Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum


Jembatan adalah jenis konstruksi yang dibangun untuk melewati massa (lalu
lintas, air) di atas suatu penghalang. Semakin luaspenghalang yang dilewati maka akan
semakin panjang jembatan yang harus dibangun. Jembatan yang akan dibangun harus
direncanakan apakah mampu melewati lalu lintas yang dilayaninya dengan aman dan
nyaman. Jembatan juga merupakan bagian dari suatu ruas jalan, sehingga keberadaan
suatu jembatan tidak dapat berdiri sendiri melainkan bagian dari suatu sistim jaringan
jalan. Dengan demikian perencanaan jembatan merupakan bagian dari perencanaan
jaringan jalan.
Konstruksi jembatan terdiri dari 2 bagian utama struktur, yaitu upper structure
dengan kata lain yaitu struktur atas dan struktur substructure yaitu struktur bawah. Kedua
bagian tersebut saling menunjang satu sama lainnya dalam menahan beban dan
meneruskannya ke tanah dasar. Bagian-bagian upper structure terdiri dari perletakan
sampai kebagian atas jembatan seperti rangka, girder, lantai, sandaran. Superstruktur
adalah bagian jembatan yang berhubungan langsung dengan beban yang bekerja
khususnya adalah beban dari kendaraan yang melintas. Sementara itu, bagian dari
substruktur adalah mulai dari perletakan sendi-rol dan juga elastomer sampai ke bagian
bawah jembatan seperti kepala jembatan, pilar sekaligus pondasi.Itu semuamerupakan
bagian-bagian yang langsung berhubungan dengan tanah dasar sebagai pijakan konstruksi
jembatan dan juga penerus gaya-gaya yang bekerja pada superstruktur.

2.1.1 Bangunan Atas (Upper Structure)


Bangunan atas jembatan adalah bagian konstruksi jembatan yang berfungsi
menahan beban – beban hidup yang bekerja pada konstruksi bagian atas.
Konstruksi bagian atas jembatan terdiri dari :
1. Tiang sandaran
Berfungsi untuk membatasi lebar dari suatu jembatan agar membuat rasa aman
bagi lalu lintas kendaraan maupun orang yang melewatinya. Tiang sandaran
dengan trotoar terbuat dari beton bertulang dan untuk sandarannya dari pipa
galvanis.
2. Trotoar

1
Merupakan tempat pejalan kaki yang terbuat dari beton, bentuknya lebih tinggi
dari lantai jalan atau permukaan aspal. Lebar trotoar minimal cukup untuk dua
orang berpapasan dan biasanya berkisar antara 1,0–1,5 meter dan dipasang pada
bagian kanan serta kiri jembatan. Pada ujung tepi trotoar (kerb) dipasang lis dari
baja siku untuk penguat trotoar dari pengaruh gesekan dengan roda kendaraan.
3. Lantai Trotoar
Lantai trotoar adalah lantai tepi dari plat jembatan yang berfungsi menahan
beban-beban yang terjadi akibat tiang sandaran, pipa sandaran, beban trotoar, dan
pejalan kaki.
4. Lantai Kendaraan
Berfungsi untuk memikul beban lalu lintas yang melewati jembatan serta
melimpahkan beban dan gaya-gaya tersebut ke gelagar memanjang melalui
gelagar-gelagar melintang. Pelat lantai dari beton ini mempunyai ketebalan total
20 cm.
5. Balok Diafragma
Balok diafragma adalah merupakan pengaku dari gelagar-gelagar memanjang
dan tidak memikul beban plat lantai dan diperhitungkan seperti balok biasa.
6. Gelagar
Gelagar merupakan balok utama yang memikul beban dari lantai kendaraan
maupun kendaraan yang melewati jembatan tersebut, sedangkan besarnya balok
memanjang tergantung dari panjang bentang dan kelas jembatan.
2.1.2 Bangunan Bawah (Sub Structure)
Bangunan bawah jembatan adalah bagian konstruksi jembatan yang menahan
beban dari bangunan atas jembatan dan menyalurkannya ke pondasi yang kemudian
disalurkan menuju dasartanahditinjau dari konstruksinya, struktur bawah jembatan
terdiri atas :
1. Kepala jembatan (Abutment)
Bagian bangunan pada ujung-ujung jembatan, selain sebagai pendukung
bagi bangunan atas juga berfungsi sebagai penahan tanah. Bentuk umum
abutment yang sering dijumpai baik pada jembatan lama maupun jembatan
baru pada prinsipnya semua sama yaitu sebagai pendukung bangunan atas,
tetapi yang paling dominan ditinjau dari kondisi lapangan seperti daya
dukung tanah dasar dan penurunan (seatlement) yang terjadi. Adapun jenis

2
abutment ini dapat dibuat dari bahan seperti batu atau beton bertulang dengan
konstruksi seperti dinding atau tembok.Secara umum ada 3 kemungkinan
bentuk abutmen jembatan beton yang didasarkan kepada tinggi dari abutmen
tersebut.
- Tipe Dinding
- Tipe Balok Kepala/Beam Cap
- Peralihan Tipe Dinding dan Beam Cap

Gambar 2.1 Macam Bentuk Abutment Beton


2. Pilar Jembatan
Pilar merupakan tumpuan gelagar yang terletak di antara kedua
abutment, dimana tujuannya untuk membagi kedua bentang jembatan agar di
dapatkan bentang jembatan yang kecil atau tidak terlalu panjang untuk
menghindari adanya penurunan yang besar pada bangunan atas.
Terdapat 3 jenis bentuk pilar terhadap potensi gerusan lokal antara lain:
- Pilar berbentuk jajar genjang
- Pilar berbentuk Persegi
- Pilar berbentuk Bulat

