Anda di halaman 1dari 126

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beton merupakan material konstruksi yang memiliki banyak keuntungan,

diantaranya adalah bahan-bahan pembentuknya mudah diperoleh, mudah dibentuk,

harga lebih murah, tidak memerlukan perawatan khusus, dan lebih tahan terhadap

lingkungan bila dibandingkan dengan material baja dan kayu. Hal ini menjadikan

beton banyak digunakan untuk konstruksi bangunan gedung, jembatan, dermaga,

dan lain-lain.

Sejalan dengan makin pesatnya pembuatan beton di Indonesia, maka

bahan-bahan yang digunakan seperti semen, pasir, dan lain sebagainya juga

semakin banyak. Sedangkan bahan bahan tersebut di alam sangat terbatas

jumlahnya. Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi kita dapat

menciptakan berbagai macam rekayasa dengan memanfaatkan bahan-bahan di

sekitar kita untuk terciptanya bahan bangunan tepat guna dan ramah lingkungan.

kang ale-ale adalah jenis kerang dari spesies vertebrata, bagian dagingnya

dimanfaatkan sebagai bahan tambah untuk makanan sedangkan kulitnya belum

dimanfaatkan secara maksimal. Kulit ale-ale yang belum dimanfaatkan ditumpuk

dimuka halaman rumah warga sambil menunggu jika ada yang membeli untuk

keperluan penimbunan halaman rumah ataupun jalan tanah yang becek.

1
2

Suatu tantangan karena pemanfaatan kulit ale-ale yang optimal, sehingga

bagaimana memanfaatkan kulit ale-ale agar dapat menjadi suatu nilai tambah secara

ekonomi dan dapat mengurangi masalah pencemaran lingkungan.

Jika pemanfaatan kulit ale-ale dapat dibuktikan secara teknis sebagai

bahan tambah untuk campuran beton, maka diharapkan dapat mengurangi dampak

pencemaran lingkungan dan mempunyai nilai tambah secara ekonomi.

Berkaitan dengan hal di atas, maka dalam Tugas Akhir ini akan

dilakukan kajian kuat tekan beton limbah dengan menggunakan serbuk cangkang

ale-ale sebagai bahan tambah untuk beton.

Gambar 1.1 Limbah cangkang ale ale yang digunakan sebagai bahan tambah

campuran beton
3

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka yang menjadi

permasalahan dalam tugas akhir ini adalah bagaimana mengurangi limbah ale-ale

dan memanfaatkan limbah cangkang ale-ale agar bermanfaat untuk konstruksi

beton gedung maupun transportasi

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis membatasi masalah yang akan

dibahas, yaitu :

a. Mutu beton yang direncanakan adalah beton dengan karakteristik K-175

b. Beton digunakan untuk jenis konstruksi plat,

c. Bahan yang digunakan berupa :Substitusi menggunakan perbandingan kuat

tekan beton antara beton normal dan beton dengan persentase bahan tambah

serbuk cangkang ale – ale 5%. 10% dan 15%.

d. Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 3 hari.

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai persyaratan

untuk menyelesaikan program Diploma III Teknik Sipil pada Jurusan Teknik Sipil

dan Perencanaan di Politeknik Negeri Pontianak.


4

1.4.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui kuat tekan

beton dengan menggunakan serbuk limbah cangkang ale-ale sebagai bahan tambah

untuk beton sehingga dapat diketahui apakah limbah cangkang ale-ale ini dapat

digunakan sebagai bahan tambah pada campuran beton.

1.5 Manfaat Penelitian

a. Manfaat yang di peroleh dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi
bagi perencana dan pelaksanaan bangunan teknik sipil.
b. Meberikan informasi kekuatan beton K-175 dengan menggunakan serbuk
limbah cangkang ale-ale apakah dapat digunakan sebagai bahan tambah.

1.6 Metodologi

Metode yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah metode

pengumpulan data dan studi literatur. Metode pengumpulan data dilakukan dengan

melakukan pengujian material dan kuat tekan beton di laboratorium. Metode studi

literatur yaitu mempelajari referensi yang berhubungan dengan masalah ini.

1.7 Sistematika Penulisan

Dalam tugas akhir ini, menggunakan sistematika penulisan sebagai

berikut :
5

BAB I : Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, permasalahan, pembatasan

masalah, tujuan metodologi dan sistematikan penulisan dalam kuat

tekan beton limbah dengan menggunakan serbuk cangkang ale-ale.

BAB II : Bab ini menjelaskan tentang dasar teori

BAB III : Bab ini menjelaskan tentang metode pelaksanaan pengujian

BAB IV : Bab ini menjelaskan tentang pembahasan dan data analisa

BAB V : Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan saran


BAB II

DASAR TEORI

2.1. Sejarah Perkembangan Beton

Penggunaan beton dan bahan – bahan vulkanik seperti abu pozzolan

sebagai pembentuknya telah dimulai sejak zaman Yunani dan Romawi, bahkan

mungkin sebelum itu (Nawy, 1985:2-3). Penggunaan bahan beton bertulang secara

intensif diawali pada awal abad ke sembilan belas. Pada tahun 1801, F.Coignet

menerbitkan tulisannya mengenai prinsip – prinsip konstruksi dengan meninjau

kelembaban bahan beton terhadap taruknya. Pada tahun 1850, J.L.Lambot untuk

pertama kalinya membuat kapal kecil dari bahan semen untuk dipamerkan pada

Pameran Dunia tahun 1855 di Paris. J.Monier, seorang ahli taman dari Prancis,

mematenkan rangka metal sebagai tulangan beton untuk mengatasi taruknya yang

digunakan untuk tempat tanamannya. Pada tahun 1886, Koenen menerbitkan

tulisan mengenai teori dan perancangan struktur beton. C.A.P Turner

mengembangkan pelat slab tanpa balok pada tahun 1906.

Seiring dengan kemajuan besar yang terjadi dalam bidang ini,

terbentuklah German Committee Reinforce Concrete, Australian Concrete

Committee, American Concrete Institute, dan British Concrete Institude. Di

Indonesia sendiri, Departemen Pekerjaan Umum selalu mengikuti perkembangan

beton melalui Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan (LPMB). Melalui

lembaga ini diterbitkan peraturan – peraturan standar beton yang biasanya

6
7

mengadopsi peraturan internasional (code standard international) yang disesuaikan

dengan kondisi bahan dan jenis bangunan di Indonesia.

Perkembangan yang cepat dalam bidang seni serta analisis perancangan

dan konstruksi beton telah menyebabkan dibangunnya struktur – struktur beton

yang sangat khas (Nawy, 1985) seperti Auditorium Kresge di Boston, Marina

Tower, Lake Point Tower di Chicago, dan Keong Mas di Taman Mini Indonesia.

2.2. Pengertian Beton

Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang telah umum

digunakan untuk, jalan, dan lain lain. Beton merupakan satu kesatuan yang

homogen. Beton ini didapatkan dengan cara mencampur agregat halus (pasir),

agregat kasar (kerikil), atau jenis agregat lain dan air, dengan semen portland atau

semen hidrolik yang lain, kadang kadang dengan bahan tambahan (additif) yang

bersifat kimiawi ataupun fisikal pada perbandingan tertentu, sampai menjadi satu

kesatuan yang homogen. Campuran tersebut akan mengeras seperti batuan.

Pengerasan terjadi karena peristiwa reaksi kimia antara semen dengan air. Beton

yang sudah mengeras dapat juga dikatakan sebagai batuan tiruan, dengan rongga

rongga antara butiran yang besar (agregat kasar atau batu pecah), dan diisi oleh

batuan kecil (agregat halus atau pasir), dan poripori antara agregat halus diisi oleh

semen dan air (pasta semen). Pasta semen juga berfungsi sebagai perekat atau

pengikat dalam proses pengerasan,sehingga butiran butiran agregat saling terekat

dengan kuat sehingga terbentuklah suatu kesatuan yang padat dan tahan lama.

Membuat beton sebenarnya tidaklah sederhana hanya sekedar mencampurkan


8

bahan-bahan dasarnya untuk membentuk campuran yang plastis sebagaimana

sering terlihat pada pembuatan bangunan sederhana. Tetapi jika ingin membuat

beton yang baik, dalam arti memenuhi persyaratan yang lebih ketat karena tuntutan

yang lebih tinggi, maka harus diperhitungkan dengan seksama cara-cara

memperoleh adukan beton segar yang baik dan menghasilkan beton keras yang baik

pula. Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, dapat diangkut,

dapat dituang, dapat dipadatkan, tidak ada kecenderungan untuk terjadi pemisahan

kerikil dari adukan maupun pemisahan air dan semen dari adukan. Beton keras

yang baik adalah beton yang kuat, tahan lama, kedap air, tahan aus, dan kembang

susutnya kecil (Tjokrodimulyo 199 6 : 2).

Susunan bahan yang terdapat dalam beton pada umumnya terdiri dari :

a. ± 3 % udara

b. ± 8 % air

c. ± 15 % semen

d. ± 74 % agregat

2.3. Klasifikasi Beton

Beton terdiri dari campuran agregat, semen dan air. Dengan berjalannya

waktu. Campuran itu berubah dari keadaan plastis menjadi padat. Campuran pada

keadaan plastis yang disebut beotn segar, segera dituang ke dalam cetakan lalu

dipadatkan. Pemadatan harus selesai sebelum mengikat (setting). Setelah selesai

pengecoran kira-kira 10 jam, beton mulai mengeras. Proses pengerasan ini berjalan
9

terus sampai dicapai kekuatan beton yang disyaratakan, fase ini disebut beton keras

(hard concrete).

2.3.1. Beton segar

Beton segar merupakan campuran air, semen, agregat dan bahan tambah

(jika diperlukan) dalam keadaan plastis (sebelum semen mengikat). Salah satu cara

untuk memeriksa kekentalan adukan beton ialah dengan pengujian slump. Adukan

beton yang akan diuji harus diambil langsung dari tempat pengadukan atau mesin

pengaduk (molen) dengan menggunakan ember atau alat lain yang tidak menyerap

air.

Percobaan slump (slump test) ialah satu cara untuk mengukur kelecakan

adukan beton, yaitu kecairan atau kepadatan adukan yang berguna dalam

pengerjaan beton, percobaan ini menggunakan alat-alat sebagai berikut :

a. Corong baja yang berbentuk konus dan berlubang pada kedua ujungnya.

Bagian bawah berdiameter 20cm dan bagian atas berdiamter 10 cm dengan

tinggi 30 cm.

b. Tongkat baja dengan diameter 16 mm dan panjang 60 cm. Bagian ujung baja

ini berbentuk bulat.

Untuk mencegah penggunaan adukan beton terlalu kental atau terlalu

encer, dianjurkan untuk menggunakan nilai slump pada batas-batas yang telah

ditentukan.
10

Tabel 2.1. Nilai Slump untuk berbagai pekerjaan Beton

Sumber : SK. SNI. T-15-1990-03

Untuk maksud dan alasan tertentu, dengan persetujuan pengawas ahli

maka dapat dipakai nilai-nilai slump yang menyimpang dari tabel di atas tetapi

harus dipenuhi hal-hal berikut :

a. Beton dapat dikerjakan dengan baik.

b. Mutu beton yang diisyaratkan tetap terpenuhi.

2.3.2. Beton Keras

Sifat yang dianggap paling penting dari beton keras adalah kekuatan

tekan karena mutu beton sering dinilai berdasarkan kekuatan tekannya. Pengujian

kuat tekan beton dapat dilakukan di laboratorium. Pengujian ini bertujuan untuk

memberikan suatu petunjuk apakah beton yang bersangkutan telah memenuhi

syarat atau belum. Bentuk-Bentuk dasar dari benda uji beton yang diguanakan

untuk menguji kekuatan tekannya adalah kubus dan silinder.


11

2.4. Kelas dan Mutu Beton

Penggunaan beton untuk konstruksi beton bertulang dibagi dalam mutu

kelas sebagai berikut :

a. Beton kelas1, adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan non struktural. Untuk

pelaksanaannya tidak diperlukan keahlian khusus. Pengawasan mutu hanya

dibatasi pada pengawasan ringan terhadap mutu bahan, sedangkan terhadap

kekuatan tekan tidak diisyaratkan pemeriksaannya. Mutu beton kelas I

dinyatakan dengan B0.

b. Beton kelas II, adalah beton untuk pekerjaan pekerjaan struktural secara umum.

Pelaksanaannya memerlukan keahlian yang cukup dan harus dilakukan di

bawah pimpinan tenaga ahli. Beton kelas II dibagi dalam mutu standar yaitu

B1, K 125, K 175 dan K 225. Pada mutu B1, pengawasan mutu hanya dibatasi

pada pengawasan sedang terhadap mutu bahan, sedangkan terhadap kekuatan

tekan tidak diisyaratkan pemeriksaan. Pada mutu-mutu K 125, K 175 dan K

225, pengawasan mutu terdiri dari pengawasan yang ketat terhadap mutu bahan

dengan keharusan untuk memeriksa kekuatan tekan beton secara kontinyu.

c. Beton kelas III adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan struktural yang

menggunakan mutu beton dengan kekuatan tekan karakteristik yang lebih

tinggi dari 225 kg/cm². Pelaksanaannya memerlukan keahlian khusus dan harus

dilakukan dibawah pimpinan tenaga ahli. Disyaratkan adanya laboratorium

beton dengan peralatan yang lengkap dilayani oleh tenaga ahli yang dapat

melakukan pengawasan mutu beton secara kontinyu. Mutu beton kelas III
12

dinyatakan dengan huruf K dan angka di belakangnya yang menyatakan

karakteristik beton bersangkutan.

2.5. Jenis-jenis Beton

Jenis-jenis beton ditentukan berdasarkan berat volume dan teknik

pembuatan.

2.5.1. Jenis Beton Berdasarkan Berat Volume

Berat beton ditentukan oleh agregat yang dipakai. Berdasarkan berat

volume, jenis beton dikelompokkan sebagai berikut :

a. Beton Berat

Beton ini mempunyai berat volume > 2,8 ton/m³, dipakai untuk massa

yang berat dan pelindung sinar gama (untuk reaktor). Agregat yang dipakai antara

lain : butir besi, barito, magnetik dan lain-lain.

b. Beton normal

Beton ini mempuyai berat volum 1,8 – 2,8 ton/m³, dipakai untuk

konstruksi bangunan tempat tinggal (biasa).

c. Beton ringan

Beton ini mempunyai berat volume 0,6 – 1,8 ton/m³, dipakai untuk

pembuatan lapis penyekat suara atau bangunan yang memikul beban ringan.

Agregat yang dipakai antara lain lempung bekah (expanded clay), batu apung

(prumice), vermiculite dan lain-lain.


13

2.5.2. Jenis Beton Berdasarkan Teknik Pembuatan

Berdasarkan teknik pembuatan, jenis beton dikelompokkan sebagai

berikut :

a. Beton biasa

Beton ini dibuat langsung dalam keadaan plastis. Cara pembuatan beton

ini didasarkan atas :

i. Beton siap pakai (ready mix concrete).

ii. Beton in site (beton dibuat di lapangan).

b. Beton precast

Beton ini dibuat dalam bentuk elemen-elemen yang merupakan rangka

dari konstruksi yang akan dibuat. Beton ini dipasang dalam keadaan mengeras.

c. Beton prestress

Beton ini dibuat dengan memberi tegangan dalam pada beton sebelum

beton mendapat beban luar (kecuali beban sendiri).

2.6. Keuntungan dan Kerugian Dari Beton

Keuntungan dari beton antara lain :

a. Bisa dibuat dalam segala bentuk konstruksi.

b. Mampu memikul beban yang berat.

c. Tahan terhadap temperatur yang tinggi

d. Biaya pemeliharaan yang kecil


14

Kerugian dari beton antara lain :

a. Bentuk yang telah dibuat sulit untuk dirubah

b. Berat sendiri yang besar.

c. Pelaksanaan pengerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi.

d. Daya pantul suara yang besar.

e. Biaya besar.

f. Tidak mampu menahan gaya tarik.

