Anda di halaman 1dari 10

1

Deskripsi
PROSES PEMBUATAN BATA RINGAN BERBAHAN CAMPURAN ABU TERBANG DAN
SERAT PLASTIK

Bidang Teknik Invensi

Invensi ini berhubungan dengan suatu proses pembuatan bata


ringan berbahan campuran abu terbang dan serat plastik, lebih
khusus lagi invensi ini berhubungan dengan suatu proses pembuatan
bata ringan cellular lightweight concrete (CLC) dengan bahan baku
campuran meliputi semen, pasir, cairan busa (foaming agent), abu
terbang (fly ash) dan serat plastik sebagai pengganti (substitusi)
sebagian semen.

Latar Belakang Invensi

Invensi ini telah dikenal dan digunakan dalam pembuatan bata


untuk dinding bangunan rumah ataupun bangunan gedung. Peralihan
penggunaan bata konvensional (bata merah) kepada bata ringan
merupakan salah satu inovasi pengurangan beban bangunan terhadap
berat sendiri yang ditahan oleh fondasi bangunan tersebut. Dengan
demikian bangunan yang terbuat dari bata ringan lebih disukai
sebagai material penyusun dinding pada daerah rawan bencana gempa
bumi ataupun pada daerah dengan daya dukung tanah yang rendah
seperti daerah gambut dan tanah lunak. Bata ringan terbuat dari
bahan material semen, pasir, air, cairan busa (foaming agent) dan
bahan tambah lainnya yang diperlukan dalam pembuatan bata ringan.
Cairan busa (foaming agent) yang terdapat pada bata ringan
menjadikan bata ini menjadi lebih ringan jika dibandingkan dengan
beton mortar dengan ukuran yang sama. Dibanding dengan bata
konvensional (bata merah), bata ringan memiliki keunggulan, selain
memiliki berat jenis yang lebih ringan dibanding bata merah, dimana
berat jenis bata ringan dengan berat jenis berada diantara 500-
1600 kg/m3, dan berat jenis kering bata merah mencapai 1500-2000
kg/m3. Perbedaan berat jenis yang jauh ini menjadi salah satu alasan
2

adanya inovasi bata ringan, penggunaan bata ringan dapat


memperkecil beban yang akan diterima oleh struktur dan tentu akan
memperkecil pula dimensi struktur bangunannya. Selain itu proses
pembuatan bata ringan lebih ramah lingkungan jika dibandingkan
dengan bata merah yang harus dibakar dalam tunggu besar dan
mengakibatkan penambahan polusi udara. Namun, semakin kecil berat
jenis maka akan semakin rendah pula kekuatan suatu bata ringan.
Sebagai pembuktian karena bata ringan tidak mempunyai kuat tekan
yang tinggi (lebih kecil dari beton struktural), kebanyakan bata
ringan hanya digunakan untuk beban yang nonstruktural seperti bahan
penyusun dinding bangunan. Oleh karena itu, invensi ini
mengembangkan proses pembuatan bata ringan dengan bahan campuran
meliputi semen, pasir, air, foaming agent, dan memanfaatkan bahan
alam abu terbang sebagai bahan pengganti sebagaian semen dan
tambahan serat plastik untuk meningkatkan kinerja bata ringan.
Selain itu, peningkatan pemakaian bahan pengikat utama bata ringan
yaitu semen secara terus menerus dapat meningkatkan polusi udara
dan emisi gas CO2. Sejauh ini, pemanfaatan limbah yang popular
digunakan dalam konstruksi sebagai bahan pengganti semen pada
campuran bata ringan yaitu abu terbang (fly ash). Penggunaan fly
ash dikarenakan memiliki sifat pozzolanik yang baik dengan ukuran
butiran yang lebih halus jika dibandingkan dengan semen Portland.
Walaupun abu terbang (fly Ash) sebenarnya tidak memiliki kemampuan
mengikat selayaknya semen, namun senyawa silica ditambah alumina
yang terkandung di dalam abu terbang (fly ash) membuat abu terbang
(fly ash) tersebut mempunyai kemampuan mengikat (non-
cementitious). Sedangkan abu terbang (fly ash) diketahui merupakan
limbah dari hasil pembakaran batu bara, yang sampai saat ini
penggunaan energi batu bara sangat popuper dan pesat dalam
pemanfaatannya. Apabila limbah abu terbang (fly ash) dibiarkan
terbengkalai maka akan menimbulkan resiko masalah pencemaran bagi
lingkungan dan alam karena abu terbang (fly ash) termasuk dalam
kategori limbah B3 karena mengandung unsur Cr dan Pb yang melebihi
standar mutu, sehingga diperlukan pengolahan limbah secara lebih
lanjut. Selain abu terbang (fly ash), penggunaan limbah yang
difungsikan sebagai bahan tambah lainnya yang mulai banyak beredar
adalah plastik salah satunya yaitu limbah plastik polipropilena
3

