Anda di halaman 1dari 24

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN

CIVIL ENGINEERING 20’

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perancangan Perkerasan Jalan merupakan salah satu mata kuliah dari
fakultas teknik sipil Universitas Tadulako yang memiliki tugas besar. Dalam tugas
besar perancangan perkerasan jalan tersebut, mahasiswa diminta untuk merancang
struktur lapis perkerasan lentur dengan menggunakan metode manual desain
perkerasan jalan 2017, revisi 9.

Tugas Besar ini merupakan suatu hal wajib bagi seluruh mahasiswa yang
memprogram mata kuliah ini. Hal ini dimaksudkan agar mahasiswa mampu untuk
menerapkan pelajaran yang mereka dapatkan di dalam ruang kelas ke lapangan
dengan penerapan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku dari
perancangan perkerasan jalan.

1.2 Maksud dan Tujuan


Dalam tugas ini diharapkan mahasiswa dapat mengerjakan tugas besar perancangan
perkerasan jalan dengan baik dan benar. Adapun tujuan tugas ini adalah agar
mahasiswa mampu mendesain tebal lapis perkerasan lentur jalan raya
menggunakan metode bina marga 04/SE/Db/2017 dengan benar.

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fungsi dan Hirarki Jalan


Sesuai dengan UU No. 38 Tahun 2004 dan PP No.34 Tahun 2006, sistem
jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan atas sistem jaringan primer dan sistem
jaringan sekunder.

a. Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan jasa distribusi di wilayah tingkat nasional yang berwujud kota.
b. Sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota, yang mengikuti tata
ruang kota, yang menghubungkan kawasan yang mempunyai fungsi primer.

Berdasarkan fungsinya, jalan dibagi atas :


a. Jalan Arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri perjalan
jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
efisien.
b. Jalan kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan/ pembagian
dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah
jalan masuk dibatasi.
c. Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
Tabel 2.1 Lajur Ideal Jalan Raya
FUNGSI KELAS LEBAR LAJUR IDEAL (M)
I 3,75
Arteri
II,III 3,50
Kolektor I,II,III 3,00
Lokal II,III 3,00
(Sumber : Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan
Angkutan Jalan)

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

2.2 Kelas Jalan


Kelas jalan diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang
Lalu lintas dan Angkutan Jalan. Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas
berdasarkan:

a.  Fungsi dan intensitas lalu lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan jalan dan
kelancaran lalu lintas angkutan jalan.

b.  Daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi kendaraan
bermotor.

Pengelompokan jalan menurut Kelas Jalan terdiri dari:

a.  Jalan Kelas I

Jalan Kelas I adalah jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui Kendaraan
Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang
tidak melebihi 18.000 milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 milimeter, dan muatan
sumbu terberat 10 ton.

b. Jalan Kelas II

Jalan Kelas II adalah jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui
Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 milimeter, dan
muatan sumbu terberat 8 ton.

c.  Jalan Kelas III

Jalan Kelas III adalah jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat
dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 meter,
ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, ukuran paling tinggi 3.500
milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 ton.

Dalam keadaan tertentu daya dukung Jalan Kelas III dapat ditetapkan muatan
sumbu terberat kurang dari 8 ton.

d. Jalan Kelas Khusus

Jalan Kelas Khusus adalah jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor
dengan ukuran lebar melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000
milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih
dari 10 ton.

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

Penetapan kelas jalan pada setiap ruas jalan yang dinyatakan dengan Rambu Lalu
Lintas dilakukan oleh:

a.  Pemerintah Pusat, untuk jalan nasional

b.  Pemerintah provinsi, untuk jalan provinsi

c.   Pemerintah Kabupaten, untuk jalan kabupaten

d. Pemerintah kota, untuk jalan kota.

2.3 Struktur Lapis Perkerasan Jalan


Pada umumnya, jalan perkerasan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang
tersusun dari bawah ke atas, sebagai berikut :
 lapisan tanah dasar (sub grade)
 Lapisan pondasi bawah (subbase course)
 Lapisan pondasi atas (base course)
 lapisan permukaan / penutup (surface course)

Gambar
2.1 Susunan
Lapisan
Perkerasan
Lentur Jalan Raya
(Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017)

2.3.1 Lapis Permukaan (surface course)

Lapis permukaan struktur pekerasan lentur terdiri atas campuran mineral


agregat dan bahan pengikat yang ditempatkan sebagai lapisan paling atas dan
biasanya terletak di atas lapis pondasi.

