Anda di halaman 1dari 16

TUGAS STRUKTUR JEMBATAN

JEMBATAN PORTAL (RIGID FRAME BRIDGE)

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah


Struktur Jembatan
yang dibina oleh Bapak Mohammad Sulton S.T, M.T.

Oleh

Jentyas Y. 140523601204
Latifah 140523603876
Lia Wahyuningtyas 140523603634
Mardiana Latifah 140523604028
Muhammad Fajar A. 140523604177
Yuni Ragil 140523600756

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PRODI S1 TEKNIK SIPIL OFF J
NOVEMBER 2017
JEMBATAN PORTAL (RIGID FRAME BRIDGE)

1.1 Definisi
Jembatan portal adalah jembatan dimana struktur bagian bawah sampai
struktur bagian atasnya terhubung secara menerus dan kaku. Biasanya struktur
jembatan ini di cor secara monolit atau bersamaan, sehingga membuat struktur
tersebut menerus dari pondasi sampai struktur paling atas. Koneksi antara struktur
yang satu dan yang lainnya sangat kaku sehingga bisa menahan lendutan, gaya
axial, dan gaya geser. Jembatan portal memang memiliki keuntungan yang sangat
menguntungkan yaitu struktur yang kaku namun desain dan konstruksinya juga
sulit dan membutuhkan pengerjaan dan perhitungan yang detail.

1.2 Komponen
Bagian-bagian dari suatu jembatan portal terbagi dalam tiga bagian, yaitu:
1.2.1 Bangunan Atas (super struktur)
Bangunan Atas (super struktur) terdiri :
a. Gelagar-gelagar utama (rangka utama), yang terbentang dari titik tumpu ke
titik tumpu lain. Gelagar-gelagar ini terdiri dari batang diagonal, horizontal
dan vertical yang membentuk rangka utama dan terletak pada kedua sisi
jembatan.
b. Gelagar melintang, berupa baja profil yang terletak di bawah lantai
kendaraan, gunanya sebagai pemikul lantai kendaraan.
c. Lantai kendaraan, terletak di atas gelagar melintang, biasanya terbuat dari
kayu atau pasangan beton bertulang dan seluruh lebar bagiannya
digunakan untuk lalulintas kendaraan.
d. Lantai trotoar, terletak di pinggir sepanjang lantai kendaraan dan
digunakan sebagai tempat pejalan kaki.
e. Pipa sandaran, terbuat dari baja yang dipasang diantara tiang-tiang
sandaran di pinggir sepanjang jembatan atau tepi lantai trotoar dan
merupakan pembatas dari kedua sisi samping jembatan.
f. Tinang sandaran, terbuat dari beton bertulang atau baja profil dan ada juga
yang langsung dipasang pada rangka utama, gunanya untuk menahan pipa
sandaran.

1.2.2 Bangunan bawah (sub structure)


Bangunan bawah (sub structure) terdiri :
a. Pilar, berfungsi untuk menyalurkan gaya-gaya vertical dan horizontal dari
bangunan atas pada pondasi.
b. Pangkal (abutment), pangkal menyalurkan gaya vertical dan horizontal
dari bangunan atas pada pondasi dengan fungsi tambahan untuk
mengadakan peralihan tumpuan dari timbunan jalan pendekat ke bangunan
atas jembatan. Ada beberapa tipe dan jenis abutment, yaitu:
- Tipe gravitasi,
Kontruksi terbuat dari pasangan batu kali. Digunakan bila tanah keras
dekat dengan permukaan.
- Tipe T terbalik (kantilever),
Kontruksi terbuat dari beton bertulang, bentuknya langsing sehingga
dalam proses pembuatannya sangat mudah dari pada tipe-tipe yang
lain.
- Tipe dengan penopang,
Bentuknya kontruksinya sama dengan tipe kantilever tetapi
ditambahkan penopang dibelakangnya, yang berguna untuk melawan
pengaruh tekanan tanah dan gaya angkat (bouyvancy).

