Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian umum


Salah satu bagian program pemerintah adalah pembangunan jalan raya, sehingga
jalan yang dibangun dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada pemakai
jalan raya sesuai dengan fungsinya.

Pengertian jalan raya adalah suatu lintasan yang bertujuan melewatkan lalu
lintas dari suatu tempat ke tempat yang lainnya. Arti lintasan menyangkut jalur
tanah yang diperkuat dan arti lalu lintas menyangkut semua benda dan makhluk
hidup yang lewat dijalan tersebut. Tanah saja tidak cukup kuat dan tahan tanpa
adanya deformasi yang berarti terhadap beban roda berulang. Untuk itu perlu
lapis tambahan yang terletak antara tanah dan roda, atau lapis paling atas dari
badan jalan.

2.1.1. Klasifikasi jalan


Jalan raya pada umumnya dapat digolongkan dalam 4 klasifikasi yaitu:
klasifikasi menurut peranan jalan, klasifikasi menurut fungsi jalan,
klasifikasi menurut kelas jalan dan klasifikasi menurut wewenang
pembinaan jalan (Bina Marga 1997).

II-1

2.1.1.1.Klasifikasi menurut peranan jalan


Klasifikasi menurut peranan jalan terdiri atas 3 golongan yaitu:
1) Jalan arteri yaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan
ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan
jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.
2) Jalan

kolektor

yaitu

jalan

yang

melayani

angkutan

pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang,


kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3)

Jalan lokal yaitu Jalan yang melayani angkutan setempat


dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata
rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

2.1.1.2.Klasifikasi jalan menurut fungsi jalan


Klasifikasi jalan menurut fungsinya terdiri dari:
1)

Jalan arteri primer


-

Kecepatan rencana > 60 km/jam.

Lebar badan jalan > 8 m.

Kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas ratarata.

Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan


rencana dan kapasitas jalan dapat tercapai.

Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal.

Jalan arteri primer tidak terputus walaupun memasuki


kota.

II-2

2)

Jalan kolektor primer


-

Kecepatan rencana > 40 km/jam.

Lebar badan jalan > 7m.

Kapasitas lebih besar atau sama dengan volume lalu lintas


rata-rata.

Jalan kolektor primer tidak terputus walaupun memasuki


daerah kota.

Jalan masuk dibatasi sehingga kecepatan rencana dan


kapasitas jalan tidak terganggu.

3)

Jalan lokal primer


-

Kecepatan rencana > 20 km/jam.

Lebar badan jalan > 6m.

Jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki


desa.

4) Jalan arteri sekunder


-

Kecepatan rencana > 30 km/jam.

Lebar badan jalan > 8m.

Kapasitas jalan sama atau lebih besar dari volume lalu


lintas rata-rata.

Tidak boleh diganggu oleh lalu lintas lambat.

5) Jalan kolektor sekunder


-

Kecepatan rencana > 20 km/jam.

Lebar badan jalan > 7m.

II-3

6) Jalan lokal sekunder


-

Kecepatan rencana > 10 km/jam.

Lebar badan jalan > 5m.

2.1.1.3.Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya


Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya terdiri dari :
1) Jalan Nasional
Adalah jalan arteri primer, jalan kolektor primer, yang
menghubungkan antara ibukota propinsi. Penetapan status jalan
nasional dilakukan oleh keputusan Menteri.
2) Jalan Propinsi
Adalah jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota
propinsi

dengan

ibukota

kabupaten/kodya

atau

antar

kabupaten/kodya. Penetapan status atas usulan Pemda Tingkat I


oleh keputusan Menteri Dalam Negeri.
3) Jalan Kabupaten
Adalah jalan yang menghubungkan antara ibu kota propinsi
dengan ibu kota kabupaten atau ibu kota kabupaten dengan ibu
kota kecamatan, juga antar desa dalam satu kabupaten.
4) Jalan Kotamadya
Adalah jalan sekunder didalam kodya. Penetapan status jalan
kodya dilakukan dengan keputusan Gubernur tingkat I atas usul
pemda Kodya yang bersangkutan.

