemikul yang menumpu
di atas 2 pasang menara dan 2 pasang blok angkur.(Surat Edaran Menteri PU, 2010)
Jembatan Gantung merupakan salah satu tipe jembatan yang sering digunakan
untuk jembatan pejalan kaki dengan bentang panjang.Menurut Supriyadi, B. (2007)
jembatan gantung terdiri atas pelengkungan penggantung dan batang penggantung
(hanger) dari kabel baja, dan bagian lurus berfungsi mendukung lalu lintas kendaraan.
Selain bentang utama, jembatan gantung biasanya mempunyai bentang luar (side spam)
yang berfungsi untuk mengikat atau mengangkerkan kabel utama pada balok angker.
Pada kondisi tertentu terdapat keadaan dimana kabel utama dapat langsung
diangkerkan pada ujung jembatan dan tidak memungkinkan adnya bentang luar ,
bahkan terkadang tidak membutuhkan pilar.

Gambar 1.0 Jembatan Golden Gate (Golden Gate Bridge)

Keunggulan jembatan gantung dibandingkan dengan jembatan lainnya, antara lain,


memiliki nilai estetika dan memiliki bentang relatif panjang untuk melewati sungai
atau jurang dimana pemasangan tiang-tiang penyangga secara menerus dengan bentang
pendek tidak dimungkinkan(Anggraeni I.,2008). Tipe jembatan ini mampu digunakan
pada bentang 100 – 2000 m.
Lebar untuk jalan masuk dan lintasan untuk tipe jembatan pejalan kaki yang
berbeda dan tingkat-tingkat lalu lintas terdiri dari dua lebar standar, yaitu:
a) 1 m sampai dengan 1,4 m untuk pejalan kaki,sepeda, hewan ternak,
sekawanan hewan,gerobak dorong beroda satu dan beroda dua, dan motor
(jembatan pejalan kaki kelas II).

2
b) 1,4 m sampai dengan 1,8 m untuk kendaraan yang ditarik hewan dan
kendaraan bermotor ringan dengan maksimum roda tiga (jembatan pejalan kaki
kelas I).

C. PENGERTIAN JEMBATAN CABLE STAYED ( KABEL TARIK )


Jembatan cable stayed sudah dikenal sejak lebih dari 200 tahun yang lalu
(Walther, 1988) yang pada awal era tersebut umumnya dibangun dengan
menggunakan kabel vertikal dan miring seperti Dryburgh Abbey Footbridge di
Scotlandia yang dibangun pada tahun 1817.
Jembatan cable stayed merupakan tipe jembatan bentang panjang yang estetis dan
sering digunakan sebagai prasarana transportasi yang penting. Struktur jembatan ini
terdiri dari gabungan berbagai komponen struktural seperti pilar, kabel dan dek
jembatan. Dek jembatan digantung dengan kabel prategang yang diangkur pada pilar.
Dengan demikian, semua gaya-gaya gravitasi maupun lateral yang bekerja pada dek
jembatan akan ditransfer ke tanah melalui kabel dan pilar. Kabel akan menerima gaya
tarik sedangkan pilar memikul gaya tekan yang sangat besar disamping efek lentur
lainnya (Yuskar dan Andi,2005).
Respon jembatan terhadap gaya-gaya luar sangat tergantung pada interaksi dari
masing-masing komponen strukturnya. Salah satu faktor yang sangat menentukan
adalah sambungan antara kabel dan pilar Lokasi sambungan tersebut tergantung pada
pemilihan pola atau susunan kabel. Kabel dapat semuanya diangkur di ujung atas pilar
atau disepanjang pilar secara merata atau tidak merata. Pada umumnya sambungan
antara pilar dan kabel berupa sendi, namun secara teoritis sambungan ini dapat berupa
katrol, geser atau sendi. Masing-masing tipe sambungan ini akan mempengaruhi
karakteristik dan respon struktur jembatan secara keseluruhan terhadap beban gravitasi
maupun beban lateral.

Gambar. 1.1 Jembatan Cable Stayed

Pada umumnya jembatan cable stayed menggunakan gelagar baja, rangka, beton,
atau beton pra tekan sebagai gelagar utama (Zarkasi dan Rosliansjah, 1995).
Pemilihan bahan gelagar tergantung pada ketersediaan bahan, metode pelaksanaan dan
3
harga konstruksi. Penilaian parameter tersebut tidak hanya tergantung pada
perhitungan semata melainkan masalah ekonomi dan estetika lebih dominan.
Kecenderungan sekarang adalah menggunakan gelagar beton pre cast
(prefabricated). Tipe jembatan ini mampu digunakan pada bentang 250 – 1000 m.

4
BAB VII

JEMBATAN GANTUNG

A. Konsep Jembatan
Banyak jenis jembatan, tapi yang cocok untuk masyarakat perdesaan yang mudah
dikerjakan dan sesuai fungsinya adalah :

1. Jembatan gantung

2. Jembatan beton (gelagar beton, lantai beton)

3. Jembatan gelagar besi lantai kayu

4. Jambatan gelagar kayu lantai kayu

5. Jembatan pelengkung

Jembatan beton (gelagar beton, lantai beton)

Jembatan gelagar besi lantai kayu

5
Jambatan gelagar kayu lantai kayu

B. JENIS –JENIS JEMBATAN GANTUNG DAN JEMBATAN CABLE STAYED


1. Jenis Jembatan Gantung(Suspension Bridge)
Berkaitan dengan bentang luar (side span) terdapat bentuk struktur jembatan
gantung sebagai berikut:
a. Bentuk bentang War bebas (side span free)
Pada bentang luar, kabel utama tidak menahan atau dihubungkan dengan lantai
jembatan oleh hanger (penggantung), jadi tidak ada hanger pada bentang luar.
Disebut juga dengan tipe straight backstays atau kabel utama pada bentang luar
berbentu lurus.

Gambar 1.2 Bentuk umum jembatan gantung tipe side span free

b. Bentuk bentang luar digantungi (side span suspended)


Pada bentuk ini kabel utama pada bentang luar menahan struktur lantai
jembatan dengan dihubungkan oleh hanger.

6
Gambar 1.3 Bentuk umum jembatan gantung tipe side span suspended

Steiveman (1953), membedakan jembatan gantung menjadi 2 jenis yaitu:


a) Jembatan gantung tanpa pengaku
Jembatan gantung tanpa pengaku adalah tipe jembatan gantung dimana
seluruh beban sendiri dan lalu lintas didukung penuh oleh kabel. Hal ini dikarenakan
tidak terdapatnya elemen struktur kaku pada jembatan. Jembatan gantung tanpa
pengaku hanya digunakan untuk struktur yang sederhana (bukan untuk struktur yang
rumit dan berfungsi untuk menahan beban yang terlalu berat), karena tidak adanya
pendukung lantai jembatan yang kaku atau kurang memenuhi syarat untuk
diperhitungkan sebagai struktur kaku/balok menerus.
b) Jembatan gantung dengan pengaku
Jembatan dengan pengaku adalah tipe jembatan gantung dimana pada salah
satu bagian stukturnya mempunyai bagian yang lurus yang berfungsi untuk mendukung
lantai lalu lintas(dek). Dek pada jembatan gantung jenis ini biasanya berupa struktur
rangka, yang mempunyai kekuatan EI tertentu.

Jembatan gantung dengan pengaku mempunyai dua dasar bentuk umum, yaitu:
1. Tipe rangka batang kaku (stiffening truss)
Pada tipe ini jembatan mempunyai bagian yang kaku atau diperkaku yaitu pada
bagian lurus pendukung lantai jembatan atau dek yang dengan hanger dihubungkan
dengan kabel utama.
2. Tipe rantai kaku (braced chain)
Pada tipe ini bagian yang kaku atau diperkaku adalah bagian yang berfungsi
sebagai kabel utama.

7
Gambar 1.4 Tipe jembatan gantung dengan pengaku
2. Jenis Jembatan Cable Stayed (Kabel Tarik)
Ada dua jenis jembatan cable stayed berdasarkan bentangnya yaitu jembatan
bentang dua dengan angker tanah dan Jembatan bentang tiga dengan pendukung
antara di sisi bentang. Berlawanan dengan jembatan gantung, jembatan kabel tarik
merupakan sistem struktur tertutup, dengan kata lain lebih ke arah sistem self-
anchored. Karena jembatan kabel tarik dapat dibangun tanpa blok angker yang
besar dan penyangga temporer, akan sangat menguntungkan diterapkan pada
daerah di mana kondisi lahan tidak terlalu baik. Jika dibandingkan dengan jembatan
gantung, jembatan kabel tarik lebih kaku karena kabel lurus hingga mendekati batas
panjang bentang yang mungkin lebih panjang dari sebelumnya. Meskipun struktur
bentang tiga paling umum digunakan, tetapi struktur dengan bentang dua bisa
diterapkan dalam jembatan kabel tarik. Apabila sisi bentang sangat pendek, semua
atau beberapa kabel tarik diangkerkan ke tanah. Angker tanah jembatan kabel
menyebabkan seluruh struktur menjadi kaku dan lebih menguntungkan
perencanaan jembatan kabel tarik yang sangat panjang(Ariestadi,2008).

Gambar 1.5 a. Jembatan bentang dua dengan angker tanah b. Jembatan bentang tiga
dengan pendukung antara di sisi bentang

3. Komponen Jembatan Gantung


Secara umum jembatan gantung terdiri dari:
a. Bangunan atas terdiri dari:
1) Lantai jembatan( dek), berfungsi untuk memikul beban lalu lintas yang melewati
jembatan serta menyalurkan beban dan gaya-gaya tersebut ke gelagar melintang.
2) Gelagar melintang berfungsi sebagai pemikul lantai dan sandaran serta
menyalurkan beban dan gaya-gaya tersebut ke gelagar memanjang.
3) Gelagar memanjang berfungsi sebagai pemikul gelagar serta menyalurkan beban dan
gaya-gaya tersebut ke batang penggantung.

