BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Perkerasan Jalan
Kondisi utama pada suatu jalan yaitu pada perkerasan jalan, jika kita
memperhatikan bentuk dari suatu penampang jalan, jalur lalu lintas dan penampang
jalan saling berhubungan satu sama lain.
Menurut jenis-jenis pengikat pada pengerjaan perkerasan jalan, bisa dibedakan
antara lain:
1. Struktur perkerasan kaku atau rigid pavement adalah merupakan struktur yang
menggunakan semen portland untuk bahan pengikat. pada umummnya pelat beton
diletakkan di atas tanah dasar mesikupun tidak tanpa penggunaan pondasi bawah.
Kemudian pelat beton sebagian besar menahan beban dari lalu lintas itu sendiri.
2. Struktur perkerasan lentur (flexible pavement) merupakan perkerasan yang
memakai aspal untuk pengikatnya. Karakter dari tiap lapisan berfungsi untuk
menyalurkan dan menahan beban lalu lintas kedalam tanah dasar.
3. Perkerasan lentur yang digabungkan dengan perkerasan kaku disebut dengan
perkerasan komposit (composite pavement). Karakteristik dari perkerasan ini
seperti perkerasan kaku yang diatasnya terdapat perkerasan lentur, atau perkerasan
lentur yang diatasnya terdapat perkerasan kaku.
Banyaknya kendaraan melintas dari satu tempat selama masa waktu disebut
juga dengan volume lalu lintas. Faktor penting untuk menganalisis sebuah struktur
perkerasan yaitu dengan data lalu lintas yang dibutuhkan untuk perhitungan rencana
daya tahan perkerasan sepanjang usia perencanaan. Perhitungan beban kendaraan
dimulai pada saat survei terkait volume lalu lintas, nantinya ini bisa menjadi suatu
gambaran selama umur rencana. Jumlah kendaraan pada tahun pertama adalah jumlah
kepadatan kendaraan pada saat selesai dibangun.
15
3. Tanah yang berada di bawah permukaan tanah asli merupakan tanah dasar galian.
dalam bagian penggantian tanah asli setebal 50 sampai 100 cm, mengakibatkan
kemampuan tanah asli tersebut kurang maksimal. Saat proses pengerjaan lapisan
tanah galian, harus memerhatikan kepadatan yang sesuai. Tingkat lapis tanah dasar
merupakan benda uji tanah galian. lapisan tanah dasar galian bisa dilihat pada
Gambar 2.3.
17
Pada saat menganalisis lalu lintas, khususnya untuk mendapatkan jumlah lalu
lintas pada jam yang cukup padat, dan lintasan harian rata-rata (LHRT) agar bisa
menggunakan manual kapasitas jalan Indonesia (MKJI) sebagai acuan. Perhitungan
seluruh jenis kendaraan, kecuali kendaraan sepeda motor ditambah dengan 30% dari
keseluruhan sepeda motor. Untuk kebutuhan desain jumlah kendaraan lalu lintas
didapatkan dari:
1. Melakukan survei langsung pada kondisi lapangan selama 7 x 24 jam. Acuan yang
dipadakai dalam melaksanakan survei, yaitu dengan penggunaan alat dengan
pendekatan yang sama, atau cara manual Pd T – 2004 -B.
2. Bisa dilihat pada survei yang dilaksanakan sebelumnya.
3. Menggunakan nilai perkiraan pada jalan dengan lalu lintas rendah. Bisa dilihat pada
Tabel 2.3.
20
21
Disamping penggunaan rumus dari angka ekivalen, berat dari tiap kendaraan
bisa ditentukan dengan penggunaan Tabel 2.7.
lalu lintas desain pada tiap lajur desain, sesuai dengan VDF tiap-tiap kendaraan selama
umur rencana. Dapat dilihat pada Persamaan 2.4.
pekerjaan menjadi lebih mahal jika dibandingkan dengan desain perencanaan yang
baik.
3. Sering terjadinya keretakan pada perkerasan kaku diatas tanah lunak dengan desain
fondasi yang tidak memenuhi standar. Dalam keadaan terparah mungkin
dilaksanakan pergantian pelat beton.
Pada Tabel 2.8 bisa kita lihat terkait dengan tebal minimum lapis penopang
untuk mencapai desain 6% serta digunakan dalam pengembangan kataloh desain
tebal perkerasan. Jika lapis penopang yang akan dipakai untuk kendaraan
konstruksi, bisa jadi memerlukan lapis penopang yang tebal. Masukan terkait
pelaksanaan dalam lapis penopang dijelaskan dibawah ini:
1. Syarat umum
a. Bahan dasar dari lapis penopang harus berupa material timbunan pilihan. Jika
lapisan terletak dibawah permukaan air, maka menggunakan material berbutir atau
batuan. Disarankan memakai material berbutir karena sensitifitas terhadap kadar
air tergolong rendah.
b. Bisa berguna untuk lantai kerja yang kuat selama masa pelaksanaan.
c. Untuk tanah ekspansif tebal minimum sebesar 600 mm.
d. Persyaratan tinggi dari lapis permukaan pada lapis penopang, harus sesuai sesuai
dengan syarat tinggi minimum tanah dasar, muka air banjir, dan muka air tanah.
