BAB I
TEORI DASAR
1.1 Umum
Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) adalah perkerasan yang
umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapisan
permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan di bawahnya.
Rigid Pavement atau perkerasan kaku adalah jenis perkerasan jalan
yang menggunakan beton sebagai bahan utama perkerasan tersebut,
merupakan salah satu jenis perkerasan jalan yang digunakan selain dari
perkerasan lentur (asphalt). Perkerasan ini umumnya dipakai pada jalan yang
memiliki kondisi lalu lintas yang cukup padat dan memiliki distribusi beban
yang besar, seperti pada jalan-jalan lintas antar provinsi, jembatan layang (fly
over), jalan tol, maupun pada persimpangan bersinyal. Jalan-jalan tersebut
umumnya menggunakan beton sebagai bahan perkerasannya, namun untuk
meningkatkan kenyamanan biasanya diatas permukaan perkerasan dilapisi
asphalt.
Lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan
beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi
jalan itu sendiri. Dengan demikian memberikan kenyamanan dan keamanan
kepada si pengemudi.
Tujuan perencanaan tebal perkerasan adalah sebagai interpretasi,
evaluasi dan kesimpulan. Kesimpulan yang akan dikembangkan sehubungan
dengan pelaksanaan perkerasan nantinya.
Perencanaan itu hendaknya memperhatikan faktor ekonomis, sesuai
dengan kondisi setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan dan
syarat teknis lainnya. Agar konstruksi perkerasan jalan yang direncanakan
adalah yang optimal.
a. Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan jasa distribusi di wilayah tingkat nasional yang berwujud kota.
b. Sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota, yang
mengikuti tata ruang kota, yang menghubungkan kawasan yang
mempunyai fungsi primer.
a. Jalan Arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara efisien.
b. Jalan Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan
pengumpulan/pembagian dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan
rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
c. Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-
ciri perjalanan dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk
tidak dibatasi.
Tabel 1.1 Lajur Ideal Jalan Raya
I 3,75
Arteri
II, IIIA 3,50
1. Tanah Dasar
Sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar sangat mempengaruhi
kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan. Dalam Pedoman
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur MDPJ-2017, Revisi 9
diperkenalkan modulus resilien (MR) sebagai parameter tanah dasar
untuk perencanaan . Modulus resilien (MR) tanah dasar dapat ditentukan
dari nilai CBR standar atau hasil tes soil index. MR dapat dihitung dengan
rumus di bawah ini :
Keterangan :
MR : Modulus Resilien tanah dasar PT : beban percobaan
CBR : California Bearing Ratio PS : beban standart
Tanah dasar perkerasan harus memenuhi kriteria berikut:
• Harus mempunyai nilai CBR rendaman rencana minimum.
• Dibentuk dengan benar, sesuai dengan bentuk geometrik jalan.
3. Lapisan Pondasi
Lapisan pondasi (subbase) merupakan bagian dari struktur perkerasan
lentur yang terletak di bawah lapisan permukaan. Lapis pondasi dapat
dihampar di atas lapisan pondasi bawah atau dihampar langsung di atas
tanah dasar.
Fungsi lapis pondasi antara lain :
a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan jalan yang menahan yang
menyalurkan beban lalu lintas.
b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
4. Lapisan permukaan
Lapis permukaan (surface) merupakan bagian struktur perkerasan
lentur terdiri dari campuran agregat dan bahan pengikat (aspal) yang
dihamparkan pada lapisan paling atas dan pada umumnya terletak di atas
lapis pondasi fungsi lapis permukaan antara lain :
a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan jalan untuk menahan dan
menyalurkan beban lalu lintas.
b. Sebagai lapisan yang tidak tembus air untuk melindungi perkerasan
jalan dari kerusakan akibat cuaca
c. Sebagai lapisan aus (wearning course)
a. Survey lalu lintas, dilakukan dengan durasi minimal 7x24 jam. Survey
mengacu pada pedoman Survey Pencacahan Lalu Lintas dengan cara
manual atau menggunakan peralatan dengan pendekatan yang sama
b. Hasil survey lalu lintas sebelumnya
c. Untuk jalan yang memiliki lalu lintas rendah dapat menggunakan
perkiraan volume lalu lintas dari tabel 1.3.
d. Tabel 1.3 tabel perkiraan laju lalu lintas untuk jalan lalu lintas Rendah
Tabel 1.4 Faktor pertumbuhan lalu lintas (i) minimum untuk desain (%)
(1+0,01𝑖)𝑈𝑅−1
R= …………………..(1.2)
0,01𝑖
Keterangan :
Lajur rencana adalah salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan
yang menampung lalu lintas kendaraan niaga (truk dan bus) paling besar.