1.3 Keuntungan dan Kerugian


1.3.1 Keuntungan
Keuntungan jembatan portal yaitu :
a. Struktur yang kaku.
b. Momen yang terjadi gelagar kecil, karena struktur atas dan struktur
bawah yang menjadi satu kesatuan.
c. Tidak perlu landasan.
d. Tampilan estetika yang indah.
1.3.2 Kerugian
Kerugian jembatan portal yaitu :
a. Desain dan konstruksi yang sulit.
b. Pemusatan tekanan terjadi pada sambungan balok dan kolom
c. Struktur tidak sesuai pada kondisi pondasi yang terbenam
d. Pemeliharaan jembatan harus dilakukan secara bekala
1.4 Tipe Jembatan Portal
1.4.1 Jembatan Portal Tunggal
Jembatan portal tunggal biasanya terbuat dari beton bertulang dan
biasanya digunakan di jalan taman dan jalan raya lainnya. Desain jembatan
portal tunggal ini penggunaan materialnya efisien untuk bentang
menengah karena bentang menengah lebar gelagarnya relatif kecil dan
jumlah beton yang dibutuhkan pada abutment berkurang.
Bagian yang sempit pada pertengahan bentang mengakibatkan
profil jembatan berbentuk sedikit melengkung sehingga desain ini sangat
berguna bila diperlukan ruang besar. Profil tersebut juga membuat
jembatan lebih menarik daripada jembatan balok. Jembatan portal tunggal
merupakan jenis jembatan yang paling efisien untuk bentang antara 10
meter sampai 25 meter. Jika baja digunakan panjang efisien memanjang
sampai bentang 40 meter.

Gambar 1.1 Jembatan Portal Tunggal


(Sumber : Wikipedia.com)
1.4.2 Jembatan Portal V
Jembatan portal berbentuk V ini digunakan untuk jembatan yang
membutuhkan bentang panjang jika menggunakan jembatan portal
tunggal tidak mencukupi. Setiap kolom penopang berbentuk V berfungsi
menopang gelagar di dua tempat dan kolom penopang tadi hanya
membutuhkan satu pondasi. Momen lentur yang terjadi di kolom
penopang sangat kecil, sehingga memungkinkan pengurangan ukuran
pondasi yang signifikan.
Selain itu, panjang efektif setiap bentang diperpendek
dibandingkan dengan bentang jembatan dengan tiang vertikal. Namun,
sistem ini kurang umum digunakan pada jembatan portal karena kolom
penopang harus dipusatkan tepat di tengah jembatan. Seringkali jembatan
yang terbentang di atas jalan raya atau jalur air dan konstruksi kolom
penopang dalam kasus-kasus tersebut dapat menjadi sangat mahal dan
sulit untuk dikerjakan.

Gambar 1.2 Jembatan Portal V


(Sumber : Wikipedia.com)
1.4.3 Jembatan portal Batter-Post
Jembatan portal batter-post memiliki ciri yaitu struktur atas dan
struktur bawahnya yang menjadi satu membentuk suatu sudut. Desain ini
menopang struktur atas dengan cara yang mirip dengan jembatan portal V
yang membedakan hanyalah cara pembangunan pondasinya. Pilar-pilar
penopang berada di atas atau tepat di samping abutment, sehingga
menghilangkan kebutuhan pondasi langsung di bawah jembatan.
Hal ini sangat menguntungkan bila jembatan melintasi sungai dan
membangun pondasi di perairan sangat sulit. Kekurangannya, abutment
harus dibuat lebih besar atau pondasi tambahan harus ditempatkan di
samping abutment.

Gambar 1.3 Jembatan Portal V


(Sumber : Wikipedia.com)
1.5 Beban yang Bekerja

Dalam perencanaan struktur jembatan secara umum, khususnya


jembatan komposit, hal yang perlu sekali diperhatikan adalah masalah
pembebanan yang akan bekerja pada struktur jembatan yang dibuat.
Menurut pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya
(PPPJJR No 378/1987) dan PMJJR No 12/1970 membagi pembebanan
jembatan dalam dua kelas, yaitu:

Tabel 1.1 Kelas tekan as gandar

Kelas Berat Beton


A
B 10
8

Sumber : (PMJJR No.12/1970)

Ada beberapa macam pembebanan yang bekerja pada struktur


jembatan, yaitu:

