Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

a.1. LATAR BELAKANG

Jembatan merupakan suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui
suatu rintangan yang berada lebih rendah, dimana rintangan ini biasanya jalan berupa lain
yaitu jalan air atau jalan lalu lintas biasa. Jembatan memiliki arti penting bagi setiap orang,
dengan tingkat kepentingan yang berbeda-beda tiap orangnya. Menurut Dr Ir.
BambangSupriyadi, jembatan bukan hanya kontruksi yang berfungsi menghubungkan suatu
tempat ke tempat lain akibat terhalangnya suatu rintangan, namun jembatan merupakan suatu
sistem transportasi, jika jembatan runtuh maka sistem akan lumpuh.

Tipe jembatan mengalami perkembangan yang sejalan dengan sejarah peradaban


manusia, dari tipe yang sederhana sampai dengan tipe yang kompleks, dengan material yang
sederhana sampai dengan material yang modern. Jenis jembatan yang terus berkembang dan
beraneka ragam mengakibatkan seorang perencana harus tepat memilih jenis jembatan yang
sesuai dengan tempat tertentu.

Perencanaan sebuah jembatan menjadi hal yang penting, terutama dalam menentukan
jenis jembatan apa yang tepat untuk dibangun di tempat tertentu dan metode pelaksanaan apa
yang akan digunakan. Penggunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman, sangat
membantu dalam penyelesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi. Sehingga, target 3T
yaitu tepat mutu/kualitas, tepat biaya/kuantitas dan tepat waktu sebagaimana ditetapkan, dapat
tercapai.

1
a.2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana metode pelaksanaan pelaksanaan pekerjaan Jembatan ?
2. Apa saja jenis-jenis jembatan ?
3. Apa saja bagian-bagian dari struktur jembatan ?

a.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui tahap proses pelaksanaan pekerjaan jembatan
2. Untuk mengetahui jenis-jenis jembatan
3. Agar mahasiswa mengetahui bagian-bagian dari struktur jembatan

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
.2. JEMBATAN
Jembatan menurut funsinya merupakan suatu kontruksi yang dapat meneruskan jalan
untuk melewati suatu rintangan yang berada lebih rendah, sehingga jembatan dapat dikatakan
sebagai alat penghubung suatu daerah ke daerah lain yang terpisah akibat rintangan seperti
sungai, selat, dan bahkan jalan lain yang memotong jalan yang dimaksud. Suatu bangunan
jembatan pada umumnya terbagi ata beberapa bagian – bagian pokok, yaitu terdiri dari
struktur bawah dan struktur atas.
4.1. Bangunan struktur bawah ( Substructure )
Bangunan struktur bawah berfungsi untuk menerima atau menahan
beban-beban yang disalurkan dari beban struktur atas, dan kemudian beban-
beban tersebut disalurkan ke pondasi.
Struktur bawah terdiri dari :
 Pondasi
Pondasi pada jembatan memiliki fungsi yang sama dengan pondasi yang
ada pada struktur bangunan gedung, dimana fungsi dari pondasi itu
sendiri adalah menyalurkan beban-beban yang ditahan ketanah. Pondasi
memiliki 2 bagian, yaitu :
a. Tiang pancang / bore pile / sumuran
b. Pile cap

Gambar 2.1 Tiang Pancang dan Pile Cap

3
Berdasarkan sistemnya tipe pondasi yang dapat digunakan untuk
perencanaan jembatan antara lain :

 Pondasi telapak ( spread footing ), pondasi telapak digunakan jika


lapisan tanah keras (lapisan tanah yang dianggap baik mendukung
beban) terletak tidak jauh (dangkal) dari muka tanah. Dalam
perencanaan jembatan dianjurkan mengingat untuk menjaga
kemungkinan terjadinya pergeseran akibat gerusan.
 Pondasi sumuran (caisson), pondasi sumuran digunakan untuk
kedalaman tanag anatar 2-5 m. Pondasi pondasi sumuran dibuat
dengan cara menggali tanah berbentuk lingkaran berdiameter
kurang dari 80 m. Penggalian secara manual dan mudah
dilaksanakan. Kemudian lubang galian diisi dengan beton siklop
atau beton bertulang jika dianggap perlu. Pada ujung pondasi
sumuran dipasang pier untuk menerima dan meneruskan beban ke
pondasi secara merata.
 Pondasi tiang (pile foundation)
- Tiang pancang kayu (log pile)
- Tiang pancang baja (stell pile)
- Tiang pancang beton (reinforced concrete pile)
- Tiang pancang beton prategang pracetak (precat prestressed
conccrete pile)
- Tiang beton cetal ditempat (concrete cast in place)
- Tiang pancang komposit (compossite pile)

4
 Kolom pier
Terletak ditengah jembatan yang memiliki fungsi yaitu mentransfer gaya
beban jembatan ke pondasi. Sesuai dengan standar yang ada, panjang
bentang rangka baja, sehingga apabila bentang sungai melebihi panjang
maksimum jembatan tersebut maka dibutuhksn pilar.
a. Pier (pilar), yang berupa dinding, kolom atau portal
b. Pier head (kepala pilar)

