Anda di halaman 1dari 54

BETON

Di Susun Oleh:
Fransiskus Eko Prasetyo Kummi
20162320102
Agus Daen
202023201007

Program Studi S1 Arsitektur


Fkultas Teknik Universitas Musamus
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.

Salam Sejahtera, Segala Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul
“Beton” ini dapat terselesaikan, dari berbagai sumber telah penulis ambil
sebagai bahan dalam pembuatan makalah ini. Penulis berharap makalah
beton ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Penulis juga menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan sarannya bilamana terdapat
kesalahan dalam penyusunannya.
BETON

BAB 1

I.1 Latar belakang

  Dalam perkembangan peradaban manusia khususnya dalam hal bangunan,


tentu kerap mendengar cerita tentang kemampuan nenek moyang
merekatkan batu-batu raksasa hanya dengan mengandalkan zat putih telur,
ketan atau lainnya. Alhasil, berdirilah bangunan fenomenal, seperti Candi
Borobudur atau Candi Prambanan di Indonesia ataupun jembatan di Cina
yang menurut legenda menggunakan ketan sebagai perekat. Ataupun
menggunakan aspal alam sebagaimana peradaban di Mahenjo Daro dan
Harappa di India ataupun bangunan kuno yang dijumpai di Pulau Buton.

  Peristiwa tadi menunjukkan dikenalnya fungsi beton sejak zaman dahulu.


Sebelum mencapai bentuk seperti sekarang, perekat dan penguat bangunan
ini awalnya merupakan hasil percampuran batu kapur dan abu vulkanis.
Pertama kali ditemukan di zaman Kerajaan Romawi, tepatnya di Pozzuoli,
dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu lantas dinamai pozzuolana. Menyusul
runtuhnya Kerajaan Romawi, sekitar abad pertengahan (tahun 1100-1500 M)
resep ramuan pozzuolana sempat menghilang dari peredaran.

  Material itu sendiri adalah benda yang dengan sifat-sifatnya yang khas
dimanfaatkan dalam bangunan, mesin, peralatan atau produk. Dan Sains
material yaitu suatu cabang ilmu yan meliputi pengembangan dan penerapan
pengetahuan yang mengkaitkan komposisi, struktur dan pemrosesan material
dengan sifat-sifat kegunaannya.semen termasuk material yang sangat akrab
dalam kehidupan kita sehari-hari.

I.2 sejarah penemuan beton Sejarah penemuan teknologi beton  dimulai


dari :

• Aspdin (1824) Penemu Portland Cement;

• J.L Lambot (1850 ) memperkenal konsep dasar konstruksi komposit


(gabungan dua bahan konstruksi yang berbeda yang bekerja bersama – sama
memikul beban);

• F. Coignet (1861) melakukan uji coba penggunaan pembesian pada


konstruksi atap, pipa dan kubah;

• Gustav Wayss & Koenen ( 1887) serta Hennebique memperkenalkan


sengkang sebagai penahan gaya geser dan penggunaan balok “ T ” untuk
mengurangi beban akibat  berat sendiri;
• Neuman  melakukan analisis letak garis netral;

• Considere menemukan manfaat kait pada ujung tulangan; dan

• E. Freyssinet memperkenalkan dasar – dasar beton pratekan.

BAB 2
PENGERTIAN BETON

1. Pengertian Beton

  Beton adalah campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar, dan air,
dengan atau tanpa bahan campuran tambahan yang membentuk massa padat.
Dalam pengertian umum beton berarti campuran bahan bangunan berupa
pasir dan kerikil atau koral kemudian diikat semen bercampur air. Sifat beton
berubah karena sifat semen, agregat dan air, maupun perbandingan
pencampurannya. Untuk mendapatkan beton optimum pada penggunaan
yang khas, perlu dipilih bahan yang sesuai dan dicampur secara tepat.

Adapun ebaikan dan keburukan beton dibandingkan dengan bahan bangunan


lain adalah sebagai berikut:

Kebaikan Beton

1) Harganya relatif murah karena menggunakan bahan lokal.

2) Mempunyai kekuatan tekan yang tinggi, serta mempunyai sifat tahan


terhadap pengkaratan atau pembusukan oleh kondisi lingkungan.

3)  Adukan beton mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk dan ukuran
sesuai keinginan.

4) Kuat tekan beton jika dikombinasikan dengan baja akan mampu memikul
beban yang berat.

5) Adukan beton dapat disemprotkan di permukaan beton lama yang retak


maupun diisikan ke dalam retakan beton dalam proses perbaikan. Selain itu
dapat pula dipompakan ke tempat yang posisinya sulit.

6) Biaya perawatan yang cukup rendah karena termasuk tahan aus dan tahan
kebakaran.
Kekurangan Beton

1) Beton memiliki kuat tarik yang rendah sehingga mudah retak. Oleh karena
itu perlu diberi baja tulangan, atau tulangan kasa (meshes).

2) Adukan beton menyusut saat pengeringan sehingga perlu dibuat dilatasi


(expansion joint) untuk stuktur yang panjang untuk memberi tempat bagi
susut pengerasan dan pengembangan beton.

3) Beton keras (beton) mengembang dan menyusut bila terjadi perubahan


suhu, sehingga perlu dibuat dilatasi untuk mencegah terjadinya retak-retak
akibat perubahan suhu.

4) Beton sulit untuk kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat
dimasuki air, dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton.

5) Beton bersifat getas (tidak daktail) sehingga harus dihitung dan di detail
secara seksama agar setelah dikomposisikan dengan baja tulangan menjadi
bersifat daktail, terutama pada struktur tahan gempa.

2. Sifat-Sifat Beton

  Untuk keperluan perancangan dan pelaksanaan struktur beton, maka


pengetahuan tentang sifat-sifat adukan beton maupun sifat-sifat beton yang
telah mengeras perlu diketahui. Sifat-sifat tersebut antara lain:

Kuat Hancur

  Beton dapat mencapai kuat hancur sampai 80 N/mm2 (12.000 lb/in2), atau
lebih tergantung pada perbandingan air-semen serta tingkat pemadatannya.
Kuat hancur dari beton dipengaruhi oleh sejumlah faktor, selain oleh
perbandingan air-semen dan tingkat pemadatannya. Faktor-faktor penting
lainnya yaitu:

1. Jenis semen dan kualitasnya, mempengaruhi kekuatan rata-rata dan kuat


batas beton.

2. Jenis dan lekak-lekuk bidang permukaan agregat. Kenyataan menunjukan


bahwa penggunaan agregat akan menghasilkan beton, dengan kuat desak
maupun tarik yang lebih besar dari penggunaan krikil halus dari sungai.

3. Effisiensi dari perawatan (curing). Kehilangan kekuatan sampai 40%


dapat terjadi bila pengeringan diadakan sebelum waktunya. Perawatan
adalah hal yang sangat penting ada pekerjaan lapangan dan pembuatan benda
uji.
4. Suhu , Pada umumnya kecepatan pengerasan beton bertambah dengan
bertambahnya suhu. Pada titik beku kuat hancur beton akan tetap rendah
untuk waktu yang lama.

5. Umur. Pada keadaan yang normal kekuatan beton akan bertambah dengan
umurnya. Kecepatan bertambahnya kekuatan tergantung pada jenis semen.

6. Durability (Keawetan)

  Merupakan kemampuan beton untuk bertahan seperti kondisi yang


direncanakan tanpa terjadi korosi dalam jangka waktu yang direncanakan.
Dalam hal ini perlu pembatasan nialii faktor air semen maksimum maupun
pembatasan dosis semen minimum yang digunakan sesuai dengan kondisi
lingkungan.

Kuat Tarik

  Kuat tarik beton berkisar seper-delapan belas kuat desak pada waktu
umurnya masih muda, dan berkisar seper-sepuluh sesudahnya.biasanya tidak
diperhitungkan di dalam perencanaan beton. Kuat tarik merupakan bagian
penting di dalam menahan retak-retak akibat perubahan kadar air dan suhu.
Pengujian kuat tarik diadakan untuk pembuatan beton konstruksi jalan raya
dan lapangan terbang.

Modulus Elastisitas

  Modulus elastisitas beton adalah perbandingan antara kuat tekan beton


dengan regangan beton biasanya ditentukan pada 25-50% dari kuat tekan
beton.

Rangkak (Creep)

  Merupakan salah satu sifat beton dimana beton mengalami deformasi terus-
menerus menurut waktu dibawah beban yang dipikul.

