Anda di halaman 1dari 30

JEMBATAN

1.1 Pengertian Jembatan

Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya meneruskan jalan melalui suatu
rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain berupa jalan air
atau lalu lintas biasa. Jembatan yang berada diatas jalan lalu lintas biasanya disebut
viaduct.

Jembatan dapat digolongkan sebagai berikut :


1. Jembatan – jembatan tetap.
2. Jembatan – jembatan dapat digerakkan.
Kedua golongan jembatan tersebut dipergunakan untuk lalu lintas kereta api dan
lalu lintas biasa ( Struyk dan Veen, 1984). Jembatan adalah suatu bangunan yang
memungkinkan suatu jalan menyilang sungai/saluran air, lembah atau menyilang
jalan lain yang tidak sama tinggi permukaannya.

Dalam perencanaan dan perancangan jembatan sebaiknya mempertimbangkan


fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis dan estetika-arsitektural yang
meliputi : Aspek lalu lintas, Aspek teknis, Aspek estetika (Supriyadi dan Muntohar,
2007).

Menurut (Asiyanto 2008) jembatan rangka baja adalah struktur jembatan yang
terdiri dari rangkaian batang – batang baja yang dihubungkan satu dengan yang lain.
Beban atau muatan yang dipikul oleh struktur ini akan diuraikan dan disalurkan
kepada batang – batang baja struktur tersebut, sebagai gaya – gaya tekan dan tarik,
melalui titik – titik pertemuan batang (titik buhul).

Garis netral tiap – tiap batang yang bertemu pada titik buhul harus saling
berpotongan pada satu titik saja, untuk menghindari timbulnya momen sekunder.

1.2 Peranan Tembatan Terhadap Transportasi

Jalan merupakan alat penghubung antara daerah yang penting sekali bagi
penyelenggaraan pemerintah, ekonomi kebutuhan sosial, perniagaan, kebudayaan,
pertahanan. Trasportasi sangat penting bagi ekonomi dan pembangunan Negara dan
bangsa. Maju – mundurnya suatu negara, terutama dalam bidang ekonomi sangat
tergantung pada baik dan tidaknya sistem transportasi yang ada. Baik tidaknya atau
lancar tidaknya transportasi sangat tergantung pada alat – alatnya, antara lain yang
terpenting kendaraan – kendaraannya, sistem transportasi, tranportation policy dan
pada keadaan jalannya.

Jembatan adalah bagian dari jalan itu. Jembatan sangat menentukan pula
kelancaran transportasi. Peranan jembatan yang sangat penting dalam menopang
sistem transportasi darat yang ada, maka jembatan harus kita buat cukup kuat dan
tahan, tidak mudah rusak. Kerusakan pada jembatan dapat menimbulkan gangguan
terhadap kelancaran lalu lintas jalan, terlebih – lebih di jalan yang lalu lintasnya padat
seperti di jalan utama, di kota, dan di daerah ramai lainnya.

Kemacetan lalu lintas dalam kota bias terjadi karena adanya suatu perbaikan
jembatan. Berpuluh – puluh bahkan ratusan kendaraan berhenti berderet – deret
menunggu giliran untuk lewat jembatan. Berapakah kerugian yang diderita sebagai
akibat dari waktu yang hilang itu?.

Beberapa kerugian yang nyata itu dapatlah kita sebut, diantaranya penghambatan
kecepatan angkut dari kendaraan – kendaraan. Kecepatan angkut sangat penting
pengaruhnya dalam bidang ekonomi, kestabilan harga – harga, kelancaran distribusi
dan lain sebagainya (Subarkah, 1979).