8
4) Batang penggantung berfungsi sebagai pemikul gelagar utama serta melimpahkan
beban-beban dan gaya-gaya yang bekerja ke kabel utama.
5) Kabel utama berfungsi sebagai pemikul beban dan gaya-gaya yang bekerja pada
batang penggantung serta melimpahkan beban dan gaya-gaya tersebut ke menara
pemikul dan blok angkur.
6) Pagar pengaman berfungsi untuk mengamankan pejalan kaki.
7) Kabel ikatan angin berfungsi untuk memikul gaya angin yang bekerja pada bangunan
atas.
8) Menara berfungsi sebagai penumpu kabel utama dan gelagar utama, serta
menyalurkan beban dan gaya-gaya bekerja melalui struktur pilar ke fondasi.

b. Bangunan bawah terdiri dari:


1) Blok angkur merupakan tipe gravitasi untuk semua jenis tanah yang berfungsi sebagai
penahan ujung-ujung kabel utama serta menyalurkan gaya-gaya yang dipikulnya ke
fondasi.
2) Pondasi menara dan fondasi angkur berfungsi sebagai pemikul menara dan blok
angkur serta melimpahkan beban dan gaya-gaya yang bekerja ke lapisan tanah
pendukung.

Gambar 1.6 Jembatan gantung dan bagiannya

1. Sistem kabel

Kabel merupakan bahan atau material utama dalam struktur jembatan


gantung . Schodeck (1991) menyatakan bahwa kabel bersifat fleksibel cenderung
berubah bentuk drastis apabila pembebanan berubah. Dalam hal pemakaiannya kabel
berfungsi sebagai batang tarik. Karakteristik kabel kaitannya dengan struktur jembatan
gantung antara lain:

a. Mempunyai penampang yang seragam / homogen pada seluruh bentang.


b. Tidak dapat menahan momen dan gaya desak.
c. Gaya – gaya dalam yang bekerja selalu merupakan gaya tarik aksial.
d. Bentuk kabel tergantung pada beban yang bekerja padanya.
e. Bila kabel menderita beban terbagi rata, maka wujudnya akan merupakan
lengkungan parabola.
9
f. Pada jembatan gantung kabel menderita beberapa beban titik sepanjang beban
mendatar.

Locked coil rope Ek = 1,6 x 105 MPa

Strand rope Ek = 1,3 x 105 MPa

Spiral rope Ek = 1,6 x 105 MPa

Locked coil rope Ek = 1,6 x 105 MPa

Gambar 1.7 Penampang melintang kabel ( SE Menteri PU,2010)

2. Menara ( Tower/Pylon)
Menara pada sistem jembatan gantung akan menjadi tumpuan kabel utama.
Beban yang dipikul oleh kabel selanjutnya diteruskan ke menara yang kemudian
disebarkan ke tanah melalui pondasi. Dengan demikian agar dapat menyalurkan beban
dengan baik, perlu diketahui pula bentuk atau macam menara yang digunakan.
Bentuk menara dapat berupa portal, multistory, atau diagonally braced
frameIsen sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar di bawah. Konstruksi menara
tersebut dapat juga berupa konstruksi cellular, yang terbuat dari pelat baja lembaran,
baja berongga, atau beton bertulang.
Tumpuan menara baja biasanya dapat diamsumsikan jepit atau sendi.
Sedangkan tumpuan kabel diatas menara sering digunakan tumpuan rol untuk
mengurangi pengaruh ketidak seimbangan menara akibat lendutan kabel.

4. Komponen Jembatan Cable Stayed

Pada dasarnya komponen utama jembatan cable stayed terdiri atas gelagar,
sistem kabel, dan menara atau pylon.

Gambar 1.9 Komponen utama jembatan Cable Stayed

10
1. Sistem Kabel
Sistem kabel merupakan salah satu hal mendasar dalam perencanaan jembatan
cable stayed. Kabel digunakan untuk menopang gelagar di antara dua tumpuan dan
memindahkan beban tersebut ke menara. Secara umum system kabel dapat dlihat
sebagai tatanan kabel transversal dan tatanan kabel longitudinal. Pemilihan tatanan
tersebut didasarkan atas berbagai hal karena akan memberikan pengaruh berlainan
terhadap perilaku struktur terutama pada bentuk menara dan tampang gelagar. Selain itu
akan berpengaruh pula pada metode pelaksanaan, biaya dan arsitektur jembatan.
Walther (1988) menyatakan sebagian besar struktur yang sudah dibangun terdiri
atas dua bidang kabel dan diangkerkan pada sisi – sisi gelagar. Namun ada beberapa
yang hanya menggunakan satu bidang. Penggunaan tiga bidang atau lebih mungkin
dapat dipikirka untuk jembatan yang sangat lebar agar dimensi balok melintang dapat
lebih kecil.
Ada beberapa macam tatanan kabel antara lain:
a) Tatanan kabel Transversal
1. Sistem satu bidang
Sistem ini sangat menguntungkan dari segi estetika karena tidak terjadi kabel
bersilangan yang terlihat oleh pandangan sehingga terlihat penampilan struktur yang
indah. Kabel ditempatkan ditengah – tengah dek menyebabkan torsi pada dek menjadi
besar akibat beban lalu lintas yang tidak simetri dan tiupan angin. Kelemahan tersebut
diatasi dengan dek kaku berupa gelagar kotak (box girder) yang mempunyai kekakuan
torsi yang sangat besar. Penempatan menara yang mengikuti bidang kabel di tengah dek
mengurangi lebar lantai kendaraan sehingga perlu dilakukakan penambahan lebar
sampai batas minimum yang dibutuhkan. Untuk jembatan bentang panjang biasanya
memerlukan menara yang tinggi menyebabkan lebar menara di bawah dek sangat besar.
Penyebaran kaki ke sisi-sisi dek dapat mengatasi hal tersebut dengan tidak mengurangi
lebar kendaraan yang dibutuhkan. Secara umum jembatan yang sangat panjang atau
sangat lebar tidak cocok dengan penggantung kabel dengan satu bidang.

2. Sistem dua bidang


Penggantung dengan dua bidang dapat berupa dua bidang vertikal sejajar atau dua
bidang miring yang pada sisi atas lebih sempit. Penggunaan bidang miring dapat
menimbulkan masalah pada lalu lintas yang lewat diantara dua bidang kabel, terlebih
bila jembatan mempunyai bentang yang relatif pendek atau menengah. Kemiringan
kabel akan sangat curam sehingga mungkin diperlukan pelebaran dek jembatan. Pada
ujung balok melintang dimana akan dipasang angker kabel, mungkin akan terjadi
kesulitan pada pendetailan struktur khususnya bila menggunakan beton pratekan.
Pengangkeran kabel dapat bertentangan dengan kabel prategang balok melintang.

3. Sistem tiga bidang


Pada perencanaan jembatan yang sangat lebar atau m,embutuhkan jalur lalu lintas
yang banyak, akan ditemui torsi yang sangat besar bila menggunakan kabel satu bidang
dan momen lentur yang besar pada tengah balok melintang jika menggunakan system
11
dua bidang. Kejadian ini menyebabkan gelagar sangat besar dan tidak menjadi
ekonomis lagi. Penggunaan penggantung tiga bidang dapat mengurangi torsi, momen
lentur, dan gaya geser yang berlebihan. Penggunaan penggantung tiga bidang sampai
saat ini masih berupa inovasi dan baru sampai pada tahap desain (Walther,1998).

Gambar 2.0 Tatanan kabel transversal, dua bidang dan satu bidang (Podolny dan
Scalzy,1976)
b) Tatanan Kabel Longitudinal
Tatanan kabel longitudinal juga memiliki banyak variasi yang berbeda. Untuk
bentang yang lebih pendekkabel tunggal mungkin sudah cukup untuk menahan beban
rencana. Untuk bentang utama yang panjang dan bentang yang tidak isometric yang
menggunakan angker, variasi tatanan kabel tidak cukup dengan kebutuhan secara teknis
tetapi harus menghasilkan konfigurasi dasar tatanan kabel longitudinal yaitu radiating,
harp, fan, dan star (Podolny dan Scalzi,1976).

Gambar 2.1 Tatanan kabel longitudinal (a) radiating (b) harp (c) fan (d) star
(Troitsky,1977)

1. Tipe radiating
Merupakan sebuah susunan dimana kabel dipusatkan pada ujung atas menara dan
disebar sepanjang bentang pada gelagar. Kelebihan tipe ini adalah kemiringan rata-rata
kabel cukup besar sehingga komponen gaya horizontal tidak terlalu besar kabel yang
12
terkumpul diatas kepala menara menyulitkan dalam perencanaan dan pendetailan
sambungan.
2. Tipe Harp
Terdiri atas kabel-kabel penggantung yang dipasang sejajar dan disambungkan ke
menara dengan ketinggian yang berbeda-beda satu terhadap yang lainnya. Susunan
kabel yang sejajar memberikan efek estetika yang sangat indah namun terjadi lentur
yang besar pada menara.
3. Tipe Fan
Merupakan solusi tengah antara tipe radiating dan tipe harp. Kabel disebar pada
bagian atas menara dan pada dek sepanjang bentang, menghasilkan kabel tidak sejajar.
Penyebaran kabel pada menara akan memudahkan pendetailan tulangan.

4. Tipe Star
Memiliki bentuk yang berlawanan dengan tipe radiating dimana kabel terpusat pada
gelagar. Bentuk ini memberikan efek estetika yang baik namun menyulitkan pendetailan
sambungan pada gelagar. Dukungan antara dua tumpuan tetap jembatan hanya ada pada
pertemuan kabel sehingga momen lentur yang akan terjadi menjadi lebih besar.

