Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan zaman era globalisasi yang semakin maju
menimbulkan perkembangan teknologi konstruksi yang semakin pesat.
Salah satunya adalah beton, karena beton banyak dipakai secara luas
sebagai bahan konstruksi. Beton merupakan suatu bahan komposit
(campuran) dari beberapa material, yang bahan utamanya terdiri dari
campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar, air dan atau
tanpa bahan tambah lain dengan perbandingan tertentu. Karena beton
merupakan komposit, maka kualitas beton sangat tergantung dari
kualitas masing-masing material pembentuk. (Kardiyono
Tjokrodimulyo,2007).
Pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat tiap tahunnya
membuat jumlah kebutuhan bahan bangunan semakin meningkat.
Salah satunya adalah Batako. Batako merupakan balok beton cetak
sebagai alternatif pengganti bata merah yang dibuat dengan tujuan
menekan biaya tetapi memiliki kualitas pasang dinding yang tidak kalah
baiknya dari bata merah. Batako merupakan bahan bangunan yang
tersusun dari komposisi semen, air dan agregat (pasir dan kerikil).
Batako digunakan untuk dinding bangunan nonstruktural, yaitu sebagai
dinding pengisii yang harus diperkuat oleh rangka. Dalam
perkembangannya batako merupakan bahan bangunan yang sering
digunakan masyarakat sebagai pasangan dinding atau tembok.
Penggunaan sebagai bahan pembuat dinding mempunyai beberapa
kelemahan diantaranya berat jenisnya cukup besar sehingga

1
mempengaruhi beban mati yang akan bekerja pada bangunan (Dony
Hermanto, dkk, 2014)
Seiring perkembangan zaman dan teknologi telah banyak
ditemukan inovasi atau alternatif dalam pembuatan batako untuk
meningkatkan mutunya. Mutu batako dapat diukur dari kekuatan batako
dalam menerima beban tekan dan densitas serta penyerapan air.
Berdasarkan latar belakang diatas, variasi campuran agregat
halus diharapkan dapat bisa meningkatkan mutu batako. Untuk itu
penulis melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH VARIASI
AGREGAT HALUS TERHADAP MUTU BATAKO NORMAL”.

1.2 Rumusan Masalah


1) Bagaimana pengaruh variasi agregat halus terhadap mutu batako
normal.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah
1) Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variasi agregat halus
pada mutu batako normal.
2) Untuk mengetahui berapa presentase optimal variasi agregat halus
untuk mencapai mutu maksimal batako normal

1.4 Manfaat Penelitian


Dengan diadakan penelitian ini diharapkan mendapatkan komposisi
variasi agregat halus yang tepat, sehingga mendapatkan mutu batako
normal maksimal.

2
1.5 Batasan Masalah
Dalam penelitian tugas akhir ini masalah yang dibahas adalah:
1) Pengujian mutu batako yang meliputi kuat tekan, penyerapan air
batako dan kerapatan batako
2) Pengujian sifat fisik material meliputi:
a. Analisa saringan
b. Bahan dalam agregat lolos saringan 200
c. Kadar air agregat

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batako
Pengertian Batako
Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak
alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir,
semen Portland dan air dengan perbandingan 1 semen : 7 pasir
(Nursyamsi, dkk, 2016). Batako difokuskan sebagai konstruksi-
konstruksi dinding bangunan non struktural. Bentuk dari batako/batu
cetak itu sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu batu cetak yang berlubang
(hollow block) dan batu cetak yang tidak berlubang (solid block) serta
mempunyai ukuran yang bervariasi (Nia Nenshi Siregar, dkk, 2013).
Batako adalah semacam batu cetak yang terbuat dari campuran
tras, kapur, dan air atau dapat dibuat dengan campuran semen, kapur,
pasir dan ditambah air yang dalam keadaan lekat (pollen) dicetak
menjadi balok-balok dengan ukuran tertentu. Menurut Persyaratan
Umum Bahan Bangunan di Indonesia (1982) Pasal 6, Batako adalah
bata yang dibuat dengan mencetak dan memelihara dalam kondisi
lembab.
Menurut SNI 03-0349-1989, Conblock (Concrete block) atau batu
cetak beton adalah komponen bangunan yang dibuar dari campuran
semen Portland atau pozolan, pasir, air, dan atau tanpa bahan
tambahan lainnya (additive), dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi
syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding.
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan tentang
pengertian batako adalah salah satu bahan bangunan yang berupa
batu-batuan yang pengerasannya tidak dibakar dengan bahan
pembentuk yang berupa campuran pasir, semen, air dan bahan tambah

4
lainnya (additive). Kemudian dicetak melalui proses pemadatan
sehingga menjadi bentuk balok dengan ukuran tertentu dan dimana
proses pengerasannya tanpa melalui pembakaran serta dalam
pemeliharaanya ditempatkan pada tempat yang lembab atau tidak kena
sinar matahari langsung atau hujan, tetapi dalam pembuatannya dicetak
sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai
bahan untuk pasangan dinding.

2.2 Jenis-Jenis Batako


Berdasarkan bahan pembuatannya batako dapat di kelompokkan
kedalam 3 jenis, yaitu:
1. batako putih (tras)

Gambar 2.1 batako putih (tras)


Sumber: http://cekbahanbangunan.com

batako putih dibuat dari campuran tras, batu kapur dan air.
Campuran tersebut dicetak. Tras merupakan jenis tanah berwarna
putih/putih kecoklatan yang berasal dari pelapukan batu-batu gunung
berapi, warnanya ada yang putih dan ada juga yang putih kecoklatan.
Umumnya memiliki ukuran panjang 25-30 cm, tebal 8-10 cm, dan
tinggi 14-18 cm (http://sukatekniksipil.blogspot.com/2013/03/batu-
cetak-beton-batako.html).