yang dimanfaatkan sebagai serat pada mortar maupun bata ringan atau
pengganti agregat kasar pada beton komposit lainnya.
Invensi teknologi yang berkaitan dengan bahan material
pembuat bata juga telah diungkapkan sebagaimana terdapat pada paten
Nomor IDP000059976 Tanggal 30 Agustus 2012 dengan judul Proses
Pembuatan Material Ringan Berupa Lembaran Dan Balok Berbahan Dasar
Abu Terbang (Fly Ash) dan Produk yang Dihasilkannya, dimana
diungkapkan proses pembuatan material ringan berupa lembaran dan
balok berbahan dasar abu terbang (fly ash) dan produk yang
dihasilkannya. Material ringan menurut invensi ini memiliki
karakterisasi kerapatan (density) yaitu sebesar 800-1000 kg/m3 dan
kuat tekan sebesar antara 2-81 kg/cm2, namun invensi tersebut masih
terdapat kekurangan yaitu tidak dilakukan pengujian terhadap
material yang digunakan dan tidak dilakukan pengujian ketahanan
terhadapan permukaan bata ringan. Sehingga tidak diketahui
deformasi yang terjadi pada bata ringan pada invensi.
Invensi teknologi yang berkaitan dengan bahan material
pembuatan bata juga telah diungkapkan sebagaimana terdapat pada
paten Nomor IDP000074466 Tanggal 9 Oktober 2017 dengan judul Bata
yang Menggunakan Material Batu Bata yang Dikombinasikan dengan
Polimer Plastik Hasil Pengolahan Limbah dengan Bentuk Brick Lego
dan Metode Pembuatannya. Invensi ini berkaitan dengan bata yang
menggunakan material batu bata yang dikombinasikan dengan polimer
plastik hasil pengolahan limbah dengan bentuk brick lego dan metode
pembuatannya. Invensi ini merupakan inovasi bata yang
mengkorporasikan polimer plastik dengan bentuk yang unik sehingga
memiliki kemampuan interlocking, namun invensi tersebut masih
terdapat kekurangan yaitu material bata yang digunakan adalah batu
bata konvensional yang dicampurkan dengan serat plastik sehingga
memiliki berat bata yang tinggi melebih kriteria berat bata ringan
yang dinyatakan dalam Standar Nasional Indonesia SNI 8640: 2018
tentang Spesifikasi Bata Ringan untuk Pasangan Dinding yaitu berat
bata ringan berkisar 400 kg/m3 hingga 1400 kg/m3.
Invensi lainnya sebagaimana diungkapkan pada paten sederhana
Nomor IDS000004203 tanggal 31 Desember 2020 dengan judul Pembuatan
Bata Ringan Berbahan Baku Limbah Insulasi Kalsium Silikat. Invensi
ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah insulasi kalsium silikat
4

