TINJAUAN PUSTAKA
modern pada umumnya terdiri dari beberapa lapisan bahan dengan kualitas yang
di bedakan atas :
beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan
atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar
bawahnya.
2.2 Jalan
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan atau air, serta di atas permukaan
air kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel (UU No. 38 tahun 2004).
Jalan raya pada umumnya dapat digolongkan dalam 4 (empat) klasifikasi yaitu:
1. Jalan arteri
6
2. Jalan kolektor
3. Jalan lokal
jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
Muatan Sumbu
Fungsi Kelas Terberat MST
(Ton)
I >10
Arteri II 10
III A 8
III A 8
Kolektor III B 8
7
2.2.3. Klasifikasi Menurut Medan Jalan
medan yang diukur tegak lurus garis kontur. Keseragaman medan jalan yang
1. Datar D <3
2. Perbukitan B 3-25
3. Pegunungan G > 25
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,
Ditjen Bina Marga 1997
Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten Atau Kota Madya Dan Jalan Desa
1. Jalan Nasional
8
2. Jalan Provinsi
kota, atau antar ibu kota kabupaten atau kota dan jalan strategis
provinsi.
3. Jalan Kabupaten
Merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak
kota kecamatan, antar ibu kota kecamatan, ibu kota kabupaten dengan
pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan sekunder
4. Jalan Kota
5. Jalan Desa
9
2.3 Perkerasan Jalan
Merupakan bagian dari jalan raya yang diperkeras dengan lapis konstruksi
agar mampu menyalurkan beban lalu- lintas diatasnya ke tanah dasar. Lapisan
Perkerasan jalan adalah suatu struktur konstruksi yang terdiri dari lapisan-lapisan
yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut
berfungsi untuk menerima beban lalu lintas yang berada diatasnya menyebar
bahan ikat. Agregat yang dipakai adalah batu pecah, batu belah, batu kali atau
bahan lainnya, sedangkan bahan ikat yang dipakai adalah aspal, semen ataupun
tanah liat.
tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri,
beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan
atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul
perkerasan lentur.
(Hardiyatmo, 2011).
11
Struktur perkerasan lentur biasanya terdiri dari lapisan permukaan (surface
course), lapisan pondasi bawah (sub base), lapisan pondasi atas (base couse),
Merupakan lapisan paling atas dari perkerasan lentur yang terletak di atas
lapis pondasi. lapis permukaan (surface course) juga disebut lapis aus (wearing
Lapis permukaan aspal dalam perkerasan lentur dapat dibagi menjadi beberapa
a. Seal Coat
pemeliharaan lapis permukaan. Aspal seal coat yang diletakkan diatas lapis
Lapisan berupa beton aspal bergradasi padat yang terletak pada lapisan
paling atas dari perkerasan jika tanpa(seal coat). Lapisan ini merupakan
12
c. Lapis pengikat (Binder Course)
campuran aspal panas yang diletakkan dibawah lapis aus. Lapisan ini
13
3. Lapis Pondasi Bawah (Sub base Course)
Lapis pondasi bawah digunakan untuk membentuk lapisan perkerasan
yang relatif cukup tebal (untuk maksud penyebaran beban), tetapi dengan
biaya yang lebih murah. Material yang digunakan adalah material dengan kualitas
lebih rendah dari lapis Pondasi tetapi masih lebih tinggi kualitasnya dibandingkan
lalu lintas dari lapis perkerasan yang berada diatasnya. Peran tanah dasar dalam
Pondasi, dan lapis Pondasi bawah sangat bergantung terhadap stabilitas struktur
tanah dasar.