5
2. Batako semen/batako pres

Gambar 2.2 batako semen / pres


Sumber : http://cekbahanbangunan.com

Batako pres dibuat dari campuran semen, dan pasir atau abu batu.
Ada yang dibuat secara manual (menggunakan tangan), ada juga
yang menggunakan mesin. perbedaanya dapat dilihat pada
kepadatan permukaan batakonya. Umumnya memiliki ukuran
panjang 36-40 cm, tebal 8-10 cm, dan tinggi 18-20 cm (Ari Setyo
Nugroho, 2014)
3. Bata ringan

Gambar 2.3 batako ringan


Sumber : http://cekbahanbangunan.com

6
Bata ringan dibuat dari bahan baku pasir kuarsa, kapur, semen, dan
bahan lain yang dikategorikan sebagai bahan-bahan untuk beton
ringan. Berat jenis sebesar 1850 kg/cm 3 dapat dianggap sebagai
batasan atas dari beton ringan yang sebenarnya, meskipun nilai ini
kadang-kadang melebihi (Ari Setyo Nugroho, 2014)
Batako yang baik adalah yang masing-masing permukaannya
rata dan saling tegak lurus serta mempunyai kuat tekan yang tinggi.
Persyaratan batako menurut PUBI-(1982) pasal 6 antara lain adalah
permukaan batako harus mulus, berumur minimal 1 bulan, pada
waktu pemasangan harus sudah kering, berukuran panjang ± 400
mm, lebar ± 200 mm, dan tebal 100-200 mm, kadar air 25-35% dari
berat dengan kuat tekan antara 2-7 N/mm2 .
Berdasarkan PUBI-(1982), sesuai dengan pemakaiannya
batako diklasifikasikan dalam beberapa kelompok sebagai berikut:
1. Batako dengan mutu A1, adalah batako yang digunakan untuk
konstruksi yang tidak memikul beban, dinding penyekat serta
konstruksi lainnya yang selalu terlindung dari cuaca luar.
2. Batako dengan mutu A2, adalah batako yang hanya digunakan
untuk hal-hal seperti dalam jenis A1, tetapi hanya permukaan
konstruksi dari batako tersebut boleh tidak di plester.
3. Batako dengan mutu B1, adalah batako yang digunakan untuk
konstruksi yang memikul beban, tetapi penggunaanya hanya
untuk konstruksi yang terlindung dari cuaca luar (bentuk
konstruksi dibawah atap).
4. Batako dengan mutu B2, adalah batako untuk konstruksi yang
memikul beban dan dapat digunakan untuk konstruksi yang tidak
terlindung.

7
Tabel 2.1 persyaratan kuat tekan minimum batako pejal sebagai
bahan bangunan dinding menurut SNI-3-0349-1989

Mutu Kuat tekan minimum (MPa)


I 9,7
II 6,7
III 3,7
IV 2
Sumber: SNI 03-0349-1989
Berdasarkan SNI 03-0349-1989 tentang bata beton (batako),
persyaratan nilai penyerapan air maksimum adalah 25%.

2.3 Bahan Pembuat Batako


Dalam pembuatan batako pada umumnya bahan yang digunakan
adalah pasir, semen dan air. Berikut ini akan dijelaskan sekilas
mengenai bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan batako.
1. Portland Cement
Portland Cement (PC) adalah bahan yang bersifat adhesif dan
kohesif digunakan sebagai bahan pengikat (Bonding Material) yang
dipakai bersama batu, kerikil, pasir dan air. Semen portland akan
mengikat butir – butir agregat halus dan kasar setelah diberi air dan
selanjutnya akan mengeras menjadi suatu massa yang padat (Anis
Sedeyaningsih, 2010).
Semen porland merupakan bahan ikat yang penting dan banyak
dipakai dalam pembangunan fisik. Di dunia sebenarnya terdapat
berbagai macam semen, dan tiap macamnya digunakan untuk
kondisi-kondisi tertentu sesuai dengan sifat-sifatnya yang khusus.
Sesuai dengan tujuan pemakaiannya, Semen Portland di Indonesia

8
(Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A, Bahan Bangunan Bukan
Logam, SK SNI S04-1989-F) dibagi menjadi 5 jenis, yaitu:
a) Jenis I : Semen portland untuk konstruksi umum, yang tidak
memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang
disyaratkan pada jenis-jenis lain.
b) Jenis II : Semen portland untuk konstruksi yang agak tahan
terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.
c) Jenis III : Semen portland untuk konstruksi dengan syarat
kekuatan awal yang tinggi
d) Jenis IV : Semen portland untuk konstruksi dengan syarat
panas hidrasi yang rendah.
e) Jenis V : Semen portland untuk konstruksi dengan syarat
sangat tahan terhadap sulfat.
Portland Cement merupakan komponen beton terpenting yang
berfungsi sebagai bahan pengikat an-organik dengan bantuan air
yang mengeras secara hidrolik. Portland Cement harus memenuhi
persyaratan yang diperlukan dalam SNI 15-0302-2004. Portland
Cement inilah yang dapat menyatukan agregat halus dan kasar
sehingga mengeras mejadi beton. Kardiyono Tjokrodimulyo (2007:6)
mengemukakan bahwa komponen – komponen bahan baku Portland
Cement yang baik yaitu:
a) Batu kapur (CaO) = 60 – 65 %
b) Pasir Silika ( SiO2 = 17 – 25 %
c) Alumina (Al2O3) = 3 – 8 %
d) Besi (Fe2O3) = 0,5 – 6 %
e) Magnesia (MgO) = 0,5 – 4 %
f) Sulfur (SO3) =1–2%
g) Soda/Potash (Na2O + K2O) = 0,5 – 1 %

9
Kardiyono Tjokrodimulyo (2007: 6) menyebutkan pada dasarnya
ada 4 unsur penyusun portland cement yang paling penting, keempat
unsur itu adalah :
a) Trikalsium Silikat (C3S) atau 3CaO.SiO2
b) Dikalsium Silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2
c) Trikalsium Aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3
d) Tetrakalsium Aluminoferit (C4AF) atau 4CaO.Al2O3.Fe2O3
Sagel et al (1994 :1) menyatakan bahwa “Semen Portland
adalah semen hidrolis yang terutama dari silikat – silikat kalsium yang
bersifat hidraulis bersama bahan – bahan tambahan yang biasa
digunakan, yaitu gypsum”. Nawy (1990 : 9) memberikan pengertian
cement portand (PC) adalah : “Semen Portland dibuat dari serbuk
halus kristalin yang komposisi utamanya adalah batu kapur (CaCO3),
Alumina (Al2O3), Pasir Silikat (Si2O3), dan bahan biji besi (FeO2)
dan senyawa – senyawa MgO dan SO3, penambahan air pada
mineral ini akan menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan
mempunyai kekuatan seperti batu.”
Apabila butiran – butiran portland cement berhubungan dengan
air maka butiran tersebut akan pecah – pecah dengan sempurna
sehingga menjadi hidrasi dan membentuk adukan semen. Jika
adukan tersebut ditambah dengan pasir dan kerikil yang diaduk
bersama akan menghasilkan adukan beton. Ismoyo (1996 : 156)
mengatakan, ”Semen portand adalah sebagai bahan pengikat yang
melihat dengan adanya air dan mengeras secara hidrolik.”
Dari beberapa pendapat tentang sifat semen dapat diambil
pengertian bahwa semen portland adalah suatu bahan pengikat yang
mempunyai sifat adhesif dan kohesif yang memungkinkan fragmen-
fragmen mineral saling melekat satu sama lain apabila dicampur
dengan air dan selanjutnya mengeras membentuk massa yang

