Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Perkembangan peradaban manusia khususnya dalam hal bangunan, tentu kerap


mendengar cerita tentang kemampuan nenek moyang merekatkan batu-batu raksasa
hanya dengan mengandalkan zat putih telur, ketan atau lainnya. Alhasil, berdirilah
bangunan fenomenal, seperti Candi Borobudur atau Candi Prambanan di Indonesia
ataupun jembatan di Cina yang menurut legenda menggunakan ketan sebagai perekat.
Ataupun menggunakan aspal alam sebagaimana peradaban di Mahenjo Daro dan
Harappa di India ataupun bangunan kuno yang dijumpai di Pulau Buton.
Peristiwa tadi menunjukkan dikenalnya fungsi beton sejak zaman dahulu.
Sebelum mencapai bentuk seperti sekarang, perekat dan penguat bangunan ini awalnya
merupakan hasil percampuran batu kapur dan abu vulkanis. Pertama kali ditemukan di
zaman Kerajaan Romawi, tepatnya di Pozzuoli, dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu
lantas dinamai pozzuolana. Menyusul runtuhnya Kerajaan Romawi, sekitar abad
pertengahan (tahun 1100-1500 M) resep ramuan pozzuolana sempat menghilang dari
peredaran.
Material itu sendiri adalah benda yang dengan sifat-sifatnya yang khas
dimanfaatkan dalam bangunan, mesin, peralatan atau produk. Dan Sains material yaitu
suatu cabang ilmu yan meliputi pengembangan dan penerapan pengetahuan yang
mengkaitkan komposisi, struktur dan pemrosesan material dengan sifat-sifat
kegunaannya.semen termasuk material yang sangat akrab dalam kehidupan kita sehari-
hari.

1.2 Sejarah Penemuan Beton

Kata beton berasal dari kata Latin "concretus" (yang berarti kompak atau kental),
passive participle sempurna dari "concrescere", yaitu "con-" (bersama-sama) dan
"crescere" (tumbuh). Beton telah digunakan untuk konstruksi struktur sejak jaman kuno.
Selama Kekaisaran Romawi, beton Romawi (atau opus caementicium) terbuat
dari kapur, pozzolana dan agregat batu apung. Digunakan secara luas
dalam banyak struktur Romawi , peristiwa penting dalam sejarah arsitektur disebut
Revolusi Arsitektur Romawi, membebaskan konstruksi Romawi dari pembatasan
penggunaan hanya batu dan material bata dan memungkinkan untuk desain baru yang
revolusioner dari segi kompleksitas struktural dan dimensi. Hadrian Pantheon di Roma
adalah contoh dari konstruksi beton Romawi. Colosseum di Roma sebagian besar
dibangun dari beton. Setelah Kekaisaran berlalu, penggunaan beton menjadi langka
sampai teknologi ini kembali dirintis pada pertengahan abad ke-18.
Beton, sebagaimana diketahui bangsa Romawi, adalah materi baru dan
revolusioner. Diletakkan dalam bentuk lengkungan, kubah dan bentuk bentuk lainnya,
dengan cepat mengeras menjadi massa yang kaku, bebas dari gangguan internal dan
peregangan yang menyusahkan para pembangun struktur serupa bila memakai batu atau
batu bata.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Beton

Beton adalah suatu material yang terdiri dari campuran semen, air, agregat (kasar
dan halus) dan bahan tambahan bila diperlukan. Beton yang banyak dipakai pada saat
ini yaitu beton normal. Beton normal ialah beton yang mempunyai berat isi 2200–2500
kg/m³ dengan menggunakan agregat alam yang dipecah atau tanpa dipecah.
Beton normal dengan kualitas yang baik yaitu beton yang mampu menahan kuat
desak/hancur yang diberi beban berupa tekanan dengan dipengaruhi oleh bahan-bahan
pembentuk, kemudahan pengerjaan (workability), faktor air semen (F.a.s) dan zat
tambahan (admixture) bila diperlukan (Alam, dkk).
Beton merupakan bahan dari campuran antara Portland cement, agregat halus
(pasir), agregat kasar (kerikil), air dengan tambahan adanya rongga-rongga udara.
Campuran bahan-bahan pembentuk beton harus ditetapkan sedimikian rupa, sehingga
menghasilkan beton basah yang mudah dikerjakan, memenuhi kekuatan tekan rencana
setelah mengeras dan cukup ekonomis (Sutikno, 2003:1). Secara proporsi komposisi
unsur pembentuk beton adalah:

Tabel 1 Unsur Beton

Agregat Kasar + Agregat Halus

( 60 % - 80 % )

Portland Cement : 7 % - 15 % Air

( 14 % - 21 % )

Udara :1%-8%

Mutu beton ditentukan oleh banyak faktor antara lain (Sutikno, 2003:2):
1. Faktor Air Semen (FAS).
2. Perbandingan bahan-bahannya.
3. Mutu bahan-bahannya.
4. Susunan butiran agregat yang dipakai.
5. Ukuran maksimum agregat yang dipakai.w
6. Bentuk butiran agregat.
7. Kondisi pada saat mengerjakan.
8. Kondisi pada saat pengerasan.