14
Gambar 2.2 Penyebaran Beban Pada Perkerasan Lentur
Sumber : Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Perkerasan kaku adalah perkerasan yang terdiri dari pelat beton semen
Portland yang dibangun di atas lapis pondasi (base) yang berada di atas tanah
dasar.
semen portland dan perkerasan aspal. Perkerasan terdiri dari lapis beton aspal
(asphalt concrete, AC) yang berada di atas perkerasan beton semen portland atau
perkerasan lentur atau flexible pavement. Dari kedua metode tersebut memberi
beban lalu lintas sama dimana prosesnya bisa dilakukan lebih cepat bahkan
17
2.4 Perencanaan Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2017
2. Bila set data kurang dari 16 bacaan maka nilai wakil terkecil dapat
digunakan sebagai nilai CBR dari segmen jalan. Nilai yang rendah yang
Umur rencana jalan adalah jumlah waktu dalam tahun yang dihitung dari
(overlay) atau telah dianggap perlu untuk memberikan lapis permukaan yang
baru agar jalan tersebut tetap berfungsi dengan baik sebagai yang direncanakan.
Berikut adalah tabel umur rencana perkerasan jalan berdasarkan Metode Bina
Marga 2017
18
Tabel 2.3 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR)
19
2.4.3 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas
(historical growth data) atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lain
yang berlaku.
Rata-rata
Jawa Sumatera Kalimantan
Indonesia
Arteri dan
4,80 4,83 5,14 4,75
Perkotaan
UR
(0+i) −1
R= ................................................................................................2.1
i
Dimana :
20
2.4.4 Menghitung LHR
Pekerjaan Jalan (Waktu Pelaksanaan 1 Tahun) Awal Jalan Dibuka Tahun 2021.
Rumus :
Dimana :
n = 2021 – 2020
n = 1 tahun
dari
didesain.
21
Berikut dalah tabel kladifikasi kendaraan dan nilai VDF standar.
Sumbe
22
Faktor distribusi lajur (DL) untuk kendaraan niaga ditetapkan dalam tabel
berikut :
1 100
2 80-100
3 60-80
4 50-75
Dimana :
D D = 0,5
D L = 100 %
= (0,10)
23
2.4.6 Menentukan Tebal Perkerasan Menggunakan Bagan Desain
Menurut Bina Marga 2017, solusi perkerasan yang banyak dipilih didasarkan
pada pembebanan dan pertimbangan biaya terkecil. Desain harus melihat batasan-
batasan termasuk ketebalan lapisan di dalam Tabel 2.7 Jika dalam bagan desain
ditentukan bahwa suatu bahan dihamparkan dalam tebal yang lebih besar dari yang
diijinkan dalam tabel, maka bahan tersebut harus dihamparkan dan dipadatkan dalam
Struktur Perkerasan
FFF
FFF1 FFF2 FFF4 FFF5 FFF6 FFF7 FFF8 FFF9
3
Kumulatif beban
sumbu 20 tahun > 20- >50- >100-
<2 ≥ 2-4 > 4-7 > 7-10 > 10-20 >30-50
pada lajur rencana ( 30 100 200
106 ESA5)
KETEBALAN LAPIS PERKERASAN (mm)
AC WC 40 40 40 40 40 40 40 40 40
AC BC 60 60 60 60 60 60 60 60 60
LPA Kelas A 400 300 300 300 300 300 300 300 300
Catatan 1 2 3
Sumber : Kementrian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat
Direktorat Jenderal Bina Marga
24
AC-WC AC-BC AC-BASE
Lapisan pondasi atas
Lapisan pondasi bawah
Lapisan tanah dasar
Gambar 2.6 Detail Lapisan Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2017
1. Analisis lalu lintas yang mencakup umur rencana, lalu lintas harian
25
10. Koefisien drainase atau koefisien modifikasi lapisan.
Untuk perhitungan analisis lalu lintas pada metode AASHTO 1993 ini
mencakup jumlah atau volume kendaraan yang lewat, serta Faktor Distribusi Arah
(DD) dengan nilai antara 0,3 – 0,7 dan Faktor Distribusi Lajur (DL). Untuk mencari
Dimana
n = Umur rencana.
