Anda di halaman 1dari 20

PAPER PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN

BATAKO

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
ANGGOTA :
1. SAVINA WAHYA FADILLAH
2. FILDZA NADHILA
3. MUAFFAN ALFAIZ WISAKSONO
4. ADIT FALAH FEBRIAN
5. ARYA SAPUTRA
6. SHINTA LARASATI DILIANI
7. FERDI ANUGRAH
8. RIFALDO
9. RESTU ANANDA
10. PUTU RIANTI

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
ABSTRAK
Batako merupakan bahan bangunan alternatif yang tersusun dari komposisi semen, air,
dan agregat pengisi yang terdiri dari kerikil dan pasir. Batako sebagai salah satu bahan bangunan,
memiliki kontribusi sebagai pemberi beban pada struktur penerima beban seperti balok, kolom
dan pondasi. Batako yang ringan diharapkan mampu mengurangi beban struktur, sehingga
dimensi struktur penerima beban pun dapat diperkecil dan sekaligus efisiensi biaya. Dari hasil
penelitian terdahulu memberikan hasil bahwa semakin besar pemakaian styrofoam, berat batako
semakin ringan, namun kuat tekannya semakin rendah. Upaya yang pernah dilakukan untuk
menambah kuat tekan batako styrofoam dengan menambahkan mortar semen sebagai pelapis
bagian luar batako secara komposit. Salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat adalah dengan memanfaatkan keterampilan yang dimiliki, salah
satunya adalah pembuatan batako. Batako tersebut secara kasat mata menunjukkan kualitas yang
cukup baik dengan permukaan yang mulus akan tetapi sebenarnya belum memenuhi standar
batako yang baik. Sampai saat ini batako semakin dikenal sebagai pengganti batu bata. Berbagai
bahan tambah digunakan untuk meningkatkan mutu batako. Batako dalam penelitian ini dibuat
dari campuran semen, tepung dolomit, pasir dan air. Tujuan penelitian adalah mencari bahan
alternatif pengganti pasir dalam pembuatan batako. Komposisi sampel digunakan perbandingan
semen : pasir = 1 : 8 (dalam % volume).

Abstract
Brick is an alternative building material composed of a composition of cement, water,
and filler aggregate consisting of gravel and sand. Brick as one of the building materials, has a
contribution as a load-bearer on load-bearing structures such as beams, columns and
foundations. The lightweight bricks are expected to be able to reduce the load on the structure,
so that the dimensions of the load-bearing structure can be reduced and at the same time cost
efficiency. The results of previous studies showed that the greater the use of styrofoam, the
lighter the weight of the bricks, but the lower the compressive strength. Efforts have been made
to increase the compressive strength of styrofoam bricks by adding cement mortar as a
composite outer layer of bricks.One of the effective ways to improve people's welfare is to utilize
skills owned, one of which is the manufacture of bricks. The bricks visually show a pretty good
quality with a smooth surface but actually does not meet the standard of good brick. Concrete
brick as a substitute for getting as a brick later. Various material used to improve the quality of
concrete brick added. The bricks in this study were made from a mixture of cement, dolomite
flour, sand and water. The purpose of this research is to find an alternative material to replace
sand in making bricks. The composition of the sample used the ratio of cement: sand = 1: 8 (in
% volume).
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Batako adalah campuran antara semen, agregat, dan air dengan atau tanpa bahan tambahan.
Batako yang dihasilkan oleh industri kecil pada umumnya adalah batako padat. Batako tersebut
dilihat secara langsung menunjukkan kualitas yang cukup baik dengan permukaan yang mulus.
Dari hasil peninjauan di lapangan menunjukkan adanya perbedaan hasil yang dicapai antara
industri kecil dan industri rumah tangga dalam hal jumlah batako yang dihasilkan dalam satu zak
semen. Batako yang dihasilkan oleh industri kecil bervariasi antara 90-120 buah sedangkan pada
industri rumah tangga bervariasi antara 60-80 buah batako. Dengan adanya perbedaan jumlah
batako yang dihasilkan dalam satu zak semen akan memberikan perbedaan kuat tekan yang mana
jumlah batako yang dihasilkan lebih banyak memiliki nilai kuat tekan yang lebih kecil
dibandingkan jumlah batako yang dihasilkan lebih sedikit. Hal seperti ini menunjukkan bahwa
dalam pembuatan batako masih berdasarkan pengalaman yang tidak memperhatikan karakteristik
dari batako seperti gradasi agregat, berat jenis, kadar air, kuat tekan, dan proporsi campuran
batako. Pada era tekonologi sekarang ini, batako adalah sebagai salah satu bahan bangunan yang
paling banyak digunakan di Indonesia, maka dari itu kualitas batako yang baik akan sangat
mendukung keamanan dari segi struktur. Indonesia juga merupakan negara berkembang yang
memikili prospek industri yang cukup maju, salah satunya adalah produksi kopi. Untuk
memanfaatkan limbah kulit kopi tersebut, pada penilitian ini akan dipakai limbah kulit kopi yang
akan digunakan sebagai substitusi agregat kasar.