Gambar 2.2 Struktur Bawah (sub Structure) pada Pier


 Abtument
Abtument merupakan bagian dari bangunan pada ujung-ujung jembatan,
yang memiliki fungsi sebagai pendukung untuk bangunan struktur atas
dan jiga berfungsi untuk penahan tanah. Abutment mempunyai bagian
sebagai berikut :
a. Abtument
b. Wing wall (dinding sayap)
c. Pelat injak
d. Back wall (dinding belakang)

Gambar 2.3 Struktur Bawah (sub Structure) pada Abtument


 Oprit
Oprit adalah akses penghubung antara jembatan dengan jalan yang ada.
Perencanaan kontruksi oprit ini sangat perlu diperhatikan agar design
oprit yang dihasilkan nantinya dapat aman dan awet sesuai dengan umur
rencana yang telah ditentukan.

Gambar 2.4 Struktur bawah pada oprit

Gambar 2.5 Tampak atas oprit

Gambar 2.6 Melintang oprit

6
4.2. Bangunan struktur atas (upper structure)
Bangunan struktur atas fungsi untuk menampung beban-beban yang
ditimbulkan oleh lalu lintas orang, kenderaan, dan lain sebagainya. Bangunan
atas biasanya terdiri dari pelat, lapisan permukaan jalan, dan gelagar dari
jembatan.

Gambar 2.7 Struktur atas pada deck


Struktur atas ( upper structure ) terdiri dari :
 Trotoar
Trotoar berfungsi sebagai tempat berjalan bagi para pejalan kaki yang
melewati jembatan agar tidak mengganggu lalu lintas kendaraan.
Kontruksi trotoar direncanakan sebagai pelat beton yang diletakkan pada
samping lantai jembatan yang diasumsikan sebagai pelat yang bertumpu
sederhana pada pelat jalan. Trotoar terbagi atas :
a. Sancaran (hand rail), biasanya dari pipa besi, kayu dan beton
bertulang.
b. Tiang sandaran (rail post), biasanya dibuat dari beton bertulang untuk
jembatan girder beton, sedangkan untuk jembatan rangka tiang
sandaran menyatu dengan struktur rangka tersebut.
c. Peninggian trotoar (kerb)
d. Slab lantai trotoar

7
 Komponen
a. Deck jembatan

Gambar 2.8 Deck jembatan

Gambar 2.9 Truss


b. Bearing
Bearing adalah bantalan yang bertujuan untuk mengurangi gesekan
untuk benda/poros yang bergetar secara rotasi atapun linier.

Gambar 2.10 Pot bearing


c. Expansion joint
Expansion joint adalah suatu sambungan yang bersifat flexible,
sehingga saluran yang disambungkan memiliki toleransi gerak.

8
Gambar 2.11 Expansion joint
 Pembagian span (bentang)
Dalam pembagian bentang dibedakan menajdi 2 bagian, yaitu :
a. Approach span
b. Main pan

Gambar 2.12 Pembagian nama bentang (span)

Gambar 2.13 Bantang (span) pada jembatan

9
.2. KLASIFIKASI JEMBATAN
Jenis jembatan berdasarkan fungsi, lokasi, bahan kontruksi, dan tipe struktur
sekarang ini telah mengalami perkembangan pesat sesuai dengan perkembangan jaman
dan teknologi, mulai dari kontruksi yang sederhana sampai pada kontruksi yang mutahir.
a. Berdasarkan fungsinya, jembatan dapat dibedakan sebagai berikut :
 Jembatan jalan raya (highway bridge)
 Jembatan jalan kereta api (railway bridge)
 Jembatan pejalan kaki atau penyeberangan (pedestrian bridge)
b. Berdasarkan lokasinya, jembatan dapat dibedakan sebagai berikut :
 Jembatan diatas sungai, danau, atau laut
 Jembatan diatas lembah
 Jembatan diatas jalan yang ada (flyover)
 Jembatan diatas saluran irigasi/drainase (culvert)
 Jembatan didermaga (jetty)
c. Berdasarkan bahan kontruksinya, jembatan dapat dibedakan sebagai berikut :
 Jembatan kayu (log bridge)
 Jembatan beton (concrete bridge)
 Jembatan beton prategang ( pressttresed concrete bridge)
d. Berdasarkan tipe strukturnya, jembatan dapat dibedakan sebagai berikut :
 Jembatan gelagar
Jembatan gelagar merupakan tipe jembatan yang paling umum dan paling tua.
Jembatan ini memiliki bagian penyangga yang ditanamkan pada halangan yang
dilewati. Penyangga ini akan menopang bagian yang akan dilewati oleh sarana
transportasi. Jembatan gelagar terdiri dari I girder, Box girder, dan U / V
girder.

10
i. Jembatan gelagar I Girder
Jembatan I girder merupakan jembatan yang menggunakan penampang
girder berbentuk I. Pekrjaan pembuatan I girder ini biasanya dilakukan
pada tempat proyek atau dipesan dari pabrik (precast).