26
2.5.2 Indeks Kemampuan Pelayanan Akhir (Pt)
Indeks kemampuan pelayanan akhir (Pt) ditentukan dari survei pendapat yang
menyatakan sejauh mana perkerasan masih bisa diterima. Dari survei tersebut,
pada kekasaran atau tidak ratanya jalan yang masih memungkinkan untuk dilalui
27
2.5.4 Kehilangan Kemampuan Pelayanan (∆PSI)
(∆PSI)= Po – Pt.....................................................................................(2.8)
dirancang akan tetap memuaskan selama masa pelayanan, nilai R tersebut digunakan
kinerja perkerasan. Nilai reliabilitas (R) berkisar antara 50% - 99,99% dan
selisih antara hasil perancangan dan kenyataan. Nilai-nilai R yang disarankan oleh
AASHTO (1993) untuk perancangan berbagai klasifikasi jalan, bisa dilihat pada
Tabel 2.9, sedangkan untuk nilai-nilai ZR yang berhubungan dengan R bisa dilihat
28
Tabel 2.9 Nilai Reliabilitas (R)
Reliability : R (%)
Klasifikasi
jalan Urban Rural
Jalan tol 85 – 99,9 80 – 99,9
Arteri 80 – 99 75 – 95
Kolektor 80 – 95 75 – 95
Lokal 50 – 80 50 – 80
R (%) ZR
50 - 0,000
60 - 0,253
70 - 0,524
75 - 0,674
80 - 0,841
85 - 1,037
90 - 1,282
91 - 1,340
92 - 1,405
93 - 1,476
94 - 1,555
95 - 1,645
29
R (%) ZR
96 - 1,751
97 - 1,881
98 - 2,054
99 - 2,327
99,9 - 3,090
99,99 - 3,750
parameter yang digunakan untuk memperhitungkan adanya variasi dari input data.
Deviasi standar keseluruhan dipilih sesuai dengan kondisi lokal. Untuk nilai So
30
2.5.7 Koefisien Lapisan (Layer Coefficient)
struktur perkerasan dengan tebal lapisan, yang menyatakan kemampuan relatif dari
suatu material agar berfungsi sebagai satu komponen struktural dari perkerasannya,
koefisien lapisan yang diusulkan oleh AASHTO ditunjukan pada Tabel 2.11 sebagai
berikut :
Tipe ai (1/in)
Material
Lapis permukaan aspal, koefisien a1 :
Campuran aspal panas gradasi padat 0,44
Aspal pasir 0,40
Campuran dipakai ulang ditempat 0,20
Tipe Material ai (1/in
31
Tabel 2.11 Koefisien Lapisan (ai)
Tipe ai (1/in
Material
32
Menentukan kooefisien lapisan juga dapat ditentukan menggunakan grafik
berikut :
Gambar 2.7 Grafik Koefisien Kekuatan Relatif Lapis Permukaan Beton Aspal (a1)
Sumber : AASHTO 1993
33
Gambar 2.8 Grafik Koefisien Kekuatan Relatif Lapis Pondasi Granular (a2)
Sumber : AASHTO 1993
34
Gambar 2.9 Grafik Koefisien Kekuatan Relatifz Lapis Pondasi Bawah Granular (a3)
Sumber : AASHTO 1993
hal-hal berikut.
1. Air hujan atau air dari atas permukaan jalan yang akan masuk kedalam
pondasi jalan.
jalan dan muka air tanah yang tinggi di bawah tanah dasar.
