Anda di halaman 1dari 34

11

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Perkerasan Jalan
Kondisi utama pada suatu jalan yaitu pada perkerasan jalan, jika kita
memperhatikan bentuk dari suatu penampang jalan, jalur lalu lintas dan penampang
jalan saling berhubungan satu sama lain.
Menurut jenis-jenis pengikat pada pengerjaan perkerasan jalan, bisa dibedakan
antara lain:
1. Struktur perkerasan kaku atau rigid pavement adalah merupakan struktur yang
menggunakan semen portland untuk bahan pengikat. pada umummnya pelat beton
diletakkan di atas tanah dasar mesikupun tidak tanpa penggunaan pondasi bawah.
Kemudian pelat beton sebagian besar menahan beban dari lalu lintas itu sendiri.
2. Struktur perkerasan lentur (flexible pavement) merupakan perkerasan yang
memakai aspal untuk pengikatnya. Karakter dari tiap lapisan berfungsi untuk
menyalurkan dan menahan beban lalu lintas kedalam tanah dasar.
3. Perkerasan lentur yang digabungkan dengan perkerasan kaku disebut dengan
perkerasan komposit (composite pavement). Karakteristik dari perkerasan ini
seperti perkerasan kaku yang diatasnya terdapat perkerasan lentur, atau perkerasan
lentur yang diatasnya terdapat perkerasan kaku.

Jika diperhatikan ada masing-masing perbedaan perkerasan lentur maupun


kaku sesuai jenis struktur yang akan digunakan. Ada beberapa perbedaan respon
repetisi beban, perubahan temperatur, dan penurunan tanah dasar. Perbandingan
perkerasan kaku maupun perkerasan lentur dilihat pada Tabel 2.1.
12

2.2 Fungsi Jalan


Gambaran dari pengguna jalan oleh masing-masing kendaraan serta kekuatan
struktur dalam menahan beban lalu lintas merupakan fungsi dari jalan tersebut.
Misalnya, truk besar atau truck gandeng yang biasanya melewati jalan arteri pada
Kawasan tersebut. Fungsi dari tiap jalan dapat dikelompokkan seperti dibawah ini:
1. Jalan umum atau bisa disebut jalan arteri, biasanya melayani angkutan utama
dengan perjalanan jauh, serta kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara berdaya guna. Jalan arteri dibedakan menjadi dua, yaitu jalan arteri
primer dan arteri sekunder. Yang membedakan antara lain:
a. Jalan yang menghubungkan kota satu (Provinsi) ke tempat yang lainnya
(kota/kabupaten) disebut dengan jalan arteri primer. Kecepatan rencana paling
rendah sebesar 60 km/jam dan lebar tidak melebihi 8 meter, merupakan batasan dari
jalan tersebut.
b. Jalan Arteri Sekunder Jalan ini menghubungkan kawasan primer dengan kawasan
sekunder kesatu (ibukota provinsi) atau menghubungkan kawasan sekunder kedua
(ibukota kabupaten/kotamadya). Syarat untuk jalan ini meliputi, kecepatan
dirancang paling rendah 30 km per-jam, dan lebar tidak melebihi 8 meter.
13