Gambar
2.2 Jenis
Pilar

terhadap Potensi Gerusan Lokal


3. Plat injak
3
Plat injak adalah bagian dan bangunan jembatan bawah yang berfungsi
untuk menyalurkan beban yang diterima diatasnya secara merata ke tanah
dibawahnya dan juga untuk mencegah terjadinya defleksi yang terjadi pada
permukaan jalan.
4. Pondasi
Pondasi adalah bagian dan jembatan yang tertanam didalam
tanah.Fungsi dari pondasi adalah untuk menahan beban bangunan yang
berada di atasnya dan meneruskannya ke tanah dasar, baik kearah vertikal
maupun kearah horizontal. Dalam perencanaan suatu konstruksi atau
bangunan yang kuat, stabil dan ekonomis, perlu diperhitungkan hal-hal
sebagai berikut:
 Daya dukung tanah serta sifat-sifat tanah.
 Jenis serta besar kecilnya bangunan yang dibuat.
 Keadaan lingkungan lokasi pelaksanaan.
 Peralatan yang tersedia.
 Waktu pelaksanaan yang tersedia.
Jenis-jenis Pondasi terdiri dari :
a. Pondasi Dangkal (Pondasi Langsung)
Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung bagian bawah secara
langsung pada tanah. Pondasi ini dapat dibagi menjadi:
 Pondasi Menerus (Continous Footing)
 Pondasi Telapak (Footing)
 Pondasi Setempat (Individual Footing)
b. Pondasi Dalam (Pondasi Tak Langsung)
Pondasi dalam adalah beban pondasi yang dipikul akan diteruskan
kelapisan tanah yang mampu memikulnya. Untuk menyalurkan beban
bangunan tersebut kelapisan tanah keras maka dibuat suatu konstruksi
penerus yang disebut pondasi tiang atau pondasi sumuran.Pondasi dalam
terdiri dari:
1. Pondasi Tiang Pancang
Pondasi tiang pancang digunakan bila tanah pendukung berada pada
kedalaman > 8 meter, yang berdasarkan tes penyelidikan dilapangan.

4
2. Pondasi Sumuran
Pondasi sumuran digunakan bila tanah pendukung berada pada
kedalaman 2-8 meter.Bentuk penampang pondasi ini adalah bundar, segi
empat dan oval.
c. Dinding Sayap (Wing Wall)
Dinding sayap adalah bagian dan bangunan bawah jembatan yang
berfungsi untuk menahan tegangan tanah dan memberikan kestabilan pada
posisi tanah terhadap jembatan.
d. Landasan/Perletakan
Landasan jembatan adalah bagian ujung bawah dari suatu bangunan
atas yang berfungsi menyalurkan gaya-gaya reaksi dari bangunan atas kepada
bangunan bawah.Menurut fungsinya dibedakan landasan sendi (fixed bearing)
dan landasan gerak (movable bearing).Untuklebihjelasnyamengenaibagian-
bagianjembatan dibawahinidiberikangambaranjembatansecarajelas pada
bagianjembatan.

Gelagar Jembatan

Perletakan Jembatan Pier Head

Abutment Pilar Jembatan


Jembatan

Pondasi Tiang Pancang


Pondasi Sumuran

Gambar 2.3 Bagian – Bagian Jembatan

2.2 Peraturan yang dipakai

5
Dalam Perencanaan Pembangunan Jalan Layang Tol Bekasi – Cawang – Kampung
Melayu, sebagai pedoman perhitunganpembebanan, dipakai :
1. Perencanaan Struktur Beton Untuk Jembatan(RSNI T 12 – 2013)
2. Spesifikasi Pilar dan Kepala Jembatan dengan Pondasi Tiang Pancang (SNI – 2451
– 2008 )
3. Tata Cara Perencanaan Teknis Pondasi Tiang Pancang untuk Jembatan (SNI 6747 –
2002)
4. Pembebanan Untuk Jembatan (SNI – 1725– 2016)
5. Standar Perencanaan Ketahan Gempa untuk Jembatan (SNI 03 – 2833 – 2008 )

2.3 Material Struktur dan Mutu Bahan


2.3.1 Baja Tulangan
Baja tulangan diperlukan untuk menahan gaya Tarik. Namun demikian,
tulangan yang dipakai juga untuk memikul gaya tekan, terutama pada tempat-
tempat di mana diinginkan adanya pengurangan dimensi penampang beton. Jenis
baja tulangan untuk beton dapat berupa batang tulangan atau anyaman kawat yang
dilas (wire mesh).
Sifat fisik batang tulangan baja yang penting untuk digunakan dalam
perhitungan perencanaan beton bertulang adalah tegangan leleh (fy) dan modulus
elastisitas (Es).
Tegangan leleh baja ditentukan melalui prosedur pengujian standar sesuai
SII 0136-84.Tegangan leleh adalah tegangan baja pada saat mana meningkatnya
tegangan, tidak disertai lagi dengan peningkatan regangnya.Modulus elastisitas
baja ditentukan berdasarkan kemiringan awal kurva tegangan – regangan di
daerah elastis. Ketentuan SNI 03-2846-2002 menetapkan nilas Es = 200.000 Mpa.
2.3.2 Tiang Pancang
Tiang pancang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya
orthogonal ke sumbu tiang dengan jalan menyerap lenturan. Pondasi tiang pancang
dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang
pancang yang terdapat di bawah konstruksi.
Kelebihan dan Kekurangan Tiang Pancang adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan :
a. Karena dibuat dengan sistem pabrikasi, maka mutu beton terjamin;