sebagai bata ringan untuk menurunkan jumlah limbah dan mengubah


limbah tersebut menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis.
Pemanfaatan limbah kalsium silikat sebagai bata ringan dimulai
dengan penentuan komposisi bahan bata ringan untuk memenuhi
persyaratan SNI-03-0349-1989 kuat tekan bata dengan campuran yang
terdiri dari semen, pasir, limbah kalsium silikat,dan air.
Pembuatan bata ringan dilakukan dengan mencampurkan masing-masing
bahan sesuai perbandingan beratnya, merakit cetakan bata ringan,
mencetak campuran, dan pengeringan. Kemudian melakukan pengujian
kuat tekan pada hasil cetakan. Namun invensi tersebut masih
terdapat kekurangan yaitu standar yang digunakan pada proses
pembuatan menggunakan SNI tahun 1989 untuk kuat tekan batu bata.
Selanjutnya Invensi yang diajukan ini dimaksudkan untuk
mengatasi permasalahan yang dikemukakan di atas dengan cara suatu
proses pembuatan bata ringan berbahan campuran abu terbang (fly
ash) dan serat plastik sehingga diperoleh bata ringan yang lebih
berkualitas sesuai Standar Nasional Indonesia untuk spesifikasi
bata ringan.

Uraian Singkat Invensi

Tujuan utama dari invensi ini adalah untuk mengatasi


permasalahan yang telah ada sebelumnya khususnya proses pembuatan
bata ringan berbahan campuran abu terbang dan serat plastik, dimana
suatu proses pembuatan bata ringan berbahan campuran abu terbang
dan serat plastik sesuai dengan invensi ini dengan tahapan
persiapan cetakan bata ringan dengan ukuran 10 cm x 20 cm x 60 cm,
cetakan dioles dengan oli minya pelumas agar bata ringan tidak
lengket dan menempel pada saat cetakan dibuka, alat pengaduk
(mixer) disiapkan dan dipastikan dalam kondisi bersih,material yang
diperlukan sebagai campuran pembuatan benda uji bata ringan
ditimbang sesuai dengan komposisi yang telah direncanakan
berdasarkan job mix design, Air dicampur dengan semen, dan diaduk
menggunakan mixer, kemudian tambahkan fly ash dan diaduk secara
merata, setelah terbentuk pasta semen, masukkan agregat halus ke
dalam campuran dan aduk kembali menggunakan mixer, setelah semua
5

material tercampur secara merata, dilakukan pembuatan foam (busa)


dengan mencampurkan foaming agent dan air, pembuatan foam dibantu
oleh alat foam generator dan compressor,foam yang dihasilkan
ditimbang, dan dicampurkan ke dalam campuran material dan diaduk
kembali menggunakan mixer hingga semua material tercampur rata
tanpa terkecuali, setelah material tercampur rata matikan mesin
mixer, dan timbang, campuran menggunakan gelas ukur berukuran 1
liter periksa density dari campuran tersebut, pemeriksaan ini
bertujuan untuk menyesuaikan berat basah rencana, dengan
perencanaan campuran pada job mix design, apabila telah sesuai
dengan density yang direncanakan, maka campuran bisa dituangkan ke
dalam cetakan, selanjutnya campuran dituangkan ke dalam cetakan
hingga cetakan penuh, setelah cetakan terisi penuh, campuran pada
permukaan cetakan diratakan menggunakan pelat perata, langkah
terakhir benda uji dikeringkan dalam cetakan selama 3 hari, setelah
3 hari cetakan dibuka dan dipastikan benda uji bata ringan dalam
kondisi baik tanpa adanya kerusakan.
Tujuan lain dari invensi ini adalah melakukan proses
pembuatan bata ringan dengan memanfaatkan bahan material limbah
berupa abu terbang (fly ash) dan serat plastik dengan menggantikan
berat sebagian semen dalam campuran bata ringan.