2. Jalan yang menghubungkan kota satu (kota/kabupaten) ke tempat lainnya


(kecamatan) merupakan ciri khas dari jalan kolektor primer. Standar kecepatan
rencana ini sebesar 40 km/jam dan lebar tidak melebihi dari 7 m.
3. Jalan yang saling terhubung antara jenjang ketiga (kecamatan) ke jenjang tingkat
dibawah, disebut juga dengan jalan lokal. Persyaratan dari jalan ini meliputi
kecepatan rencana 20 km/jam dan lebar jalan tidak kurang dari 6 m.
Dalam undang-undang No. 22 tahun 2009 diatur kategori mengenai lalu lintas
serta prasarana yang terbagi dalam kelompok atau kelas jalan, antara lain:
1. Jalan arteri masuk dalam jalan kelas 1. Jalan ini bisa dilalui oleh berbagai jenis
kendaraan, baik kendaraan ringan (motor) sampai dengan kendaraan berat yang
panjangnya tidak melewati batas 18 meter, lebar tidak lewat dari 2.5 meter, dan
ketentuan berat yaitu 10 ton.
2. Sama seperti jalan kelas 1, jalan kelas II ini bisa dilalui oleh kendaraan motor
sampai dengan kendaraan yang bermuatan, lebarnya tidak lewat dari 2.5 meter dan
panjang tidak lebih dari 18 meter, serta muatan yang diperbolehkan tidak lebih dari
10 ton.
3. Jalan arteria atau jalan kolektor termasuk dalam jalan kelas III. Kendaraan
bermotor ataupu kendaraan dengan muatan bisa melintas, asalkan panjangnya tidak
melewati batas 12 meter, lebarnya tidak lebih dari 2.5 meter, serta kendaraan
terberat yang diperbolehkan sebesar 8 ton.
4. Jalan kolektor III B, merupakan jalan yang bisa dilintasi kendaraan ringan sampai
dengan kendaraan yang bermuatan. Lebar tidak melebihi dari 2.5 meter, batas
sumbu terberat sebesar 8 ton, dan panjang tidak melebihi 12 meter.
5. Kelas jalan lokal masuk dalam kelas III C, kendaraan yang bisa untuk melintas
yaitu kendaraan bermotor, dimensi kendaraan berupa panjang tidak lewat dari 9
meter, lebar kendaraanya tidak lewat dari 2.1 meter, dan berat yang diperbolehkan
sebesar 8 ton.
14

2.2.1 Umur Rencana


Umur dari suatu perencanaan perkerasan merupakan total tahun pada saat jalan
dibuka dan digunakkan oleh kendaraan, hingga pada saat perbaikan struktur. Sepanjang
usia perencanaan, memerlukan pemeliharaan perkerasan, misalkan lapis aus pada
pelapisan non struktural.

2.2.2 Lalu Lintas


Daya tahan beban kendaraan berasal dari arus lalu lintas pada perkerasan,
sehingga ditentukan tebal lapis perkerasan pada saat perencanaan. Banyaknya arus lalu
lintas, didapatkan dari:

1. Uraian tentang penggunaan lalu lintas sekarang.


2. Memperkirakan penyebab berkembangnya lalu lintas saat usia direncanakkan,
contohnya analisa terhadap arus lalu lintas pada kawasan tersebut.
Minimnya sumber data yang dibutuhkan dan kecermatan dalam perencanaan
untuk menganalisis lalu lintas berpengaruh pada perkiraan kenaikan jumlah lalu lintas
yang akan datang. Sebagian besar wilayah, belum memiliki rancangan utama sebagai
acuan dalam perencanaan. Akan tetapi bisa di tanggulangi dengan beberapa tahapan
konstruksi, dimana untuk lapis pondasi atas sampai bawah ditentukan umur rencana,
penentuan umur rencana pada umumnya ditentukan 20 tahun. Namun untuk lapis
permukaan disesuaikan dengan tahap pertama pada umur rencana.

2.2.3 Volume Lalu Lintas

Banyaknya kendaraan melintas dari satu tempat selama masa waktu disebut
juga dengan volume lalu lintas. Faktor penting untuk menganalisis sebuah struktur
perkerasan yaitu dengan data lalu lintas yang dibutuhkan untuk perhitungan rencana
daya tahan perkerasan sepanjang usia perencanaan. Perhitungan beban kendaraan
dimulai pada saat survei terkait volume lalu lintas, nantinya ini bisa menjadi suatu
gambaran selama umur rencana. Jumlah kendaraan pada tahun pertama adalah jumlah
kepadatan kendaraan pada saat selesai dibangun.
15

2.2.4 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas


Pengguna jalan tiap tahun semakin meningkat berdasarkan jumlah kendaraan
yang melintas. Penyebab dari banyaknyaa jumlah kendaraan biasanya disebabkan
karena, masyarakat lebih sejahtera, daerah makin tumbuh, kemampuan masyarakat
dalam membeli kendaraan. Presentase dalam pertumbuhan dari lalu lintas itu sendiri
dinyatakan dalam persen (%) setiap tahun.