Beban lalu lintas pada lajur rencana dinyatakan dalam kumulatif beban
gandar standar (ESA) dengan memperhitungkan faktor distribusi arah
(DD) dan faktor distribusi lajur kendaraan niaga (DL).
Beban lalu lintas rencana pada pada setiap lajur tidak boleh melebihi
kapasitas lajur pada setiaap tahun selama umur rencana. Kapasitas lajur
berdasarkan kepada permen PU no.19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan
Teknis Jalan dan kriteria perencanaan Teknis Jalan berkaitan Rasio
volume Kapasitas (RVK). Kapasitas lajur maksimum berdasarkan pada
MKJI. Faktor distribusi Lajur dapat dilihat pada tabel 1.5
1 100
2 80
3 60
4 50
5. Faktor Regional
Catatan :
6. Reabilitas
Reliabilitas merupakan upaya untuk memperhitungkan derajat
kepastian kedalam perencanaan untuk mendapatkan bermacam-macam
alternatif perencanaan selama selang waktu yang direncanakan (umur
rencana). Reliabilitas memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan
adanya variasi perkiraan lalu lintas (W18) dan memberikan tingkat
realibilitas (R) dimana perkerasan jalan akan selama umur rencana. Pada
umumnya. Meningkatnya volume lalu lintas dan kesulitan untuk
mengalihkan lalu lintas, resiko kinerja yang tidak diharapakan harus
ditekan. Masalah ini dapat diselesaikan dengan mengambil tingkat
reliabilitas yang lebih tinggi, tabel 1.7 menunjukkan rekomendasi tingkat
relibilitas untuk beberapa klasifikasi jalan.
Tabel 1.8 Nilai Penyimpangan Normal Standar (Standard Normal Deviate) untuk
Tingkat Reabilitas Tertentu.
Tabel. 1.12 Distribusi beban gandar pada beberapa jenis kendaraan (metode Bina
Marga 2002)
Kemudian :
Keterangan :
TM :Traffic Multiplier
Catatan :
Catatan:
Tabel 1.15 Bagan Desain 3A (Desain Perkerasan Lentur Alternatif) dengan HRS1
Catatan :
Tabel 1.16 Bagan Desain 3B Desain Perkerasan Lentur – Aspal dengan Lapis
Fondasi Berbutir.
Catatan:
1) FFF1 atau FFF2 harus lebih diutamakan daripada solusi FF1 dan FF2
(Bagan Desain - 3A) atau dalam situasi jika HRS berpotensi mengalami
rutting. berpotensi ritting.
2) Perkerasan dengan CTB (Bagan Desain - 3) dan pilihan perkerasan
kaku dapat lebih efektif biaya tapi tidak praktis jika sumber daya yang
dibutuhkan tidak tersedia.
Untuk desain perkerasan lentur dengan beban > 10 juta CESA5,
diutamakan menggunakan Bagan Desain - 3. Bagan Desain - 3B
digunakan jika CTB sulit untuk diimplementasikan. Solusi dari FFF5 -
FFF9 dapat lebih praktis daripada solusi Bagan Desain- 3 atau 4 untuk
situasi konstruksi tertentu seperti: (i) perkerasan kaku atau CTB bisa
menjadi tidak praktis pada pelebaran perkerasan lentur eksisting atau, (ii)
di atas tanah yang berpotensi konsolidasi atau, (iii) pergerakan tidak
seragam (dalam hal perkerasan kaku) atau, (iv) jika sumber daya
kontraktor tidak tersedia.
3) Tebal minimum lapis fondasi agregat yang tercantum di dalam Bagan
Desain - 3 dan 3 A diperlukan untuk memastikan drainase yang
mencukupi sehingga dapat membatasi kehilangan kekuatan perkerasan
pada musim hujan. Kondisi tersebut berlaku untuk semua bagan desain
kecuali Bagan Desain - 3 B.
4) Tebal LFA berdasarkan Bagan Desain - 3B dapat dikurangi untuk
subgrade dengan daya dukung lebih tinggi dan struktur perkerasan
dapat mengalirkan air dengan baik (faktor m ≥ 1). Lihat Bagan desain
3C.
Tabel 1.17 Penyesuaian Tebal Lapis Fondasi Agregat A Untuk Tanah Dasar CBR
≥ 7 % (Hanya Untuk Bagan Desain - 3B)
Untuk menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt), dapat
digunakan tabel 1.18 yang merupakan koreksi antara jenis jalan dengan
jumlah lalu lintas pada akhir umur rencana.