6
b. Bisa mencapai daya dukung tanah yang paling keras;
c. Daya dukung tidak hanya dari ujung tiang, tetapi juga lekatan pada
sekeliling tiang;
d. Pada penggunaan tiang kelompok atau grup (satu beban tiang ditahan oleh
dua atau lebih tiang), daya dukungnya sangat kuat; dan
e. Harga relative murah bila dibanding pondasi sumuran.
2. Kekurangan :
a. Sistem ini baru ada di daerah kota dan sekitarnya;
b. Untuk daerah dan penggunaan volumenya sedikit, harganya jauh lebih
mahal; dan
c. Proses pemancangan menimbulkan getaran dan kebisingan;
2.3.3 Beton Prategang
Beton adalah campuran air, semen dan agregat serta suatu beban tambahan.
Setelah beberapa jam dicampur, bahan-bahan tersebut akan langsung mengeras
sesuai bentuk pada waktu basahnya. Campuran tipikal untuk beton dengan
perbandingan berat adalah agregat kasar 44 %, agregat halus 31 %, dan air 7 %.
Kekuatan beton ditentukan oleh kuat tekan karakteristik, pada usia 28 hari f’c. Kuat
tekan karakteristik adalah tegangan yang melampaui 95 % dari pengukuran kuat
tekan uniaksial yang diambil dari tes penekanan standar, yaitu dengan kubus ukuran
150 x 150 mm, atau silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm.
Pengukuran kekuatan dengan kubus adalah lebih tinggi daripada dengan silinder.
Rasio antara kekuatan silinder dan kubus adalah 0,8.
Beton yang digunakan untuk beton prategang adalah yang mempunyai
kekuatan tekan yang cukup tinggi dengan nilai f’c antara 30-45 Mpa.Kuat tekan
yang tinggi diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada serat tertekan,
pengangkuran tendon, mencegah terjadinya keretakan, mempunyai modulus
elastisitas yang tinggi dan mengalami rangka lebih kecil.
Beton prategang adalah material yang sangat banyak digunakan dalam
kontruksi.Beton prategang pada dasarnya adalah beton dimana tegangan-tegangan
internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa
sehingga tegangan yang diberikan oleh beban beban luar dilawan sampai suatu
titik yang diinginkan. Prategang meliputi tambahan gaya tekan pada struktur untuk
mengurangi atau bahkan menghilangkan gaya tarik internal dalam hal ini retak

7
pada beton dapat dihilangkan. Pada beton bertulang, prategang pada umumnya
diberikan dengan menarik baja tulangan. Gaya tekan disebabkan oleh reaksi baja
tulangan yang ditarik, mengakibatkan berkurangnya retak, elemen beton
prategang akan lebih kokoh dari elemen beton bertulang biasa.

8
Keuntungan dari beton prategang merupakan komponen struktur
prategang mempunyai tinggi lebih kecil dibanding beton bertulang untuk
kondisi bentang dan beban yang sama. Pada umumya tinggi komponen struktur
beton prategang berkisar antara 65 sampai 80 persen dari tinggi struktur
komponen beton bertulang (Edward. G. Nawy, 2001:4).
2.3.4 Baja Prategang
Untuk penggunaan pada beban layang yang tinggi, penggunaan baja
tulangan (tendon) dan beton mutu tinggi akan lebih efisien. Hanya baja pada
tegangan elastis tinggi yang cocok digunakan pada beton
prategang.Penggunaan baja tulangan mutu tinggi bukan saja merupakan suatu
keuntungan, tetapi merupakan suatu keharusan. Prategang akan menghasilkan
elemen yang lebih ringan, bentang yang lebih besar dan lebih ekonomis jika
ditinjau dari segi pemasangannya dibandingkan dari beton bertulang biasa.
Baja tendon yang dipakai untuk beton prategang dalam prateknya ada
tiga macam, yaitu:
1. Kawat tunggal (wires), biasanya digunakan untuk baja pra-tegang pada beton
pra-tegang dengan sistem pra-tarik (pra-tension).
2. Kawat untaian (strand), biasanya digunakan untuk baja pra-tegang pada
beton pra-tegang dengan sistem pasca-tarik (post-tension).
3. Kawat batangan (bar), biasanya digunakan untuk baja pra-tegang pada
beton pra-tegang dengan sistem pra-tarik (pra-tension).

13
Gambar 2.4Jenis-Jenis Baja Yang Dipakai Untuk Beton Prategang: (a)
Kawat tunggal (wires). (b) untaian Kawat (strand). (c) Kawat batangan
(bars)
(Sumber: Prestressed Concrete Design, MK. Hurst)

Tabel 2.1 Jenis Tulangan Prategang

14
(Sumber: Manual Perencanaan Struktur Beton Pratekan Untuk
Jembatan)

2.3.5 PCI – Girder


Girder adalah sebuah balok diantara dua penyangga dapat berupa pier
ataupun abutment pada suatu jembatan atau fly over. Umumnya girder
merupakan balok baja dengan profil I, namun girder juga dapat berbentuk box
(box girder), atau bentuk lainnya. Menurut material penyusunnya girder dapat
terdiri dari girder beton dan girder baja. Sedangkan menurut sistem
perancangannya, girder terdiri dari girder precast yaitu girder beton yang telah di
cetak di pabrik tempat memproduksi beton kemudian beton tersebut di bawa ke
tempat pembangunan jembatan atau fly over dan pada saat pemasangan dapat
menggunakan girder crane.
Girder dengan bentuk balok I sering disebut dengan PC I-Girder (yang
dibuat dari material beton). Girder ini dapat terbuat dari bahan komposit ataupun
bahan non komposit, dalam memilih hal ini perlu dipertimbangkan berbagai hal
seperti jenis kekuatan yang diperlukan dan biaya akan akan dikeluarkan.
2.3.6 Elastomeric Bearing Pads
Salah satu komponen penahan beban Girder sudah banyak menggunakan
Karet Elastomer Bantalan Jembatan. Dimana Karet Elastomer Jembatan
(Elastomeric Bearing Pads) sudah diharuskan pemakaiannya dalam konstruksi
Jembatan, Fly Over (High Way) dan konstruksi lainnya.
Fungsi dari KaretElastomer Bantalan jembatan (Elastomeric Bearing Pads
/ Rubber Bearing Pads)tersebut adalah penghubung antara beton pondasi
&girder. Sehingga dengan pemakaian Karet Elastomer tersebut keretakan atau
pun pecahnya Girder yang diakibatkan oleh tekanan Girder pada beton dapat
diminimalisir oleh karet elastomerjembatan yang terpasang pada pondasi
konstruksi jembatan tersebut.
Ukuran dan penentuan jenis kebutuhan karet elastomer bantalan jembatan
tersebut disesuaikan dengan kebutuhan di proyek, karena ukurannya sangat

15
bervariasi tergantung dari beban jembatan dan beban kendaraan yang melewati
jembatan tersebut baik beban vertikal maupun beban horizontal. Sementara itu
standart ukuran karet elastomer jembatan (Elastomeric Bering Pads) diatur
ketentuannya dari Kementrian Pekerjaan Umum ( DPU ).
2.3.7 Bahan Pembantu
Bahan pembantu yang dimaksud adalah bahan yang dapat memperbaiki,
menambah, atau meningkatkan mutu beton atau mortar. Penggunaan jenis dan
jumlah bahan pembatu yang dipakai harus sesuai dengan persyaratan yang
dikuti.
Bila muka bahan tambah itu akan merusak mutu beton atau mortar (pada
umumnya ikatan antar material tidak tercapai). Bahan pembantu dapat berupa
admixture, abu batu, dan sebagainya. Manfaat dari bahan - bahan pembantu
harus dapat di buktikan dengan hasil - hasil percobaan selama pemakaian bahan
- bahan ini harus diadakan pengawasan dengan cermat.

