Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Abu sekam padi adalah limbah yang dihasilkan dari

pembakaran batu bata. Banyaknya masyarakat yang membuat batu

bata manyebabkan limbah abu sekam sangat banyak bertumpuk dan

mencemari lingkungan. Dari kondisi ini, maka harus dicari alternatif

untuk menyelesaikan masalah ini, yaitu memanfaatkan limbah abu

sekam padi untuk pembuatan paving block.

Penggunaan paving block akhir-akhir ini banyak digunakan

oleh pemerintah di perkotaan maupun di pedesaan baik untuk

alternatif perkerasan jalan, trotoar untuk pejalan kaki, parkiran maupun

taman kota.

Paving block (bata beton) adalah suatu komposisi bahan

bangunan yang terbuat dari campuran semen Portland atau bahan

perekat hidrolis sejenisnya,air,dan agregat dengan atau tanpa bahan

tambah lainnya ( SNI 03-0691-1996). Paving block merupakan salah

satu bahan konstruksi yang bersahabat terhadap lingkungan, dalam

pelaksanaan di lapangan paving block juga lebih mudan dan cepat saat

pemasangan dan perawatan, serta mempunyai harga yang terjangkau.

Oleh karna itu paving block menjadi alternatif pembangunan yang

berwawasan lingkungan khususunya lingkungan pesisir pantai.

1
Dari penjelasan diatas peneliti akan membuat paving block dan

menganalisa kuat tekan dan daya serap air paving block menggunakan

campuran abu sekam padi sebagai bahan pengganti sebagian semen

dengan komposisi 5%, 10%, 15%.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Berapakah nilai kuat tekan paving block dengan variasi abu sekam

padi 5%, 10%, 15%, sebagai pengganti sebagian semen ?

C. Tujuan Penelitian

Pada penelitian pemaanfaatan material abu sekam padi dalam

pembuatan paving block untuk lingkungan pesisir pantai bertujuan:

1. Untuk mengetahui nilai kuat tekan paving block dengan variasi

material abu sekam padi 5%, 10%, 15%, sebagai bahan pengganti

sebagian semen

D. Batasan Masalah

Batasan masalah sangat di perlukan dalam penelitian

pemanfaatan material abu sekam padi dalam pembuatan paving block

untuk lingkungan pesisir pantai. Dalam penelitian ini mempunyai

batasan masalah sebagai berikut :

1. Semen Portland yang digunakan adalah semen Portland bermerk

Dynamic

2
2. Material abu sekam padi yang di gunakan berasal dari Desa

Bumiayu Kecamatan Wonomulyo

3. Material agregat halus ( pasir) berasal dari Desa Segerang

Kecamatan Mapilli

4. Pengujian karakteristik paving block dilakukan di Labroratorium

Terpadu Universitas Sulawesi Barat.

5. Pengujian kuat tekan berdasarkan SNI 03-0691-1996

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat teoritis :

2. Mengurangi penggunaan semen sebagai bahan pengikat paving

block

F. Sistematika Penulisan

Dalam proses penyusunan proposal penelitian sistematika

penulisan sangat dibutuhkan agar penulis dapat menyelesaikan dengan

terstruktur. Dalam penulisan proposal penelitian ini ada beberapa tahap

sistematika penulisan diantaranya sebagai berikut:

BAB I : pada bab ini berisikan pendahuluan yang memuat latar

belakang,rumusan masalah,tujuan penelitian,Batasan

masalah,manfaat penulisan dan sistematika penulisan

BAB II : pada bab ini memuat tinjauan Pustaka serta teori-teori

tentang bahan,metode penelitian dan segala yang

bersangkutan dengan penelitian

3
BAB III : pada bab ini memuat tentang tahap-tahap penelitian seperti

studi kepustakaan,tempat dan waktu penelitian serta

bahan-bahan yang digunakan juga berisi tentang bagan

alur penelitian,metode penelitian dan prosedur penelitian

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Di dalam dunia keilmuan sudah banyak peneliti yang melakukan

penyelidikan tentang ketahanan paving block dengan melihat dari segi

material penyusun dan kondisi lingkungan yang ada disekitar. Beberapa

peneliti terdahulu sudah membahas tentang abu sekam padi sebagai bahan

penyusun paving block diantaranya adalah

1. Tiksworo cundhomanik caturpalestri (2019), pemanfaatan limbah

plastik sebagai bahan baku pembuatan eco-paving dengan penambahan

abu sekam padi. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh data hasil rata-