Bebas
LER Lokal Kolektor Arteri
Hambatan
Untuk menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP₀) dapat
dilihat pada Tabel 1.19 yang merupakan korelasi antara jenis lapis
permukaan, IP₀ dan kekasaran perkerasan.
≥4 ≤ 1,0
0Asphalt Concrete
3,9 - 3,5 > 1,0
Koefisien
Kekuatan Bahan
Kekuatan Relatif
Jenis Bahan
Kt CBR
a1 a2 a3 MS (kg)
(kg/cm) (%)
Koefisien
Kekuatan Bahan
Kekuatan Relatif
Jenis Bahan
Kt CBR
a1 a2 a3 MS(Kg)
(Kg/cm) (%)
Kapus
Stb.Tanah dengan
- 0,13 - - 18 - Kapus
Stb.Tanah dengan
- 0,15 - - 22 - semen
Stb.Tanah dengan
- 0,13 - - 18 - semen
Koefisien
Kekuatan Bahan
Kekuatan Relatif
Jenis Bahan
Kt CBR
a1 a2 a3 MS(Kg)
(Kg/cm) (%)
Tanah/lempung
- - 0,10 - - 20 kepasiran
∆𝐼𝑃
log [ ]
𝐼𝑃−𝐼𝑃
log(`Wt)=ZR × S0 + 9,36 × log (ITP+1)-0.20+ 1.004 + 3.32
0,40+
(𝐼𝑇𝑃+1)5.19
log(MR)-8,07 …………….(1.8)
Keteranagan :
ITP=a1×D1+a2×D2+a3×D3
Keterangan:
Tabel 1.21 Tabel Minumum Lapisan Permukaan Berbeton Aspal dan Lapisan
pondasi agregat (inci)
Lapis
(ESAL) agregat
150.001 -
2,5 6,25 - - - - 4 10
500.000
Lapis
Lalu Lintas
Beton Aspal LAPRN LASBUTANG pondasi
(ESAL)
agregat
500.001-
3,0 7,5 - - - - 6 15
2.000.000
2.000.001-
3,5 8,75 - - - - 6 15
7.000.000
Baik 1 Hari
Cukup 1 Minggu
Buruk 1 Bulan
Tabel 1.23 Koefisien drainase (m) untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif
material untreated base dan subbase pada perkerasan lentur.
BAB II
METODOLOGI PERANCANGAN
Selesai
Data LHR awal 2020; tahun pertama setelah pembukaan untuk lalu lintas 2023 (3
tahun setelah 2020); permulan beban normal MST 12 ton tahun 2025 ( 5 tahun
setelah 2020 )
Contoh perhitungan LHR 2040 : ( n = 20 tahun)
a Bus Besar (5b)
Jumlah kendaraan= 625
LHR 2040 = ( 1 + 3 % ) 20 x 625 = 1128,82
( 1 + 0.01 i ) UR - 1
R =
0.01 i
( 1 + 0.01 x3 ) 20 -1
R = = 26,870 = R2020 - 2040 Normal
0.01 x 3
c. Menentukan Faktor Dsitribusi Lajur ( DL )
Tabel 5.2.2 Faktor Distribusi Lajur ( DL )
Jumlah Lajur Kendaraan Niaga Pada Lajur Desain (% terhadap
Setiap Arah populasi kendaraan niaga )
1 100
2 80
3 60
4 50
Keterangan :
ESATH-1 = kumulatif lintasan sumbu standar ekivalen (equivalent standard
axle) pada tahun pertama
LHRTJK = Lintas harian rata – rata tiap jenis kendaraan niaga (satuan
kendaraan per hari).
VDFJK = Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Factor) tiap jenis
kendaraan niaga Tabel 4.2.3.
DD = Faktor distribusi arah
DL = Faktor distribusi lajur (table 4)
CESAL = Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana.
R = Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas kumulatif
Contoh Perhitungan
Jenis kendaraan : Bus Besar (5b)
VDFfaktual = 1,0 (berdasarkan tabel 4.2.3)
VDFnormal = 1,0 (berdasarkan tabel 4.2.3)
DD = 0,55 (berdasarkan data yang diketahui)
DL = 1 ( berdasarkan tabel 4.2.2)
R = 26,8704 ( R20-40)
CESA520-40 45081818,282
Keterangan
(3) = ( 1 + 0,040 )20 (2)
(4) = (berdasarkan tabel 4.2.3)
(5) = ( 3 x 4 ) x 365 x DD x DL x R20-40
R20-40 = 26,870
5.3 Pemilihan Jenis Perkerasan
Berdasarkan umur rencana 20 tahun dan nilai CESA5 yang sudah diperoleh dari
perhitungan sebelumya. Maka, jenis stuktur perkerasan yang dipilih adalah AC
dengan CTB (ESA pangkat 5) dan acuan berdasarkan dari bagan desain 3.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
STASION 00+100 00+200 00+300 00+400 00+500 00+600 00+700 00+800 00+900 00+1000
CBR 6 7 5 3 5 4 7 7 4 4
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
00+1100 00+1200 00+1300 00+1400 00+1500 00+1600 00+1700 00+1800 00+1900 00+2000
7 5 7 7 4 3 7 6 7 6
No 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
STASION 00+2100 00+2200 00+2300 00+2400 00+2500 00+2600 00+2700 00+2800 00+2900 00+3000
CBR 6 6 3 3 5 5 7 5 7 6
8 Segmen 1
7
6
5
CBR
4
3
2
1
0
Station
Standar Deviasi
Cv = x 100%
Nilai Rata-Rata CBR
= 1,43
x 100%
5,47
= 26,19 %
Karena nilai Cv kurang dari 30% maka data-data CBR yang ada, dapat digunakan dalam perhitungan satu segmen jalan
b. CBR Segmen 2
No 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
STASION 00+3100 00+3200 00+3300 00+3400 00+3500 00+3600 00+3700 00+3800 00+3900 00+4000
CBR 6 7 13 13 14 14 11 11 12 12
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
00+4100 00+4200 00+4300 00+4400 00+4500 00+4600 00+4700 00+4800 00+4900 00+5000
11 11 11 14 13 12 12 11 11 14
No 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
STASION 00+5100 00+5200 00+5300 00+5400 00+5500 00+5600 00+5700 00+5800 00+5900 00+6000
CBR 11 12 12 10 14 11 11 10 14 14
16 Segmen 2
14
12
10
CBR
0 00+4500
00+4600
00+4700
00+4800
00+4900
00+5000
00+5100
00+5200
00+5300
00+5400
00+5500
00+5600
00+5700
00+5800
00+5900
00+6000
00+3100
00+3200
00+3300
00+3400
00+3500
00+3600
00+3700
00+3800
00+3900
00+4000
00+4100
00+4200
00+4300
00+4400
Station
Standar Deviasi
Cv = Nilai Rata-Rata CBR x 100%
= 1,40
11,97 x 100%
= 11,71 %
Karena nilai Cv kurang dari 30% maka data-data CBR yang ada, dapat digunakan dalam perhitungan satu segmen jalan
Menghitung Nilai Koefisien Variasi (Cv)
Standar Deviasi
Cv = x 100%
Nilai Rata-Rata CBR
= 3,57
x 100%
8,72
= 40,91 %
Segmen 2
CBR rata-rata segmen = 11,97
CBR max = 14
CBR min = 10
CBR Segmen = 10,71 %
4.4.1 CBR Grafik
3 4 30 100,00
4 4 26 86,67
5 6 22 73,33
6 6 16 53,33
7 10 10 33,33
Jumlah 30
100
90
80
% LEBIH BESAR ATAU SAMA DENGAN
70
60
50
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
CBR
Gambar 4.1 Grafik penentuan CBR design untuk segmen 1
Dengan menggunakan persamaan garis linear maka nilai CBR yang mewakili CBR design kepadatan 90% untuk segmen 1 adalah 3,70%
Untuk mendapatkan Daya Dukung Tanah digunakan Rumus DDT = 1,6649 + 4,3592 Log(CBR)
10 4 30 100,00
11 10 26 86,67
12 6 16 53,33
13 3 10 33,33
14 7 7 23,33
Jumlah 30
Gambar 4.2 Grafik penentuan CBR design untuk segmen 2
Dengan menggunakan persamaan garis linear maka nilai CBR yang mewakili CBR design kepadatan 90% untuk segmen 2 adalah 10,75%
Untuk mendapatkan Daya Dukung Tanah digunakan Rumus DDT = 1,6649 + 4,3592 Log(CBR)
a. Segmen 1
Diketahui :
CBR rata-rata = 5,47
CBR tertinggi = 7,00
CBR terendah = 3,00
R = 3,18
b. Segmen 2
Diketahui :
CBR rata-rata = 11,97
CBR tertinggi = 14,00
CBR terendah = 10,00
R = 3,18
90% 1,28
Jalan Arteri dan Kolektor
80% 0,84
Jalan Lokal dan kecil
a. Segmen 1
Diketahui :
CBR rata-rata = 5,47
Standar Deviasi = 1,43
f = 1,28
b. Segmen 2
Diketahui :
CBR rata-rata = 11,97
Standar Deviasi = 1,40
f = 1,28