Anda di halaman 1dari 42

PERMUKIMAN PESISIR DAN KEPULAUAN

BENTUK DAN JENIS JALAN DI DESA PESISIR CIKOANG

STUDI KASUS: DESA CIKOANG, KABUPATEN TAKALAR.

DISUSUN OLEH :

MUH. SYAID MUGHNI S.

D051171307

DEPARTEMEN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
GOWA
2020

P a g e 1 | 42
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan hasil laut yang


melimpah, keunikan karakteristik, dan posisi yang strategis memberi dampak
perkembangan kota-kota pesisir di Indonesia sangat pesat. Dewasa ini, Isu-isu
permasalahan yang terjadi di lingkungan mencakup tingginya urbanisasi,
meningkatnya kemiskinan, mening-katnya ketimpangan sosial, merosotnya
kualitas lingkungan hidup, pertumbuhan kawasan pesisir yang belum
seimbang, dan persoalan globalisasi memicu pertumbuhan kekumuhan pada
suatu kawasan. Permukiman padat di kawasan pesisir Cikoang memiliki
bangunan relatif kecil dan saling berdekatan, kualitas rumah yang rendah
serta fasilitas sarana dan prasarana lingkungan permukiman yang kurang baik,
men- jadi pertimbangan untuk mengadakan penelitian mengenai konsep tata
bangunan pada permu-kiman padat di kawasan pesisir pantai Cikoang
sehingga dapat menata lingkungan menjadi lebih baik ke depannya.

Sempadan pantai merupakan kawasan yang secara undang-undang


merupakan kawasan lindung yang memiliki fungsi utama untuk menjaga
kelsetarian lingkungan hidup. Pembangunan di kawasan pantai tidak dapat
dihindari dan seringkali melanggar batas-batas sempadan pantai , jalan
merupakan salah satu infrastruktur penting terkadang dibangun di kawasan
pantai, hal itu tidak melanggar peraturan yang sudah ada , karena fungsi jalan
dikawasan pantai adalah sebagai jalan masuk dan jalan evakuasi apabila
terjadi bencana.

Pengembangan kawasan pantai tidak dapat dihindari akibat laju


urbanisasi yang pesat dari daratan menuju ke pantai, perubahan tata guna
lahan dari hutan mangrove atau hutan pantai menjadi kawasan permukiman
penduduk yang sudah terjadi , akan tetapi dalam perencanaan kondisi

Page1|
lingkungan pantai seringkali di abaikan oleh pemerintah akibatnya akses jalan
menjadi cepat rusak.

Dari latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengangkat sebuah


penelitian yang berjudul “BENTUK DAN JENIS JALAN PERMUKIMAN
PESISIR DI CIKOANG”

B. Rumusan Masalah

Bagaimana karakteristik jalan di desa pesisir cikoang

C. Tujuan

Untuk mengetahui apa saja bentuk dan jenis jalan yang ada di pesisir desa
cikoang
D. Manfaat/Urgensi

a. Untuk menambah literatur tentang bentuk dan jenis jalan pesisir di cikoang
b. Untuk sebagai bahan acuan dalam melakukan penelitian tentang bentuk dan
jenis jalan pesisir di cikoang

Page2|
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Kawasan Pesisir
Pesisir adalah daerah yang berada di tepi laut sebatas antara surut
terendah dan pasang tertinggi dimana daerah pantai terdiri atas daratan
dan perairan. Pada daerah pantai masing-masing wilayah masih
dipengaruhi oleh aktivitas darat (dilakukan di daerah perairan) serta
aktivitas marine (dilakukan di daerah daratan), sehingga dapat
disimpulkan bahwa kedua daerah tersebut saling memiliki
ketergantungan satu sama lain, atau dapat juga diartikan saling
mempengaruhi (Yuwono, 1999; Triatmodjo, 1999 dalam Kodoatie,
2010).
1.1 Sempadan Pantai
UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil, sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian
pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik
pantai, berjarak minimal 100m dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Jarak bebas atau batas wilayah pantai (sempadan pantai) tidak boleh
dimanfaatkan untuk lahan budidaya atau untuk didirikan bangunan.
Untuk kawasan Permukiman, terdiri dari 2 (dua) tipe yaitu:
 Bentuk pantai landai dengan gelombang
<2m, lebar sempadan 30-75m.
 Bentuk pantai landai dengan gelombang
>2m, lebar sempadan 50-100m.