Susut (Shrinkage)

  Merupakan perubahan volume yang tidak berhubungan dengnan


pembebanan.

Kelecakan (Workability)
  Workability adalah sifat-sifat adukan beton atau mortar yang ditentukan
oleh kemudahan dalam pencampuran, pengangkutan, pengecoran,
pemadatan, dan finishing. Atau workability adalah besarnya kerja yang
dibutuhkan untuk menghasilkan kompaksi penuh.

3. Bahan-Bahan Penyusun Beton

1) Semen

  Semen adalah bahan organik yang mengeras pada percampuran dengan air
atau larutan garam. Jenis-jenis semen menurut BPS adalah :

a) Semen abu atau semen portland adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-
biruan, dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium
tinggi yang diolah dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen
ini biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester. Semen ini
berdasarkan prosentase kandungan penyusunannya terdiri dari 5 (lima) tipe,
yaitu tipe I sd. V.

b) Semen putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari semen
abu dan digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai
filler atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite)
limestone murni.

c) Oil Well Cement atau Semen Sumur Minyak adalah semen khusus yang
digunakan dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di
darat maupun di lepas pantai.

d) Mixed & Fly Ash Cement adalah campuran semen abu dengan Pozzolan
buatan (fly ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari
pembakaran batubara yang mengandung amorphous silika, aluminium
oksida, besi oksida dan oksida lainnya dalam berbagai variasi jumlah. Semen
ini digunakan sebagai campuran untuk membuat beton, sehingga menjadi
lebih keras.

  Semen yang biasa digunakan pada teknik sipil adalah semen portland.
Semen portland adalah bahan pengikat hidrolis berupa bubuk halus yang
dihasilkan dengan cara menghaluskan clinker (bahan ini terutama terdiri dari
silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis) dengan batu gips sebagai
tambahan. Pada umumnya semen portland yang digunakan adalah jenis
semen portland biasa (ordinary cement portland), yaitu semen portland yang
digunakan untuk tujuan umum.

jenis semen portland dapat dibagi menurut beberapa segi yaitu:


Segi kebutuhan khusus dan Segi Penggunaan

Segi kebutuhan khusus

  Sesuai kebutuhan penggunaannya, ada jenis semen yang memiliki tujuan


penggunaan khusus seperti berikut:

1) Semen portland yang cepat mengeras (rapid hardening portland


cement),semen jenis ini umumnya memiliki kadar C3S (tricalsium silika)
atau C3A yang tinggi. dalam standar semen ASTM, semen jenis ini termasuk
semen Portland type III.

2) Semen Portland tahan sulfat sedang dan semen Portland tahan


sulfat,semen ini mempunyai bentuk yang lebih tahan sulfat daripada semen
biasa, karena kadar tricalsium aluminate rendah. Kadar maksimum untuk
semen tahan sulfat sedang adalah 8% dan untuk semen tahan sulfat adalah
maksimum 5%. Semen ini tahan terhadap sulfat, namun berarti tidak tahan
terhadap asam sulfat. Yang dimaksud sulfat disini adalah garam sulfat yang
larut, misalnya air laut, rawa, dan sebagainya, dimana kadar sulfatnya lebih
dari 1%. Semen ini termasuk semen portland type II A dan type V.

3) Semen Portland Pozzolanic, semen ini merupakan campuran dari semen


biasa (85-60 %) dengan bubuk halus trass atau pozzolan (15-40%), atau
benda-benda yang bersifat pozzolan (seperti abu volkanis, abu bahan bakar,
tanah liat bakar, atau fly ash). Penggunaan adalah pada bangunan yang
mendapat gangguan garam sulfat atau panas rendah. Bila bahan yang
dicampurkan terak dapur tinggi, disebut semen portland terak dapur tinggi.

4) semen Portland panas rendah (Low Heat Cement), Semen jenis ini
memiliki kadar C3S maksimum 35% dan kadar C3A maksimum 7 %. Semen
ini memiliki derajat pengersan yang lambat dan panas yang dihasilkannya
lebih rendah dibandingkan dengan semen lain. Penggunaannya terutama
terbatas pada turap penahan tanah gravitasi, bendungan besar, dan konstruksi
beton pejal di mana suhu massa beton naik. Semen ini dalam standar ASTM
termasuk semen portland type IV.

5) masonry Cement ,Semen jenis ini adalah semen portland yang dicampur
dengan bubuk batu atau batuan kapur sampai ± 50 %. Penggunaan semen
jenis ini adalah untuk aduk pasangan.

6) Semen Portland putih, Semen ini adalah semen portland dimana bahan-
bahan dasarnya mengandung senyawa besi yang rendah. Kadar Fe203 pada
semen ini dibatasi maksimum 0,5%, karena senyawa besi tersebut
menimbulkan warna tua pada semen. Semen ini mempunyai sifat yang biasa
dengan semen portland biasa. Proses pembuatan semen ini memerlukan
ketelitian tinggi dan bahan dasarnya mahal oleh karena itu, harga semen
putih lenih mahal daripada semen biasa, kira-kira satu sampai empat kali
smen portland biasa.

Segi Penggunaan

   Ditinjau dari penggunaanya, menurut ASTM (American Society for


Testing and Material) semen portland dapat dibedakan menjadi lima:

1) Jenis I

Semen portland penggunaan umum (normal portland cement), yaitu jenis


semen portland untuk penggunaan dalam konstruksi beton yang tidak
memerlukan sifat-sifat khusus. Misalnya untuk pembuatan trotoar, pasangan
bata, dan sebagainya. Semen ini merupakan semen yang paling banyak
digunakan yaitu 80-90% dari produksi semen portland.

2) Jenis II

Semen pengeras pada panas sedang. Semen ini memiliki panas hidrasi lebih
rendah dan keluarnya panas lebih lambat daripada semen jenis I. Semen jenis
ini biasanya digunakan pada bangunan-bangunan yang berhubungan dengan
rawa, pelabuhan,jembatan besar, bendungan, bangunan-bangunan lepas
pantai, saluran-saluran air buangan dan sebagainya. Jenis ini juga dapat
digunakan untuk bangunan-bangunan drainase di tempat yang memiliki
konsentrasi sulfat agak tinggi.

3) Jenis III

Semen portland dengan kekuatan awal tinggi (high-early –strength-portland-


cement). Semen jenis ini memperoleh kekuatan besar dalam waktu singkat,
sehingga dapat digunakan untuk pembuatan beton pracetak, perbaikan
bangunan-bangunan beton yang perlu segera digunakan atau yang acuannya
perlu segera dilepas serta pembetonan di daerah cuaca dingin(salju).

4) Jenis IV

Semen portland dengan panas hidrasi yang rendah (low heat port land
cement) jenis ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan yang
memerlukan panas hidarasi serendah-rendahnya. Untuk mengurangi panas
hidrasi yang terjadi (penyebab retak), maka pada semen jenis ini senyawa
C3S dan C3A dikurangi. Selain itu, semen jenis ini kekuatannya tumbuh
lambat. Semen jenis ini biasanya digunakan pada bangunan-bangunan
sebagai berikut:
- Konstruksi DAM
- Basement
- Pembetonan pada daerah bercuaca panas.

5) Jenis V

Semen portland tahan sulfat (sulfate resisting portland cement). Jenis ini
merupakan jenis khusus yang maksudnya hanya untuk penggunaan pada
bangunan-banguan yang kena sulfat, seperti di tanah atau air yang kadar I
alkalinya tinggi. Pengerasan berjalan lebih lambat daripada semen biasa.

Proses pembuatan semen dapat dibedakan menurut :

a) Proses basah : semua bahan baku yang ada dicampur dengan air,
dihancurkan dan diuapkan kemudian dibakar dengan menggunakan bahan
bakar minyak, bakar (bunker crude oil). Proses ini jarang digunakan karena
masalah keterbatasan energi BBM.

b) Proses kering : menggunakan teknik penggilingan dan blending kemudian


dibakar dengan bahan bakar batubara. Proses ini meliputi lima tahap
pengelolaan yaitu :

(1) Proses pengeringan dan penggilingan bahan baku di rotary dryer dan
roller meal.

(2) Proses pencampuran (homogenizing raw meal) untuk mendapatkan


campuran yang homogen.

(3) Proses pembakaran raw meal untuk menghasilkan terak (clinker :


bahan setengah jadi yang dibutuhkan untuk pembuatan semen).

(4) Proses pendinginan terak.