II-4

5) Jalan Khusus
Adalah jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi/badan
khusus atau perorangan untuk melayani kepentingan masingmasing. Penetapan status oleh instansi yang bersangkutan
dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan menteri PU.
6) Jalan Tol
Adalah jalan yang dibangun dimana pemilikan dan hak
penyelenggaraannya ada pada pemerintah.
7) Jalan Desa
Adalah jalan sederhana yang dibangun secara swadaya oleh
masyarakat desa dan mengakses ke jalan Kabupaten/Kodya.
Biasanya untuk kepentingan warga setempat agar lebih mudah
memasarkan hasil bumi/pertanian mereka.

2.1.1.4.Klasifikasi jalan menurut kelas jalan


Dalam hubungan perencanaan jalan raya, ketiga golongan jalan
raya menurut fungsinya tersebut dibagi dalam kelas-kelas yang
penerapannya sangat dipengaruhi oleh perkiraan besarnya lalu
lintas yang diharapkan dijalan tersebut.

Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan


untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu
terberat (MST) dalam satuan ton yaitu antara lain:

II-5

1) Jalan kelas I
Jalan ini untuk semua jalan utama dan diutamakan untuk
melayani lalulintas cepat dan berat. Tidak terdapat kendaraan
lambat dan tidak bermotor. Jalan kelas I merupakan jalan yang
berjalur banyak dengan perkerasan dari jenis terbaik atau
lalulintas dengan pelayanan tinggi.
2) Jalan kelas II
Jalan ini mencakup jalan-jalan sekunder yang melayani
lalulintas lambat. Berdasarkan sifat komposisi lalulintasnya
dibagi menjadi tiga, yaitu kelas IIA, IIB, IIC.
a) Kelas IIA
Jalan kelas IIA merupakan jalur-jalur sekunder dua jalur
dengan permukaan jalan dari beton (hotmix). Lalulintas
lambat dan tanpa kendaraan tak bermotor.
b) Kelas IIB
Jalan IIB merupakan jalan sekunder dua jalur, tanpa
kendaraan lambat dan tanpa kendaraan bermotor.
c) Kelas IIC
Jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan
jalan terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor.
3) Jalan kelas III
Mencakup semua jalan-jalan penghubung dan berkonstruksi
berjalur tunggal atau dua. Konstruksi permukaan paling tinggi
adalah pelebaran dengan aspal.

II-6

2.1.2. Bagian-bagian jalan


2.1.2.1.Rumaja (Ruang manfaat jalan)
RUMAJA (Ruang Manfaat Jalan) adalah daerah jalan yang dibatasi
oleh batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan,
tinggi 5 meter diatas permukaan perkerasan pada sumbu jalan dan
kedalaman ruang bebas 1,5 meter di bawah muka jalan.
2.1.2.2.Rumija (Ruang milik jalan)
RUMIJA (Ruang Milik Jalan) adalah daerah jalan yang dibatasi
oleh lebar yang sama dengan Rumaja ditambah ambang pengaman
konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter dan kedalaman 1,5 meter.
2.1.2.3.Ruwasja (Ruang pengawasan jalan)
RUWASJA (Ruang Pengawasan Jalan) adalah ruang sepanjang
jalan di luar Rumaja yang dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu,
diukur dari sumbu jalan sebagai berikut :
a)

Jalan Arteri minimum 20 meter,

b)

Jalan Kolektor minimum 15 meter,

c)

Jalan lokal minimum 10 meter.

Untuk keselamatan pemakai jalan, Ruwasja di daerah tikungan ditentukan


oleh jarak pandang bebas.

Gambar 2.1. Penampang melintang jalan.

II-7

2.1.3. Jenis-jenis perkerasan


2.1.3.1.Perkerasan kaku (Rigid Pavement)
Perkerasan kaku yaitu perkerasan yang menggunakan semen
(Portland Cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan
atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa
lapisan pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul
oleh pelat beton
2.1.3.2. Perkerasan lentur (Flexible Pavement)
Perkerasan lentur yaitu perkerasan yang menggunakan aspal
sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat
memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
Perkerasan lentur terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu: lapis
permukaan (surface course), lapis pondasi (base course) dan lapis
pondasi bawah (subbase course). Ketebalan ketiga lapisan ini yang
menjadi kekuatan dari perkerasan lentur.
2.1.3.3. Perkerasan komposit (Composite Pavement)
Perkerasan komposit yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan
dengan perkerasan lentur diatas perkerasan kaku, atau perkerasan
kaku diatas perkerasan lentur.