2. Menara
Pemilihan bentuk menara sangat dipengaruhi oleh konfigurasi kabel, estetika, dan
kebutuhan perencanaan serta pertimbangan biaya, Bentuk-bentuk menara dapat berupa
rangka portal trapezoidal, menara kembar, menara A, atau menara tunggal. Selain
bentuk menara yang telah disebutkan, masih banyak bentuk menara lain namun jarang
digunakan seperti menara Y, menara V, dan lain sebagainya.
Menurut Podolny (1976), tinggi menara ditentukan dari beberapa hal seperti tipe
sistem kabel, jumlah kabel dan perbandingan estetika dalam tinggi menara dan panjang
bentang. Untuk itu direkomendasikan perbandingan antara bentang terpanjang dan
tinggi menara antara 0,19-0,25.

3. Gelagar
Bentuk gelagar jembatan cable stayed sangat beragam namun yang paling sering
digunakan ada dua yaitu stiffening truss dan solid web (Podolny dan Scalzi, 1976).
Stiffening truss digunakan untuk struktur baja dan solid web digunakan untuk struktur
baja atau beton baik beton bertulang maupun beton prategang.
Pada awal perkembangan jembatan cable stayed modern, stiffening truss banyak
digunakan tetapi sekarang sudah mulai ditinggalkan dan jarang digunakan dalam desain,
karena mempunyai banyak kekuranagan. Kekurangannya adalah membutuhkan
fabrikasi yang besar, perawatan yang relatif sulit, dan kurang menarik dari segi estetika.
Meskipun demikian dapat digunakan sebagai gelagar dengan alasan memiliki sifat
aerodinamik yang baik. Dalam keadaan jembatan jalan raya disatukan dengan jembatan
jalan rel dan biasanya menggunakan dek ganda yang bertingkat, truss dapat
dipertimbangkan sebagai elemen utama dek.

13
Gelagar yang tersusun dari solid web yang terbuat dari baja atau beton cenderung
terbagi atas dua tipe yaitu:
a. Gelagar plat (plat girder), dapat terdiri atas dua atau banyak gelagar.
b. Gelagar box (box girder) dapat terdiri atas satu atau susunan box yang dapat
berbentuk persegi panjang atau trapezium.
Susunan dek yang tersusun dari gelagar plat tidak memiliki kekakuan torsi yang
besar sehingga tidak dapat digunakan untuk jembatan yang bentangnya panjang dan
lebar atau jembatan yang direncanakan hanya menggunakan satu bidang kabel
penggantung. Dek jembatan yang menggunakan satu atau susunan box akan memiliki
kekakuan torsi yang sangat besar sehingga cocok untuk jembatan yang memiliki
kekauan torsi yang sangat besar.
Solid web yang terbuat dari beton precast mempunyai banyak keuntungan
(Zarkasia dan Roliansjah,1995) antara lain:
a. Struktur dek cenderung untuk tidak bergetar dan dapat berbentuk aerodinamis yang
menguntungkan.
b. Komponen gaya horizontal pada kabel akan mengaktifkan gaya tekan pada system
dek dimana beton sangat cocok untuk menahan gaya desak.
c. Beton mempunyai berat yang sangat besar sehingga perbandingan beban hidup dan
beban mati menjadi kecil, sehingga perbandingan lendutan akibat beban hidup dan
beban mati tidak besar.
d. Pemasangan bangunan atas dan kabel yang realtif mudah dengan teknik
prestressing masa kini, prefabrikasi, segmental,dan mempunyai kandungan local
yang tinggi.
e. Pemeliharaan yang lebih mudah karena beton tidak berkarat seperti pada baja.

14
BAB III
PERKEMBANGAN JEMBATAN DI INDONESIA

PERKEMBANGAN JEMBATAN DI INDONESIA

1. Kebijakan Pembangunan Jembatan

Sesuai UU 38 Tahun 2004 tentang jalan :

dinyatakan bahwa jalan (termasuk jembatan) sebagai bagian dari sistem transportasi
nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi,
sosial dan budaya serta lingkungan yang dikembangkan melalui pendekatan
pengembangan wilayah agar tercapai seimbangan dan pemerataan pembangunan antar
daerah.

Sesuai visi dan misi Ditjen Bina Marga :

Tersedianya infrastruktur jalan yang handal, bermanfaat dan berkelanjutan untuk


mendukung terwujutnya Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis , lebih
sejahtera.

Beberapa upaya mempercepat tercapainya infrastruktur jalan yang handal dan


bermanfaat, khususnya infrastruktur jembatan maka akan diusahakan tindakan-
tindakan sebagai berikut :

 Standarisasi bangunan atas jembatan


 Penyediaan komponen bangunan atas standar termasuk pabrik pracetak

 Penyediaan standar konstruksi jembatan standar yang dapat dibuat dilapangan

 Penyiapan NSPM bidang Jembatan (BMS)

 Penyiapan IBMS (sistem informasi BMS)

 Menjaga mutu konstruksi

 Prinsip dasar standarisasi

 Produk konstruksi jembatan yang aman & berkualitas (adanya jaminan mutu
konstruksi)

 Mudah & siap dipasang di segala tempat dengan resiko yang minimal

 Pembagian biaya konstruksi dengan pemerintah setempat


15
 Alasan standarisasi

 Hampir seluruh sungai di Indonesia adalah sungai-sungai kecil

 Hanya 2% jembatan yang melintasi sungai-sungai besar (> 100 m)

 Strategi Penanganan Jembatan

 Meningkatkan program Rehabilitasi dan percepatan pembangunan

 Memprioritaskan pelayanan dan pembangunan di jalan nasional dan propinsi

 Penggunaan bangunan atas jembatan adalah bentang standar, antara lain:

o Jembatan Rangka Baja (dari berbagai sumber termasuk produk lokal)

o Jembatan Baja Komposit

o PC-girders

o Gelagar beton bertulang, voide slab, etc.

 Mulai membangun Jembatan non standar (Bentang panjang) sesuai dengan


perkembangan teknologi

 Tugas dan Fungsi Direktorat Bina Teknik, Ditjen BM

Pembinaan Teknis Penyelenggaraan Jalan dan Jembatan , dan Penyusunan Standar


Pedoman serta Analisa Lingkungan di Bidang Jalan, di Bidang Teknik Jembatan :

 Perencanaan teknik jembatan nasional


 Pembinaan perencanaan teknik jembatan Propinsi, Kabupaten dan Desa/Kota
(diluar metropolitan)

 Pengembangan teknologi jembatan

 Pengumpulan data dan monitoring jembatan

2. Jembatan Di Indonesia dan Populasi

Terdapat 89.000 buah jembatan (1050km) di Indonesia yang terdiri dari

 60.000 buah jembatan (550 km) di ruas jalan kabupaten/kota


 29.000 buah jembatan (500 km) di ruas jalan nasional dan provinsi

 Program Pengembangan Jembatan

 Dimulai dari PELITA I sd PELITA VI


16
 Prioritas pada peningkatan pelayanan pada ruas jalan nasional dan provinsi

 Saat ini lebih dari 29.000 buah jembatan (500 km) telah terbangun ±16.500 buah
jembatan (316.2 km) jembatan pada ruas jalan nasional.

 Didominasi oleh jembatan standar, terutama :

o jembatan rangka baja (Belanda, Australia, Austria, Kanada, Inggris, Spanyol,


& jembatan lokal),

o Jembatan komposit dan

o Gelagar beton bertulang

 Komposisi Jembatan di Indonesia (sumber IBMS)

1. Bentang

Bentang Persentase Panjang

0-20 78% 390 km

20-30 9% 45 km

30-60 9% 45 km

60-100 2% 10 km

> 100 2% 10 km

Wir’s comments : Membaca data di atas maka jumlah jembatan yang berbentang
pendek ternyata mendominasi. Itu menunjukkan bahwa dalam pelaksanaannya tidak
memerlukan teknologi maupun sumber daya manusia yang berkualifikasi khusus.
Meskipun demikian, adalah fakta bahwa ada pembangunan jembatan berbentang
pendek yang mengalami kegagalan di kota Surabaya, kota besar yang dianggap
mempunyai sumber daya manusia dan teknologi yang mencukupi, kalau tidak mau
dikatakan melimpah. Maka tentu dapat dibayangkan bagaimana dengan pelaksanaan
jembatan di daerah terpencil, yang terbatas sdm maupun ketersediaan teknologinya.
Bisa saja kegagalan seperti itu banyak terjadi, hanya saja mungkin lepas dari liputan
media massa .

2. Kondisi

Kondisi Persentase Panjang

0 46% 230 km
17
1 22% 110 km

2 15% 75 km

3 8% 40 km

4 6% 30 km

5 3% 15 km

Wir’s comments: Kondisi di atas menunjukkan tingkat kerusakan, kondisi 0 berarti


belum ada kerusakan, atau 100%, sedangkan kondisi lainya ditengarai ada kerusakan
atau tidak dapat didayagunakan secara penuh.

3. Distribusi Jembatan Berdasarkan Tipe Bangunan Atas

No Jenis Panjang Jumlah

Jembatan km % Buah %

1 Culvert 20.6 7 2.823 17

2 Gelagar 164.4 51 11.384 69

3 Rangka 100.5 32 1.589 10

4 Lain-lain 30.7 10 791 5

316.2 100 16.587 100

Wir’s comments : Jembatan gelagar adalah tipe jembatan balok, ini adalah tipe
jembatan yang tempo hari di Surabaya mengalami kegagalan. Ini adalah tipe jembatan
yang paling sederhana, biasanya terletak di bawah jalan sehingga yang melewatinya
kadang-kadang bahkan tidak merasakan bahwa mereka telah melewati suatu jembatan.