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

Jenis Lapis Permukaan antara lain :


a. Lapis Aspal Beton (LASTON)
Lapis Aspal Beton (LASTON) adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan
yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal keras, yang
dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
b. Lapis Penetrasi Makadam (LAPEN)
Lapis Penetrasi Macadam (LAPEN) adalah suatu lapis perkerasan yang terdiri
dari agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang mengandung
agregat keras dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi
lapis dan jika akan digunakan sebagai lapis permukaan perlu diberi laburan
aspal dengan batu kesimpulan.
c. Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG)
Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG) adalah campuran yang
terdiri dari agregat kasar, agregat halus, asbuton, bahan peremaja dan filler
(bila diperlukan) yang dicampur, dihampar dan dipadatkan secara dingin.
d. Aspal canai panas (HRA)
Hot Rolled Asphalt (HRA) merupakan lapis penutup yang terdiri dari
campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan
perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas
pada suhu tertentu.
e. Laburan Aspal (BURAS)
Laburan Aspal (BURAS) adalah lapis penutup terdiri dengan ukuran butir
maksimum dari lapisan aspal taburan pasir 9,6 mm atau 3/8 inci.
f. Laburan Batu Satu Lapis (BURTU)
Laburan Batu Satu Lapis (BURTU) adalah lapis penutup yang terdiri dari
lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi
seragam. Tebal maksimum 20 mm.
g. Laburan Batu Dua Lapis
Laburan Batu Dua Lapis (BURDA) adalah lapis penutup yang terdiri dari
lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara
berurutan. Tebal maksimum 35 mm.

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

h. Lapis Aspal Beton Pondasi Atas (LASTON ATAS)


Lapis Aspal Beton Pondasi Atas (LASTON ATAS) adalah merupakan
fondasi perkerasan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan
perbandingan tertentu, dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas.
i. Lapis Aspal Beton Pondasi Bawah (LASTON BAWAH)
Lapis Aspal Beton Pondasi Bawah (LASTON BAWAH) adalah pada
umumnya merupakan lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan
tanah dasar jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan
perbandingan tertentu dicampur dan dipadatkan pada suhu tertentu.
j. Lapis Tipis Aspal Beton
Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) adalah merupakan lapis penutup
yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal
keras dengan perbandingan tertentu yang dicampur dan dipadatkan dalam
keadaan panas pada suhu tertentu. Tebal padat antara 25 sampai 30 mm.
k. Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR)
Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR) adalah merupakan lapis penutup yang
terdiri dari campuran pasir dan aspal keras yang dicampur, dihampar dan
dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
l. Aspal Makadam
Aspal Makadam adalah merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat
pokok dan/atau agregat pengunci bergradasi terbuka atau seragam yang
dicampur dengan aspal cair, diperam dan dipadatkan secara dingin.
Fungsi lapis permukaan antara lain :
a. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda.
b. Sebagai lapisan tidak tembus air untuk melindungi badan jalan dari
kerusakan akibat cuaca.
c. Sebagai lapisan aus (wearing course).

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

2.3.2 Lapis Pondasi Atas


Lapisan pondasi atas (base course) merupakan bagian dari struktur
perkerasan lentur yang terletak dibawah lapisan permukaan. Lapis pondasi
dapat dihampar di atas lapisan pondasi bawah atau dihampar langsung di atas
tanah dasar.
Fungsi lapis pondasi antara lain :
a.Sebagai bagian konstruksi perkerasan jalan yang menahan dan menyalurkan
beban lalu lintas.
b.Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
Bahan-bahan yang digunakan untuk lapis pondasi harus memiliki kekuatan
dan keawetan yang cukup sehingga dapat menahan beban lalu lintas.