10
padat. Semen hidrolis meliputi semen portland, semen putih dan
semen alumunia. Untuk pembuatan beton digunakan semen portland
dan semen portland pozzoland. Semen portland merupakan semen
hidrolis yang dihasilkan dari bahan kapur dan bahan lempung yang
dibakar sampai meleleh, setelah terbentuk klinker yang kemudian
dihancurkan, digerus dan ditambah dengan gips dalam jumlah yang
sesuai. Sedangkan semen portland pozzoland adalah semen yang
dibuat dengan menggiling bersama-sama klinker semen portland dan
bahan yang mempunyai sifat pozzoland (Kardiyono, 2007: 11).
Semen portland yang digunakan sebagai bahan struktur harus
mempunyai kualitas yang sesuai dengan ketepatan agar berfungsi
secara efektif. Pemeriksaaan dilakukan terhadap yang masih berupa
bentuk kering, pasta semen yang telah keras, dan beton yang dibuat
darinya. Sifat kimia yang perlu mendapat perhatian adalah kesegaran
semen itu sendiri. Semakin sedikit kehilangan berat berarti semakin
baik kesegaran semen. Dalam keadaan normal kehilangan berat
sekitar 2% dan maksimum kehilangan yang diijinkan 3%. Kehilangan
berat terjadi karena adanya kelembaban dan karbondioksida dalam
bentuk kapur bebas atau magnesium yang menguap.
2. Agregat halus (pasir)
Agregat halus (pasir) terdiri dari butiran sebesar 0,14-5 mm,
didapat dari hasil disintegrasi batuan alam (natural sand) atau dapat
juga dengan memecahnya (artifical sand), tergantung dari kondisi
pembentukan tempat yang terjadinya. Pasir alam dapat dibedakan
atas : pasir galian, pasir sungai, pasir laut, pasir done yaitu bukit-bukit
pasir yang dibawa ketepi pantai. Pasir merupakan bahan pengisi
yang digunakan dengan semen untuk membuat adukan. Selain itu
juga pasir berpengaruh terhadap sifat tahan susut, keretakan dan

11
kekerasan pada batako atau produk bahan bangunan campuran
semen lainnya (Anis Sedeyaningsih, 2010).
Pasir yang digunakan untuk pembuatan batako harus bermutu
baik yaitu pasir yang bebas dari lumpur, tanah liat, zat organik, garam
florida dan garam sulfat. Selain itu juga pasir harus bersifat keras,
kekal dan mempunyai susunan butir (gradasi) yang baik. Menurut
Persyaratan Bangunan Indonesia (1982: 23) agregat halus sebagai
campuran untuk pembuatan beton bertulang harus memenuhi
syarat– syarat sebagai berikut:
a) Pasir harus terdiri dari butir-butir kasar, tajam dan keras.
b) Pasir harus mempunyai kekerasan yang sama.
c) Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5%,
apabila lebih dari 5% maka agregat tersebut harus dicuci dulu
sebelum digunakan. Adapun yang dimaksud lumpur adalah
bagian butir yang melewati ayakan 0,063 mm.
d) Pasir harus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik
terlalu banyak.
e) Pasir harus tidak mudah terpengaruh oleh perubahan cuaca.
f) Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat untuk beton.
Selain itu untuk memperoleh pasir dengan gradasi yang baik
perlu diadakan pengujian di laboratorium. Agregat halus terdiri dari
butir-butir yang beraneka ragam besarnya dan apabila diayak dengan
susunan ayakan yang telah ditentukan dalam SNI 03-2461-1991,
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Sisa diatas ayakan 4 mm, harus minimum 2 % dari berat total
b) Sisa diatas ayakan 1 mm, harus minimum 10 % dari berat total
c) Sisa diatas ayakan 0,22 mm, harus bekisar antara 80 % - 90 %
dari berat

12
4. Air
Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting
namun harganya paling murah. Dalam pembuatan beton air
diperlukan untuk :
a) Bereaksi dengan semen portland.
b) Menjadi bahan pelumas antara butir-butir agregat, agar dapat
mudah dikerjakan (diaduk, dituang, dan dipadatkan).
Untuk bereaksi dengan semen portland, air yang diperlukan
hanya sekitar 25-30% saja dari berat semen, namun dalam
kenyataanya jika nilai faktor air semen (berat air dibagi barat semen)
kurang dari 0,35 adukan beton akan dikerjakan, sehingga umumnya
nilai faktor air semen lebih dari 0,40 (Tjokrodimulyo, 2007, hal.51).
Air sebagai bahan bangunan sebaiknya memenuhi persyaratan
sebagai berikut (Standar SK SNI S-04-1989-F,Spesifikasi Bahan
Bangunan Bagian A)
a) Air harus bersih.
b) Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda melayang, yang
dapat dilihat secara visual. benda-benda tersuspensi ini tidak
boleh lebih dari 2 gram per liter.
c) Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat
merusak beton (asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15
gram/liter.
d) Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram /liter
e) Tidak mengandung senyawa sulfat (sebagai SO3) lebih dari 1
gram/liter

13
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Dalam Pemakaian Batako
1. Kelebihan yang diperoleh dalam pemakaian batako
a) dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan
konstruksi
b) mampu memikul beban yang berat,
c) tahan terhadap temperatur yang tinggi,
d) biaya pemeliharaan yang kecil.

2. Kekurangan yang diperoleh dalam pemakaian batako


a) bentuk yang telah dibuat sulit diubah,
b) pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi,
c) berat,
d) daya pantul suara besar (Mulyono, 2004).