2.7. Membuat Beton Yang Baik

Di lapangan masih banyak dijumpai cara-cara pembuatan beton yang

belum benar sehingga menghasilkan beton yang tidak memenuhi syarat-syarat yang

ditentukan. Hal ini merupakan tugas dan tanggung jawab dari petugas-petugas yang

ada di lapangan pekerjaan, baik mereka berfungsi sebagai pengawas maupun

pelaksana. Untuk membuat beton yang baik, petugas atau pelaksana di lapangan

harus mempunyai pengetahuan dan mematuhi mematuhi cara pembuatan beton

yang benar. Selain itu, semua bahan dasar yang digunakan juga harus memenuhi

syarat sebagai bahan beton.

Untuk menjamin agar beton yang dihasilkan memenuhi persyaratan yang

diminta, diajurkan agar pertama-tama menguji terlebih dahulu agregat yang akan

digunakan, kemudian membuat uji coba beton atau campuran uji beton setelah

rencan campuran (mix design) dilakukan.


15

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu beton adalah :

a. Mutu bahan batuan

b. Jenis/mutu semen

c. Faktor air semen

d. Gradasi/susunan butir bahan batuan

e. Pelaksanaan pembuatan beton

f. Pematangan (curing) beton, yaitu perawatan beton untuk dapat mencapai

kekuatan yang diinginkan.

2.8. Sifat-sifat Umum Beton

Beton harus memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan tujuan pemakainnya.

Misalnya suatu kolom bangunan, yang terpenting adalah beton tersebut harus

memiliki kekuatan tekan yang tinggi dan kuat untuk menahan beban bangunan itu,

sehingga sifat kedap air tidak penting untuk diperhatikan. Sebaliknya, lantai suatu

bak air harus memiliki sifat kedap air. Dengan kata lain, sifat-sifat penting beton

dalam suatu konstruksi harus disesuaikan dengan kebutuhan sehingga konstruksi

menjadi kuat dan lebih ekonomis.

2.8.1. Sifat-sifat Adukan Beton

Sifat sifat ada pada adukan beton diantaranya :

a. Kekentalan

Kekentalan adukan beton disesuaikan dengan cara pengangkutan,

pemadatan, jenis konstruksi dan kerapatan tulangan. Kekentalan tersebut


16

bergantung pada berbagai hal seperti jumlah dan jenis semen, nilai faktor air semen,

jenis dan susunan agregat serta penggunaan bahan tambah.

Yang dimaksud dengan nilai faktor air semen (f.a.s) ialah perbandingan

antara berat air seluruhnya (termasuk yang terkandung dalam agregat) dan berat

semen yang digunakan dalam suatu adukan beton.

Jadi f.a.s = Berat air dalam adukan


Berat semen dalam adukan

b. Sifat mudah dikerjakan (workability)

yang dimaksud dengan workablity adalah bahan-bahan beton setelah

diaduk bersama, menghasilkan adukan yang bersifat sedemikian rupa sehingga

adukan mudah diangkut, dituang/dicetak, dan dipadatkan menurut tujuan

pekerjaannya tanpa terjadi perubahan yang menimbulkan kesukaran atau penurunan

mutu.

c. Pemisahan Kerikil dan Air

Kecenderungan butir butir kerikil untuk memisahkan diri dari campuran

adukan beton disebut segregation. Pemisahan kerikil dari adukan beton berakibat

tidak baik terhadap betonnya setelah mengeras. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk

mengurangi kecenderungan pemisahan kerikil antara lain :

i. Air yang diberikan sesedikit mungkin.

ii. Adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian terlalu besar.

iii. Cara pengangkutan, penuangan dan pemadatan harus mengikuti cara yang

benar.
17

2.8.2. Sifat-sifat Beton

Sifat-sifat pada beton antara lain :

a. Sifat Tahan Lama

Sifat tahan lama pada beton, merupakan sifat dimana beton tahan

terhadap pengaruh luar selama dalam pemakaian. Sifat tahan lama pada beton dapat

dibedakan dalam beberapa hal, antara lain sebagai berikut :

a.1. Tahan terhadap pengaruh cuaca , berupa hujan dan pembekuan pada musim

dingin serta pengembangan dan penyusutan yang diakibatkan oleh basah dan

kering silih berganti.

a.2. Tahan terhadap pengaruh buangan zat kimia, seperti air laut, rawa dan air

limbah, zat kimia hasil industri dan air limbahnya serta bangunan air kotor kota

yang berisi kotoran manusia. susu, gula dan sebagainya.

a.3. Tahan terhadap erosi/gesekan yang diakibatkan oleh orang yang berjalan kaki

dan lalu lintas di atasnya serta gerakan ombak laut atau oleh partikel-partikel

yang terbawa angin dan atau air.

b. Rayapan (Creep)

Rayapan adalah suatu sifat dari banyak bahan-bahan yang akan terus

mengalami perubahan bentuk untuk jangka waktu yang lama pada pembebanan

yang tetap. Beton dengan mutu tinggi ternyata menunjukkan gejala rayapan lebih

kecil daripada beton dengan mutu lebih rendah. Gejala rayapan ini akan menurun

kegiatannya dengan berjalannya waktu dan akan berhenti prosesnya sampai 5 tahun

kemudian.
18

c. Daya Tahan Terhadap Pengausan

Pengausan beton terutama disebabkan oleh aliran yang cepat seperti

aliran air, tiupan angin kencang dan gesekan serta benturan oleh lalu lintas sehingga

terjadi lubang-lubang pada beton. Lubang-lubang yang terjadi antara air dan

permukaan beton biasanya terisi oleh uap air. Terkikisya permukaan beton oleh air

sehingga terjadi lubang-lubang disebut erosi-kawitasi.

d. Daya Tahan Terhadap Pengaruh Kimiawi.

Pada umumnya, beton tidak tahan terhadap serangan kimia. Ada

beberapa bahan kimia yang bereaksi dengan beton, akan tetapi dua bentuk serangan

yang biasa dijumpai, yaitu serangan alkali dan serangan sulfat.

e. Penyusutan dan Pemuaian (perubahan volume)

Faktor utama yang menyebabkan timbulnya perubahan volume adalah

kombinasi reaksi kimia antara semen dan air yang diikuti oleh mengeringnya beton,

perbedaan suhu serta pembasahan dan pengeringan beton yang berganti-ganti.

Apabila perubahan volume tertahan oleh gaya-gaya luar atau gaya-gaya dalam,

maka ini dapat mengakibatkan beton yang bersangkutan retak.

f. Kekuatan Beton

Sifat ini merupakan sifat utama yang harus dimiliki beton sebab beton

yang tidak memiliki kekuatan tekan sesuai kebutuhannya maka beton tersebut

menjadi tidak berguna. Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kekuatan tekan

beton adalah :
19

i. Mutu semen

ii. Perbandingan adukan beton

iii. Susunan agregat

iv. Air untuk membuat adukan beton

v. Umur beton

vi. Waktu pencampuran

vii. Cara pelaksanaan pembuatan beton

g. Sifat Kedap Air

Untuk mendapatkan beton yang kedap air, perbandingan air semen harus

direduksi seminimal mungkin sejauh kemudahan dikerjakan masih tercapai dan air

cukup untuk keperluan hidrasi semen. Perbandingan air semen juga tergantung

pada jenis konstruksi, alat pengangkut dan cara pemadatan.

Beberapa faktor lain yang dapat memperngaruhi sifat kedap air pada

beton, antara lain :

i. Mutu dan porositas agregat.

ii. Umur Beton, kekedapan air akan berkurang dengan adanya perkembangan

umur. Pada campuran basah penurunan daya kedap air lebih besar daripada

campuran kering.

iii. Gradasi, harus dipilih sedemikian agar beton dapat mudah dikerjakan dengan

baik dengan jumlah air yang minimal.

iv. Perawatan, merupakan faktor yang sangat penting untuk mendapatkan beton

kedap air.
20

2.9. Bahan Pembentuk Beton

2.9.1. Semen

Semen merupakan pengikat dalam campuran beton. Semen adalah

material yang mempunyai sifat-sifat adesif dan kohesif yang diperlukan untuk

mengikat agregat-agregat menjadi suatu benda padat yang mempunyai kekuatan

sesuai rencana. Untuk bisa menjadi padat, perlu ditambahkan air karena air akan

membuat terjadinya proses hidrasi.

Semen yang umum digunakan adalah semen portland (PC), yag

dipatenkan pertama kali di Inggris pada tahun 1824. Semen ini berupa bubuk yang

sangat halus yang terdiri dari kalsium (CaO) dan alumunium silikat (A12 O3).

Beton yang menggunakan PC biasanya memerlukan waktu kurang lebih dua

minggu untuk mencapai kekuatan yang cukup sebelum cetakan dapat dibuka.

Struktu beton akan mencapai kekuatan rencana setelah berumur 28 hari.

Menurut ASTM C150 semen portland dibagi menjadi 5 (lima) tipe,

yaitu :

a. Semen Portland tipe I : semen portland ini jenis umum (normal Portland

cement) yaitu jenis semen Portland untuk penggunaan dalam konstruksi beton

secara umum yang tidak memerlukan sifat khusus. Misalnya untuk

pembuatan trotoar, pasangan bata dan sebagainya.

b. Semen Portland tipe II : semen jenis umum dengan perubahan-perubahan

(modified Portland Cement). Semen ini memiliki panas hidrasi lebih rendah

dan keluarnya panas lebih lambat dari pada semen tipe I. Jenis ini digunakan

untuk bangunan tebal seperti pilar dengan ukuran besar, tumpuan dan dinding
21

penahan tanah tebal dan sebagainya. Panas hidrasi yang agak rendah dapat

mengurangi terjadinya retak-retak pengerasnya. Jenis ini juga dapat

digunakan untuk bangunan-bangunan drainase di tempat yang memiliki

konsentrasi sulfat agak tinggi.

c. Semen Portland tipe III : semen Portland dengan kekuatan awal tinggi (high

earl strenght Portland cement). Jenis ini memperoleh kekuatan besar dalam

waktu singkat sehingga dapat digunakan untuk perbaikan bangunan-

bangunan beton yang perlu segera digunakan atau yang acuannya perlu

segera dilepas.

d. Semen portland tipe IV: semen Portland dengan panas hidrasi yang rendah

(low heat Portland cement). Jenis ini merupakan jenis khusus untuk

penggunaan yang memerlukan panas hidrasi serendah-rendahnya.

Peningkatan kekuatannya lambat. Jenis ini digunakan untuk bangunan beton

massa seperti bendungan grafitasi besar.

e. Semen Portland tipe V : semen Portland tahan sulfat (sulfat resisting Portland

Cement). Jenis ini digunakan pada daerah yang mengandung sulfat seperti air

yang tinggi kadar alkalinya. Pergeseran berjalan lebih lambat dari semen

biasa.

Ditinjau dari kekuatannya, semen Portland dibedakan menjadi 4 (empat),

yaitu :

a. Semen Portland mutu S-400 yaitu semen Portland dengan kuat tekan pada

umur 28 hari sebesar 400 kg/cm².


22

b. Semen Portland mutu S-475 yaitu semen Portland dengan kuat tekan pada

umur 28 hari sebesar 475 kg/cm2.

c. Semen Portland mutu S-550 yaitu semen Portland dengan kuat tekan pada

umur 28 hari sebesar 550 kg/cm².

d. Semen Portland mutu S-S yaitu semen Portland dengan kuat tekan pada umur

1 hari sebesar 225 kg/cm².

Semen dapat dibagi dalam 2 (dua) kelas, yaitu :

a. Semen Hidrolik

Semen Hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras

di dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain kapur hidrolik, semen pozzolan,

semen terak, semen alam, semen portland, semen portland-pozzolan, semen

portland terak tanur tinggi, semen alumina dan semen expansif. Contoh lainnya

adalah semen portland putih, semen warna dan semen-semen yang dipakai untuk

keperluan khusus.

b. Semen Non Hidrolik

Jenis semen ini tidak dapat mengikat atau mengeras di dalam air tetapi

dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non hidrolik adalah kapur.

Kapur digunakan sebagai bahan pengikat selama jaman Yunani dan Romawi. Hal

tersebut terlihat pada piramida-piramida di Mesir serta bangunan Colosseum dan

Pathenon.
23

Sifat-sifat fisik semen sebagai berikut :

a. Berat jenis semen

Berat jenis semen adalah perbandingan antara berat isi kering semen

pada suhu kamar dengan berat isi kering air suling pada 48ºC yang isinya sama

dengan isi semen. Berat jenis semen Portland pada umumnya berkisar antara 3,10

sampai 3,30. Angka rata-rata dipakai 3,15.

b. Konsistensi normal semen

Konsistensi normal semen adalah suatau kondisi standar yang

menunjukkan kebasahan pasta semen.

c. Waktu pengikatan semen

Waktu pengikatan semen adalah waktu yang diperlukan semen untuk

mengeras, terhitung dari mulai bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen hingga

pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan, Pengikatan semen diukur dengan

alat vicat atau Gillmore.

2.9.2. Agregat

Agregat adalah bahan pengisi dalam campuran beton. Agregat

menempati ± 74% dari volume padat, sisanya terdiri dari adukan semen yang telah

mengeras, air yang belum bereaksi (air yang tidak ikut dalam proses hidrasi) dan

rongga udara.

Agregat pada umumnya diklasifikasikan sebagai agregat halus dan

agregat kasar. Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan 4,8 mm

(SII.0052,1980) atau 4,75 mm (ASTM C33,1982) atau 5,0 mm (BS.812,1976).


24

Sedangkan Agregat kasar ialah agregat yang semua butirnya tertinggal di atas

ayakan 4,8 mm (SII.0052,1980) atau 4,75 mm (ASTM C33,1982) atau 5,0 mm

(BS.812,1976). Apabila ingin mendapatkan gradasi yang baik, agregat dipisahkan

dengan saringan menjadi dua atau tiga kelompok ukuran agregat kasar. Ukuran

maksimum agregat kasar harus dapat dengan mudah mengisi cetakan dan lolos dari

celah-celah antara baja tulangan.

Penggunaan agregat dalam beton bertujuan untuk :

a. Menghemat penggunaan semen.

b. Menghasilkan kekuatan yang besar pada beton.

c. Mengurangi susut pengerasan beton. Dengan gradasi agregat yang baik, maka

akan didapat pada beton yang padat.

d. Mengontrol "Workability" atau sifat dapat dikerjakan aduk beton.

Sifat-sifat agregat antara lain :

a. Kadar Air Agregat

Kadar air agregat adalah perbandingan antara berat air yang terkandung

dalam agregat dengan berat agregat kering yang dinyatakan dalam persen. Kadar air

agregat perlu diketahui agar perencanaan job mix formula (JMF) menjadi lebih

akurat karena adanya faktor koreksi air.

b. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat

Istilah-istilah berat jenis yang berhubungan dengan sifat agregat

diantaranya :

b.1. Berat jenis absolute ialah perbandingan antara berat suatu massa yang masip

dengan berat air murni pada volume yang sama pada suhu tertentu. Disini
25

volume benda adalah volume masip tidak termasuk dengan pori-pori yang

terdapat didalamnya. Untuk menentukan berat jenis ini benda harus dibuat

berbentuk tepung, sehingga pori-pori didalamnya dapat dihilangkan.

b.2. Berat jenis nyata seperti berat jenis absolute tetapi di dalam volume benda

termasuk pori-pori yang tidak tembus air dan tidak termasuk volume pori-pori

kapiler yang dapat terisi oleh air.

b.3. Berat jenis pada keadaan jenuh kering muka (saturated and surface dry

condition atau SSD condition) ialah perbandingan antara berat suatu benda

pada keadaan jenuh/kering muka dengan berat air murni pada volume yang

sama pada suhu tertentu. Disini volume benda termasuk volume pori-pori yang

tidak tembus air.

b.4. Berat jenis dalam keadaan kering (bulk specific gravity) adalah perbandingan

antara berat agregat kering dan berat air yang isinya sama dengan isi agregat

dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. Berat jenis ini sama seperti pada berat

jenis pada keadaan jenuh tetapi di dalam volume benda termasuk volume

seluruh pori-pori yang terkandung dalam benda.

