BAB I
PENDAHULUAN
pada akhir tahun 2013 budidaya kerang hijau di Indonesia mencapai 22.800 ton
bruto, dan 15.960 ton limbah cangkang kerang hijau (harnas.co, 2014). Apabila
keadaan ini dibiarkan terus menerus maka semakin lama akan menyebabkan
masalah besar, penimbunan limbah secara berkelanjutan memungkinkan
terjadinya pencemaran lingkungan.
Dengan demikian diperlukan upaya untuk mengatasi permasalahan
tersebut. Salah satu alternatif mengatasi jumlah limbah tersebut peneliti
melakukan daur ulang limbah abu kulit kerang menjadi bahan campuran
pembuatan batako.
2.
3.
2. Menghasilkan batako yang berbahan baku limbah dari subtitusi semen dengan
abu kulit kerang yang berkualitas dan ekonomis.
3.
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
2.1.
Landasan Teori
2.1.1. Batako
2.1.1.1. Definisi dan Pengertian
Menurut Supribadi (1986) Batako adalah bata yang dibuat dari campuran
bahan perekat hidrolis ditambah dengan agregat halus dan air dengan atau tanpa
bahan tambahan lainnya dan mempunyai luas penampang lubang lebih dari 25 %
penampang batanya dan isi lubang lebih dari 25 % isi batanya.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 03-0349-1989), Conblock
(concrete block) atau batu cetak beton adalah komponen bangunan yang dibuat
dari campuran semen Portland atau pozolan, pasir, air dan atau tanpa bahan
tambahan lainnya (additive), dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat
dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding.
2.1.1.2. Jenis-jenis batako
Berdasarkan tipenya batako dibagi 6 tipe, yaitu (Supribadi:1986):
1. Tipe A : Ukuran 20.20.40 cm berlubang untuk tembok/dinding pemikul
dengan tebal 20 cm.
2. Tipe B : Ukuran 20.20.40 cm berlubang untuk tembok/dinding tebal 20 cm
sebagai penutup pada sudut-sudut dan pertemuan-pertemuan.
putih dan ada juga yang putih kecoklatan. Umumnya memiliki ukuran
panjang 25-3-cm, tebal 8-10 cm, dan tinggi 14-18 cm.
2. Batako pres, dibuat dari campuran semen dan pasir atau abu batu. Ada yang
dibuat secara manual (menggunakan tangan), ada juga yang menggunakan
mesin. Perbedaannya dapat dilihat pada kepadatan permukaan batakonya.
Umumnya memiliki ukuran panjang 36-40 cm, tebal 8-10 cm, dan tinggi 1820 cm.
Berdasarkan tingkat mutunya batako berlubang dibedakan menjadi 4
(SNI 03-0349-1989), yaitu:
1. Tingkat mutu I
9.5
100
4.75
95-100
2.36
80-100
1.18
50-85
0.6
25-60
0.3
10-30
0.15
2-10
Sumber : Tri Mulyono. Teknologi Beton Indonesia. (Yogyakarta : Penerbit Andi, 2004)
10
Menurut
Standar
Nasional
Indonesia
(SKSNI-S-04-1989-F:28)
disebutkan mengenai persyaratan pasir atau agregat halus yang baik sebagai bahan
bangunan adalah sebagai berikut :
1. Agregat halus harus terdiri dari butiran yang tajam dan keras dengan indeks
kekerasan < 2,2.
2. Sifat kekal pasir apabila diuji dengan larutan jenuh natrium sulfat bagian
hancur maksimal 12%, dan jika diuji dengan larutan magnesium sulfat bagian
hancur maksimal 10%.
3. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5%, bilang lebih dari itu maka
pasir harus dicuci.
4. Pasir tidak boleh mengadung bahan-bahan organik terlalu banyak, yang harus
dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrans-Harder dengan larutan jenuh
NaOH 3%.