2.2.5 Tanah Dasar


Lapisan tanah setebal 50 sampai 100 cm paling bawah atau subgrade diatasnya
terdapat lapisan pondasi bawah. Pada saat menerima beban dari atas tanah, kualitas dari
persiapan lapisan tanah dasar sebagai tempat untuk letak struktur sangat menentukan,
saat masa pelayanan. Berdasarkan tinggi dari permukaan tanah dimana struktur dari
perkerasan jalan diletakkan. Lapisan tanah dasar yaitu:
1. Tanah dasar asli adalah tanah yang berasal dari tempat itu sendiri. Biasanya
persiapan lapisan tanah dasar asli cukup dengan dibersihkan, kemudian dipadatkan
lapis atasnya setebal 30 sampai dengan 50 cm pada struktur peletakkan permukaan
tanah. Gambar dari lapisan tanah asli dapat dilihat pada Gambar 2.1.
16

2. Lapisan timbunan berada di atas permukaan tanah asli. Kepadatan dalam


pelaksanaan lapis tanah urug harus dicermati dengan baik, sehingga menghasilkan
lapisan timbunan yang dibutuhkan. Pengujian dalam menentukan daya dukung
tanah dasar bisa di dapatkan pada tanah urugan. Lapisan tanah timbunan bisa dilihat
pada Gambar 2.2.

3. Tanah yang berada di bawah permukaan tanah asli merupakan tanah dasar galian.
dalam bagian penggantian tanah asli setebal 50 sampai 100 cm, mengakibatkan
kemampuan tanah asli tersebut kurang maksimal. Saat proses pengerjaan lapisan
tanah galian, harus memerhatikan kepadatan yang sesuai. Tingkat lapis tanah dasar
merupakan benda uji tanah galian. lapisan tanah dasar galian bisa dilihat pada
Gambar 2.3.
17

2.3 Perencanaan Perkerasan Lentur Menggunakan Bina Marga 2017


Manual desain perkerasan dari bina marga tahun 2017 berisi tentang ketentuan
pelaksanaan perkerasan jalan sesuai dengan peraturan dirjen bina marga pada tanggal
22 juni 2017. Sehingga peraturan bina marga 2013 dicabut.
Pada umumnya presentasi struktur dikerjakan berdasarkan tahapan-tahapan
desainya, diawali dengan menentukan umur rencana, sampai pada katalog dan proses
yang tetap dipertahankan. Pembahasan mengenai ketetapan umur rencana, kemudian
dilanjutkan dengan pemilihan struktur perkerasan, desain pada fondasi, analisis lalu
lintas, dan faktor yang mempengaruhi desain, dibahas dalam bagian I. Sebagian bentuk
dirubah dalam Bagian I, seperti desain dalam perkerasan jalan baru yang terdiri:
1. Perkerasan pada permukaan tanah asli, atau dapat dilihat pada Gambar 2.4.
2. Perkerasan pada timbunan. Dapat dilihat pada Gambar 2.5.
3. Perkerasan pada galian. Dapat dilihat pada Gambar 2.6.
18
19

Tabel 2.2 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR)

Pada saat menganalisis lalu lintas, khususnya untuk mendapatkan jumlah lalu
lintas pada jam yang cukup padat, dan lintasan harian rata-rata (LHRT) agar bisa
menggunakan manual kapasitas jalan Indonesia (MKJI) sebagai acuan. Perhitungan
seluruh jenis kendaraan, kecuali kendaraan sepeda motor ditambah dengan 30% dari
keseluruhan sepeda motor. Untuk kebutuhan desain jumlah kendaraan lalu lintas
didapatkan dari:
1. Melakukan survei langsung pada kondisi lapangan selama 7 x 24 jam. Acuan yang
dipadakai dalam melaksanakan survei, yaitu dengan penggunaan alat dengan
pendekatan yang sama, atau cara manual Pd T – 2004 -B.
2. Bisa dilihat pada survei yang dilaksanakan sebelumnya.
3. Menggunakan nilai perkiraan pada jalan dengan lalu lintas rendah. Bisa dilihat pada
Tabel 2.3.
20
21