4. Distribusi Jembatan Berdasarkan Tahun Bangun

No Tahun Panjang Jumlah

km % Buah %

1 <1970 50.4 16 3.388 20

18
2 1970-1980 54.9 17 3.910 24

3 1980-1990 86.1 27 4.508 27

4 1990-2000 112.7 36 4.481 27

5 > 2000 11.8 4 300 2

316.2 100 16.587 100

Wir’s comments : Jika dianggap bahwa sebelum tahun 2000 adalah masih berlakunya
kebijakan era orde baru, maka akan terlihat sekali bahwa setelah era reformasi jumlah
pembangunan jembatan relatif kecil, atau hanya 2% dari total pembangunan yang ada.
Perhatikan setiap dekade sebelumnya rata-rata telah dibangun 10 x lipat pembangunan
jembatan di era reformasi. Itu mungkin dapat dimaklumi, mengingat negara kita dalam
kondisi krisis, sekaligus fokus pembiayaan demokrasi jelas lebih besar dari
sebelumnya. Pernyataan ini tentu saja patut diperdebatkan, tetapi kalau melihat jumlah
partai, dan juga umbul-umbul yang terlihat di lapangan, hal tersebut ditengarai benar.

5. Jenis Material

Material Persentase Panjang

Concrete 36% 180 km

Steel 46% 230 km

Others 18% 90 km

Wir’s comments : Ternyata penggunaan baja sebagai material jembatan masih cukup
banyak. Hal itu perlu diperhatikan karena jembatan dari baja perlu dilakukan inspeksi,
apalagi jika tahanan terhadap korosinya hanya berupa cat.

6. Beton

Beton Persentase

Gelagar Pratekan 5,0 %

Gelagar Beton Bertulang 49,4 %

Pelat Pratekan 0,7 %

19
Pelat Beton Bertulang 38,4 %

Pelengkung Beton 6,4 %

Lain-lain 0,1 %

Wir’s comments : Gelagar beton bertulang ternyata mendominasi, itu dimungkinkan


karena tipe jembatan bentang pendek yang juga mendominasi bentang jembatan. Jika
bentang pendek (0-20m) sekitar 78%, tetapi penggunaan gelagar beton bertulang hanya
sekitar 49.4 % maka itu menunjukkan bahwa tipe jembatan bentang pendek tidak
hanya gelagar beton bertulang, bisa juga pelat beton bertulang, yang diperkirakan
untuk bentang-bentang yang relatif sangat pendek, misalny 3-6m, dan juga untuk
bentang 15-25 sudah pakai PC.

3. Perkembangan Pembangunan Jembatan

1. Jembatan Standar di Indonesia

Jenis bangunan atas jembatan di Indonesia terdiri dari :

 Box Culvert,
 Jembatan Flat Slab,

 Gelagar Beton T,

 Gelagar Pratekan I,

 Rangka Baja dari beberapa sumber yaitu:

o Belanda (Warren Truss),

o Australia,

o Austria,

o Canada,

o UK yang dikenal dengan Callender Hamilton,

o Spanyol dan

o dari fabrikator local selain juga jembatan Gantung dan Cable Stayed dengan
populasi yang tidak banyak.

20
Bangunan jembatan yang ada didominasi oleh jembatan standar. Itu wajar karena
memang menjadi salah satu strategi dari PU dalam mengembangkan infrastruktur jalan
sebagaimana telah diungkapkan di depan.

Model jembatan rangka Type Callender Hamilton, United Kingdom (55m)

Model jembatan rangka type Warren Truss, Dutch (55m)

21
Model Jembatan balok Gelagar Beton Bertulang (20m)

Bentang Jembatan standar mengunakan type konstruksi dan batasan bentang jembatan

 T-BEAM (6 – 25 m)
 COMPOSITE (20 – 30 m)

 PRESTRESSED (16 – 40 m)

 TRUSS (35 – 100 m)

 VOIDED SLAB (5 – 16 m)

Untuk mengupayakan pembangunan yang merata dalam penyediaan atau pemasokan


jembatan standar, khusus dari beton bertulang dan pretress maka diupayakan dibangun
Pabrik komponen jembatan Pracetak Ditjen. BM, Dep. PU

Dep. PU mempunyai 5 Pabrik komponen Pracetak jembatan

1. Kalbar di Sanggau pada tahun 1973


2. Aceh di Beureunuen pada tahun 1979

3. Buntu di Purwokerto pada tahun 1980

4. Bengkulu di Bengkulu pada tahun 1980

5. Sulteng di Poso pada tahun 1983

22
Lokasi salah satu prabrik beton pracetak

Produksi berupa :

1. Balok K400-K500 dg
o type I : 13m, 16m, 19m; H=90cm

o type II : 19m, 22m, 25m; H=125cm

o type III : 25m, 28m, 31m; H=160cm

o type IV : 35m. ; H=170cm

2. Pelat berongga K-400 dg panjang 8m- 10m, 12m, 14m, 16m.

3. Gorong-gorong K-350 dg diameter 0.6m, 0.8m, 1.0m, 1.5m.

4. Tiang pancang beton K-350 dg panjang 6m – 12m.

5. Tetra pot beton (Penehan gelombang laut) K-350

3. Jembatan Non-Standar di Indonesia

Brikut ini jenis jembatan yang telah dilakukan oleh team PU dibeberpa tempat
diindonesia

Nama type Bentang Total


Tahun
No. Jembatan/ Provinsi Utama Bentang
Bangun
lokasi (m) (m)

1 Box Beton
Menerus

23
Rantau Riau 121 200 1972 – 1974
Berangin

Rajamandala Jabar 132 222 1972 – 1979

Serayu Jateng 128 274 1978 – 1985


Kesugihan

Mojokerto Jatim 62 230 1975 – 1977

Arakundo Aceh 96 210 1987 – 1990

Tonton- Riau 160 420 1995- 1998


Nipah

Setoko- Riau 145 365 1994 – 1997


Rempang

Siti Nurbaya Sumbar 76 156 1995-2002

Tukat Bali 120 240 2006


Bangkung

Teluk Efil Sumsel 104 208 2006

2 Gelagar
Baja
Menerus

Ampera Sumsel 75 354 1962–1965

Danau Riau 120 200 1968 – 1970


Bingkuang

3 Pelengkung
Beton

Rempang- Riau 245 385 1995-1998


Galang

Serayu Jateng 90 90 1993-1998


Cindaga

Besok Jatim 80 125 2000


Koboan

24
Bajulmati Jatim 60 90 2007

Kelok-9 Sumbar 90 945 Construction

4 Pelengkung
Baja

Kahayan Kalteng 150 150 1995 – 2000

Martadipura Kaltim 200 560 2004

Rumbai Jaya Riau 150 780 2003

Rumpiang Kalsel 200 754 2008

Batang Hari I Jambi 150 804 Dec 2008

Teluk Mesjid Riau 250 1500 Dec 2008

Siak III Riau 120 520 Construction

5 Suspension /
Cablestayed

Memberamo Papua 235 1996

Barito Kalsel 240 1997

Batam- Kepri 350 1998


Tonton

Pasupati Jabar 106 161 1999

Mahakam II Kaltim 270 710 2001

Mahkota II Kaltim 370 1388 Construction

Suramadu Jatim 434 5380 Apr 2009

25
Dokumentasi jembatan-jembatan di Indonesia

Jembatan Cindaga, Jawa tengah,1979


double Plane Arch Concrete Bridge, Bentang 90 meter.

Malang, Jawa Timur, Single Plane Jembatan Pelengkung Beton


Bentang 15 + 60 + 15 meter

26
Jawa Barat, Jembatan Box girder beton menerus Kelas-A, 1979.
Bentang utama 132 meter san sisi simetris 45meter (total 222 meter).

Jembatan P. Balang. Cabel gantung dengan 2 menara pada penopang kabel jembatan
sistem struktur lantai di topang kan pada sistem kabel gantung

Jembatan Kelok-9
Bukit tinggi, Sumatera barat, Jembatan Pelengkung Beton Kelas-A, Bentang jembatan
80 meter

27
BAB VIII

DASAR KONSTRUKSI JEMBATAN

1. Ide nama jembatan

Ide awal dikemukakan oleh Prof Sedyatmo mengenai upaya menghubungkan


Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera. Pada Januari 1989 telah disepakati bersama
oleh BPPT, Bappenas dan Dep PU untuk melakukan studi mengenai koneksi
Jawa-Bali yang dikenal dengan sebutan “Tri Nusa Bima Sakti dan Jembatan
Utama”.

Tri Nusa Bima Sakti sendiri terdiri dari 3 jembatan besar, yaitu:

 Jembatan Surabaya-Madura (SURAMADU).


 Jembatan Selat Bali, dan

 Jembatan Selat Sunda.

1. Suramadu Bridge

Menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura.

 Final Detail Engineering selesai pada tahun 1995 (± 5 tahun perencanaan).


 Hubungan Jawa-Madura ini dapat diselesaikan terlebih dahulu mengingat lintasan
ini paling layak dipandang dari segi keterbatasan-keterbatasan yang ada
(pendanaan, kemampuan dan pengalaman engineering).

 Direncanakan selesai Awal tahun 2009

2. Bali Strait Bridge

Menghubungkan Pulau Jawa (Ketapang) dengan Pulau Bali (Gilimanuk), tujuan


pembangunan jembatan antara lain:

28
 Mengakomodasi pertumbuhan lalu-lintas antara Pulau Jawa dengan Bali
 Meningkatkan kapasitas, kualitas dan mengurangi waktu tempuh pada lalu-lintas
Selat Bali

 Mendukung pertumbuhan ekonomi di area sekitar (pariwisata, perdagangan, dll).

Basic Concept:

 Jembatan Gantung dengan panjang 2 km, 2 buah pilon (tinggi 335m) dan twin cell
composite box girders sebagai pengaku
 65m freeboard dari MAB

 4 lajur lalin, 2 jalur untuk masa awal pengoperasian dengan kemungkinan


penambahan menjadi 6 lajur pada tahun 2033 sesuai peningkatan jumlah lalu-lintas

Wir’s comments : menurut informasi, jembatan selat Bali tidak ditindak-lanjuti karena
ada penolakan dari masyarakat di P. Bali.

3. Jembatan Selat Sunda

Sejumlah studi telah dilakukan.


Studi Teknis juga dilakukan oleh Dep PU dan JICA Expert

4. Jembatan SELAT MALAKA


 Jembatan Selat Malaka direncanakan untuk menghubungkan Dumai (Indonesia)
dengan Malaka (Malaysia) melintasi Selat Malaka.