(5) Proses penggilingan akhir di mana clinker dan gypsum digiling


dengan cement mill.
Dari proses pembuatan semen di atas akan terjadi penguapan karena
pembakaran dengan suhu mencapai 900 derajat Celcius sehingga
menghasilkan residu (sisa) yang tak larut, sulfur trioksida, silika yang larut,
besi dan alumunium oksida, oksida besi, kalsium, magnesium, alkali, fosfor,
dan kapur bebas.

2. Agregat

  Agregat adalah butiran mineral yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam
campuran mortar (aduk) dan beton. Agregat diperoleh dari sumber daya
alam yang telah mengalami pengecilan ukuran secara alamiah melalui proses
pelapukan dan aberasi yang berlangsung lama. Atau agregat dapat juga
diperoleh dengan memecah batuan induk yang lebih besar.

  Agregat halus untuk beton adalah agregat berupa pasir alam sebagai hasil
disintegrasi alami dari batu-batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan
oleh alat-alat pemecah batu dan mempunyai ukuran butir 5 mm.

  Agregat kasar untuk beton adalah agregat berupa kerikil kecil sebagai hasil
disintegrasi alami dari batu-batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh
dari pemecahan batu, memiliki ukuran butir antara 5-40 mm. Besar butir
maksimum yang diizinkan tergantung pada maksud pemakaian.

Pada teknologi beton, agregat terdiri dari banyak klasifikasi, yaitu;

Ditinjau dari asalnya

a. Agregat alam

  Pada umumnya agregat alam menggunakan bahan baku alam atau hasil
penghancurannya. Jenis batu alam yang baik untuk agregat adalah batuan
beku. Jenis batu endapan atau metamorph juga dapat dipakai meskipun
kualitasnya masih perlu dipilih. Batuan yang abaik untuk agregat adalah
butiran-butiran yang keras kompak, tidak pipih , kekal (volume tidak mudah
berubah karena perubahan cuaca), serta tidak terpengaruh keadaan
sekelilingnya.

Agregat alam dapat dibedakan atas tiga kelompok:

1. kerikil dan pasir alam agregat jenis ini merupakan hasil penghancuran
oleh alam dari batuan induknya. Seringkali agregat ini terdapat jauh dari
asalnya karena terbawa arus air atau angin, dan mengendap di suatu tempat.
Pada umumnya pasir dan kerikil yang terbawa arus air berbentuk bulat,
sehingga dianggap baik untuk agregat aduk atau beton. Umumnya pula jenis
agregat ini bentuknya berubah-ubah dan tidak homogen sehingga dalam
penggunaannya untuk beton diperlukan perhatian khusus. Karena perubahan
susunan butir agregat sangat berpengaruh terhadap sifat beton yang dibuat
agregat tersebut.

2. Agregat batu pecah,Jenis batu yang baik untuk agregat ini adalah batuan
beku yang kompak. Di dalam pemakaiannya, batu pecah membutuhkan air
lebih banyak karena luas bidang permukaannya relatif lebih luas. Dengan
demikian untuk mendapatkan kelecakan aduk tertentu dan faktor air semen
sama, beton dengan agregat batu pecah akan menggunakan semen sedikit
lebih banyak daripada beton dengan menggunakan pasir atau kerikil alam.
kekuatan beton dengan batu pecah biasanya juga lebih tinggi, karena daya
lekat perekat pada permukaan batu pecah lebih baik daripada butiran yang
halus. Macam-macam batu yang cocok digunakan untuk agregat beton yaitu:

a) Batu kapur adalah hasil sedimentasi yang komposisi utamanya adalah


kalsium karbonat. Semakin keras dan padat jenis batu kapur ini semakin
cocok untuk pembuatan beton.

b)  Batu api. Meliputi granit, basalt, dolerit, gabbros dan porphyries. Granit
adalah keras ulet dan padat sehingga merupakan agregat yang baik untuk
beton. Basalt merupakan batu api yang menyerupai granit, tetapi struktur
butirnya lebih halus karena pendinginan yang cepat pada proses
pembentukannya. Dolerit mempunyai struktur butir kristal yang halus dan
mengandung felspar banyak. Beberapa dolerit bilamana digunakan untuk
beton dapat menyebabkan retak-retak dan menggangggu penggunaannya.
Diketahi bahwa batu ini mengembang dan menyusut sesuai dengan
kelembaban.

c) Sandstone. Sandstone bervariasi mulai dari yang paling keras dengan


komposisi butiran yang berdekatan , sampai yang lebih lunak dengan butiran
yang lebih lepas, seperti batu tulis yang berpasir, dimana adanya tanah liat
menyebabkannya menjadi lunak, gampang pecah dan daya serapnya tinggi.

d) Batu tulis biasanya agregat yang tidak baik , lunak, lemah, dan berlapis
dan daya serapnya tinggi. Selain itu bentuknya yang pipih menyebabkan
partikel-partikel ini sulit dipadatkan di dalam beton.

e) Batuan metamorforsa, bervariasi dalam karakternya. Marmer dan


quartzites biasanya pejal, padat, serta cukup ulet dan kuat.

3. Agregat batu apung ,merupakan agregat alamiah yang ringan dan umum
digunakan. Penggunaan batu apung harus bebas dari debu volkanik halus
dan bahan-bahan yang bukan volkanik, misalnya lempung. Batu ini memiliki
sifat isolasi panas yang baik.

4. Agregat buatan adalah suatu agregat yang dibuat dengan tujuan


penggunaan khusus, atau karena kekurangan agregat batuan-batuan alam.
Adapun sebagai berikut:

1) klinker dan breeze

Pada umumnya klinker dianggap sebagai bahan yang dibakar sempurna,


massanya mengeras dan berinti, serta terisi bahan yang sedikit terbakar.
Adapun breeze merupakan bahan residu yang kurang keras dan kurang baik
pembakarannya, sehingga mengandung lebih banyak bahan yang mudah
terbakar. Kuantitas bahan yang mudah terbakar akan mempengaruhi
rambatan kelembapan. Makin banyak bahan yang mudah terbakar semakin
besar pula terjadinya rambatan kelembapan.Sumber utama jenis agregat ini
adalah stasiun pembangkit tenaga dimana ketel uap dipanasi dengan bahan
bakar padat. Agregat jenis ini banyak dipergunakan untuk memproduksi blok
dan pelat untuk partisi/penyekat dalam dan tembok interior lainnya.

2) agregat yang berasal dari bahan-bahan yang mengembang


tanah liat dan batu tulis yang terjadi secara alamiah dapat dipergunakan
unytuk membuat bahan berpori yang ringan, dengan permukaan yang
berbentuk sel-sel dengan pemanasan sampai suhu sekitar 1000 ⁰C – 2000 ⁰C.

3) cooke breeze

cooke breeze adalah hasil tambahan dari sisa bakaran bahan bakar batu arang
yang kurang sempurna pembakarannya, biasanya terdapat pada dapur-dapur
rumah tangga di negara-negara Eropa dan Amerika. Cooke breeze
mengandung banyak sekali arang, kadang mencapai 75 %. Kandungan arang
yang banyak tadi akan menghambat pengerasan semen sehingga dalam
pemakaiannya perlu mendapat perhatian.

4) Hydite

Agregat jenis ini dibuat dari tanah liat (shale) yang dibakar dalam dapur
berputar. Tanah liat kering atau yang bergumpal – gumpal atau pecahan
shale dibakar mendadak dalam dapur berputar pada suhu tinggi. Dengan
demikian bahan akan membengkak. Hasilnya merupakan bongkahan-
bongkahan tanah yang mengembang serta hampir leleh, kemudian
dihancurkan dan diayak hingga mencapai susunan butir yang diperlukan.

5) Lelite

Lelite dibuat dari batu metamorpora atau shale yang mengandung senyawa-
senyawa karbon. Bahan dasarnya dipecah kecil-kecil, kemudian dilakukan
pembakaran dalam dapur vertikal pada suhu yang tinggi (± 1550 ⁰C). Pada
suhu ini butiran-butiran akan mengembang dan terkumpul di bawah (dasar)
dapur berupa lempeng-lempeng yang berlubang seperti rumah lebah. Dari
lempeng-lempeng ini dibuat bahan tambah dengan memecah dan
mengayaknya untuk mendapatkan butiran-butiran dengan ukuran tertentu.
Lempeng itu sendiri dapat dipergunakan untuk unsur bangunan guna
menghambat suara dan panas.