1.3 Jembatan Rangka (truss bridge)

Menurut (Satyarno, 2003) jembatan rangka dibuat dari struktur rangka yang
biasanya terbuat dari bahan baja dan dibuat dengan menyambung beberapa batang
dengan las atau baut yang membentuk pola-pola segitiga. Jembatan rangka biasanya
digunakan untuk bentang 20 m sampai 375 m. Ada banyak tipe jembatan rangka yang
dapat digunakan diantaranya sebagai berikut, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Gambar Tipe - Tipe Jembatan Rangka

1.4 Baja Konstruksi

Menurut (Spiegel dan Limbrunner, 1991) baja konstruksi adalah alloy steels
(baja paduan), yang pada umumnya mengandung lebih dari 98 % besi dan biasanya
kurang dari 1 % karbon. Komposisi aktual kimiawi sangat bervariasi untuk sifat –
sifat yang diinginkan, seperti kekuatannya dan ketahanannya terhadap korosi, baja
dapat juga mengandung elemen paduan lainnya, seperti silicon, magnesium, sulfur,
fosfor, tembaga, krom, dan nikel, dalam berbagai jumlah.

Baja tidak merupakan sumber yang dapat diperbaharui (renewable), tetapidapat


mempunyai daur ulang (recycled), dan komponen utamanya, besi, sangat banyak.
Baja tidak mudah terbakar, tetapi harus anti api. Hal ini tidak dimaksudkan untuk
mengatakan bahwa baja merupakan jawaban untuk semua masalah struktur. Bahan
bangunan lainnya, seperti beton, bata, dan kayu, mempunyai peran sendiri – sendiri.
Penggunaan struktur baja, apabila dilihat pada bangunan dan perbandingan
(ratio) antara kekuatan berat (atau kekuatan per satuan berat) harus dipertahankan
tinggi, maka bajalah yang dapat memenuhinya.

Baja konstruksi juga memiliki keuntungan dan kelemahan diantaranya adalah


sebagai berikut :

1. Keuntungan baja adalah keseragaman bahan dan sifat – sifatnya yang dapat
diduga secara cukup tepat. Kestabilan dimension, kemudahan pembuatan, dan
cepatnya pelaksanaan juga merupakan hal – hal yang menguntungkan dari baja
struktur ini.

2. Kelemahan baja adalah mudahnya bahan ini mengalami korosi (tidak semua
jenis baja) dan berkurangnya kekuatan pada temperatu tinggi.

1.5 Proses Perencanaan Jembatan


1.5.1 Bangunan Struktur Bawah (Substructure)

Bangunan struktur bawah berfungsi untuk menerima atau menaha


bebanbeban yang disalurkan dari beban struktur atas, dan kemudian beban –
beban tersebut disalurkan ke pondasi. Struktur bawah ini terdiri dari :

1. Pondasi

Pondasi pada jembatan memiliki fungsi yang sama dengan pondasi


yang ada pada struktur bangunan gedung, dimana fungsi dari pondasi itu
sendiri adalah menyalurkan beban-beban yang di tahan ke tanah. Pondasi
memiliki 2 bagian yaitu :

a. Tiang Pancang / Bore Pile / Sumuran


b. Pile Cap
Tiang Pancang dan Pile Cap

2. Kolom Pier

a. Pier
b. Pier Head
Struktur Bawah (Sub Structure) pada Pier

3. Abutment

Abutment merupakan bagian dari bangunan pada ujung-ujung


jembatan, yang memiliki fungsi sebagai pendukung untuk bangunan struktur
atas dan juga berfungsi untuk penahan tanah. Abutment mempunyai bagian
sebagai berikut :

a. Abutment
b. Wing Wall
c. Pelat Injak
d. Back Wall
Struktur Bawah (Sub Structure) pada Abutment

4. Oprit

Oprit adalah akses penghubung antara jembatan dengan jalan yang


ada. perencanaan konstruksi oprit ini sangat perlu diperhatikan agar design
oprit yang dihasilkan nantinya dapat aman dan awet sesuai dengan umur
rencana yang telah ditentukan

Struktur Bawah (Sub Structure) pada Oprit


Gambar 2.5 Tampak Atas Oprit

Melintang Oprit

1.5.2 Bangunan Struktur Atas (Upper Structure)

Bangunan struktur atas berfungsi untuk menampung beban-beban


yang ditimbulkan oleh lalu lintas orang, kendaraan, dan lain sebagainya.
Bangunan atas biasanya terdiri dari pelat, lapisan permukaan jalan, dan
gelagar dari jembatan.
Struktur Atas (Upper Structure) pada Deck
Struktur Atas (Upper Structure) terdiri dari :
1. Komponen
a. Deck Jembatan