II-8

2.2. Perencanaan perkerasan jalan beton


Susunan lapisan pada perkerasan jalan beton terdiri dari dua lapis, yaitu lapis
beton dan lapis pondasi di bawahnya. Lapis beton tersebut dikerjakan secara per
segmen dan lapis beton tersebut berada di atas lapis pondasi yang bisa berupa
material berbutir dengan tebal minimal 15 cm atau campuran beton kurus (leanmix-concrete) dengan tebal minimal 10 cm.

Gambar 2.2. Detail lapisan perkerasan kaku.


Hal ini tentu berbeda dengan jalan aspal yang konstruksinya terdiri dari tiga
lapis, yaitu: lapisan aspal, lapisan pondasi atas, lapisan pondasi bawah. Kekuatan
jalan aspal lebih didukung oleh lapisan perkuatan pondasi dibawahnya, maka
pondasi untuk konstruksi jalan aspal relatif lebih tebal (minimal 12-15cm).

II-9

Perbedaan antara perkerasan lentur (flexible pavement) dengan perkerasan kaku


(rigid pavement) yaitu :
Tabel 2.1. Perbedaan antara perkerasan kaku dengan perkerasan lentur
No.
Perbedaan
1. Distribusi
tegangan

2.

3.
4.

5.
6.

7.
8.

Perkerasan kaku
merata.

Perkerasan lentur
Terpusat.

Susunan
perkerasan

Dua lapis yaitu: lapis beton Tiga lapis yaitu: lapis


dan lapis pondasi.
aspal, lapis pondasi atas,
lapis pondasi bawah.
Tebal sub base
Relatif lebih tipis.
Relatif lebih tebal.
Kekuatan
Lebih ditentukan oleh tebal Ditentukan lapisan
dan kualitas beton itu
pondasi bawah (maka
sendiri.
pondasi lebih tebal).
Perawatan
Lebih awet, direncanakan
Perawatan berkala 3-5
20-40 tahun.
tahun.
Daya tahan beban Untuk menahan beban lalu Untuk menahan beban
lintas berat.
lalu lintas ringan dan
sedang.
Metode pengerjaan Per segmen (dengan
Langsung dihamparkan.
bekisting)
Biaya perawatan
Biasanya hanya pada
Mahal (mencapai dua kali
sambungan (biaya relatif
mahal dari perkerasan
kecil).
kaku).

Sumber : Perkerasan Jalan Beton Semen Portland Metode AASHTO, 1993.

2.2.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan


2.2.1.1.Tingkat pelayanan jalan
Suatu kondisi jalan yang menggambarkan tingkat pelayanan
intensitas lalu lintas yang akan direncanakan dengan melihat rasio
volume lalu lintas terhadap kapasitas jalan dan dipergunakan
sebagai indikator tingkat kinerja dari suatu ruas jalan yang biasa

II-10

disebut derajat kejenuhan (DS). Nilai derajat kejenuhan


menunjukan apakah segmen jalan akan mempunyai masalah
kapasitas atau tidak. Semakin besar DS akan menunjukan kinerja
jalan yang jelek.
Untuk mendapatkan derajat kejenuhan digunakan rumus :
=



.. 2.1

Menurut tingkat pelayanan jalan dibagi menjadi 6 keadaan yaitu:


a) Tingkat pelayanan A, dengan kondisi :
Arus lalu lintas bebas tanpa hambatan.
Volume dan kepadatan lalu lintas rendah.
Kecepatan kendaraan merupakan pilihan pengemudi.
b) Tingkat pelayanan B, dengan kondisi :
Arus lalu lintas stabil.
Kecepatan mulai dipengaruhi oleh lalu lintas, tetapi tetap
dapat dipilih sesuai kehendak pengemudi.
c) Tingkat pelayanan C, dengan kondisi :
Arus lalu lintas stabil.
Kecepatan mulai dipengaruhi oleh volume lalu lintas
sehingga tidak dapat dipilih lagi oleh pengemudi.
d) Tingkat pelayanan D, dengan kondisi :
Arus lalu lintas mulai tidak stabil.
Perubahan volume lalu lintas sangat mempengaruhi
besarnya kecepatan.