Uraian Lengkap Invensi


Invensi ini akan secara lengkap diuraikan Invensi ini telah
dikenal dan digunakan dalam pembuatan bata untuk dinding bangunan
rumah ataupun bangunan gedung. Peralihan penggunaan bata
konvensional (bata merah) kepada bata ringan merupakan salah satu
inovasi pengurangan beban bangunan terhadap berat sendiri yang
ditahan oleh fondasi bangunan tersebut. Dengan demikian bangunan
yang terbuat dari bata ringan lebih disukai sebagai material
penyusun dinding pada daerah rawan bencana gempa bumi ataupun pada
daerah dengan daya dukung tanah yang rendah seperti daerah gambut
dan tanah lunak. Bata ringan terbuat dari bahan material semen,
pasir, air, cairan busa (foaming agent) dan bahan tambah lainnya
yang diperlukan dalam pembuatan bata ringan. Cairan busa (foaming
agent) yang terdapat pada bata ringan menjadikan bata ini menjadi
lebih ringan jika dibandingkan dengan beton mortar dengan ukuran
6

yang sama. Dibanding dengan bata konvensional (bata merah), bata


ringan memiliki keunggulan, selain memiliki berat jenis yang lebih
ringan dibanding bata merah, dimana berat jenis bata ringan dengan
berat jenis berada diantara 500-1600 kg/m3, dan berat jenis kering
bata merah mencapai 1500-2000 kg/m3. Perbedaan berat jenis yang
jauh ini menjadi salah satu alasan adanya inovasi bata ringan,
penggunaan bata ringan dapat memperkecil beban yang akan diterima
oleh struktur dan tentu akan memperkecil pula dimensi struktur
bangunannya. Selain itu proses pembuatan bata ringan lebih ramah
lingkungan jika dibandingkan dengan bata merah yang harus dibakar
dalam tunggu besar dan mengakibatkan penambahan polusi udara.
Namun, semakin kecil berat jenis maka akan semakin rendah pula
kekuatan suatu bata ringan. Sebagai pembuktian karena bata ringan
tidak mempunyai kuat tekan yang tinggi (lebih kecil dari beton
struktural), kebanyakan bata ringan hanya digunakan untuk beban
yang nonstruktural seperti bahan penyusun dinding bangunan. Oleh
karena itu, invensi ini mengembangkan proses pembuatan bata ringan
dengan bahan campuran meliputi semen, pasir, air, foaming agent,
dan memanfaatkan bahan alam abu terbang sebagai bahan pengganti
sebagaian semen dan tambahan serat plastik untuk meningkatkan
kinerja bata ringan. Selain itu, peningkatan pemakaian bahan
pengikat utama bata ringan yaitu semen secara terus menerus dapat
meningkatkan polusi udara dan emisi gas CO2. Sejauh ini,
pemanfaatan limbah yang popular digunakan dalam konstruksi sebagai
bahan pengganti semen pada campuran bata ringan yaitu abu terbang
(fly ash). Penggunaan fly ash dikarenakan memiliki sifat pozzolanik
yang baik dengan ukuran butiran yang lebih halus jika dibandingkan
dengan semen Portland. Walaupun abu terbang (fly Ash) sebenarnya
tidak memiliki kemampuan mengikat selayaknya semen, namun senyawa
silica ditambah alumina yang terkandung di dalam abu terbang (fly
ash) membuat abu terbang (fly ash) tersebut mempunyai kemampuan
mengikat (non-cementitious). Sedangkan abu terbang (fly ash)
diketahui merupakan limbah dari hasil pembakaran batu bara, yang
sampai saat ini penggunaan energi batu bara sangat popuper dan
pesat dalam pemanfaatannya. Apabila limbah abu terbang (fly ash)
dibiarkan terbengkalai maka akan menimbulkan resiko masalah
pencemaran bagi lingkungan dan alam karena abu terbang (fly ash)
7

termasuk dalam kategori limbah B3 karena mengandung unsur Cr dan


Pb yang melebihi standar mutu, sehingga diperlukan pengolahan
limbah secara lebih lanjut. Selain abu terbang (fly ash), bahan
tambah lainnya limbah plastik polipropilena yang dimanfaatkan
sebagai serat pada mortar maupun bata ringan atau pengganti agregat
kasar pada beton komposit lainnya.
8