2.3.3 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas


Untuk sumber data pertumbuhan (historical growth data) dalam menentukan
pertumbuhan lalu lintas atau keterkaitan dengan faktor pertumbuhan yang valid. Jika
tidak ada terkait, bisa digunakan Tabel 2.4 sepanjang masa waktu 2015 – 2035.

Untuk menghitung faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana


digunakan perhitungan kumulatif, atau bisa dengan Persamaan 2.1.
22

Untuk penentuan dari presentase kendaraan, bisa digunakan koefisien distribusi


kendaraan (c) pada kendaraan ringan ataupun kendaraan berat yang akan melintas pada
jalur yang direncanakan, atau bisa dilihat pada Tabel 2.6.

Sumber: Pekerjaan umum 1987


23

Disamping penggunaan rumus dari angka ekivalen, berat dari tiap kendaraan
bisa ditentukan dengan penggunaan Tabel 2.7.

2.3.6 Menghitung Beban Sumbu Standar Kumulatif (CESAL)


Jumlah keseluruhan dari semua beban disebut dengan beban standar kumulatif
atau cumulative equivalent single load (CESA), merupakan keseluruhan beban sumbu
24

lalu lintas desain pada tiap lajur desain, sesuai dengan VDF tiap-tiap kendaraan selama
umur rencana. Dapat dilihat pada Persamaan 2.4.

3.2.7 Penentuan Struktur Pondasi Pada Jalan


Desaian pondasi jalan meilputi perbaikan tanah dasar, serta lapis penopang
(capping), pra pembebanan, micro pelling, drainase vertikal dan macam-macam
penangan lainnya yang dibutuhkan untuk membentuk letak pendukung pada struktur
perkerasan lentur, serupa dengan kondisi tanah yang biasa kita temukan di wilayah
indonesia, menurut kementrian pekerjaan umum (2017).
Ada 3 pokok penting dalam merencanakan sebuah perkerasan, yaitu tanah
dasar, lalu lintas, serta kondisi air. Disamping itu, pada persoalan perkerasan dimana
bangunan dibangun pada wilayah dengan tanah yang lunak seperti tanah gambut. Ciri
dari tanah tersebut merupakan pokok penting karena analisis terhadap tanah dasar
biasanya tidak menghasilkan suatu proses pengerjaan perkerasan yang baik.
Perenanaan semua jalan baru ataupun pelebaran jalan minimum 40 tahun sebagai
umur rencana, hal ini disebabkan karena:
1. Selama umur rencana tidak bisa ditingkatkan pondasi jalan selama umur pelayanan,
Kecuali dengan dibuat baru secara menyuluruh.
2. Perencanaan perkerasan lentur yang desain pondasinya tidak memenuhi standar,
maka diperlukan penguatan kembali pada lapis aspal tambahan secara terus
menerus selama umur pelayanan. Hal ini mengakibatkan biaya keseleuruhan dari
25