2.1 Pengertian Jalan


Jalan raya adalah jalur - jalur tanah di atas permukaan bumi yang
dibuat oleh manusia dengan bentuk, ukuran - ukuran dan jenis konstruksinya
sehingga dapat digunakan untuk menyalurkan lalu lintas orang, hewan dan
kendaraan yang mengangkut barang dari suatu tempat ke tempat lainnya
dengan mudah dan cepat (Clarkson H.Oglesby,1999).

Page3|
Untuk perencanaan jalan raya yang baik, bentuk geometriknya
harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga jalan yang bersangkutan
dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada lalu lintas sesuai
dengan fungsinya, sebab tujuan akhir dari perencanaan geometrik ini
adalah menghasilkan infrastruktur yang aman, efisiensi pelayanan arus
lalu lintas dan memaksimalkan ratio tingkat penggunaan biaya juga
memberikan rasa aman dan nyaman kepada pengguna jalan.

2.1.1 Klasifiksi Jalan

Klasifikasi jalan merupakan aspek penting yang pertama kali


harus diidentifikasikan sebelum melakukan perancangan jalan, karena
kriteria desain suatu rencana jalan yang ditentukan dari standart desain
ditentukan oleh klasifikasi jalan rencana. Pada prinsipnya klasifikasi
jalan dalam standar desain (baik untuk jalan antar kota maupun jalan
luar kota) didasarkan kepada klasifikasi jalan menurut undang-undang
dan peraturan pemerintah yang berlaku.

2.1.2 Klasifikasi jalan menurut fungsinya:

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.34


tahun 2006 tentang jalan, klasifikasi jalan menurut fungsinya terbagi
menjadi empat jalan, yaitu:

1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani


angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-
rata tinggi antara kota yang penting atau antara pusat produksi dan
pusat- pusat eksport, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
berdaya guna. Adapun ciri-cirinya sebagai berikut :

a. Dilalui oleh kendaraan berat > 10 ton, 10 ton adalah beban ganda

b. Dilalui oleh kendaraan dengan kecepatan tinggi > 80 km/jam

2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani

Page4|
angkutan pengumpul atau pembagi dengan perjalanan jarak sedang,
kecepatan rata-rata sedang, jumlah jalan masuk dibatas serta
melayani daerah-daerah di sekitarnya.
Adapun cirinya sebagai berikutnya:

a. Kendaraan yang melaluinya yaitu kendaraan ringan < 10 ton.

b. Dilalui oleh kendaraan dengan kecepatan sedang (40-80 km/jam)

3. Jalan penghubung atau jalan lokal merupakan jalan keperluan


aktivitas daerah yang sempit juga dipakai sebagai jalan penghubung
antara jalan-jalan dari golongan yang lama atau yang belainan.
Adapun ciri-cirinya sebagai berikut:
a. Melayani semua jenis pemakai jalan, kendaraan ringan serta
kendaraan berat namun dibatasi dari pusat pemukiman ke pusat
industri.
b. Kecepatan kendaraan rendah (maksimum 60 km/jam).

4. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani


angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan
rata rata rendah dan bahaya untuk kendaraan-kendaraan kecil.