2.3.3 Lapis Pondasi Bawah


Lapisan pondasi bawah (subbase course) merupakan bagian dari struktur
perkerasan lentur yang terletak diatas tanah dasar dan dibawah lapisan
pondasi atas. Pada umumnya merupakan lapisan dari material berbutir
(granular material) yang dipadatkan, distabilisasi atau lapisan tanah yang
tidak di stabilisasi.
Fungsi lapis pondasi bawah adalah :
a. Sebagai bagian dari perkerasan untuk mendukung lapisan diatasnya dan
menyebar beban lalu lintas.
b. Penggunaan material yang relative murah sehingga lapisan di atasnya dapat
dikurangi ketebalannya (penghematan biaya konstruksi).
c. Mencegah masuknya tanah dasar ke dalam lapisan pondasi.
d. Sebagai lapisan pertama yang menunjang agar pelaksanaan konstruksi
berjalan lancar.

2.3.4 Tanah Dasar

Tanah dasar (subgrade) adalah lapisan tanah yang terletak di bawah


lapisan pondasi bawah, yang kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan
jalan sangat tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar.

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

Tanah dasar berfungsi sebagai permukaan dasar untuk perletakan bagian-


bagian perkerasan dan mendukung konstruksi perkerasan jalan diatasnya.
2.4 Parameter Desain Perkerasan Lentur (MDPJ NO. 04/SE/Db/2017)
Parameter desain perkerasan merupakan bagian dari perencanaan perkerasan jalan
yang terdiri dari :

2.4.1 Umur Rencana


Umur rencana adalah jumlah tahun dari saat jalan tersebut dibuka sampai
diperlukan suatu perbaikan yang bersifat struktural (sampai diperlukan overlay
lapisan perkersan). Selama umur rencana, pemeliharaan perkerasan jalan tetap
harus dilakukan, seperti pelapisan nonstruktural yang berfungsi sebagai lapis
aus. Umur Rencana untuk perkerasan jalan yang baru bisa dilihat pada Tabel
2.2.

Tabel 2.2 Umur Rencana Perkerasan Baru

(Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan 2017 No.04/SE/Db/2017)

2.4.2 Beban Lalu Lintas Rencana


Beban lalu lintas pada lajur rencana dinyatakan dalam kumulatif beban
gandar standar (ESA) dengan memperhitungkan faktor distribusi arah (DD)
dan faktor distribusi lajur kendaraan niaga (DL).
Beban lalu lintas rencana pada setiap lajur tidak boleh melebihi kapasitas
lajur pada setiap tahun selama umur rencana. Kapasitas lajur berdasarkan

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

kepada permen PU no.19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan


kriteria perencanaan Teknis Jalan berkaitan Rasio volume Kapasitas (RVK).
Kapasitas lajur maksimum berdasarkan pada MKJI. Faktor distribusi Lajur
dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Faktor Distribusi Lajur


Jumlah lajur per arah Kendaraan niaga pada lajur desain
(% terhadap populasi kendaraan niaga )
1 100
2 80
3 60
4 50
(Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan 2017 No.04/SE/Db/2017)

2.4.3 Volume Lalu Lintas

Perhitungan volume lalu lintas berdasarkan pada survey faktual.


Untuk keperluan desain perkerasan jalan,volume lalu lintas bisa
didapatkan dari :
1. Survey lalu lintas, dilakukan dengan durasi minimal 7x24
jam. Survey mengacu pada pedoman Survey Pencacahan
Lalu Lintas dengan cara manual Pd T-19-2004-B atau
menggunakan peralatan dengan pendekatan yang sama
2. Hasil survey lalu lintas sebelumnya
3. Untuk jalan yang memiliki lalu lintas rendah dapat
Tabel 2.4 Perkiraan Laju Lalu Lintas Untuk Jalan Lalu Lintas Rendah
menggunakan perkiraan volume lalu lintas dari tabel 2.4.

(Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan 2017 No.04/SE/Db/2017)

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

2.4.4 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas


Faktor pertumbuhan lalu lintas diperoleh dari data-data pertumbuhan lalu
lintas sebelumnya atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lalu
lintas lain yang valid, bila tidak ada data pertumbuhan lalu lintas digunakan
nilai minimum pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Faktor pertumbuhan lalu lintas (i) minimum untuk desain (%)

(Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan 2017 No.04/SE/Db/2017)


Untuk menghitung fakor pengali pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana
digunakan rumus sebagai berikut :
UR
(1+0,01 i) −1
R¿ ………………………………………………..(2.2)
0,01i
Keterangan :
R : Faktor pengali pertumbuhan lalu lint
i : Tingkat pertumbuhan tahunan (%)
UR : Umur rencana (tahun)

2.4.5 Reliabilitas
Reliabilitas merupakan upaya untuk memperhitungkan derajat kepastian
kedalam perencanaan untuk mendapatkan bermacam-macam alternative
perncanaan selama selang waktu yang direncanakan (umur rencana).
Reliabilitas memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan adanya variasi
perkiraan lalu lintas (W18) dan memberikan tingkat realibilitas (R) dimana
perkerasan jalan akan selama umur rencana. Pada umumnya. Meningkatnya
volume lalu lintas dan kesulitan untuk mengalihkan lalu lintas, resiko kinerja
yang tidak diharapkan harus ditekan. Masalah ini dapat diselesaikan dengan

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

mengambil tingkat reliabilitas yang lebih tinggi, tabel 2.6 menunjukkan


rekomendasi tingkat relibilitas untuk beberapa klasifikasi jalan.

Tabel 2.6 Rekomendasi Tingkat Reliabilitas untuk Berbagai Klasifikasi Jalan


Klasifikasi Jalan Rekomendasi Tingkat Reabilitas (%)
Perkotaan Antar Kota
Bebas hambatan 85-99,9 80-99,9
Arteri 80-99 75-95
Kolektor 80-95 75-95
Lokal 50-80 50-80
(Sumber : Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B)
Reliabilitas perencanaan dikontrol dengan faktor reliabilitas yang dikalikan
dengan prediksi lalu lintas (W18) selama umur rencana untuk mendapatkan
prediksi kinerja (Wt). Dalam persamaan desain untuk perkerasan lentur,
reliabilitas (R) dikonfersikan menjadi parameter penyimpangan normal standar
(ZR). Tabel 2.7 memperlihatkan nilai ZR untuk reliabilitas untuk reliabilitas
tertentu.

Tabel 2.7 Nilai Penyimpangan Normal Standar (Standard


Normal Deviate) untuk tingkat Reabilitas Tertentu.

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

Standar normal
Re liabilitas, R (%)
de viate , ZR
50 0,000
60 - 0,253
70 - 0,524
75 - 0,674
80 - 0,841
85 -1,037
90 -1,282
91 -1,340
92 -1,405
93 -1,476
94 -1,555
95 -1,645
96 -1,751
97 -1,881
98 -2,054
99 -2,327
99,9 -3,750
99,99 -3,090
(Sumber : Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Pt T-01-2002-R)
Konsep reabilitas harus memperhatikan langkah-langkah berikut ini :
1. Mendefinisikan kelas fungsional jalan dan menentukan apakah merupakan
jalan perkotaan atau jalan antar kota.
2. Memilih tingkat reabilitas yang di tunjukkan Tabel 2.7.
3. Standar deviasi (S0) harus dipilih berdasarkan kondisi setempat. Rentang
nilai S0 adalah 0.40-0.50
4. Faktor Ekivalen Beban
Dalam desain perkerasan, beban lalu lintas dikonversi ke beban standar
(ESA) dengan menggunakan Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage
Factor). Analisis struktur perkerasan dilakukan berdasarkan jumlah
kumulatif ESA pada lajur rencana sepanjang umur rencana. Desain yang
akurat memerlukan perhitungan beban lalu lintas yang akurat pula. Studi
atau survei beban gandar yang dirancang dan dilaksanakan dengan baik
merupakan dasar perhitungan ESA yang andal. Oleh sebab itu, survei beban
gandar harus dilakukan apabila dimungkinkan.

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

Ketentuan pengumpulan data beban gandar ditunjukkan pada tabel 2.8.