Gambar 2.14 Jembatan Gelagar I Girder


ii. Jembatan gelagar Box girder
Jembatan gelagar kotak (box girder) tersusun dari gelagar longitudinal
dengan slab dan dibawah yang berbentuk rongga (hollow) atau gelagar
kotak. Tipe gelagar ini digunakan untuk jembatan bentang-bentang
panjang.

Gambar 2.15 Box Girder

11
iii. Jembatan gelagar U / V girder
Jembatan U / V Girder merupakan jembatan yang menggunakan
penampang girder berbentuk U/V. Pekerjaan pembuatan V girder ini
biasanya dilakukan pada tempat proyek atau dipesan dari pabrik
(precast).

Gambar 2.16 U / V Girder


 Jembatan pelengkung/busur (arch bridge)
Jembatan pelengkung/busur (arch bridge) adalah struktur setengah lingkaran
dengan abutmen dikedua sisinya. Desain lengkung (setengah lingkaran) secara
alami akan mengalihkan beban yang diterima lantai kendaraan jembatan
menuju ke abutmen yang menjaga kedua sisi jembatan agar tidak bergerak
kesamping. Jembatan Arch sangat umum. Jembatan ini dibangun dengan
batu sebelum jembatan besi dan baja diperkenalkan. Ketika menahan beban
akibat berat sendiri dan beban lalu lintas, setiap bagian pelengkung menerima
gaya tekan, karena alasan itulah jembatan pelengkung harus terdiri dari
material yang tahan terhadap gaya tekan.

12
Gambar 2.17 Jembatan pelengkung/busur
 Jembatan rangka (truss bridge)
Jembatan rangka (truss bridge), tersusun dari batang-batang yang dihubungkan
satu sama lain dengan pelat buhul, dengan pengikat paku keling, baut atau las.
Batang batang rangka ini hanya memikul gaya dalam aksial (normal) tekan
atau tarik, tidak seperti pada jembatan gelagar yang memikul gayagaya dalam
momen lentur dan gaya lintang.

Gambar 2.18 Jembatan Rangka

 Jembatan portal (rigid frame bridge)


Di Jembatan gelagar biasa, gelagar dan pier adalah adalah struktur yang
terpisah, namun pada rigid frame bridge adalah dimana gelagar dan pier adalah
salah satu struktur yang solid.
 Jembatan gantung ( suspension bredge)

13
Pada jembatan gantung semua gaya-gaya vertikal disalurkan melalui kabel-
kabel penggantung ke tiang (pylon) dan perletakan ujung.
 Jembatan kabel (cable-stayed bridge)
Pada jembatan struktur kabel (cable-stayed bridge) sepenuhnya gaya-gaya
vertikal dipikul oleh tiang (pylon) yang disalurkan melalui kabel-kabel
penggantung.

.2. BERAING dan EXPANSION JOINT


Untuk mengakomodir pergerakan struktur maka digunakan Bearing dan
Expantion Joint.
 Pot baering

Gambar 2.19 Pot Bearing


 Expantion joint

14
Gambar 2.10 Expantion Joint

BAB III
METODOLOGI PERENCANAAN
.2. TINJAUAN UMUM
Dalam suatu perencanaan / desain diperlukan analisi struktur agar diperoleh
tegangan dan momen yang terjadi tidak menyebabkan keruntuhan pada bangunan
yang direncanakan. Agar perencanaan dapat dilaksanakan, maka analisis dilakukan
berdasarkan data yang diperlukan sesuai dengan struktur yang direncanakan, baik
perencanaan struktur atas maupun struktur bawah.

.2. DATA SEKUNDER


Data sekunder merupakan data yang tidak langsung memberikan data kepada
peneliti, misalnya penelitian harus melalui orang lain, mencari melalui dokumen serta
PT atau instansi yang bersangkutan dengan apa yang akan di teliti. Data sekunder
yang diperoleh dari pihak-pihak terkait digunakan untuk bahan pertimbangan
perencanaan dalam pembuatan jembatan. Data sekunder yang diperoleh untuk
jembatan meliputi:
1. Data topografi
2. Data penyelidikan tanah
3. Data mutu bahan yang digunakan dalam perencanaan

15
.2. DATA STRUKTUR

Data Struktur merupakan data yang berkaitan langsung dengan apa yang akan
di teliti

1. Data struktur jembatan

Untuk data struktur jembatan meliputi :

1. Tipe struktur jembatan


2. Panjang jembatan
3. Panjang bentang
4. Jumlah bentang
5. Lebar total jembatan
6. Lebar trotoar
7. Jumlah lajur
8. Jumlah pilar, dls.
2. Peta/kontur wilayah
Peta/kontur wilayah menjelaskan mengenai letak/posisi di mana jembetan
tersebut berada melalui peta/kontur wilayah. Misalnya pembuatan jembatan Ampera
berada di Kota Palembang, Provinsi Sumatra Selatan, Indonesia.