2.1.3 Klasifikasi jalan menurut karakteristik kendaraan yang dilayani.

Klasifikasi jalan berdasarkan karakteristik kendaraan, terdiri atas:

1. Kelas I

Kelas jalan ini mencangkup semua jalan utama dan dimaksudkan


untuk dapat melayani lalu lintas cepat dan berat. Dalam komposisi
lalu lintasnya tak terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tak
bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran
panjang tidak melebihi 18.000 mm dan muatan sumbu terberat
(MST) yang diizinkan lebih besar dari 10 ton.
2. Kelas II

Kelas jalan ini mencangkup semua jalan-jalan sekunder. Dalam


komposisi lalu lintasnya terdapat lalu lintas lambat dengan ukuran
lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi
18.000 mm dan muatan sumbu terberat (MST) yang diizinkan 10 ton.

Page5|
Kelas jalan ini, selanjutnya berdasarkan komposisi dan sifat lalu
lintasnya, dibagi dalam tiga kelas, yaitu:

Tabel 2.1 Klasifikasi Kelas Jalan dalam MST


Muatan Sumbu Terberat
Fungsi Kelas MST (ton)

Jalan Arteri I >10


II
10
III A
8
Jalan Kolektor III A 8
III B
8
(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.038/BM/1997)

3. Kelas III

Kelas jalan ini mencangkup semua jalan-jalan penghubung dan


merupakan konstruksi jalan berjalur tunggal atau dua. Konstruksi
permukaan jalan yang paling tinggi adalah pelaburan dengan aspal.
Klasifikasi jalan berdasarkan lalu lintas harian rata-rata dapat dilihat
pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Klasifikasi Jalan Berdasarkan LHR

Klasifikasi Kelas Lalu Lintas Harian Rata-Rata


Fungsi (LHR)
Dalam Satuan SMP
Utama I > 20.000
Sekunder II A 6000 s/d 20.000
II B
1500 s/d 8000
II C
< 2000
Penghubung III
(Sumber : Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya, 1970)

Page6|
2.1.4 Klasifikasi jalan menurut status

Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan


nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota dan jalan desa.
1. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam
sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota
provinsi dan jalan strategis nasional serta jalan tol.
2. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan
primer yang menghubung ibukota provinsi dengan ibukota
kabupaten atau kota, atau antar ibukota kabupaten atau kota dan
jalan strategis provinsi.
3. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan
primer yang tidak termasuk dalam jalan nasional dan jalan provinsi,
yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan
lokal, antar pusat kegiatan lokal serta jalan umum dalam sistem
jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten dan jalan strategis
kabupaten.
4. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan sekunder yang
menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan
pusat pemukiman yang berada di dalam kota.
5. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan
antar permukiman di dalam desa serta jalan lingkungan.

2.1.5 Klasifikasi jalan menurut medan topografi

Berdasarkan perhitungan rata-rata dari ketinggian muka tanah


lokasi rencana, maka dapat diketahui lereng melintang yang digunakan
untuk menentukan golongan medan. Klasifikasi jalan berdasarkan
medan jalan dapat dilihat pada tabel 2.3

Page7|
Tabel 2.3 Klasifikasi Menurut Medan Jalan

Golongan Medan Lereng Melintang


Datar (D) 0% - 9,9%
Perbukitan (B) 10% - 24,9%
Gunung (G) ≥25%
(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/BM/1997)
2.1.6 Klasifikasi menurut tipe jalan

Klasifikasi jalan menurut tipe jalan terdiri atas:

1. Jalan tidak terbagi (TB), yaitu ruas jalan yang pembatas jalurnya
berupa marka jalan (terputus-putus atau menerus).
2. Jalan terbagi (B), yaitu ruas jalan yang pembatas jalurnya berupa
bangunan, yang disebut median secara teknis berupa bangunan yang
dilengkapi dengan taman atau sekedar pasangan Kerb beton.
2.1.7 Klasifikasi jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana
jalan
Pengaturan kelas jalan menurut Undang-Undang RI nomor 38
tahun 2004 berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan
dikelompokkan atas jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang dan
jalan kecil.
1. Jalan bebas hambatan (freeway) adalah jalan umum untuk lalulintas
menerus yang memberikan pelayanan menerus atau tidak terputus

dengan pengendalian jalan masuk secara penuh dan tanpa adanya


persimpangan sebidang, serta dilengkapi dengan pagar ruang milik
jalan,

paling sedikit dan lajur setiap arah dan dilengkapi dengan median.
2. Jalan raya (highway) adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus
dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi
dengan median, paling sedikit 2 lajur setiap arah.
3. Jalan sedang (road) adalah jalan umum dengan lalu lintas jarak
sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling
sedikit 2 lajur 2 arah dengan lebar paling sedikit 7 meter.