Tabel 2.8 Pengumpulan Data Beban Gandar

(Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan 2017 No.04/SE/Db/2017)

Bina Marga 2017 (Manual Desain Perkerasan Jalan 2017 No.04/SE/Db/2017)


Perhitungan beban lalu lintas sangatlah penting. Beban lalu lintas dapat
diperoleh dari :
a. Jembatan timbang khusus untuk ruas yang didesain atau WIM (Survey
Langsung)
b. Studi jembatan timbang yang pernah dilakukan sebelumnya.
c. Data WIM Regional yang dikeluarkan oleh Direktoral Bina Marga.
d. Jika survei beban gandar tidak mungkin dilakukan oleh perencana dan data
survei beban gandar sebelumnya tidak tersedia, maka nilai VDF pada tabel
2.9 dan tabel 2.10. Dapat digunakan untuk menghitung ESA.

Tabel 2.9 Nilai VDF masing-masing jenis kendaraan niaga

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

(Sumber : Manual Perkerasan Jalan 2017 NO/04/SE/Db/2017)

Tabel 2.10 Nilai VDF masing-masing jenis kendaraan niaga

(Sumber : Manual Perkerasan Jalan 2017 NO/04/SE/Db/2017)

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

2.4.6 Beban Sumbu Standar Kumulatif


Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Single Axle Load
(CESAL) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur
desain selama umur rencana, yang ditentukan sebagai berikut:
Sebelum menghitung nilai ESA terlebih dahulu menghitung nilai LHR,
dengan persamaan :
 Menghitung LHR ( Lalu-Lintas Harian Rata-Rata)
LHR = ( 1 + i ) n x jumlah kendaraan
n = umur rencana ( tahun )
i = Perkembangan Lalu Lintas Selama Pelaksanaan (i)
kemudian :
Menggunakan VDF masing-masing kendaraan niaga
ESATH-1 = (∑LHRTJK x VDFJK) x 365 x DD x DL x R .………….(2.15)
Keterangan :
ESATH-1 : Lintasan sumbu standar ekivalen untuk 1 (satu) hari
LHRTJK : Lintasan harian rata-rata tahunan untuk jenis kendaraan tertentu
VDFJK : Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Factor) tiap jenis kendaraan
niaga Tabel 2.9 dan Tabel 2.10.
DD : Faktor distribusi arah
DL : Faktor distribusi lajur (table 2.3)
CESAL : Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana.
R : Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas kumulatif

2.4.7 Traffic Multiplier (TM)

Traffic Multiplier (TM) lapisan aspal untuk kondisi pembebanan yang


berlebih (overloaded) di Indonesia berkisar 1,8 – 2. Nilai ini berbeda beda
tergantung dari beban berlebih (overladed) pada kendaraan niaga di dalam
kelompok truk. Nilai CESA tertentu (pangkat 4) untuk perencanaan perkerasan
lentur harus dikalikan dengan nilai Traffic Multiplier (TM) untuk mendapatkan
nilai CESA5
Keterangan :
CESA :Cumulative Equivalent Standart Axles

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

TM :Traffic Multiplier
Catatan :
a. Pangkat 4 di gunakan untuk bagan desain pelabuhan tipis (Burda) dan
perkerasan tanpa penutup.
b. Pangkat 5 di gunakan untuk perkeraan lentur.
c. Desain perkerasan kaku membutuhkan jumlah kelompok sumbu kendaraan
berat dan bukan nilai CESA.
d. Nilai TM dibutuhkan hanya untuk desain dengan CIRCLY

2.4.8 Pemilihan Struktur Perkerasan


Pemilihan jenis perkerasan yang akan digunakan harus didasarkan pada
estimasi lalu lintas, umur rencana, dan komdisi pondasi Jalan. Batasan yang
ditunjukan dalam Tabel 2.11 bukanlah batasan yang absolut, desainer juga harus
memperhitungkan biaya selama umur pelayanan batasan dan kepraktisan
konstruksi. Alternatif di luar solusi desain berdasarkan Manual Perkerasan Jalan
2017 NO/04/SE/Db/2017 harus didasarkan pada biaya umur pelayanan
discounted terendah.
Tabel 2.11. Pemilihan Jenis Perkerasan

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

(Sumber: Manual Perkerasan Jalan 2017 NO/04/SE/Db/2017)

Tabel 2.12 Bagan Desain 3 (Desain Perkerasan Lentur Opsi Biaya Minimum dengan CTB)