Deck Jembatan ini bisah berupa I Girder, U Girder , Box


Girder , Truss, dll.

a. Bearing
Bearing adalah bantalan yang bertujuan untuk
mengurangi gesekan untuk benda/poros yang bergerak secara
rotasi ataupun linier.

b. Expansion Joint

Expansion Joint adalah suatu sabungan yang bersifat


flexible, sehingga saluran yang disambungkan memiliki
tolerasi gerak.
2. Pembagian Span (Bentang)

Dalam pembagian bentang dibedakan menjadi 2 bagian yaitu :


a. Approach Span
b. Main Span
2.5.3. Tahapan Perencanaan

Menurut (Supriyadi dan Muntohar, 2007) perbedaan antara ahli


satu dengan yang lainnya sangat dimungkinkan terjadi, dalam
perencanaan jembatan, tergantung latar belakang kemampuan dan
pengalamannya.

Belajar dari perbedaan pandangan inilah seharusnya para ahli


dapat menyimpulkan suatu permasalahan yang ada pada perencanaan
jembatan, dan dapat menemukan suatu penyelesaian dalam sebuah
perencanaan.

Perbedaan tersebut harus tidak boleh menyebabkan gagalnya


proses perencanaan. Seorang ahli atau perancang paling tidak harus
telah mempunyai data baik sekunder maupun primer yang berkaitan
dengan pembangunan jembatan, sebelum sampai pada tahap
pelaksanaan konstruksi. Hal ini sangat diperlukan untuk
kelangsungan para ahli dalam merencanakan pembangunan sebuah
jembatan.

Data sekunder maupun primer yang telah didapat tersebut,


merupakan bahan pemikiran dan pertimbangan sebelum kita
mengambil suatu keputusan akhir. Pada Gambar 2.2 akan ditunjukkan
tentang suatu proses perencanaan yang perlu dilaksanakan. Data yang
diperlukan berupa :

1. Lokasi :

a. Topografi

b. Lingkungan

c. Tanah Dasar

2. Keperluan : melintasi sungai, melintasi jalan lain

3. Bahan Struktur :

a. Karakteristiknya

b. Ketersediaannya

4. Peraturan
Gambar 2.2. Skema Proses Perencanaan

Sumber : Supriyadi dan Muntohar, 2007

2.5.4. Pemilihan Lokasi Jembatan

Penentuan lokasi dan layout jembatan tergantung pada kondisi


lalu lintas. Umumnya, suatu jembatan berfungsi untuk melayani arus
lalu lintas dengan baik, kecuali bila terdapat kondisi-kondisi khusus.
Prinsip dasar dalam pembangunan jembatan menurut (Troitsky, 1994)
dalam (Supriyadi dan Muntohar, 2007) adalah jembatan untuk jalan
raya, tetapi bukan jalan raya untuk jembatan. Kondisi lalu lintas yang
berbeda-beda dapat mempengaruhi lokasi jembatan. Panjang -
pendeknya bentang jembatan akan disesuaikan dengan lokasi jalan
setempat.

Penentuan bentangnya dipilih yang sangat layak dari beberapa


alternatif bentang pada beberapa lokasi yang telah diusulkan.
Pertimbangan terhadap lokasi akan sangat didasarkan pada kebutuhan
masyarakat yang menggunakan jembatan.

Pada penentuan lokasi jembatan akan dijumpai suatu


permasalahan apakah akan dibangun di daerah perkotaan ataukah
pinggiran kota bahkan di pedesaan. Perencanaan dan perancangan
jembatan di daerah perkotaan terkadang tidak diperhatikan dengan
cermat dan tepat.

Kehadiran jembatan di tengah kota sangat mempengaruhi


landscape atau tata kota tersebut. Perencanaan dan perancangan tipe
jembatan modern di daerah perkotaan, seorang ahli sebaiknya
mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis
dan estetika-arsitektural (Supriyadi dan Muntohar, 2007).