Page8|
4. Jalan kecil (street) adalah jalan umum untuk melayani lalu lintas
setempat paling sedikit 2 lajur 2 arah dengan lebar paling sedikit 5,5
meter.
2.2 Perencanaan Geometrik

Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan


yang dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat
memenuhi fungsi dasar dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum
pada arus lalu lintas dan sebagai akses ke rumah-rumah. Dalam lingkup
perencanaan geometrik tidak termasuk perencanaan tebal perkerasan jalan,
walaupun dimensi dari perkerasan merupakan bagian dari perencanaan
geometrik sebagai bagian dari perencanaan jalan seutuhnya. Demikian pula
dengan drainase jalan. Jadi tujuan dari perencanaan geometrik jalan adalah
menghasilkan infrastruktur yang aman, efisiensi pelayanan arus lalu lintas
dan memaksimalkan ratio tingkat penggunaan/biaya pelaksanaan. Ruang,
bentuk, dan ukuran jalan dikatakan baik, jika dapat memberikan rasa aman
dan nyaman kepada pemakai jalan.

Yang menjadi dasar perencanaan geometrik adalah sifat gerakan dan


ukuran kendaraan, sifat pengemudi dalam mengendalikan gerak
kendaraannya, dan karakteristik arus lalu lintas. Hal-hal tersebut haruslah
menjadi bahan pertimbangan perencana sehingga dihasilkan bentuk dan
ukuran jalan, serta ruang gerak kendaraan yang memenuhi tingkat
kenyamanan dan keamanan yang diharapkan. (Silvia Sukirman, 1999).
Menurut Sukirman (1999), perencanaan konstruksi jalan raya
membutuhkan data-data perencanaan yang meliputi data lalu lintas, data
topografi, data penyelidikan tanah, data penyelidikan material, dan data
penunjang lainnya. Semua data ini sangat diperlukan dalam merencanakan
suatu konstruksi jalan raya, karena data ini memberikan gambaran yang
sebenarnya dari lokasi suatu daerah dimana ruas jalan ini akan dibangun.
Dengan adanya data-data ini, kita dapat menentukan geometrik dan tebal
perkerasan yang diperlukan dalam merencanakan suatu konstruksi jalan
raya.

Page9|
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan menjelaskan bentuk dan jenis jalan yang


ada di desa pesisir cikoang. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan
fenomena-fenomena obyektif berdasarkan survey, observasi, pengukuran,
wawancara dan literatur. Oleh karena itu, maka digunakan metode
penelitian gabungan kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan
untuk mendeskripsikan fenomena aspek fisik terhadap Bentuk dan jenis
jalan yang ada di desa pesisir cikoang.

3.2. Lokasi Permukiman


Penelitian akan dilakukan pada permukiman Desa Cikoang yang
merupakan permukiman di pesisir sungai dan merupakan permukiman
yang tatanan ruangnya terbentuk akibat budaya dan religi.