5. Susunan besar butir pasir mempunyai modulus kehalusan antara 1,5 sampai 3,8
dan terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam.
6. Untuk beton dengan tingkat keawetan yang tinggi reaksi pasir terhadap alkali
harus negatif.
7. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat halus untuk semua mutu beton
kecuali dengan petunjuk dari lembaga pemerintahan bahan bangunan yang
diakui.
8. Agreagat halus yang digunakan untuk plesteran dan spesi terapan harus
memenuhi persyaratan pasir pasangan.
11
Semen
Menurut Bonardo Pangaribuan (2004) semen adalah bahan perekat atau
lem, yang bisa merekatkan bahan bahan material lain seperti batu bata dan batu
koral hingga bisa membentuk sebuah bangunan. Sedangkan dalam pengertian
secara umum semen diartikan sebagai bahan perekat yang memiliki sifat mampu
mengikat bahan bahan padat menjadi satu kesatuan yang kompak dan kuat
Fungsi utama semen sangatlah penting, yaitu sebagai pengikat butir-butir
agregat halus sehingga membentuk suatu massa yang padat dan mengisi rongga
udara di antara butir-butir agregat halus. Semen dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
yaitu semen hidrolik yang dapat melekat dan mengikat di dalam air, dan semen
non hidrolik yang tidak bisa mengikat di dalam air tetapi mengeras di udara.
Contoh semen hidrolik antara lain semen portland pozzolan, semen portland terak
tanur tinggi, semen alumina dan semen expansif (Mulyono, 2004).
Sedangkan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 152049-2004, semen portland adalah semen hidrolisis yang dihasilkan dengan cara
menggiling terak (Clinker) portland terutama yang terdiri dari kalsium silikat
(xCaO.SiO2) yang bersifat hidrolis dan digiling bersama sama dengan bahan
tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat
(CaSO4.xH2O) dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain (additive).
Standar Nasional Indonesia (SNI 15-2049-2004) membagi semen
portland menjadi 5 jenis yaitu:
1. Jenis I, yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak
memerlukan persyaratan-persyaratan khusus.
12
13
2.1.2
Kerang Hijau
Kerang Hijau (Perna viridis) atau dikenal dimasyarakat dengan nama
kijing, adalah binatang lunak yang hidup di pesisir laut, bercangkang dua dan
berwarna hijau. Kerang hijau merupakan organisme yang termasuk kelas
Pelecypoda. Golongan biota yang bertubuh lunak (mollusca). Kerang hijau
termasuk Hewan dari kelas pelecipoda, kelas ini selalu mempunyai cangkang
katup sepasang maka disebut sebagai Bivalvia. Hewan kelas ini pun berinsang
berlapis-lapis sering disebut Lamelli branchiata.
14
15
Hasilnya berupa abu kulit kerang hijau yang bersifat "Pozzolan", yaitu
mengandung mineral silika dan alumina yang bersifat reaktif sehingga dapat
digunakan sebagai bahan subtitusi sebagian semen. Dampak yang diharapkan dari
penggunaan abu kulit kerang hijau ini adalah didapatnya nilai perilaku mekanik
batako yang setara ataupun mendekati batako normal.
Tabel 2.2 Komposisi abu kulit kerang hijau
Kandungan
CaO
SiO2
Fe2O3
Al2O3
MgO
Free Lime
Persen(%)
66,70
7,88
0,03
1,25
22,28
1,86
16
Jenis
Ukuran
(mm)
lobang minimum
Panjang
Lebar
Tebal
390 + 3
190 2
100 2
1. Pejal
Luar
Dalam
100 2
20
15
200 2
25
-5
2. Berlobang
a. Kecil
390 + 3
190 + 3
b. Besar
-5
-5
390 + 3
190 + 3
-5
-5
20
Syarat fisis
pejal
berlobang
Satuan
II
III
IV
II
III
IV
100
70
40
25
70
50
35
20
kg/cm 2
17
90
65
35
21
65
45
30
17
25
35
25
35
benda uji
3. Penyerapan
rata-rata,
air
maksimum
(Sumber : SNI 03-0349-1989, Badan Standardisasi Nasional)
Keterangan : Kuat tekan bruto adalah beban tekan keseluruhan pada waktu benda coba
pecah, dibagi dengan luas ukuran nyata dari bata termasuk luas lubang serta cekungan tepi.