2.5 Proses pembuatan Batako


1) Proses pembuatan batako berlubang dapat dilakukan dengan
bahan dan peralatan yang sederhana antara lain: pasir, semen, air,
pengadukan dan alat cetak. Dicampur kemudian diaduk hingga rata
dalam keadaan kering. Kemudian diaduk lagi ditambahkan air
secukupnya. Untuk mengetahui kadar air dari suatu adukan ialah
dengan cara membuat bola-bola dari adukan tersebut dan
digenggam-genggam pada telapak tangan. Apabila bola adukan
tersebut dijatuhkan dan hanya sedikit berubah bentuknya, berarti
kandungan air dalam adukan terlalu banyak. Dan bila dilihat pada
telapak tangan tidak berbekas air, maka kandungan air pada
adukan tersebut kurang.
2) Campuran tersebut kemudian ditambah air dan diaduk menjadi
adukan mortar.
3) Adukan mortar dituang kedalam cetakan

14
4) Batako yang sudah jadi disimpan di tempat tertutup agar terhindar
dari sinar matahari langsung dan air hujan.

2.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mutu Batako


Agar didapat mutu batako yang memenuhi syarat SNI banyak
factor yang mempengaruhi, factor yang mempengaruhi mutu batako
tergantung pada :
1. Umur batako
2. Kepadatan batako
3. Bentuk dan tekstur batuan
4. Ukuran agregat dan lain-lain

Mutu batako (kuat tekan) bertambah tinggi dengan


bertambahnya umur batako. Oleh karena itu sebagai standar kekuatan
batako dipakai kekuatan pada umur batako 28 hari. Bila karena sesuatu
hal diinginkan untuk mengetahui kekuatan batako pada umur 28 hari,
maka dapat dilakukan dengan menguji kuat tekan batako pada umur 7
hari dan hasilnya dikalikan dengan faktor tertentu untuk mendapatkan
perkiraan kuat tekan batako pada umur 28 hari (PBI-1971,34).

Kekuatan batako juga dipengaruhi oleh tingkat kepadatannya.


Dalam pembuatan batako diusahakan campuran dibuat sepadat
mungkin. Hal ini memungkinkan untuk menjadikan bahan semakin
meningkat keras dengan adanya kepadatan yang lebih, serta untuk
membantu merekatnya bahan pembuat batako dengan semen yang
dibantu oleh air.(Darmono, 2009).
Menurut SNI 03-0349-1989, batu cetak beton (concrete block)
adalah komponen bangunan yang dibuat dari campuran semen Portland
atau pozzolan, pasir dan air dan atau tanpa bahan tambahan lainnya

15
(additive) dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat
digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding.
Batu cetak beton (batako) yang tidak dibakar ini dari tras dan
kapur, kadang-kadang juga dengan sedikit semen Portland, sudah mulai
dikenal oleh masyarakat sebagai bahan bangunan dan sudah pula
dipakai untuk pembuatan rumah dan gedung.(frick, H., 1996).

2.7 Kuat Tekan


Pengertian kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan
luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani gaya
tekan tertentu yang dihasilkan oleh mesin tekan. Kuat tekan beton
merupakan sifat terpenting dalam kualitas beton dibanding dengan sifat-
sifat lain. Kekuatan tekan beton ditentukan oleh pengaturan dari
perbandingan semen, agregat kasar dan halus, air. Perbandingan dari
air semen, semakin tinggi kekuatan tekannya. Suatu jumlah tertentu air
diperlukan untuk memberikan aksi kimiawi dalam pengerasan beton,
kelebihan air meningkatkan kemampuan pekerjaan akan tetapi
menurunkan kekuatan (Wang dan Salmon, 1990).
Kekuatan batako juga dipengaruhi oleh tingkat kepadatannya.
Dalam pembuatan batako diusahakan campuran dibuat sepadat
mungkin. Hal ini memungkinkan untuk menjadikan bahan semakin
mengikat keras dengan adanya kepadatan yang lebih, serta untuk
membantu merekatnya bahan pembuat batako dengan semen yang
dibantu oleh air.
Mutu batako (kuat tekan) bertambah tinggi dengan bertambahnya
umur batako. Oleh karena itu sebagai standard kekuatan batako dipakai
kekuatan pada umur batako 28 hari. Bila karena sesuatu hal diinginkan
untuk mengetahui kekuatan batako pada umur 28 hari, maka dapat
dilakukan dengan menguji kuat tekan batako pada umur 3 atau 7 hari

16
dan hasilnya dikalikan dengan faktor tertentu untuk mendapatkan
perkiraan kuat tekan batako pada umur 28 hari.
Batako harus dirancang proporsi campurannya agar menghasilkan
suatu kuat tekan rerata yang disyaratkan. Pada tahap pelaksanaan
konstruksi, batako yang telah dirancang campurannya harus diproduksi
sedemikian rupa sehingga memperkecil frekuensi terjadinya batako
dengan kuat tekan yang lebih rendah dari seperti yang telah
disyaratkan. Untuk menghitung besarnya kuat tekan digunakan
persamaan [1].

Pmax
f ' c= …………………………………………….(1)
A

Dengan :

f’ c = Kuat tekan (MPa)


P = Beban maksimum (N)
A = Luas penampang bahan (mm2)

Tabel 2.2 Hubungan antara komposisi campuran dengan


Persyaratan kuat tekan minimum batako pejal sebagai
bahan bangunan dinding menurut SNI-3-0349-1989
Tingkat Mutu Batako Pejal
Syarat fisik Satuan
I II III IV
Kuat tekan bruto Kg/cm2 100 70 40 25

17
rata-rata
Kuat tekan bruto
masing-masing Kg/cm2 90 65 35 21
benda uji
Penyerapan air rata-
% 25 35 - -
rata, maks

2.8 Daya Serap Air (Absorbsi)


Besar kecilnya penyerapan air oleh batako sangat dipengaruhi
oleh pori-pori atau rongga yang terdapat pada batako tersebut. Semakin
banyak pori-pori yang terkandung dalam batako maka akan semakin
besar pula penyerapan air sehingga ketahanannya akan berkurang.
Rongga (pori-pori) yang terdapat pada batako terjadi karena kurang
tepatnya kualitas dan komposisi material penyusunnya. Pengaruh rasio
yang terlalu besar dapat menyebabkan rongga karena terdapat air yang
tidak bereaksi dan kemudian menguap dan meninggalkan rongga
(Sipayung.M. 1995). Persentase penyerapan air menggunakan
persamaan [2].
mb−mk
Penyerapan air ( % )= x 100 % ……………….(2)
mk