2.4 Konsep Perencanaan Struktur Jembatan


Secara umum konstruksi jembatan beton memiliki dua bagian yaitu bangunan
atas (upper structure) dan bangunan bawah (sub structure).Bangunan atas adalah
konstruksi yang berhubungan langsung dengan beban–beban lalu lintas yang bekerja.
Sedangkan bangunan bawah adalah konstruksi yang menerima beban– beban dari
bangunan atas dan meneruskannya ke lapisan pendukung (tanah keras) di bawahnya.
2.4.1 Perencanaan Pembebanan
Menurut SNI – 1725– 2016 Pembebanan Untuk Jembatan dan Buku
Jembatan karya Dr. Ir. Bambang Supriyadi, CES.m DEA. dan Agus Setyo
Muntohar, ST.(2007), Pembebanan untuk perencanaan jembatan jalan raya
merupakan dasar dalam menentukan beban dan gaya untuk perhitungan
tegangan – tegangan yang terjadi pada setiap bagian jembatan jalan raya.
Pedoman Pembebanan meliputi :
1. Beban Primer

16
Beban Primer adalah beban yang merupakan beban utama dalam
perhitungantegangan pada setiap perencanaan jembatan

a. Beban Mati (M)


Beban mati terdiri dari:
1) Beban plat lantai kendaraan

t
L

Gambar 2.5. Plat Lantai Kendaraan


( Sumber: Buku Jembatan” karya Dr. Ir. Bambang Supriyadi, CES.m DEA.
dan Agus Setyo Muntohar, ST.(2007))

Beban plat lantai kendaraan (W1) = Volume x  beton


Dimana, t = tebal plat lantai kendaraan (m)
L =lebar plat lantai kendaraan (m)
beton = berat isi beton (t/m³)

2) Beban aspal

t
L

Gambar 2.6. Perkerasan Aspal


( Sumber: Buku Jembatan” karya Dr. Ir. Bambang Supriyadi, CES.m DEA.
dan Agus Setyo Muntohar, ST.(2007))

Beban aspal (W2) = Volume x  aspal


Dimana, t = tebal plat lantai kendaraan (m)
L =lebar plat lantai kendaraan (m)
aspal = berat isi beton (t/m³)

17
3) Beban Gelagar

1.1 1.4

1.2 1.3

1
1
2
1

2 4
3 5

Potongan A - A Potongan B - B

Gambar 2.7. Gelagar


( Sumber: Buku Jembatan” karya Dr. Ir. Bambang Supriyadi, CES.m DEA.
dan Agus Setyo Muntohar, ST.(2007))

Berat gelagar :
W3 = [(A1 x L1) + (A2 x L2) x C]
Dimana A1 adalah luas penampang potongan A-A
A2 adalah luas penampang potongan B-B
4) Pagar sandaran

Gambar 2.8. Pagar Sandaran


( Sumber: Buku Jembatan” karya Dr. Ir. Bambang Supriyadi, CES.m
DEA. dan Agus Setyo Muntohar, ST.(2007))
Barat pagar beton = volume x c

18
5) Berat Diafragma

L L

L
L
L L
L L

Gambar 2.9. Diafragma


( Sumber: Buku Jembatan” karya Dr. Ir. Bambang Supriyadi, CES.m DEA.
dan Agus Setyo Muntohar, ST.(2007))
Berat diafragma (W5) = Volume x  c x n
Dimana, V = Volume Diafragma (m³)
beton = Berat isi beton (t/m³)
N = Jumlah Diafragma

Jadi total beban mati


= (W1 + W2 + W3 + W4 + W5 + beban akibat tekanan tanah )

2. Berat Sendiri (MS)


Berat sendiri adalah berat bagian tersebut dan elemen-elemen struktural lain yang
dipikulnya, termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian jembatan yang
merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen nonstruktural yang
dianggap tetap.

Tabel 2.2 Faktor beban untuk berat sendiri

(Sumber: Pembebanan Untuk Jembatan SNI – 1725– 2016)

19
3. Beban Akibat tekanan tanah (TA)
Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung berdasarkan sifat-sifat tanah. Sifat-
sifat tanah (kepadatan, kadar kelembaban, kohesi sudut geser dalam dan lain
sebagainya) harus diperoleh berdasarkan hasil pengukuran dan pengujian tanah
baik di lapangan ataupun laboratorium. Bila tidak diperoleh data yang cukup maka
karakteristik tanah dapat ditentukan sesuai dengan ketentuan pada pasal ini.
Tekanan tanah lateral mempunyai hubungan yang tidak linier dengan sifat-sifat
bahan tanah. Tekanan tanah lateral pada keadaan batas daya layak dihitung
berdasarkan nilai nominal dari γs , c dan ϕf .

Tabel 2.3 Faktor beban akibat tekanan tanah

(Sumber; Pembebanan Untuk Jembatan SNI – 1725– 2016)

4. Beban Lalu Lintas


Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan
beban truk "T".Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan
menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan
kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung
pada lebar jalur kendaraan itu sendiri.
a. Beban Lajur “D”
Beban lajur "D" terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang digabung dengan
beban garis (BGT).

20
Tabel 2.4 Faktor beban lajur “D”

(Sumber; Pembebanan Untuk Jembatan SNI – 1725– 2016)

b. Beban truk “T”


Selain beban “D”, terdapat beban lalu lintas lainnya yaitu beban truk "T".Beban
truk "T" tidak dapat digunakan bersamaan dengan beban “D”.Beban truk dapat
digunakan untuk perhitungan struktur lantai.