2. Pengertian Batako
Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata
yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland dan air dengan perbandingan 1
semen : 4 pasir. Batako difokuskan sebagai konstruksikonstruksi dinding bangunan
nonstruktural. Bentuk dari batako/batu cetak itu sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu batu cetak
yang berlubang (hollow block) dan batu cetak yang tidak berlubang (solid block) serta
mempunyai ukuran yang bervariasi. Bata beton (batako) adalah salah satu bahan bangunan yang
berupa batu-batuan yang pengerasannya tidak dibakar dengan bahan campuran yang berupa
pasir, semen, air dan dalam pembuatan tambahan lainnya dapat ditambahkan dengan bahan
lainnya (aditive) (Sembiring, 2017). Kemudian dicetak melalui proses pemadatan sehingga
menjadi bentuk balok-balok dengan ukuran tertentu dan dimana proses pengerasannya tanpa
melalui pembakaran serta dalam pemeliharaannya ditempatkan pada tempat yang lembab atau
tidak terkena sinar matahari langsung atau hujan, tetapi dalam pembuatannya dicetak sedemikian
rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding.
Berdasarkan bahan pembuatannya batako dapat dikelompokkan ke dalam 3 jenis, yaitu menurut
(Juniarto, 2015).
Klasifikasi batako dalam beberapa kelompok sebagai berikut :
 Batako dengan mutu I, adalah batako yang digunakan untuk konstruksi yang tidak memikul
beban, dinding penyekat serta konstruksi lainnya yang selalu terlindungi dari cuaca luar.
 Batako dengan mutu II, adalah batako yang hanya digunakan untuk hal-hal seperti dalam
jenis I, tetapi hanya permukaan konstruksi dari batako tersebut boleh tidak diplester.
 Batako dengan mutu III, adalah batako yang digunakan untuk konstruksi yang memikul
beban, tetapi penggunaannya hanya untuk konstruksi yang terlindungi dari cuaca luar (untuk
konsruksi di bawah atap).
 Batako dengan mutu IV, adalah batako untuk konstruksi yang memikul beban dan dapat
digunakan untuk konstruksi yang tidak terlindungi.

3. Konsep Pembuatan Batako


a. Proses Produksi
Proses diartikan sebagai suatu cara, metode dan teknik begaimana sesungguhnya sumber-
sumber (tenaga kerja,alat dan bahan) yang diubah untuk memperoleh suatu hasil. Produksi
adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa. Proses juga
diartikan sebagai cara, metode ataupun teknik bagaimana produksi itu dilaksanakan. Produksi
adalah kegiatan untuk menciptakan dan menambah kegunaan (utility) suatu barang dan jasa.
Proses produksi adalah cara, metode ataupun teknik menambah kegunaan suatu barang dan jasa
dengan menggunakan factor produksi yang ada. Dapat diambil kesimpulan bahwa proses
produksi meruapakan kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau
jasa dengan menggunakan faktor-faktor yang ada seperti tenaga kerja, alat, bahan baku dan dana
agar lebih bermanfaat bagi kebutuhan manusia.

b. Proses Pembuatan Batako


Saat ini beton sangat umum dan telah dibuktikan oleh waktu sebagai bahan bagunan
kususnya untuk dinding. Beton dapat diproduksi dengan tangan dan mesin. Penggunaan khusus
beton ditentukan oleh ukuran dan mutunya. Salah satu jenis beton yang cukup familiar
dikalangan masyarakat adalah batako. Batako mempunyai sifat-sifat panas dan ketebalan total
yang lebih baik dari pada beton padat. Jika disbanding dengan batu bata, batako memiliki
keuntungan tertentu seperti, beratnya hanya 1/3 dari batu bata untuk jumlah yang sama. Batako
dapat disusun 4 kali lipat cepat dan cukup kuat. Bahan baku yang terdiri Agregat (pasir), semen,
dan air di campur dengan perbandingan 75 : 20 : 5. Pedoman ini sesuai dengan Pedoman Teknik
yang dikeluarkan oleh Departemn Pekerjaan Umum tahun 1986.