Ditinjau dari berat jenisnya

Ditinjau dari berat jenisnya, agregat dibedakan menjadi tiga macam, sebagai
berikut:
1. Agregat Ringan

  Agregat ini adalah agregat yang memiliki berat jenis kurang dari 2,0, dan
biasanya digunakan untuk beton non struktural. Agregat ini juga dapat
digunakan untuk beton struktural atau blok dinding tembok. Kelebihan
agregat ini adalah memiliki berat yang rendah , sehingga strukturnya ringan
dan fondasinya dapat lebih kecil. Agregat ini dapat diperoleh secara alami
maupun buatan.
Beberapa contoh agregat ringan : agregat batu apaung, rocklite, lelite, dan
sebagainya.

2. Agregat Normal

  Agregat normal adalah agregat yang memiliki berat jenis antara 2,5 sampai
2,7. agregat ini berasal dari batuan granit, basalt, kuarsa, dan sebagainya.
Beton yang dihasilkan memiki berat jenis sekitar 2,3 dengan kuat tekan
antara 15 Mpa sampai 40 Mpa. Betonnya dinamakan beton normal.

3. Agregat Berat

  Agregat ini memilik berat jenis lebih dari 2,8. contoh agregat berat ,
misalnya magnetik (Fe2O4), barytes (BaSO4), dan serbuk besi. Beton yang
dihasilkan juga memiliki berat jenis tinggi (sampai 5,0), yang efektif sebagai
pelindung sinar radiasi sinar X.

Ditinjau dari Bentuknya

  Ditinjau dari bentuknya, agregat dapat dibedakan atas agregat bulat,


bersudut, pipih, dan memanjang. Adapun sebagai berikut:

A. Bulat

 Agregat jenis ini biasanya berasal dari sungai atau pantai dan mempunyai
rongga udara minimum 33%. Agregat ini hanya memerlukan sedikit pasta
semen untuk menghasilkan adukan beton yang baik. Agregat jenis ini tidak
cocok untuk beton mutu tinggi maupun perkerasan jalan raya. Agregat
berbentuk bulat sebagian mempunyai rongga udara yang lebih besar
daripada agregat bulat, yaitu berkisar 35-38%. Dengan demikian agregat
jenis ini membutuhkan pasta semen lebih banyak untuk mendapatkan beton
segar yang baik (dapat dikerjakan).

B. Bersudut
Bentuk ini tidak beraturan, memiliki sudut-sudut yang tajam dan
permukaannya kasar. Termasuk jenis ini adalah semua jenis batu pecah hasil
pemecahan dengan mesin. Agregat ini memiliki rongga yang lebih besar,
yaitu antara 38% sampai 40%. Ikatan antar butirnya baik sehingga
membentuk daya lekat yang baik. Agregat jenis ini baik untuk membuat
beton mutu tinggi maupun lapis perkerasan jalan.

C. Pipih

 Agregat jenis ini adalah agregat yang memiliki perbandingan ukuran


terlebar dan tertebal pada butiran itu lebuh dari 3. Agregat ini berasal dari
batu-batuan yang berlapis.

D. Memanjang (Lonjong)

Butiran agregat dikatakan memanjang jika perbandingan ukuran yang


terpanjang dan terlebar lebih dari 3.

Ditinjau dari tekstur permukaan

1) Agregat dengan permukaan seperti gelas, mengkilat. Contoh: flint hitam,


obsidian.

2) Agregat dengan permukaan kasar. Umumnya berupa pecahan batuan,


permukaan tampak kasar tampak jelas bentuk kristalnya. Contoh jenis ini:
basalt, felsite, batu kapur, dan sebagainya.

3) Agregat denga permuakaan licin. Biasa ditemukan pada batuan yang


butiran-butirannya sangat halus. Contoh: kerikil sungai, chart, batu lapis, dan
sebagainya.

4) Agregat dengan permukaan berbutir. Pecahan dari batuan ini menunjukan


adanya butir-butir bulat yang merata. Misalnya batuan pasir, colite.

5) Agregat berpori dan berongga.

3. Air dan Bahan Campuran

  Beton menjadi keras karena reaksi antara semen dan air. Oleh karena itu,
air yang dipakai untuk mencampur kadang-kadang mengubah sifat semen.
Air yang digunakan adalah air yang bersih, tidak mengandung minyak,
lumpur dan bahan-bahan kimia yang dapat merusak kekuatan beton. Untuk
itu diperlukan pemeriksaan terlebih dahulu apakah air itu cocok untuk
dipakai sebagai campuran beton atau tidak. Cara berikut ini dipergunakan
untuk pemeriksaan tersebut: Waktu set semen dan kekuatan tekan diukur
untuk mortar yang dicampur dengan air bersih dan yang dicampur air yang
diuji, hasil pengukurannya dibandingkan. Sedangkan air laut hanya dapat
dipakai untuk beton yang tidak mempergunakan baja tulangan karena
mengandung garam yang dapat menyebabkan baja berkarat.

  Bahan campuran ditambahkan dengan maksud agar dapat memperbaiki


sifat beton yang lemah dan mengeras. Bahan campuran dibagi menjadi dua
kelompok: yang pertama ialah bahwa volume yang ditambahkan harus
diperhitungkan pada pengadukan beton dan yang ditambahkan tidak perlu
diperhitungkan. Yang pertama disebut bahan campuran dan yang kedua
disebut zat campuran.

  Ada beberapa ma cam bahan campuran. Contoh khas adalah bahan yang
memiliki sifat hidrolik tersembunyi seperti pozolan, abu terbang, slag tanur
tinggi, dan berbagai bahan penambah.

  Ada beberapa jenis zat campuran yang digolongkan menurut fungsinya


yaitu zat pembawa dan zat untuk pendispersi (zat penghilang air). Zat
pembawa dipakai untuk memperbaiki kemampuan pengerjaan dengan
mencampur sejumlah optimum udara ke dalam beton. Termasuk ke dalam
golongan ini adalah resin vinol. Zat untuk pendispersi dipergunakan untuk
mencegah tersetnya partikel dalam semen. Jika zat ini dibubuhkan dalam
beton, kecairan beton akan bertambah. Garam kondensat tinggi dari asam
sulfonat melamin dan sebagainya temasuk golongan zat pendispersi.

BAB 2
SIFAT FISIS DAN MEKANIS BETON

Sifat beton yang terdiri dari sifat fisis dan mekanis, yang
dimaksudkan adalah sifat beton yang dikehendaki di dalam
perencanaan suatu konstruksi beton. Pada umumnya para teknisi dan
perencana menghendaki bahwa bangunan beton tersebut haruslah
kuat, tahan lama dan ekonomis serta memberi perasaan aman dan
tenteram bagi penghuninya.
Untuk maksud tuntutan tersebut, maka perlu dibahas sifat-sifat fisis
dan mekanis beton seperti di bawah ini.
- Workability
- Durability (keawetwn atau ketahanan)
 Ketahanan terhadap pengaru cuaca
 Ketahanan terhadap pengaru kimia
 Ketahanan terhadap erosi
- Kekuatan
 Kekuatan tekan beton
 Kekuatan tarik beton
- Modulus elastisitas
- Sifat creep beton
- Penyusutan beton (penyusutan elastis dan lastis)
- Sifat permeabiality beton
- Bleeding
- Sigreation
- Proses perawatan beton

1. Workability
Workability adalah salah satu sifat beton yang dikehendaki pada
setiap perencanaan adukan beton. Arti workability ialah kemudahan
pengerjaan beton untuk dicampur, dicor dan diangkut serta didapatkan
tanpa mengurangi homogenitas beton dan beton tak terurai, bleeding
berlebihan untuk mencapai kekuatan yang direncanakan workability
ini tergantung pada konsistensi beton, dan konsistensi beton
tergantung pada:
- Proporsi campuran
- Sifat-sifat dari individu material beton (pasir, kerikil),
misalnya permukaan aggregate, bentuk aggregate dan dan
lain sebagainya.
- Diameter maksimum aggregate kasar.
- Jenis konstruksi yang akan dibangun.
- Temperatur.

17,5

15

12,5 ø max : 1 ½” ø max : 6” 7,5


2,5
MP (Cm)

10 5
0
Hubungan antara
40 50 60 70 80 90 slump dan
100 F temperatur
dengan 2
diameter
maksimum dari
aggregate kasar.
4 10 16 21 27 32 38 C
Temper
aur
Grafik 1
Pada Grafik 1 terlihat spesi beton yang berdiameter lebi besar, slump-nya makin
rendah, jika temperatur makin tinggi slump-nya makin rendah.