1. Aspek lalu lintas

Persyaratan transportasi meliputi kelancaran arus lalu lintas


kendaraan dan pejalan kaki yang melintasi jembatan tersebut.
Perencanaan yang kurang tepat terhadap kapasitas lalu lintas perlu
dihindarkan, karena akan sangat mempengaruhi lebar jembatan.

Pentingnya diperoleh hasil yang optimum dalam


perencanaan lebar optimumnya agar didapatkan tingkat pelayanan
lalu lintas yang maksimum. Mengingat jembatan akan melayani
arus lalu lintas dari segala arah, maka muncul kompleksitas
terhadap existing dan rencana, volume lalu lintas, oleh karenanya
sangat diperlukan ketepatan dalam penentuan tipe jembatan yang
akan digunakan.

Pendekatan ekonomi selayaknya juga sebagai bahan


pertimbangan biaya jembatan perlu dibuat seminimum mungkin.
Melihat beberapa kasus biaya investasi jembatan di daerah
perkotaan adalah sangat tinggi. Hal ini akan sangat terkait dengan
kesesuaian lokasi yang akan direncanakan (Supriyadi dan
Muntohar, 2007).

2. Aspek teknis

Persyaratan teknis yang perlu dipertimbangkan antara lain :

a. Penentuan geometri struktur, alinemen horizontal dan vertical,


sesuai dengan lingkungan sekitarnya.

b. Pemilihan sistem utama jembatan dan posisi dek.


c. Penentuan panjang bentang optimum sesuai dengan syarat
hidraulika, arsitektural, dan biaya konstruksi.

d. Pemilihan elemen-elemen utama struktur atas dan struktur


bawah, terutama tipe pilar dan abutment.

e. Pendetailan struktur atas seperti : sandaran, parapet, penerangan,


dan tipe perkerasan.

f. Pemilihan bahan yang paling tepat untuk struktur jembatan


berdasarkan pertimbangan struktural dan estetika.

3. Aspek estetika

Dewasa ini jembatan modern di daerah perkotaan didesain


tidak hanya didasarkan pada struktural dan pemenuhan transportasi
saja, tetapi juga untuk ekonomi dan artistik. Aspek estetika
jembatan di perkotaan merupakan factor yang penting pula
dipertimbangkan dalam perencanaan.

Kesesuaian estetika dan arsitektural akan memberikan nilai


lebih kepada jembatan yang dibangun di tengah-tengah kota.
Jembatan pada kota-kota besar di dunia banyak yang mempunyai
nilai estetika yang tinggi disamping kekuatan strukturalnya
(Supriyadi dan Muntohar, 2007).

2.5.5. Layout jembatan

Variabel yang penting, setelah lokasi jembatan ditentukan


adalah mempertimbangkan layout jembatan terhadap topografi
setempat. Perkembangan sistem jalan raya, pada awalnya mempunyai
standar yaitu jalan raya lebih rendah dari jembatan. Biaya investasi
jembatan merupakan proporsi terbesar dari total biaya jalan raya.

Konsekuensinya, struktur tersebut hampir selalu dibangun pada


tempat yang idela untuk memungkinkan bentang jembatan sangat
pendek, fondasi dapat dibuat sehematnya, dan melintasi sungai dengan
layout berbentuk squre layout (Supriyadi dan Muntohar, 2007).

Proses perencanaan jembatan akan dihadapkan pada dua sudut


pandang yang berbeda antara seorang ahli jalan dan ahli jembatan
menurut (Troitsky, 1994) dalam (Supriyadi dan Muntohar, 2007).
Ilustrasi perbedaan \ kepentingan antara seorang ahli jalan dan ahli
jembatan adalah sebagai berikut:

1. Pandangan ahli jembatan

Perlintasan tegak lurus sungai, jurang atau jalan rel lebih sering
dipilih, dari pada perlintasan yang membentuk alinemen yang
miring. Penentuan ini didasarkan pada aspek teknis dan ekonomi.
Menurut (Waddel, 1916) dalam (Supriyadi dan Muntohar, 2007)
menyatakan bahwa struktur yang dibuat pada alinemen miring
adalah abominasi dalam lingkup rekayasa jembatan.