rata kuat tekan paving block dari limbah plastik yaitu 2BM (botol

mineral) : 6KP (kantong plastik) : 0TB (tutup botol) sebesar 8,94MPa,

2BM : 3KP : 3TB sebesar 10,11MPa, 2BM : 2KP : 4TB sebesar 10,25

MPa, dan 2BM : 1KP : 5TB sebesar 8,93MPa. Komposisi terbaik

untuk paving block yang berbahan botol mineral,kantong plastik dan

tutup botol yaitu, 2BM : 2KP :4TB dengan nilai kuat tekan sebesar

10,25 dan masuk kedalam katergori mutu D menurut SNI 03-0691-

1996.

2. Bakhtiat A. (2017), studi peningkatan mutu paving block dengan

penambahan abu sekam padi. Berdasarkan hasil pengujian

penambahan persentase abu sekam padi kedalam campuran paving

block hanya terjadi penimgkatan kuat tekan pada saat campuran abu

5
sekam padi sekitar ±8% dan mengalami penurunan kuat tekan pada

saat campuran abu sekam padi lebih dari 8%.

3. Budi waluyo, dkk (2018), pengaruh campuran abu sekam padi

terhadap kuat tekan paving block. dari penelitian ini diperoleh data

penambahan abu sekam padi pada perbandingan 1Pc:10Ps

menghasilkan kuat tekan maksimal 32,709 MPa pada campuran ASP

16%. Pada perbandingan 1Pc:13Ps menghasilkan kuat tekan maksimal

23,709 Mpa pada campuran ASP 13% dan pada perbandingan

1Pc:15Ps menghasilkan kuat tekan maksimal 17,260 MPa pada

campuran ASP 15%.

4. Yusril aprianto, dkk (2020), pemanfaatan limbah padat slag nikel, abu

sekam padi, dan fly ash menjadi paving block. dar hasil penelitian ini

variasi komposisi bahan terhadap kuat tekan yang berbeda-beda.

Dimana hasil optimum kuat tekan terdapat pada pencampuran paving

block a: semen 25%, sekam padi 25%, slag 25%, fly ash 25% yaitu

sebesar 103.86 kg/cm2 dan adapun sampel penelitian yang menunjukan

nilai uji kuat tekan yang cukup rendah ditunjukan pada sampel D :

semen 25%, slag 15%, sekam padi 15%, fly ash 45%.

6
B. Paving block

1. Defenisi Paving Block

Paving block adalah salah satu produk konstruksi yang biasa

digunakan untuk perkerasan jalan, halaman rumah, trotoar dan lainnya.

Dalam pembuatannya paving block menggunakan susunan bahan sama

seperti beton yaitu semen, agregat (pasir) dan air. Selain itu cara

pengujian kuat desak, pengujian daya serap air serta cara pemeliharaan

hingga umur yang ditentukan juga sama (Nugroho, 2013). Menurut

SNI 03-0691-1996, Bata beton (paving block) adalah suatu komposisi

bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau bahan

perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan

tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu bata beton itu. Bata

beton dapat berwarna seperti warna aslinya atau diberi zat warna pada

komposisinya dan digunakan untuk halaman baik di dalam maupun di

luar bangunan.

Paving block mulai dikenal dan dipakai di Indonesia terhitung

sejak tahun 1977/1978. Paving block sendiri mempunyai beberapa

variasi bentuk untuk memenuhi selera pemakai. Penggunaan paving

block ini disesuaikan dengan tingkat kebutuhan, misalnya saja

digunakan sebagai tempat parkir, terminal, jalan setapak dan juga

perkerasan jalan di kompleks-kompleks perumahan serta untuk

keperluan lainnya. Paving block merupakan produk bahan bangunan

dari semen yang digunakan sebagai salah satu alternatif penutup atau

7
pengerasan permukaan tanah. Paving block dikenal juga dengan

sebutan bata beton (concrete block) atau cone block.

Sebagai bahan penutup dan pengerasan permukaan tanah, paving

block sangat luas penggunaannya untuk berbagai keperluan, mulai dari

keperluan yang sederhana sampai penggunaan yang memerlukan

spesifikasi khusus. Paving block dapat digunakan untuk pengerasan

dan memperindah trotoar jalan di kota-kota, pengerasan jalan di

komplek perumahan atau kawasan pemukiman, memperindah taman,

pekarangan dan halaman rumah, pengerasan areal parkir, areal

perkantoran, pabrik, taman dan halaman sekolah, serta di kawasan

hotel dan restoran. (Sumber: M khoirunnisa 2015)

2. Syarat dan mutu paving block

Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan

mutu paving block dimana harus memenuhi persyaratan SNI 03-0691-

1996 diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Sifat tampak

Bata beton harus mempunyai permukaan yang rata, tidak

terdapat retak-retak dan cacat, bagian sudut dan rusuknya tidak

mudah dirapuhkan dengan kekuatan jari tangan.