18
kerang sebesar` 0%, 17%, 31%, 44%, dan 55% dari berat agregat Kasar. Hasil
penelitian menunjukan bahwa nilai kuat tekan tertinggi terdapat pada variasi
17% yaitu sebesar 10,59 kg/cm2, lebih rendah dari beton normal yang
memiliki nilai kuat tekan sebesar 24,03 kg/cm2.
3. Menurut penelitian Angelina
Eva
Lianasari
(2013)
yang berjudul
Penggunaan Limbah Bubur Kertas Dan Fly Ash Pada Batako. Penambahan
Limbah bubur kertas koran yang diberikan sebanyak 10%, 20%, 30%, 40%,
50% dari volume pasir dan digunakan pula fly ash sebanyak 10% dari berat
semen dengan perbandingan campuran 1 PC : 7 PS dengan f.a.s 0,6,
pengujian dilakukan pada umur 28 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
nilai kuat tekan tertinggi terdapat pada variasi 50% yaitu sebesar 47,0474
kg/cm2, lebih tinggi dari batako normal yang hanya memiliki kuat tekan
sebesar 34,0582 kg/cm2.
19
20
Diduga nilai kuat tekan optimum batako berlubang yang menggunakan abu
kulit kerang hijau dengan proporsi 0%, 5%, 7,5% dan 10% sebagai subtitusi
sebagian volume semen dapat memenuhi standar SNI 03-0349-1989 tingkat mutu
IV pada batako berlubang non struktural sebesar 20 kg/cm2.
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
22
Persentase abu
Macam
jumlah
benda uji
kulit kerang
pengujian
benda uji
(cm)
hijau
0%
5%
7,50%
10%
0%
5%
7,50%
10%
32
Kuat tekan,
40 x 20 x
tampak, &
10
ukuran
40 x 20 x
Daya serap
10
23
2.
Mengidentifikasi permasalahan
3.
4.
5.
Melakukan eksperimen
6.
Mengumpulkan data kasar dari proses eksperimen. Dalam penelitian ini, data
yang diperoleh adalah hasil dari uji coba di Lab.
7.
8.
9.
Memformulasikan kesimpulan.
24
Abu kulit kerang hijau yang digunakan pada penelitian ini adalah abu dari
hasil oven kulit kerang hijau pada suhu 6700 dan diblender hingga halus.
2.
Pasir
Pasir yang digunakan pada penelitian ini adalah pasir yang diambil dari
pabrik pembuatan batako yang sudah melalui tahap pemeriksaan kadar
lumpur, kadar air, kandungan zat organik, analisa saringan pasir.
3.
Semen
Semen yang digunakan pada penelitian ini adalah semen PCC (Semen
Portland Komposit) yang kondisinya masih baik dan cocok untuk pembuatan
batako.
4.
Air
Air yang digunakan pada penelitian ini adalah air PAM yang digunakan di
pabrik pembuatan batako.
3.6.2. Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
25
8.
9.
Penggaris siku
agar lunak, kemudian diblender agar halus seperti semen dan lolos saringan
no.200.
2. Pemeriksaan pasir
26
Pasir yang digunakan adalah pasir yang diperoleh dari pabrik pembuatan
batako, kemudian dibawa ke Laboratorium Penelitian Uji Bahan Jurusan
Teknik Sipil Universitas Negeri untuk dilakukan pengujian kadar lumpur,
kadar air, kandungan zat organik, dan analisa saringan sesuai SNI 03-03491989 tentang bata beton untuk pasangan dinding.