Penyerapan adalah presentase berat air yang dapat diserap pori-pori

agregat kering. Besar penyerapan tergantung porositas yaitu berupa volume pori-

pori yang dapat menyerap air.

c. Berat Isi Agregat

Berat isi agregat adalah perbandingan antara berat agregat dengan

volume yang ditempatnya dan dinyatakan dalam satuan kilogram per liter atau

kilogram per meter kubik. Hal ini secara angka sama dengan berat jenis bila volume
26

benda diukur atau ditentukan bagi masing-masing butirannya. Tetapi tidak mungkin

menghindari adanya rongga antara butiran-butiran agregat bila kita mengisikan

agregat ke dalam suatu tempat atau ruangan tertentu. Berat agregat yang mengisi

suatu tempat atau ruangan dalam satuan volume tertentu disebut isi atau bulk

density. Akan didapat angka yang berbeda dengan berat jenis, karena ruangan

tempat agregat terisi rongga antara partikel dari agregatnya.

Untuk agregat dengan berat jenis yang sama, dapat memberikan nilai

berat isi yang berbeda-beda tergantung bagaimana padatnya kita mengisikannya,

bentuk butiran dan susunan besar butirnya. Nilai berat atau isi ini biasanya

dipergunakan untuk mengkonversikan suatu jumlah dalam satuan berat kepada

satuan volume.

d. Analisa ayak agregat

Analisa ayak adalah suatu kegiatan analisa untuk mengetahui distribusi

ukuran baik agregat kasar maupun halus dengan menggunakan ukuran saringan

standar tertentu yang ditunjukkan dengan lubang saringan (mm). Analisa ayak juga

bertujuan untuk memeriksa apakah agregat kasar ataupun halus yang akan

digunakan tersebut cocok untuk produksi beton. Ayakan yang dipakai untuk

menguji besar butir agregat beton mempunyai lubang-lubang persegi. Ukuran

lubang dinyatakan dengan satuan inci, milimeter atau dengan nomor ayakan.
27

2.9.2.1. Agregat halus

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh agregat halus antara lain :

a. Harus terdiri dari butiran-butiran yang tajam dan keras. Butiran-butiran

agregat halus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-

pengaruh cuaca, seperti terik matahari atau hujan. (Kusnadi, 1986 : 39)

b. Tidak boleh mengandung lumpur.

c. Tidak boleh mengandung bahan-bahan organis terlalu banyak.

d. Mempunyai gradasi yang baik artinya terdiri dari butiran-butiran yang

beraneka ragam besarnya. Menurut peraturan di Inggris (British Standart)

yang juga digunakan di Indonesia, kekasaran pasir dapat dibagi menjadi

empat kelompok menurut gradasinya.

Tabel 2.2.Gradasi Agregat Halus Menurut


British Standard (BS) dan ASTM

Lubang Persen Berat Butir Yang Lewat Ayakan


Ayakan Menurut British Standard Menurut
(mm) Daerah I Daerah II Daerah Daerah ASTM C
III IV 33-74
10 100 100 100 100 100

4,8 90-100 90-100 90-100 95-100 95-100

2,4 60-95 75-100 85-100 95-100 80-100

1,2 30-70 55-90 75-100 90-100 50-85

0,6 15-34 35-59 60-79 80-100 25-60

0,3 5-20 8-30 12-40 15-50 10-30

0,15 0-10 0-10 0-10 0-15 2-10


28

Gambar 2.1. Daerah Gradasi Pasir Kasar

Gambar 2.2. Daerah Gradasi Pasir Agak Kasar

Gambar 2.3. Daerah Gradasi Pasir Halus


29

Gambar 2.4. Daerah Gradasi Pasir Agak Halus

2.9.2.2. Agregat Kasar

Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil hasil disintegrasi alam

dari batuan-batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari mesin pemecah batu.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh agregat kasar antara lain :

a. Harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak berpori. Agregat kasar

yang mengandung butiran pipih hanya dapat dipakai apabila jumlah butiran

tersebut tidak melebihi 20% dari berat agregat seluruhnya. Butiran agregat

kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh

iklim.

b. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% yang ditentukan terhadap

berat kering. Apabila kadar lumpurnya melebihi 1% maka agregat kasar harus

dicuci.

c. Tidak boleh mengandung zat-zat alkali yang dapat menyebabkan pecahnya

beton apabila zat tersebut bereaksi dengan K20 dan Na2O yang terkandung

dalam semen portland.


30

Agregat untuk beton harus memenuhi salah satu dari ketentuan sebagai

berikut :

a. ASTM C33, spesifikasi agregat untuk beton.

b. SNI 03 - 2461 - 1991, spesifikasi agregat ringan untuk beton struktur.

Ukuran maksimum nominal agregat kasar harus tidak melebihi :

a. 1/5 jarak terkecil antara sisi-sisi cetakan, atau

b. 1/3 ketebalan plat lantai, atau

c. 3/4 jarak bersih minimum antara tulangan-tulangan atau kawat-kawat begel

tulangan atau tendon-tendon prategang atau selongsong-selongsong.

2.9.3. Air

Air adalah bahan pereaksi kimiawi semen (terjadi proses hidrasi). Air

yang digunakan untuk campuran beton harus bersih, tidak mengandung minyak,

asam alkali, garam-garam, zat organik atau bahan - bahan lainnya yang bersifat

merusak beton dan baja tulangan. Sangat dianjurkan menggunakan air tawar bersih

yang dapat diminum, seperti air PDAM. Fungsi utama air dalam campuran beton

adalah melangsungkan proses hidrasi yaitu reaksi kimia antar semen dan air yang

menyebabkan campuran ini menjadi keras setelah beberapa waktu tertentu.

Seperti pada reaksi kimia lainnya, semen dan air dikombinasikan dalam

proses tertentu. Untuk melangsungkan proses hidrasi, air yang diperlukan hanya

sekitar 30% dari berat semen, namun kenyataannya faktor air semen yang dipakai

kurang dari 0,35. Kelebihan air ini dipakai sebagai pelumas. Tetapi perlu diketahui
31

bahwa tambahan air untuk pelumas, tidak boleh terlalu banyak karena kekuatan

beton akan berkurang serta betonnya poros.

Air yang digunakan dalam campuran beton seharusnya memenuhi

perbandingan yang baik agar didapat kekuatan tekan beton yang optimum. Air

untuk pembuaan dan perawatan beton harus memenuhi standar yang telah

ditetapkan dalam SK SNI 03-2847-2002 yaitu :

a. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan

merusak yang mengandung minyak, asam, alkali, garam, bahan-bahan

organis atau bahan-bahan lain yang dapat merusak beton dan baja tulangan

b. Air campuran yang digunakan pada beton prategang atau beton yang di

dalamnya tertanam logam alumunium, termasuk air bebas yang terkandung

dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang

membahayakan

c. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton kecuali

ketentuan berikut terpenuhi :

c.1. Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton

yang menggunakan air sumber yang sama

c.2. Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat

dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan

sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat

dengan air yang dapat diminum. Perbandingan kekuatan tersebut harus

dilakukan pada adukan serupa, terkecuali pada air pencampuran, yang dibuat

dan diuji sesuai dengan "Metode uji kuat tekan untuk mortar semen hidroli"
32

Air keruh hanya diendapkan minimal 24 jam atau disaring sehingga

memenuhi syarat untuk digunakan.

2.10. Rancangan Campuran Beton.

Pada konstruksi beton mutu tinggi diperlukan perencanaan komposisi

campuran beton yang tepat. Pembuatan dengan menggunakan perbandingan

volume yang biasa dipakai yaitu 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil untuk beton kedap air

dapat menghasilkan kuat desak beton yang sangat beragam (bervariasi).

Perencanaan adukan beton (concrete mix design) dimaksudkan untuk mendapatkan

beton yang sebaik-baiknya yang antara lain untuk mendapatkan :

a. Kuat tekan yang tinggi sesuai dengan perencanan

b. Mudah dikerjakan

c. Tahan lama (awet)

d. Murah

e. Tahan aus

2.10.1. Metode American Concrete Institute

Metode American Concrete Institute (ACI) mensyaratkan suatu

campuran perancangan beton dengan mempertimbangkan sistem ekonomisnya

dengan memperhatikan ketersediaan bahan-bahan di lapangan, kemudahan

pekerjaan serta keawetan dan kekuatan pekerjaan beton. Dalam metode ACI,

dengan melihat ukuran agregat tertentu,jumlah air per kubik akan menentukan
33

tingkat konsistensi dalam campuran beton yang pada akhirnya akan mempengaruhi

pelaksanaan pekerjaan (workability). Bagan alir perancangan dengan metode ACI

Pada metode ini input data perancangan meliputi data standar

deviasihasil pengujian yang berlaku untuk pekerjaan yang sejenis dengan

karakteristik yang sama. Selanjutnya data tentang kuat tekan rencana, data butir

nominal agregat yang akan digunakan, data slump (jika diinginkan dengan

tertentu)\, berat jenis agregat serta karakteristik lingkungan yang diinginkan.

2.10.2. Metode Road Note

Cara perancangan ini disimpulkan dari hasil penelitian Glan-ville., at.al,

yang ditekankan pada pengaruh gradasi agregat terhadap kemudahan pengerjaan.

2.10.3. Metode Standar Nasional Indonesia (SK.SNI.T-15-1990-03)

Perancangan cara Inggris atau dikenal dengan Metode Departemen

Pekerjaan Umum yang tertuang dalam SK SNI T-15-1990-03 tentang Tata Cara

Pembuatan Beton Normal merupakan adopsi dari cara Department of Environment

(DOE), Building Research Establishment, Britain.

2.11. Pelaksanaan Pembuatan/Pengolahan Beton

Suatu hal yang penting dalam beton adalah pelaksanaan pembuatan

beton atau pengolahan beton. Terdiri dari menakar (menimbang) bahan-bahan,

mengaduk/mencampur, mengangkut dari tempat pengaduk ke pengecoran,

mencetak (memasukkan adukan ke dalam cetakan), memadatkan atau merawat.


34

2.11.1. Penakaran (Penimbangan) Bahan-bahan

Adalah pengambilan bahan-bahan untuk beton menurut takaran yang

ditentukan. Takaran bahan dapat ditentukan menurut perbandingan berat atau

perbandingan volume, penakaran harus dilakukan dengan cermat. Takaran yang

tidak tepat dapat mengakibatkan kualitas beton yang dihasilkan mungkin kurang

memenuhi syarat mutu. Terutama takaran yang berkaitan dengan banyaknya air

pengadukan atau banyaknya semen, sebab jika faktor air semen tidak tepat maka

akan sangat mempengaruhi kualitas betonnya. Makin besar harga faktor air semen

tidak tepat maka akan sangat mempengaruhi kualitas betonnya. Makin besar harga

faktor air semen pada komposisi bahan yang sama, akan makin kecil kekuatan

beton yang dihasilkan.

Penakaran bahan penyusun beton yang menurut ASTM C.685 Standard

Made By Volumetric Batching and continous mixing serta ASTM.94 adalah sebagai

berikut :

a. Beton yang mempunyai kekuatan tekan (f'c) lebih besar atau sama dengan 20

MPa proporsi penakarannya harus didasarkan atas takaran berat.

b. Beton yang mempunyai kekuatan tekan (f'c) lebih kecil dari 20 MPa proporsi

penakarannya boleh menggunakan teknik penakaran volume. Tekninknya

harus didasarkan atas penakaran berat yang dikonversikan ke dalam

penakaran volume untuk setiap campuran bahan penyusunnya.


35

2.11.2. Pengadukan Beton

Adalah proses pencampuran antara bahan-bahan dasar beton yaitu

semen, pasir, kerikil, dan air dalam perbandingan yang telah ditentukan.

Pengadukan dilakukan sedemikian rupa sampai adukan beton benar-benar

homogen, warnanya tampak rata, kelecakan cukup (tidak terlalu cair dan tidak

terlalu kental), tidak nampak adanya pemisahan butir (segregasi).

Adukan yang kuran homogen akan dapat menghasilkan beton yang

kurang baik kualitasnya. Pengadukan dapat dilakukan dengan tangan atau dengan

mesin (molen).

Syarat pengaduk menurut SK SNI T-28-1991-03 yaitu semua jenis bahan

yang digunakan dalam pembuatan beton harus dilengkapi dengan :

i. Sertifikasi mutu dari produsen.

ii. Jika tidak terdapat sertifikasi mutu, harus tersedia data uji dari laboratorium

yang diakui.

iii. jika tidak dilengkapi dengan sertifikasi mutu atau data hasil uji, harus

berdasarkan bukti dari hasil pengujian khusus atau pemakaian nyata yang

dapat menghasilkan beton yang kuat, ketahanan, dan keawetannya memenuhi

syarat.

a. Pengadukan dengan tangan

Pengadukan dengan menggunakan tangan bisa apabila jumlah beton

yang dibuat tidak banyak. Cara ini juga dilakukan jika di tempat pekerjaan tidak

ada mesin pengaduk atau tidak diinginkan adanya suara mesnin yang dirasa

mengganggu. PBI 1971 menyaratkan beton yang boleh tanpa mesin hanyalah beton
36

mutu B0 saja. Pencampuran dengan menggunakan tangan dilakukan dengan cara

mencampur semen dengan secara kering terlebih dahulu ditempat yang rata, keras

dan tidak menyerap air. Pencampuran ini dilakukan sampai campuran benar-benar

homogen yang ditandai dengan tecapainya warna yang sama pada seluruh

campuran. Kemudian campuran ini dicampur dengan kerikil yang sudah di takar

dan diaduk sampai homogen juga.

Alat yang digunakan dapat berupa cangkul, sekop dan alas kedap air.

Kemudian di bagian tengah gundukan campuran tadi dilubang lalu dimasukkan air

sebanyak kira-kira 75% dari jumlah air yang diperlukan, dan diaduk sampai rata,

baru sisa air ditambahkan dan diaduk lagi sampai homogen. Adukan yang telah

homogen siap dicetak.

b. Pengadukan dengan mesin

Untuk pekerjaan-pekerjaan besar yang menggunakan beton dalam

jumlah banyak, pengadukan dengan menggunakan tangan akan menghasilkan

kualitas beton yang kurang baik, karena tenaga manusia jika sudah lelah akan dapat

menghasilkan adukan yang kurang homogen. Dalam hal ini pengadukan dengan

mesin akan lebih memuaskan, karena dapat menghasilkan adukkan beton yang baik

atau homogen. Dan dapat dilakukan dengan ukuran yang lebih tepat serta dengan

faktor air semen sedikit lebih kecil dari pada diaduk dengan tangan.
37

Tabel 2.3.
Waktu Campuran Minimum Pencampuran Menurut ASTM C.94
Kapasitas mesin pengaduk (m³) Waktu pencampuran (menit)

0,8 - 3,1 1 menit

3,8 - 4,6 2 menit

7,6 3 menit

Sumber : Pedoman Pengerjaan Beton

Menurut SK SNI T-28-1991-03 pasal (3.3.3) waktu pengadukan minimal

untuk campuran beton yang volumenya lebih kecil atau sama dengan 1 m³ beton

serta pengadukan ditambah 1,5 menit setelah bahan tercampur. waktu pengadukan

ini akan berpengaruh pada mutu beton. Jika terlalu sebentar pencampuran bahan

kurang merata, sehingga pengikatan antara bahan-bahan beton akan berkurang.

Sebaliknya, pengadukan terlalu lama akan mengakibatkan : naiknya suhu beton,

keausan pada agregat sehingga agregat pecah, terjadinya kehilangan air sehingga

penambahan air diperlukan, bertambahnya nilai slump, dan menurunnya kekuatan

beton.

2.11.3. Pengangkutan Beton

Pengangkutan adukan beton dari tempat mencampur ke tempat

pencetakan dapat dilakukan dengan berbagai cara dan alat. Beberapa jenis alat yang

bisa dipakai untuk pengangkutan beton antara lain :

a. Gerobak roda satu

b. Kereta dorong

c. Truk ringan
38

d. Kotak pembawa atau tempat beton dengan bukaan dibawah

e. Gerobak

f. Chutes (Saluran curam untuk mencurahkan adukan beton)

Pemadatan secara manual dilakukan dengan cara menusuk-nusuk adukan

beton dengan tongkat baja atau kayu, dan tebal beton yang ditusuk-tusuk tidak lebih

dari 15 cm. Penusukan dengan tongkat itu dilakukan beberapa waktu sampai

tampak suatu lapisan mortar di atas permukaan beton yang dipadatkan itu.