8
b. Ukuran

Bata beton harus mempunyai ukuran tebal nominal minimum

60 mm dengan toleransi ± 8 %.

c. Sifat fisika

Bata beton (paving block) harus mempunyai sifat-sifat fisika seperti

pada tabel 2.1 dibawah ini :

Penyerapan
Ketahanan aus
Mutu Kuat tekan (mpa) air rata-rata
(mm/menit)
(maks)
Rata-rata min Rata-rata min %
A 40 35 0,09 0,103 3
B 20 17 0,13 0,149 6
C 15 12.5 0,16 0,184 8
D 10 8.5 0,219 0,251 10
Sumber : Bata Beton (Paving block), SNI 03-0691-1996

Klasifikasi bata beton (paving block)

1) Paving block mutu A : Digunakan untuk jalan

2) Paving block mutu B : Digunakan untuk pelataran parkir

3) Paving block mutu C : Digunakan untuk pejalan kaki

4) Paving block mutu D : Digunakan untuk taman dan lainnya

3. Cara pembuatan paving block

Cara pembuatan paving block yang digunakan masyaeakat umunya

dibagi menjadi dua metode :

a. Metode konvensional

Metode ini adalah metode yang paling banyak digunakan oleh

masyarakat kita kususnya para pembuat paving block di

9
Wonomulyo dan lebih dikenal dengan metode gablokan.

Pembuatan paving block cara konvensional dilakukan dengan

menggunakan alat geblokan/plat tebal dengan beban pemadatan

yang berpengaruh terhadap tenaga orang yang mengerjakan.

Metode ini banyak digunakan oleh masyarakat sebagai industri

kecil karena selain alat yang digunakan sederhana, juga mudah

dalam proses pembuatannya sehingga dapat dilakukan oleh siapa

saja Semakin kuat tenaga orang yang mengerjakan maka akan

semakin padat dan kuat paving block yang dihasilkan.

Gambar 2.1 prinsip kerja metode konvensional

b. Metode press hidrolis (mesin)

Metode ini tidak banyak digunakan pada masyarakat, khususnya di

Wonomulyo dikarenakan mahalnya harga mesin yang digunakan

dalam metode ini.

Alat press hidrolis digerakan dengan tenaga mesin (diesel)

sehingga mengahsilkan kualitas paving block yang baik karena

tekanan yang diberikan pada tiap-tiap paving lebih merata dan

tekanan yang diberikan juga lebih besar, sehingga paving block

10
yang dibuat dengan metode press hidrolis lebih padat dari pada

yang dibuat dengan metode konvensional.

Gambar 2.2 prinsip kerja metode press hidrolis

C. Bahan penyusun paving block

Material yang digunakan dalam pembuatan paving block sama

dengan material yang digunakan pada pembuatan beton biasanya. Hanya

saja agregat kasar (kerikil) yang diginakan lebih sedikit. Ditinjau dari

fungsinya material pembentuk paving block mempunyai fungsi yaitu

semen dan sedikit air membentuk pasta semen yang berfungsi sebegai

perekat. Kemudian pasta semen dan campuran agregat halus (pasir)

membentuk mortar untuk mengikat agregat kasar menjadi kesatuan yang

kompak dengan campuran yang merata menghasilkan campuran plastis

(antara cair dan padat) sehingga dapat dituang dalam acuan serta

membentuknya menjadi bentuk yang diinginkan setelah menjadi kering

atau padat (Dian, 2010).

1. Semen Portland

Sement portland ialah semen hidrolisis yang dihasilkan dengan

cara menghaluskan klinker terutama dari silikat-silikat kalsium yang

bersifat hidrolisis (dapat mengeras jika bereaksi langsung dengan air)

11
dengan tambahan gips sebagai bahan tambahan. Semen merupakan

bahan pengikat yang paling terkenal dan paling abnyak digunakan

dalam konstruksi beton. Semen yang umum dipakai adalah semen

type I dan ketergantungan kepada pemakaian semen jenis ini masih

sangat besar. Semen portland jika dilihat dari sisi fungsi masih

memiliki kekurangan dan keterbatasan yang pada akhirnya akan

mempengaruhi mutu mortar.