c. Deskripsi Batako
Batako mempunyai sifat – sifat panas dan ketebalan total yang lebih baik daripada beton
padat. Batako dapat disusun 4 kali lebih cepat dan cukup untuk semua penggunaan yang
biasanya menggunakan batu bata. Dinding yang dibuat dari batako mempunyai keunggulan
dalam hal meredam panas dan suara. Semakin banyak produksi batako semakin ramah terhadap
lingkungan daripada produksi batu bata tanah liat karena tidak harus dibakar. Campuran batako
terdiri dari semen portland, agregat, dan air. Pengertian batako atau batu cetak tras-kapur
menurut PUBI-1982 adalah bata yang dibuat dengan mencetak dan memelihara dalam suasana
lembab, campuran tras, kapur dan air dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya. Bahan
bangunan seperti batako secara umum biasanya digunakan untuk dinding tembok. Batako terdiri
dari berbagai bentuk dan ukuran. Istilah batako berhubungan dengan bentuk persegi panjang
yang digunakan untuk dinding beton. Batako digolongkan ke dalam dua kelompok utama, yaitu
batako padat dan batako berlubang. Batako berlubang memiliki sifat peredam panas yang lebih
baik dari batako padat dengan menggunakan bahan dan ketebalan yang sama.
BAB II
PENELITIAN TERKAIT