Pemadatan yang kurang baik akan mengakibatkan hasil mutu betonnya berongga

atau keropos.

Pemadatan dengan bantuan mesin dilakukan dengan menggunakan alat

getar (vibrator). Alat getar itu mengakibatkan getaran pada beton segar yang baru

saja dituang, sehingga adukan beton yang mengalir menjadi padat. Penggetaran

yang terlalu lama harus dicegah untuk menghindari mengumpulnya kerikil di

bagian bawah dan hanya mortar di bagian atas beton. Alat getar yang biasa

digunakan ada 2 macam :

a. Alat getar intern (internal vibrator) adalah alat getar yang berupa seperti

tongkat. Alat getar ini digetarkan dengan mesin dan dimasukkan kedalam

beton segar yang baru saja dituang.

b. Alat getar cetakan (form vibrator, external vibrator) adalah alat getar yang

ditempelkan dibagian luar cetakan sehingga cetakan bergetar membuat beton

segar ikut bergetar pula hingga menjadi padat.


39

2.11.4. Perawatan Beton

Perawatan beton ialah suatu pekerjaan menjaga agar permukaan beton

segar selalu lembab sejak adukan beton dipadatkan sampai beton dianggap cukup

keras. Kelembaban permukaan beton itu harus dijaga untuk menjamin proses

hidrasi semen berlangsung dengan sempurna. Bila hal ini tidak dilakukan, akan

terjadi beton yang kurang kuat dan juga timbul retak-retak. Selain itu kelembaban

permukaan tadi juga menambah beton lebih tahan cuaca dan lebih kedap air.

Beberapa cara perawatan beton yang biasa dilakuan ialah :

a. Perawatan normal

Untuk contoh beton yang berbentuk kubus atau silinder :

i. Menaruh beton segar di dalam ruangan yang lembab.

ii. Menaruh beton segar di atas genangan air.

iii. Menaruh beton segar di dalam air.

Untuk beton segar yang dituang di lapangan atau proyek :

i. Menyelimuti permukaan beton dengan karung basah.

ii. Menggenangi permukaan beton dengan air.

iii. Menyirami permukaan beton setiap saat secara terus menerus.

b. Perawatan dipercepat

i. Beton ditutup dengan lembaran isolasi (poly urethere sheet).

ii. Beton disimpan dalam air panas suhu 55˚C.

iii. Beton bertulang diberi aliran listrik (electric curing).

iv. Curing dengan uap (stream curing).


40

Jika curing tidak dilakukan terhadap beton, maka :

a. Terjadi susut permukaan, karena :

i. Bleeding cepat menguap, maka akan terjadi retak permukaan.

ii. Beton masih dalam keadaan plastis, suhu tinggi atau ada tiupan angin,

makaakan terjadi plastic shrinkage atau cracking. Hal seperti ini dapat terjadi

pada waktu antara 20 menit 4 jam setelah adukan beton dicor atau dicetak.

b. Terjadi susut pengeringan (drying shrinkage) ini terjadi karena air kapiler dan

air agar-agar pada pasta semen menguap. Hal tersebut dapat menimbulkan

retak, atau bahkan beton pecah jika terjadi penguapan cepat.

2.12. Limbah

Secara umum, limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu

kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri,

pertambangan, dan sebagainya. Berdasarkan karakteristiknya, limbah dapat dibagi

menjadi empat bagian, yaitu :

a. Limbah cair, adalah sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang berwujud

cair (Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas

Air dan Pengendalian Pencemaran Air).

b. Limbah padat, berasal dari kegiatan industri (non dosmetik) dan dosmetik.

c. Limbah gas dan partikel, limbah ini dapat menyebabkan polusi udara.

d. Limbah B3 (bahan berbahaya beracun), merupakan sisa suatu hasil usaha atau

kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena

sifat, konsentrasinya, dan jumlahnya secara langsung maupun tidak langsung


41

dapat mencemarkan, merusak, dan dapat membahayakan lingkungan hidup,

kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.

Berdasarkan sumbernya, limbah dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :

a. Limbah domestik, adalah limbah yang dihasilkan oleh aktifitas manusia

sehari-hari secara langsung dan terus menerus dari rumah tangga, pasar,

sekolah, pusat keramaian, permukiman, rumah sakit dan sebagainya.

b. Limbah non domestik, adalah limbah yang di hasilkan oleh aktifitas dan

kepentingan manusia secara tidak langsung seperti industri pertanian,

pertambangan, kehutanan dan sebagainya.

2.12.1. Cangkang Ale Ale

Merupakan salah satu limbah padat yang ada disekitar lingkungan yang

dapat di manfaatkan sebagai bahan tambahan dalam campuran beton. Sebagian

besar Indonesia adalah daerah perairan laut oleh karena itu perlu mencari inovasi

baru untuk campuran beton dengan menggunakan hasil laut yang sudah tidak

dimanfaatkan lagi berupa limbah. Hal tersebut memberikan alternatif untuk

memanfaatkan limbah-limbah yang tidak termanfaatkan lagi, seperti cangkang

kerang. Banyaknya sisa cangkang kerang di sekitar perkampungan nelayan yang

tidak dimanfaatkan karena dianggap tidak dapat didaur ulang hanya cangkang

kerang bagus yang diambil untuk di buat hiasan. Sisanya yang tidak bagus dan

berbau di buang di sekitar bibir pantai. Hal inilah yang mendorong penyelamatan

ekosistem alam dengan memanfaatkan limbah sisa cangkang kerang untuk


42

pembuatan beton. Dengan optimalisasi pemanfaatan limbah cangkang kerang ini

diharapkan akan mengurangi limbah yang mencemari ekosistem alam.

Cangkang kerang mengandung senyawa kimia pozzolan yaitu

mengandung zat kapur (CaO), Alumina dan silika. sehingga Dengan harapan bahwa

cangkang kerang dapat meningkatkan kerakteristik beton. Kulit kerang atau kulit

ale ale , mengandung kalsium karbonat (CaCO3) dalam kadar yang lebih tinggi

bila dibandingkan dengan batu gamping. Hal ini terlihat dari tingkat kekerasan

cangkang kerang. Semakin keras cangkang, maka semakin tinggi kandungan kapur

atau kalsium karbonat (CaCO3) nya. Cangkang yang berasal dari hewan molusca

ini adalah rangka luar pada kerang. Cangkang ini dibentuk oleh sl-sel cangkang

(epitel mantel) yang mengeluarkan secreta (RADIOPOET:50 hal 354).

Cangkang terdiri dari 3 lapisan dari luar kedalam, adalah :

a) Periostracum ,yang berwarna hitam,terbuat dari bahan tanduk yang disebut

cocchiolin.

b) Prismatic ,yang tersusun dari kristal-kristal kalsium karbonat(zat kapur yang

berbentuk prisma)

c) Lapisan nacreas (mutiara) ,juga terdiri dari kristal-kristal kalsium karbonat (zat

kapur yang berbentuk prisma tetapi susunannya lebih rapat.

d) Engsel cangkang dibentuk oleh jaringan ikat yang disebut ligamentum. Karena

itu Kedua cangkang dapat membuka dan menutup , karena adanya dua otot

dductor ,satu terletak di bagian anterior dan satunya lagi terdapat di bagian

posterior.
43

Untuk memanffatkan kapur dari ale ale atau kerang ini warga

memanffatkannya dengan cara membakar kulit cangkang kerang atau ale ale

tersebut. Setelah dibakar baru ditumbuk, jadilah dia akpur yang biasa untuk makan

sirih. Teknologi lain adalah dengan cara menumbuk dan menggilas kulit atau

cangkang kerang tersebut sampai halus. Dengan cara ini zat yang ada pada kerang

tidak hilang.

2.12.2. Refrensi Penelitian

2.12.2.1. Pengaruh Penggunaan Serbuk Cangkang Lokan Sebagai Pengganti

Agregat Halus Terhadap Kuat Tekan Beton Normal (Mulyati)

Penelitian ini sebenarnya bertujuan untuk mengetahui

karakteristik beton normal dan untuk mengetahui apakah cangkang lokan dapat

digunakan sebagai alternatif pengganti agregat halus untuk campuran beton normal

K-225 sesuai dengan kekuatan yang direncanakan. Penelitian ini merupakan

penelitian eksperimen yang menggunakan benda uji dengan cetakan silinder

diameter 15 cm dan tinggi 30 cm, dengan rancangan eksperimen untuk penggunaan

serbuk cangkang lokan pengganti agregat halus adalah 0%, 10%, 20%, dan 30%.

Pengujian terhadap benda uji dilakukan pada umur 28 hari. Hasil pengujian kuat

tekan dengan menggunakan serbuk cangkang lokan diperoleh kuat tekan beton

karakteristik mencapai 177,31 kg/cm2. Kuat tekan karakteristik beton yang

menggunakan serbuk cangkang lokan sebagai pengganti agregat halus akan

bertambah tinggi apabila persentase campuran serbuk cangkang lokan lebih

ditingkatkan.
44

2.12.2.2. Pemanfaatan Limbah Kulit Kerang Sebagai Substitusi Pasir Dan

Abu Ampas Tebu Sebagai Substitusi Semen Pada Campuran Beton

Mutu K-225 (Gemelly Katrina)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan limbah

industri berupa kulit kerang (clam shell) sebagai bahan substitusi sebagian pasir dan

abu ampas tebu (sugarcane bagasse ash) sebagai substitusi sebagian semen terhadap

kuat tekan beton. Variasi penggunaan bahan substitusi yaitu, kombinasi abu ampas

tebu ditambah kulit kerang yang dibuat adalah 8%+9%, 10%+11% dan 12%+13%.

Pengujian kuat tekan beton dilakukan saat benda uji mencapai umur 7 hari, 14 hari

dan 28 hari dengan benda uji berbentuk kubus 15x15x15cm. Hasil dari penelitian

menunjukkan bahwa beton dengan campuran bahan substitusi abu ampas tebu

ditambah kulit kerang mengalami kenaikan kuat tekan beton hingga 19%. Sehingga

berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penggunaan kulit kerang dan abu

ampas tebu sebahgai bahan substitusi pasir dan semen dengan persentase yang tepat

terbukti dapat meningkatkan kuat tekan beton.

2.12.2.3. Studi Penggunaan Cangkang Kerang Laut Sebagai Bahan

Penambah Agregat Kasar Pada Campuran Beton (Mufti Al

Sutan,ST,MT , arbain Tata ,ST,MT dan Hatta Annur)

Dari hasil penelitian ini menunjukkan penambahan Cangkang Kerang

sebagai agregat kasar dengan prosentase 17 %, 31 %, 44 % dan 55 % dapat

menurunkan sifat mekanik beton.


BAB III

Metode Pelaksanaan

3.1. Waktu dan Tempat Pengujian

Pengujian ini dilaksanakan kurang lebih 1 (satu) bulan dan mulai

dilaksanakan pada tanggal 8 Juni 2017 sampai dengan 8 Juli 2017. Pengujian ini

dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Politeknik Negeri Pontianak

3.2. Bahan Pengujian

3.2.1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam pengujian ini, antara lain :

a. Agregat halus

Agregat halus yang digunakan adalah pasir yang telah disediakan di

Laboratorium Teknik Sipil Politeknik Negeri Pontianak

b. Agregat kasar

Agregat kasar yang digunakan adalah pasir yang telah disediakan di

Laboratorium Teknik Sipil Politeknik Negeri Pontianak

c. Semen

Semen yang digunakan merupakan semen type I dengan merk dagan semen

Tiga Roda.

d. Air

Air yang digunakan adalah air yang diproduksi oleh PDAM Kota Pontianak.

45
46

e. Cangkan kerang ale-ale

Cangkang kerang ale-ale yang di gunakan berasal dari Kabupaten Ketapang

3.2.2. Benda Uji

Dalam pengujian ini, benda uji dibagi atas 8 (Delapan) variasi atau

kelompok, seperti yang tercantum dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Kelompok Benda Uji


Beton Jumlah Benda Uji
Kelompok Bahan Tambah
Normal (%) 3hari
(%)
K-175 100% 0% 3 silinder
K-175 1 100% 5% 3 silinder
K-175 2 100% 10% 3 silinder
K-175 3 100% 15% 3 silinder
Total 12 silinder
Sumber : Data Pribadi

3.3. Pengujian

3.3.1. Persiapan

Sebelum melakukan pengujian, penulis terlebih dahulu melakukan

persiapan, yaitu :

- Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.

- Menyusun rencana pelaksanaan pengujian, berupa jadwal pelaksanaan dan

jenis-jenis pengujian yang dilakukan.

Setelah persiapan awal dilakukan, kemudian melanjutkan ke tahap

berikutnya, yaitu tahap pengujian sifat fisik dan mekanik beton. Diagram alir

pengujian dapat dilihat pada Gambar 3.1.


47

Mulai

Identifikasi Masalah

Persiapan alat dan bahan

Bahan Serbuk
cangkang ale ale
- Agregat halus
- Agregat Kasar

Pembuatan Benda Uji

Pengujian Agregat
- Kadar Air
- Berat Isi
- Analisa Ayak
- Berat Jenis dan Job-Mix Formula
Penyerapan
K-175 dan K-225
- Analisa Ayak

Pengujian kuat tekan Pembuatan benda uji 3 hari

Hasil dan Data Pengujian Penutup

Selesai

Gambar 3.1. Diagram Alir Pengujian


48

3.4. Agregat Halus

3.4.1. Kadar Air

3.4.1.1. Tujuan

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air agregat

halus dengan cara pengeringan

3.4.1.2. Alat dan Bahan

a. Alat

 Timbangan Digital 0,01 gram

 Oven Pengering

 Talam/cawan

b. Bahan

 Pasir sebagai agregat halus

Gambar 3.2 Timbangan digital 0,01 gram Gambar 3.3 Oven pengering
49

3.4.1.3. Pelaksanaan

Tabel 3.2 Pelaksanaan uji kadar air


No. Kegiatan Gambar

1 Menyiapkan 2 buah talam

Menimbang berat cawan 1 dan cawan 2,


2
masing-masing catat dalam form sebagai
W1

3 Memasukkan benda uji ke masing -


masing talam (± sampai penuh), lalu
timbang masing-masing beratnya dan
catat sebagai W2

4 Menghitung berat benda uji (W3=W2 -


W1)

5 Benda uji +talam yg sudah ditimbang


dimasukkan ke dalam oven untuk
dikeringkan dengan suhu 1 10±5° selama
±24 jam sampai beratnya tetap
50

6 Setelah 24 jam, benda uji+talam


dikeluarkan dari oven lalu timbang
beratnya(W4)

7 Menghitung berat benda uji kering


(W5=W4-W1)

Sumber : Data pribadi pengujian kadar air

3.4.2. Berat Jenis dan Penyerapan Air

3.4.2.1. Tujuan

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan berat jenis (bulk),

berat jenis permukaan jenuh (Saturated Surface Dry = SSD), berat jenis semu

(Apparent) dan penyerapan dari agregat halus.

3.4.2.2. Alat dan Bahan

a. Alat

 Timbangan 0.01gr

 Saringan no 4 (4,75mm)

 Kerucut Abraham utuk menentukan keadaan SSD


51

 Gelas ukur

 Talam

 Penumbuk

b. Bahan

 Pasir sebagai agregat halus yang dalam keadaan jenuh air kering permukaan

(SSD), ±1000gr Pasir yang lolos saringan no.4 . masing-masing talam berisi

500gr

Gambar 3.5 Kerucut Abraham Gambar 3.6 Gelas Ukur Gambar 3.7 Penumbuk

3.4.2.3. Pelaksanaan

Tabel 3.3 Uji berat jenis dan penyerapan agregat halus


No. Kegiatan Gambar
52

- Menentukan keadaan SSD

1 Benda uji yang sudah dalam keadaan


SSD jika terlalu kering maka percikkan
air agar tidak terlalu kering, jika terlalu
basah saat memberikan air maka
dikeringkan di udara.