Tabel 2.5 Faktor beban lajur “T”

(Sumber; Pembebanan Untuk Jembatan SNI – 1725– 2016)

Gambar 2.10 Pembebanan truk “T”


(Sumber; Pembebanan Untuk Jembatan SNI – 1725– 2016)

21
c. Gaya Rem (TB)
Gaya rem harus diambil yang terbesar dari :
- 25% dari berat gandar truk desain atau,
- 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR
Gaya rem tersebut harus ditempatkan di semua lajur rencana yang dimuati
sesuai dengan Pasal 8.2 dan yang berisi lalu lintas dengan arah yang sama.
Gaya ini harus diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada jarak 1800
mm diatas permukaan jalan pada masing-masing arah longitudinal dan dipilih
yang paling menentukan. Untuk jembatan yang dimasa depan akan dirubah
menjadi satu arah, maka semua lajur rencana harus dibebani secara simultan
pada saat menghitung besarnya gaya rem. Faktor kepadatan lajur yang
ditentukan pada Pasal 8.4.3 berlaku untuk menghitung gaya rem.
d. Gaya Sentrifugal (TR)
Untuk tujuan menghitung gaya radial atau efek guling dari beban roda,
pengaruh gaya sentrifugal pada beban hidup harus diambil sebagai hasil kali
dari berat ganda truk rencana, dengan faktor C sebagai berikut :
2
v
C=f
g Rl
Keterangan :
v = kecepatan rencana jalan raya (m/detik)
f = faktor dengan nilai 4/3 untuk kombinasi beban selain keadaan batas
fatik dan 1,0untuk keadaan batas fatik
g = percepatan gravitasi: 9.8 (m/detik2)
Rl = jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas (m)
e. Pembebanan untuk pejalan kaki (TP)
Semua komponen trotoar yang lebih lebar dari 600 mm harus direncanakan
untuk memikul beban pejalan kaki dengan intensitas 5 kPa dan dianggap
bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraan pada masing-masing lajur
kendaraan. Jika trotoar dapat dinaiki maka beban pejalan kaki tidak perlu
dianggap bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraan. Jika ada
kemungkinan trotoar berubah fungsi di masa depan menjadi lajur kendaraan,
maka beban hidup kendaraan harus diterapkan pada jarak 250 mm dari tepi

22
dalam parapet untuk perencanaan komponen jembatan lainnya. Dalam hal ini,
faktor beban dinamis tidak perlu dipertimbangkan.
f. Beban akibat tumbukan kendaraan dengan jembatan
Jembatan dilindungi dengan pelindung jembatan, semua kepala jembatan dan
pilar dengan dalam jarak 9000 mm dari tepi jalan, atau dalam jarak 15000 mm
dari sumbu rel harus direncanakan untuk mampu memikul beban statik
ekuivalen sebesar 1800 kN, yang diasumsikan mempunyai arah sembarang
dalam bidang horizontal, bekerja pada ketinggian 1200 mm diatas permukaan
tanah.
5. Aksi Lingkungan
Aksi lingkungan memasukkan pengaruh temperatur, angin, banjir, gempa dan
penyebab - penyebab alamiah lainnya. Besarnya beban rencana yang diberikan
dalam standar ini dihitung berdasarkan analisis statistik dari kejadian - kejadian
umum yang tercatat tanpa memperhitungkan hal khusus yang mungkin akan
memperbesar pengaruh setempat. Perencana mempunyai tanggung jawab untuk
mengidentifikasi kejadian - kejadian khusus setempat dan harus
memperhitungkannya dalam perencanaan.
a. Penurunan (ES)
Jembatan harus direncanakan untuk bisa menahan terjadinya penurunan yang
diperkirakan, termasuk perbedaan penurunan, sebagai aksi daya layan.Pengaruh
penurunan dapat dikurangi dengan adanya rangkak dan interaksi pada struktur
tanah.

Tabel 2.6 Faktor akibat penurunan

(Sumber: Pembebanan Untuk Jembatan SNI – 1725– 2016)

Penurunan dapat diperkirakan dari pengujian yang dilakukan terhadap lapisan


tanah. Apabila perencana memutuskan untuk tidak melakukan pengujian, tetapi
besarnya penurunan diambil sebagai suatu anggapan, maka nilai anggapan
tersebut merupakan batas atas dari penurunan yang bakal terjadi. Apabila nilai

23
penurunan ini besar, perencanaan bangunan bawah dan bangunan atas jembatan
harus memuat ketentuan khusus untuk mengatasi penurunan tersebut.
b. Gaya akibat deformasi
Gaya dalam yang terjadi karena deformasi akibat rangkak dan susut harus
diperhitungkan dalam perencanaan.Selain itu pengaruh temperatur gradien
harus dihitung jika diperlukan. Gaya-gaya yang terjadi akibat adanya
pengekangan deformasi komponen maupun tumpuan serta deformasi pada
lokasi dimana beban bekerja harus diperhitungkan dalam perencanaan.
c. Pengaruh susut dan rangkak (SH)
Pengaruh rangkak dan penyusutan harus diperhitungkan dalam perencanaan
jembatan beton.Pengaruh ini dihitung menggunakan beban mati jembatan.
Apabila rangkak dan penyusutan bisa mengurangi pengaruh muatan lainnya,
maka nilai dari rangkak dan penyusutan tersebut harus diambil minimum
(misalnya pada waktu transfer dari beton prategang).

Tabel 2.7 Faktor beban akibat susut dan rangkak

(Sumber; Pembebanan Untuk Jembatan SNI – 1725– 2016)

d. Pengaruh prategang (PR)


Prategang akan menyebabkan pengaruh sekunder pada komponen-komponen
yang terkekang pada bangunan statis tidak tentu. Prategang harus
diperhitungkan sebelum (selama pelaksanaan) dan sesudah kehilangan tegangan
dalam kombinasinya dengan beban-beban lainnya.
Tabel 2.8 Faktor beban akibat pengaruh prategang

(Sumber; Pembebanan Untuk Jembatan SNI – 1725– 2016)