Pada penelitian yang dilakukan oleh Ishaq menyebutkan bahwa Apabila dilihat dari
peningkatan kuat tekan batako pada saat menggunakan tepung dolomit dapat disimpulkan bahwa
dengan penggunaan tepung dolomit sebagai subsitusi pasir dapat mengurangi kebutuhan semen,
hal ini terbukti pada dengan komposisi semen 1 : 8 kuat tekan K1 (subsitusi dolomit 0%) tidak
memenuhi kuat tekan yang disyaratkan SNI 03–0349-1989, namun pada komposisi K2,K3, dan
K4 dapat memenuhi kuat tekan yang disyaratkan SNI 03–0349-1989. Serta apabila ditinjau dari
tekstur permukaan batako yang dihasilkan kurang memenuhi standart karena permukaan pada
K5 sangat halus hal ini disebabkan karena memang butiran tepung dolomit lebih kecil dari pasir,
dikhawatirkan akan terjadi kesulitan apabila dinding batako akan di plester dikhawatirkan pasta
akan sulit menempel jadi masih diperlukan penambahan agregat yang lebih besar agar tekstur
yang
dihasilkan bisa lebih kasar.
Penelitian yang dilakukan oleh Hendriyani pada tahun 2017 menyebutkan bahwa Limbah
kertas HVS dapat dimanfaatkan pada campuran batako. Dengan variasipenambahan limbah
kertas HVS 0%, 5%, 10%, dan 15% dari berat pasir, didapatkan bahwa kadar air batako semakin
membesar seiring dengan bertambahnya limbah kertas HVS yang ditambahkan. Hal ini terjadi
karena selain pasir, kertas HVS pun merupakan bahan yang mudah untuk menyerap air. Namun
penambahan kadar air dalam batako masih memenuhi dalam persyaratan SNI 03-0349-1989
tentang bata beton untuk pasangan dinding, yang mensyaratkan kadar air maksimum batako
kelas II adalah 35%. Penambahan limbah kertas HVS pada campuran batako ternyata dapat
meningkatkan kuat tekan batako. Dari penambahan limbah kertas HVS dengan variasi 0%, 5%,
10%, dan 15% didapatkan bahwa mutu batako tertinggi dicapai pada batako dengan variasi 10%.
Bila dibandingkan dengan batako tanpa kertas HVS atau 0% limbah kertas HVS, maka kuat
tekan batako 5% dan 10% limbah kertas HVS 0,83% lebih tinggi dan batako 10% limbah
kertasHVS lebih tinggi 3,31%.
Batako beton untuk dinding pengisi rumah sederhana mempunyai kelemahan seperti
berat dan permukaan tidak halus. Jenis batako styrofoam (bata ringan) mulai digunakan oleh
masyarakat. Kenyataan di lapangan bahwa batako styrofoam masih dibuat oleh industri besar
dan belum dibuat oleh pengusaha kecil. Oleh karena itu, pelatihan dalam inovasi batako
konvensional dengan memberikan busa dalam campuran semen dan pasir dibutuhkan oleh
pengusaha kecil. Batako styrofoam yang dibuat perlu memodifikasi peralatan dan perlu ditambah
dengan peralatan yang baru. Pengabdian ini dihasilkan, sebagai berikut: 1) Alat generator foam
dan cetakan yang dimodifikasi oleh peserta dapat memproduksi batako styrofoam; 2) Kapasitas
produksi batako styrofoam 1,875 kali lebih banyak dibandingkan batako konvensional; 3) Alat
pencetak batako yang dibuat oleh peserta (pengusaha kecil) dapat berkontribusi dalam
menyediakan bahan dinding pengisi dan sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat
(Abdulhalim, dkk., 2014).
Permasalahan sampah belum bisa dimanfaatkan oleh masyarakat di pinggiran Sungai
Brantas, kota Malang, menjadi bahan produktif seperti pupuk bokashi. Pupuk bokashi juga dapat
dimanfaatkan menjadi bahan campuran batako dan paving. Industri kecil pembuat batako dan
paving cenderung masih menggunakan alat cetak konvensional (manual), sehingga produksi
rendah, kurang padat, kurang presisi, dan kuat tekan rendah. Oleh karena itu, teknologi baru
diperlukan oleh masyarakat dalam bentuk pencacah sampah bokashi, alat cetak batako, dan alat
cetak paving untuk industri. Pengabdian ini dihasilkan, sebagai berikut: 1) Alat pencacah sampah
yang dibuat oleh masyarakat dapat memproduksi bahan campuran paving dan batako (bokashi);
2) Pendapatan dan perekonomian masyarakat dapat ditingkatkan oleh alat cetak baru, karena
produksi 4-8 kali lipat lebih banyak dari produksi sebelumnya (Riman, dkk, 2013).
Kabupaten Wonogiri termasuk salah satu kantong buta aksara di Indonesia. Salah satu
kelompok Pintar Aksara dan Terampil Aksara terletak di Kelurahan Giriharjo, Kecamatan
Puhpelem. Usaha batako dibuat oleh kelompok Aksara ini. Kelompok aksara ini terbagi menjadi
dua kelompok. Usaha batako yang dibuat oleh kedua kelompok sejak tahun 2011 sampai dengan
sekarang masih berjalan, namun kondisinya stagnan. Usaha batako ini cenderung belum
dikembangkan oleh para anggota kelompok. Potensi peluang pasar belum dimanfaatkan oleh
kedua kelompok secara optimal. Peralatan cetak batako dan permodalan merupakan kendala-
kendala yang dihadapi oleh kedua kelompok. Pengabdian ini dihasilkan sebagai berikut; a)
Teknologi tepat guna diperkenalkan kepada kedua kelompok dalam bentuk alat pencetak batako;
b) Kedua kelompok dilatih dalam membuat batako; c) Kedua kelompok dilatih dalam hal
manajemen usaha; d) Kedua kelompok diperkuat (Anam, dkk., 2014).
Bahan bangunan yang dibuat di Kecamatan Kedungkandang menjadi salah satu sumber
mata pencaharian masyarakat setempat, karena potensi sumber daya alam, sumber daya manusia,
dan potensi pemasaran tersedia. Potensi pasir tersedia, sehingga bahan bangunan berbasis pasir
mudah dibuat oleh masyarakat. Pada kegiatan ini poses cetak genteng, batako, dan batu paving
dibuat dengan mesin cetak otomatis. Produk yang dihasilkan berkualitas, efisien, presisi, daya
serap rendah, kuat tekan tinggi, tidak mudah retak, dan ekonomis. Otomatisasi alat cetak bahan
bangunan yang multi guna ini diharapkan dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan pada
produk bahan bangunan manual. Otomatisasi alat cetak ini diharapkan jumlah produksi
meningkat, mutu produk terpenuhi persyaratan teknis, waktu produksi efisien, harga jual
ekonomis, dan daya saing produk meningkat (Utomo dan Susanto, 2009).
Di dalam persaingan dunia industri diharapkan menghasilkan produksi yang efisien agar
jumlah target produksi terpenuhi. Proses manual diubah menajdi proses mekanik merupakan
salah satu cara untuk meningkatkan produksi. Biaya produksi rendah, beban kerja ringan, dan
batako dibuat mudah merupakan keuntungan sistem mekanik. Sistem mekanik yang diterapkan
pada mesin press batako antara lain, tuas, energi potensial, dan gaya sentrifugal. Penelitian ini
dihasilkan bahwa perancangan mesin cetak batako mekanis dapat memudahkan dan
meningkatkan kapasitas produksi batako, karena mampu menghasilkan 10 batako dengan sekali
tekan, sehingga meringankan proses pembuatan batako (Jefry, 2014).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai pembuatan batako
mekanis terahadap alat-alat kerja, bahan-bahan kerja, dan tahap-tahap pembuatan belum pernah
diteliti. Batako beton mekanis mempunyai keuntungan, sebagai berikut: 1) Kapasitas produksi
lebih banyak dimiliki oleh batako mekanis; 2) Produk batako mekanis dihasilkan lebih
berkualitas; 3) Pendapatan dan perekonomian masyarakat yang dihasilkan lebih meningkat; 4)
Waktu produksi yang dihasilkan lebih efisien; dan 5) Beban kerja didapatkan lebih ringan.
BAB III
METODELOGI