II-11

e) Tingkat pelayanan E, dengan kondisi :


Arus lalu lintas sudah tidak stabil.
Volume kira-kira sama dengan kapasitas.
Sering terjadi kemacetan.
f) Tingkat pelayanan F, dengan kondisi :
Arus lalu lintas tertahan pada kecepatan rendah.
Sering terjadi kemacetan.
Hubungan tingkat pelayanan dan derajat kejenuhan bias dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 2.2 Kondisi arus dalam nilai derajat kejenuhan
Tingkat pelayanan

Derajat kejenuhan

< 0,03

0,10 0,50

0,50 0,70

0,70 0,90

0,90 1

>1

Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

2.2.1.2.Penentuan lalu lintas harian rata-rata (LHR)


Lalu lintas harian rata-rata adalah volume lalu lintas dalam satu
hari. LHR digunankan sebagai volume jam perencanaan, yaitu
volume yang digunakan untuk perencanaan teknik jalan. Lalu
lintas rencana harus dianalisa berdasarkan atau hasil perhitungan
volume lalu lintas dan konfigurasi sumbu berdasarkan data
terakhir (< 2 tahun terakhir).

II-12

Besarnya volume jam perencanaan ditentukan dengan rumus :


 = 2.2

Dimana : VJP
K

= Volume Jam Perencanaan (smp/jam).

= Faktor K, faktor volume lalu lintas jam tersibuk


dalam setahun.

Untuk jalan antar kota disesuaikan dengan besarnya VLHR seperti


pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.3. Penentuan faktor-K berdasarkan Volume Lalu


Lintas Harian Rata-rata.
VLHR
> 50.000
30.000-50.000
10.000-30.000
5.000-10.000
1.000-5.000
< 1.000

Faktor lintas K (%)


46
68
6 -8
8 15
10 16
12 16

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota


Ditjen Bina Marga,1997

Data mengenai jumlah volume lalu lintas yang melintasi jalan


akses Puri Pamulang Mas Bumi Serpong Damai (BSD) adalah
Tabel 2.4. Jumlah lalu lintas rata-rata (LHR)
Jenis kendaraan
Sepeda motor
Mobil penumpang
Angkutan perkotaan
Bus
Truk 2 as
Truk 3 as
Total LHR

Jumlah kendaraan tahun 2013


(kendaraan/hari) 2 arah
1915
1152
433
102
23
17
3642

Sumber: PT. Artsietama Konsultan.

II-13

2.2.1.3. Umur rencana


umur rencana perkerasan jalan (n tahun) ditentukan atas dasar
pertimbangan-pertimbangan klasifikasi fungsional jalan, pola lalu
lintas serta nilai ekonomi jalan yang bersangkutan. Pada proyek
perencanaan jalan Puri Pamulang Mas umur rencana yang
direncanakan ialah 20 tahun sesuai dengan umur minimal pada
perkerasan kaku.
2.2.1.4. Kapasitas jalan

Kapasitas jalan adalah kemampuan suatu jalan yang menerima


beban lalu lintas atau jumlah kendaraan maksimum yang melewati
suatu penampang melintang jalan pada jalur jalan sesama satu jam
dengan kondisi serta arus tertentu.
Kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp).
Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas adalah :
C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs 2.3
Dimana :
C

= kapasitas sesungguhnya (smp/jam).

Co

kapasitas

dasar

untuk

kondisi

tertentu/ideal

(smp/jam).
FCw

= faktor penyesuaian lebar jalan.

FCsp

= faktor penyesuaian pemisah arah.

FCsf

= faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu

jalan.
FCcs

= faktor penyesuaian ukuran kota, ukuran jumlah


penduduk kota tersebut.

II-14

Tabel 2.5. Kapasitas Dasar (Co) untuk Jalan Perkotaan


Tipe jalan
4 lajur terbagi/jalan 1 arah
4 lajur tak terbagi
2 lajur tak terbagi

Kapasitas dasar
(smp/jam)
1.650
1.500
2.900

Keterangan
Per lajur
Per lajur
Total 2 arah

Sumber: Perkerasan Jalan Beton Semen Portland Metode AASHTO, 1993

Tabel 2.6. Faktor Penyesuaian Lebar Jalan (FCw)


Tipe jalan
4 lajur
terbagi/jalan 1
arah
4 lajur tak
terbagi

2 lajur tak
terbagi

Lebar jalur lalu-lintas efektif/Wc (m)