Gambar 3.1. Lokasi Penelitian (Google Earth,2019)

3.3. Jenis Data

Adapun jenis data yang telah dijaring dalam penelitian ini untuk
menemukan solusi permasalahan dijelaskan pada tabel 3.1

P a g e 10 |
Tabel 3.1 Kebutuhan Data
Data yang Dibutuhkan Jenis Teknik
N Aspek Data Manfaat Data Pengambila
o Data n Data
1 Aspek
. Konfigurasi
Ruang
Permukiman
1. Jenis jalan a. Aksesibilitas Menjelaskan Data Survey,
b. Pola konfigurasi primer observasi,
pergerakan ruang kuisioner
c. Jenis dan permukiman dan
fungsi jalan rekapitulasi

2. bentuk a. Material yang di Menjelaskan Data Survey,


jalan gunakan konfigurasi primer observasi,
b. Ukuran lebar ruang kuisioner
jalan permukiman dan
rekapitulasi

Data-data tersebut diatas selanjutnya akan di analisis dengan cara mengkaitkan


dengan teori-teori, konsep-konsep, peraturan yang terkait, kondisi lingkungan
setempat dan opini (pendapat/keinginan/harapan masyarakat sekitar).
3.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:
 Orientasi lapangan atau studi eksploratif dengan pengamatan mendalam dan
pencatatan secara konstekstual.
 Wawancara mendalam dengan sumber data. Wawancara dilakukan pada
tokoh masyarakat, staf desa dan masyarakat umum.
 Wawancara dilakukan secara mendalam dan bersifat pertanyaan terbuka.

P a g e 11 |
3.5. Teknik Analisis Data
Data-data yang dijaring dari hasil eksplorasi lapangan melalui
pengamatan langsung dan wawancara, dikumpulkan dan dikelompokkan sesuai
dengan kelompoknya masing-masing. Setelah itu diidentifikasi kondisi dari setiap
kelompok data tersebut. Hasil identifikasi setiap kelompok data kemudian
disandingkan untuk mengetahui karakter umum lingkungan permukiman tepian
air Desa Cikoang.
Tahap selanjutnya adalah melakukan analisa data dengan menggunakan
teknik presentasi dan analisa space syntax untuk bentuk dan jenis jalan yang ada
di desa pesisir cikoang .

P a g e 12 |
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Desa Cikoang

1. Letak dan Luas Wilayah

Batas wilayah desa Cikoang (Sumber : Google earth)

Secara geografis, Desa Cikoang adalah salah satu desa yang terletak di
pesisir selatan Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar,
Sulawesi Selatan pada posisi 1190 25’– 1190 28’ LS dan 50 31’– 50 34’
BT. Dengan luas wilayah 555,49 Ha Desa Cikoang berjrak 7,90 Km dari
ibu kota Kecamtan Mangarabombang. Sedangkan Jarak Desa Cikoang
dengan ibu kota Kabupaten Takalar yaitu 15,50 Km. Adapun batas – batas
dari desa Cikoang secara administrasi yaitu:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bontomanai Kecamatan Mangarabombang

 Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pattoppakang Kecamatan


Mangarabombang

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Laikang dan Desa Punaga


Kecamatan Mangarabombang
 Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Lakatong Kecamatan Mangarabombang

P a g e 13 |
Di tengah-tengah desa ini terdapat aliran sungai yang oleh warga
Cikoang disebut sebagai Muara Cikoang. Sungai inilah yang selalu dijadikan
sebagai lokasi pelaksanaan Maudu Lompoa setiap tahunnya. Secara
keseluruhan, luas daerah desa Cikoang adalah sebesar 555,5 Ha. Luas
tersebut meliputi empat dusun di dalamnya, yaitu dusun Cikoang, dusun
Bontobaru, dusun Bila-bilaya dan dusun Jonggowa.

P a g e 14 |
Gambar daerah pesisir cikoang (sumber : Google Earth)

Block plan desa pesisir cikoang (sumber : CAD Mapper)

Pola pemukiman masyarakat Cikoang tidak memiliki aturan tertentu dan


setelah semua proses administrasi kepemilikan tanah sudah dimiliki, maka pemilik
memiliki hak untuk membangun. Dan karena masyarakat desa Cikoang mayoritas
muslim maka akan dilalukan acara syukuran dan doa untuk mendirikan bangunan.