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Metode eksperimen yaitu suatu metode
penelitian untuk mengadakan kegiatan percobaan yang mendapatkan suatu hasil.

1. Sampel
Sampel dalam penelitian ini menggunakan bata beton pejal dengan campuran limbah struktur
beton, dengan jumlah benda uji 35 buah dengan ukuran bata beton pejal panjang 40 cm, lebar 8
cm dan tinggi 20 cm dan sebahagian berbentuk silinder dengan diameter 15cm dan tinggi 30 cm.
Cara pengambilan sampel pasir, semen, air dan limbah konstruksi banggunan, yaitu :
a. Pasir yang digunakan pasir yang diambil dari amp.
b. Semen dipakai, semen Andalas dengan berat 40 kg dalam kondisi baik.
c. Air yang dipakai air artetis yang dipakai untuk kebutuhan sehari-hari di kampus UHKBPN.
d. Limbah struktur beton yang, diambil dari perubuhan bangunan atau renopasi banggunan yang
ada di kota Medan.
Sampel dalam penelitian ini adalah berupa benda uji bata beton pejal yang terbagi dalam dua
perlakuan dengan masing-masing benda uji, perlakuan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1.
2. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini ada tiga macam, yaitu variabel bebas, variabel terikat dan
variabel kontrol.
a. Variable bebas adalah variabel yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen (Sugiyono, 1999:20). Yang menjadi variable bebas dalam penelitian ini adalah
subtitusi limbah konstruksi bangunan.
b. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya
variabel bebas (Sugiyono, 1999:20). Yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini
adalah kuat tekan bata beton pejal.
c. Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan dilihat konstan sehingga dapat
melakukan penelitian bersifat membandingkan (Sugiyono, 1999:20). Sebagai variabel
kontrol dalam penelitian ini adalah bata beton pejal dengan subtitusi 0% limbah konstruksi
bangunan.

3. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan sesuai dengan bagan alir Gambar 3.1

Pengujian bahan

Limbah konstruksi Air Semen Pasir


1. Gradasi 1. Warna 1. Kehalusan 1. Berat jenis
2. Berat jenis 2. Kejernian semen 2. Berat satuan
Pencampuran bahan sesuai perbandingan

Pencampuran adukan

Pengambilan

Pembuatan benda uji

Perawatan selama 28 hari

Pengujian benda uji


1. Kuat tekan
2. Daya resap air

Analisa hasil

Kesimpulan
Data kuat tekan sebagai dasar perancangan, dapat menggunakan hasil uji kurang dari 28 hari
berdasarkan data rekaman yang lalu untuk kondisi pekerjaan yang sama dengan karakteristik
lingkungan dan kondisi yang sama. Jika menggunakan hal ini, maka dalam rencana harus
disebutkan dan hasil dikonversi ke umur 28 hari berdasarkan Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Perkembangan kuat tekan untuk semen potlan tipe 1