Atau bisa dilihat pada Tabel 2.9.
e. Intensitas kedalaman alur roda pada lapisan penopang mengakibatkan lalu lintas
selama waktu konstruksi tidak melebihi 40 mm.
f. Permukaan lapis permukaan harus mencapai ketebalan yang sesuai, agar mudah
dipadatkan dengan alat pemadat yang lebih besar.
2. Proses Pemadatan
Lapis penopang dipadatkan sesuai dengan metodenya sehingga mencapai
standar dari kepadatan yan sudah ditentukan atau sudah disetujui direksi pengerjaan.
Kepadatan penopang pada bagian bawah lapis penopang, biasanya kecil dibandingkan
95% jumlah kepadatan kering maksimum.
26
3. Geotekstil
Pada masa pelayanannya tingkat kejenuhan tanah asli cenderung akan jenuh,
geotekstil mempunyai fungsi untuk memisahkan lapis penopang dan tanah asli. Bahan
dari geotekstil harus material berbutir, yang terletak di atas geotekstil pada lapis
penopang.
A. Catatan untuk desain pondasi jalan minimum:
1. Desain haru memperhitungkan masukan terkait keadaan tertentu.
2. Diawali dengan tingkat kepadatan dan nilai CBR lapangan yang rendah.
3. Penggunaan nilai CBR insitu, disebabkan tidak relevan terhadan pemakaian nilai
CBR rendaman.
4. Diasumsikan pada lapis penopang diatas tanah SG1 dan gambut, memiliki nilai
daya dukung CBR sebesar 2.5%, sehingga penentuan perbaikan tanah SG 2.5
berlaku. Contohnya: pada lalu lintas rencana lebih dari 4 juta ESA, tanah pada SG1
membutuhkan lapis penopang sebesar 1200 mm untuk mencapai daya dukung,
sama dengan SG 2.5. kemudian diperlukan penambahan lagi setebal 350 mm untuk
peningkatan setara dengan SG6.
5. Jika tanah aspal dipadatkan dalam kondisi kering, tebal lapis penopang dapat
dikurangi sebesar 300 mm
27
28
2.4.5 Serviceability
Kinerja struktur pada jalan selama perkerasan melayani lalu lintas dan menahan
beban lalu lintas, dalam peninjauan disebut juga dengan permukaan (IP). Kata IP
diambil dari AASHTO yakni serviceability index, menggambarkan tingkat penilaian
dalam kinerja struktur perkerasan dan memiliki rentang nilai dari angka 1 sampai
dengan angka 5.
Grafik hubungan atau structural layer coefficient (a1) untuk aspal beton / laston
bisa dilihat pada Gambar 2.7, dan untuk nilai modulus elastic EAC (psi) pada saat
suhu 65o F. Pada saat sekarang disarankan nilai dari modulus elastic EAC (psi) tidak
mencapai nilai 450.000 (psi). Untuk perkiraan nilai koefisien lapisan aspal beton (a1)
bisa menggunakan Gambar 2.7 pada lapis permukaan berdasarkan modulus elastis.
Nilai yang tinggi dari modulus elastic EAC akan lebih rentan terhadap retak dan panas,
meskipun tahan terhadap lentur.
37
Perhitungan tebal dari lapisan perkerasan lentur dihitung lebih dulu, dalam
penentuan angka structural number (SN) bisa dengan Persamaan 2.15, atau bisa
dengan penggunaan grafik pada Gambar 2.10.
39
Nilai dari structural number dinyatakan dengan nilai abstrak kekuatan struktur
perkerasan yang dibentuk dari kekuatan gabungan antara jumlah total beban gandar
tunggal, kondisi lingkungan, modulus resilient tanah dasar, dan kemampuan pelayanan
akhir. Tebal dari structural number bisa dikonversikan ke berbagai jenil material
perkerasan. Untuk mencari nilai D1 pada SN bisa menggunakan Persamaan 2.16, D2
menggunakan Persamaan 2.17, dan D2 bisa dengan Persamaan 2.18.
40
Rencana anggaran biaya (RAB) merupakan perhitungan dari berapa besar biaya
yang dibutuhkan untuk upah, bahan, dan lain-lain, terkait dengan proyek yang
dikerjakan. Biasanya menggunakan metode yang paling sering dipakai, antara lain:
Dalam menganalisis harga satuan alat, dibutuhkan data mengenai harga dari
masing- masing kebutuhan, misalkan ongkos sopir, operator, dan spesifikasi dari alat.
Contohnya, umur rencana alat, harga alat, daya tampung alat, serta kemampuan alat
selama proses pekerjaan. Hal yang harus diperhatikan yakni, bunga dari masing-
masing alat, investasi alat, dan semacam kriteri khusus pada bucket excavator, harga
loader, dan harga perolehan alat.
43