2 Memasukkan pasir ke dalam kerucut


Abraham sebanyak 1⁄3 bagian kerucut
Abraham, tumbuk sebanyak 8 kali,
masukkan lagi hingga 2⁄3 bagian lalu
tumbuk hingga 8 kali (tumbuk lepas),
terakhir isi penuh passir kedalam
kerucut Abraham lalu terakhir tumbuk
sebanyak 1 kali. Jadi total penumbukkan
yaitu 25 kali.

3 Membersihkan bagian luar dari kerucut


Abraham agar bersih dari pasir pasir dan
kotaran lainnya.
Menghitung berat benda uji (W3=W2 -
W1)

4 Mengangkat kerucut Abraham scara


perlahan secara vertical dikeringkan
dengan suhu 110±5° selama ±24 jam
sampai beratnya tetap

- Menentukan berat jenis dan penyerapan


agregat halus

1 Menimbang agregat yang sudah dalam


53

keadaan SSD seberat 500gr dan


masukkan kedalam piknometer/gelas
ukur.(penimbangan dapat dilakukan pada
timbangan 0.01gr dengan menimbang
talam terlebih dahulu kemudian nol kan
timbangan kemudia takar pasir hingga
500gr)

2 Memasukkan air kedalam piknometer


sedikit demi sedikit dengan
mengguncang-guncangkan piknometer
agar tidak ada gelembung udara pada
pasir kemudia penuhkan hingga
100ml(sampai tanda batas).

3 Menimbang piknometer berisi air+benda


uji(B1).

4 Mengeluarkan benda uji lalu keringkan


kedalan oven sampai dengan suhu
110±5° sampai beratnya tetap, setelah
dioven selama ±24jam kemudian
timbang beratnya (B2).

5 Mengisi kembali piknometer yang sudah


bersih dengan air kemudian timbang
beratnya (B3).
Catatan:

- Percobaan dilakukan 2 kali

- Hasil perhitungan dari kedua talam(benda uji) dirata-ratakan.

3.4.3. Berat Isi

3.4.3.1. Tujuan
54

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui berat isi agregat

dalam campuran beton.

3.4.3.2. Alat dan Bahan

a. Alat

 Talam berkapasitas besar

 Tongkat pemadat (D=15-16mm)

 Timbangan Manual

 Mistar perata

 Wadah baja (mould) yang cukup kaku berbentuk silinder dengan alat

pemegang.

b. Bahan

 Agregat halus yang sudah kering oven dengan suhu 100±5° selama ±24 jam

Gambar 3.8 Tongkat Pemada Gambar 3.9 Mould/wadah

Gambar 3.10 Timbangan manual

3.4.3.3. Pelaksanaan
55

Tabel 3.4 Uji Berat isi agregat halus


No. Kegiatan Gambar

- Berat isi padat

1 Menimbang dan catat berat


mould/wadah (W1)

2 Mengisi wadah dengan benda uji


secara 1/3 bagian terlebih dahulu
kemudian 1/3 lagi dan terakhir
penuhkan . setiap pengisian
dilakukan penumbukkan secara
merata sebanyak 25 kali(tumbukkan
dilakukan hingga kedalam agar
kepadatan merata) .

3
Meratakan permukaan benda uji
menggunakan perata.

4
Menimbang dan catatlah berat
wadah beserta benda uji(W2).
56

5
Menghitung berat benda uji
(W3=W2-W1).

-
Berat isi lepas

1
Menimbang dan mencatat berat
mould/wadah (W1).

2
Mengisi benda uji ke kedalam
mould dengan hati -hati agar tidak
terjadi pemisahan butiran.
Ketinggian maksimun 5cm diatas
wadah dengan sendok spesi atau
sekop hingga penuh,

3
Meratakan permukaan benda uji
dengan perata

4
Menimbang dan catat wadah+benda
uji (W2)
5
Menghitung berat benda uji
(W3=W2-W1)

3.4.4. Analisa Ayak

3.4.4.1. Tujuan
57

Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butir (gradasi)

agregat halus dengan menggunakan saringan.

3.4.4.2. Alat dan Bahan

a. Alat

 Satu set saringan : 76,2 mm (3"); 63,5 mm (2 1/2"); 50,8 mm (2"); 37,5 mm (1

1/2"); 25 mm (1"); 19,1 mm (3/4"); 12,5 mm (1/2"); 9,5 mm (3/8"); no. 4; no. 8;

no.16; no.30; no.50; no.100; no.200 (Standard ASTM).

 Timbangan digital ( dengan ketelitian 0,01 gram ).

 Kuas.

 Talam / nampan.

b. Bahan

 Agregat halus yang sudah dikeringkan ( pasir ) seberat 500 gram.

Gambar 3.11 Satu set saringan


3.4.4.3. Pelaksanaan

Tabel 3.5 Uji analisa ayak agregat halus


No. Kegiatan Gambar
58

1 Menyiapkan alat dan bahan.

2 Mengayak agregat yang sudah


dikeringkan sebanyak 500 gram dengan
susunan ayakan paling besar 4mm dan
ayakan paling besar ditempatkan paling
atas. Pengayakan ini dilakukan secara
manual.

3 Membersihkan masing -masing ayakan,


dimulai dari ayakan teratas dengan kuas.

4 Menimbang berat agregat yang tertahan


di masing masing ukuran ayakan.

5 Menghitung persentase berat benda uji


yang tertahan di masing-masing ayakan
terhadap berat total.

3.5. Agregat Kasar

3.5.1. Kadar Air

3.5.1.1. Tujuan
59

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air agregat

kasar dengan cara pengeringan

3.5.1.2. Alat dan Bahan

a. Alat

 Timbangan Manual

 Oven Pengering

 Talam

b. Bahan

 Batu sebagai agregat kasar

Gambar 3.12 Timbangan manual Gambar 3.13 Talam

3.5.1.3. Pelaksanaan

Tabel 3.6 Uji kadar air agregat kasar


No. Kegiatan Gambar
60

1 Menyiapkan 2 buah talam

2 Menimbang berat talam 1 dan talam 2,


masing-masing catat dalam form sebagai
W1

3 Memasukkan benda uji ke masing -


masing talam (± sampai penuh), lalu
timbang masing-masing beratnya dan
catat sebagai W2

4 Menghitung berat benda uji (W3=W2 -


W1)

5 Benda uji +talam yg sudah ditimbang


dimasukkan ke dalam oven untuk
dikeringkan dengan suhu 110±5° selama
±24 jam sampai beratnya tetap

6 Setelah 24 jam, benda uji+talam


dikeluarkan dari oven lalu timbang
beratnya(W4)

7 Menghitung berat benda uji kering


(W5=W4-W1)

3.5.2. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat kasar

3.5.2.1. Tujuan
61

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan berat jenis (bulk),

berat jenis permukaan jenuh (Saturated Surface Dry = SSD), berat jenis semu

(Apparent) dan penyerapan dari agregat kasar.

3.5.2.2. Alat dan Bahan

a. Alat

 Timbangan 0,01 gr kapasitas lebih dari 5000 gram.

 Bejana / gelas ukuran 1000 ml.

 Oven

 Cawan

 Kain

b. Bahan

 Agregat kasar, masing-masing dengan berat ±500 gr.

Gambar 3.14 Timbangan Gambar 3.15 Bejana/gelas ukur

3.5.2.3. Pelaksanaan

Tabel 3.7 Uji Berat jenis dan penyerapan agregat kasar


No. Kegiatan Gambar
62

1 Mencuci benda uji untuk


menghilangkan debu yang ada
atau bahan bahan lain yang
melekat pada permukaan agregat.

2 Mengeringkan benda uji dalam


oven dengan suhu 110±5º sampai
beratnya tetap.

3 Menimbang benda uji yang telah


dikeringkan (Bj).

4 Merendam benda uji dalam air


pada suhu ruang selama 24±4 jam.

5 Mengeluarkan benda uji dari


perendaman, dan dilap dengan
kain sampai selaput air pada
permukaan agregat hilang (
agregat ini dinyatakan dalam
kondisi jenuh pada permukaan
kering / SSD ).

6 Memasukkan benda uji ke dalam


bejana/gelas ukur dan
menambahkan air suling sehingga
keseluruhan benda uji terendam
dan permukaan air pada gelas
ukur mencapaii ketinggian 1.000
ml.
63

7 Menimbang berat bejana berisi


benda uji dan air (B1).

8 Mengeluarkan b enda uji ke dalam


cawan, mengerikan dalam oven
dengan suhu (110±5)ºC sampai
berat tetap kemudian didinginkan
dan ditimbang (B2)

9 Membersihkan bejana dan


memasukkan air suling hingga
permukaan air mencapai
ketinggian 100 ml, kemudian
menimbang beratnya (B3).

3.5.3. Berat isi

3.5.3.1. Tujuan

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui berat isi agregat

dalam campuran beton.

3.5.3.2. Alat dan Bahan.

a. Alat

 Talam berkapasitas besar.

 Tongkat pemadat (D=15-16mm).

 Timbangan 0.01gr.

 Mistar perata.

 Wadah baja yang cukup kaku berbentuk silinder dengan alat pemegang.
64

b. Bahan

 Agregat kasar yang sudah dikeringkan.

3.5.3.3. Pelaksanaan

Tabel 3.8 Uji berat isi agregat kasar


No. Kegiatan Gambar

- Berat isi padat

1 Menimbang dan catat berat


mould/wadah (W1)

2 Mengisi wadah dengan benda uji


secara 1/3 bagian terlebih dahulu
kemudian 1/3 lagi dan terakhir
penuhkan . setiap pengisian
dilakukan penumbukkan secara
merata sebanyak 25 kali(tumbukkan
dilakukan hingga kedal am agar
kepadatan merata) .

3 Meratakan permukaan benda uji


menggunakan perata.

4 Menimbang dan catatlah berat


wadah beserta benda uji(W2).

5 Menghitung berat benda uji


(W3=W2-W1).

- Berat isi lepas

1 Menimbang dan mencatat berat


65

mould/wadah (W1).

2 Mengisi benda uji ke kedalam


mould dengan hati -hati agar tidak
terjadi pemisahan butiran.
Ketinggian maksimun 5cm diatas
wadah dengan sendok spesi atau
sekop hingga penuh,

3 Meratakan permukaan benda uji


dengan perata

4 Menimbang dan catat wadah+benda


uji (W2)

5 Menghitung berat benda uji


(W3=W2-W1)

3.5.4. Analisa Ayak

3.5.4.1. Tujuan

Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butir (gradasi)

agregat kasar dengan menggunakan saringan.

3.5.4.2. Alat dan Bahan.

a. Alat

 Timbangan manual .

 Ayakan standar untuk agregat kasar.

 Kuas.

 Talam / nampan.

b. Bahan.
66

 Agregat kasar (batu)

3.5.4.3. Pelaksanaan.

Tabel 3.9 Uji analisa ayak agregat kasar


No. Kegiatan Gambar

1 Menyiapkan alat dan bahan.

2 Mengayak benda uji dengan


menggunakan susunan ayakan no. 4
(4,75mm) dan ayakan paling besar
ditempatkan paling atas. Pengayakan
ini dilakukan secara manual.

3 Membersihkan masing -masing ayakan,


dimulai dari ayakan teratas dengan
kuas.

4 Menimbang berat agregat yang


tertahan di masing masing ukuran
ayakan.

5 Menghitung persentase berat benda uji


yang tertahan di masing-masing
ayakan terhadap berat total.
67

3.5.5. Keausan / Abrasi

3.5.5.1. Tujuan

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui angka keausan

agregat yang dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus yang lolos

saringan no 12 terhadap berat semula dalam persen

3.5.5.2. Alat dan Bahan

a. Alat

 Los angeles abrasion machine

 Bola baja

 Sieve (ayakan) no.12

 Oven

 Timbangan

b. Bahan

 Agregat kasar / batu pecah 10000 gram

Gambar 3.16 Los angeles abrasion machine Gambar 3.17 Bola baja
68

3.5.5.3. Pelaksanaan

Tabel 3.10 Uji keausan / abrasi


No. Kegiatan Gambar

1 Menyiapkan alat dan bahan yang


diperlukan.

2 Mengeringkan benda uji dalam oven


selama 24 jam pada suhu 110º sampai
beratnye tetap.

3 Memutar drum abrasi dengan menekan


tombol inching hingga tutupnya
mengarah ke atas

4 Membuka tutup drum dan memasukkan


agregat yang telah disiapkan.

5 Memasukkkan bola baja sebanyak 12


buah

6 Menutup kembali drum tersebut

7 Mengatur putaran mesin Los angeles


menjadi 500 putaran.

Menekan tombol start hingga drum


8 berputar. Jumlah putaran akan terbaca
pada counter drum dan drum akan
berhenti berputar secara otomatis.

Memasang talang di bawah drum.


9
Membuka tutup drum (dalam kondisi
drum mengarah ke atas).
69

10 Menekan tombol inching higga drum


mengarah ke bawah hingga seluruh isi
drum tertampung dalam talang.

11 Menyaring agregat tersebut dengan


saringan no. 12. Agregat yang tertahan
pada saringan dikeringkan dalam oven
selama 24 jam dengan suhu 110ºC.

12 Menimbang agregat yang telah


dikeringkan.

Gambar 3.18 Agregat kasar yang telah lewat uji abrasi


70

3.6. Kerang Ale-Ale

3.6.1. Penjemuran dan Pembakaran Kerang Ale-Ale

Penjemuran kerang ale ale bertujuan untuk mengurangi kadar air yang

terdapat pada kerang ale ale tersebut sehingga mudah untuk di bakar. Pembakaran

kerang ale ale juga bertujuan untuk memudahkan saat penumbukan kerang ale ale

nanti.

3.6.1.1. Alat dan Bahan

a. Alat

 Talam berkapasitas besar

 Drum pembakaran

 Sekop

b. Bahan

 Kerang ale ale

 Korek api kayu

 Arang tempurung kelapa

 Bensin

Gambar 3.19 Drum pembakaran Gambar 3.20 Sekop


71

Gambar 3.21 Arang tempurung kelapa Gambar 3.22 Kerang Ale ale

3.6.1.2. Pelaksanaan

Tabel 3.11 Uji penjemuran dan pembakaran


No. Kegiatan Gambar

 Proses penjemuran

1 Menyiapkan 2 buah talam dan


kerang ale-ale

2 Memasukkan kerang ale-ale ke


dalam talam yang sudah
disiapkan.

3 Menjemurkan kerang ale -ale yang


sudah dimasukkan tersebut ke
tempat yang terik matahari.

4 Benda uji yang sudah dijemur,


biarkan selama 2 x 24 jam
72

 Proses pembakaran

1 Menyiapkan kerang ale-ale yang


sudah dijemur.

2 Memasukan tempurung kelapa ke


dalam drum dan bakar tempurung
kelapa tersebut hingga menjadi
bara api.

3. Memasukkan kerang tersebut ke


dalam drum yang sudah terisi bara
api

4 Kerang ale-ale yang sudah


dimasukkan kedalam drum
tersebut, biarkan selama ± 24 jam
sambil menjaga bara api tersebut
tetap terjaga suhunya.

Gambar 3.23 Kerang ale ale yang sudah dibakar


73

3.6.2. Penumbukan dan Pengayakan Kerang Ale-Ale.

Penumbukan kerang ale-ale bertujuan agar kerang tersebut mudah

digunakan sebagai bahan tambah beton yang lolos ayakan no. 100 (0,150 mm).

3.6.2.1. Alat dan Bahan

a. Alat.

 Penumbuk CBR tanah.

 Timbangan digital (dengan ketelitian 0,01 gram).

 Talam.

 Mould

 Cawan.

 Ayakan saringan no. 100 (0,150 mm).

b. Bahan.

 Kerang ale-ale yang sudah dibakar.

3.6.2.2. Pelaksanaan

Tabel 3.12 Uji penumbukan dan pengayakan


No. Kegiatan Gambar

1 Menyiapkan alat dan bahan

2 Memasukkan kerang ale-ale ke dalam


mould tersebut.