pekerjaan menjadi lebih mahal jika dibandingkan dengan desain perencanaan yang
baik.
3. Sering terjadinya keretakan pada perkerasan kaku diatas tanah lunak dengan desain
fondasi yang tidak memenuhi standar. Dalam keadaan terparah mungkin
dilaksanakan pergantian pelat beton.
Pada Tabel 2.8 bisa kita lihat terkait dengan tebal minimum lapis penopang
untuk mencapai desain 6% serta digunakan dalam pengembangan kataloh desain
tebal perkerasan. Jika lapis penopang yang akan dipakai untuk kendaraan
konstruksi, bisa jadi memerlukan lapis penopang yang tebal. Masukan terkait
pelaksanaan dalam lapis penopang dijelaskan dibawah ini:
1. Syarat umum
a. Bahan dasar dari lapis penopang harus berupa material timbunan pilihan. Jika
lapisan terletak dibawah permukaan air, maka menggunakan material berbutir atau
batuan. Disarankan memakai material berbutir karena sensitifitas terhadap kadar
air tergolong rendah.
b. Bisa berguna untuk lantai kerja yang kuat selama masa pelaksanaan.
c. Untuk tanah ekspansif tebal minimum sebesar 600 mm.
d. Persyaratan tinggi dari lapis permukaan pada lapis penopang, harus sesuai sesuai
dengan syarat tinggi minimum tanah dasar, muka air banjir, dan muka air tanah.
Atau bisa dilihat pada Tabel 2.9.
e. Intensitas kedalaman alur roda pada lapisan penopang mengakibatkan lalu lintas
selama waktu konstruksi tidak melebihi 40 mm.
f. Permukaan lapis permukaan harus mencapai ketebalan yang sesuai, agar mudah
dipadatkan dengan alat pemadat yang lebih besar.
2. Proses Pemadatan
Lapis penopang dipadatkan sesuai dengan metodenya sehingga mencapai
standar dari kepadatan yan sudah ditentukan atau sudah disetujui direksi pengerjaan.
Kepadatan penopang pada bagian bawah lapis penopang, biasanya kecil dibandingkan
95% jumlah kepadatan kering maksimum.
26

3. Geotekstil
Pada masa pelayanannya tingkat kejenuhan tanah asli cenderung akan jenuh,
geotekstil mempunyai fungsi untuk memisahkan lapis penopang dan tanah asli. Bahan
dari geotekstil harus material berbutir, yang terletak di atas geotekstil pada lapis
penopang.
A. Catatan untuk desain pondasi jalan minimum:
1. Desain haru memperhitungkan masukan terkait keadaan tertentu.
2. Diawali dengan tingkat kepadatan dan nilai CBR lapangan yang rendah.
3. Penggunaan nilai CBR insitu, disebabkan tidak relevan terhadan pemakaian nilai
CBR rendaman.
4. Diasumsikan pada lapis penopang diatas tanah SG1 dan gambut, memiliki nilai
daya dukung CBR sebesar 2.5%, sehingga penentuan perbaikan tanah SG 2.5
berlaku. Contohnya: pada lalu lintas rencana lebih dari 4 juta ESA, tanah pada SG1
membutuhkan lapis penopang sebesar 1200 mm untuk mencapai daya dukung,
sama dengan SG 2.5. kemudian diperlukan penambahan lagi setebal 350 mm untuk
peningkatan setara dengan SG6.
5. Jika tanah aspal dipadatkan dalam kondisi kering, tebal lapis penopang dapat
dikurangi sebesar 300 mm
27
28

2.4 Perencanaan Perkerasan Lentur AASHTO 1993


Metode AASHTO 1972 mengalami perubahan mendasar untuk perencanaan
perkerasan lentur, menjadi metode AASHTO 1986. Sehingga tebal perkerasan lentur
jalan baru pada metode 1986 sama dengan metode AASHTO 1993. Yang membedakan
dari kedua metode yaitu, tambahan pada overlay atau perkerasan tambahan. Standar
pedoman perekerasan lentur dalam metode AASHTO 1993 antara lain: reliabilitas,
analisis lalu lintas dan structural number (SN).