Sesuai dengan tujuan penggunaannya, semen portland di Indonesia

dalam dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu:

a. Tipe I Adalah perekat hidrolisis yang dihasilkan dengan cara

menggiling klinker yang kandungan utamanya kalsium silikat dan

digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau

lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat. Komposisi senyawa

yang terdapat pada tipe ini adalah 49% (C3S), 25% (C2S), 12%

(C3A), 8% (C4AF), 2,8% (MgO), 2,9% (SO3). Semen Portland

tipe I dipergunakan untuk pengerasan jalan, gedung, jembatan,

dan lain-lain jenis konstruksi yang tidak ada kemungkinan

mendapat serangan sulfat dari tanah dan timbulnya panas hidrasi

yang tinggi.

b. Tipe II Semen jenis ini dalam penggunaannya memerlukan

ketahanan sulfat dan panas hidrasi sedang. Komposisinya: 46%

(C3S), 29% (C2S), 6% (C3A), 11% (C4AF), 2,9% (MgO), 2,5%

(SO3). Semen Portland tipe II dipergunakan untuk bangunan tepi

12
laut, bendungan, dan irigasi, atau beton masa yang membutuhkan

panas hidrasi rendah.

c. Tipe III Semen jenis ini dalam penggunaannya memerlukan

kekuatan yang tinggi pada fase permulaan setelah terjadi

pengikatan. Kadar C3S-nya sangat tinggi dan butirannya sangat

halus. Semen Potland tipe III dipergunakan untuk bangunan yang

memerlukan kekuatan tekan yang tinggi (sangat kuat) seperti,

jembatan-jembatan dan pondasi-pondasi berat.

d. Tipe IV Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan

panas hidrasi rendah, sehingga kadar C3S dan C3A rendah.

Semen Portland tipe IV dipergunakan untuk kebutuhan

pengecoran yang tidak menimbulkan panas, pengecoran dengan

penyemprotan (setting time lama).

e. Tipe V Semen portland yang dalam penggunaannya hanya

memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Komposisi

senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah: 43% (C3S), 36%

(C2S), 4% (C3A), 12% (C4AF), 1,9% (MgO), 1,8% (SO3).

Semen Portland tipe V dipergunakan untuk instalasi pengolahan

limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan,

pelabuhan, dan pembangkit tenaga nuklir. (Sumber: SNI-15-

2049-2004).

2. Agregat halus

13
Agregat adalah butiran alami yang berfungsi sebagai bahan

pengisi dalam campuran mortar atau beton. Agregat ini kira kira

menempati sebanyak 70% volume mortar atau beton. Walaupun

namanya hanya sebagai bahan pengisi, akan tetapi agregat sangat

berpengaruh terhadap sifat-sifat mortar/betonnya, sehingga pemilihan

agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan

mortar/beton (Tjokrodimulyo, 1992).

Menurut SNI 1970-2008, Agrgat halus adalah pasir alam sebagai

hasil disintegrasi ’alami’ batuan atau pasir yang dihasilkan oleh

industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 4,75 mm

(No.4).

Agregat halus sering disebut dengan pasir, baik berupa pasir alami

yang diperoleh langsung dari sungai atau tanah galian maupun hasil

pemecahan. Pada umumnya yang dimaksud dengan agregat halus

adalah agregat dengan besar butir kurang dari 4,80 mm. Agregat halus

mempunyai peran penting sebagai pembentuk beton dalam

pengendalian workability, kekuatan (strength), dan keawetan beton

(durability). Pasir sebagai agregat halus harus memenuhi gradasi dan

persyaratan yang telah ditentukan (Mulyono, 2005).

Syarat-syarat agregat halus (pasir) dalam Mulyono (2005) sebagai

bahan material pembuatan beton sesuai dengan ASTM C 33 adalah

sebagai berikut:

14
a. Material dari bahan alami dengan kekasaran permukaan yang

optimal sehingga kuat tekan beton besar.

b. Butiran tajam, keras, awet (durable) dan tidak bereaksi dengan

material beton lainnya.

c. Berat jenis agregat tinggi yang berarti agregat padat sehingga

beton yang dihasilkan padat dan awet.

d. Gradasi sesuai spesifikasi dan hindari gap graded aggregate

karena akan membutuhkan semen lebih banyak untuk mengisi

rongga.

e. Bentuk yang baik adalah bulat, karena akan saling mengisi rongga

dan jika ada bentuk yang pipih dan lonjong dibatasi maksimal

15% berat total agregat.