2. Struktur jembatan sederhana

Kenyataan untuk struktur jembatan yang relatif sederhana


sering diabaikan terhadap alinemen jalan. Para ahli jalan raya yang
sering menempatkan alinemen sedemikian sehingga struktur
jembatan merupakan bagian penuh dari alinemen rencana jalan
tersebutm, sehingga apabila melalui sungai seringkali kurang
memperhatikan layout secara cermat.

3. Layout jembatan bentang panjang

Struktur bertambahnya tingkat kegunaan jalan dan panjang


bentang merupakan hal yang cukup penting untuk menentukan layout.
Kasus seperti ini, dalam menentukan bagaimana layout jembatan yang
sesuai perlu diselaraskan oleh kedua ahli tersebut guna menekan biaya
konstruksi.

Banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah


sudut yang dibentuk terhadap bidang alinemen.

2.6. Peraturan – Peraturan Perancangan Jembatan

Struktur baja yang ada saat ini, telah berkembang pesat dengan
berbagai aturan yang berbeda pada tiap negara. Konsep pemikiran dalam
perhitungannya adalah sama tetapi aturan yang terjadi adalah lain, dan itu
tergantung dari Negara yang memakainya.
Menurut Tim Peneliti dan Pengembangan Wahana Komputer, 2003,
struktru baja yang saat ini, telah berkembang pesat dengan berbagai aturan
yang berbeda pada tiap negara. Diantara peraturan perhitungan struktur baja
yang dipakai pada SAP 2000 adalah sebagai berikut :

1. American institute of Steel Construction’s ”Allowable Stress Design and


Plastis Design Spesification for Structural Steel Buildings”, AISC – ASD
(AISC, 1989).

2. American institute of Steel Construction’s “Load and Resistance


FactorDesign Spesification for Structural Steel Buildings”, AISC – LRFD
(AISC,1994).

3. American Assotiation of State Highway ang Transportation Officiall


“AASHTO – LRFD Bridge Design Spesification”, AASHTO – LRFD
(AASHTO, 1997).

4. Canada Institute of Steel Construction’s “Limit State Design of Steel


Structures”, CANICSA – s16. 1 – 94 (CISC, 1995).

5. British Standart Institution’s “Structural Use of Steelwork in Building”,


BS5950 (BSI, 1990).

6. European Committee for Standarditation’s “Eurocode 3 : Design of Steel


Structures Part 1.1 : General Rules and Rules for Buildings”, ENV 1993 –
1 – 1 (CEN, 1992). (Tim Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer,
2003)

Badan Standarisasi Nasional (2005) mempunyai peraturan – peraturan


yang digunakan di Indonesia, untuk merancang struktur jembatan. Peraturan
yang digunakan Badan Standarisasi Nasional (2005) dalam perancangan
jembatan adalah sebagai berikut :

1. Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR, 1987)

2. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI)

3. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan (Bridge Management System,


1992)
4. Revisi SNI 03-2833-1992, tentang Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Jembatan.

5. RSNI T-03-2005, tentang Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan.

2.7. Perencanaan Pembebanan

Perencanaaan pembebanan jembatan jalan raya didasarkan pada


pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJR, 1987)
dan Brigde Management System 1992.

1. Beban primer

Beben primer merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan


pada setiap perencanaan jembatan. Beban primer meliputi beban mati,
beban hidup, beban kejut dan gaya akibat tekanan tanah.

2. Beban sekunder

Beban sekunder merupakan beban sementara yang selalu


diperhitungkan dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan
jembatan. Beban sekunder meliputi beban angin, gaya akibat perbedaan
selip, gaya akibat rangka susut, gaya rem, gaya akibat gempa bumi, gaya
gesekan pada tumpuan yang bergerak.