2.4.1 Structural Number


Structural Number merupakan fungsi dari ketebalan lapisan, koefisien relatif
lapisan (layer Coefficient), dan koefisien drainase (drained coefficient). Persamaan
untuk struktural number adalah sebagai berikut:
29

2.4.2 Analisis Lalu Lintas


Penggunaan parameter analisa lalu linta dalam perencanaan tebal perkerasan
antara lain: volume lalu lintas harian (LHR), umur rencana, jenis kendaraan, faktor
distribusi arah, damage factor, pertumbuhan lalu lintas, faktor distribusi lajurm dan
ESAL sepanjang umur rencana.
Ketentuan kumulatif dalam lalu lintas berdasarkan beban gandar stand ekivalen
(equivalent standard axle load) atau ESAL. Daya tahan dari jalan itu sendiri beragam,
untuk menghitungnya, beban dari masing-masing kendaraan dirubah menjadi nilai
ekivalen, tergantung dengan angka masing-masing jenis kendaraan. Berdasarkan
hitungan dari ESAL yang sudah di konversi lalu lintas yang lewat terhadao beban
gandar standar sebesar 8.16 KN dan memperhitungan volume lalu lintas, umur rencana,
faktor distribusi lajur, dan growth factor (faktor pertumbuhan lalu lintas).

2.4.3 Reliabilitas (Reliability)


Reliabilitas merupakan probabilitas atau tingkat kepastian pada struktur untuk
bisa melayani arus lalu lintas sepanjang usia rencana, sesuai dengan proses turunnya
kemampuan struktur pelayanan yang dinyatakan dengan serviceability dalam
perencanaan.

2.4.4 Faktor Lingkungan


Ada dua kelompok utama faktor lingkungan yang mempengaruhi sistem
perancangan perkerasan, yaitu air hujan dan temperatur (Pinardi dan Sutoyo 2010).
Temperatur akan berpengaruh kepada susunan perkerasan, sehingga dapat:
1. Terjadi perubahan kinerja perkerasan secara merangkak.
2. Terjadi perubahan pengerasan dan pelunakan lapis perkerasan campuran beraspal
yang akan mempengaruhi tegangan perkerasan tersebut.
3. Terjadi konstraksi dan pengembangan pelat beton.
4. Terjadi pembekuan dan pelelehan (pencairan) pada tanah dasar.
30

2.4.5 Serviceability
Kinerja struktur pada jalan selama perkerasan melayani lalu lintas dan menahan
beban lalu lintas, dalam peninjauan disebut juga dengan permukaan (IP). Kata IP
diambil dari AASHTO yakni serviceability index, menggambarkan tingkat penilaian
dalam kinerja struktur perkerasan dan memiliki rentang nilai dari angka 1 sampai
dengan angka 5.

2.4.6 Tahapan Perencanaan Metode AASHTO 1993


Berdasarkan perencanaan yang menggunakan metode AASHTO 1993 yaitu:
menganalisis lalu lintas, menghitung serviceabilitym modulus resilien tanah,
reliability, koefisien drainase, deviasi standar keseluruhan, dan kekuatan relatif lapisan.
2.4.6.1 Analisis Lalu Lintas

1. Menentukan umur rencana.


2. Menentukan faktor distribusi arah. faktor distribusi arah berkisar 0.3 sampai
dengan 0.7, biasanya dipakai 0.5.
3. Menentukan faktor distribusi lajur.

4. Data lalu lintas harian rata-rata (LHR)


Berdasarkan data LHR yang sudah didapatkan, bisa diketahui data sampai akhir
umur rencan, dengan menggunakan Persamaan 2.6.
31

5. Nilai ekivalen beban sumbu


Beban kendaraan yang disalurkan pada perkerasam jalan lewat roda kendaraan
yang berada pada ujung-ujung sumbu kendaraan. Beragam tipe kendaraan memiliki
konfigurasi sumbu yang berbeda. Sumbu belakang merupakan sumbu ganda maupun
tunggal, sumbu depan merupakan sumbu ganda dan tunggal, menurut sukirman.
Sehingga semua jenis kendaraan memiliki nilai ekivalen yang berbeda, dan nilai
tersebut adalah hasil dari angka ekivalen sumbu depan dan sumbu belakang.
Muatan pada kendaraan mempengaruhi titik letak kendaraan, dan beban dari
masing-masing bervariasi pada setiap jenis kendaraan. Penyaluran beban pada roda
kendaraan bisa dilihat pada Tabel 2.11, sedangkan untuk nilai ekivalen bisa dihitung
menggunakan Persamaan 2.7, dan 2.8.
32