Pemeriksaan agregat halus perlu dilakukan untuk mengetahui

sifat dan karakteristik bahan yang akan digunakan dan juga dilakukan

untuk mengetahui apakah agregat halus ini memenuhi persyaratan

atau tidak. Hasil pemeriksaan ini juga dapat digunakan sebagai data

rencana adukan beton yang akan digunakan dalam pembuatan paving

block.

Pemeriksaan agregat halus meliputi

a. Kadar lumpur

Pengujian kandungan lumpur bertujuan untuk mengetahui

kadar lumpur dalam pasir. Agregat halus tidak boleh mengandung

15
lumpur lebih dari 5%. Yang dimaksud lumpur adalah bagian yang

lolos saringan 200 mm. Apabila kadar lumpur melampaui 5%

maka agregat halus harus dicuci.

b. Berat jenis agregat halus

Pengujian berat jenis agregat halus dimaksudkan sebagai

pegangan dalam pengujian untuk menentukan berat jenis curah,

berat jenis kering permukaan jenuh (SSD), berat jenis semu dan

angka penyerapan air dalam agregat halus/pasir.

c. Gradasi pasir atau modulus halus butir agregat

Gradasi pasir adalah distribusi ukuran butir pasir. Bila

butir-butir pasir mempunyai ukuran yang sama (seragam) volume

pori akan besar. Sebaliknya bila ukuran butirannya bervariasi

akan terjadi volume pori yang kecil. Hal ini karena butiran yang

kecil mengisi pori diantara butiran yang lebih besar, sehingga

pori-porinya menjadi lebih sedikit, dengan kata lain

kemampatannya tinggi. Untuk menyatakan gradasi pasir, dipakai

nilai presentase berat butiran yang tertinggal atau lewat dalam

susunan ayakan. Susunan ayakan pasir yang dipakai adalah 9,60;

4,80; 2,40; 1,20; 0,60; 0,30; dan 0,15 mm. Hasil yang diperoleh

dari pemeriksaan gradasi pasir berupa modulus halus butir (mhb)