Per lajur 3,00
3,25
3,50
3,75
4,00
Per lajur 3,00
3,25
3,50
3,75
4,00
Per lajur 5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
11,00

FCw
0,92
0,96
1,00
1,04
1,08
0,91
0,95
1,00
1,05
1,09
0,56
0,87
1,00
1,14
1,25
1,29
1,24

Sumber: Perkerasan Jalan Beton Semen Portland Metode AASHTO, 1993

Tabel 2.7. Faktor Penyesuaian Untuk Pemisahan Arah (FCsp)


Pemisahan arah %-%
Dua lajur 2/2
Empat lajur 4/2
Jalan terbagi dan jalan
satu arah

50-50
1,00
1,00

60-40
0,94
0,97

70-30 80-20
0,88
0,82
0,94
0,91
1,00

Sumber: Perkerasan Jalan Beton Semen Portland Metode AASHTO, 1993

II-15

90-10
0,76
0,88

100-0
0,70
0,85

Tabel 2.8. Faktor Penyesuaian pengaruh hambatan samping (FCsf)


Tipe jalan

Kelas hambatan samping


(SFC)

4/2 D

Sangat rendah (VL)


Rendah (L)
Sedang (M)
Tinggi (H)
Sangat Tinggi (VH)

FCsf
Jarak: kereb - penghalang Wk (m)
0,5
1,0
1,5
2,0
1,00
1,01
1,01
1,02
0,97
0,98
0,99
1,00
0,93
0,95
0,98
0,99
0,87
0,90
0,93
0,96
0,81
0,85
0,88
0,92

4/2 UD

Sangat rendah (VL)


Rendah (L)
Sedang (M)
Tinggi (H)
Sangat Tinggi (VH)

1,00
0,96
0,91
0,84
0,77

1,01
0,98
0,93
0,87
0,81

1,01
0,99
0,96
0,90
0,85

1,02
1,00
0,98
0,94
0,90

Sangat rendah (VL)


Rendah (L)
Sedang (M)
Tinggi (H)
Sangat Tinggi (VH)

0,94
0,93
0,87
0,78
0,68

0,99
0,95
0,89
0,81
0,72

0,99
0,96
0,92
0,84
0,77

1,00
0,98
0,95
0,88
0,82

2/2 atau
jalan 1
arah

Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

Tabel 2.9. Faktor Penyesuaian untuk pengaruh ukuran kota (FCcs)


Ukuran kota (juta jiwa)
< 0.1
- 0,5
0,5 1,0
1,0 3,0
> 3,0

FCcs
0,86
0,90
0,94
1,00
1,04

Sumber: Perkerasan Jalan Beton Semen Portland Metode AASHTO, 1993

2.2.1.5.Tanah dasar
Parameter yang paling umum digunakan untuk menyatakan daya
dukung tanah dasar pada perkerasan kaku adalah modulus reaksi
tanah dasar (k). Nilai k dapat juga ditentukan berdasarkan nilai cbr
dengan cara menentukannya lewat grafik hubungan antara CBR
tanah dengan k. Nilai modulus reaksi tanah (k) minimum 2kg/cm.

II-16

2.2.2. Penentuan besaran rencana


2.2.2.1. Umur rencana
Perkerasan kaku umumnya direncanakan dengan umur rencana
(n) 20 tahun sampai 40 tahun.
2.2.2.2. Lalu lintas rencana
Lalu lintas harus dianalisa berdasarkan atau hasil perhitungan
volume lalu lintas dan konfigurasi sumbu berdasarkan data
terakhir ( 2 tahun terakhir).
Untuk keperluan perkerasan kaku, hanya kendaraan niaga yang
mempunyai berat total minimum 5 ton yang ditinjau dengan
kemungkinan 3 konfigurasi sumbu sebagai berikut:

Sumbu tunggal roda tunggal (STRT), misalnya: mobil


penumpang.

Sumbu tunggal roda ganda (STRG), misalnya: bus.