Dengan :
mb = Massa basah dari sampel (gr)
mk = Massa kering dari sampel (gr)

Tabel 2.3 Persyaratan fisik batako

18
Kuat tekan minimum (Kg/cm2) Penyerapan
Batako pejal
Air Maksimum
mutu Rata-rata Masing-masing
(% Berat)
I 100 90 25
II 70 65 35
III 40 35 -
IV 25 21 -
(Sumber : SNI 03-0349-1989)

2.9 Kerapatan (Densitas)


Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda.
Batako normal memiliki densitas sekitar 2200-2400 kg/m3. Tinggi
rendahnya densitas bata beton ini dipengaruhi oleh material bahan
dasar dan proses penumbukan. Semakin tinggi densitas (massa jenis)
suatu benda, maka semakin besar pula volumenya. Sebuah benda yang
memiliki densitas lebih tinggi akan memiliki volume yang lebih rendah
dari pada benda yang bermasa sama yang memiliki densitas yang lebih
rendah. Untuk pengukuran densitas batako menggunakan metode
Archimedes mengacu pada standar ASTM C 134-95 dan dihitung
dengan Persamaan sebagai berikut :
Ms
ρ pc = x ρair ……………… (3)
M B−( M g−M k )

Dengan :
ρ pc = densitas ( gr / cm3)
ms = massa sampel kering ( gr )
mb = massa sampel setelah direndam air ( gr )

19
mk = massa kawat penggantung ( gr )
mg = massa sampel digantung di dalam air ( gr )
ρ air = densitas air ( 1 gr / cm3 )

20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Studi Pustaka

Persiapan Alat

Persiapan Bahan

 Semen Pasir Sungai Palu


 Air

Pemeriksaan Agregat Halus Pencucian


Agregat

Tidak
Memenuhi Syarat

Ya

Data Pemeriksaan
Bahan

Pembuatan Benda Uji Variasi Campuran Agregat


Halus Yaitu : Variasi A, Variasi B, Variasi C

Pengujian Benda Uji

Hasil Pengujian

Kesimpulan dan Saran

Selesai

21
2
3
3.1
3.2 Rencana Penelitian
Dalam melaksanakan rencana penelitian ini, yang di pakai dalam
pembuatan batako menggunakan bentuk batako dengan 3 ukuran tipe
ukuran yaitu tipe 1 dengan ukuran 30 cm x 10 cm x 12 cm, tipe 2
dengan ukuran 33 cm x 10 cm x 12 cm dan tipe 3 dengan ukuran 35 cm
x 17 cm x 10 cm. Sebelum melaksanakan penelitian maka perlu
diadakan pemeriksaan bahan yang akan dilakukan di laboratorium
Teknik Sipil Universitas Tadulako Palu. Benda uji dengan variasi
campuran agregat halus 3 variasi dengan umur 7 hari sebagai berikut:
a. Semen : pasir : kerikil (1:4:2)
b. Semen : pasir (1:6)
c. Semen : pasir : pasir halus (1:4:2)
Jumlah benda uji setiap variasi campuran agregat halus 9 buah dimana
3 buah benda uji untuk pengujian kuat tekan dan 3 buah benda uji untuk
pengujian penyerapan air serta 3 buah benda uji untuk pengujian
kerapatan . Dengan demikian total benda uji sebanyak 81 buah benda
uji untuk 3 tipe ukuran batako. Jumlah benda uji pada tiap perlakuan
dengan 3 tipe ukuran batako dapat di lihat pada tabel 3.1, tabel 3.2 dan
tabel 3.3
1.
2.
3.

Tabel 3.1 Batako Ukuran 30 cm x 10 cm x 12 cm

22
Umur Kuat Penyerapan Kerapata
No Variasi jumlah
(Hari) Tekan air n
1 A 7 3 3 3 9
2 B 7 3 3 3 9
3 C 7 3 3 3 9
Jumlah 27

Tabel 3.2 Batako Ukuran 33 cm x 10 cm x 12 cm

Umur Kuat Penyerapan Kerapata


No Variasi jumlah
(Hari) Tekan air n
1 A 7 3 3 3 9
2 B 7 3 3 3 9
3 C 7 3 3 3 9
Jumlah 27

Tabel 3.3 Batako Ukuran 35 cm x 17 cm x 10 cm

Umur Kuat Penyerapan Kerapata


No Variasi jumlah
(Hari) Tekan air n
1 A 7 3 3 3 9
2 B 7 3 3 3 9
3 C 7 3 3 3 9
Jumlah 27

3.3 Penyiapan Bahan dan Alat


Bahan-bahan yang digunakan dalam rencana penelitian ini adalah :
a) Semen

23
Dalam pemeriksaan ini digunakan semen dengan merek dagang
semen tonasa yang terdapat dalam zak dengan berat 50 kg/zak.
b) Agregat
Agregat yang digunakan merupakan agregat yang berasal dari
sungai palu .
c) Air
Air yang digunakan adalah air bersih yang memenuhi persyaratan
untuk campuran beton.
Alat-alat yang digunakan dalam rencana penelitian ini adalah :
a) Timbangan
b) Wadah
c) Oven
d) Sekop
e) Sendok beton
f) Saringan
g) Cetakan batako
h) Mesin uji tekan
i) Plastic
j) Bak perendaman
3.4 Pembuatan Benda Uji
1.
2.
3.
3.1.
3.2.
3.3.
3.4.
3.4.1. Komposisi Campuran

24
Rencana campuran batako ini didasarkan pada perbandingan
semen berbanding pasir yaitu 1 : 6 dan campuran air yang
digunakan menggunakan system coba-coba (Trial and Error).
Dalam rencana campuran menggunakan spesifikasi agregat
halus menggunakan gradasi zona 2 berdasarkan British Standard
Tabel. 3.4 Spesifikasi Gradasi (zona 2)

Saringan Bukaan Spesifikasi Batas Nilai Batas


No (mm) (% lolos) Bawah Tengah Atas
1 ½” 38 100 100 100 100
¾" 19 100 100 100 100
3/8" 9,5 100 100 100 100
No. 4 4,8 90-100 90 95 100