Gambar 3.1 Peta wilayah Palembang


Sumber : https://yuksinau.co.id/peta-palembang/

16
Gambar 3.2 Peta lokasi pengerjaan jembatan Ampera

Sumber : http://pesonawisataindonesia.com/pesona-wisata-palembang-jembatan-ampera/

17
.1. TAHAP PERENCANAAN

Dalam merancang desain jembatan perencana membuat beberapa tahapan-


tahapan perencanaan yaitu:
1. Mencari data jembatan yang akan di desain
2. Menentukan spesifikasi struktur jembatan

3. Menghitung beban-beban yang bekerja pada jembatan sesuai dengan standar


pembebanan untuk jembatan (SNI 1725:2016), Standar Perencanaan Gempa untuk
Jembatan (SNI 2833-2008) dan Perencanaan sesuai dengan standar perencanaan dan jika
menggunakan Struktur Beton untuk Jembatan maka menggunakan (RSNIT-12-2004),
sedangkan jika menggunakan struktur baja untuk jembatan maka menggunakan (RSNI T-
03-2005)
4. Merencanakan elemen struktur jembatan.

5. Memeriksa apakah elemen struktur awal sudah aman atau belum. Apabila belum aman,
maka elemen tersebut harus disesuaikan
6. Menggambar hasil rancangan redesain jembatan.
7. Menyimpulkan hasil perencanaan

18
BAB 4
PEMBAHASAN

Dalam pembahasan Metode Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan dilapangan, sebelumnya


telah mengetahui bagian dari perencanaan jembatan dan pembetnuk struktur jembatan.
Jembatan merupakan bagian dari jalan yang memiliki fungsi sebagai akses penghubung
baik desa maupun provinsi. Apabila jembatan tidak diaplikasikan tentu saja akan
berdampak sulitnya sosial, akses maupun perekonomian sehingga jembatan sudah menjadi
akses penting dalam mobilisasi masyarakat.

.1. Pelaksanaan Persiapan


Tahap persiapan sangat diperlukan sebelum melakukan pembangunan konstruksi agar
mencapai waktu, biaya, dan mutu yang efisien serta berjalan dengan baik tanpa
kendala didalamnya.
a) Pengendalian Lalu Lintas
Pada pengendalian Lalin bertujuan agar kawasan konstruksi mudah dalam
pengaksesan/mobilisasi alat berat kedalam maupun keluar akses proyek
konstruksi, aman, dan pemukiman disepanjang area konstruksi disediakan
akses jalan alih sementara bersifat aman dan nyaman. Sehingga sangat
diperhitungkan bagaimana mobilisasi akses kawasan.
b) Pemeriksaan Letak Lokasi Jembaatan dan Muka Air Banjir
Tahap ini memeriksa bagaimana kondisi topografi lokasi proyek yang akan
menjadi lahan konstruksi dengan mengukur ketinggian permukaan sebagai
landasan Alignment Jembatan agar konstruksi dapat menghasilkan Durability
tinggi. Posisi jembatan terhadap aliran sungai.
c) Pengukuran dan Pematokan
Apabila telah dirasa Lokasi telah diperhitungkan maka pengukuran dan
pematokan area konstruksi langkah awal dalam pelaksanaan. Tahap ini
diperlukan seorang Surveyor untuk mengukur luasan dari area proyek
sehingga menhasilkan output presisi dalammenganggarkan estimasi
pembiayaan. Apabila telah melakukan pengukuran maka pematokan sebagai
tanda perencanaan pembangunan. Macam-macam patok diperlukan
pelaksanaan konstruksi jembatan ;
i. Patok & As
ii. Patok tiang Pancang
19
iii. Patok Telapak Pondasi dan Kopel/Pile cap
iv. Patok Kolom
v. Patok Balok Melintang Ujung
vi. Patok Landasan
vii. Patok Balok dan Gelagar
viii. Patok Lantai dan Parapet Jembatan
d) Mutual Check
i. Direksi teknik bersama dengan panitia dan penyediaan jasa
melaksanakan pemeriksaan lapangan, melakukan pengukuran,
pemerikssaan detail kondisi lapangan.
ii. Hasil pemeriksaan lapangan bersama dituangkan dalam berita acara,
apabila hasil pemeriksaan lapangan mengakibatkan perubahan isi
kontrak maka harus dituangkan dalam bentuk addendum kontrak.
iii. Selanjutnya pemeriksaan lapangan bersama terhadap setiap mata
pembayaran harus dilakukan oleh direksi teknik dan penyediaan jasa
selama periode pelaksanaan kontrak untuk menetapkan kuantitas
pekerjaan yang telah dilaksanakan guna pembayaran hasil pekerjaan

e) Pekerjaan Pendukung lainnya.