1.5.1 Beban Primer


Beban primer merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan
pada setiap perencanaan jembatan, yang terdiri dari: beban mati, beban
hidup, beban kejut dan gaya akibat tekanan tanah.
a. Beban mati
Beban mati adalah beban yang berasal dari berat jembatan itu
sendiri yang ditinjau dan termaksud segala unsur tambahan tetap yang
merupakan satu kesatuan dengan jembatan. Untuk menemukan besar
seluruhnya ditentukan berdasarkan berat volume beban.
b. Beban hidup
Beban hidup adalah semua beban yang berasal dari berat
kendaraan-kendaraan yang bergerak dan pejalan kaki yang dianggap
bekerja pada jembatan. Penggunaan beban hidup di atas jembatan yang
harus ditinjau dalam dua macam beban yaitu beban T yang merupakan
beban terpusat untuk lantai kendaraan dan beban D yang merupakan
beban jalur untuk gelagar.
Untuk perhitungan gelagar harus dipergunakan beban D atau beban
jalur. Beban jalur adalah susunan beban pada setiap jalur lalulintas yang
terdiri dari beban yang terbagi beban rata sebesar q ton/m panjang
perjalur dan beban garis p ton perjalur lalulintas.
Tabel 1.2 Jumlah Jalur Lalulintas
Lebar lantai kendaraan (m) Jumlah jalur lalulintas
5,50 8,25 m 2
8,25 11,25 m 3
11,25 15,00 m 4
15,00 18,75 m 5
18,75 32,50 m 6
Sumber : (PPPJJR No. 378/KPTS/1987)

Untuk menentukan beban hidup, beban terbagi rata (t/m/jalur) dan


beban garis (t/jalur) dan perlu diperhatikan ketentuan bawah.

Beban terbagi merata = Q ton/meter................[2-2]


2,75 m

Beban garis = Q ton ......................................[2-3]


2,75 m

Angka pembagi 2,75 meter diatas selalu tetap dan tidak tergantung
pada lebar jalur lalulintas. Dalam perhitungan beban hidup tidak penuh,
maka digunakan:
Jembatan permanen= 100% beban D dan T.
Jembatan semi permanen= 70% beban D dan T.
Jembatan sementara= 50% D dan T.
c. Beban kejutan/Sentuh
Beban kejut merupakan faktor untuk memperhitungkan pengaruh-
pengaruh getaran dan pengaruh dinamis lainnya.

1.5.2 Beban Sekunder


Beban sekunder adalah beban yang merupakan beban sementara
yang selalu diperhitungkan dalam penghitungan tegangan pada setiap
perencanaan jembatan.
a. Beban Angin
Dalam perencanaan jembatan rangka batang, beban angin lateral
diasumsikan terjadi pada dua bidang yaitu:
- Beban angin pada rangka utama.
Beban angin ini dipikul oleh ikatan angin atas dan ikatan angin
bawah.
- Beban angin pada bidang kendaraan
Beban angin ini dipikul oleh ikatan angin bawah saja. Dalam
perencanaan untuk jembatan terbuka, beban angin yang terjadi dipikul
semua oleh ikatan angin bawah.
b. Gaya Akibat Perbedaan Suhu
Perbedaan suhu harus ditetapkan sesuai dengan keadaan setempat
yaitu dengan perbedaan suhu.
- Bangunan Baja
1) Perbedaan suhu maksimum-minimum = 300C
2) Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan= 150C
- Bangunan Beton
1) Perbedaan suhu maksimum-minimum = 150C
2) Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan=100C
Dan juga tergantung pada koefisien muai panjang bahan yang dipakai
misalnya:
- Baja =12x10-6/0C
- -Beton =10x10-6/0C
- Kayu =5x10-6/0C
c. Gaya Rangkak dan Susut
Diambil senilai dengan gaya akibat turunnya suhu sebesar 150C
d. Gaya Rem dan Traksi
Pengaruh ini diperhitungkan dengan gaya rem sebesar 5% dari
beban D tanpa koefisien kejut. Gaya re mini bekerja horizontal dalam
arah jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,80 m dari permukaan lantai
jembatan.
e. Gaya Akibat Gempa Bumi
Bekerja ke arah horizontal pada titik berat kontruksi.
KS = E x G [1-5]
Dimana:
KS = koenfisien gaya horizontal (%)
G = beban mati (berat sendiri) dari kontruksi yang ditinjau.
E = koefisien gempa bumi ditentukan berdasarkan peta zona
gempa dan biasanya diambil 100% dari berat kontruksi.
f. Gaya Gesekan Pada Tumpuan Bergerak
Ditinjau hanya beban mati (ton). Koefisien gesek karet dengan baja
atau beton= 0,10 sampai dengan 0,15.