Klususnya untuk mengatasi pengaru temperature udara luar kenaikan 50C dari kondisi
normal (250) perlu di tsmbsh sir sebanyak 5kg/m

Tabel 1. Kebutuhan air bebas untuk beberapa tingkat kemudahan pengerjaan beton
tertentu
SLUMP 0– 10 – 50 – 60 -
10 50 60 180
Ukuran untuk Type dari Air Bebas untuk 1 m Beton
3
aggregate aggregate
(mm)
1 Uncrushed 150 140 205 225
0
Crushed 180 205 210 250
2 Uncrushed 135 160 180 105
0
Crushed 170 190 210 225
4 Uncrushed 115 140 160 175
0
Crushed 155 175 190 205

Pada Tabel 1 menunjukkan pula pengaruh ukuran diameter


butir max dan type aggregate terhadap pengaruh workability beton.

Bila proporsi aggregate kurang baik mengakibatkan adanya ruang


kosong pada spesi beton dan sifat kohesive dari spesi beton kurang
sehingga workability rendah selain itu juga yang perlu diperhatikan
di sini adalah ø max
< 40 mm, dan pasir yang lolos pada diameter 0,3 mm harus cukup (±10 – 20
%).
Untuk material yang permukaannya halus dan agak bulat,
akan menghasilkan spesi beton yang workability-nya lebih tinggi
dan pada spesi beton yang permukaannya kasar dan pipih.
Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa air bebas untuk kerikil
terlihat lebih sedikit jumlah kebutuhan air bebasnya daripada
kebutuhan air bebas untuk batu pecah. Mengenai pengaruh jenis
konstruksi diterangkan bahwa: tiap-tia
jenis konstruksi mempunyai tingkatan workability yang berbeda dan untuk
tepatnya dianjurkan pemilihan workability-nya berpedoman pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai-nilai slump untuk berbagai-bagai pekerjaan beton

Slump (Cm)
Uraia
Maximu Minimu
n m m
Dinding, pelat pondasi dan 12,5 5,0
pondasi
telapak bertulang
Pondasi telapak tidak bertulang 9,0 2,5
kaison
dan konstruksi di bawah tanah
Pelat, balok, kolom dan dinding 15,0 7,5
Pengerasan jalan 7,5 5,0
Pembetonan masal 7,5 2,5

Untuk maksud-maksud dan alasan-alasan tertentu, maka dengan


persetujuan Pengawas Ahli, dapat dipakai nilai-nilai slump yang
menyimpang daripada yang tercantum dalam Tabel 2 asal dipenuhi
hal-hal sebagai berikut:
- Beton dapat dikerjakan dengan baik.
- Tidak terjadi pemisahan dari adukan.
- Mutu beton yang disyaratkan tetap terpenuhi.

2. Durability(Keawetan = Ketahanan)
Sebenarnya durability (= ketahanan) beton sama pentingnya
dengan persyaratan-persyaratan kekuatan (= strength) dan
kemudahan pengerjaan beton (workability). Walaupun demikian
pentingnya masalah durability atau keawetan beton ini sangat
sukar untuk diukur, selain itu penyelidikan keawetan atau
ketahanan beton ini memerlukan waktu penyelidikan yang cukup
lama, sebab penyelidikan ketahanan dalam waktu yang pendek tak
akan menghasilkan pekerjaan yang teliti yang bisa menunjukkan
ukuran ketahanan konstruksi beton.

Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai ketahanan beton


yang dimaksud, pada prinsipnya ada 3 ketahanan yang harus
dimiliki beton antara lain:
1. Ketahanan terhadap keadaan cuaca (= weathering resistance)

2. Ketahanan terhadap pengaruh bahan kimia yang

meliputi bahan kimia dan lingkungan agressif


(resistance to chemical deterioration)
3. Ketahanan terhadap erosi (resistance to erosion)

1. Ketahanan terhadap keadaan cuaca (=weathering resistance)


Persyaratan ketahanan beton terhadap pengaruh cuaca
adalah penting, beton harus tahan terhadap kerusakan-
kerusakan yang mungkin timbul karena pengembangan dan
penyusutan akibat perbedaan temperatur (temperatur siang dan
temperatur malam) yang menyebabkan beton yang basah tiba-
tiba akan menjadi kering sehingga timbul retak dan
sebagainya. Untuk mencegah pengaruh pengerusakan akibat
pengaruh cuaca, maka yang perlu diperhatikan bahwa beton
tersebut harus dibuat sedemikian sehingga kedap air dan
mempunyai perubahan perbedaan volume kecil, dengan
mengadakan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pemilihan aggregate yang tepat dan baik (diameter
maximum keras dan tidak porus, serta bentuk yang tak
pipih).
b. Perawatan yang sempurna (curing).
c. Homoginitas campuran beton harus dijaga.
d. Penggunaan faktor A/C yang rendah.
e. Penggunaan air seminimal mungkin.

2. Ketahanan terhadap pengaruh bahan kimia yang meliputi


bahan kimia dan lingkungan agressif (resistance to chemical
deterioration)
Ketahanan terhadap pengaruh bahan kimia (resistance to
chemical deterioration). Kelapukan beton bisa disebabkan
karena reaksi mineral- mineral tertentu dari alkali yang
terkandung dalam semen. Oleh sebab itu pada pemakaian
semen yang berkadar alkali yang tinggi, maka dianjurkan agar
pemilihan aggregate kasar (batuan) yang akan dipakai sebagai
material spesi beton harus hati-hati. Dan sebaiknya aggregate
tersebut diperiksa lebih dahulu di Laboratorium yang
bersangkutan. Alkali dalam hal ini dinyatakan dengan Na2O +
0,658 K2O dan harus < 0,5 – 0,6 persen semen. Bahan-bahan
mineral yang mempunyai sifat reaktive dan pengrusak yang
umumnya terdapat di aggregate alam di Indonesia ialah silica,
glasses, sulfides, clay dan mica, garam atau bahan organis.
Tanda-tanda bahwa beton mengalami proses pelapukan karena
pengaruh kimia adalah:

- Terjadi pengembangan pada beton.


- Terjadi retak-retak yang menyeluruh di semua atau
sebagian besar tempat.
- Pelapukan sedikit demi sedikit atau rontok sedikit demi sedikit.
- Permukaan beton kelihatan kotor dan dalam beton
kemungkinan timbul kelebihan udara/gelembung-
gelembung udara.
- Porisitas besar.

Selain kelapukan beton akibat dari material betonnya


sendiri, kelapukan beton bisa juga akibat dari pengaruh kontak
bahan kimia dari sekeliling daerah beton itu, hal ini terjadi
misal pada beton yang digunakan di laut, di dalam tanah yang
agressif dan sebagainya.
Tabel yang menunjukkan reaksi beberapa mineral kimia
pada beton yang tak terlindung (L) Concrete Manual.
Mineral yang bisa mempengaruhi Tingkatan pengaruh
durability mineral
dari beton terhadap beton
1. Petrolium oil, heavy, light and velatile None
2. Coal tar distilation None or very
3. Inorganic acid slight
4. Organic materials Disintegration
- Acetic acid
- Oxalic and dry carbonic acids Slow
- Carbonic acid in water disintegration
- Lactic and tannic acids None
- Vegetable oils Slow
5. Inorganic salts attack Do
- Sulfates of calcium sodium Slight or very slight
magnesium, potassium,
aluminium, iron attack Active attack
- Chlorides of sodium, potascium
- Chlorides of magnesium None
6. Miscellaneaus Slight attack
- Milk
- Svage juices Slow
- Mollasses, corn sirup and glucose
attack Do
Slight attack
Tabel pengaruh tanah dan air yang mengandung bermacam-
macam consistensi sulfat, concrete manual.

Reaktive degree Present water p.p.m. sulfates (as


sulfat atack saluble (SO4) in water
sulfate (SO4) in
soil samples
samples
Negligible 0,00 to 0,10 0 to 150
Positive 0,10 to 0,20 150 to 1000
Considerable 0,20 to 0,50 1000 to 2000
Severe Over 0,50 Over 2000
Melihat kenyataan, dan penjelasan di atas perlu beton
dicegah kelapukannya akibat pengaruh manual-
manual kimia tersebut agar beton
mempunyai ketahanan terhadap bahan tersebut. Untuk hal ini
maka perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Penggunaan aggregate yang tepat (gradasi, kekerasan,
mungkin bila perlu dikirim ke laboratorium untuk
penyelidikan seperlunya.
- Homogenitas beton dijaga.
- Penggunaan A/C yang optimum.
- Penggunaan air yang seminimum mungkin.
- Pemilihan tipe semen yang harus disesuaikan dengan
fungsi dari pengaruh agresive lokasi di mana konstruksi
beton dibangun.
- Pemadatan yang baik.
- Bila perlu menggunakan bahan addesive yang bisa
membuat atau menambah kekedapan beton dan ketahanan
beton terhadap sulfat.