35
3. Pendekatan waktu (lamanya) dan frekuensi hujan, yang rata-rata
terjadi hujam selama 3 jam per hari (hujan jarang terjadi secara terus
Kualitas Drainase yang disarankan oleh AASHTO (1993) bisa dilihat pada
Good 1 hari
Fair 1 minggu
Poor 1 bulan
Pengaruh dari kualitas Drainasi ini dinotasikan sebagai m2 (untuk lapis pondasi atas)
dan m3 (untuk lapis pondasi bawah). Penentuan koefisien Drainasi (mi) didasarkan
pada kualitas dan hari efektif hujan dalam setahun yang akan mempengaruhi
perkerasan. Untuk menentukan nilai persen hari efektif hujan dalam setahun yang
akan mempengaruhi perkerasan (P) maka kita harus mencari nilai faktor air hujan
36
WL = 1 – C...........................................................................................(2.9)
Dimana :
C = Koefisien pengaliran
pengaliran (C) untuk kondisi permukaan tanah jalan beton dan jalan aspal sebesar
0,70-0,95. Setelah mendapatkan nilai faktor air hujan yang masuk ke pondasi (WL)
maka selanjutnya mencari nilai persen hari efektif hujan dalam setahun yang akan
TJ Th
P= x x WL x 100 ....................................................................................(2.10)
24 365
Tabel 2.13 Koefisien Drainasi dan Koefisien Modifikasi Kekuatan Lapisan (mi)
37
2.5.10 Angka Struktural (SN)
berasal dari analisis lalu lintas, kondisi tanah dibawah jalan dan faktor regional.
Dalam menentukan angka struktural (SN) dapat menggunakan 2 cara yaitu dengan
menggunakan nomogram pada Gambar 2.4 dan dengan cara coba-coba ( Trial and
log 10 [ ∆ PSI
]
log 10 W 18=ZR x So x 9,36 x log 10 [ SN
]
+1 −0,20+
4,2−1,5
+2,32 log 10 MR−8,07
[ ]
2,54 SN
5,19
+1
2,54
..........................................................................................................................(2.9)
38
2.6 Rencana Anggaran Biaya
dibutuhkan dalam melakukan suatu proyek baik biaya dari segi bahan, upah, alat
ataupun biaya lainnya yang masih dalam lingkup proyek. Analisa Harga Satuan
Pekerjaan (AHSP) adalah suatu cara perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi
yang dijabarkan dalam perkalian kebutuhan bahan, upah dan peralatan dengan harga
menyelesaikan per satuan pekerjaan. AHSP ini dipengaruhi oleh angka koefisien
yang menunjukkan nilai satuan bahan, alat atau upah tenaga kerja ataupun satuan
pekerjaan yang dapat digunakan sebagai acuan untuk merencanakan suatu pekerjaan.
Biaya.
per m2, m3, atau per unit. Lalu, volume pekerjaan nantinya dikalikan
39
dengan harga satuan pekerjaan, sehingga didapatkan jumlah biaya
pekerjaan.
menjadi harga upah dan material. Perlu dilakukan survey harga pasar
pekerjaan
40
2.7 Hasil Penelitian Terdahulu Terkait Penelitian ini
Penelitian Perbandingan Analisa Perkerasan Metode Bina Marga Revisi Juni
2017 dan AASHTO 1993 (Studi Kasus pada Pekerjaan Rencana Preservasi Ruas
Jalan Jatibarang-Langut TA 2017) telah dilakukan oleh Sony Sumarsono, Heru Judi
H Gultom, pengolahan data menggunakan 2 metode AASHTO dan Bina Marga 2017.
Hasil yang didapat dari penelitian tersebut menunjukan bahwa Hasil analisis
Jakarta dengan tingkat kepercayaan 98% pada jalan arteri melalui pengujian lendutan
dengan menggunakan alat FWD metode AASHTO 1993 dengan nilai CESA yang
berbeda didapat metode Bina Marga Revisi Juni 2017 dengan nilai CESA
151.479.002 diperoleh 47,42 cm dan AASHTO 1993 dengan nilai CESA 53.641.295
Penelitian Studi Perbandingan Metode Bina Marga 2017 dan AASHTO 1993
dalam Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) pada Rusa JALAN
metode penelitian yang digunakan Studi literatur dan pengumpulan data yang
dianggap perlu dan lanjut dengan analisa data, Hasil yang diperoleh metode Bina
1993 Sebagai Nilai Rancang Tebal Lapis Perkerasan Lentur Jalan telah dilakukan
Diyaq Ulhaq pada Tahun 2015 dengan hasil Nilai ketebalan total (redesign) dengan
41
sebesar 71 cm dan kondisi lapangan sebesar 55 cm pada akses Bandar Udara
Internasional Lombok.
42