Klaim

1. Suatu proses untuk membuat bata ringan dengan menggunakan bahan


semen PCC, pasir, cairan busa (foaming agent), abu terbang (fly
ash) 5-15% dari berat semen dan serat plastik dengan jenis
polipropilena berukuran 10-12 mm dengan berat 1-5% dari berat
semen sebagai pengganti (substitusi) sebagian semen dengan
tahapan-tahapan yang terdiri dari:
a. melakukan persiapan cetakan bata ringan dengan ukuran 10
cm x 20 cm x 60 cm dengan kondisi cetakan dioles dengan oli
minyak pelumas agar bata agar bata ringan tidak lengket dan
menempel pada saat cetakan dibuka;
b. melakukan persiapan alat pengaduk (mixer) dengan kondisi
bersih;
c. melakukan penimbangan material yang diperlukan sebagai
campuran pembuatan bata ringan dengan kondisi sesuai dengan
komposisi yang telah direncanakan berdasarkan job mix
design;
d. melakukan pencampuran air dengan semen dengan kondisi
campuran diaduk menggunakan mixer;
e. melakukan penambahan abu terbang (fly ash) dan serat
plastik dengan kondisi diaduk secara merata;
f. melakukan pencampuran pasir ke dalam campuran dengan
kondisi diaduk kembali menggunakan mixer hingga terbentuk
pasta semen;
g. melakukan penambahan cairan busa (foaming agent) dan air
dengan kondisi setelah semua material tercampur secara
merata dengan alat foam generator dan compressor;
h. melakukan penimbangan foam dengan kondisi semua material
tercampur rata tanpa terkecuali;
i. melakukan penimbangan campuran pasta bata ringan
menggunakan gelas ukur berukuran 1 liter dengan kondisi
pastikan density dari campuran tersebut kurang dari 1 kg/m3;
j. melakukan pemeriksaan berat pasta dengan kondisi bertujuan
untuk menyesuaikan berat basah rencana, dengan perencanaan
campuran pada job mix design;
9

k. melakukan penuangan pasta ke cetakan hingga penuh dengan


kondisi apabila telah sesuai dengan density yang
direncanakan;
l. melakukan perataan permukaan menggunakan pelat perata
dengan kondisi setelah cetakan terisi penuh;
melakukan pembukaan cetakan dengan kondisi bata ringan telah
kering dalam cetakan selama 3 hari dan dipastikan benda uji bata
ringan dalam kondisi baik tanpa adanya kerusakan.
10

Abstrak

PROSES PEMBUATAN BATA RINGAN BERBAHAN CAMPURAN ABU TERBANG DAN


SERAT PLASTIK

Invensi ini menyediakan suatu proses pembuatan bata ringan


berbahan campuran abu terbang dan serat plastik, lebih khusus lagi
invensi ini berhubungan dengan suatu proses pembuatan bata ringan
cellular lightweight concrete (CLC) dengan bahan baku campuran
meliputi semen, pasir, cairan busa (foaming agent), abu terbang
(fly ash) dan serat plastik sebagai pengganti (substitusi) sebagian
semen dan formulasi metode pembuatannya. Proses pembuatan bata
ringan berbahan campuran abu terbang dan serat plastik dilakukan
menggunakan cetakan dengan panjang sisi 10 cm x 20 cm x 60 cm.
Variasi substitusi fly ash pada campuran sebesar 5%-20% dari berat
semen. Pengujian kuat tekan bata ringan dilakukan pada umur 3, 7,
14, dan 28 hari menggunakan compression load cell. Saat bata ringan
berumur 28 hari dilakukan pembacaan nilai perpendekan
(displacement) menggunakan alat Linear Velocity Displacement
Transducer (LVDT) yang dipasang di tengah bentang bata ringan.
Invensi yang diajukan ini dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan
berat batu bata sebagai penyusun dinding yang dapat membebani
struktur bangunan dengan cara suatu proses pembuatan bata ringan
berbahan campuran abu terbang (fly ash) dan serat plastik sehingga
diperoleh bata ringan yang lebih berkualitas sesuai Standar
Nasional Indonesia untuk spesifikasi bata ringan.

Anda mungkin juga menyukai