3. Beban khusus

Beban khusus merupakan beban-beban khusus untuk perhitungan


tegangan pada perencanaan jembatan. Beban khusus meliputi gaya
sentrifugal, gaya tumbuk pada jembatan layang, gaya dan beban selama
pelaksanaan, dan gaya akibat air.
BAB 3

JALAN

3.1 Pengertian Jalan

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian


jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas
permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel;
• Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum;
• Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha,
perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri;
• Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan
dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol;

Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan
sistem jaringan jalan sekunder.
• Sistem jaringan jalan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi
barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional,
dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud
pusat-pusat kegiatan.
• Sistem jaringan jalan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi
barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan


arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan.
• Jalan arteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum
yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak
jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
berdaya guna.
• Jalan kolektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan
umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi
dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan
jumlah jalan masuk dibatasi.
• Jalan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum
yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak
dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
• Jalan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan
umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri
perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
• Jalan Arteri primer melayani angkutan utama yang merupakan tulang
punggung tranasportasi nasional yang menghubungkan pintu gerbang
utama (Pelabuhan Utama dan atau bandar Udara Kelas Utama).
• Jalan Kolektor I adalah jalan kolektor primer yang menghubungkan antar
ibukota propinsi.
• Jalan Kolektor II adalah jalan kolektor primer yang menghubungkan
ibukota propinsi dengan ibukota kabupaten/kota.
• Jalan Kolektor III adalah jalan kolektor primer yang menghubungkan
antar ibukota kabupaten/kota.

3.2 Teknik Pembangunan Jalan

1. Penjelasan Umum
Pelaksanaan pekerjaan dilapangan dilakukan sepenuhnya oleh
kontraktor pelaksana yang telah ditunjuk dan diawasi langsung konsultan
pengawas dan Departemen Pekerjaan Umum. Pelaksanaan pekerjaan
dilakukan berdasarkan atas gambar-gambar kerja dan spesifikasi tekhnik
umum dan khusus yang telah tercantum dalam dokumen kontrak, rencana
kerja & syarat-syarat (RKS) dan mengikuti perintah atau petunjuk dari
konsultan, sehingga hasil yang dicapai akan sempurna dan sesuai dengan
keinginan pemilik proyek

2. Pekerjaan Persiapan

Pekerjaan persiapan dilaksanakan sebelum pekerjaan fisik dimulai.


Adapun pekerjaan-pekerjaan yang dilaksanakan dalam pekerjaan persiapan
tersebut, yaitu :
a. Pekerjaan pematokan dan pengukuran ulang
Pekerjaan pematokan dan pengukuran ulang dilaksanakan oleh
kontraktor pelaksana dengan tujuan pengecekan ulang pengukuran.
Pemasangan patok pengukuran untuk profil memanjang dipasang pada
setiap jarak 25 meter.

b. Survey kelayakan struktural konstruksi perkerasan.


Kelayakan struktural konstruksi perkerasan dilaksanakan
dengan pemeriksaan destruktif yaitu suatu cara pemeriksaan dengan
menggunakan alat Benkelman.
c. Pengadan direksi keet
Untuk pengadaan direksi keet ini pihak kontraktor pelaksana
membuatnya disekitar lokasi proyek. Direksi keet ini berfungsi untuk
tempat beristirahat para pekerja dan penyimpanan material serta
peralatan pekerjaan.

d. Penyiapan badan jalan


Pekerjaan ini meliputi pembersihan lokasi, penutupan jalan dan
lainnya. Sehingga pelaksanaan proyek ini berjalan dengan lancar.

3. Pekerjaan Galian dan Timbunan

Gambar Struktur Pekerjaan Tanah

• Pekerjaan Galian

1. Pekerjaan galian adalah pekerjaan pemotongan tanah dengan


tujuan untuk memperoleh bentuk serta elevasi permukaan sesuai
dengan gambar yang telah direncanakan.
2. Lokasi yang akan dipotong (cutting) haruslah terlebih dahulu
dilakukan pekerjaan clearing dan grubbing yang bertujuan untuk
membersihkan lokasi dari akar-akar pohon dan batu-batuan.
3. Untuk mengetahui elevasi jalan rencana, surveyor harus
melakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur (theodolit).
Apabila elevasi tanah tidak sesuai maka tanah dipotong kembali
dengan menggunakan alat berat (motor grader), sampai elevasi
yang diinginkan.
4. Memadatkan tanah yang telah dipotong dengan menggunakan
Vibrator Roller.
5. Melakukan pengujian kepadatan tanah dengan tes kepadatan
(ujiDdensity Sand Cone test) di lapangan.