1.5.3 Beban Khusus


Beban khusus yaitu beban-beban yang khususnya bekerja atau
berpengaruh terhadap suatu struktur jembatan. Misalnya: gaya sentirfugal,
gaya gesekan pada tumpuan, beban selama pelaksanaan pekerjaan struktur
jembatan, gaya akibat tumbukan benda-benda yang hanyut dibawa oleh
aliran sungai.
a. Gaya sentrifugal
Konstruksi yang ada pada tikungan harus diperhitungkan gaya
horizontal radial yang dianggap bekerja horizontal setinggi 1,80 m di atas
lantai kendaraan dan dinyatakan dalam % terhadap beban D
b. Gaya Gesekan pada Tumpuan
Gaya gesekkan ditinjau hanya timbul akibat beban mati (ton).
Sedangkan besarnya ditentukan berdasarkan koefisien gesekan pada
tumpuan yang bersangkutan dengan nilai:

Tumpuan rol
o Dengan 1 atau 2 rol :0,01
o Dengan 3 atau lebih :0,05
Tumpuan gesekan
o Antara tembaga dengan campuran tembaga keras =0,15
o Antara baja dengan baja atau baja tuang =0,25

c. Beban dan Gaya selama pelaksanaan


Gaya yang bekerja selama pelaksanaan harus ditinjau berdasarkan
syarat-syarat pelaksanaan.
d. Gaya Akibat Aliran Air dan Benda-benda Hanyut
Tekanan aliran pada suatu pilar dapat dihitung dengan rumus:
P=KxV2....[2-7]
Dimana:
P= tekanan aliran air (t/m2)
V= Kecepatan aliran air (m/det)
K= koefisien yang bergantung pada bentuk pier
1.5.4 Kombinasi Pembebanan
Kontruksi jembatan beserta bagian-bagiannya harus ditinjau dari
kombinasi pembebanan dan gaya yang mungkin bekerja. Sesuai dengan
sifat-sifat serta kemungkinan-kemungkinan pada setiap beban, tegangan
yang digunakan dalam kekuatan pemeriksaan kontruksi yang bersangkutan
dinaikkan terhadap tegangan yang diizinkan sesuai dengan elastis.
Tegangan yang digunakan dinyatakan dalam proses terhadap tegangan
yang diizinkan sesuai kobinasi pembebanan dan gaya. Berikut ini tabel
kerapatan massa dan berat isi untuk berbagai macam bahan:

Sumber: SNI 1725-2016 Pembebanan Jembatan 7.1 Tabel 2

1.6 Analisa Jembatan Portal


1.6.1 Menghitung berat sendiri trotoar, QMS = lebar (m) x tinggi (m) x ...
(kN/m3) = .... kN/m

1.6.2 Menghitung berat sendiri pemisah jalur (median), QMS = lebar (m)
x tinggi (m) x ... (kN/m3) = .... kN/m

1.6.3 Menghitung beban mati tambahan (MA)


Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang
menimbulkan suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen
non-struktural, dan mungkin besarnya berubah selama umurr
jematan. Faktor beban ultimit, KMA = 2.0. Beban mati tambahan
terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1.6.3.1 Beban mati tambahan pada lantai jembatan meliputi
berat lapisan aspal
1.6.3.2 Beban mati tambahan pada trotoar meliputi berat
tiang listrik untuk penerangan yang merupakan beban
terpusat pada bagian tepi jembatan (trotoar)

1.6.4 Menghitung beban lajur D (TD)


Beban lajur D terdiri dari beban terbagi merata dan beban garis. Beban
terbagi merata mempunyai intensitas q (kPa) yang besarnya tergantung
pada panjang total bentang jembatan yang dibebani dan dinyatakan dengan
15
rumus sebagai berikut: q = 9 kPa untuk L 30 m, q = 9 (0,5 + ) kPa

untuk L> 30 m. Beban garis mempunyai intensitas p (kN/m), faktor beban
dinamis untuk beban garis diambil sebagai berikut: DLA = 0,4 untuk L
50 m, DLA = 0,4 0,0025 x (L 50) untuk 50 <L <90 m, DLA = 0,3
untuk L 90 m.