 Berdasarkan proposal, panjang total jembatan berkisar 127.93km dengan 6 lajur


lalu-lintas.

 Frekuensi kapal melalui Selat Malaka lebih dari 200 kapal segala jenis per hari
sehingga ruang bebas horizontal maupun vertikal jembatan memperhitungkan
faktor perkembangan teknologi pelayaran.

Dua bagian utama pekerjaan jembatan dibagi atas:

 Straits Work: Telok Gong, Malaka ke Makeruh, P. Rupat, dan


29
 Linking Up Works: Makeruh menyeberangi selat Rupat terus ke Dumai.

5. Jembatan Teluk Ambon(Galala-Poka)

Jembatan Teluk Ambon melintasi Teluk Ambon:

 Terdiri dari tiga bentang 75+150+75m dan lebar 22.3m dengan sistem lantai
prestressed.
 Bentang utama adalah jembatan cable stayed dua bidang.

 Tinggi pylon 110m di atas pile cap.

 Jembatan pendekat terdiri dari 8 x 40m dengan konstruksi gelagar pracetak I.

6. Jembatan Sei Tayan

Jembatan Sei Tayan terletak 112 Km dari Kota Pontianak, pada ruas Jalan Poros/Lintas
Selatan Kalimantan yang menghubungkan Provinsi Kalimantan Barat dengan
Kalimantan Tengah. Poros Selatan Kalimantan merupakan jalan arteri primer dan lintas
utama perekonomian di Kalimantan. Pembangunan jembatan ini akan meningkatkan
fungsi Lintas Selatan Kalimantan secara optimal, diharapkan dapat meningkatkan
pelayanan transportasi darat yang akan mendukung pengembangan wilayah,
perkembangan perekonomian, sosial dan budaya lebih cepat.

Jembatan Sei Tayan terletak pada Kecamatan Tayan Hilir menghubungkan Kota Tayan
dengan Piasak, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. Pada saat ini, lalu
lintas kendaraan dilayani oleh kapal ferry yang dioperasikan PT ASDP. Jembatan ini
melintasi Sungai Kapuas melalui Pulau Tayan yang diharapkan dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat Provinsi Kalimantan Barat khususnya di pulau tersebut.

Type Tipe Bangunan Atas Panjang Jembatan

2A Girder Baja Komposit 120 m (3 @ 40m)

2B Girder Baja Komposit Menerus 600 m (4 @ (45m – 60m – 45m))

2C Pelengkung Baja Menerus 350 m (75m – 200m – 75m)

2D Pile Slab 70 m (14 @ 5m)

30
7. Jembatan Tanjung Benoa

Berfungsi untuk :

 Mengurangi kepadatan lalu lintas kendaraan dan menambah akses menuju Nusa
Dua
 Memberikan jalan alternatif sehingga keamanan dan kenyamanan mempergunakan
prasarana lalu lintas dapat dirasakan oleh pengguna jalan

 Meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pariwisata dan pendukung pariwisata

 Jembatan direncanakan menggunakan tipe jembatan Extradosed Cable Stayed

 Panjang total jembatan adalah 440 m dengan 3 lajur mobil dan 1 lajur motor

 Tinggi jembatan maksimal 48 m dari muka air tertinggi (dekat dengan bandara)

 Vertical clearance minimal 33 m (dekat pelabuhan)

perkembangan jembatan di Indonesia The works of Wiryanto Dewobroto.htm

31
BAB IX

DESAIN DAN PELAKSANAAN KOMPONEN JEMBATAN

1. Kondisi eksisting lokasi PEMBANGUNAN JEMBATAN

Bangunan pelengkap Jembatan adalah Membuat jembatan tentu sebaiknya dilengkapi


pelengkap jembatan, sehingga tidak sia-sia dalam arti mudah rusak oleh hal yang lain,
seperti longsor dlll.

1. Sayap jembatan

Berfungsi menahan longsor pada tebing sungai dan melindungi pangkal jembatan
(abutment)

2. Kreib

Berfungsi mengarahkan aliran air dan menahan emosi, dibuat dari bronjong, pasangan
batu, pasangan batu kosong, atau pancang.

3. Oprit

Jalan masuk menuju jembatan

 Tanjakan pada oprit, maksimum 12 %


 Jari-jari tikungan, minimum 10 m

 Jarak pandang bebas, minimum 30 m

 Tembok Penahan Tanah (TPT) harus ada sulingan air, tidak boleh lebih tinggi dari
timbunan oprit.

2. Data Survei lokais Jembatan

1. Informasi jembatan yang akan dibangun


32
2. Peralatan

3. Tenaga kerja

4. Pemilihan lokasi jembatan

5. Ukuran lebar jembatan

6. Ukuran kedalaman sungai

7. Ukuran tinggi Muka Air Normal (MAN)

8. Ukuran tinggi Muka Air Banjir (MAB)

9. Pemindahan tinggi ukur MAB, MAN dan dasar sungai pada titik ukur

10. Penentuan letak kedalaman pondasi

11. Survei harga bahan dan alatPemindahan tinggi ukur MAB, MAN dan dasar sungai
pada titik ukur

 Penjelasan
1. Informasi jembatan yang akan dibangun

 Lebar dan kedalaman sungai, jenis tanah dasar, jenis lalu lintas yang akan dilayani
 Material yang ada disekitar lokasi jembatan : batu, pasir, kayu dan tanah urug

 Situasi dan kondisi sekitar calon jembatan, guna menentukan jumlah orang dan
peralatan survei yang akan dipakai

2. Peralatan

 Meteran 5 m dan 50 m
 Tali plastik, untuk membantu pengukuran

 Patok, untuk menandai letak as jembatan

 Cangkul untuk melihat kondisi tanah dasar

 Kayu/bambu panjang > 5 m, untuk mengukur kedalamanan sungai

 Pukul besi dan paku, untuk memberi tanda letak peil jembatan dan Muka Air Banjir
(MAB)

 Kompas, untuk mengukur sudut belok sungai dan trase jembatan beserta opritnya

 Take of sheet dan alat tulis

3. Tenaga kerja

33
 Satu orang yang dapat berenang untuk mengukur kedalaman dan lebar sungai
 Satu orang penggali tanah untuk calon pangkal jembatan guna memperkirakan daya
dukung tanah dasar

4. Pemilihan lokasi jembatan

 Pada bentang terpendek, agar harga konstruksi menjadi murah


 Pada bagian sungai yang lurus , agar tidak menggunakan krib dan sayap jembatan

 Pangkal jembatan dipilih pada tanah keras, agar pondasi stabil dan tidak terlalu
dalam

 Pada tebing sungai yang tidak terlalu terjal, sehingga pangkal dan sayap jembatan
tidak terlalu tinggi, lebih stabil terhadap gempa dan hantaman air banjir

 Pada jalan yang sudah ada, agar tidak perlu memindah trase jalan dan
membebaskan tanah baru

5. Ukuran lebar jembatan

Diukur dari lebar basah rata-rata sebagai bentang bersih jembatan, dengan
menggunakan pita ukur atau tali.

6. Ukuran kedalaman sungai

Diukur dengan menggunakan batang kayu/bamboo dicolok dan tandai kedalaman


dasar sungai pada peil ukur.

7. Ukuran tinggi Muka Air Normal (MAN) = Tinggi rata-rata air pada saat musim hujan.

8. Ukuran tinggi Muka Air Banjir (MAB) = Tinggi aliran air pada saat banjir.

9. Pemindahan tinggi ukur MAB, MAN dan dasar sungai pada titik ukur

10. Penentuan letak kedalaman pondasi

 Dasar pondasi harus diletakkan pada tanah keras, sebagai pertimbangan satu orang
hanya mampu menggali 0,5 m3 tanah keras/hari
 Kedalaman pondasi minimal 1,5 m dibawah dasar sungai (kecuali pondasi
jembatan gantung)

 Dihitung ketinggian jarak dasar pondasi dengan paku sebagai titik ukur.

11, Survei harga bahan dan alat

Survey harga bahan, peralatan kerja dan tenaga kerja dilokasi pekerjaan dan jika
diperlukan mobilisasi material dan peralatan juga dipertimbangkan dalam menentukan
castflow

34
3. Tahapan Pra Desain Jembatan

1. Batasan pokok jembatan


2. Prinsip pemilihan konstruksi jembatan

3. Bangunan atas

4. Bangunan bawah

5. Pondasi jembatan

6. Bangunan pelengkap

 Penjelasan
1. Batasan pokok jembatan

a. Tinggi Bebas

Jarak minimal antara Muka Air Banjir dengan gelagar jembatan

b. Tinggi pilar dan pangkal jembatan

Maksimal 7 m., jika lebih harus dikonsultasikan.

c. Bentang jembatan maksimum

 Jembatan gantung untuk kendaraan roda dua, maksimum 60 m


 Jembatan beton, maksimum 6 m

 Jembatan gelagar besi lantai kayu, maks 16 m

 Jembatan pelengkung, maksimum 12 m

Diluar ketentuan diatas dikonsultasikan terlebih dahulu

2. Prinsip pemilihan konstruksi jembatan

 Konstruksi murah
 Mudah dilaksanakan dan dirawat oleh masyarakat

 Banyak menyerap bahan dan tenaga lokal

 Sesuai dengan kebutuhan bukan karena keinginan

3. Bangunan atas dari bahan kayu

a. Jembatan Kayu, lantai kayu minimal menggunakan kayu :

 Mutu kayu A
35
 Klas kuat II, klas awet II

 Tegangan lentur ijin = 109 km/cm2

b. Sambungan pada gelagar jembatan atas dibuat berselang-seling agar kekuatan


merata.