Sumbu tandem roda ganda (STdRG), misalnya: truk 3as
dan truk gandeng.
2.2.2.3. Kecepatan rencana
Kecepatan adalah besaran yang menunjukkan jarak yang
ditempuh kendaraan dibagi waktu tempuh, biasanya dinyatakan
dalam km/jam. Kecepatan rencana, VR, pada suatu ruas jalan

adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan jalan


raya yang memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak
dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah,

II-17

lalu lintas yang lengang dan pengaruh samping jalan yang


tidak berarti.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kecepatan rencana
adalah keadaan terrain apakah datar, berbukit atau gunung. Untuk
menghemat biaya tentu saja perencanaan jalan sepantasnya
disesuaikan dengan keadaan medan. Suatu jalan yang ada di
daerah datar tentu saja memiliki design speed yang lebih tinggi
dibandingkan pada daerah pegunungan atau daerah perbukitan.
Untuk kondisi medan yang sulit, kecepatan rencana suatu segmen
jalan dapat diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut
tidak lebih dari 20 km/jam (Bina marga 1997).

Tabel 2.10. Kecepatan Rencana, VR, sesuai klasifikasi fungsi dan klasifikasi
medan jalan
Fungsi
Kecepatan Rencana, VR (km/jam)
Datar
Bukit
Pegunungan
Arteri
70 120
60 80
40 70
Kolektor
60 90
50 60
30 50
Lokal
40 70
30 50
20 30
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota Ditjen Bina Marga,1997

2.2.3. Penentuan tebal plat beton


a)

Menghitung jumlah kendaraan niaga harian (JKNH) pada tahun


pembukaan perencanaan proyek.

b) Menghitung jumlah kendaraan niaga (JKN) selama umur rencana (n


tahun) dengan persamaan:
JKN = 365 x JKNH x R.2.4

II-18

Dimana:

JKNH = jumlah kendaraan niaga harian pada saat jalan


dibuka.

= faktor pertumbuhan lalu lintas yang besarnya


tergantung pada faktor pertumbuhan lalu
lintas tahunan (i) dan umur rencana (n).

dimana nilai R dihitung melalui persamaan:


=

()

. 2.5

Dimana: i = faktor pertumbuhan lalu lintas tahunan dalam persen (%).


n = umur rencana.
c) Menghitung jumlah sumbu kendaraan niaga harian (JSKNH),
kemudian mengitung jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama
umur rencana dengan rumus :
JSKN = 365 x JSKNH x R. 2.6

d) Menghitung persentase masing-masing beban sumbu dan jumlah


repetisi yang akan terjadi selama umur rencana dengan rumus:
Persentase beban sumbu =

 

2.7

Repetisi kumulatip tiap sumbu = JKN x persentase jumlah sumbu x


koef. distribusi jalur (dari tabel
2.11)

II-19

Tabel 2.11. Koefisien distribusi jalur


Jumlah jalur

Kendaraan niaga
1 Arah
2 Arah
1
1
0,70
0,50
0,50
0,475
0,45
0,425
0,40

1 jalur
2 jalur
3 jalur
4 jalur
5 jalur
6 jalur

Sumber: Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen), Departemen Pekerjaan


Umum, 2003

e)

Sebagai besarnya beban sumbu rencana dihitung dengan cara


mengalikan beban sumbu yang ditinjau dengan Faktor Keamanan
(FK) yang ditunjukan pada tabel 2.12.

Tabel 2.12. Faktor keamanan


Peranan jalan
Jalan tol
Jalan arteri
Jalan kolektor
Jalan lokal

FK (faktor keamanan)
1,2
1,1
1,0
-

Sumber: Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen), Departemen Pekerjaan


Umum, 2003

f) Menentukan perbandingan antara tegangan yang terjadi pada tabel


2.13.
g) Berdasarkan perbandingan tegangan tersebut, kemudian dari tabel
2.13 dapat diketahui jumlah pengulangan (repetisi) tegangan yang
diijinkan.
h) Dengan besaran-besaran beban sumbu, k dan tebal plat yang sudah
diketahui (ditaksir), besarnya tegangan yang terjadi bisa didapat dari
nomogram yang ada pada gambar.