dan tingkat kekasaran pasir. Mhb menunjukkan ukuran kehalusan

atau kekasaran butir-butir agregat yang dihitung dari jumlah

persentase kumulatif butiran yang tertahan dibagi 100. Semakin

16
kecil nilai mhb menunjukkan semakin halus atau kecil butir-butir

agregatnya. Pada umumnya nilai mhb pasir berkisar antara 1,5 -

3,8 (Sukron 2012). SNI 03-2834-1992 mengklasifikasikan

distribusi ukuran butiran pasir dapat dibagi menjadi empat daerah

atau zona, yaitu zona I (kasar), zona II (agak kasar), zona III

(agak halus) dan zona IV (halus), sebagaimana tampak pada tabel

2.2 dibawah ini

Tabel 2.2 Batas-Batas Gradasi Agregat Halus

Ukuran Presentase berat butir yang lolos saringan


saringan
Zona I Zona II Zona III Zona IV
(mm)
9,60 100 100 100 100

4,80 90-100 90-100 90-100 95-100

2,40 60-95 75-100 85-100 95-100

1,20 30-70 55-90 75-100 90-100

0,60 15-34 35-59 60-79 80-100

0,30 5-20 8-30 12-40 15-50

0,15 0-10 0-10 0-10 0-15

Zona I =Pasir Kasar

Zona II =Pasir Agak Kasar

Zona III = Pasir Agak Halus

17
Zona IV = Pasir Halus

3. Air

Menurut Mulyono (2005), semen tidak bisa menjadi pasta

tanpa air, air harus selalu ada di dalam beton cair, tidak saja untuk

hidrasi semen, tetapi juga untuk mengubahnya menjadi pasta

sehingga betonya lecak (workable). Faktor air semen (FAS) sangat

berpengaruh dalam proses pembuatan beton dan juga kualitas

beton. Nilai fas ini merupakan perbandingan berat air dengan berat

semen, semakin kecil nilai fas akan mengakibatkan beton segar

sulit dikerjakan tanpa bahan tambah sedangkan jika kelebihan air

mengakibatkan kualitas beton menjadi menurun. Untuk bereaksi

dengan semen, diperlukan air sekitar 0,30 kali berat semen, namun

kenyataanya jika dipakai nilai fas kurang dari 0,35 adukan mortar

atau beton menjadi sulit dikerjakan, sehingga umumnya 21 berat

air lebih dari 0,35 berat semen. Adanya kelebihan air berfungsi

sebagai pelumas, terlalu sedikit air menyebabkan proses

pembuatan campuran sulit dikerjakan, sedangkan bila terlalu

banyak air menyebabkan kekuatan beton banyak berkurang serta

terjadi penyusutan yang besar setelah campuran mengeras

(Tjokrodimulyo, 1992). Namun pada pembuatan paving block, fas

yang biasa digunakan adalah 0,2-0,35 dari berat semen. Karena

jika terlalu encer maka akan susah dalam pencetakan paving block.

18
Persyaratan air sesuai Peraturan Beton Bertulang Indonesia

1971 adalah sebagai berikut:

1) Tidak mengandung lumpur (atau benda melayang lainnya)

lebih dari 2gram/liter.

2) Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton

(asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.

3) Tidak mengandung klorida ( Cl ) lebih dari 0.5 gram/liter.

4) Tidak mengandung senyawa-senyawa sulfat lebih dari 1

gram/liter.

Pemakaian air pada pembuatan campuran harus pas karena

pemakaian air yang terlalu berlebihan akan menyebabkan

banyaknya gelembung air setelah proses hidrasi selesai dan hal

tersebut akan mengurangi kekuatan paving block yang dihasilkan.

Sedangkan terlalu sedikit air akan menyebabkan proses hidrasi 15

tidak tercapai seluruhnya, sehingga dapat mempengaruhi kekuatan

paving block yang dihasilkan.

4. Abu sekam padi

Menurut Badan Pusat Statistik (2011), Indonesia memiliki

sawah seluas 12,84 juta hektar yang menghasilkan padi sebanyak

65,75 juta ton. Limbah sekam padi yang dihasilkan sebanyak 8,2

sampai 10,9 ton. Potensi limbah yang besar ini hanya sedikit yang

baru dioptimalkan.

19
Secara tradisional sekam padi biasanya digunakan

masyarakat sebagai bahan pembakaran batu batu dan menghasilkan

limbah abu sekam padi. Material ini juga dapat digunakan sebagai

bahan pengikat pada paving block karena kandungan silikanya

yang sangat besar. Komposisi kimia yang terkandung dalam abu

sekam padi adalah seperti pada tabel dibawah ini :

20
Tabel 2.3 komposisi kimia abu sekam padi (%)

Molekul kandungan

SiO2 86.90-97.30

K2O 0.58-2.50

Na2O 0.00-1.75

CaO 0.20-1.50

MgO 0.12-1.96

Fe2O3 0.00-0.54

P2O5 0.20-2.84

SO3 0.10-1.13

Cl 0.00-0.42

Sumber : Houston, D.F. 1972 dalam Sihombing

D. Pengujian paving block

Pengujian yang akan dilakukan di laboratorium meliputi pengujian

kuat tekan dan daya serap air pada paving block. Berikut penjelasan

masing-masing pengujian:

1. Kuat tekan paving block

Kuat tekan paving block adalah besaran beban yang mampu

ditahan per satuan luas sebuah paving block sehingga paving block

tersebut hancur akibat gaya tekan yang dihasilkan oleh mesin tekan.

Menurut SNI 03-0691-1996, Rumus yang digunakan untuk

menghitung kuat tekan/kuat desak adalah sebagai berikut:

21
f’c = P/A ………………………………………………...…….

(2.1)

Dimana:

f’c = Kuat tekan/kuat desak paving block (kg/cm2 )

P = Beban maksimum (kg)

A = Luas penampang benda uji (cm2 )

Menurut Tjokrodimuljo (1992), faktor-faktor yang

mempengaruhi kuat tekan paving block diantaranya:

a. Faktor air semen

Faktor air semen (Fas) adalah perbandingan berat Antara

air dengan semen dalam suatu campuran beton. Dalam

pencampuran terdapat nilai fas yang optimum, terlalu sedikit

(kecil) nilai fas-nya berakibat semen bereaksi kurang sempurna

sehingga daya ikatnya menjadi berkurang. Kurang

sempurnanya reaksi maupun kurang padatnya adukan beton

mengakibatkan beton yang terjadi lemah dan berongga

sehingga berakibat kekuatan beton berkurang. Sedangkan jika

nilai fas yang berlebihan bisa mengakibatkan sulit dalam

pencetakan paving block, berkurangnya ketahanan abrasi,

kekuatan tarik dan tekan. Fas yang umum digunakan ialah 0,35

dari berat semen.