3 Melakukan penumbukan kerang ale -ale


hingga menjadi seperti agregat halus.
74

4 Setelah menumbuk, ayak kerang ale ale


tersebut dengan ayakan lolos saringan
no 100 (0,150 mm) sebanyak 3,760 kg

Gambar 3.24 kerang ale ale yang sudah ditumbuk

3.7. Mix Design Beton

3.7.1. Tujuan

Tujuan dari mix design beton adalah Untuk menentukan banyaknya

perbandingan material beton guna mendapatkan mutu beton yang sesuai dengan

permintaan perencana dan mengetahui persentase kebutuhan material.


75

3.7.2. Langkah Perancangan Campuran Beton

1) Menetapkan kuat tekan beton yang disyaratkan (fc’) pada umur tertentu.

kuat tekan beton yang disyaratkan dari sejumlah benda uji yang kekuatannya

lebih rendah dari yang disyaratkan hanya 5 % saja.

2) Menetapkan nilai standar deviasi.

Penetapan standart deviasi ( s ) berdasarkan tingkat mutu pengendalian

pelaksanaan pencampuran beton dilapangan, makin baik mutu pelaksanaannya

makin kecil standart deviasinya, makin jelek mutu pelaksanaannya makin besar

standart deviasinya.

Tabel 3.13 Nilai Standar Deviasi

Mutu Pelaksanaan (Mpa)

Volume Pekerjaan
Baik Sekali Baik Cukup

Kecil (< 1000m³) 4,5 < sd ≤ 5,5 5,5 < sd ≤ 6,5 6,5 < sd ≤ 8,5

Sedang (1000 - 3000m³) 3,5 < sd ≤ 4,5 4,5 < sd ≤ 5,5 5,5 < sd ≤ 7,5

Besar (> 3000m³) 2,5 < sd ≤ 3,5 3,5 < sd ≤ 4,5 4,5 < sd ≤ 6,5
Sumber : Teknologi Bahan dan Konstruksi

3) Menghitung nilai tambah (margin/M), dengan rumus :

M = k x SD

keterangan : M = nilai tambah, Mpa

k = 1,64

SD = deviasi standar, Mpa


76

4) Menghitung kuat tekan rata-rata yang direncanakan.

Kuat tekan beton rata-rata yang direncanakan diperoleh dengan rumus :

fc’r = fc’+ M

Keterangan: fc’r = kuat tekan rata=rata, Mpa

fc’ = kuat tekan yang disyaratkan

M = nilai tambah, Mpa

5) Menentukan jenis/tipe semen portland.

6) Menentukan jenis agregat.

7) Menentukan faktor air semen.

Ditetapkan berdasarkan jenis/tipe semen yang dipakai dan kuat tekan rata-rata

beton yang direncanakan pada umur tertentu.

8) Menetapkan faktor air semen maksimum.

Nilai faktor air semen maksimum disesuaikan dengan rencana fungsi beton

yang akan dirancang.


77

9) Menetapkan nilai slump

Tabel 3.14 Jumlah Semen Minimum dan Fas Maksimum


Jumlah Semen
Nilai F.A.S
Jenis Pekerjaan Beton Minimum
Maksimum
(kg/m³ beton)
Beton di dalam ruang bangunan (terlindung)
a. keadaan keliling non-korosif 275 0,60
b. keadaan keliling korosif,
disebabkan oleh kondensasi atau uap 325 0,52
korosif
Beton di luar ruang bangunan (terbuka)
a. tidak terlindung oleh hujan dan
terik matahari langsung 325 0,60
b. terlindung oleh hujan dan terik
matahari langsung 275 0,60
Beton yang masuk ke dalam tanah
a. mengalami keadaan basah-kering
berganti-ganti 325 0,55
b. mendapat pengaruh sifat dan
alkali dari tanah 375 0,52
Beton yang kontinyu berhubungan dengan air
a. Air tawar 275 0,57
b. Air laut 375 0,52
Sumber : SK. SNI. T-15-1990-03

Nilai slump ditetapkan dengan memperhatikan pelaksanaan pembuatan,

pengangkut, penuangan, pemadatan, maupun jenis strukturnya. Cara

pengangkutan adukan beton dengan aliran dalam getar (triller) dapat dilakukan

dengan nilai slump yang agak kecil. Nilai slump yang diinginkan dapat

mengacu pada tabel 3.15.


78

Tabel 3.15 Nilai slump beton yang disarankan untuk berbagai jenis konstruksi
Nilai Slump (mm)
Jenis Konstruksi
Maksimum Minimum
Dinding, plat pondasi dan pondasi telapak
- 125 50
bertulang

Pondasi telapak tidak bertulang, caisson dan


- 90 25
struktur di bawah tanah

Plat, balok, kolom dan dinding 150 75


-
- Perkerasan jalan (pavements) 75 50

Beton massa 75 25
-
Sumber : SK. SNI. T-15-1990-03

10) Menentukan ukuran agregat maksimum.

Besar butir/ukuran agregat maksimum didapat dari hasil analisa ayak agregat

kasar.

11) Menetapkan kadar air bebas yang diperlukan.

Jumlah air yang diperlukan per meter kubik beton ditetapkan berdasarkan

ukuran maksimum agregat, jenis agregat dan slump yang diinginkan.

bel 3.16 Jumlah air bebas (kg/m³ beton)


Besar Butir Agregat Bentuk Slump (mm)
Kasar Maksimum Agregat 0 - 10 10 - 30. 30 - 60 60 - 180
Alami 150 180 205 225
10 Batu
Pecah 180 205 230 250
Alami 135 160 180 195
20 Batu
Pecah 170 190 210 220
Alami 115 140 160 175
30 Batu
Pecah 155 175 190 205
Sumber : SK. SNI. T-15-1990-03
79

12) Menghitung jumlah semen yang diperlukan.

Berat semen per meter kubik beton dihtiung dengan membagi jumlah air

dengan faktor air semen yang diperoleh.

13) Menetapkan kebutuhan semen maksimum

14) Menetapkan kebutuhan semen minimum.

Ditetapkan sesuai tabel 3.14. Kebutuhan semen minimum ini ditetapkan untuk

menghindari beton dari kerusakan akibat lingkungan khusus.

15) Menyesuaikan kebutuhan semen.

16) Menentukan perbandingan agregat halus dengan agregat kasar.

Perbandingan ini diperlukan untuk memperoleh gradasi agregat campuran yang

baik. Pada langkah ini dicari nilai banding antara berat agregat halus dan

agregat kasar. Penetapan dilakukan dengan memperhatikan besar butir

maksimum agregat kasar, nilai slump, faktor air semen, daerah gradasi agregat

halus mengacu pada grafik presentase agregat halus berdasarkan ukuran butir

maksimum agregat.

17) Menghitung berat jenis agregat campuran.

18) Menentukan berat volume beton segar.

19) Menghitung berat agregat gabungan kondisi SSD.

20) Menghitung berat agregat halus.

21) Menghitung berat agregat kasar.

22) Menuliskan campuran yang diperoleh untuk 1 m³ beton pada daftar isian

formula perencanaan campuran beton sesuai dengan perhitungan yang telah

didapatkan.
80

Tabel 3.17 Daftar isian formula perencanaan campuran beton

No. Uraian Tabel/Grafik/Perhitungan Nilai

… kg/cm², pada umur


Kuat Tekan yang
1 Ditetapkan 28 hari bagian cacat
disyaratkan
…%
2 Standard Deviasi Diketahui, Diperkiran … kg/cm²
3 Nilai Tambahan Dihitung 1,64 x … = …. kg/cm²
…. + …. = …….
4 Kuat Tekan rata-rata target Dihitung
kg/cm²
5 Jenis / Type semen Ditetapkan Type : ….
Bentuk / Jenis Agregat
(Alami / Pecahan) /
6 Halus Bentuk / Jenis -
(Alami / Pecahan)
Agregat Kasar
7 Faktor Air Semen Bebas Gambar 1 …….
Faktor Air Semen
8 Tabel 3 …….
Maksimum
9 Slump Ditetapkan / Tabel 1 ……. - ……. mm
10 Ukuran agregat maksimum Ditetapkan …. mm
11 Kadar Air Bebas Tabel 2 …. kg/m³
12 Jumlah Semen 11 : …. …. kg/m³
13 Jumlah Semen Maksimum Ditetapkan …. kg
……. kg Dipakai bila
14 Jumlah Semen Minimum Ditetapkan / Tabel 3
> no.12
Jumlah Semen yang
15 Dihitung …. kg
Disesuaikan
Perbandingan % Berat Agg.
16 Ditetapkan / Dihitung …. % : …. %
Halus dan Agg. Kasar
Berat Jenis Aggregat
17 Diketahui / Dihitung …….
Gabungan Kondisi SSD
18 Berat Volume Beton Segar Gambar 2 ….kg/m³
19 Berat Agg. Gabungan SSD Dihitung ….kg/m132
20 Berat Agg. Halus Dihitung ….kg/m133
21 Berat Agg. Kasar Dihitung ….kg/m134
Komposisi berat unsur adukan per m³ Beton
23 Semen (15) kg …….
24 Air (11) kg …….
Agregat Halus Kondisi SSD
25 kg …….
(20)
Agregat Kasar Kondisi SSD
26 kg …….
(20)
Sumber : SK. SNI. T-15-1990-03
81

Koreksi Jumlah Air


Agregat Kasar
- Kadar Air (%) …….
- Penyerapan (%) …….
Kekurangan Air (%) …….
Agregat Halus
- Kadar Air (%) …….
- Penyerapan (%) …….
Kekurangan Air (%) …….
Perhitungan
………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………….

3.8. Pembuatan Benda Uji Dan Pengujian Slump

3.8.1. Tujuan

Tujuan dari pembuatan benda uji adalah sebagai contoh beton yang akan

diuji kuat tekannya.

Tujuan Uji slump ini dimaksudkan untuk menentukan slump beton segar.

3.8.2. Alat dan Bahan

a. Alat

 Cetakan silinder : 15 cm (alas) x 30 cm (tinggi)

 Timbangan

 Tongkat pemadat

 Satu set alat pemeriksa slump

 Sekop, ember, sendok spesi

 Nampan

 Palu karet

 Kerucut Abraham
82

b. Bahan

 Agregat halus (pasir dan kerang ale ale yang sudah ditumbuk)

 Agregat kasar (batu)

 semen

 air

Gambar 3.25 Cetakan silinder Gambar 3.26 Timbangan Gambar 3.27 Palu
karet

Gambar 3.28 Kerucut abraham Gambar 3.29 Sendok spesi


83

3.8.3. Pelaksanaan

Tabel 3.18 Pelaksanaan pembuatan beton


No. Kegiatan Gambar
84

 Pembuatan benda uji

1 Menyiapkan alat dan bahan


yang akan digunakan.

2 Menimbang semua bahan


yang akan digunakan sesuai
dengan perhitungan
kebutuhan bahan ( Mix Design
Beton).
3
Memasukkan semua bahan
yang telah ditimbang ke
dalam Nampan berukuran
besar.

Mengaduk semua bahan


dengan menggunakan sekop
dan tambahkan air sedikit
demi sedikit.

Melakukan uji slump.

Memasukkan adukan beton ke


dalam cetak silinder sambil
7 menumbuk dan dipadatkan
dengan menggunakan palu
karet.
Meratakan adukan beton di
dalam cetakan silinder yang
85

sudah penuh dengan


menggunakan sendok spesi.

Memberi kode pada adukan


9 yang telah dicetak dan
disimpan di tempat yang
aman.

Melepaskan cetakan setelah


±24 jam dan merendam beton
di dalam bak air.

1
Uji Slump

Meletakkan kerucut di atas


nampan.

Menginjak plat bagian bawah


kerucut dengan kuat agar
adukan tidak bocor/keluar.

Mengisi kerucut dengan


86

adukan sebanyak 3 lapis.


Tiap adukan ditumbuk
sebanyak 25 kali.

5 Meratakan permukaan
kerucut yang sudah penuh
hingga permukaannya rata
dan biarkan selama ±30
6 detik.

Membersihkan adukan beton


yang berada di sekeliling
kerucut.

Mengangkat cetakan secara


perlahan-lahan dan tegak
lurus ke atas.

8
Meletakkan cetakan di
samping benda uji.

Mengukur selisih antara


tinggi permukaan kerucut
dengan permukaan benda
uji.Pengukuran sebanyak 3
kali di titik yang berbeda.
87

3.9. Uji Kuat Tekan Beton

3.9.1. Tujuan

Tujian pengujian ini menentukan kuat tekan (compressive strenght)

beton dengan benda uji berbentuk silinder dan digunakan untuk memperoleh nilai

kuat tekan dengan prosedur yang benar.

3.9.2. Alat dan Bahan

a. Alat

 Timbangan.

 Mesin kuat tekan.

b. Bahan

 Benda uji/silinder beton yang telah sesuai dengan umur pengujian.

Gambar 3.30 Mesin kuat tekan Gambar 3.31 Beton yang telah di buat
sesuai umur pengujian
88

3.9.3. Pelaksanaan

Tabel 3.19 Pelaksanaan uji kuat tekan beton


No. Kegiatan Gambar

1 Menyiapkan alat dan bahan.

2 Menimbang berat benda uji.

3 Meletakkan benda uji yang


sudah ditimbang pada mesin kuat
tekan secara simetris

4 Melakukan pembebanan sampai


benda uji menjadi hancur dan
catat beban maksimum yang
terjadi selama pemeriksaan
benda uji.
89

Gambar 3.32 Hasil beton yang telah dilakukan Pengujian Kuat tekan
BAB IV

HASIL DAN ANALISA DATA

4.1. Hasil Pengujian Laboratorium Agregat Halus

4.1.1. Hasil Pengujian Kadar Air

Dalam pengujian kadar air ini kami dapat mengetahui pengaruh terhadap

kadar air dari pengujian kadar air agregat halus.

Perhitungan :

Kadar air = W3 - W5 


100 %
W5

Keterangan : W3 = berat benda uji semula (gram)

W2 = berat benda uji kering oven (gram)

Percobaan 1
(5898  5863)
Kadar air =  100 %
5863
= 0,597 g

Percobaan 2
(6404  6395)
Kadar air =  100 %
6395
= 0,141 g

Rata – rata = (0,597 + 0,141)/2 = 0,369 g

93
94

4.1.2. Hasil Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air

Dalam pengujian berat jenis kami dapat mengetahui berapa rata rata

berat jenis penyerapan yang ada pada agregat halus tersebut.

Perhitungan :

Berat jenis bulkov = B2


B3  SSD - B1

SSD
Berat jenis SSD =
B3  SSD - B1

B2
Berat jenis app =
B3  B2 - B1

Penyerapan = SSD - B2 x 100 %


B2
Keterangan : SSD = berat benda uji jenuh permukaan kering

B2 = berat benda uji kering oven

B3 = berat bejana berisi air

B1 = berat bejana + benda uji + air

Percobaan 1

Berat jenis bulkov = 496


858  500 -1166
= 2,58 g
500
Berat jenis SSD =
858  500 -1166
= 2,60 g
496
Berat jenis app =
858  496 -1166
= 2,64 g
95

Penyerapan = 500 - 496


x 100 %
496
= 0,93 g

Percobaan 2
496
Berat jenis bulkov =
858  500 -1164
= 2,56 g

Berat jenis SSD = 500


858  500 -1164
= 2,58 g
496
Berat jenis app =
858  496 -1164
= 2,61 g

Penyerapan = 500 - 496


x 100 %
496
= 0,82 g

Rata – rata =

Berat jenis bulkov = (2,58 + 2,56)/2 = 2,57 g

Berat jenis SSD = (2,60 + 2,58)/2 = 2,59 g

Berat jenis app = (2,64 + 2,61)/2 = 2,63 g

Penyerapan = (0,93 + 0,82)/2 = 0,88 g

4.1.3. Hasil Pengujian Berat Isi

Dalam pengujian berat isi ini kami dapat diketahui berapa hasil rata

rata dalam berat isi beton yang di uji.