3. Ketahanan terhadap erosi (resistence to erosion)


Kerusakan permukaan beton pada umumnya disebabkan
karena pengaruh-pengaruh gosokan atau tumburan bahan-
bahan dari luar. Misalnya pada saluran atau bangunan yang
menyalurkan/mengalirkan air, kerusakan permukaan beton
disebabkan oleh geseran oleh arus air yang membawa material
kecil-kecil atau oleh karena kekuatan tumbukan air (ombak).
Dan pada jalan yang terbuat dari beton kerusakan permukaan
betonnya disebabkan pengaruh tumbukan atau geseran dari
roda-roda kendaraan yang melewatinya. Selain itu kerusakan
permukaan beton juga bisa karena hembusan-hembusan angin
yang cukup kuat dan kontinue serta kekuatan arus yang
ditimbulkan oleh aliran salju.
Untuk mengurangi pengaruh erosi ini atau untuk
menambah atau membuat beton yang mempunyai ketahanan
ini maka perlu adanya pertimbangan-pertimbangan sebagai
berikut:
- Bentuk konstruksi dibuat sedemikian rupa, sehingga bisa
mengurangi pengaruh kekuatan geseran, geseran dan
tumbukan yang terjadi pada konstruksi tersebut.
- Mutu/kualitas beton cukup baik.
- Langkah-langkah untuk memperoleh durability beton.
- Langkah-langkah untuk memperoleh durability seperti apa
yang diterangkan di atas, secara umum bisa dengan
pembatasan jumlah semen minimum dan dengan
pembatasan faktor air semen maksimum (Tabel 3).

Tabel 3. Jumlah semen minimum dan nilai faktor air semen maximum

Jumlah Nilai faktor


Uraia semen air semen
n minimum maximum
per
m3 beton (kg)
Beton di dalam ruang
bangunan: 275 0,60
a. Keadaan keliling non
korosif
b. Keadaan keliling korosif
disebabkan oleh
325 0,52
kondensasi atau uap-uap
korosif
Beton di luar ruang bangunan:
a. Tidak terlindung dari hujan 325 0,60
dan terik matahari langsung
b. Terlindung dari hujan dan 275 0,60
terik
matahari langsung
Beton yang masuk ke dalam
tanah: 325 0,55
a. Mengalami keadaan
basah kering
berganti-ganti
b. Mendapat pengaruh sulfat 375 0,52
alkali dari tanah atau air
tanah
Beton yang kontinue
berhubungan dengan air: 275 0,57
a. Air Tawar
b. Air Laut 375 0,52

- Selain persyaratan tersebut juga disyaratkan bahan-bahan


beton sendiri harus keras, mempunyai permukaan yang
kasar dan tak pipih dan penggunaan diameter aggregate
sebesar-besarnya (ideal 40 mm). Dan juga aggregate harus
mempunyai sifat permebility yang baik (sukar ditembus
air).
- Curing atau perawatan minimum 2 minggu.
- Pemadatan cukup.
- Penggunaan bahan addesive yang bisa meningkatkan
durability beton.
- Pemilihan tipe semen yang sesuai dan sebagainya.

4. Strength
1. Mutu Beton
Kenyataan menunjukkan bahwa mutu beton sangat
tergantung pada faktor A/C (prinsip DOE methode). Dan
penentuan A/C (perbandingan air dan semen) tergantung dari
durability yang dikehendaki. Selain itu kekuatan beton juga
tergantung ketelitian pelaksanaan pengecoran beton dan perawatan
(curing) beton tersebut.

2

1

2 1 AC

Grafik 2

Hubungan A/C dan tegangan tekan


beton : AC1> AC2
1<2
Curing Continue
6000

5000

4000

3000

2000

1000
0 3 7 14 28 90 100
Umu
r Grafik 3

Hubungan tegangan tekan beton yang dikeringkan dalam


ruangan Laboratorium setelah perawatan pendahuluan.
Temperatur pada saat perawatan (curing) juga mempengaruhi
kekuatan tekan beton. Hal ini bisa dilihat pada gambar grafik
hubungan tegangan tekan beton dan umur dengan perawatan yang
mempunyai temperatur yang berbeda-beda.
Data-
data:
W/C =
0,5

C.C = 363,
Type
semen = II

Aggregat
sungai
(batu
Grafik kali)
4

Bagaimana kelakukan beton bila ditekan lalu beton dilepas?


Kelakuan beton yang dibebani tekan dapat dinyatakan dalam
diagram tegangan regangan (b’ - b’)

BO//AC
P = plastis
v.e = Visco Elastis

Grafik 5
Keterangan :
Bila tekanan kecil, b’ kecil maka perubahan bentuk (b’)
berbanding lurus dengan b’  hk Hooke = b’ = Eb’.
Bila b’ besar, maka grafik akan melengkung ke bawah, sudut makin kecil
b
berarti modulus elastisitas E  , makin kecil.
b'
Misalkan diadakan pembebanan sampai A, maka akan terjadi
perpendekan 1. Bila beban dihilangkan beton akan berusaha
kembali ke bentuk semula.
Kembalinya tak melewati grafik AO, melainkan melalui ACDE (di mana AC
// DB).
CDE garis lengkung ACD terjadi bersamaan dengan kepergian
beban. Setelah itu pemulihan bentuk dari 3 ke E2 lambat sekali.
Pemilihan bentuk 2 ke E3 disebut perubahan unelastis atau visco

elastis. Ternyata ada perubahan bentuk yang tak pulih yaitu OE


(3).
Sesungguhnya bagian dari stress strain diagram beton tidak ada
yang lurus, untuk praktisnya pada permulaan dianggap lurus dan
di sini didapat modulus

elastis beton E 
Eb
Faktor-faktor yang mempengaruhi b beton :
- Umur beton
- Cara pengerjaan
- Faktor air semen (A/C)
- Banyaknya semen
- Sifat aggregat dan p.c
- Perawatan waktu mengeras
- Cara pembebanan (cepat, lambat)
- Macam pembebanan
- Bentuk beton yang dicoba
- Milieu sekitarnya
- Dan lain-lain.

2. Kokoh tarik beton :


Kokoh tarik beton pada prinsipnya harus ditentukan dari
percobaan tarik langsung, tetapi percobaan ini sulit dilaksanakan.
Percobaan yang biasa dipakai sampai saat ini adalah percobaan-
percobaan lentur pada prisma dengan penampang 10 x 10 cm,
berumur 28 hari atau dapat pula dengan cara sebagai berikut:

Gambar 1

Untuk dua jenis percobaan ini kokoh tarik beton ( br)


ditentukan dengan rumus:
2P
br = (Silinder)
d.e

2P
br = (Kubus)
 a2
Sebagai data-data pendekatan dapat diambil secara kasar bahwa:
- Kokoh tarik lentur beton = tl = 10% kokoh tekan beton
- Kokoh tarik beton = br = 5% w’28 (kubus)
Dalam PBI 1971, tabel 10.4.2, ditunjukkan kekuatan tarik dan
lentur dari beton.