Pengaruh utama prategang adalah sebagai berikut:
24
a) pada keadaan batas daya layan, gaya prategang dapat dianggap bekerja
sebagai suatu sistem beban pada unsur. Nilai rencana dari beban prategang
tersebut harus dihitung menggunakan faktor beban daya layan sebesar 1,0.
b) pada keadaan batas ultimit, pengaruh sekunder akibat gaya prategang harus
dianggap sebagai beban yang bekerja.
e. Beban angin
1. Tekanan Angin Horizontal
Tekanan angin yang ditentukan pada pasal ini diasumsikan disebabkan oleh
angin rencana dengan kecepatan dasar (VB) sebesar 90 hingga 126
km/jam.Beban angin harus diasumsikan terdistribusi secara merata pada
permukaan yang terekspos oleh angin.Luas area yang diperhitungkan adalah
luas area dari semua komponen, termasuk sistem lantai dan railing yang
diambil tegak lurus terhadap arah angin.Arah ini harus divariasikan untuk
mendapatkan pengaruh yang paling berbahaya terhadap struktur jembatan
atau komponen-komponennya.Luasan yang tidak memberikan kontribusi
dapat diabaikan dalam perencanaan.
2. Beban angin pada Struktur (EWs)
Jika dibenarkan oleh kondisi setempat, perencana dapat menggunakan
kecepatan angin rencana dasar yang berbeda untuk kombinasi pembebanan
yang tidak melibatkan kondisi beban angin yang bekerja pada kendaraan.
Arah angin rencana harus diasumsikan horizontal, kecuali ditentukan lain
dalam Pasal 9.6.3.

Tabel 2.9 Tekanan angin dasar

(Sumber; Pembebanan Untuk Jembatan SNI – 1725– 2016)

25
Gaya total beban angin tidak boleh diambil kurang dari 4,4 kN/mm pada
bidang tekan dan 2,2 kN/mm pada bidang hisap pada struktur rangka dan
pelengkung, serta tidak kurang dari 4,4 kN/mm pada balok atau gelagar.
3. Gaya angin pada kendaraan (EW1)
Tekanan angin rencana harus dikerjakan baik pada struktur jembatan
maupun pada kendaraan yang melintasi jembatan. Jembatan harus
direncanakan memikul gaya akibat tekanan angin pada kendaraan, dimana
tekanan tersebut harus diasumsikan sebagai tekanan menerus sebesar 1,46
N/mm, tegak lurus dan bekerja 1800 mm diatas permukaan jalan. Kecuali
jika ditentukan didalam pasal ini, jika angin yang bekerja tidak tegak lurus
struktur, maka komponen yang bekerja tegak lurus maupun paralel terhadap
kendaraan untuk berbagai sudut serang dapat diambil seperti yang
ditentukan dalam Tabel dimana arah sudut serang ditentukan tegak lurus
terhadap arah permukaan kendaraan.

Tabel 2.10 Komponen beban angin yang bekerja pada kendaraan

(Sumber; Pembebanan Untuk Jembatan SNI – 1725– 2016)

4. Pengaruh Gempa
Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk
runtuh namun dapat mengalami kerusakan yang signifikan dan gangguan
terhadap pelayanan akibat gempa.Penggantian secara parsial atau lengkap
pada struktur diperlukan untuk beberapa kasus.Kinerja yang lebih tinggi
seperti kinerja operasional dapat ditetapkan oleh pihak yang berwenang.
Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan berdasarkan
perkalian antara koefisien respons elastik (Csm) dengan berat struktur

26
ekivalen yang kemudian dimodifikasi dengan faktor modifikasi respons
(Rd) dengan formulasi sebagai berikut :
Csm
EQ= x Wt
Rd
Keterangan:
EQ = gaya gempa horizontal statis (kN)
Csm = koefisien respons gempa elastis
Rd = faktor modifikasi respons
Wt = berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang
sesuai (kN)

Koefisien respons elastik Csm diperoleh dari peta percepatan batuan dasar
dan spectra percepatan sesuai dengan daerah gempa dan periode ulang
gempa rencana.Koefisien percepatan yang diperoleh berdasarkan peta
gempa dikalikan dengan suatu faktor amplifikasi sesuai dengan keadaan
tanah sampai kedalaman 30 m di bawah struktur jembatan.

2.5 Perencanaan Struktur Jembatan Prategang


Perencanaan Jembatan Prategang meliputi :
a. Perencanaan Bangunan Atas
1. Perhitungan pagar sandaran
pagar sandaran pada setiap tepi trotoar harus diperhitungkan untuk dapat
menahan beban horizontal sebesar 0,75 kN/m yang bekerja diatas lantai trotoar.
Beban yang terjadi pada pagar sandaran berasal dari berat beton pagar
sandaran sendiri dan gaya horizontal sebesar 0,75 kN/m.
Perhitungan Momen:
 Momen akibat beban mati (Md)
Md = Besar beban mati x jarak (kN.m)
 Momen akibat beban hidup (Ml)
Ml = Beban horizontal x jarak (kN.m)
 Momen ultimate (Mu)
Mu = Md + Ml

27
Kemudian dihitung penulangan pada pagar sandaran seperti pada buku Gideon
Jilid 1 Dasar Perencanaan Beton Bertulang dimana,

28
 Jarak tulangan tekan dengan serat terluar (d') d' = h - p - 0.5 Ø tulangan yang
dipakai
Dimana:
d' = Jarak tulangan (mm)
h = Tebal balok (mm)
p = Selimut beton (mm)
 Rasio tulangan (ρ) Kperlu = Mu / φ b.d'
Dimana:
Mu = Momen Ultimate (kN.m)
b = Lebar per meter tiang (mm)
d' = Jarak tulangan (mm)
φ = Faktor reduksi kekuatan (0,8)
 Luas tulangan (As)
As = ρ x b x d'Dimana:
As = Luas tulangan (mm²)
ρ = Rasio tulangan
b = Lebar per meter tiang (mm)
d' = Jarak tulangan (mm)
 Sengkang (tulangan pembagi)
As = 50% x b x h (RSNI T-12-2004 : 39)
Dimana:
As = Luas tulangan (mm²)
b = Lebar per meter tiang (mm)
h = Tebal tiang sandaran (mm)
 Tulangan Geser
Vu = Wu x l
1
Vc =
6
√ f c' x b x d
Ø Vc >Vu
1/ 2ØVc>Vu

Maka tidak diperlukan tulangan geser pada penampang, walaupun


secarateoritis tidak perlu sengkang tetapi untuk kestabilan struktur dan
29
peraturan mensyaratkan dipasang tulangan minimum (Spasi maksimum).
(Jembatan, 2007 : 73)