6. Perhitungan lalu lintas lajur rencana (W18)

7. Perhitungan kumulatif selama umur rencana

2.4.6.2 Perhitungan Modulus Resilient (MR) Tanah Dasar


Modulus Resilient adalah perbandingan antara nilai deviator stress, yang
menggambarkan repetisi beban roda dan recoverable strain. Cara uji MR pada
laboratorium dengan pemodelan beban kendaraan pada penggunaan dari perkerasan
sepanjang umur rencana. Perhitunganya dapat dilihat pada Persamaan 2.11.

2.4.6.3 Menentukan Serviceability


1. Kemampuan pelayanan awal (Po) untuk perkerasan lentur menggunakan 4.2,
sedangkan untuk perkerasan kaku menggunakan 4.5
2. Penggunaan indeks pelayanan akhir (Pt) bisa menggunakan Tabel 2.12.
33

2.1.6.4 Menentukan Nilai Reliabilitas dan Standar Deviasi Normal


Reliabilitas digunakan pada Metode AASHTO 1993 untuk mengalikan repetisi
beban lalu lintas yang diperkirakan selama umur rencana dengan faktor reliabilitas
(FR). Nilai reliabilitas bisa dilihat pada Tabel 2.13, dan Tabel 2.14 untuk nilai standar
deviasi normal.
34

2.4.6.6 Menentukan Koefisien Drainase


Jangka waktu hujan selesai menentukan kualitas dari drainase, dan menilai
kualitas drainase berdasarkan Tabel 2.16. Kemudian untuk menentukan koefisien
drainase dapat dilihat pada Tabel 2.17.
35

2.4.6.7 Menentukan Bahan dan Koefisien Kekuatan Relatif Lapisan


Koefisien kekuatan relatif berfungsi sebagai bagian dari struktur perkerasan,
koefisien kekuatan relatif digambarkan sebagai penggabungan antara structural
number (SN) dan ketebalan lapisan perkerasan, serta sebuah ukuran dari kemampuan
relatif suatu material.
Setiap keofisien kekuatan relatif memiliki fungsi dan bahan masing-masing
sebagai lapis permukaan, lapis pondasi atas dan bawah, secara hubungan berdasarkan
nilai marshall test, kuat tekan maupun CBR. Penentuan bahan serta koefisien relatif
bisa kita lihat pada Tabel 2.18.
36

Grafik hubungan atau structural layer coefficient (a1) untuk aspal beton / laston
bisa dilihat pada Gambar 2.7, dan untuk nilai modulus elastic EAC (psi) pada saat
suhu 65o F. Pada saat sekarang disarankan nilai dari modulus elastic EAC (psi) tidak
mencapai nilai 450.000 (psi). Untuk perkiraan nilai koefisien lapisan aspal beton (a1)
bisa menggunakan Gambar 2.7 pada lapis permukaan berdasarkan modulus elastis.
Nilai yang tinggi dari modulus elastic EAC akan lebih rentan terhadap retak dan panas,
meskipun tahan terhadap lentur.
37

Koefisien kekuatan relatif pada a2 bisa menggunakan Gambar 2.8 dan


menggunakan Persamaan 2.13.
38

2.4.6.8 Menentukan Nilai Structural Number (SN)


Pokok utama dari perencanaan pada metode AASHTO 1993 seperti
Persamaan 2.15, yang dapat dilihat dibawah ini:

Perhitungan tebal dari lapisan perkerasan lentur dihitung lebih dulu, dalam
penentuan angka structural number (SN) bisa dengan Persamaan 2.15, atau bisa
dengan penggunaan grafik pada Gambar 2.10.
39