No. 8 2,4 75-100 75 87,5 100

No. 16 1,2 55-90 55 72,5 90

No. 30 0,6 35-59 35 47 59

No. 50 0,3 8-30 8 19 30

No. 100 0,15 0-10 0 5 10


(Sumber : British Standard)
Gradasi agregat halus (Lolos Saringan no. 4 ) pada tabel 3.4
diatas kemudian diambil 5 variasi agregat halus. Adapun variasi
diambil dari persentase lolos pada tabel 3.4 diatas dengan variasi
campuran sebagai berikut :
a) Diluar batas atas
b) Batas atas
c) Nilai tengah
d) Batas bawah
e) Diluar batas bawah

25
3.4.2. Pembuatan Benda Uji
Dalam pembuatan benda uji batako digunakan cetakan batako
pejal dengan 3 tipe ukuran batako. Kemudian untuk 7 hari dapat
dilakukan pengujian penyerapan air dan pengujian kerapatan
(density) pada benda uji, sedangkan untuk pengujian kuat tekan
dapat dilakukan pada umur 7 hari dan 28 hari.

3.1
3.2
3.3
3.4
3.5 Pemeriksaan Bahan
Bahan yang telah disiapkan sebelumnya dalam jumlah yang sesuai
kebutuhan setiap item pengujian, kemudian dilakukan rangkaian
pengujian yang meliputi:
1.
2.
3.
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.5.1 Pengujian Analisa Saringan Agregat Halus dan Kasar (SNI
03-1968-1990)
pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian
butir (gradasi) agregat halus dan agregat kasar dengan
menggunakan saringan. Data distribusi butiran pada agregat
diperlukan dalam perencanaan adukan beton. Presentase

26
berat uji yang tertahan diatas saringan adalah perbandingan
jumlah komulatif tertahan terhadap berat total benda uji
tersebut.
3.5.2 Pengujian Jumlah Bahan Dalam Agregat Yang Lolos
Saringan No.20 (SNI 03-41421996)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan jumlah bahan
yang terdapat dalam agregat lewat saringan no.200 dengan
cara pencucian. Jika presentase bahan yang lewat lebih besar
dari 5% berarti bahan tersebut mempunyai kandungan lumpur
yang tinggi. Sedangkan untuk agregat kasar tidak boleh lebih
dari 1%.
3.5.3 Pengujian Kadar Air Agregat (SNI 03-1971-1990)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kadar air
agregat dengan pengeringan. Kadar air adalah perbandingan
antara berat air yang dikandung agregat dengan berat agregat
dalam keadaan kering. Nilai kadar air ini digunakan untuk
koreksi takaran air untuk adukan beton yang disesuaikan
dengan kondisi agregat lapangan.
1.
2.
3.
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.5.1
3.5.2
3.5.3

27
3.5.4 Pengujian Penyerapan Air (SNI 03-0349-1989)
Untuk pengujian absorsi mengacu pada SNI 03-0349-1989,
Prosedur pengujian penyerap air yaitu :
a. Benda uji seutuhnya direndam dalam air bersih yang
bersuhu ringan, selama 24 jam.
b. Kemudian benda uji diangkat dari rendaman, dan air
sisanya dibiarkan meniris kurang lebih 1 menit.
c. Lalu permukaan bidang diseka dengan kail lembab, agar air
yang berlebihan di bidang permukaan benda uji terserap
kain lembab tersebut.
d. Benda uji tersebut ditimbang,
e. Benda uji dikeringkan di oven dengan suhu 105 ± 5 oC,
sampai beratnya pada 2 kali penimbangan tidak berbeda
lebih dari 0,2% dari penimbangan yang terdahulu.
f. Selisih penimbangan dalam keadaan basah dan keadaan
kering adalah jumlah penyerapan air, dan harus di hitung
berdasarkan persen berat benda uji kering. Atau dihitung
dengan persamaan :
M J −M K
WA= x 100 %
MK
3.5.5 Pengujian kuat tekan (SNI 03-0349-1989)
Untuk pengujian kuat tekan mengacu pada SNI 03-0349-1989,
Prosedur pengujian kuat tekan yaitu :
a. Meratakan atau menerap bidang tekan
Bahan penerapan dibuat dari adukan 1 (satu) bagian semen
Portland ditambah 1 atau 2 (satu atau dua) bagian pasir
halus tembus ayakan 0.3 mm. Pemakaian bahan penerap
lain, diperbolehkan asal kekuatannya sama atau lebih tinggi
dari kuat tekan batanya. Bidang tekan benda uji (2 bagian)

28
diterap dengan aduk semen sedemikian rupa sehingga
terdapat bidang yang rata dan sejajar satu dengan lainnya.
Tebal lapisan perata atau penerap tkurang lebih 3 mm.
Benda coba ditentukan kuat tekannya apabila pengerasan
lapisan penerap sedikitnya telah berumur 3 hari.

b. Penentuan kuat tekan


Arah tekanan bidang tekan benda uji disesuaikan dengan
arah tekanan beban didalam pemakaian. Benda uji yang
telah siap, ditentukan kuat tekannya dengan mesin tekan
yang dapat di atur kecepatan penekanannya. Kecepatan
penekanan dari mulai pemberian beban sampai benda uji
hancur di atur sehingga tidak kurang dari 1 menit dan tidak
lebih dari 2 menit. Kuat tekan benda uji dihitung dengan
membagi beban maksimum pada waktu benda uji hancur,
dengan luas bidang tekan bruto, dinyatakan dalam kg/cm 2.
3.5.6 Pengujian density (ASTM) C -00-2005.
Pengujian densitas batako mengunakan prinsip Archimedes
mengacu pada standar American Society for Testing Materials
(ASTM) C -00-2005. Prosedur pengujiannya adalah:
a. Lakukan penimbangan sampel diudara ( massa sampel
kering ms ) dengan menggunakan neraca digital.
b. Sampel yang telah ditimbang kemudian direndam dalam air
selama 1 jam bertujuan untuk mengoptimalkan penetrasi
sampel terhadap air. Angkat sampel, lap dengan kain
flannel seluruh permukaanya. Lalu timbang dengan neraca
digital (mb).