Pekerjaan galian dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian :

a. Galian Biasa Commond Excavation)


Dalam pekerjaan ini dilakukan penggalian untuk
menghilangkan atau membuang material yang tidak dapat dipakai
sebagai struktur jalan, yang dilakukan menggunakan excavator
untuk memotong bagian ruas jalan sesuai dengan gambar rencana,
sedangkan pengangkutan dilakukan dengan menggunakan dump
truck.
b. Galian Batuan / Padas
Pekerjaan galian batu (padas) mencakup galian bongkahan
batu dengan volume 1 meter kubik atau lebih. Pada pekerjaan
galian batu ini biasa dilakukan dengan menggunakan alat
bertekanan udara (pemboran) dan peledekan.
c. Galian Struktur
Pada pekerjaan galian struktur ini mencakup galian pada
segala jenis tanah dalam batas pekerjaan yang disebut atau
ditunjukkan dalam gambar untuk struktur. Pekerjaan galian ini
hanya terbatas untuk galian lantai pondasi jembatan.

• Pekerjaan Timbunan dan Pemadatan


Perlu diingat sebelum pekerjaan galian maupun timbunan
harus didahului dengan pekerjaan clearing dan grubbing, maksudnya
adalah agar lokasi yang akan dilakerjakan tidak mengandung bahan
organik dan benda-benda yang mengganggu proses pemadatan.
Timbunan dilaksanakan lapis demi lapis dengan ketebalan tertentu dan
dilakukan proses pemadatan.

Proses penimbunan dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :

1. Timbunan Biasa
Pada timbunan biasa ini material atau tanah yang biasa
digunakan berasal dari hasil galian badan jalan yang telah
memenuhi syarat.
2. Timbunan Pilihan
Pada pekerjaan timbunan ini tanah yang digunakan berasal
dari luar yang biasa disebut borrowpitt. Tanah ini digunakan apabila
nilai CBR tanah dari timbunan kurang dari 6%.

Proses pemadata tanah dimaksudkan untuk memadatkan


tanah dasar sebelum melakukan proses penghamparan material
untuk memenuhi kepadatan 95%, dengan menggunakan alat berat
seperti Vibrator Roller, Dump Truck, Motor Grader.

Adapun langkah kerja dari proses pemadatan tanah, yaitu :

1. Mengangkut material dari quary menuju lokasi dengan


menggunakan Dump Truck.
2. Menumpahkan material pada lokasi tempat dimana akan
dilaksanakan pekerjaan penimbunan.
3. Meratakan material menggunakan Motor Grader sampai
ketebalan yang direncanakan. Sebagai panduan operator Grader
dan vibro maka dipasang patok tiap jarak 25 m yang ditandai
sesuai dengan tinggi hamparan.
4. Memadatkan tanah denga menggunakan Vibrator Roller yang
dimulai sepanjang tepi dan bergerak sedikit demi sedikit ke arah
sumbu jalan dalm keadaan memanjang, sedangkan pada
tikungan (alinyemen horizontal) harus dimulai pada bagian
yang rendah dan bergerak sedikit demi sedikit ke arah yang
tinggi, pemadatan tersebut dipadatkan dengan 6 pasing (12 x
lintasan) hingga didapatkan tebal padat 20 cm hingga didapat
elevasi top subgrade yang sesuai dengan rencana.

• Pengujian Kepadatan Tanah


Pengujian Sand Cone

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kepadatan


dan kadar air dilapangan. Juga bisa sebagai perbandingan pekerjaan
yang akan dilaksanakan dilapangan dengan perencanaan pekerjaan.