1.6.5 Menghitung gaya rem (TB)


Pengaruh pengereman dari lalu-lintas diperhitungkan sebagai gaya dalam
arah memanjang, dan dianggap bekerja pada permukaan lantai jembatan.
Besarnya gaya rem arah memanjang jembatan tergantung panjang total
jembatan (Lt) sebagai berikut :
a. Gaya rem, TTB = 250 kN untuk Lt 80 m
b. Gaya rem, TTB = 250 + 2.5*(Lt 80) kN untuk 80 < Lt< 180 m
c. Gaya rem, TTB = 500 kN untuk Lt 180 m

1.6.6 Menghitung pembebanan untuk pejalan kaki (TP)


Trotoar pada jembatan jalan raya harus direncanakan mampu memikul
beban pejalan kaki sebagai berikut: A = 2 x (b2 x Lt), luas bidang trotoar
yang dibebani pejalan kaki (m2), faktor beban ultimit, KTP = 2,0
Beban hidup merata pada trotoar :Untuk A 10 m2, q = 5 kPa;
Untuk 10 m2 < A 100 m2, q = 5 0,033 x ( A 10 ) kPa;
Untuk A > 100 m2, q = 2 kPa. Panjang bentang total, Lt= 145.000 m,
Lebar satu trotoar, b2 = 1.50 m.
Pembebanan jembatan untuk trotoar, QTP = q x b2 (kN/m)

1.6.7 Menghitung beban angin (EW)


Gaya angin didistribusikan merata pada bidang samping setiap elemen
struktur yang membentuk portal lengkung pada arah melintang jembatan.
Lebar bidang kontak vertikal untuk setiap elemen rangka samping struktur
jembatan diambil lebar elemen yang terbesar.
Faktor beban ultimit, KEW = 1,2 gaya akibat angin dihitung dengan rumus
sebagai berikut: TEW = 0,0006 x CW x VW2 X Ab (kN)
Ket: Cw = koefisien seret (1,25)
Vw = kecepatan angin rencana (35 m/det)
Ab = luas bidang samping jembatan (m2)

1.6.8 Menghitung pengaruh temperatur (ET)


Untuk memperhitungkan tegangan maupun deformasi struktur yang timbul
akibat pengaruh temperatur, diambil perbedaan temperatur yang besarnya
sama dengan selisih antara temperatur maksimum dan temperatur
minimum rata-rata pada lantai jembatan. Faktor beban ultimit, KET = 1,2;
koefisien muai panjang untuk beton, a = 1,0E-05/C. Temperatur
maksimum rata-rata, Tmax = 40 C, temperatur minimum rata-rata, Tmin
= 25 C. Perbedaan temperatur pada lantai jembatan, T = Tmax Tmin

1.6.9 Menghitung pengaruh susut dan rangkak (SR); faktor beban


ultimit, KSR = 1,0

1.6.9.1 Pengaruh rangkak (creep)


Regangan akibat creep, ecr = (fc / Ec) x kb x kc x kd x ke x ktn
Keterangan: kb= koefisien yang tergantung pada pemakaian air
semen (water cement ratio). Untuk beton normal dengan faktor air
semen, w = 0.45 dan cement content = 3.5 kN/m3, maka nilai : kb
= 0.75.
kc = koefisien yang tergantung pada kelembaban udara, Untuk
perhitungan diambil kondisi kering dengan kelembaban udara < 50
%, maka nilai : kc = 3
kd = koefisien yang tergantung pada derajat pengerasan beton saat
dibebani dan pada suhu rata-rata di sekelilingnya selama
pengerasan beton. Jumlah hari dimana pengerasan terjadi pada
suhu rata-rata T, t = 28 hari
Temperatur udara rata-rata, T = 27.5 C
Umur pengerasan beton terkoreksi saat dibebani :
t = t x (T + 10) / 30 = 35 hari, untuk semen normal tipe I maka
nilai : kd = 0.938
ke = koefisien yang tergantung pada tebal teoritis (em). Luas
penampang balok 800/1750, A = 1.40 m2
Keliling penampang balok yang berhubungan dengan udara luar,
K = 5.100 m dan em = 2 x A / K = 0.549 m, maka nilai : ke =0.734
ktn = koefisien yang tergantung pada waktu (t) dimana pengerasan
terjadi dan tebal teoritis (em). Untuk, t = 28 hari dan em = 0.549 m,
maka nilai : ktn = 0.2
Kuat tekan beton, fc = 29.61MPa