(Sumber: Manual Perkerasan Jalan 2017 NO/04/SE/Db/2017)

Catatan:
1) Ketentuan-ketentuan struktur Fondasi Bagan Desain - 2 berlaku.
2) U CTB mungkin tidak ekonomis untuk jalan dengan beban lalu lintas < 10 juta
ESA5. Rujuk Bagan Desain - 3A, 3B dan 3C sebagai alternatif.
3) Pilih Bagan Desain - 4 untuk solusi perkerasan kaku dengan pertimbangan life
cycle cost yang lebih rendah untuk kondisi tanah dasar biasa (bukan tanah
lunak).
4) Hanya kontraktor yang cukup berkualitas dan memiliki akses terhadap
peralatan yang sesuai dan keahlian yang diizinkan melaksanakan pekerjaan
CTB. LMC dapat digunakan sebagai pengganti CTB untuk pekerjaan di area
sempit atau jika disebabkan oleh ketersediaan alat.
5) AC BC harus dihampar dengan tebal padat minimum 50 mm dan maksimum
80 mm.

Tabel 2.13 Bagan Desain 3A (Desain Perkerasan Lentur Alternatif) dengan HRS1

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

(Sumber : Manual Perkerasan Jalan 2017 NO/04/SE/Db/2017)


Catatan :
1. Bagan Desain -3A merupakan alternatif untuk daerah yang HRS
menunjukkan riwayat kinerja yang baik dan daerah yang dapat menyediakan
material yang sesuai (gap graded mix).
2. HRS tidak sesuai untuk jalan dengan tanjakan curam dan daerah perkotaan
dengan beban lebih besar dari 2 juta ESA5.
3. Kerikil alam dengan atau material stabilisasi dengan CBR > 10% dapat
merupakan pilihan yang paling ekonomis jika material dan sumberdaya
penyedia jasa yang mumpuni tersedia. Ukuran material LFA kelas B lebih
besar dari pada kelas A sehingga lebih mudah mengalami segregasi. Selain
itu, ukuran butir material kelas B yang lebih besar membatasi tebal minimum
material kelas B. Walaupun dari segi mutu material kelas A lebih tinggi
daripada kelas B, namun dari segi harga material LFA kelas A dan B tidak
terlalu berbeda sehingga untuk jangka panjang LFA kelas A dapat menjadi
pilihan yang lebih kompetitif.

Tabel 2.14 Bagan Desain 3B Desain Perkerasan Lentur – Aspal dengan Lapis Fondasi
Berbutir.

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

(Sumber : Manual Perkerasan Jalan 2017 NO/04/SE/Db/2017)

Catatan:
1) FFF1 atau FFF2 harus lebih diutamakan daripada solusi FF1 dan FF2 (Bagan
Desain - 3A) atau dalam situasi jika HRS berpotensi mengalami rutting.
berpotensi ritting.
2) Perkerasan dengan CTB (Bagan Desain - 3) dan pilihan perkerasan kaku
dapat lebih efektif biaya tapi tidak praktis jika sumber daya yang dibutuhkan
tidak tersedia.
3) Untuk desain perkerasan lentur dengan beban > 10 juta CESA5, diutamakan
menggunakan Bagan Desain - 3. Bagan Desain - 3B digunakan jika CTB sulit
untuk diimplementasikan. Solusi dari FFF5 - FFF9 dapat lebih praktis
daripada solusi Bagan Desain- 3 atau 4 untuk situasi konstruksi tertentu
seperti: (i) perkerasan kaku atau CTB bisa menjadi tidak praktis pada
pelebaran perkerasan lentur eksisting atau, (ii) di atas tanah yang berpotensi
konsolidasi atau, (iii) pergerakan tidak seragam (dalam hal perkerasan kaku)
atau, (iv) jika sumber daya kontraktor tidak tersedia.
4) Tebal minimum lapis fondasi agregat yang tercantum di dalam Bagan Desain
- 3 dan 3 A diperlukan untuk memastikan drainase yang mencukupi sehingga
dapat membatasi kehilangan kekuatan perkerasan pada musim hujan. Kondisi
tersebut berlaku untuk semua bagan desain kecuali Bagan Desain - 3 B.
5) Tebal LFA berdasarkan Bagan Desain - 3B dapat dikurangi untuk subgrade
dengan daya dukung lebih tinggi dan struktur perkerasan dapat mengalirkan
air dengan baik (faktor m ≥ 1). Lihat Bagan desain 3C.