29
c. Gantungkan sampel tepat ditengah-tengah gelas beker
yang terisi penuh air. Pastikan sampel tidak menyetuh
gelas. Timbang sampel berikut pengantungnya ( mg )
d. Angkat sampel dan kawat pengantung. Timbang massa
kawat ( mk )
e. Hitung densitas dengan mengunakan persamaan
ρ Ms
pc= ¿
M b−¿¿¿ ¿

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

1.
2.
3.
4.
4.1 Hasil Penelitian
1. Pemeriksaan Bahan Dasar Pembentuk Batako
Dalam penelitian ini ada beberapa pengujian awal dari material
yang digunakan dalam pembuatan batako. Setelah mengetahui sifat-
sifat dasar dari material tersebut kemudian diadakan pemeriksaan
terhadap batas-batas yang disyaratkan dalam peraturan SNI. Jika
semua memenuhi persyaratan maka dilakukan pembuatan rancangan
campuran batako. Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Bahan
Bangunan dan Beton Fakultas Teknik Universitas Tadulako.
2. Pemeriksaan agregat
Agregat diperiksa untuk menentukan sifat dasar dari agregat
tersebut. Hasil pengujian tersebut dipakai untuk membuat rencana

30
campuran batako, hasil pengujian dan pemeriksaan diuraikan seperti
pada dibawah ini.
Tabel 4.1 analisa saringan agregat halus
Berat kering contoh 754.2 gram Eks. Sungai Palu
Saringa
n Bukaan Berat Kumulatif Spesifikasi
% Tertahan % Lolos
Tertahan Tertahan Zona 1
No. (mm) (gr) (gr)
1½" 38 0 0 0 100 100 100
3/4" 19 0 0 0 100 100 100
3/8" 9.5 0 0 0.000 100 100 100
#4 4.8 73.5 73.5 9.745 90.255 90 100
#8 2.4 123.8 197.3 26.160 73.840 60 95
# 16 1.2 155.4 352.7 46.765 53.235 30 70
# 30 0.6 278.7 631.4 83.718 16.282 15 34
# 50 0.3 83.3 714.7 94.763 5.237 5 20
# 100 0.15 24.7 739.4 98.038 1.962 0 10
PAN 14.8 754.2 100.000 0.000 0 0
4.00
Modulus Halus Butir (MHB) 3.592 0 2.710
Dari tabel 4.1 distribusi ukuran butiran agregat kasar, % lolos yang
diperoleh termasuk pada spesifikasi agregat halus zona 1. Grafik 4.1
sebagai berikut.

100
90
80
70
60
% Lolos

50
40
30
20
10
0

Ukuran Butir (mm)

Gradasi Batas Bawah Batas Atas

Grafik 4.1 Gradasi Agregat Halus

31
Jenis Material : Agregat Halus Eks. Sungai Palu

Pemeriksan I II Satuan
Berat kering benda uji + wadah W1 795.3 710.8 gr
Berat wadah W2 179 133.7 gr
Berat kering benda uji awal W3 = W1 - W2 616.3 577.1 gr
Berat kering benda uji sesudah
W4 793.9 709.8 gr
pencucian + wadah
Berat kering benda uji sesudah
W5 = W4 - W2 614.9 576.1 gr
pencucian
W6 = (W3 - W5) /
Bahan lolos saringan No. 200 0.228 0.174 %
W3 x 100%
Rata-rata 0.201 %

Tabel 4.2 Bahan Dalam Agregat Lolos Saringan #200

Tabel 4.3 Kadar Air Agregat

Jenis Material : Agregat Halus Eks. Sungai Palu

Pemeriksan I II Satuan
Berat wadah W1 179 133.7 gr
Berat wadah + benda uji W2 797.3 712.6 gr
Berat benda uji W3 = W2 - W1 618.3 578.9 gr
Berat wadah + benda uji kering oven W4 795.3 710.8 gr
Berat benda uji kering oven W5 = W4 - W1 616.3 577.1 gr
kadar air W3 - W5 / W5 x 100% 0.325 0.312
%
kadar air rata-rata 0.318

4.2 Hasil Uji Mutu Batako


1. Hasil Uji Kerapatan
Density (kerapatan) untuk cetakan ukuran 30 cm x 10 cm x 12 cm
Variasi A1
Dik : Ms1 = 6.840 kg
Mb1 = 6.250 kg

32
Mg1 = 5.03 kg
Mk = 1.95 kg

Ms
Density ( ƿpc ) = xρ
M b−(M g−M k ) air
6.840
= x 1000 kg /m3
6.250−(5.03−1.95)
= 2.158 k g/m 3

Hasil perhitungan kerapatan lainnya dapat dilihat pada tabel 4.4

33
CETAKAN VARIASI MS MB MG MK ƿpc RATA-RATA
A1 6.84 6.25 5.03 1.95 2.158
A2 6.01 6.96 4.2 1.95 1.276 1.689
A3 6.66 6.8 4.67 1.95 1.632
B1 6.35 6.6 4.53 1.95 1.580
1 B2 6.09 6.39 4.53 1.95 1.598 1.594
B3 6.41 6.58 4.53 1.95 1.603
C1 6.04 6.34 4.44 1.95 1.569
C2 6.17 6.38 4.29 1.95 1.527 1.535
C3 6.1 6.38 4.29 1.95 1.510
A1 7.43 8.23 5.27 1.95 1.513
A2 7.38 8.28 5.27 1.95 1.488 1.507
A3 7.29 8.12 5.27 1.95 1.519
B1 7.55 7.79 5.27 1.95 1.689
2 B2 7.33 7.65 5.27 1.95 1.693 1.682
B3 7.42 7.78 5.27 1.95 1.664
C1 6.88 7.42 4.97 1.95 1.564
C2 7.29 7.6 5.1 1.95 1.638 1.603
C3 6.72 7.2 4.97 1.95 1.608

Tabel 4.4 Kerapatan (Density)

2. Hasil Uji Penyerapan Air


Penyerapan air untuk cetakan ukuran 30 cm X 10 cm X 12 cm
Variasi A1
Dik : Mj1 = 6.500 kg
Mk1 = 6.130 kg