4. Bangunan bawah dari material baja, beton dengan bahan mutu tinggi

5. Pondasi jembatan

a. Pondasi langsung (Dibuat dari pasangan batu kali atau beton bertulang, cocok
untuk tanah sedang)

b. Pondasi tiang pancang sederhana (Dibuat dari beton atau kayu, cocok untuk
tanah lunak)

c. Pondasi sumuran (Cocok untuk tanah yang agak berpasir dan letak tanah
kerasnya agak dalam.)

6. Bangunan pelengkap, koperan kaki jembatan, koperan aliran air dibawah jwmbatan,
bangunan penahan longsor tepi pangkal jembatan

4 . Tahapan Pelaksanaan

Tahapan pekerrjaan akan memberikan gambaran alur teknis peleksanaan setiap


komponen jambatan yang akan dibuat di loasi kerja. Secara garis besar dapat digambarkan
sebgai berikut

1. Menentukan posisi dan peil jembatan berdasarkan titik ukur hasil survei dengan
cara pasang patok
2. Penggalian tanah untuk pondasi jembatan hingga mencapai tanah keras dan
minimal 1,5 m dibawah dasar sungai

3. Pasang bouwplank untuk pangkal jembatan

4. Pengerjaan pasangan pangkal jembatan (ada sulingan air) dan pekerjaan dihentikan
jika sudah pada posisi diatas air

5. Poin 2 sampai 4 dikerjakan juga untuk pekerjaan sayap jembatan dan pilar tengah

6. Pengerjaan pangkal, sayap dan pilar tengah dikerjakan pada saat air sungai surut
pada musim kering

7. Melanjutkan pekerjaan yang telah berada diatas air

36
8. Pasang angkur untuk plat beton tumpuan

9. Pasang plat beton tumpuan

10. Pasang rubber bearing atau plat timah hitam

11. Pasang gelagar, tambatan angina dan lantai jembatan

12. Pasang handrail dan buat oprit jembatan

4. Pengawasan Pekerjaan

Setiap kegiatan konstruksi diatur dalam SOP kerja, maka perlu diawasi dalam
pelaksanaan seiap komponen :

1. Galian pondasi untuk mengetahui kedalaman peil yang diinginkan, sebelum


pekerjaan pondasi, diperiksa Fasilitator.
2. Ketinggian peil pangkal dan pilar jembatan, sebelum pemasangan balok tumpuan,
diperiksa Fasilitator.

3. Pemasangan besi tulangan, sebelum pengecoran beton, diperiksa Fasilitator.

4. Pengecoran beton terutama pada perbandingan campuran dan kualitas air untuk
campuran, diawasi dan diperiksa Fasilitator.

5. Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja dari desa itu sendiri kecuali
tenaga ahli

6. Tenaga kerja yang dipergunakan harus efektif, artinya biaya yang dikeluarkan
harus sesuai dengan pekerjaan yang dihasilkan, jika terjadi penyimpangan harus
segara dicari pemecahannya

5. Pemeliharaan Hasil pekerjaan

Setelah jembatan di fungsikan, maka dilakukan pada pemeliharaan konstruksi


jembatan agar umur rencana dapat sesuai dengan desain dan harga bangunan
jembatan:

1. Perbaikan pasangan sistem lantai yang rusak.


2. Penggantian lapisan lantai kayu yang lapuk, beton lantai retak,.

3. Pengecatan ulang bagian bahan besi pada jembatan jembatan.

4. Pemeliharaan bagian pangkal jembatan akibat erosi tanggul dan pangkal jembatan.

5. Perbaikan saluran drainasi sekitar jembatan.

6. Penebalan pada lapisan aspal diatas jembatan harus dipertimbangkan melalui


recycling.
37
5. Pelaksanaan jembatan bangunan bawah jembatan

1. Proses Tiang Pemancangan

Tiang pancang dapat dipancang dengan setiap jenis palu, asalkan tiang pancang
tersebut dapat menembus masuk pada ke dalaman yang telah ditentukan atau mencapai
daya dukung yang telah ditentukan, tanpa kerusakan. Tinggi jatuh palu tidak boleh
melampaui 2,5 meter atau sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Alat
pancang dengan jenis gravitasi, uap atau diesel yang disetujui, harus mampu memasukkan
tiang pancang tidak kurang dari 3 mm untuk setiap pukulan pada 15 cm dari akhir
pemancangan dengan daya dukung yang diinginkan sebagaimana yang ditentukan dari
rumus pemancangan yang disetujui, yang digunakan oleh Kontraktor.

a. Penghantar Tiang Pancang (Leads)


Penghantar tiang pancang harus dibuat sedemikian hingga dapat memberikan
kebebasan bergerak untuk palu dan penghantar ini harus diperkaku dengan tali atau palang
yang kaku agar dapat memegang tiang pancang selama pemancangan. Kecuali jika tiang
pancang dipancang dalam air, penghantar tiang pancang, sebaiknya mempunyai panjang
yang cukup sehingga penggunaan bantalan topi tiang pancang panjang tidak diperlukan.
Penghantar tiang pancang miring sebaiknya digunakan untuk pemancangan tiang pancang
miring.

Gambar .20 – Alat Pancang Crane

b. Bantalan Topi Tiang Pancang Panjang (Followers)


Pemancangan tiang pancang dengan bantalan topi tiang pancang panjang sedapat mungkin
harus dihindari, dan hanya akan dilakukan dengan persetujuan tertulis dari Direksi
Pekerjaan. c. Tiang Pancang Yang Naik
Bilamana tiang pancang mungkin naik akibat naiknya dasar tanah, maka elevasi kepala
tiang pancang harus diukur dalam interval waktu dimana tiang pancang yang berdekatan
sedang dipancang. Tiang pancang yang naik sebagai akibat pemancangan tiang pancang

38
yang berdekatan, harus dipancang kembali sampai ke dalaman atau ketahanan semula,
kecuali jika pengujian pemancangan kembali pada tiang pancang yang berdekatan
menunjukkan bahwa pemancangan ulang ini tidak diperlukan.

d. Pemancangan Dengan Pancar Air (Water Jet)


Pemancangan dengan pancar air dilaksanakan hanya seijin Direksi Pekerjaan dan de-ngan
cara yang sedemikian rupa hingga tidak mengurangi kapasitas daya dukung tiang pancang
yang telah selesai dikerjakan, stabilitas tanah atau keamanan setiap struktur yang
berdekatan.

Banyaknya pancaran, volume dan tekanan air pada nosel semprot haruslah sekedar cukup
untuk melonggarkan bahan yang berdekatan dengan tiang pancang, bukan untuk
membongkar bahan tersebut. Tekanan air harus 5 kg/cm2 sampai 10 kg/cm2 tergantung
pada kepadatan tanah. Perlengkapan harus dibuat, jika diperlukan, untuk mengalirkan air
yang tergenang pada permukaan tanah. Sebelum penetrasi yang diperlukan tercapai, maka
pancaran harus dihentikan dan tiang pancang dipancang dengan palu sampai penetrasi
akhir. Lubang-lubang bekas pancaran di samping tiang pancang harus diisi dengan adukan
semen setelah pemancangan selesai.

2. Pengujian Tiang

a. Pengujian dengan Static Load Test (SLT)

Pengujian tiang dilaksanakan untuk mengetahui dengan pasti daya dukung dari jenis
pondasi pada setiap jembatan. Jumlah tiang pancang yang diuji tidak kurang dari satu atau
tidak lebih dari empat untuk setiap jembatan. Pengujian tiang dapat
dilaksanakan di dalam atau di luar keliling pondasi, dan dapat menjadi bagian dari
pekerjaan yang permanen. Beban-beban untuk pengujian pembebanan tidak boleh
diberikan sampai beton mencapai kuat tekan minimum 95 % dari kuat tekan beton berumur
28 hari, namun dapat juga menggunakan semen dengan kekuatan awal yang tinggi (high-
early-strength-cement), jenis III atau IIIA untuk beton dalam tiang pengujian pembebanan
dan untuk tiang tarik.

b. Pengujian dengan Dynamic Load Test (DLT)

Test dengan beban statis merupakan metode terbaik dan juga merupakan yang termahal
untuk menentukan daya dukung suatu tiang. Pembebanan secara static yang merupakan uji
skala penuh dilakukan dengan memberikan beban yang lebih besar dari beban rencana
seperti yang telah dijelaskan diatas. Metode Static Load Test (SLT) ini memerlukan banyak
39
waktu (time consuming).
Test dengan beban dinamis atau Dynamic Load Test (DLT) adalah metode lain yang lebih
ekonomis dan efisien. Test pembebanan tiang secara dinamis ini menggunakan peralatan
FPDS (Foundation Pile Diagnostic System) berikut software PDA (Pile Driving Analyis)
tertentu misalnya PDI dari USA, TNO dari Belanda, CEBTP dari Perancis dan PID dari
Swedia).
Dengan menggunakan system ini, beban diberikan secara dinamik pada kepala tiang
dengan menggunakan hammer pemancang. Dengan memberikan blow (pukulan) dari
hammer pemancang, signal acceleration (percepatan) dan strain (regangan) dari tiang
dicatat dan direkam oleh computer. Dari dua signal tersebut dapat diperoleh signal
velocity-time dan force-time dan kemudian tahanan pemancangan dinamis (dynamic
driving resistance) dapat ditentukan.

Gambar 22- Peralatan DLT

6. Pekerjaan Jenis Pondasi Tiang Bor (Bored Pile)

Di Indonesia pondasi jenis ini cukup populer juga meskipun peralatan yang tersedia masih
terbatas dan umumnya terkonsentrasi di pulau jawa. Jenis pondasi ini prinsip kerjanya
hampir sama dengan pondasi tiang pancang. Perbedaannya terletak pada cara
pemasangannya, kalau tiang pancang masuk kedalam tanah dengan kekuatan tumbukan
sehingga menimbulkan suara yang keras, tetapi lain halnya dengan bored pile yang
suaranya tidak mengganggu lingkungan, sehingga jenis pondasi ini banyak digunakan di
daerah perkotaan dalam pembangunan apartemen, mall, dan gedung pencakar langit.
Contoh bahan yang digali harus disimpan untuk semua tiang bor. Pengujian penetrometer
untuk bahan di lapangan harus dilakukan selama penggalian dan pada dasar tiang bor
sesuai dengan yang diminta oleh Direksi Pekerjaan. Pengambilan contoh bahan ini harus
selalu dilakukan pada tiang bor pertama dari tiap kelompok.