Tabel 2.15 Penyesuaian Tebal Lapis Fondasi Agregat A Untuk Tanah Dasar CBR ≥ 7
% (Hanya Untuk Bagan Desain - 3B)

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

(Sumber : Manual Perkerasan Jalan 2017 NO/04/SE/Db/2017)

2.4.9 Koefisien Drainase

Dalam pedoman ini diperkenalkan konsep koefisien drainase untuk


mengakomodasi kualitas sistem drainase yang dimiliki perkerasan jalan. Tabel
2.16 memperlihatkan definisi umum mengenai kualitas drainase.
Tabel 2.16 Definisi kualitas drainase

Waktu yang dibutuhkan


Kualitas Drainase
untuk mengeringkan air

Baik Sekali 2 Jam


Baik 1 Hari
Cukup 1 Minggu
Buruk 1 Bulan
Buruk Sekali Air tidak mungkin dikeringkan
(Sumber: Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B)
Kualitas drainase pada perkerasan lentur diperhitungkan dalam perencanaan
dengan menggunakan koefisien kekuatan relatif yang dimodifikasi. Faktor untuk

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

memodifikasi koefisien kekuatan relatif ini adalah koefisien drainase (m) dan
disertakan ke dalam persamaan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) bersama-sama
dengan koefisien kekuatan relatif (a) dan ketebalan (D). Tabel 2.17
memperlihatkan nilai koefisien drainase (m) yang merupakan fungsi dari kualitas
drainase dan persen waktu selama setahun struktur perkerasan akan dipengaruhi
oleh kadar air yang mendekati jenuh.

Tabel 2.17. Koefisien drainase (m) untuk memodifikasi koefisien kekuatan


relatif material untreated base dan subbase pada perkerasan lentur.

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

(Sumber: Manual Perkerasan Jalan 2017 NO/04/SE/Db/2017)

2.5 Langkah Kerja


Berikut Langkah Kerja Untuk Perkerasan Lentur :
1. Penentuan Tipe Jalan
a. Mencari Volume Jam Rencana
b. Menghitung Kapasitas Jalan
2. Perhitungan CBR Karakteristik Tanah Dasar
a. Penentuan Jumlah Segmen Berdasarkan Nilai CBR Tanah Dasar
b. Penentuan CBR Karakteristik Tanah Dasar Setiap Segmen
3. Perhitungan Lalu Lintas Rencana
a. Perhitungan Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (R)
b. Perhitungan ESA4 dan ESA5
c. Pemilihan Jenis Perkerasan Alternatif
d. Desain Pondasi Jalan
e. Perhitungan Koefisien Drainase (m)
4. Perhitungan Desain Perkerasan
5. Perhitungan Desain Bahu Jalan

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

6. Perhitungan Volume Desain Perkerasan


7. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya

Mencari Volume Penentuan Tipe Jalan Menghitung


Jam Rencana Kapasitas Jalan

Perhitungan CBR
Penentuan Jumlah Penentuan CBR
Karakteristik Tanah
Segmen Berdasarkan Karakteristik Tanah
Dasar
Nilai CBR Tanah Dasar Dasar Setiap Segmen

Perhitungan ESA4 dan ESA5


Perhitungan Faktor
Pertumbuhan Lalu
Lintas (R) Desain Pondasi Jalan
Perhitungan Lalu
Lintas Rencana

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
CIVIL ENGINEERING 20’

Pemilihan Jenis Perhitungan Koefisien


Perkerasan Alternatif Drainase (m)

Perhitungan Desain
Perkerasan

Perhitungan Desain
Bahu Jalan

Perhitungan Volume
Desain Perkerasan

Perhitungan Rencana
Anggaran Biaya

Gambar 2.2 Flowchart Langkah Kerja

ALFIAN MAPPATONANG / F11120139

Anda mungkin juga menyukai