Sminimum = ½ d atau Smaksimum = 600 mm


Dengan luas tulangan minimum:
1/3 √ f c' . b . s
Avmin =
fy
Av . Fy
S =
1/3 √ f c' . b

2. Lantai kendaraan
Dalam perhitungan lantai kendaraan beban-beban yang terjadi adalah beban
dari Berat sendiri plat, berat aspal, berat air hujan, beban roda, beban hidup dan
beban angin.
a. beban mati:
1. Beban aspal = Luasan x Berat jenis aspal (kN/m3)
2. Beban sendiri lantai kendaraan = Luasan x berat jenis beton (kN/m3)
3. Berat air hujan = Luasan x berat jenis air hujan
(kN/m3)
Dihitung Momen yang terjadi pada arah x maupun y menggunakan koefisien
momen yang dikalikan dengan beban mati. (Ir Gideon H. Kusuma, 1993:24)
Mxmax = 1/11 x qu x L2
Mymax = 1/3 x Mxmax
b. Beban hidup
Dalam menghitung beban lantai kendaraan digunakan beban T beban-beban
yang terjadi:
 Muatan beban truk (T) dengan beban roda 10000 kg
 Koefisien dinamis 0,3 (DLA) untuk beban T
Untuk beban “T” dianggap bahwa beban tersebut menyebar ke bawah dengan
sudut 45° sampai ke tengah-tengah lantai.
a1 = 20 cm
b1 = 50 cm
a = a1 + (2 x tebal aspal) + (2 x 0,5 x tebal beton)

30
b = b1 + (2 x tebal aspal) + (2 x 0,5 x tebal beton) Beban roda total = PU
+ DLA
Pembebanan oleh truck
T.K
q=
a.b
qu= 1,8 x q

c. Akibat beban Angin


Tew = 0.0012 x Cw x Vw2 Ab (RSNI T-02-2005 hal.34)
Dimana:
Tew = Beban angin (kN)
Cw = Koefisien seret
Vw = Kecepatan angin rencana (m/s)
Ab = Luas koefisien bagian samping jembatan (m2)

Transfer beban angin ke lantai jembatan, qu = [(h/2 / x).Tew] (kN)

Mu = M.beban mati + M.beban hidup + M.beban angin (kN/m).

Kemudian setelah didapat perhitungan momen dengan rumus seperti


perhitungan momen pada pagar sandaran, dihitung penulangan pada pagar sandaran
seperti pada buku Gideon Jilid 1 Dasar Perencanaan Beton Bertulang.

4. Balok diafragma
Pembebanan :
Balok diafragma hanya menahan berat sendiri balok
Berat sendiri balok = Luasan balok x berat jenis beton (25 kN/m3)
qu = 1,3 x berat sendiri balok
Perhitunganmomen :
Mmax tumpuan = 1/8 x qu x L2
Mmax lapangan = ½ x qu x L2

31
Kemudian setelah didapat perhitungan momen dengan rumus seperti perhitungan
momen pada pagar sandaran, dihitung penulangan pada pagar sandaran seperti pada
buku Gideon Jilid 1 Dasar Perencanaan Beton Bertulang.

5. Balok I prategang
Ketetapan beban :
1. Beban aspal = 22 kN/m3
2. Beban beton = 25 kN/m3
3. Berat air hujan = 10 kN/m3
Menurut Edward. G. Nawy, untuk menentukan lebar sayap atas efektif
penampang komposit, maka lebar Beff dimodifikasi untuk memperhitungkan
perbedaan di dalam modulus kedua jenis beton agar regangan di keduanya di
bidang antarmuka serasi. Adapun rumus Beff sebagai berikut:
Beff = (Eplat / Ebalok) × b = n × b
Dimana nilai b dapat diambil dari nilai terkecil di bawah ini, berdasarkan
buku Edward G. Nawy jilid 1 pada halaman 161.
a. ¼L
b. S
c. bw + 12 h0
 PerhitunganSection Properties balok, bertujuan untuk mendapatkan momen
inersia balok prategang dan balok komposit sebagai berikut:
AxY
Letak titik berat Yb =
A
Ya = h – Yb
Momen inersia terhadap titik berat balok
Ix= ∑(Ax(Y- Yb)2 ) +∑ I0
Tahanan momen sisi atas Wa = Ix/Ya
Tahanan momen sisi bawah Wb = Ix/Yb
Pembebanan balok :
1. Berat sendiri MS = volume x berat jenis (kN/m)
2. Beban mati tambahan MA = volume x berat jenis (kN/m)
3. Beban lajur “D” = volume x berat jenis (kN/m)

32
4. Beban gaya rem TB = volume x berat jenis (kN/m)
5. Beban angin EW = volume x berat jenis (kN/m)
6. Beban gempa EQ = volume x berat jenis (kN/m)

b. Perencanaan Bangunan Bawah


1. Abutment
Pembebanan:
Adapun beban yang terjadi pada abutment adalah:
1. Berat sendiri abudment
2. Akibat beban hidup
3. Akibat tekanan tanah aktif
4. Beban angin
5. Gaya rem
6. Gaya gempa
7. Gesekan pada perletakan
8. Beban Pelaksanaan
 Kombinasi I = Pm + Pta + Gs.
 Kombinasi II = (H + DLA) + Rm.
 Kombinasi III = Pengaruh temperatur = 0.
 Kombinasi IV = Wn.
 Kombinasi VI = Pel.
Kemudian kombinasi diatas sikombinasikan lagi yaitu,
1. Kombinasi = I + II, pembebanan 100 %.
2. Kombinasi 2 = I + II + III, pembebanan 125 %.
3. Kombinasi 3 = I + + II + IV, pembebanan 125 %.
4. Kombinasi 4 = I + II + III + IV, pembebanan 140 %.
5. Kombinasi 5 = I + V, pembebanan 150 %..
6. Kombinasi 6 = I + VI, pembebanan 130 %..
7. Kombinasi 7 = I + II, pembebanan 150 %.
Setelah dikombinasikan lalu dipilih beban yang paling menentukan dan
kontrol stabilitas antara lain:
33
a. Kontrol terhadap guling
Mt
Fguling = ≥ 1,50
Mgl
b. Kontrol terhadap geser
Vxμ
Fgeser = ≥ 1,50
H