II-20

Tabel 2.13. perbandingan tegangan dan jumlah repetisi yang diijinkan


Perbandingan

Jumlah pengulangan

Perbandingan

Jumlah pengulangan

Tegangan

Beban yang diijinkan

Tegangan*

Beban yang diijinkan

0,51+

400000

0,69

2500

0,52

300000

0,70

2000

0,53

240000

0,71

1500

0,54

180000

0,72

1100

0,55

130000

0,73

850

0,56

100000

0,74

650

0,57

75000

0,75

490

0,58

57000

0,76

360

0,59

42000

0,77

270

0,60

32000

0,78

210

0,61

24000

0,79

160

0,62

18000

0,80

120

0,63

24000

0,81

90

0,64

22000

0,82

70

0,65

8000

0,83

50

0,66

6000

0,84

40

0.67

4000

0,85

30

0,68

3500

Sumber: Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen), Departemen Pekerjaan Umum,
2003

Keterangan : *) Tegangan akibat beban dibagi dengan Modulud of Rapture (MR),


kuat tarik lentur beton pada umur 28 hari dianjurkan 40 kg/cm.
+) untuk perbandingan tegangan sama dengan atau lebih kecil dari 0,50
maka pengulangan beban tak terhingga.

II-21

i) Mengitung persentase lelah (fatigue) untuk setiap konfigurasi beban


sumbu dapat dihitung dengan cara:
persentase=




2.8

j) Total fatigue dihitung dengan cara menjumlahkan besarnya


persentase fatigue dari seluruh konfigurasi beban sumbu.
k) Langkah-langkah yang sama (a sampai j) diulang untuk tebal plat
beton lainnya yang dipilih/ditaksir.
l) Tebal plat beton yang dipilih/ditaksir dinyatakan sudah benar/cocok
apabila total fatigue yang didapat besarnya lebih kecil atau sama
dengan 100%.

2.2.4. Rencana penulangan jalan beton


Besi tulangan yang dipakai dalam perkerasan kaku mempunyai fungsi
utama yaitu:
1) Membatasi lebar retakan, agar kekuatan plat tetap dipertahankan.
2) Memperhatikan penggunaan plat yang lebih panjang agar dapat
mengurangi

jumlah

sambungan

melintang

sehingga

dapat

meningkatkan kenyamanan.
3) Mengurangi pengaruh kembang susut karena perubahan suhu.
4) Mengurangi biaya pemeliharaan.

Besi tulangan yang dipakai harus lebih bersih dari oli, kotoran, karat dan
pengelupasan. Tulangan harus dipasang sebelum pembetonan dengan
diberi penyangga yang ditahan pada letak yang diinginkan.

II-22

2.2.4.1. Rencana tulangan melintang


Luas tulangan melintang (As) yang diperlukan pada perkerasan
beton

menerus

dengan

tulangan

dihitung

menggunakan

persamaan:

As =

(..)

.. 2.9

Dimana : As = luas penampang tulangan baja (mm/m


lebar pelat).
F = koefisien gesek antara pelat beton dan pondasi
dibawahnya. (lihat tabel 2.14.)
L = jarak antara sambungan yang tidak diikat dan/atau
tepi bebas pelat (m).
h = tebal plat (m).
fs = kuat tarik ijin tulangan (Mpa) ( 230 Mpa).
2.2.4.2. Perencanaan tulangan memanjang
Tulangan memanjang yang dibutuhkan pada perkerasan beton
bertulang menerus dengan tulangan dihitung dari persamaan
berikut:

(1,3 0,2). 2.10

.

II-23

Dimana : Ps = persentase tulangan memanjang yang dibutuhkan


terhadap penampang beton (%).
ft = kuat tarik beton (0,4 0,5 MR).
fy = tegangan kekuatan baja.

n = angka ekivalensi antara baja dan beton ()

F =
koefisien gesekan antara plat beton dengan
lapisan dibawahnya (tabel 2.14.).
Es = modulus elastisitas baja (20000 kg/cm).

Ec = modulus elastisitas beton 1400


Tabel 2.14. koefisien gesekan antara plat beton dengan lapis pondasi bawah
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Jenis pondasi
Burtu, Lapen dan konstruksi sejenis
Aspal beton, lataston
Stabilisasi kapur
Stabilisasi aspal
Stabilisasi semen
Koral
Batu pecah
Sirtu
Tanah

Faktor gesekan (F)


2,2
1,8
1,8
1,8
1,8
1,5
1,5
1,2
0,9

Sumber: Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen), Departemen Pekerjaan Umum,
2003

II-24

Anda mungkin juga menyukai