2.2 Keuntungan dan Kerugian Beton

2
Beton semakin tahun semakin banyak digunakan baik di negara maju maupun di
negara yang sedang berkembang, sebagai contoh pada tahun 1976 di Amerika Serikat di
produksi beton 100 juta/tahun, di Canada 11 juta ton per tahun, sedang di Indonesia
pada tahun 1985 diproduksi 14 juta ton. Sampai saat ini produksi semen (portland
cement) terus ditingkatkan seperti kita ketahui produksi semen pada tahun 1998
mencapai 17.250.000 ton per tahun (Sutikno, 2003:2).

Keuntungan dari beton antara lain (Sutikno, 2003:2):

1. Mudah dicetak artinya beton segar dapat mudah diangkut maupun dicetak dalam
bentuk apapun dan ukuran berapapun tergantung dari keinginan.
2. Ekonomis artinya bahan-bahan dasar dari bahan lokal kecuali Portland cement,
hanya daerah-daerah tertentu sulit mendapatkan pasir maupun kerikil. Dan cetakan
dapat digunakan berulang-ulang sehimgga secara ekonomis menjadi murah.
3. Awet dan tahan lama artinya beton termasuk berkekuatan tinggi, serta mempunyai
sifat tahan terhadap perkaratan dan pembusukan oleh kondisi lingkungan. Bila
dibuat secara baik kuat tekannya sama dengan batu alam.
4. Tahan api artinya tahan terhadap kebakaran, sehingga biaya perawatan termasuk
rendah.
5. Energi effisien artinya beton kuat tekannya tinggi mengakibatkan jika
dikombinasikan dengan baja tulangan dapat dikatakan mampu dibuat strukutur
berat. Beton dan baja boleh dikatakan mempunyai koefisien muai hampir sama.
6. Dapat dicor ditempat artinya beton segar dapat dipompakan sehingga
memungkinkan untuk dituang pada tempat-tempat yang posisinya sangat sulit.
Juga dapat disemprotkan pada permukaan beton yang lama untuk
menyambungkan dengan beton baru (di grouting).
7. Bentuknya indah artinya dapat dibuat model sesuka hati menurut selera yang
menghendakinya.

Kerugian dari beton antara lain (Sutikno, 2003:2) :

1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak. Oleh karena itu
perlu diberi baja tulangan.
2. Beton segar mengerut pada saat pengeringan dan beton keras mengembang jika
basah, sehingga perlu diadakan dilatasi pada beton yang panjang untuk memberi
tempat untuk kembang susut beton.
3. Beton sulit untuk kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air
dan air membawa kandungan garam dapat merusak beton.
4. Beton bersifat getas sehingga harus dihitung dengan teliti agar setelah
digabungkan dengan baja tulangan dapat bersifat kokoh terutama pada perhitungan
bangunantahan gempa.

2.3 Bahan Penyusun Beton

3
2.3.1 Portland Cement

Portland Cement (PC) atau semen adalah bahan yang bertindak sebagai bahan
pengikat agregat, jika dicampur dengan air semen menjadi pasta. Dengan proses waktu
dan panas, reaksi kimia akibat campuran air dan semen menghasilkan sifat perkerasan
pasta semen. Penemu semen (Portland Cement) adalah Joseph Aspdin di tahun 1824,
seorang tukang batu kebangsaan Inggris. Dinamakan semen Portland, karena awalnya
semen dihasilkan mempunyai warna serupa dengan tanah liat alam di Pulau Portland.
Semen portland dibuat melalui beberapa langkah, sehingga sangat halus dan
memiliki sifat adhesif maupun kohesif. Semen diperoleh dengan membakar karbonat
atau batu gamping dan argillaceous (yang mengandung aluminia) dengan perbandingan
tertentu. Bahan tersebut dicampur dan dibakar dengan suhu 1400º C-1500º C dan
menjadi klinker. Setelah itu didinginkan dan dihaluskan sampai seperti bubuk. Lalu
ditambahkan gips atau kalsium sulfat (CaSO4) kira–kira 2–4 % persen sebagai bahan
pengontrol waktu pengikatan. Bahan tambah lain kadang ditambahkan pula untuk
membentuk semen khusus misalnya kalsium klorida untuk menjadikan semmen yang
cepat mengeras. Semen biasanya dikemas dalam kantong 40 kg/ 50 kg (Sutikno,
2003:2).