b. Umur beton

22
Umur beton berbanding lurus dengan kuat tekan beton.

Berdasarkan penelitian umur beton untuk mencapai kuat desak

maksimumnya adalah 28 hari, namun umur ini dapat bervariasi

(lebih atau kurang dari 28 hari) yang disebabkan oleh jenis

material atau bahan tambah dari suatu campuran. Kecepatan

bertambahnya kekuatan beton juga dipengaruhi oleh faktor air

semen dan suhu perawatan. Semakin tinggi faktor air semen

semakin lambat kenaikan kekuatan betonnya, dan semakin

tinggi suhu perawatan semakin cepat kenaikan kekuatan

betonnya.

c. Jumlah semen

Semen berfungsi sebagai bahan ikat antar agregat yang

terdapat dalam suatu campuran. Semen ditambah air bereaksi

menjadi pasta, semakin sidikit pasta maka berakibat banyak

rongga antar agregat sehingga daya ikatnya menjadi berkurang.

Hal ini berakibat kuat tekan beton menjadi rendah.

d. Jenis semen

Semen Portland dalam pembuatan beton terdiri dari

beberapa jenis. Masingmasing jenis semen Portland

mempunyai sifat tertentu, misalnya cepat mengeras dan

sebagainya, sehingga mempengaruhi pula terhadap kuat tekan

betonnya.

e. Sifat agregat

23
Agregat terdiri dari agregat halus (pasir) dan agregat kasar

(kerikil). Beberapa sifat agregat yang mempengaruhi kekuatan

beton adalah sebagai berikut:

1) Kekerasan permukaan, karena permukaan agregat yang

kasar dan tidak licin membuat rekatan antara permukaan

agregat dan pasta semen lebih kuat dari pada permukaan

agregat yang halus dan licin.

2) Bentuk agregat, karena bentuk agregat yang bersudut

misalnya pada batu pecah, membuat butir-butir agregat itu

sendiri yang mengunci dan sulit digeserkan, berbeda

dengan batu kerikil yang bulat. Oleh karena itu, beton

yang dibuat dari batu pecah lebih kuat dari pada kerikil.

3) Kuat tekan agregat, karena sekitar 70% volume beton

terisi oleh agregat, sehingga kuat tekan beton didominasi

oleh kuat tekan agregat. Jika agregat yang dipakai

mempunyai kuat tekan rendah maka akan diperoleh beton

yang kuat tekannya rendah.

2. Daya serap air paving block

Daya serap air paving block adalah persentase berat air yang

mampu diserap melalui pori-pori oleh paving block. Hasil ini bisa

didapatkan dengan membandingkan berat paving block kering dan

basah (setelah perendaman didalam air). Berat paving block kering

24
didapatkan dari pengovenan benda uji pada suhu ± 105°C dalam

waktu 24 jam.

Dari percobaan maka didapatkan berat basah dan berat kering

paving block sehingga daya serap air dapat dicari berdasarkan SNI 03-

0691-1996 seperti pada persamaan berikut:

Penyerapan air = A-B/B X 100% ………………………………

(2.2)

Keterangan :

A = berat bata beton basah

B = berat bata beton kering

Menurut SNI 03-0691-1996 mutu paving block ditinjau dari daya

serap air dibagi menjadi 4 bagian, seperti pada tabel 2.4 dibawah ini:

Tabel 2.4 standart daya serap air untuk paving block

Mutu Serapan Air Maksimum (%)

A 3

B 6

C 8

D 10

Sumber : bata beton (paving block), SNI 03-0691-1996

25
26
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Universitas

Sulawesi Barat.

Gambar 3.1 lokasi penelitian laboratorium terpadu unsulbar

Sumber: google maps

B. Lokasi pengambilan material

Dalam pengambilan material, peneliti sudah menentukan material

apa saja yang dipakai dan lokasi pengambilan material. Material yang

digunakan pada penelitian dan lokasinya adalah sebagai berikut:

1. Agregat halus (pasir) diambil dari Desa Segerang Kecamatan Mapilli

2. Material tambahan yaitu abu sekam padi diambil dari limbah

pembakaran batu bata di Desa Bumiayu Kecamatan Wonomulyo.