Perlu mendapatkan perhatian pula adalah pekerjaan jalan pendekat (Bridge
Aproach) dan bangunan pelengkap jembatan.
Bangunan pelengkap jembatan mencakup masalah terhadap keamanan pada
bagian bawah jembatan yang dipengaruhi macam-macam perubahan aspek
dinamika morfologi sungai, khususnya dalam permasalahan hidraulik dan
muatan sedimentasi.
Diperlukan solusi masalh tersebut sebagai pengamanan struktur jembatan ;
i. Turap Baja
ii. Pengamanan Tebing Dinding Beton dan Pasangan Batu Kali
iii. Bangunan Pengatur Dasar Sungai (Bottom Controller)
iv. Krib
v. Matras

20
.2. Pekerjaan Pondasi dan Bangunan Bawah
1) Pondasi Jembatan
I. Pondasi Dangkal
i. Pondasi Sumuran (Cyclops)

Kriteria pondasi Sumuran, seperti berikut;

 Cukup Keras
 Bearing Capacity tanah > 3 kg/cm2.
 Kedalaman > 4 m dari dasar sungai/tanah dasar setempat.
 Bebas dari pengaruh Scouring Horizontal. Namun tetap perlu
diperhatikan Scouring Horizontal.
 Kemungkinan diperlukan pengamanan (protection) pada bagian
head pier.
ii. Pondasi Langsung
Digunakan aabila tanah pondasi cukup keras dan Bearing Capacity
mumpuni izin tanah > 2,0 kg/cm2.
Kedalaman > 3 meter dari dasar sungai/tanah dasar bebas dari pengaruh
scouring vertikal perlu diperhatikannya efek scouring horizontal.
Usahakan terhadap pilar tidak digunakan pondasi langsung, dan apabila
tidak mampu dihindari maka diperlukannya pemasangan pengamanan
guna melindungi pondasi. Pengaplikasian ppondasi langsung / dangkal
untuk jembatan tidak disarankan pada sungai-sungai yang tidak dapat
diperkirakan perubahan morfologi kondisi sungainya dan saat volume
air meningkat. Yakni;
 Perilaku gerusan (Koefisien Friksi)
 Perilaku benda hanyutan
II. Pondasi Dalam
i. Pondasi Tiang Pancang (Beton Bertulang, Prategang-Precast)
Diperlukannya perancangan, dicor dan perawatan guna menghasilkan
mutu yang sesuai, sehingga dalam tahan terhadap kondisi. Penggunaan
tiang pancang umumnya dipergunakan untuk lapisan tanah pondasi > 8
m dibawah muka tanah atau dasar sungai.
ii. Baja (Pipa, Propil)
Kelebihan penggunaan tiang pancang baja yakni memiliki daya dukung
tekan yang kompresif tinggi apabila dipancang pada lapisan tanah yang
21
keras dan mampu dilakukan pemancangan hingga keras guna penetrasi
dalam sampai lapisan dukung.
III. Tiang pancnang bor (bore pile)
Jenis pondasi ini memiliki prinsip kerja yang sama dengan tiang pancang
dan ppondasi lainnya yakni untuk menahan beban tranfer dari atas,
perbedaan jelasnya adalah cara pengaplikasiannya dilakukan degan cara
pengeboran terlebih dahulu dengan mesin auger termasuk ppondasi kedap
suara. Lebih sering dipergunakan pada daerah perkotaan dikarenakan tidak
minim bahaya interval getaran kesekitar area konstruksi.
Metode pelaksanaan bored pile, seperti berikut;
i. Dibuat lubang dengan dibor sampai kedalaman sesuai gambar
rencana
ii. Sebelum pengecoran semua lubang harus utuh, dasar casing harus
dipertahankan tidak lebih dari 150 cm dan tidak kurang dari 30 cm
dibawah permukaan beton selama penarikan dan operasi
penempatan, kecuali ditentukan lain oleh direksi
iii. Sampai kedalaman 3 m dari permukaan, beton yg dicor harus
digetarkan dengan alat penggetar, dan sebelumnya semua kotoran
dibersihkan, demikian juga bila ada air dalam lubang bor harus
dikeluarkan.
iv. Saat pencabutan casing digetarkan untuk menghindari
menempelnya beton pada dinding casing
v. Apabila pengecoran beton didalam air atau pengeboran lumpur
maka digunakan cara tremie
vi. Tiang bor umumnya harus dicor sampai kira-kira satu meter di atas
elevasi yang akan dipotong, semua beton yang lepas, kelebihan dan
lemah harus dikupas dari bagian puncak tiang bor dan baja tulangan
yang tertinggal harus mempunyai panjang yang cukup sehingga
memungkinkan pengikatan yang sempurna kedalam pur atau
struktur di atasnya1.Dibuat lubang dengan dibor sampai kedalaman
sesuai gambar rencana

Tahap pengecoran Beton tiang Bore, seperti berikut;

i. Beton digunakan harus dicor ke dalam suatu lubang yang kering


dan basah
22
ii. Beton harus dicor melalui sebuah corong dengan panjang pipa
iii. Pengaliran harus diarahkan sedemikian rupa hingga beton tidak
menimpa baja tulangan atau sisi sisi lubang.
iv. Beton harus dicor secepat mungkin setelah pengeboran
v. Bilamana elevasi akhir pemotongan berada di bawah elevasi muka
air tanah, tekanan harus dipertahankan pada beton yang belum
mengeras, sama dengan atau lebih besar dari tekanan air tanah,
sampai beton tersebut selesai mengeras