3.7.2. Proses pembuatan batako
Pembuatan batako dilaksanakan di Pabrik Batako Press Kusuma Jaya,
yang terletak di Jl. Sukahati Muara Beres Bogor. dengan menggunakan mesin
press. Langkah-langkah dalam pembuatan batako sebagai berikut :
1.
2.
Timbang masing-masing bahan seperti semen, pasir dan abu kulit kerang
untuk 8 buah batako. Berat dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.2 komposisi kebutuhan bahan
Berat Bahan Per 8 Buah Batako (gr)
Benda
Uji
Pasir (PS)
58752
4 PS : 1 (100% PC : 0% KK)
58752
4 PS : 1 (95% PC : 5 % KK)
58752
4 PS : 1 (92,5% PC : 7,5% KK)
58752
4 PS : 1 (90% PC : 10% KK)
235008
Jumlah
Kemudian mencampurkan bahan pasir, semen dan abu
B0
B1
B2
B3
2.
Komposisi Campuran
Semen (PC)
Abu Kulit
Kerang (KK)
18506,88
0
17581,536
881,28
17118,864
1321,92
16656,192
3840
69863,472
6043,2
kulit kerang hijau
27
4.
Masukan adonan batako ke dalam mesin pres hingga cetakan terisi penuh
kemudian ratakan permukaan cetakan.
5.
Getarkan cetakan hingga adonan batako padat. Setelah padat adukan tersebut
ditekan atau dipres.
6.
Kemudian cetakan dilepas dan benda uji diletakkan ditempat yang sejuk dan
terlindung dari sinar matahari langsung.
yang
28
29
Mulai
Studi Litelatur
Pemeriksaan Bahan
2.
Pembersihan
dan
pengeringan selama 1 hari
3.
4.
Air
Semen
2.
3.
4.
Penghancuran
dengan
blender dan lolos saringan
no. 200
Pencampuran 1 pc : 4 ps
100% pc : 0% kk
92,5% pc : 7,5% kk
95% pc : 5% kk
Analisa
*PS = Pasir
*KK = Abu kulit kerang hijau
Kesimpulan
Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Batako.
90% pc :10% kk
30
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
abu kulit kerang. Sebelum melakukan penelitian, material yang akan digunakan
terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan. Berikut adalah hasil uji pendahuluan
material penyusun batako berlubang non struktural.
4.1.1
adalah analisa specific gravity. Hasil pengujian abu kulit kerang adalah sebagai
berikut:
Berat enis
64
1 3,004
22 0,7
Dari hasil pengujian diatas didapat nilai berat jenis abu kulit kerang yaitu
sebesar 3,00. Data hasil penelitian dapat dilihat pada lampiran 1.
4.1.2
pengujian kadar lumpur, analisa specific gravity, absorpsi, dan pemeriksaan kadar
air. Hasil pengujian pasir adalah sebagai berikut:
1. Kadar Lumpur
32
Kandungan lumpur dalam agregat halus tidak boleh lebih dari 5% (PUBI
1971). Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.1, kandungan lumpur dalam
pasir kali adalah 4,41% sehingga layak digunakan sebagai agregat halus. Data
hasil penelitian dapat dilihat pada lampiran 2.
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Pengujian Kadar Lumpur Pasir
Bacaan Gelas
H Lumpur
H Seluruh
(V2)
(V1+V2)
mm
mm
H Pasir (V1)
Ukur
mm
320
20
340
315
10
340
325
15
340
4,41%
33
perhitungan volume agregat halus yang akan dicampur pada pembuatan batako
berlubang.
Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan
PENENTUAN SPECIFIC GRAVITY AGREGAT HALUS
Tanggal Pelaksanaan : 18 Maret 2014 21 Maret 2014
Sumber Contoh : Pasir asal Cirebon
Jenis Contoh : Pasir Kali
A. Berat Piknometer
= 159,9 gram
= 500 gram
= 955 gram
(SSD)
D. Berat piknometer + air
= 654,5 gram
= 482,5 gram
= 2,62
= 2,50
= 2,55
Persentase Absorpsi
= 2,65 %
34
mengurangi nilai kekuatan batako berlubang. Data hasil penelitian dapat dilihat
pada lampiran 3.
3. Kadar Air
Kadar air agregat adalah perbandingan antara berat air yang terkandung
dalam agregat dengan berat agregat keadaan kering. Pemeriksaan kadar air ini
dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang terkandung di dalam pasir karena
akan mempengaruhi jumlah air yang diperlukan dalam campuran batako
berlubang. Agregat yang banyak mengandung air akan membuat campuran juga
lebih basah dan sebaliknya.
Tabel 4.3 Kadar Air Agregat Halus
PEMERIKSAAN KADAR AIR AGREGAT HALUS
Tanggal Pelaksanaan : 11 Maret 2014 12 Maret 2014
Sumber Contoh : Pasir asal Cirebon
Jenis Contoh : Pasir Kali
A. Berat Wadah
165,5 gram
2165,5 gram
2000 gram
1769 gram
Kadar Air =
(Sumber : analisis data)
Dari hasil pengujian di atas didapat nilai kadar air sebesar 13,06% . kadar
air pada pasir sangat dipengaruhi jumlah air yang terkandung di dalamnya.
35
Semakin besar selisih antara berat agregat semula dengan berat agregat setelah
kering oven, maka semakin banyak pula air yang terkandung dalam agregat
tersebut karena besar kecilnya kadar air berbanding lurus dengan jumlah air yang
terkandung dalam agregat. Data hasil penelitian dapat dilihat pada lampiran 4.
pembagian
(gradasi)
agregat
halus
dan
menghitung
modulus
36
91.63
99.23
76.13
59.48
37.66
14.32
2.66
0.43
0.075
0.149
0.297
0.59
1.19
2.38
4.75
9.5
4.2
4.2.1
Daya Serap
Untuk pengujian penyerapan air, dipakai 3 (tiga) buah batako berlubang
untuk tiap proporsinya. Batako berlubang yang telah melewati tahap perawatan
ditiriskan dalam waktu 1 (satu) menit, lalu permukaan batako diseka dengan kain
lembab, agar air yang berkelebihan yang masih melekat di bidang permukaan
batako terserap kain lembab itu. Batako berlubang kemudian ditimbang (A).
37
Setelah itu batako dikeringkan dalam oven dengan suhu 1050 C selama 1 (satu)
jam, kemudian ditimbang kembali (B).
Penyerapan air = (A - B) x 100 / B
Berikut merupakan data hasil pengujian daya serap air batako berlubang
non struktural:
Tabel 4.4 Data Hasil Daya Serap Air Subtitusi 0%
No Sampel
Daya Serap (%)
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Rata-rata
(Sumber: Analisis Data)
Tabel 4.5 Data Hasil Daya Serap Air Subtitusi 5%
No Sampel
Daya Serap (%)
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Rata-rata
(Sumber: Analisis Data)
Tabel 4.6 Data Hasil Daya Serap Air Subtitusi 7,5%
No Sampel
Daya Serap (%)
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
38
Rata-rata
(Sumber: Analisis Data)
Tabel 4.7 Data Hasil Daya Serap Air Subtitusi 10%
No Sampel
Daya Serap (%)
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Rata-rata
(Sumber: Analisis Data)
Grafik penyerapan batako non struktural dengan substitusi sebagian
semen pada umur 28 hari dapat dilihat pada gambar 4.2.