Modulus elastik beton, Ec = 25576.22 MPa


Regangan akibat creep, ecr = ( fc / Ec ) x kb x kc x kd x ke x ktn =
0.00036

1.6.9.2 Pengaruh susut (shrinkage)


Regangan akibat susut, esh = eb x kb x ke x kp

eb = regangan dasar susut (basic shrinkage strain). Untuk kondisi


kering udara dengan kelembaban <50 %, maka eb = 0.00038

kb = koefisien yang tergantung pada pemakaian air semen (water


cement ratio) Untuk beton dengan faktor air semen, w = 0.45 dan
cement content = 3.5 kN/m3, maka nilai : kb = 0.75

ke = koefisien yang tergantung pada tebal teoritis (em), ke = 0.734

kp = koefisien yang tergantung pada luas tulangan baja memanjang


non prategang. Presentase luas tulangan memanjang terhadap luas
tampang balok rata-rata : p = 2.50% maka : kp = 100 / (100 + 20 x
p) = 0.995
Regangan akibat susut, esh = eb x kb x ke x kp = 0.00021

1.6.9.3 Pengaruh rangkak dan susut


Regangan akibat susut dan rangkak, esr = esh + ecr = 0.00057

1.6.10 Beban gempa (EQ), Faktor beban ultimit KEQ = 1,0

1.6.11 Metode statik ekivalen


Beban gempa rencana dihitung dengan rumus : TEQ = Kh x I x Wt
dengan, Kh = C x S
TEQ = gaya geser dasar total pada arah yang ditinjau (kN).
Kh = koefisien beban gempa horisontal .
I = faktor kepentingan.
Wt = berat total jembatan yang berupa berat sendiri dan beban mati
tambahan = PMS + PMA kN
C = koefisien geser dasar untuk wilayah gempa, waktu getar, dan kondisi
tanah.
S = faktor tipe struktur yang berhubungan dengan kapasitas penyerapan
energi gempa (daktilitas) dari struktur jembatan.
Waktu getar struktur dihitung dengan rumus : T = 2 x p x
[WTP/(gxKP)]

WTP = berat sendiri struktur dan beban mati tambahan (kN)

g = percepatan grafitasi (= 9.81 m/det2)

KP = kekakuan struktur yang merupakan gaya horisontal yang diperlukan


untuk menimbulkan satu satuan lendutan (kN/m).

Waktu getar alami / foundamental struktur jembatan dihitung dengan


software SAP2000 untuk pemodelan struktur 3-D (space frame) yang
memberikan respons berbagai ragam (mode) getaran yang menunjukkan
perilaku dan fleksibilitas sistem struktur. Hasil analisis menunjukkan
bahwa struktur jembatan mempunyai waktu getar struktur yang berbeda
pada arah memanjang dan melintang, sehingga beban gempa rencana
statik ekivalen yang berbeda harus dihitung untuk masing-masing arah.

Dalam analisis struktur terhadap beban gempa, massa bangunan sangat


menentukan besarnya gaya inersia akibat gempa. Dalam analisis modal
(modal analysis) untuk penentuan waktu getar alami / fundamental
struktur, mode shape dan analisis dinamik dengan Spectrum Respons
maupun Time History, maka massa tambahan yang di-input pada
SAP2000 meliputi massa akibat beban mati yang bukan merupakan
elemen struktur (MS) dan beban mati tambahan (MA). Dalam hal ini
massa akibat berat sendiri elemen struktur (kolom, balok, dan plat) sudah
dihitung secara otomatis karena factor pengali berat sendiri (self weight
multiplier) pada Static Load Case untuk berat sendiri (DEAD) adalah = 1.

Anda mungkin juga menyukai