96

Perhitungan :

Berat isi = W3
(kg/dm 3 )
V

Keterangan : W3 = Berat benda uji + air

V = Berat benda uji dalam keadaan kering oven

 Berat isi padat

Percobaan 1

Berat isi = 4734


(kg/dm 3 )
3106
= 1,524 kg/dm³

Percobaan 2

Berat isi = 4624


(kg/dm 3 )
3106
= 1,489 kg/dm³

Rata – rata = (1,524 + 1,489)/2 = 1,506 kg/dm³

 Berat isi lepas

Percobaan 1
4254
Berat isi = (kg/dm 3 )
3106
= 1,370 kg/dm³

Percobaan 2
4247
Berat isi = (kg/dm 3 )
3106
= 1,367 kg/dm³

Rata – rata = (1,370 + 1,367)/2 = 1,368 kg/dm³


97

Rata rata dari berat isi agregat halus = (berat isi lepas + berat isi padat)/2 =

= (1,506 + 1,368)/2 =

=1,4307 kg/dm³

4.1.4. Hasil Pengujian Analisa Ayak

Dalam Pengujian analisa ayak ini kami dapat mengetahui data yang di

dapat dari hasil uji analisa ayak agregat halus (pasir) masuk kedalam zona 1,2,3

ataupun 4 :

Perhitungan :
A
a= x100%
B
98

ANALISA AYAK / SIEVE ANALYSIS


PB - 0201 – 76

Agg. Sumber Lab.Teknik Sipil


Jenis Material : Halus : Polnep
Pekerjaan :
Berat Contoh : 500,00 gr

Berat Berat
DIAMETER Masing2 Tertahan Persen % KUMULATIF
AYAKAN Tertahan Kumulatif Tertahan Spesifikasi
Inch Mm (gram) (gram) (%) Tertahan Lolos
3 76,20 0,00 0,00 0,00 0,00 100,00
2 50,80 0,00 0,00 0,00 0,00 100,00
1½ 38,00 0,00 0,00 0,00 0,00 100,00
1¼ 31,50 0,00 0,00 0,00 0,00 100,00
1 25,40 0,00 0,00 0,00 0,00 100,00
¾ 19,10 0,00 0,00 0,00 0,00 100,00
5/8 16,00 0,00 0,00 0,00 0,00 100,00
½ 12,70 0,00 0,00 0,00 0,00 100,00
3/8 9,50 0,00 0,00 0,00 0,00 100,00
No. 4 4,750 5,66 5,66 1,13 1,13 98,87
No. 8 2,360 16,00 21,65 3,21 4,34 95,66
No. 16 1,180 94,49 116,14 18,96 23,30 76,70
No. 30 0,600 194,52 310,66 39,04 62,34 37,66
No. 50 0,300 97,42 408,07 19,55 81,89 18,11
No. 100 0,150 69,27 477,34 13,90 95,79 4,21
No. 200 0,075 16,54 493,87 3,32 99,11 0,89
Pan 0 4,31 498,18 0,86 99,98 0,02
Jumlah 498,18 99,98

100

80
Persen Lolos (%)

60

40

20

0
0.010 0.100 1.000 10.000 100.000
Diameter Ayak (mm)
99

Tabel 4.1 Zona gradasi agregat halus (SK.SNI T-15-1990-3)

Dapat diketahui agregat halus (pasir) yang di uji analisa ayak masuk kedalam

zona 1 dengan daerah gradasi pasir agak kasar.

4.2. Hasil Pengujian Laboratorium Agregat Kasar

4.2.1. Hasil Pengujian Kadar Air

Dalam pengujian kadar air ini kami dapat mengetahui pengaruh terhadap

kadar air dari pengujian kadar air pada agregat kasar.

Perhitungan :

Kadar air = W3 - W5 


100 %
W5
Keterangan : W3 = berat benda uji semula (gram)

W2 = berat benda uji kering oven (gram)

Percobaan 1
(6077  6075)
Kadar air =  100 %
6075
= 0,03 g
100

Percobaan 2
(5816  5804)
Kadar air =  100 %
5804
= 0,21 g

Rata – rata = (0,03 + 0,21)/2 = 0,12 g

4.2.2. Hasil Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air

Dalam pengujian berat jenis kami dapat mengetahui berapa rata rata

berat jenis penyerapan yang ada pada agregat halus tersebut.

Perhitungan :

Berat jenis bulkov = B2


B3  Bj - B1

Bj
Berat jenis SSD =
B3  Bj - B1

B2
Berat jenis app =
B3  B2 - B1

Penyerapan = Bj - B2
x 100 %
B2

Keterangan : Bj = berat benda uji jenuh permukaan kering

B2 = berat benda uji kering oven

B3 = berat bejana berisi air

B1 = berat bejana + benda uji + air


101

Percobaan 1

Berat jenis bulkov = 500


1313  5502 - 1623
= 2,61 g
502
Berat jenis SSD =
1313  502 - 1623
= 2,62 g

Berat jenis app = 500


1313  500 -1623
= 2,63 g

Penyerapan = 502 - 500


x 100 %
500
= 0,37 g

Percobaan 2

Berat jenis bulkov = 500


1313  5502 - 1628
= 2,67 g
502
Berat jenis SSD =
1313  502 - 1628
= 2,62 g
500
Berat jenis app =
1313  500 - 1628
= 2,70 g

Penyerapan = 502 - 500


x 100 %
500
= 0,37 g

Rata – rata =

Berat jenis bulkov = (2,61 + 2,67)/2 = 2,64 g

Berat jenis SSD = (2,62 + 2,68)/2 = 2,65 g

Berat jenis app = (2,63 + 2,70)/2 = 2,67 g

Penyerapan = (0,37 + 0,36)/2 = 0,37 g


102

4.2.3. Hasil Pengujian Berat Isi

Dalam pengujian berat isi ini kami dapat diketahui berapa hasil rata

rata dalam berat isi beton yang di uji.

Perhitungan :

Berat isi =W3


(kg/dm 3 )
V
Keterangan : W3 = Berat benda uji + air

V = Berat benda uji dalam keadaan kering oven

 Berat isi padat

Percobaan 1

Berat isi = 5374


(kg/dm 3 )
3106
= 1,730 kg/dm³

Percobaan 2

Berat isi = 5377


(kg/dm 3 )
3106
= 1,731 kg/dm³

Rata – rata = (1,730 + 1,731)/2 = 1,731 kg/dm³

 Berat isi lepas

Percobaan 1
5031
Berat isi = (kg/dm 3 )
3106
= 1,620 kg/dm³

Percobaan 2
5103
Berat isi = (kg/dm 3 )
3106
= 1,643 kg/dm³

Rata – rata = (1,620 + 1,643)/2 = 1,631 kg/dm³


103

Rata rata dari berat isi agregat halus = (berat isi lepas + berat isi padat)/2 =

= (1,731 + 1,631)/2 =

=1,681 kg/dm³

4.2.4. Hasil Pengujian Analisa Ayak

Dalam Pengujian analisa ayak ini kami dapat mengetahui data yang di

dapat dari hasil uji analisa ayak agregat kasar (batu) :

Perhitungan :
A
a= x100%
B
104

ANALISA AYAK / SIEVE ANALYSIS


PB - 0201 - 76

Agg. Lab.Teknik Sipil


Jenis Material : Kasar Sumber : Polnep
Pekerjaan :
Berat Contoh : gr

Berat
DIAMETER Masing2 Berat Tertahan Persen % KUMULATIF
AYAKAN Tertahan Kumulatif Tertahan Spesifikasi
Inch mm (gram) (gram) (%) Tertahan Lolos
3 76,20 0,00 0,00 0,00 0,00 100,00
2 50,80 0,00 0,00 0,00 0,00 100,00
1½ 38,00
1¼ 31,50
1 25,40 0,00 0,00 0,00 0,00 100,00
¾ 19,10 2364,50 2364,50 29,29 29,29 70,71
5/8 16,00 3011,00 5375,50 37,30 66,59 33,41
½ 12,70 839,50 6215,00 10,40 76,99 23,01
3/8 9,50 1291,00 7506,00 15,99 92,98 7,02
No. 4 4,750 566,50 8072,50 7,02 100,00 0,00
No. 8 2,360 0,00 0,00 100,00 0,00
No. 16 1,180 0,00 0,00 100,00 0,00
No. 30 0,600 0,00 0,00 100,00 0,00
No. 50 0,300 0,00 0,00 100,00 0,00
No. 100 0,150 0,00 0,00 100,00 0,00
No. 200 0,075 0,00 0,00 100,00 0,00
Pan 0 0,60 8073,10 0,01 100,00 0,00
Jumlah 8073,10

100

80
Persen Lolos (%)

60

40

20

0
1.00 10.00 100.00
Diameter Ayak (mm)

4.3. Perencanaan Campuran Beton


105

4.3.1. Perencanaan Campuran Beton K-175

Metode perencanaan campuran beton (Job Mix Formula/JMF) yang

digunakan dalam pengujian ini adalah metode Standar Nasional Indonesia (SNI)

yang tertuang dalam SK SNI T-15-1990-03 tentang Tata Cara Pembuatan Beton

Normal. Langkah-langkah perencanaannya sebagai berikut :

23) Menetapkan kuat tekan beton yang disyaratkan (fc’) pada umur tertentu.

Pada pengujian ini, Beton direncanakan mempunyai kuat tekan sebesar :

- 175 kg/cm² pada umur 28 hari

24) Menetapkan nilai standar deviasi.

Pada pengujian ini, digunakan nilai standar deviasi sebesar 60 kg/cm² atau

M
Tabel 4.2 Nilai Standar Deviasi
p
Mutu Pelaksanaan (Mpa)
a
Volume Pekerjaan
. Baik Sekali Baik Cukup

3) MKecil (< 1000m³) 4,5 < sd ≤ 5,5 5,5 < sd ≤ 6,5 6,5 < sd ≤ 8,5

e Sedang (1000 - 3000m³) 3,5 < sd ≤ 4,5 4,5 < sd ≤ 5,5 5,5 < sd ≤ 7,5

n Besar (> 3000m³) 2,5 < sd ≤ 3,5 3,5 < sd ≤ 4,5 4,5 < sd ≤ 6,5
Sumber : Teknologi Bahan dan Konstruksi
g

hitung nilai tambah (margin/M), dengan rumus :

M = k x SD

= 1,64 x 60 kg/cm²

= 98,4 kg/cm²
106

4) Menghitung kuat tekan rata-rata yang direncanakan

- fc’r = fc’+ M

= 175 kg/cm² + 98,4 kg/cm²

= 273,4 kg/cm²

5) Menentukan jenis/tipe semen portland.

Semen yang digunakan dalam pengujian ini adalah semen tipe I dengan merk

Tiga Roda.

6) Menentukan jenis agregat

Agregat yang digunakan dalam pengujian ini yaitu :

- Agregat halus berupa pasir alami

- Agregat kasar berupa kerikil pecahan


107

7) Menentukan faktor air semen.

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Kuat Tekan Beton Dengan Faktor Air Semen Untuk K-175
108

8) M

e Tabel 4.3 Jumlah Semen Minimum dan Fas Maksimum Untuk K-175

n Jumlah Semen
Nilai F.A.S
Jenis Pekerjaan Beton Minimum
Maksimum
e (kg/m³ beton)
Beton di dalam ruang bangunan (terlindung)
t a. keadaan keliling non-korosif 275 0,60
b. keadaan keliling korosif,
adisebabkan oleh kondensasi atau uap 325 0,52
korosif
p Beton di luar ruang bangunan (terbuka)
a. tidak terlindung oleh hujan dan
kterik matahari langsung 325 0,60
b. terlindung oleh hujan dan terik
amatahari langsung 275 0,60
Beton yang masuk ke dalam tanah
na. mengalami keadaan basah-kering
berganti-ganti 325 0,55
b. mendapat pengaruh sifat dan
alkali dari tanah 375 0,52
f Beton yang kontinyu berhubungan dengan air
a. Air tawar 275 0,57
ab. Air laut 375 0,52
Sumber : SK. SNI. T-15-1990-03
k

tor air semen maksimum

9) Menetapkan nilai slump

Tabel 4.4 Nilai slump beton untuk K-175


Nilai Slump (mm)
Jenis Konstruksi
Maksimum Minimum
Dinding, plat pondasi dan pondasi telapak
- 125 50
bertulang
Pondasi telapak tidak bertulang, caisson dan
- 90 25
struktur di bawah tanah
- Plat, balok, kolom dan dinding 150 75
- Perkerasan jalan (pavements) 75 50
109

- Beton massa 75 25

10) Menentukan ukuran agregat maksimum

Dari hasil Analisa ayak didapat ukuran agregat maksimum untuk kerikil 40

mm.

11) Menetapkan kadar air bebas yang diperlukan

Tabel 4.5 Jumlah air bebas untuk K-175 (kg/m³ beton)

Besar Butir Agregat Bentuk Slump (mm)


Kasar Maksimum Agregat 0 - 10 10 - 30. 30 - 60 60 - 180
Alami 150 180 205 225
10 Batu
Pecah 180 205 230 250
Alami 135 160 180 195
20 Batu
Pecah 170 190 210 220
Alami 115 140 160 175
30 Batu
Pecah 155 175 190 205
Sumber : SK. SNI. T-15-1990-03

12) Menghitung jumlah semen yang diperlukan

- Jumlah semen yang diperlukan = Kadar air bebas : fas

= 205 kg/m³ : 0,60

= 341,667 kg/m³

13) Menetapkan kebutuhan semen maksimum

- Dari langkah 12 maka didapat kebutuhan semen maksimum yaitu sebesar

275 kg/m³

14) Menetapkan kebutuhan semen minimum

- Dari tabel 4.4, didapat kebutuhan semen minimum yaitu sebesar 341,667

kg/m³ dipakai bila > dari no.12


110

15) Menyesuaikan kebutuhan semen

- Dari langkah 12 dan 14, maka dapat ditentukan kebutuhan semen yang

disesuaikan yaitu sebesar 341,667 kg/m³

16) Menentukan perbandingan agregat halus dengan agregat kasar

Gambar 4.2 Grafik Persentase Agregat Halus untuk Beton K-175

17) Menghitung berat jenis agregat campuran

- BjC = (h:100) x BjH + (k:100) x BjK

= (39,5% x 2,5903) + (60,5% x 2,6493) = 2,6259

Keterangan :

BjC = Berat jenis agregat campuran

BjH = Berat jenis agregat halus

BjK = Berat jenis agregat kasar

h = Persentase agregat halus terhadap agregat campuran


111

k = Persentase agregat kasar terhadap agregat campuran

18) Menentukan berat volume beton segar

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Berat Volume Beton Segar, Jumlah Air Dan Berat
Jenis Kondisi SSD Agregat Campuran untuk Beton K-175

19) Menghitung berat agregat gabungan kondisi SSD

- Berat agg. Gabungan SSD = 2370 – 341.667 – 205 = 1823 kg/m³ (K-

175)

20) Menghitung berat agregat halus


112

- Berat agg. Halus = 39,5% x 1823.33 = 720.215 kg/m³ (K-175)

21) Menghitung berat agregat kasar

- Berat agg. Kasar = 60,5% x 1823.33 = 1103.114 kg/m³ (K-175)

22) Menuliskan campuran yang diperoleh untuk 1 m³ beton pada daftar isian

formula perencanaan campuran beton sesuai dengan perhitungan yang telah

didapatkan

- Semen (15) = 341.667 kg

- Agregat Halus (20) = 720.215 kg

- Agregat Kasar (21) = 1103.114 kg

- Air (11) = 205 kg

4.3.2. Perencanaan Campuran Beton K-225

Metode perencanaan campuran beton (Job Mix Formula/JMF) yang

digunakan dalam pengujian ini adalah metode Standar Nasional Indonesia (SNI)

yang tertuang dalam SK SNI T-15-1990-03 tentang Tata Cara Pembuatan Beton

Normal. Langkah-langkah perencanaannya sebagai berikut :

1) Menetapkan kuat tekan beton yang disyaratkan (fc’) pada umur tertentu.

Pada pengujian ini, Beton direncanakan mempunyai kuat tekan sebesar :

- 225 kg/cm² pada umur 28 hari

2) Menetapkan nilai standar deviasi.


113

Pada pengujian ini, digunakan nilai standar deviasi sebesar 60 kg/cm² atau

M Tabel 4.6 Nilai Standar Deviasi

p Mutu Pelaksanaan (Mpa)

a Volume Pekerjaan
Baik Sekali Baik Cukup
.