Gambar 4.1 : Pengecoran Beton Tiang Bore

Sumber : pupr.go.id

Pengecoran Beton Dibawah Air, Seperti berikut;

i. Semua bahan lunak dan bahan lepas pada dasar lubang harus
dihilangkan dan cara tremie yang telah disetujui harus digunakan.
ii. Cara tremie harus mencakup sebuah pipa yang diisi dari sebuah corong
diatasnya. Pipa harus diperpanjang sedikit di bawah permukaan beton
baru dalam tiang bor sampai di atas elevasi air/lumpur.
iii. Bilamana beton mengalir keluar dari dasar pipa, maka corong harus
diisi lagi dengan beton sehingga pipa selalu penuh dengan beton baru.
Pipa tremie harus kedap air, dan harus berdiameter paling sedikit 15
cm. Sebuah sumbat harus ditempatkan di depan beton yang
dimasukkan pertama kali dalam pipa untuk mencegah pencampuran
beton dan air.

23
Penanganan Kepala Tian Bore Pile

Tiang bor pile umumnya diharuskan dicor sampai kira-kira satu meter diatas
elevasi eksisting. Semua beton lepas, kelebihan, dan kekurangan perlu dikupas
dari bagian puncak tiang bore pile dan baja tulangan tertinggal harus memiliki
panjang cukup sehingga kemungkinan pengikatan sempurna ke dalam pur
ataupun struktur diatasnya

Penanganan tiang bore cacat

Tiang bore pile diharuska dibentuk dengan cara dan urut dalam pembuatannya
sehingga minim terdapat kerusakan yang akan terjadi, tiang bore pile yang
cacat dan diluar toeransi harus diperbaiki atas biaya Kontraktor

Tahap pengujian tiang bor pile

Dengan menggunakan Load Cell merupakan alat angkat dimobilisasi dengan


mekanisme kerja hidrolis selama proses pengujian beban. Metode dengan load
cell test untuk pengujian statik dengan kapasistas tinggi dipengaruhi pada tiang
bor dan konstribusi besar untuk perencana struktur pondasi guna mengevaluasi
kapasitas dari struktur pondasi rencana dan kajian pemilihan teknik konstruksi
tiang bore pile.

Toleransi Tiang Pancang dan Tiang Bore Pile

i. Lokasi Kepala Tiang


Pergeseran laateral kepala tiang pancang dari posisi yang telah
ditentukan : < 75 mm dalam segala arah (x,y,z).
ii. Kelengkungan (BOW)
Kelengkungan tiang pancang beton cor langsung ditempat : < 0,01
panjang (L) tiang dalam segala arah ; kelerngkungan lateral tiang
pancang baja : < 0,0007 panjang total tiap pancang.
iii. Kemiringan Tiang Pancang
Penyimpangan arah vertikal (y)/kemiringan yang disyaratkan : < 20
mm per meter (1:50)
iv. Garis tengah lubang bor tanpa selubung (casing) : 0 s.d. +5% dari ø
nominal disetiap pondasi.
IV. Kepala dan Pilar Jembatan

24
Umunya kepala jembatan dari jenis balok beton dan dinding, diperlukan
guna sebagai landasan jembatan dan menahan timbunan dibelakang kepala
jembatan.
Kepala jembatan dan pilar menyalurkan gaya-gaya vertikal dan horizontal
dari bangunan atas pada pondasi.

Gambar 4.2 : Jenis Pilar


Sumber : pupr.go.id

Pilar jembatan pada umunya kontak langsung dengan pengaruh aliran


sungai sehingga diharuskan perhatian dari segi kekuatannya dan segi
keamanannya.

25
Gambar 4.3 : Jenis pilar Tipikal

Sumber : pupr.go.id

Gambar 4.4 : Bentuk lainnya Pilar

26
.3. Pekerjaan Beton
Kesiapan dalam pengecoran beton diperlukan dilaksanakan harus dilakukan
persiapan, seperti berikut;
 Bidang – bidang beton lama yangn akan berhubungan dengan beton baru,
harus dikasarkan dan dibasahi sebelum beton baru dicorkan
 Tidak boleh terdapat air pada semua ruang yang akan dicor beton terkecuali
pada system pengecoran Tremie
 Tulangan harus bersih dan bebas dari segala lapisan penutup yang dapat
merusak beton atau mengurangi letakan beton dengan tulangan
 Semua ruang yang akan diisi adukan beton diharuskan bebas dari kotoran
a) Rancangan Campuran Beton
Perancangan campuran beton (Mix Design) umunya menggunakan peraturan
metode perhitungan SNI 03-2834-2000.

Tabel 4.1 : Ketentuan Sifar Campuran

Sumber : pupr.go.id

b) Percobaan Campuran
Apabila tahap mix design telah diperhitungkan dan menghasilkan maka
diperlukannya suatu batch kecil percobaan campuran, sekitar 0,1 m3 beton guna
memastikan ketepatan dalam merancang percampuran. Pengujiannya
,enggunakan compression test (uji tekan), slump dan sifat-sifat lain yang menjadi
persyaratan perancang untuk memperoleh proporsional masing-masing material

27
perkiraan. Min. 20 benda test uji perlu dibuat untuk memastikan durability
campuran percobaan. Percobaan campuran diharuskan memenuhi persyaratan
SNI 03-2834-2000.

c) Pembetonan
 Pelaksanaan Pengecoran
 Pemadatan
 Sambungan pelaksanaan (Construction joint)

d) Pengendalian Mutu

Gambar 4.5 : Uji Kelecakan (Slump)


Sumber : Pupr.go.id
Pengujian slump / kelecakan disetiap campuran tidak diperbolehkan diluar
range nilai slump (± 2 cm) dipersyaratkan.