40
Gambar 23- Pelaksanaan Tiang Bor

1). Pengecoran Beton Tiang Bor (Bored Pile)Pengecoran beton harus dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan. Dimanapun beton digunakan harus dicor ke dalam suatu
lubang yang kering dan bersih. Beton harus dicor melalui sebuah corong dengan
panjang pipa. Pengaliran harus diarahkan sedemikian rupa hingga beton tidak menimpa
baja tulangan atau sisi-sisi lubang. Beton harus dicor secepat mungkin setelah
pengeboran dimana kondisi tanah kemungkinan besar akan memburuk akibat
terekspos. Bilamana elevasi akhir pemotongan berada di bawah elevasi muka air tanah,
tekanan harus dipertahankan pada beton yang belum mengeras, sama dengan atau lebih
besar dari tekanan air tanah, sampai beton tersebut selesai mengeras.

2). Pengecoran Beton di Bawah Air


Bilamana pengecoran beton di dalam air atau lumpur pengeboran, semua bahan lunak
dan bahan lepas pada dasar lubang harus dihilangkan dan cara tremie yang telah
disetujui harus digunakan.
Cara tremie harus mencakup sebuah pipa yang diisi dari sebuah corong di atasnya. Pipa
harus diperpanjang sedikit di bawah permukaan beton baru dalam tiang bor sampai di
atas elevasi air/lumpur.
Bilamana beton mengalir keluar dari dasar pipa, maka corong harus diisi lagi dengan
beton sehingga pipa selalu penuh dengan beton baru. Pipa tremie harus kedap air, dan
harus berdiameter paling sedikit 15 cm. Sebuah sumbat harus ditempatkan di depan
beton yang dimasukkan pertama kali dalam pipa untuk mencegah pencampuran beton
dan air.

41
Gambar 24- Pelaksanaan Tiang Bor

7. Metode Pelaksanaan Jembatan Le Viaduc De Millau di perancis

42
Viaduc de Millau merupakan jembatan jalan raya tertinggi di dunia artinya lantai jembatan
dibangun dengan topangan pilar pilar menjulang ke atas dengan sistem cabel stayed.
Jembatan Millau Viaduct (bhs Perancis : le Viaduc de Millau) adalah jembatan kabel yg
membentang di atas lembah sungai Tarn dekat Millau di Perancis Selatan. Jembatan yang
memberikan unsure estika dari linkungan yang dilalui karena membuat pelintas seakan
berjalan di atas awan ini, ternyata memiliki kesulitan yang cukup tinggi dalam
pelaksanaannya.

Karakteristik jembatan secara teknis, Memiliki panjang hampir 2,5 km dengan ketinggian
puncak tiang yang lebih tinggi dari Menara Eiffel. Dikerjakan pada ketinggian awan, tentu
merupakan tantangan yang tinggi dalam pengerjaan jembatan ini. Faktor alam dijadikan
sebagai sarana untuk mendesai teknispengerjaannya. Jembatan ini dibangun dengan
menggunakan metode pelaksanaan ILM (Incremental Launching Method). ILM adalah
suatu metode erection pada jembatan bentang panjang yang sudah diimplementasikan di
Rio Caroni Bridge di Venezuela pada tahun 1962. Metode ini ditemukan oleh Prof. Dr.
Ing. F. Leonhardt dan partnernya Willi Baur. Metode ini telah dipatentkan sejak tahun
1967, metode yang dilakukan tahun itu dalam proses foti dibawah ini

Kostruksi sistem lantai gabungan dari beton dan sistem girder baja membentuk rangka trus
direbahkan horizontal, dengan balok tepid an tengah sistem penopang girder

Syarat teknis untuk menggunakan metode erection ILM pada jembatan ini antara lain
adalah:

 Jembatan type box segmental


 Jembatan beralinement lurus atau kurva tetap

 Requirement alinemen adalah harus berada dalam range gradient 7% dan cross fall
5%. Minimum radius in plan 350 m dan radius in elevation 2000 m

 Jembatan ber penampang section tetap

 Jembatan dengan kelangsingan tinggi (ratio span to depth berkisar 12-18)

43
 Bentang jembatan berkisar 30-50 m

 Max slope lantai jembatan 6%.

Metode jembatan ini dibangun biasanya karena adanya syarat bahwa tidak diperbolehkan
adanya gangguan pada sisi bawah lantai jembatan. Metode ini mengharuskan tersedianya
lahan yang cukup luas di lokasi belakang abutment untuk produksi segment lantai
jembatan.

8. Tahapan Perlaksanaan Konstruksi

Mekanisme proses pelaksanaan erection jembatan dengan menggunakan metode ILM ini
dapat dijelaskan secara prinsip sebagai berikut:

1. sistem Lantai jembatan diproduksi di area belakang jembatan secara rutin kontinu
tiap segment. Segment tersebut dihubungkan secara monolit dengan segment sebelumnya.
Panjang segment berkisar 15 – 25 m.

2. Pada bagian Ujung depan lantai dipasang Nose yang terbuat dari struktur baja. Nose
tersebut akan berfungsi sebagai tambahan lantai sedemikian mengurangi momen yang
besar yang terjadi ketika rangkaian pelat lantai membentuk struktur Cantilever. Nose
berfungsi mengurangi besarnya momen kantilever yang terjadi. Nose didesign sedemikian
rimgan mungkin untuk mengurangi tambahan beban yang harus dipikul oleh struktur
lantai jembatan. Struktur Nose memiliki panjang sekitar 65% terhadap bentang jembatan
yang typical.

44
3. Pada saat segment yang telah diproduksi dan umur beton telah mencukupi, maka
seluruh lantai jembatan didorong dengan menggunakan metode Pulling Jack yang dipasang
di abutment.

45
4. Permukaan pilar dikondisikan memiliki tahanan geser yang kecil. Hal ini untuk
memudahkan proses mendorong rangkaian segment lantai jembatan. Dapat menggunakan
suatu alat khusus dengan permukaan teflon.

5. Jika diperlukan berdasarkan perhitungan, dapat ditambahkan temporary support di


tengah bentang antara pilar jembatan. Temporary support ini akan berfungsi mengurangi
besarnya momen yang dipikul oleh struktur pelat lantai jembatan.

46
6. Pilar jembatan dapat ditambahkan perkuatan. Hal ini disebabkan jembatan akan
mendapat beban horizontal tambahan selama proses launching. Tambahan beban ini akan
mempengaruhi kemampuan pilar dalam menahan beban. Untuk mengatasi tambahan beban
gaya horizontal, maka pilar dipasang perkuatan kabel.

47
Keuntungan dari metode ILM adalah:

 Tidak memerlukan perancah dalam pembuatan struktur lantai jembatan


 Tidak menggangu area di bawah lantai jembatan

 Kebutuhan lahan di belakang jembatan relatif minim karena lokasi fabrikasi


segment tidak berpindah tempat.

48
 Waktu pelaksanaan lebih cepat

Kelemahan dari metode ILM adalah:

 Hanya dapat diaplikasikan pada bentang jembatan pendek atau terbatas


 Diperlukan beberapa struktur sementara yaitu nose, temporary tower, perkuatan
pilar, dll

 Hanya dapat digunakan pada jembatan lurus atau kurva tetap

 Membutuhkan area bebas dibelakang jembatan sebagai lokasi fabrikasi segment


lantai jembatan.

9. Design dan Fakta Jembatan Di Atas Awan

Sensasi berjalan menembus awan di angkasa, hanya dapat dinikmati di Jembatan Le


Viaduc de Millau, jembatan tertinggi di dunia yang berlokasi di Millau, Perancis. Jembatan
ini menghubungkan Paris dan Barcelona. Jembatan ini juga dilengkapi dengan kaca
transparan yang aerodinamis yang berfungsi melindungi mobil dari hembusan angin.

49
Jembatan Millau (le Viaduc de Millau) adalah sebuah jembatan jalan bersanggahkan kabel
yang menyeberangi lembah Sungai Tarn di pegunungan Massif Central dekat Millau di
selatan Perancis, yang pada pagi hari selalu diselimuti oleh embun pagi. Orang yang
berkendaraan melintasi awan-awan yang mengambang rendah di pegunungan dapat
dengan mudah menggapainya, sambil melihat pemandangan yang luar biasa menakjubkan
di bawahnya serta tanpa perlu khawatir gangguan angin yang kuat. Jika Anda melintasi
jembatan ini, maka Anda laksana berjalan di langit dengan menembus atau diiringi awan
yang berarak. Sungguh sensasi yang luar biasa..!

Jembatan unik ini kini bukan hanya jadi sarana transportasi tapi juga ajang wisata. Banyak
wisatawan yang ingin menjajal berkendaraan bersamaan dengan awan yang berarak di
sekelilingnya serta mengambil foto cantik jembatan ini. Menurut Chirac, pembangun
jembatan ini merupakan keajaiban dan menjadi lambang kemajuan teknik sipil Prancis.
Jembatan ini juga berfungsi sebagai simbol dari kemoderan Prancis.

50
Millau mulai dibangun pada tanggal 16 Oktober 2001 dan dibuka resmi pada 14 Desember
2004, lebih lambat dari waktu yang dijadwalkan, yakni tiga tahun. Hal ini salah satu
sebabnya adalah faktor cuaca, selain memang tingkat kesulitan yang tinggi. Maklum,
jembatan ini selain luar biasa tinggi juga dibangun di lokasi yang tidak biasa. Struktur
tanah yang tak rata, maklum wilayah pegunungan.Digunakan sistem hidrolik untuk
menyorong geladak kembatan ke dalam tempat seharusnya. Sistem ini disediakan oleh
Enerpac Hydraulic Systems – perusahaan yang juga “mengangkat” Golden Gate Bridge.
Jembatan ini diresmikan oleh Presiden Jacques Chirac (sekarang Sarkozy) dalam sebuah
upacara yang megah.