Batas hancur pada tegangan tetap

Regangan beton

Grafik 6
Tegangan yang diijinkan
Notas (kg/cm2)
i Pada pembebanan tetap Pada pembebanan sementara
Kekuatan tekan beton ’bk B1 K12 K17 K22 Umum B1 K12 K17 K22 Umum
5 5 5 5 5 5
karakteristik 100 125 175 225 ’b 10 125 175 225 ’b
k 0 k
Lentur tanpa dan/atau
dengan gaya normal:
Teka ’b 35 40 60 75 0,3 ’bk 55 70 100 125 0,5 ’bk
b 5 5,5 6,5 5,5 3 ’bk 7 7,5 9 10 6 ’bk
n
0,3 0,6
Tari
6 5
k
Gaya
aksial : ’bs 35 40 60 75 0,3 ’bk 55 70 100 125 0,5 ’bk
Tek 3 6
bs 4 4 5 5,5 ’bk 5 5,5 6,5 7,5 ’bk
an 0,3 0,5
Tari 6 1
k
Geser oleh lentur atau
puntir: Tanpa b 4,5 5 5,5 6,5 0,4 ’bk 7 7,5 9 10 0,6 ’bk
tulangan geser b 11 12 14 16 3 ’bk 17 19 22 25 8 ’bk
Dengan tulangan m 1,0 1,7
8 0
geser
Geser oleh lentur
dengan puntir:
Tanpa tulangan b 5,5 6 7 8 0,5 ’bk 8,5 9,5 11 13 0,8 ’bk
geser Dengan b 14 15 18 20 4 ’bk 21 24 28 32 5 ’bk
tulangan geser m 1,3 1,7
5 0
Geser pons pada
penampang kritis:
Tanpa tulangan bp 6,5 7,5 8,5 10 0,6 ’bk 10 11 13 15 1,0 ’bk
bp 13 15 17 20 5 ’bk 20 22 26 30 2 ’bk
geser Dengan
m 1,3 2,0
tulangan geser
0 4

Untuk ø # 1 nilai-nilai tegangan yang diijinkan menurut tabel di atas harus dikalikan.
5. Modulus Elastisitas Beton (Eb) :

E
Untuk material yang memenuhi hukum Hooke berlaku .
umum:
E
Sebagaimana diterangkan tidak ada perbandingan lurus antara b’ dan
b’ pula E sangat dipengaruhi oleh banyaknya faktor.
Juga kelembaban sekitarnya sangat mempengaruhi. Untuk kesederhanaan
perhitungan- perhitungan, maka telah ditempuh pendekatan-pendekatean,
yaitu untuk kualitas beton tertentu dipakai suatu E constant tertentu pula.
Ada yang mengambil E dengan cara scant modulus Eb’ = tg 
di mana : A tegangan beton yang diizinkan.
E dinamis = tg  t
R.V.B  Eb’ = (200 + 1/3  n’) 103 kg/cm2
Perbandingan harga Eb’ untuk berbagai-bagai
negara.

Tabel 5

’2 Belanda Jerman Eb’ Perancis Inggris


8
300 300.000 300.000 32.000 265.000
450 350.000 350.000 382.000 340.000
600 400.000 400.000 44.000 360.000

FIP  untuk perencanaan cepat dan berubah-ubah, modulus elastisitas


beton di arah memanjang dihitung dengan rumus:
j' m
Eb'  kg/cm2
21.000

jm1 = kokoh beton silinder rata-rata


berumur j hari Bila memakai kubus :
Eb'  21.000
jm1 . 0,83  19.000
j' m
6. Creep Beton
Creep beton sukar diamati sebab kejadian creep beton ini bersamaan
dengan kejadian susut beton.
Creep ialah perubahan bentuk tambahan (yang berbentuk plastis) di
samping perubahan bentuk elastis akibat pembebanan tetap.
Bila pembebanan tetap cukup lama di samping perubahan elastis yang
terjadi, maka dapat dicatat bahwa perubahan bentuk masih terus
berlangsung. Sebab dari perubahan bentuk tersebut belakangan ini adalah
karena sifat creep dan susut beton.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya creep:
- Kelembaban sekitarnya
- Volume yang ditinjau/ukuran, dan bentuk penampang
- Susunan campuran beton terutama pemakaian semen
- Umur beton pada saat dibebani
- Lamanya pembebanan
- Kualitas beton
- Macam pembebanan
- Dan lain sebagainya.

7. Penyusutan Beton
Penyusutan adalah perpendekan akibat mengering dan proses kimia
fisik pasta cement sekeliling bahan pengisi yang terjadi beton pada waktu
mengeras. Beton menyusut di ketiga arah dimensi kira-kira sama.
Penyusutan adalah suatu gejala yang sulit dipelajari sebagaimana
diketahui gejala susut dan creep ini pada suatu konstruksi beton pratekan
terjadi berbarengan. Besarnya penyusutan merupakan suatu fungsi dari
waktu. Elemen konstruksi beton kecil menyusut lebih cepat dan lebih
banyak daripada elemen besar karena pengeringannya lebih cepat.
Elemen-elemen yang besar mencapai tokoh beton yang lumayan
lebih dahulu sebelum banyak mengering, karena ini penyusutan menjadi
lebih kecil. Sebelum mempelajari pemakaian rumus-rumus praktis
sebaiknya mendapat bayangan lebih dahulu akan faktor-faktor yang
mempengaruhi besarnya penyusutan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya penyusutan:

a. Cement
Belum ada angka-angka yang pasti yang menunjukkan bagaimana
pengaruh susunan kimia dan kehalusan terhadap penyusutan ini. Hanya
dapat dilihat dari hasil-hasil penyelidikan bahwa makin lembut
mungkin besar terjadinya pecah- pecah. Selanjutnya orang Portugal
membuktikan bahwa peningkatan kadar tricalcium aluminat (C3A)
dapat pula memperbesar kemungkinan pecah-pecah, tetapi ditunjukkan
pula bahwa butir-butir semen yang sangat lembut proses pengerasannya
dan juga kekuatannya kemungkinan pecah tidak mudah terjadi.
b. Faktor air semen (W/C)
Semakin besar W/C semakin besar pula penyusutannya. Sedapatnya
pemakaian W/C yang besar harus dihindarkan karena ini lebih banyak
membawa kerugian- kerugian daripada keuntungannya seperti
(kekuatan turun, creep besar, kekedapan berkurang).
c. Bahan pengisi
Penyelidikan menunjukkan bahwa butir-butir bahan pengisi yang besar-
besar dapat mengurangi penyusutan, butir-butir ini menghalangi
penyusutan dari semen pasta yang membalutnya.
d. Susunan campuran dari bahan pengisi
Juga penyelidikan menunjukkan bahwa bahan pengisi beton yang
mempunyai modulus kehalusan besar, akan mempunyai nilai
penyusutan kecil.
e. Perbandingan antara pasta semen dan bahan pengisi
Beton yang mempunyai bahan pengisi lebih banyak dibandingkan
dengan pasta semennya akan mempunyai nilai susut lebih kecil.
f. Intensitas pengadukan
Makin homogen pengadukan akan membuat hasil baik pada kekuatan
beton, kedap air, penyusutan dan creep (kecil).
g. Kelembaban udara dan umur
h. Ukuran dan bentuk konstruksi
Sebagaimana dijelaskan di depan, ukuran konstruksi sangat
mempengaruhi besar penyusutan bagian konstruksi yang ditinjau. Jelas
bahwa konstruksi beton ringan gampang sekali mengering
dibandingkan terhadap badan beton yang masif.
Untuk membatasi penyusutan, maka hal-hal di bawah ini harus
diperhatikan:
1) Cement

a) Pakai jenis semen yang mempunyai niai susut rendah.

b) Batasi pemakaian semen.

2) Air

a) Batasi pemakaian air (W/C).

b) Usahakan menurunkan W/C dengan memakai bahan-bahan

pembantu yang tidak mengurangi kedap air dan merusak baja


prategang.
3) Bahan pengisi

a) Gradasi bahan pengisi harus padat.

b) Terlalu banyak pasir halus memperbesar penyusutan.

c) Bahan pengisi dengan permukaan kasar dan besar mengurangi


penyusutan
4) Pengering

a) Membatasi beton yang mengeras sampai beberapa minggu

sangat berguna (min. 14 hari).


b) Lindungi beton yang mengeras terhadap sinar matahari dan angin
keras.