Menurut SII 0031-81 semen portland dibagi menjadi lima jenis, sebagai berikut:
Jenis I : Semen untuk penggunaan umum, tidak memerlukan persyaratan khusus.
Jenis II : Semen untuk beton tahan sulfat dan mempunyai panas hidrasi sedang.
Jenis III : Semen untuk beton dengan kekuatan awal tinggi (cepat mengeras).
Jenis IV : Semen untuk beton yang memerlukan panas hidrasi rendah.
Jenis V : Semen untuk beton yang sangat tahan terhadap sulfat.

2.3.2 Agregat Kasar dan Agregat Halus

Agregat kasar yang digunakan dalam SCC dibatasi kurang lebih hanya 50% dari
total volume beton. Hal ini dilakukan agar blok-blok yang terjadi ketika aliran beton
melewati tulangan baja dapat ditekan seminimal mungkin. Blok-blok ini terjadi karena
sifat viskositas yang tinggi dari aliran beton segar sehingga agregat-agregat kasar saling
bersinggungan. Akibat terjadinya saling kontak antara agregat kasar maka aliran beton
sangat lambat maka beton akan terkumpul di satu tempat sehingga mengurangi
tingkat workability dari beton. Pembatasan jumlah agregat kasar dilakukan agar
kemampuan aliran beton melewati tulangan lebih maksimal. Demikian pula yang terjadi
dengan agregat halus sehingga jumlah agregat halus dalam mortar dibatasi kurang lebih
40% dari total volume mortar (Vanda dan Fenny, 2004).
Selain dari segi jumlah, ukuran dari agregat kasar juga harus dibatasi. Batasan
untuk ukuran agregat kasar adalah maksimum 20 mm. Hal ini dilakukan untuk
menghindari segregasi pada saat aliran beton melewati struktur dengan tulangan yang
rapat.

2.3.3 Air

4
Air merupakan bahan yang diperlukan untuk proses reaksi kimia, dengan semen
untuk pembentukan pasta semen. Air juga digunakan untuk pelumas antara butiran
dalam agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Air dalam campuran beton
menyebabkan terjadinya proses hidrasi dengan semen. Jumlah air yang berlebihan akan
menurunkan kekuatan beton. Namun air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses
pencampuran yang tidak merata.

Air yang dipergunakan harus memenuhi syarat sebagai berikut:


1. Tidak mengandung lumpur dan benda melayang lainnya yang lebih dari 2
gram perliter.
2. Tidak mengandung garam atau asam yang dapat merusak beton, zat organik
dan sebaginya lebih dari 15 gram per liter.
3. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 1 gram per liter.
4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram per liter.

5
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Beton adalah suatu material yang terdiri dari campuran semen, air, agregat (kasar
dan halus) dan bahan tambahan bila diperlukan.
Kata beton berasal dari kata Latin "concretus" (yang berarti kompak atau kental),
passive participle sempurna dari "concrescere", yaitu "con-" (bersama-sama) dan
"crescere" (tumbuh). Beton telah digunakan untuk konstruksi struktur sejak jaman kuno.
Beton sebagai bahan bangunan juga telah lama dikenal di Indonesia. Disamping
mempunyai kelebihan dalam mendukung tegangan tekan, beton mudah dibentuk sesuai
dengan kebutuhan, dapat digunakan pada berbagai struktur teknik sipil serta mudah di
rawat. Dalam pembuatan beton pun dapat dimanfaatkan bahan-bahan lokal oleh sebab
itu beton sangat populer dipakai.

3.2 SARAN

Penulis berharap makalah ini bisa berguna dan bermanfaat bagi pembaca dan
terlebih kepada penulis. Semoga bisa menambah wawasan para pembaca tentang beton
dan bagaimana sejarah penemuannya, dan penulis meminta maaf jika ada kesilapan dari
penulisan atau kekeliruan, penulis harap para pembaca dapat mengoreksinya lagi.

6
DAFTAR PUSTAKA

 Syaiful. 2011. Beton. http://syaiful-beton.blogspot.co.id/. (15 September 2017)


 Tjerita, Pasca Regal. 2012. Apa itu Beton? Definisi & Sejarah Beton.
http://tukangbata.blogspot.co.id/2012/12/apa-itu-beton-definisi-sejarah-
beton.html. (15 September 2017)
 Firdaus, Rizal. 2013. MAKALAH BETON (TEKONOLOGI BAHAN KONSTRUKSI),
Dosen By : Widarto, ST.,MT. http://tosimasipil.blogspot.co.id/2013/07/teknologi-
bahan-konstruksi.html. (15 September 2017)

Anda mungkin juga menyukai