BAB IV
PERCOBAAN DAN HASIL

1. Pembahasan
a. Air
Pemeriksaan terhadap air dilakukan secara visual yaitu mengamati air secara langsung
mengenai sifat-sifatnya yaitu, tidak berwarna, tidak berbau, jernih/tidak mengandung lumpur dan
benda terapung lainnya sehingga air dapat digunakan untuk campuran adukan bata beton pejal
(memenuhi syarat sesuai pada SK-SNI–S–04–1989– F).
b. Semen
Semen yang digunakan semen Andalas dengan kemasan 40 kg/zak yang dibeli dari toko
bangunaan yang terdekat. Dari pengamatan yang dilakukan bahwa semen memenuhi syarat
SII0013-81, tentang “mutu dan cara uji semen” atau SK.SNI.S-04-1989-F .
c. Pasir
Pasir yang diambil dari AMP seacara umum memenuhi syarat digunakan sebagai bahan
bangunaan. pemeriksaan sifat pasir ini meliputi pemeriksaan berat jenis, berat satuan, gradasi,
kadar air pasir dan pemeriksaan kadar lumpur pasir. Hasil penelitian masing-masing pemeriksaan
tersebut, yaitu :
 Berat jenis
Dari hasil pemeriksaan diperoleh berat jenis rata-rata pasir dari kedua sample adalah 2,56
gram/cm3. Pasir termasuk dalam agregat normal (berat jenisnya antara 2,5-2,7), sehingga dapat
dipakai untuk beton normal dengan kuat tekan 15-40 Mpa (Tjokrodimuljo 1996: 15).
 Berat satuan
Pada penelitian ini digunakan piknometer yang berbentuk silinder dengan volume 1000 cm3
dan berat piknometer 350,70 gr. Dari hasil pemeriksaan diperoleh berat satuan pasir 1,483
gram/cm3.
 Gradasi pasir
Dari hasil analisa saringan pasir yang dilakukan telah memenuhi syarat SK-SNI-T-15- 1990
03. Hasil pemeriksaan Modulus Halus Butir didapatkan sebesar 2,852 (batas Modulus Halus
Butir pasir yang diijinkan 1,5 - 3,8). Dalam peraturan SK-SNI-T-15-1990-03, kekasaran pasir
dibagi menjasi empat kelompok menurut gradasinya, yaitu pasir kasar (zona I), pasir agak kasar
(zona II), pasir agak halus (zona III), dan pasir halus (zona IV). Berdasarkan pembagian gradasi
tersebut pemeriksaan gradasi pasir masuk pada zona I yaitu pasir kasar. Pemeriksaan gradasi
pasir dapat dilihat dalam Gambar 4.1.
 Kadar lumpur
Dari Pemeriksaan kadar lumpur didapatkan sebesar 4,5%, bahwa pasir ini masih memenuhi
syarat untuk penggunaan bahan campuran batako , menurut SK-SNI-S-04-1989-F kadar lumpur
maksimum pasir ialah 5%. Dengan demikian pasir dari AMP dapat digunakan sebagai bahan
susun batako, karena kandungan lumpur dibawah yang disyaratkan dibawah 5%.
2. Limbah Konstruksi Bangunan
a. Gradasi puing
Puing limbah konstruksi yang digunakan dalam pembuatan batako ini berasal dari bangunan
yang sedang direnovasi. Limbah Puing bangunan yang akan digunakan sebagai bahan baku
agregat kasar dalam pembuatan batako belum memenuhi syarat, maka puing harus dihancurkan
sehingga membentuk puing dan dilakukan penyaringan.
Di dalam penelitian ini Ukuran agregat dapat mempengaruhi kekuatan tekan batako. Gradasi
yang dilakukan ini dimana ukuran dan bentuknya harus disesuaikan dengan syarat yang
diberikan oleh ASTM ,BS ataupun SNI. Agregat yang dipakai dalam percobaan pembuatan
batako ialah agregat yang semua butirnya tertingal diatas ayakan 4,8 mm (SII.0052,980) atau
4.75 (ASTM C33,982)
Adapun hasil dari pengujian gradasi dari jenis puing ini, didapat modulus halus butir (MHB)
3,85. Jenis batako yang dihasilkan, selanjutnya diteliti apakah jenis puing menghasilkan
karakteristik batako yang berbeda dalam hal kekuatan maupun kemudahan
pengerjaan/pembuatan batako.
Hasil pemeriksaan gradasi puing limbah konstruk dapat dilihat pada Gambar 4.2
b. Berat satuan
Pemeriksaan berat satuan dilakukan dengan keadaan puing sudah di hancurkan terlebih
dahulu dan SSD. Pada penelitian ini digunakan piknometer yang berbentuk silinder dengan
volume 1000 cm3 dan berat piknometer 350,70 gr. Dari hasil pemeriksaan diperoleh berat satuan
pasir 1,48 gram/cm3.