GAMBAR 4.2
Dari grafik di atas dapat dilihat daya serap batako berlubang pada batako
kontrol yaitu sebesar .... %, kadar 5% sebesar .... %, kadar 7,5% sebesar .... % dan
kadar 10% sebesar .... %. Dapat dilihat bahwa campuran optimum untuk kuat
tekan batako berlubang adalah pada kadar ... % yaitu sebesar .... % sehingga
batako berlubang memenuhi/tidak memenuhi standar SNI 03-0349-1989 yaitu
tidak melebihi 25%.
4.2.2
Kuat Tekan
39
40
41
GAMBAR 4.3.
kg/cm2, kadar 7,5% sebesar .... kg/cm2 dan kadar 10% sebesar .... kg/cm2. Dapat
dilihat bahwa campuran optimum untuk kuat tekan batako berlubang adalah pada
kadar ... % yaitu sebesar .... kg/cm2 sehingga batako berlubang memenuhi/tidak
memenuhi standar sesuai mutu batako berlubang yang direncanakan berdasarkan
SNI 03-0349-1989 yaitu sebesar 20 kg/cm2.
4.3
Keterbatasan penelitian
Dalam penelitian ini ada beberapa keterbatasan dalam proses pembuatan
2.
3.
Peneliti hanya melakukan pengujian terhadap daya serap dan kuat tekan saja,
tidak menguji kuat tarik batako.
42
4.4
bahan subtitusi abu kulit kerang hijau menghasilkan nilai yang bervariasi. Nilai
penyerapan rata-rata yang dihasilkan dari tiap proporsi subtitusi sebesar 0%, 5%,
7,5%, 10% didapat daya serap sebesar ... %, ... %, ... %, ... %. Nilai kuat tekan
rata-rata yang dihasilkan dari tiap proporsi subtitusi sebesar 0%, 5%, 7,5%,
10%didapat kuat tekan sebesar ... kg/cm2, ... kg/cm2, ... kg/cm2, ... kg/cm2.
43
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
SNI 03-0349-1989, hasil yang dapat disimpulkan dari hipotesis yang telah diuji
adalah sebagai berikut:
1.
Nilai daya serap batako rata-rata yang dihasilkan dari tiap proporsi subtitusi
sebesar 0%, 5%, 7,5%, 10% didapat daya serap sebesar ... %, ... %, ... %, ...
%. Daya serap batako dengan subtitusi abu kulit kerang hijau memenuhi
persyaratan maksimum daya serap batako standar SNI 03-0349-1989 mutu IV
yaitu 25%.
2.
Nilai kuat tekan rata-rata yang dihasilkan dari tiap proporsi subtitusi sebesar
0%, 5%, 7,5%, 10%didapat kuat tekan sebesar ... kg/cm2, ... kg/cm2, ...
kg/cm2, ... kg/cm2. Kuat tekan batako dengan subtitusi abu kulit kerang hijau
sebesar ... % memenuhi persyaratan minimum kuat tekan batako standar non
struktural SNI 03-0349-1989 mutu IV sebesar ... kg/cm2. Kuat tekan batako
dengan subtitusi abu kulit kerang hijau sebesar ... % sementara sebagai nilai
kuat tekan optimum dikarenakan grafik nilai kuat tekan mengalami
penurunan/peningkatan.
5.2. IMPLIKASI
Berdasarkan hasil penelitian, maka implikasi atau tindak lanjut dari
penelitian ini untuk memberikan informasi yang lebih luas adalah:
44
1. Penggunaan abu kulit kerang hijau sebesar ... % perlu dikembangkan sebagai
bahan tambah/pengganti pada campuran batako, pavingblock, genteng beton,
beton ringan, papan gypsum karena potensi bahan baku yang cukup besar di
Indonesia.
2.
5.3. SARAN
Dari hasil penelitian yang ada, maka disarankan/tidak disarankan
subtitusi abu kulit kerang hijau pada campuran batako karena semakin besar
persentase subtitusi abu kulit kerang hijau, kuat tekan yang dihasikan lebih
rendah/kuat dari persyaratan minimum batako berlubang non struktural standar
mutu IV SNI 03-0349-1989.