Gambar 4.6 : Compression Test (uji tekan)

28
Sumber : Pupr.go.id

Diperlukannya uji beton silinder dengan ø150 mm dan h = 300 mm, dengan
melakukan maintenance sesuai dengan SNI 03-4810-1998. Percobaan
pengecekan beton uji diambil sample dari benda uji silinder bersamaan,
selanjutnya benda uji silinder dilakukan Currying di laboratorium.

Pengujian Tambahan diperlukan guna menentukan mutu bahan ataupun


campuran beton akhir.

e) Perawatan

Bertujuan menahan kelembaban beton disaat waktu semen berhidrasi, dengan


hal tersebut diusahakan untuk mencapai kekuatan struktur yang sesuai dan
tingkat kekedapan (impermeabilitas) memenuhi persyaratan guna ketahananya.

i. Lapisan yang dibasahi dengan tebal min. 5 cm ditaruh diatas


permukaan beton dalam masa maintenance.
ii. Permukaan beton tersebut diberikan penutup dengan geotekstil dan
dilakukan pembasahan secara terus menerus.
iii. Digunakannya lapisan Curing Compound.
iv. Digenangi air diatass pelat beton, terlebih dahulu membuat tonjolan
tanah liat sekeliling daerah yang akan digenangi.
v. Ditutup dengan membrane kedap air seperti politherene atau kertas
berlapis ter.
vi. Perawatan dengan uap biasanya untuk beton pracetak.
f) Baja Tulangan
Penulangan untuk jembatan umunya harus dipasok sesuai dengan standarisasi
AASHTO m 311 M (ASTM A 615) selain itu juga disediakan persyaratan
sebagai berikut :
i. AASHTO M225 (ASTM A496) Deformed Steel Wire for Concrete
Reinforcment
ii. AASHTO M32 (ASTM A 82) Cold Drawn Steel Wire for Concrete
Reinforcement.
iii. AASHTO M55 (ASTM A 185) Welded Steel Wire Fabric for
Concrete Reinforcement.

29
g) Acuan
Acuan perlu memiliki sasaran : kekuatan (strength), Kekakuan (Fixed),
penampilan dan penghematan biaya (eco budgetin). Acuan harus mampu
menahan beban sepertti berikut :
i. Beban Mati (Dead Load) : massa dari acuan, tulangan, bahan yang
tertanam, beton baru.
ii. Beton superimpose : massa pekerja, perlatan, jembatan kerja, (Main
Bridge), perhitungan untuk benturan dan massa dari beban sementara
yang disebabkan oleh penumpukan bahan.
iii. Tekanan kesamping (Lateral) dari beton : yang bertambah dengan
bertambahnya tinggi beton yang dicor. Getaran beton juga menambah
tekanan lateral.
iv. Beban (Lateral) lain : beban angin, gaya dari tegangan kabel, dan
peyangga yang miring, beban-beban ini perlu diperhitungkan
terutama guna desain acuan.
v. Beban khusus : disebabkan oleh kondisi khusus peaksanaan.
h) Perancah
Persyaratan Perancah, seperti berikut:
i. Memiliki batang penguat (Bracing)
ii. Memiliki pengaturan guna penyesuaian vertikal
iii. Pondasi harus mampu memikul beban tanpa terjadi penurunan
berlebihan dari perancah tsb, ataupun penurunan relatif antara
penyangga yang berdekatan.
iv. Semua komponen perancah diharuskan lurus dan benar tanpa
bengkokan atau lekungan dan semua komponen yang rusak harus
disingkirkan dari lokasi.
i) Pengukuran dan Pembayaran Pekerjaan Beton
i. Pengukuran
a. Cerucuk
b. Dinding Turap
c. Penyediaan tiang pancang
d. Pemancangan tiang pancang
e. Tiang bor beton cor langsung di tempat yang berair
f. Tiang uji
ii. Pembayaran
30
Harga kontrak per satuan pengukuran, untuk mata pembayaran yang
terdaftar dibawah dan ditunjukkan dalam Daftar Kuantitas dan Harga,
dimana harga dan pembayaran tersebut harus meruoakan kompensasi
penuh guna penyediaan, penanganan, pemancangan, penyambungan,
perpanjangan, pemotongan kepala tiang, pengecatan, perawatan,
pengujian, baja tulangan atau baja pra-tegang dalam beton,
penggunaan peledakkan (Blasting) pengeboran atau peralatan lainnya
yang diperlukan untuk penetrasi ke dalam lapsan keras, dan juga
termasuk hilangnya selubung (Caing), semua tenga kerja dan setiap
peralatan yang diperlukan dan semua biaya lain yang perlu dan biasa
untuk penyelesaian yang sebagaimana semestinya dari pekerjaan yang
diuraikan.
.4. Pekerjaan Bangunan Atas Jembatan
a) Jembatan Beton Bertulang
i. Unit Pracetak
Bagian pracetak yang tipikal dari banguna atas jembatan (upper structure)
adalah papan-papan lantai, pelat lantai, pelat soffit, gelagar, unit kereb dan
tiang (post). Unit pracetak dipasang dengan menggunakan satu crane atau
dua crane.