3. Perhitungan Kebutuhan Bahan Tiap Adukan (Mix Design) Benda Uji


Sebelum melakukan pengecoran dilakukan perhitungan perbandingan bahan susunan batako
yang tepat, kebutuhan bahan susunan batako dihitung berdasarkan perbandingan berat yang
diperoleh dari konversi kebutuhan bahan dalam volume. Dalam perhitungan rencana kebutuhan
bahan, faktor air semen diambil 0,4-0,6 dan kandungan udara 1%. Rencana adukan (mix design)
benda uji batako, berbentuk silinder, dapat dilihat pada Tabel 4.1.
4. Rancangan Adukan Batako
Bahan campuran bata beton pejal yang dipakai meliputi agregat halus berupa pasir, semen
portland produksi PT. Andalas, limbah konstruksi sebagai bahan penganti sebahagian dari pasir
dan air, disusun. Dalam penelitian ini nilai fas yang digunakan sebesar 0,48.

5. Hasil Uji Kuat Tekan Batako


Pengujian kuat tekan dilakukan pada saat mortar telah berumur 28 hari, dengan 4 buah benda
uji untuk setiap penambahan limbah konstruksi dan menggunakan mesin uji desak (Compression
Tension Machine ). Sebelum dilakukan uji tekan benda, batako ditimbang terlebih dahulu. Hasil
pengujian kuat tekan bata beton pejal dengan bahan tambah limbah konstruksi ada pada
lampiran. Data yang diperoleh dari penelitian kuat tekan ditampilkan dalam bentuk grafik. Untuk
menyatakan hubungan antara persentase limbah konstruksi dengan kuat tekan bata beton pejal,
dipilih, jenis hubungan antara persentase limbah konstruksi dengan kuat tekan bata beton pejal
yang dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Dari Gambar 4.3 hubungan antara persentase limbah konstruksi dan kuat tekan bata beton
pejal, dapat dilihat, bahwa kuat tekan bata beton pejal akan semakin bertambah dengan
kandungan puing limbah konstruksi dalam campuran batako. Kuat tekan terendah terjadi pada
persentase 0 kemudian kuat tekan akan semakin bertambah kekuatannya, pada penambahan
20%, dan 30% sampai pada persentase 50% kekuatan tekan batako tetap bertambah. Dan kuat
tekan batako tertinggi 4,43 Mpa terjadi pada penambahan limbah puing 50% dan kuat tekan
terendah 2,3 Mpa terjadi pada 0% puing limbah konstruksi. Dari hasil penelitian bata beton bejal
dengan persentase limbah konstruksi 0%-30% termasuk dalam batako mutu IV sedangkan
persentae 40%- 50% termasuk dalam mutu II dan III . Berdasarkan Gambar 4.3 terlihat bahwa
pada persentase 0% bata beton pejal relatif lebih lemah dibanding dengan bata beton pejal
dengan penambahan limbah konstruksi. Penambahan kuat tekan ini disebabkan adanya kekuatan
dari puing limbah konstrksi. Dimana kekuatan puing limbah konstruksi hampir sama dengan
agregat kasar. Disamping itu puing limbah konstruksi dapat bereaksi dengan semen dan pasir.

6. Serapan Air
Pemeriksaan serapan air pada batako dengan penambahan limbah konstruksi sebagai
pengganti sebagian dari pasir, dilakukan pada saat bata beton pejal berumur 28 hari, terhadap 3
benda uji pada setiap variasi perbandingan campuran. Pengujian serapan air dilaksanakan dengan
cara, bata beton pejal terlebih dahulu dioven pada suhu kamar 110°C selama 24 jam. Setelah
dioven bata beton pejal direndam dalam air selama 24 jam lalu ditimbang. Data yang diperoleh
dari penelitian serapan air batako ditampilkan dalam bentuk grafik dan dapat dilihat pada
Gambar 4.4