M j−M k
Penyerapan Air (WA) = x 100 %
Mk
6.500−6.130
= x 100 %
6.130
= 6.199 %

34
Hasil perhitungan penyerapan air lainnya dapat dilihat pada tabel 4.5
CETAKAN VARIASI MJ MK WA RATA-RATA
A1 6.51 6.13 6.199
A2 6.46 5.96 8.389 6.889
A3 6.63 6.25 6.080
B1 6.43 5.99 7.346
1 B2 6.47 6.18 4.693 6.440
B3 6.63 6.18 7.282
C1 6.23 5.65 10.265
C2 6.48 6.06 6.931 8.410
C3 6.32 5.85 8.034
A1 7.93 7.45 6.443
A2 7.83 7.29 7.407 7.660
A3 7.41 6.79 9.131
B1 7.71 7.32 5.328
2 B2 7.77 7.08 9.746 8.363
B3 7.8 7.09 10.014
C1 7.48 6.84 9.357
C2 7.53 6.97 8.034 8.719
C3 7.57 6.96 8.764

Tabel 4.5 Penyerapan Air

3. Komposisi Campuran
Ukuran Tipe I 30 cm x 10 cm x 12 cm
Semen Pasir kerikil pasir halus Jumlah Benda Uji
Variasi
(Kg) (Kg) (Kg) (kg) (Buah)
A 12.18 48.732 24.36 - 12
B 12.18 73.092 - - 12
C 12.18 48.732 - 24.36 12

Tabel 4.6 Komposisi Campuran Batako Tipe 1


Ukuran Tipe II 33 cm x 10 cm x 12 cm
Semen Pasir kerikil pasir halus Jumlah Benda Uji
Variasi
(Kg) (Kg) (Kg) (kg) (Buah)
A 14.82 59.292 29.64 - 12
B 14.82 88.932 - - 12
C 14.82 59.292 - 29.64 12

Tabel 4.7 Komposisi Campuran Batako Tipe II

35
Ukuran Tipe III 35 cm x 10 cm x 17 cm
Semen Pasir kerikil pasir halus Jumlah Benda Uji
Variasi
(Kg) (Kg) (Kg) (kg) (Buah)
A 20.94 83.736 41.868 - 12
B 20.94 125.604 - - 12
C 20.94 83.736 - 41.868 12

Tabel 4.8 Komposisi Campuran Batako Tipe III

4. Hasil Uji Kuat Tekan Batako


Kuat Tekan untuk cetakan ukuran 30 cm X 10 cm X 12 cm
Variasi A1
Dik : Berat benda uji = 6.690 kg
Beban Maksimum = 165 kN
Dimensi
p = 30 cm
l = 10 cm
t = 12 cm

Luas Penampang =pxlxt


= 30 x 10 x 12
= 3.600 cm2
Beban Maximum = 155 Kn
Kuat Tekan = 155 kN = 155000 N
p
Kuat Tekan =
l
155000
=
300000
= 5.17 N/mm2

36
Hasil perhitungan kuat tekan lainnya dapat dilihat pada tabel 4.9, 4.10, dan 4.11
KUAT TEKAN BATAKO TIPE 1
No Tanggal Dimensi Benda Uji Luas Beban Kuat Kuat Tekan
Umur Berat
Benda Jenis Konstruksi Panjang Lebar Tinggi Penampang Maksimum Tekan rata-rata
Dibuat Ditest
uji (hari) (gram) (mm) (mm) (mm) 2
(mm ) (KN) (N/mm ) (N/mm2)
2

1 Variasi A 7 6690.0 300 100 120 30000 155 5.17


2 7 6690.0 300 100 120 30000 185 6.17 5.44
1 : 4 : 2
3 7 6600.0 300 100 120 30000 150 5.00
1 Variasi B 7 6610.0 300 100 120 30000 125 4.17
2 7 6150.0 300 100 120 30000 80 2.67 3.67
1 : 6
3 7 6540.0 300 100 120 30000 125 4.17
1 Variasi C 7 6230.0 300 100 120 30000 125 4.17
2 7 6190.0 300 100 120 30000 135 4.50 4.06
1 : 4 : 2
3 7 6110.0 300 100 120 30000 105 3.50

Tabel 4.9 Kuat Tekan Batako Tipe 1

KUAT TEKAN BATAKO TIPE II


No Tanggal Dimensi Benda Uji Luas Beban Kuat Kuat Tekan
Umur Berat
Benda Jenis Konstruksi Panjang Lebar Tinggi Penampang Maksimum Tekan rata-rata
Dibuat Ditest
uji (hari) (gram) (mm) (mm) (mm) (mm2) (KN) (N/mm2) (N/mm2)
1 Variasi A 7 7880.0 330 100 120 33000 225 6.82
2 7 7670.0 330 100 120 33000 160 4.85 5.05
1 : 4 : 2
3 7 7170.0 330 100 120 33000 115 3.48
1 Variasi B 7 7540.0 330 100 120 33000 165 5.00
2 7 7360.0 330 100 120 33000 110 3.33 4.80
1 : 6
3 7 7300.0 330 100 120 33000 200 6.06
1 Variasi C 7 7300.0 330 100 120 33000 105 3.18
2 7 7420.0 330 100 120 33000 145 4.39 3.54
1 : 4 : 2
3 7 7090.0 330 100 120 33000 100 3.03

Tabel 4.10 Kuat Tekan Batako Tipe II


KUAT TEKAN BATAKO TIPE III
No Tanggal Dimensi Benda Uji Luas Beban Kuat Kuat Tekan
Umur Berat
Benda Jenis Konstruksi Panjang Lebar Tinggi Penampang Maksimum Tekan rata-rata
Dibuat Ditest
uji (hari) (gram) (mm) (mm) (mm) (mm2) (KN) (N/mm2) (N/mm2)
1 Variasi A 7 11800.0 350 100 170 35000 135 3.86
2 7 12040.0 350 100 170 35000 145 4.14 4.05
1 : 4 : 2
3 7 12480.0 350 100 170 35000 145 4.14
1 Variasi B 7 0.0 350 100 170 35000 0 0.00
2 7 0.0 350 100 170 35000 0 0.00 0.00
1 : 6
3 7 0.0 350 100 170 35000 0 0.00
1 Variasi C 7 0.0 350 100 170 35000 0 0.00
2 7 0.0 350 100 170 35000 0 0.00 0.00
1 : 4 : 2
3 7 0.0 350 100 170 35000 0 0.00

Tabel 4.11 Kuat Tekan Batako Tipe III

37

Anda mungkin juga menyukai