Nilai dari structural number dinyatakan dengan nilai abstrak kekuatan struktur
perkerasan yang dibentuk dari kekuatan gabungan antara jumlah total beban gandar
tunggal, kondisi lingkungan, modulus resilient tanah dasar, dan kemampuan pelayanan
akhir. Tebal dari structural number bisa dikonversikan ke berbagai jenil material
perkerasan. Untuk mencari nilai D1 pada SN bisa menggunakan Persamaan 2.16, D2
menggunakan Persamaan 2.17, dan D2 bisa dengan Persamaan 2.18.
40

2.4.6.9 Tebal Minimum Lapis Perkerasan


Tebal dari masing-masing lapisan perkerasan bisa menggunakan Tabel 2.19.
41

2.7 Rencana Anggaran Biaya


Rancangan anggaran biaya adalah aktivitas dalam memperkirakan total
pemasukan dan pengeluaran yang dibutuhkan pada saat sebuah pekerjaan. RAB
meliputi Perkerasan, marka jalan, bahu jalan dan pekerjaan Persiapan. Perkiraan biaya
terdiri dari 3 tahapan, yaitu perhitungan kuantitas dari pekerjaan, analisis harga satuan
pekerjaan, dan yang terakhir rencana anggaran biaya (Hamirhan 2010:309). Volume
pekerjaan untuk setiap mata pembayaran disesuaikan dengan kebutuhan proyek yang
dicantumkan dalam daftar kuantitas dan harga (bill of quantities-BOQ) (Hamirhan
2010).

Rencana anggaran biaya (RAB) merupakan perhitungan dari berapa besar biaya
yang dibutuhkan untuk upah, bahan, dan lain-lain, terkait dengan proyek yang
dikerjakan. Biasanya menggunakan metode yang paling sering dipakai, antara lain:

a. Bertujuan untuk perkiraaan biaya yang diperlukan, biasanya ditaksir berdasarkan


harga satuan setiap meter persegi (m2). Pengalaman dalam memperkirakan biaya
kasaran atau anggaran biaya perkiraan sangat diperlukan, karena harus dihitung
secara cermat oleh perencana tersebut, khususnya dalam perencanaan perkerasan
jalan
b. Anggaran dari suatu proyek harus dihitung dengan cermat dan hati-hati berdasarkan
syarat dan ketentuan para perencana dari suatu proyek.
42

2.7.1 Analisis Harga Satuan Dasar (HSD)


Data yang diperlukan dalam penyusnan harga satuan pekerjaan (HSP)
memerlukan data-data berupa: harga satuan dasar bahan (HSD bahan), harga satuan
dasar upah (HSD upah), dan harga satuan dasar alat (HSD alat). Langkah perhitungan
HSD tenaga kerja. (Kementerian Pekerjaan Umum (2016) adalah sebagai berikut:

1. Menentukan kemampuan dari tenaga kerja sesuai yang dibutuhkan, misalnya,


mandor, kepala tukang, ataupun pekerja.
2. Mengumpulkan data upah berdasarkan peraturan dari wilayah tersebut, baik
tingkatan Provinsi, Kota, atupun Kabupaten.
3. Untuk tenaga kerja yang di kontrak berasal dari daerah lain makan diperlukan
perhitungan biaya tambahan semisal, biaya makan, biaya penginapan, atau ongkos
transportasi pekerja.
4. Menentukan efisien waktu dalam bekerja
5. Menghitung ongkos dari masing-masing pekerjaan, contohnya hitung lama
pengerjaanya.
6. Akumulasikan semua biaya.

Dalam menganalisis harga satuan alat, dibutuhkan data mengenai harga dari
masing- masing kebutuhan, misalkan ongkos sopir, operator, dan spesifikasi dari alat.
Contohnya, umur rencana alat, harga alat, daya tampung alat, serta kemampuan alat
selama proses pekerjaan. Hal yang harus diperhatikan yakni, bunga dari masing-
masing alat, investasi alat, dan semacam kriteri khusus pada bucket excavator, harga
loader, dan harga perolehan alat.
43

2.8 Penelitian Terdahulu


44

Anda mungkin juga menyukai