Dari Gambar 4.4, hubungan antara persentase limbah konstruksi dan serapan air bata beton,
dapat dilihat bahwa serapan air bata beton meningkat walaupun penambahan puing limbah
semakin banyak, resapan airnya mengalami kenaikan walupun tidak stabil. Dalam persyaratan
fisik bata beton pejal menurut SNI 03-0349-1989, tercantum bahwa bata beton pejal mutu
tertinggi air yaitu mutu I disyaratkan serapan air maksimum sebesar 25%, sedangkan mutu bata
beton pejal dibawahnya yaitu mutu II disyaratkan serapan air maksimum 35%. dapat dilihat
bahwa serapan air tertinggi sebesar 17,35% terjadi pada perbandingan campuran. 2,80 limbah
puing : 1pc : 4,20psr, pada perbandingan campuran tersebut bata beton pejal masuk dalam mutu I
dan II. Dengan demikian serapan air sebesar 17,62 % tersebut masih sangat memenuhi
persyaratan fisik bata beton pejal, karena mutu I dan II masih dibawah mutu III. Ada bebarapa
faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan serapan air pada bata beton pejal yaitu antara
lain sifat dari limbah konstruksi mudah menyerap air. Limbah konstruksi merupakan bahan yang
berpori, sehingga air dengan mudah terserap dan mengisi pori-pori tersebut.
BAB V
PENUTUP

1. Kesimpulan
a. Dari penelitian ini dapat diketahui sifat karakteristik bahan susun batako, pasir AMP yaitu
modulus kehalusan pasir adalah 2,85, Berat jenis Pasir AMP adalah 2,56 dan Kadar lumpur
pasir adalah 4,5%. Berat satuan pasir AMP dilakukan dengan dua percobaan dimana
diperoleh hasil, besarnya berat satuan pasir yang dilakukan dengan pemadatan sebesar 1, 48
ton/m3 dan besarnya berat satuan pasir AMP yang diperiksa tanpa pemadatan, sebesar 1,12
ton/m3. maka pasir AMP layak untuk digunakan dalam pembuatan batako.
b. Batako yang menggunakan limbah konstrukai sebagai bahan baku, mengalami peningkatan
kuat tekan batako dengan bertambahnya persentase limbah konstruksi. Kuat tekan yang
tertinggi pada persentase penambahan limbah konstruksi 50% adalah 4,43MPa, sedangkan
kuat tekan terendah untuk penambahan limbah konstruksi pada 0% adalah 2,1 MPa. jadi
sejauh ini pengaruh dari mutu batako dengan penambahan puing konstruksi sangat
berpengaruh, dimana mutu batako mengalami peningkatan yang cukup bagus. Untuk itu
penambahan limbah konstruksi pada pembuatan batako layak untuk digunakan, sesuai
dengan SNI-3-0349-1989.
c. Batako menggunakan limbah konstruksi sebagai subsitusi semen mengalami kenaikan
serapan air dengan bertambahnya jumlah persentase puing limbah konstruksi. Serapan air
terendah untuk subsitusi semen pada persentase puing limbah konstruksi 0% adalah 14,84
sedangkan serapan tertinggi untuk penambahan puing limbah konstruksi pada 40% adalah
17,35%. Dari hasil resapan air tertinggi masih memenuhi persyaratan fisik batako sesuai
dengan SNI-3-0349-1989.
DAFTAR PUSTAKA

Febriyanto, H, 2014. Pembuatan Batako Dengan Bahan Tambah Serat Kelapa Sebagai


Alternatif (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Hermanus J. Suripatty, 2016. Analisa Kualitas Proses Produksi Produk Batu Batako PT. Karya
Papua Nabire. Jurnal Fateksa. Volume 1 (1) : 31 – 38.
Mallisa, Harun, 2011. Studi Kelayakan Kualitas Batako Hasil Produksi Industri Kecil Di Kota
Palu. Media Litbang Sulteng. Vol 4 (2) ; 75 – 82.
Riadia, L, 2006. Stabilisasi Logam Berat Dalam Sludge dan Efektifitas Penggunaannya Pada
Pembuatan Batako. Jurnal Purifikasi. Vol 7(2) : 151 – 156.
Ristinah, R., Zacoeb, A., Soehardjono, A., & Setyowulan, D., 2012. Pengaruh Penggunaan
Bottom Ash Sebagai Pengganti Semen Pada campuran Batako Terhadap Kuat Tekan
Batako. Rekayasa Sipil. Vol 6 (3) : 264 – 271.
Sidabutar, Ros Anita, Patar Pasaribu, Pahala Roni Pane, 2016. Analisa Limbah Konstruksi
sebagai Bahan Baku Batako. Jurnal Fakultas Teknik. Vol 2 (2).
Umar, Muhammad Zakaria, Muhammad Nuh Arifiandi Hadiputra, Abdul Fattaah Mustafa,
Fitriani Rahmawati, 2018. Identifikasi Pembuatan Batako Beton Mekanis. Jurnal Ilmiah
Mustek Anim Ha. Vol 7 (2) : 102 – 116.

Anda mungkin juga menyukai