51
Dirancang oleh teknisi jembatan Perancis Michel Virlogeux dalam kerja sama dengan
arsitek Britania, Lord Foster. Millau merupakan jembatan tertinggi di dunia, dengan
tonggak puncak pada 343 meter (1.118 kaki), sedikit lebih tinggi dari Menara Eiffel dan
hanya 40 m (132 kaki) lebih pendek dari Gedung Empire State. Viaduc de Millau
memperoleh penghargaan atas konstruksi yang unggul dari Internasional Asosiasi untuk
Jembatan dan tanah Konstruksi IABSE.

Jembatan ini dibangun dengan menggunakan metode pelaksanaan Incremental Launching


Method / ILM. ILM adalah suatu metode erection pada jembatan bentang panjang yang
sudad diimplementasikan sejak tahun 1962 yaitu di Rio Caroni Bridge di Venezuela.

52
Metode ini ditemukan oleh Prof. Dr. Ing. F. Leonhardt dan partnernya Willi Baur. Metode
ini telah dipatentkan sejak tahun 1967.

Design Jembatan
1. Viaduc de Millau memiliki total panjang 2460 m dan lebar adalah 32 m.
2. Terdiri atas 8 bentang atau spans dan 7 buah tiang jembatan / piers.

3. Terpanjang bagian antara kolom diukur 342 m.

4. Tinggi tiang tertinggi adalah 343 m. Tinggi pylon adalah 87 m.

5. Tebal jalan 4.20 m dan lebar deck adalah 27,35 m.

6. Total beton yang digunakan adalah 227.000 ton dan baja yang digunakan 39.700
ton.

53
54
Fakta-fakta Mengenai Jembatan Ini
1. Tiang kaki-kakinya tertinggi di dunia. Tiang P2 setinggi 244,96 meter dan P3
221,05 meter, mematahkan rekor Perancis yg sebelumnya dipegang oleh Tulle and
Verrieres Viaducts (141 meter), dan rekor dunia yg sebelumnya dipegang oleh
Kochertal Viaduct (jerman) yg berketinggian 181 meter.
2. Tiang jembatannya tertinggi di dunia. Puncaknya mencapai tinggi 343 meter
berdiri di atas tiang P2.

3. Jalan raya jembatan tertinggi di dunia. Terletak pada ketinggian 270 meter di
atas permukaan laut pada titik tertingginya. Hanya jembatan gantung Royal Gorge
Bridge (321 meter) di Colorado, Amerika, yg lebih tinggi, itupun hanya digunakan
untuk pejalan kaki.

Kesimpulan

Jembatan gantung adalah jembatan yang berfungsi sebagai pemikul langsung beban
lalu lintas yang melewati jembatan tersebut, terdiri dari lantai jembatan, gelagar pengaku,
batang penggantung, kabel pemikul dan pagar pengaman.

Jembatan cable stayed sudah dikenal sejak lebih dari 200 tahun yang lalu (Walther,
1988) yang pada awal era tersebut umumnya dibangun dengan menggunakan kabel
vertikal dan miring seperti Dryburgh Abbey Footbridge di Scotlandia yang dibangun pada
tahun 1817.

Banyak jenis jembatan, tapi yang cocok untuk masyarakat perdesaan yang mudah
dikerjakan dan sesuai fungsinya adalah :

1. Jembatan gantung
2. Jembatan beton (gelagar beton, lantai beton)

3. Jembatan gelagar besi lantai kayu

4. Jambatan gelagar kayu lantai kayu

5. Jembatan pelengkung

Terdapat 89.000 buah jembatan (1050km) di Indonesia yang terdiri dari


55
 60.000 buah jembatan (550 km) di ruas jalan kabupaten/kota
 29.000 buah jembatan (500 km) di ruas jalan nasional dan provinsi

 Program Pengembangan Jembatan

 Dimulai dari PELITA I sd PELITA VI

 Prioritas pada peningkatan pelayanan pada ruas jalan nasional dan provinsi

 Saat ini lebih dari 29.000 buah jembatan (500 km) telah terbangun ±16.500 buah
jembatan (316.2 km) jembatan pada ruas jalan nasional.

 Didominasi oleh jembatan standar, terutama :

o Jembatan rangka baja type (Belanda, Australia, Austria, Kanada, Inggris,


Spanyol, & jembatan lokal),

o Jembatan komposit dan

o Gelagar beton bertulang

 Tahapan pelaksanaan

1. Menentukan posisi dan peil jembatan berdasarkan titik ukur hasil survei dengan
cara pasang patok

2. Penggalian tanah untuk pondasi jembatan hingga mencapai tanah keras dan
minimal 1,5 m dibawah dasar sungai

3. Pasang bouwplank untuk pangkal jembatan

4. Pengerjaan pasangan pangkal jembatan (ada sulingan air) dan pekerjaan dihentikan
jika sudah pada posisi diatas air

5. Poin 2 sampai 4 dikerjakan juga untuk pekerjaan sayap jembatan dan pilar tengah

6. Pengerjaan pangkal, sayap dan pilar tengah dikerjakan pada saat air sungai surut
pada musim kering

7. Melanjutkan pekerjaan yang telah berada diatas air

8. Pasang angkur untuk plat beton tumpuan

9. Pasang plat beton tumpuan

10. Pasang rubber bearing atau plat timah hitam

11. Pasang gelagar, tambatan angina dan lantai jembatan

12. Pasang handrail dan buat oprit jembatan


56
Keuntungan dari metode ILM adalah:

 Tidak memerlukan perancah dalam pembuatan struktur lantai jembatan


 Tidak menggangu area di bawah lantai jembatan

 Kebutuhan lahan di belakang jembatan relatif minim karena lokasi fabrikasi


segment tidak berpindah tempat.

 Waktu pelaksanaan lebih cepat

Kelemahan dari metode ILM adalah:

 Hanya dapat diaplikasikan pada bentang jembatan pendek atau terbatas


 Diperlukan beberapa struktur sementara yaitu nose, temporary tower, perkuatan
pilar, dll

 Hanya dapat digunakan pada jembatan lurus atau kurva tetap

 Membutuhkan area bebas dibelakang jembatan sebagai lokasi fabrikasi segment


lantai jembatan.

57
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni I.,2008. Studi Parameter Desain Dimensi Elemen Struktur Gantung Pejalan
Kaki dengan Bentang 120 m. Jurnal Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional Bandung,
Bandung.
Ariestadi, Dian. Teknik Struktur Bangunan Jilid 2 untuk SMK. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, h. 429 – 462.
Departemen Pekerjaan Umum, 2008. Pedoman Perencanaan dan Pelaksanaan Jembatan
Gantung Pejalan Kaki, “Pd X-XXXXXX-B,“. Departemen PU, Jakarta.
Podolny & Scalzi, 1976. Construction and Design of Cable Stayed Bridges. New York:
Wiley & Sons Inc.
Schodeck, 1991. Struktur (Alih Bahasa : Suryoatmojo).Jakarta: PT. Eresco.
Steiveman, D.B.,1953. A Practical Treatise on Suspension Bridges. New York: Wiley &
Sons Inc.
Supriyadi, B. & Muntohar, A.S.,2007. Jembatan. Yogyakarta: Beta Offset.
Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum, 2010. Pemberlakuan Pedoman Perencanaan dan
Pelaksanaan Konstruksi Jembatan Gantung untuk Pejalan Kaki. Kementerian Pekerjaan
Umum, Jakarta.
Walther, R.,1988. Cable Stayed Bridges. London: Thomas Telford.
Yuskar, L. & Andi, I.,2005. Kajian Sambungan antara Pilar dan Kabel
pada Jembatan Cable Stayed. Jurnal Teknologi, Departemen Teknik Sipil Universitas
Indonesia.
Zarkast I., & Roliansjah,S.,1995. Perkembangan Akhir Jembatan Cable Stayed. Makalah
pada Konferensi Regional Teknik Jalan (KRTJ) IV, Padang.

58
Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga
Departemen Pekerjaan Umum, Desember 2005;
Panduan Pengawasan Pelaksanaan Jembatan Bridge Management System, Direktorat
Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, Tahun 1993;
Kazuto Nakazawa, 2000 Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi, Kazuto Nakazawa dkk, PT
Pradnya Paramita,

MJ Tomlinson 1983 Foundation Design and Construction, MJ Tomlinson, Fourth Edition,


the Pitman Press London,

Braja M.Das 1990 Principles of Foundation Engineering, Braja M.Das, PWS Publishing
Company Boston, Second Edition,

Bahan Publikasi, PC Pile, PT. Wijaya Karya Beton;


Ground Anchors and Anchored Systems, Geotechnical Engineering Circular No.4,
Publication FHWA, June 1999;
Load Cell Test Pada Pondasi Bored Pile Jembatan Suramadu, SKS Pembinaan Teknik
Pembangunan Jembatan Suramadu Core Team-Manajemen Konstruksi Tahap II;
Test Daya Dukung Tiang Pancang Dengan Metode Beban Dinamis (DLT), Pile Foundation
Diagnostic Services;
Modul Pelatihan Supervisi Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan, Pembinaan Manajemen
Kebinamargaan , Direktorat Jenderal Bina Marga, May 2006;
Modul Pelaksanaan Konstruksi Jembatan, Jafung Teknik Jalan dan Jembatan Pusat
Pendidikan dan Latihan Departemen Pekerjaan Umum, Tahun 2006.Posted by Civil
Injinering at 10:31 PM http://civil-injinering.blogspot.com/2009/05/pelaksanaan-
jembatan-bangunan-bawah_18.html,

Metode Pelaksanaan Jembatan Le Viaduc De Millau Manajemen Proyek Indonesia.htm

59

Anda mungkin juga menyukai