Gambar 4.7 : Pelat Lantai Rongga

Sumber : pupr.go.id

ii. Cor in-situ


Jembatan pemasangan dengan perancah. Mulai dibuat acuan atau bekisting
untuk gelagar beton bertulang. Acuan dibuat dengan dimensi sesuai dengan
gambar rencana, acuan selesai, mulai dipasang baja tulangan dalam acuan
tsb. Dengan memperhatikan selimut tebal selimut beton dengan menahan
31
baja tulangan dengan beton decking. Mutu beton decking harus lebih tinggi
dari beton yang akan dicor.
Setelah semua baja tulangan selesai dipasang dan acuan dibersihkan dari
kotoran yang ada, maka barulah dilakukan pengecoran beton dengan
mengacu pada pelakasanaan pekerjaan beton. Perancah baru boleh dilepas
setelah beton memilliki kuat tekan mnimal 85% dari beton karakteristik.
Untuk bentang pendek dapat dicor bersama-sama dengan lantai.

Gambar 4.8 : Cor in-Situ

Sumber : pupr.go.id

b) Jembatan Gelagar Beton Pratekan


i. Perlengkapan Pra-Tegang
Penarikan kabel diperlukan minimal alat penarik 2 alat pengukur tekanan
dengan permukaan ø tidak kurang dari 150 mm, satu untuk membaca
lendutan akibat penegangan dan yang satunya untuk membaca pembebanan
selama operasi penegangan akir.
ii. Perakitan Kabel Pra-Tegang (Post Tension)
Sebelum prakitan, maka permukaan baja pra-tegang harus diperiksa
terhadap korosi. Karat leoas harus dibuang dengan tangan, yakni dengan
lap kain guni atau wol baja halus dan setiap jenis minyak harus dibersihkan
dengan menggunakan deterjen. Jangkar harus dirakit dengan kabel dengan
cara sedemikian rupa sehingga dapat mencegah dari setiap pergeseran
posisi, baik selama pemasangan maupun pengecoran.

32
c) Jembatan Gelagar Komposit

Pemasangan jembatan kompsit merupakan hal penting dan memerlukan tahapan-


tahapan yang harus dilakukan yakni;

i. Pemasangan gelagar harus mengacu pada desain yang dilaksanakan, karena


apabila digunakan dengan cara pekuncuran (Launching), maka bisa
terdapat anggapan dalam perhitungan bahwa gelagar menahan semua
beban mati beton yang berada diatas gelagar sebelum beton mengeras.
Sedangkan pada pemasangan dengan cara perancah, perancah arus dihitung
dapat menahan beban gelagar baja dan beton sebagai eban mati sebelum
mengeras.
ii. Pemasangan gelagar dapat dilaksanakan dengan cara perancah atau dengan
cara peluncuran.
iii. Pemasangan jembatan komposit terdiri atas dua tahap, yaitu:
a. Tahapan pemasangan baja
b. Pengecoran lantai yang merupakan bagian struktur dari jenis
komposit.
iv. Buat camber sesuai yan di standarisasi, karena dengan tidak adanya camber
akan mengurangi kepasitas keamanan gelagar komposit.
v. Komposit terbentuk melalui Shear Connector yang dipasang pada gelagar
melintang.
vi. Gelagar komposit baru berfungsi sebagai komposit apabila beton yang
berada di atas gelagar tersebut mengeras dan bekerja sama dengan gelagar
menjadi satu kesatuan dalam suatu struktur.

33
Gambar 4.9 : Penampang Melintang Gelagar Komposit

Sumber : pupr.go.id

d) Jembatan Rangka Baja


Pekerjaan ini jembatan rangka baja ini terdiri dari pemasangan struktur jembatan
rangka baja hasil rancangan patent, seperti jembatan rangka (Truss) baja, Bailey
atau sistem rancangan lainnya termasuk penanganan, pemeriksaan identifikasi dan
penyimpanan semua bahan pokok lepas, pemasangan perletakan, praperakitan,
peluncuran dan pencocokan komponen lantai jembatan (deck) dan operasi lainnya
yang diperlukan guna pemasangan struktur jembatan rangka baja sesuai dengan
ketentuan.
e) Jembatan Khusus
Jenis jembatan khusus :
i. Jembatan Cable Stayed (Kabel Cancang)

34
Gambar 4.10 : Jembatan Cable Stayed

Sumber : pupr.go.id

ii. Jembatan Suspension (Gantung)

Gambar 4.11 : Jembatan Gantung

Sumber : pupr.go.id

35

Anda mungkin juga menyukai