27
Pasir yang berasal dari Desa Segerang Kecamatan Mapilli sudah

sering digunakan dalam pembangunan gedung maupun pembuatan paving

block di daerah Polewali Mandar.

C. Metode Penelitian Dan Sumber Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode eksperimen

tentang pemanfaatan material abu sekam padi dalam pembuatan paving

block untuk lingkungan pesisir pantai dengan cara menmbahkan abu

sekam padi kedalam adukan campuran paving block sebagai bahan

pengganti sebagian semen sebanyak 5%,10% dan 15%. Kemudian di uji

kuat tekan untuk mengetahui pengaruh penambahan abu sekam padi

terhadap paving block. Dalam penelitian ini data sangat diperlukan untuk

mngetahui karakteristik dari paving block. Oleh karena itu diperlukan

kerja keras dalam pengumpulan data-data di Laboratorium Terpadu

Universitas Sulawesi Barat.

1. Metode penelitian

Dalam metode penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a. Studi Pustaka

Studi Pustaka sebagai hipotesis penelitian dan juga

mengkaji variable-variable yang di teliti dengan mempelajari

teori-teori yang berhubungan dengan penelitian.

28
b. Studi Eksperimen

Dalam penelitian eksperimen bertujuan untuk

mendapatkan maupun mengumpulkan data-data yang diperlukan

selama melakukan pengujian di laboratorium yang telah di

dapatkan selama melakukan penelitian.

D. Persiapkan Alat Dan Bahan

Pada pengujian ini yang harus dilakukan adalah mempersiapkan

alat dan bahan apa saja yang diperlukan dalam pembuatan paving block

agar penelitian berjalan dengan lancer tanpa ada penundaan yang

diakbatkan oleh kurangnya alat dan bahan. Persiapan alat yang digunakan

berupa alat yang ada di Laboratorium Terpadu Universitas Sulawesi Barat

sebagai tempat penelitian dan alat pencetak paving block dari pengusaha

paving block di Desa Bumiayu.

1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Cetakan paving block segi enam

b. Alat uji kuat tekan beton

c. Timbangan digital dengan ketelitian 0,3% dari berat contoh

d. Gerobak sorong

e. Sekop

f. Kuas

g. Cetok

h. Tripleks

29
i. Kaos tangan pelindung

j. talam

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Semen dynamic jenis PCC (Portland composit cement)

b. Agregat halus (pasir dari Desa Segerang Kecamatan Mapilli)

c. Abu sekam padi dari Desa Bumiayu Kecamatan Wonomulyo

d. Air tawar dari sumur bor Laboratorium Terpadu Universitas

Sulawesi Barat

e. Solar

E. Benda Uji

Pada penelitian ini benda uji dibuat berdasarkan variasi material

abu sekam padi (ASP), semen dinamix (S) , dan agregat halus pasir dari

desa segerang kecamatan mapilli (P). detail komposisi benda uji dituliskan

dalam tabel dibawah ini.

Tabel 3.1 komposisi benda uji

Tipe S ASP P Kuat Tekan

ASP 0% 100 0 100 10

ASP 5% 95 5 100 10

ASP 10% 90 10 100 10

ASP 15% 85 15 100 10

Jumlah 40

30
F. Desain Benda Uji

Benda uji dibuat dengan bentuk persegi panjang dengan panjang

20 cm, lebar 10 cm dan tinggi 6 cm

Gambar 3. 1 paving blok persegi panjang


Media benda uji yang saya gunakan merupakan wadah berbentuk

persegi panjang dengan ukurang panjang 20 cm, lebar 10 cm, dan tinggi 6

cm. selanjutnya untuk mengetahui kebutuhan material dan banyaknya

sampel yang akan digunakan, maka cetakan dihitung terlebih dahulu

volumenya dengan menggunakan rumus

V : P x L x T...................... 3.1

Dari rumus diatas kita dapat mengetahui volume benda yang uji

dan untuk mengetahui material yang digunakan dapat dilihat pada tabel

3.1 komposisi benda uji

31
G. Bagan Alur Penelitian

mulai

Studi literatur

Persiapan material abu sekam padi,agregat


halus, semen, dan air

Pemeriksaan material abu sekam padi dan


agregat halus

Memenuhi
spesifikasi

Perancangan campuran

Pembuatan benda uji dengan variasi

ASP (0%, 5%, 10%, dan 15%)

Perawatan benda uji 28 hari

Pengujian kuat tekan paving block

Analisis hasil

Selesai

32

Anda mungkin juga menyukai