8. Kekedapan Beton (Watertightness)


Yang diartikan kekedapan beton ialah ketahanan beton terhadap
merembesnya atau meresapnya air masuk (penetrasi) ke dalam celah-celah
yang terdapat dalam spesi beton. Untuk membuat beton yang kedap air ini
sangatlah sulit sebab material-material dari beton sendiri (semen, pasir,
kerikil, batu pecah) bukan merupakan bahan yang tak dapat ditembus air
(impermeable material). Jadi yang dimaksud beton kedap air adalah beton
yang mempunyai angka permeability tertentu sehingga untuk menembus
lapisan beton tersebut memerlukan waktu yang panjang.
Permeability (cm/sc) sangat tergantung dari porisitas material yang
dipakai untuk membuat beton, selain itu cacat-cacat beton seperti retak-
retak, beton kurang
pemadatan, spesi beton yang bleeding, regregation, kekurangan lekatan
antara aggregate dan pasta semen, semuanya ini bisa mempengaruhi sifat
kekedapan beton. Oleh karena itu untuk membuat beton yang mempunyai
kedap air harus memperhatikan mengenai:
- Penggunaan atau faktor A/C  serendah mungkin (0,4 – 0,6).
- Homogenitas.
- Curing yang baik tergantung tipe semen yang digunakan.
- Aggregate yang tepat dan sebagainya ø max aggregate kasar  30 mm.
- Aggregate halus yang lolos 0,025 mm 15% besar pasir.
- Aggregate yang mempunyai coeffisien permeability sama dengan
semen.
- Consistensi beton sebaiknya plastis dan stabil.
- Kemungkinan penggunaan ultra fine semen atau portland untuk
menampah kekedapan beton.
Penggunaan water proofing adminture yang umum dan sudah diketahui
spesifikasi dan cara penggunaan.
Dipergunakan tutup permukaan yang tipis seperti aspaltic emulsion,
cement plaster, parafin atau silicone yang dicampur dingin cairan solvent.
Lapisan beton yang dicor jangan melampaui 40 cm setiap lapisan.

9. Bleeding
Bleeding adalah pemisahan air dari campuran beton, hal terjadi
dengan merembesnya air ke permukaan beton, selama beton diangkat,
digetar dalam pemadatan atau setelah beton sudah selesai pada
pengecoran. Bleeding biasanya terjadi pada campuran spesi beton yang
berkadar semen rendah atau campuran beton yang basah (kelebihan air),
atau campuran beton yang mempunyai slump tinggi. Pada campuran beton
A/C > 0,6, sering kedapatan kejadian bleeding ini.
Untuk mencegah bleeding maka air bebas beton dibagi semen +
fines (< 0,15 mm)  0,45, hal ini untuk campuran beton dengan slump >
6 cm dan untuk campuran
beton dengan slump ( < 6 cm) low Air

workability) 0,50 cement 
fines
Pedoman pembatasan jumlah semen + fines ( < 0,3 mm) yang disarankan:
Tabel 6
ø Semen + fines ( < 0,3 mm)
max yang disarankan per m3
(mm beton (kg)
)
9,6 52
5
19 45
0
38 40
0
76 32
5

Tindakan pencegahan yang dilakukan pada campuran beton yang bleeding


ialah dengan menambah fines (ø 0,3 mm) yang berupa filler atau
puzzolana atau dengan menambah kadar semen. Tapi harus diingat bahwa
penambahan filler dan kadar semen ini bertendensi akan terjadinya susut
dan creep yang makin bertambah dan akan mengakibatkan beton akan
retak. Untuk ini maka penambahan filler dan kadar semen dibatasi dengan
persyaratan seperti anjuran pada tabel di atas.
10.Segregation
Bila aggregate kasar (batu pecah, kerikil) terpisah dari campuran
beton, selama pengangkutan, pengecoran dan pemadatan, campuran beton
dikatakan mengalami segregation (terjadi pemisahan beton terhadap spesi
semen). Beton yang mempunyai sifat segregation sangat sukar dipadatkan
dan juga hasilnyabeton terdapat kantung- kantung (lubang-lubang), tak
homogen dan permeability-nya kurang serta keawetan juga kurang. Resiko
segregation akan timbul bila:
a. Campuran beton yang kadar semen rendah.
b. Campuran beton yang kadar airnya terlalu tinggi.
c. Campuran beton yang kurang pasir.
d. Diameter maximum terlalu besar dibanding dengan demensi begisting.
e. Permukaan aggregate sangat kasar.
f. Bila aggregate terlalu berat dan terlalu ringan.
g. Gap graded.
h. Pengecoran, pengangkutan yang ceroboh.
i. Bila begisting banyak sudut-sudut yang tajam dan
kurang teratur. Pada prinsipnya dibedakan 2 macam
segregation.
1. Internal segregation (pemisahan setelah saat pemadatan)

Internal segregation adalah pengelompokan timbunan batu pecah


(kerikil) yang mempunyai berat jenis terlalu berat dan ø maksimum
yang mengelompok di dasar begisting. Segregation di atas biasanya
ditimbulkan oleh campuran beton yang terlalu basah, kadar semen yang
rendah, ukuran ø maksimum aggregate yang terlalu besar gap graded
aggregate. Segregation ini terjadi bila kohesive dari beton berkurang
karena faktor-faktor tersebut di atas.
Internal segregation ini bisa dikurangi dengan menambah
cohesiveness (lekatan) dari spesi beton sehingga semen portal tetap
melekat pada aggregate- aggregate campuran beton tersebut.
Beberapa anjuran untuk meningkatkan cohesiveness campuran beton:

a) Menguran
Ai menjadi £ 0,05 untuk slump 6 cm
gi r

pc +
filler

b) Menambah kadar semen

c) Mengganti pasir kasar (zone 1) menjadi agak lebih halus (zone 2)

d) Menambah kadar-kadar semen + filler seperti yang dianjurkan

e) Mengurangi aggregate kasar yang berdiameter 40 mm

f) Menghilangkan oversize material (diameter material yang terlalu


besar)
g) Membetulkan gap graded material menjadi graded yang lebih
continue
h) Air endrained.

2. External segregation (pemisahan sebelum pemadatan)

External segregation ialah pemisahan aggregate kasar dari


campuran beton diakibatkan karena penanganan, pengangkutan dan
pencampuran, sebelum didapatkan external segregation umumnya
terjadi pada campuran beton yang kadar semennya rendah dan
campuran beton yang agak kering (dry mixs) dan juga beton yang gap
graded. Untuk memperbaiki campuran beton yang mempunyai gejala
external segregatioin ialah dilakukan dengan:
a) Menambah pasta semen pada campuran yang kadar semennya

rendah dan pencampuran beton jumlah airnya rendah (lean dan dry
mixs).
b) Menambah presentasi pasir bila campuran beton kurang pasir.

c) Membuat grading campuran lebih continue.


BAB 3
Kesimpulan

Kita sudah tahu bahan dasar beton adalah : aggregat (pasir dan
kerikil/batu pecah), semen dan air. Pemilihan bahandasar ini harus
memenuhi syarat
– syarat tertentu yang perlu diketahui melalui ilmu pengetahuan maupun
pengalaman dalam merencanakan pencampuran beton hendaknya
memperhatikan sifat – sifat fisis dan mekanis beton untuk mendapat
suatu konstruksi yang kuat, kaku, awet, mudah dikerjakan dan ekonomis,
serta memberikan rasa aman dan nyaman bagi pemakainya. Untuk
maksud tersebut diatas maka campuran dikatakan baik apabila : setelah
mengeras mempunyai kekuatan yang sesuai dengan yang direncanakan
lagipula mempunyai nilai ekonomis, disamping mudah dicampur dan
homogen, tidak terjadi pemisahan, mudah di cor dan dipadatkan.
Pelaksanaan pencampuran bahan – bahan dasar beton harus
memperhatikan takaran dalam komposisi perbandingan tertentu yang
berdasarkan takaran berat, tetapi dalam pelaksanaannya banyak menemui
kesulitan, maka diberikan toleransi takaran bisa menggunakan takaran
volume.
Lamanya waktu pencampuran dalam mesin pencampur paling
sedikit adalah 1,5 menit, sebab terlalu cepat mencampurnya, maka
campuran tidak homogen. Terlalu lama mencampur dapat menimbulkan
pemisahan kembali agregat kasar dan agregat halus.
Penggunaan air harus mengikuti mix designnya, karena air
merupakan bahan senyawa dengan semen untuk membuat perekat atau
pengikat hydraulis yang tahan terhadap air. Dengan memperhatikan
semua sifat – sifat fisis dan mekanis dari campuran beton maka
diharapkan dapat memenuhi semua kriteria dari perencanaan suatu
konstruksi yang mempergunakan bahan dari beton.

REFERENCES

1. Badan Standarisasi Nasional, 2004, “Standar Nasional Indonesia Semen

Portlan” (SNI 15-2049-2004).


2. Prof. Turben Hansen, Technical Report 21, Manual on Concrete Mixs

Design and Quality Controls.


3. Prof. Turben Hansen, Technical Report No. 10, Texbook on Concrete
Teknology.
4. Ir. Rachmat Poerwono, Diktat Kuliah Beton Pratekan Fakultas Teknik Sipil
ITS.
5. Portland Cement Association (P.C.A), Design and Controle of Concrete
Mixture.
6. United State Department of Interior Bureau of Reclamation “Concrete
Manual”.

Anda mungkin juga menyukai