Gambar Titik Pengambilan Sampel

• Pekerjaan Lapis Pondasi Bawah

Lapisan perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas


dan tanah dasar dinamakan lapis pondasi bawah yang berfungsi
sebagai :
1. Bagian dari konstruksi perkerasan yang menyebarkan beban
roda ke tanah dasar. Dengan nilai CBR 20% dan Plastisitas
indeks (PI) ≤ 10%.
2. Material pondasi bawah relatip murah dibandingkan dengan
lapisan perkerasan diatasnya.
3. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal.
4. Lapisan perkerasan, agar air tanah tidak berkumpul dipondasi.
5. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar.
6. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar
naik kelapis atas. Tebal rencana lapisan pondasi bawah ini
adalah 20 cm.

Lapisan pondasi agregat kelas B yang digunakan dalam


proyek ini memiliki komposisi sebagai berikut :

1. Split 5/7
2. Split 3/5
3. Split 2/3
4. Abu Batu

Teknik pelaksanaan pekerjaan penghamparan dan


pemadatan dari Base B adalah :

• Pengangkutan material base B ke lokasi proyek dengan


menggunakan Dump Truck.
• Setelah sampai di lokasi, campuran ditumpuk menjadi lima
sampai enam tumpukan disepanjang lokasi yang telah siap
untuk dihampar base B.
• Penghamparan material base B dilakukan dengan menggunakan
alat motor grader dengan kapasitas 3,6 m. Setelah badan jalan
terbentuk, kemudian dipadatkan dengan alat vibrator roller
dengan kapasitas 16 ton.
• Jika disuatu lokasi ada campuran material yang kurang baik
ikatannya maka dapat ditambahkan abu batu dengan bantuan
tenaga manusia untuk mengikat material tersebut ketika
dipadatkan kebali dengan vibrator roller.
Untuk mengetahui apakah tebal penghamparan base B dan %
kemiringan telah sesuai dengan yang direncanakan maka digunakan
waterpass agar dapat menemukan elevasinya.

• Peralatan

Dalam pelaksanaan pekerjaan lapis pondasi atas digunakan


alat alat sebagai berikut :

• Wheel Loader berfungsi untuk mengambil tumpukan agregat


dari tempat pengambilan material, selanjutnya dimasukkan
kedalam dunp truck.
• Dump truck berfungsi untuk mengangkut material agregat base
B ke lokasi pekerjaan.
• Motor grader berfungsi untuk memadatkan material base B.
• Water tank truck berfungsi untuk menyiram agregat base B
setelah penghamparan.

• Bahan dan Material

Agregat baru pecah kelas B yang sesuai dengan persyaratan


(table agregat base B)
• Pengawasan Pekerjaan

Pengawasan pekerjaan dilaksanakan olek konsultan


pengawas. Hal ini dilakukan untuk menjamin pekerjaan yang
dilakukan oleh kontraktor sebagai pelaksana proyek, apakah sesuai
dengan ketentuan yang terdapat dalam spesifikasi.
Ketentuan ketentuan pelaksanaan pekerjaan yang sesuai
dengan spesifikasi adalah sebagai berikut :
• Penghamparan lapis pondasi agregat, baik kelas A maupun
kelas B tidak boleh mempunyai ketebalan kurang dari dua kali
ukuran maksimum bahan.
• Penghamparan lapis pondasi kelas A maupun kelas B tidak
boleh lebih dari 20 cm dalam keadaan loose, hal ini dapat
mempengaruhi proses pemadatan sehingga pemadatan yang
dilakukan tidak mencapai keadaan optimal.
• Permukaan lapis pondasi agregat harus rata sehingga air tidak
dapat menggenang akibat permukaan yang tidak rata. Deviasi
maksimum untuk kerataan permukaan adalah 1 cm.
• Toleransi terhadap tebal total lapis pondasi agregat adalah 1 cm
dari tebal rencana.
• Lapis pondasi yang terlalu kering atau terlalu basah untuk
pemadatan yaitu kurang dari 1% atau lebih dari 3% pada kadar
air optimum, diperbaiki dengan cara menggali dan mengganti
dengan bahan yang memenuhi syarat kadar air tersebut.

Anda mungkin juga menyukai