Kecil (< 1000m³) 4,5 < sd ≤ 5,5 5,5 < sd ≤ 6,5 6,5 < sd ≤ 8,5

3) MSedang (1000 - 3000m³) 3,5 < sd ≤ 4,5 4,5 < sd ≤ 5,5 5,5 < sd ≤ 7,5

e Besar (> 3000m³) 2,5 < sd ≤ 3,5 3,5 < sd ≤ 4,5 4,5 < sd ≤ 6,5
Sumber : Teknologi Bahan dan Konstruksi
n

ghitung nilai tambah (margin/M), dengan rumus :

M = k x SD

= 1,64 x 60 kg/cm²

= 98,4 kg/cm²

4) Menghitung kuat tekan rata-rata yang direncanakan

- fc’r = fc’+ M

= 225 kg/cm² + 98,4 kg/cm²

= 323,4 kg/cm²

5) Menentukan jenis/tipe semen portland.


114

Semen yang digunakan dalam pengujian ini adalah semen tipe I dengan merk

Tiga Roda.

6) Menentukan jenis agregat

Agregat yang digunakan dalam pengujian ini yaitu :

- Agregat halus berupa pasir alami

- Agregat kasar berupa kerikil pecahan

7) Menentukan faktor air semen.


115

Gambar 4.4 Grafik Hubunngan Kuat Tekan Beton Dengan Faktor Air Semen Untuk K-225

8) Menetapkan faktor air semen maksimum


116

9) M Tabel 4.7 Jumlah Semen Minimum dan Fas Maksimum Untuk K-225
Jumlah Semen
e Nilai F.A.S
Jenis Pekerjaan Beton Minimum
Maksimum
(kg/m³ beton)
n
Beton di dalam ruang bangunan (terlindung)
ea. keadaan keliling non-korosif 275 0,60
b. keadaan keliling korosif,
t disebabkan oleh kondensasi atau uap 325 0,52
korosif
a Beton di luar ruang bangunan (terbuka)
a. tidak terlindung oleh hujan dan
pterik matahari langsung 325 0,60
b. terlindung oleh hujan dan terik
kmatahari langsung 275 0,60
Beton yang masuk ke dalam tanah
a a. mengalami keadaan basah-kering
berganti-ganti 325 0,55
n b. mendapat pengaruh sifat dan
alkali dari tanah 375 0,52
Beton yang kontinyu berhubungan dengan air
a. Air tawar 275 0,57
nb. Air laut 375 0,52
Sumber : SK. SNI. T-15-1990-03
ilai slump

Tabel 4.8 Nilai slump beton untuk K-225


Nilai Slump (mm)
Jenis Konstruksi
Maksimum Minimum
Dinding, plat pondasi dan pondasi telapak
- 125 50
bertulang
Pondasi telapak tidak bertulang, caisson dan
- 90 25
struktur di bawah tanah
- Plat, balok, kolom dan dinding 150 75
- Perkerasan jalan (pavements) 75 50
- Beton massa 75 25

10) Menentukan ukuran agregat maksimum

Dari hasil Analisa ayak didapat ukuran agregat maksimum untuk kerikil 40

mm.
117

11) Menetapkan kadar air bebas yang diperlukan

Tab

Besar Butir Agregat Bentuk Slump (mm) el


Kasar Maksimum Agregat 0 - 10 10 - 30. 30 - 60 60 - 180
4.9
Alami 150 180 205 225
10 Batu Jum
Pecah 180 205 230 250
lah
Alami 135 160 180 195
20 Batu air
Pecah 170 190 210 220
Alami 115 140 160 175 beb
30 Batu as
Pecah 155 175 190 205
Sumber : SK. SNI. T-15-1990-03 unt

uk K-225 (kg/m³ beton)

12) Menghitung jumlah semen yang diperlukan

- Jumlah semen yang diperlukan = Kadar air bebas : fas

= 190 kg/m³ : 0,52

= 365,38 kg/m³

13) Menetapkan kebutuhan semen maksimum

- Dari langkah 12 maka didapat kebutuhan semen maksimum yaitu sebesar

375 kg/m³

14) Menetapkan kebutuhan semen minimum

- Dari tabel 4.8, didapat kebutuhan semen minimum yaitu sebesar 375

kg/m³ dipakai bila > dari no.12

15) Menyesuaikan kebutuhan semen

- Dari langkah 12 dan 14, maka dapat ditentukan kebutuhan semen yang

disesuaikan yaitu sebesar 375 kg/m³


118

16) Menentukan perbandingan agregat halus dengan agregat kasar

Gambar 4.5 Grafik Persentase Agregat Halus untuk Beton K-225

17) Menghitung berat jenis agregat campuran

- BjC = (h:100) x BjH + (k:100) x BjK

= (29,5% x 2,66) + (70,5% x 2,71) = 2,695

Keterangan :

BjC = Berat jenis agregat campuran

BjH = Berat jenis agregat halus

BjK = Berat jenis agregat kasar

h = Persentase agregat halus terhadap agregat campuran

k = Persentase agregat kasar terhadap agregat campuran


119

18) Menentukan berat volume beton segar

Gambar 4.6 Grafik Hubungan Antara Berat Volume Beton Segar, Jumlah Air Dan Berat
Jenis Kondisi SSD Agregat Campuran untuk Beton K-225

19) Menghitung berat agregat gabungan kondisi SSD

- Berat agg. Gabungan SSD = 2425 – 375 – 190 = 1860 kg/m³

20) Menghitung berat agregat halus

- Berat agg. Halus = 29,5% x 1860 = 548.7 kg/m³

21) Menghitung berat agregat kasar

- Berat agg. Kasar = 70,5% x 1860 = 1311.3 kg/m³


120

22) Menuliskan campuran yang diperoleh untuk 1 m³ beton pada daftar isian

formula perencanaan campuran beton sesuai dengan perhitungan yang telah

didapatkan

- Semen (15) = 375 kg

- Agregat Halus (20) = 548.7 kg

- Agregat Kasar (21) = 1311.3 kg

- Air (11) = 190 kg

4.4. Kebutuhan Bahan

4.4.1. Kebutuhan Bahan untuk beton K-175

a. Koreksi penggunaan air

- Agregat Halus

Kadar Air (%) = 0.1198

Penyerapan (%) = 0.4272 -

Kekurangan Air (%) = -0.3074

- Agregat Kasar

Kadar Air (%) = 0.3688

Penyerapan (%) = 0.8754 -

Kekurangan Air (%) = -0.5066

b. Berat bahan yang diperlukan

- Pengujian ini menggunakan cetakan silinder berukuran 15 cm alas dan

tinggi 30 cm. Volume cetakan silinder :

(1/4) x ᴨ x (0,15 m)² x 0,3 m= 0,0053 m³


121

- 3 buah silinder

3 x 0,0053 m³ = 0,0159 m³

- Hitungan dan toleransi penggunaan bahan/material yang hilang akibat

pengadukan dan pencetakan diperkirakan sebesar 10%, maka kebutuhan

adukan beton sebanyak :

- Air=(0,3074%x1103,1147)+205+(0,5066%x720,215)= 212,0395 kg

- Semen=(0,0159x341,667)+10% x(0,0159%x341,667)= 5,975 kg

- Ag. Halus=(0,0159x720,215)+ 10% x(0,0159%x720,215)= 12,5965 kg

- Ag.Kasar=(0,0159x1103,114)+10%x(0,0159%x1103,114)= 19,2934 kg

- Air=(0,0159x212,039)+10%x(0,0159%x212,039)= 3,7085 liter

- Perhitungan penggunaan kerang ale-ale yang lolos ayakan no 100

(0.15mm) sebagai bahan tambah beton setiap komposisi/kelompok

adukan dibuat 3 (tiga) benda uji

- Kerang ale-ale 5% = ( 5 / 100 )x 5,975 = 0,298 kg

- Kerang ale-ale 10% = ( 10 / 100 )x 5,975 = 0,597 kg

- Kerang ale-ale 15% = ( 15 / 100 )x 5,975 = 0,896 kg

Total = 1,791 kg

4.4.2. Kebutuhan Bahan untuk beton K-225

a. Koreksi penggunaan air

- Agregat Halus

Kadar Air (%) = 0.3

Penyerapan (%) = 0.65 -

Kekurangan Air (%) = -0.35


122

- Agregat Kasar

Kadar Air (%) = 0.46

Penyerapan (%) = 0.74 -

Kekurangan Air (%) = -0.28

b. Berat bahan yang diperlukan

- Pengujian ini menggunakan cetakan silinder berukuran 15 cm alas dan

tinggi 30 cm. Volume cetakan silinder :

(1/4) x ᴨ x (0,15 m)² x 0,3 m= 0,0053 m³

- 3 buah silinder

3 x 0,0053 m³ = 0,0159 m³

- Hitungan dan toleransi penggunaan bahan/material yang hilang akibat

pengadukan dan pencetakan diperkirakan sebesar 10%, maka kebutuhan

adukan beton sebanyak :

- Air=(0,35%x1311,3)+190+(0,28%x548,7)= 191,5829 kg

- Semen=(0,0159x375)+10%x(0,0159%x375)= 6,5587 kg

- Ag. Halus=(0,0159x548,7)+10%x(0,0159%x548,7)= 9,5967 kg

- Ag. Kasar=(0,0159x1311,3)+10%x(0,0159%x1311,3)= 22,9346 kg

- Air=(0,0159x191,5829)+10%x(0,0159%x191,5829)= 3,3507 liter

- Perhitungan penggunaan kerang ale-ale yang lolos ayakan no 100

(0.15mm) sebagai bahan tambah beton setiap komposisi/kelompok

adukan dibuat 3 (tiga) benda uji


123

- Kerang ale-ale 5% = ( 5 / 100 )x 6,5587 = 0,327 kg

- Kerang ale-ale 10% = ( 10 / 100 )x 6,5587 = 0,655 kg

- Kerang ale-ale 15% = ( 15 / 100 )x 6,5587 = 0,983 kg

Total = 1,965 kg

4.5. Pengujian Slump

4.5.1. Pengujian Slump untuk Beton K-175

Berdasarkan hasil pengujian slump (slump test), didapat data-data dan

grafik sebagai berikut :

Tabel 4.10 Nilai Slump Pada Beton K-175


Persentase Bahan
No. Benda Uji Tambah Nilai Slump (mm)
1 Beton Normal 0% 145
2 Beton dengan Kerang Ale-Ale 5% 176.7
3 Beton dengan Kerang Ale-Ale 10% 176.7
4 Beton dengan Kerang Ale-Ale 15% 183.3

Nilai Slump (mm)


200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
0% 2% 4% 6% 8% 10% 12% 14% 16%

Gambar 4.6 Grafik Nilai Slump Pada Beton K-175

Dari hasil pengujian nilai slump dapat diketahui untuk semua campuran

menggunakan serbuk cangkang berada diatas nilai slump yang telah ditentukan
124

yaitu 75 mm – 150 mm. Nilai slump maksimum 183,3 mm pada campuran 15 %

serbuk cangkang Ale -Ale.

4.5.2. Pengujian Slump untuk Beton K-225

Berdasarkan hasil pengujian slump (slump test), didapat data-data dan

grafik sebagai berikut :

Tabel 4.11 Nilai Slump Pada Beton K-225


Persentase Bahan
No. Benda Uji Tambah Nilai Slump (mm)
1 Beton Normal 0% 145
2 Beton dengan Kerang Ale-Ale 5% 183
3 Beton dengan Kerang Ale-Ale 10% 173
4 Beton dengan Kerang Ale-Ale 15% 163

Nilai Slump (mm)


200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
0% 2% 4% 6% 8% 10% 12% 14% 16%

Gambar 4.7 Grafik Nilai Slump Pada Beton K-225

Dari hasil pengujian nilai slump dapat diketahui untuk semua campuran

menggunakan serbuk cangkang berada diatas nilai slump yang telah ditentukan

yaitu 25 mm – 95 mm. Nilai slump maksimum 183 mm pada campuran 5 % serbuk

cangkang ale -Ale.


125

4.6. Pengujian Kuat Tekan

4.6.1. Pengujian Kuat Tekan untuk Beton K-175

Berdasarkan hasil pengujian kuat tekan beton, didapat data-data dan

grafik sebagai berikut :

Tabel 4.12 Hasil Kuat Tekan Pada Beton K-175


Persentase Bahan Kuat Tekan
No. Benda Uji Tambah (kg/cm²)
1 Beton Normal 0% 171.2
2 Beton dengan Kerang Ale-Ale 5% 135.7
3 Beton dengan Kerang Ale-Ale 10% 145.6
4 Beton dengan Kerang Ale-Ale 15% 102.4

Kuat Tekan (kg/cm²)


180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
0% 2% 4% 6% 8% 10% 12% 14% 16%
Gambar 4.8 Grafik Hasil Kuat Tekan Pada Beton K-175

Dari hasil pengujian uji tekan beton dapat diketahui untuk semua

campuran menggunakan serbuk cangkang berada dibawah pada nilai uji kuat tekan
126

yang telah ditentukan yaitu 175kg/cm². Nilai uji tekan maksimum 145.6 kg/cm²

pada campuran 10 % serbuk cangkang Ale -Ale.

4.6.2. Pengujian Kuat Tekan untuk Beton K-225

Berdasarkan hasil pengujian kuat tekan beton, didapat data-data dan

grafik sebagai berikut :

Tabel 4.13 Hasil Kuat Tekan Pada Beton K-225


Persentase Bahan Kuat Tekan
No. Benda Uji Tambah (kg/cm²)
1 Beton Normal 0% 129.2
2 Beton dengan Kerang Ale-Ale 5% 123.2
3 Beton dengan Kerang Ale-Ale 10% 96.4
4 Beton dengan Kerang Ale-Ale 15% 102.4

Kuat Tekan (kg/cm²)


140

120

100

80

60

40

20

0
0% 2% 4% 6% 8% 10% 12% 14% 16%

Gambar 4.12 Grafik Hasil Uji Kuat Tekan Pada Beton K-225

Dari hasil pengujian uji tekan beton dapat diketahui untuk semua

campuran menggunakan serbuk cangkang berada dibawah pada nilai uji kuat tekan

yang telah ditentukan yaitu 225 kg/cm². Nilai uji tekan maksimum 123,2 kg/cm²

pada campuran 5 % serbuk cangkang Ale -Ale.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun hasil yang dapat kami simpulkan antara lain:

1. Pada Proses pengujian kuat tekan beton, penambahan serbuk cangkang ale ale

semakin menurunkan kuat tekan beton :

A. Untuk uji kuat tekan Beton K-175

- Beton normal : 171,2 kg/cm²

- Beton dengan kerang ale ale 5% : 135,7 kg/cm²

- Beton dengan kerang ale ale 10% : 145,6 kg/cm²

- Beton dengan kerang ale ale 15% : 102,4 kg/cm²

B. Untuk uji kuat tekan Beton K-225

- Beton normal : 129,2 kg/cm²

- Beton dengan kerang ale ale 5% : 123,2 kg/cm²

- Beton dengan kerang ale ale 10% : 96,4 kg/cm²

- Beton dengan kerang ale ale 5% : 102,4 kg/cm²

2. Pada pengujian ini hanya di lakukan dalam umur 3 hari.

126
127

5.2 Saran

Adapun beberapa hal yang harus dilakukan dalam pelaksanan pengujian

ini antara lain:

1. Pada saat pembuatan benda uji seharusnya lebih teliti dalam pengererjaan

dalam campuran beton hingga sesuai dengan uji kuat tekan beton yang akan

ditentukan.

2. Pada sat pembuatan uji seharusnya dibuat 3 hari, 7 hari, 14 hari, dan 28 hari.


Daftar Pustaka

Amri Sjafei, 2005, Teknologi Beton A-Z, Jakarta

Departemen Perindustrian Balai Besar Bahana dan Barang Teknik Laboratorium

Beton, Panduan Praktikum Teknologi Beton ( Uji Fisik NDT & Mix

Design ), Bandung

SNI T-15-1990-03 : Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal,

Bandung : LPMB

Sagel, R, Ing, dkk . 1997 .Pedoman Pengerjaan Beton. Jakarta : Erlangga.

126

Anda mungkin juga menyukai