c. Kontrol terhadap daya dukung tanah (kelongsoran)


qult
F = ≈ 2,50 -3,0
qada
Kemudian setelah didapat perhitungan momen dengan rumus seperti
perhitungan momen pada pagar sandaran, dihitung penulangan pada pagar
sandaran seperti pada buku Gideon Jilid 1 Dasar Perencanaan Beton Bertulang.
2. Pelat injak
Pembebanan:
 Beban Sendiri plat injak (wd) = Luasan x Berat jenis (kN/m)
 Beban Tanah timbunan (wd) = Luasan x Berat jenis (kN/m)
 Berat aspal (wd) = Luasan x Berat jenis (kN/m)
 Berat Kendaraan (wl) = Luasan x Berat jenis (kN/m)
Didapat qu = 1,3 wd + 1,8 wl (kN/m)
Perhitungan Momen:
Mu = 1/8.qu.L2

Kemudian setelah didapat perhitungan momen dengan rumus seperti


perhitungan momen pada pagar sandaran, dihitung penulangan pada pagar sandaran
seperti pada buku Gideon Jilid 1 Dasar Perencanaan Beton Bertulang.
3. Dinding sayap
a. Tekanan tanah
Beban kendaraan = 0,60 m x berat jenis
Tekanan tanah = Ka = (1 – sin φ) / (1 + sin φ)
Akibat Tekanan Tanah pada Dinding Sayap
Tta= Paq + Pah
Tta1 = qu x Ka x h
Tta2 = 0.5 x γ tanah x h2 x Ka
34
Perhitungan momen
Mu = Tta x H
Dimana:
H = Lengan momen (m)
Tta = Total tekanan tanah aktif (kN/m)
Kemudian setelah didapat perhitungan momen dengan rumus seperti
perhitungan momen pada pagar sandaran, dihitung penulangan pada pagar
sandaran seperti pada buku Gideon Jilid 1 Dasar Perencanaan Beton Bertulang.

c. Perencanaan Pondasi
Pondasi diperlukan agar konstruksi dapat aman terhadap geser dan
ketidakstabilitasan tanah, pemilihan pondasi disesuaikan dengan kondisi dan
keadaan tanah. Pada jalan layang ini direncanakan jenis pondasi yang dipilih
adalah pondasi tiang pancang dengan diameter 0,5 meter. Beban-beban yang
diterima oleh pondasi tiang pancang adalah:
a. Beban vertikal
b. Berat sendiri pondasi
c. Stabilitas pondasi tiang pancang
Luas tiang pancang:
A = 1/4. π .d2
Dimana:
A= luasan tiang (m2)
d = diameter tiang (m)
keiling tiang:
K = π. D
Daya dukung ijin tiang pancang didasarkan atas 2 macam:
1. Berdasarkan kekuatan bahan
Qijin = A x fc – W
Dimana,
Qijin = Daya dukung ijin tiang pancang (kN)
A = Luasan tiang (m2)
Fc = Tegangan ijin beton (kN/m2)
W = Berat jenis beton (kN/m3)
35
2. Berdasarkan pengujian CPT (sondir)
A x qc JHP . K
Qs = +
Fb Fs
Dimana:
Qs = Daya dukung ijin tiang pancang (kN)
A = Luasan tiang (m2)
qc = Nilai konus (kN/m2)
JHP = Tahanan geser (kN/m)
K = Keliling tiang (m)
Fb = Faktor Keamanan Daya Dukung dari Ujung (3,0)
Fs = Faktor Keamanan Daya Dukung dari Pelekatan
antara Tiang dengan Tanah (5,0)
Dari kedua dasar pendekatan diatas, daya dukung ijin yang dipakai adalah
yang
memilki nilai lebih kecil.
Jarak antar tiang :

Gambar 2.11 Jarak Tiang Pancang

Berdasarkan perhitungan daya dukung oleh Direktorat Bina Marga PU adalah


sebagai berikut:
S = (2,5 – 3,0) b
Smin = 0.6 meter
Smaks = 2.0 meter

Dimana:

36
S = Jarak antar tiang dalam kelompok (m)
b = diameter tiang (m)
 Perhitungan pembagian tekanan :
1. Beban Sentris

Gambar 2.12 Beban Normal Sentris

Ev
N=
n

Dimana:
N = Beban yang diterima oleh masing-masing tiang (kN)
ΣV = Resultan gaya-gaya normal yang bekerja sentris (kN)
n = Banyaknya tiang dalam kelompok
2. Beban Eksentris
Beban normal eksentris dapat diganti menjadi beban normal sentris
ditambah dengan momen.

37
Gambar 2.13 Beban Normal Eksentris

Efisiensi kelompok tiang:


Rumus Converse-Labarre
θ ( n−1 ) m+ ( m−1 ) n
Ef = 1 - ( )
90 ° m .n

Dimana :
Θ = Arctan (b/s) (derajat)
b = diameter tiang (m)
s = jarak antar tiang (m)
M = Jumlah baris
Kemampuan sebuah tiang pancang dalam kelompok:
Pijin = Ef x Q ijin

Dimana :
Pijin = daya dukung yang diijinkan sebuah tiang dalam kelompok
(kN)
Q ijin = daya dukung
E = factor efisien
Gaya aksial maksimum dan minimum yang diderita satu tiang arah X

2.5.1 Perencanaan Bangunan Atas Jembatan


Bangunan atas jembatan letaknya diatas bangunan bawah jembatan dan tidak
berhubungan langsung dengan tanah dibawahnya.
- Sandaran
- Trotoar
- Plat lantai jembatan
- Balok prategang
- Diafragma
- Perletakan

38
- Pelat injak
Gambar 2.14 Potongan Melintang Bangunan Atas Jembatan

(Sumber : Waskita, 2016)

2.5.2 Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan


Fungsi utama bangunan bawah jembatan adalah untuk menyalurkan semua beban
yang bekerja pada bangunan atas ke tanah. Perhitungan struktur bawah meliputi :
- abutment
- pilar
- pondasi

39

Anda mungkin juga menyukai