P a g e 15 | 42
2. Topografi dan Keadaan Alam
Seluruh wilayah Cikoang terletak pada dataran rendah dengan jarak
ketinggian terdekat dari permukaan laut adalah setinggi 2 m. Dari
keseluruhan luas wilayah Cikoang, 45,86 % digunakan untuk perkebunan,
30,26 % merupakan lahan persawahan, 6,20 % adalah lahan pemukiman
warga, dan sisanya adalah lahan pekarangan, perkantoran dan prasarana
umum lainnya.
Seperti wilayah lain di Indonesia pada umumnya, Cikoang juga
beriklim tropis. Rata-rata curah hujan yang turun adalah 1.883 mm tiap
tahunnya di mana musim hujan berlangsung pada bulan Desember sampai
Maret. Sedangkan pada bulan April sampai November terjadi musim
kemarau. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan hujan juga turun
pada musim kemarau, hanya saja pada bulan Desember sampai Maret
adalah bulan di mana hujan turun paling sering.

3. Kondisi Demografi
a. Perkembangan Jumlah Penduduk
Perkembangan jumlah penduduk desa Cikoang yang tercatat dari tahun
2010 hingga 2018 yang menjelaskan jumlah penduduk Desa Cikoang
berkembang secara fluktuatif.

Tabel 2 : Perkembangan Penduduk di Desa Cikoang


Laju pertumbuhan
Kelurahan Jumlah penduduk
penduduk per tahun
(%)
2010 2017 2018 2010-2018 2016-2018
Cikoang 2 911 3 022 3 048 0,58 0,43
Sumber : Kecamatan Manggarabombang Dalam Angka Tahun 2019 (BPS)

P a g e 16 |
b. Distribusi dan Kepadatan Penduduk
Distribusi jumlah penduduk di desa cikoang 3.048 jiwa
atau sekitar 7.78% dari jumlah penduduk di kecamatan
Mangarabombang.

Tabel 3 : Distribusi dan Kepadatan Penduduk Desa Cikoang

Jumlah Kepadatan
Kelurahan Luas Pendudu Presentas
rumah penduduk
(km2) k e
Tangga per km2
Cikoang 5,56 3 048 675 7,78 548
Sumber : Kecamatan Manggarabombang Dalam Angka Tahun
2019 (BPS)

c. Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin

Jenis kelamin (jiwa)


Kelurahan Rasio jenis kelamin
Laki-laki Perempuan Total

Cikoang 1 424 1 624 3 048 0,88


Sumber : Kecamatan Manggarabombang Dalam Angka Tahun
2019 (BPS)

P a g e 17 |
B. karakteristik jalan di desa pesisir cikoang
1. Bentuk jalan di desa Cikoang
Bentuk jalan di desa cikoang adalah bentuk pola jalan lingkungan
sejajar dengan garis pantai, dengan akses utama yang sejajar dengan
garis pantai, bentuk pola yang biasanya berkembang tanpa melalui
proses perencanaan dan pengendalian ruang. Pada desa Cikoang, jalur
jalan utama berfungsi sebagai jalan kolektor dan jalur jalan penyalur
berfungsi sebagai jalan lokal. Jalan kolektor di desa Cikoang termasuk

kedalam jalan kelas II yang terbuat dari material aspal. Sedangkan


jalan lokal di desa Cikoang termasuk kedalam jalan kelas III yang
sebagian terbuat dari material aspal dan beton

2. Jenis jalan desa Cikoang

A. Di desa Cikoang terdapat dua jenis jalan yang ada yaitu jalan kolektor dan
jalan lokal. Jalan kolektor melintas di tengah permukiman yang
menghubungkan desa Lakatong dan desa Cikoang. Jalan lokal yang ada
menghubungkan permukiman masyarakat dengan jalan kolektor
1. Jalan kolektor
Jalan kolektor yang ada di desa cikoang merupakan akses
utama atau akses penghubung ke desa cikoang dan desa Lakatong ,
material

P a g e 18 |
yang di gunakan di jalan utama/jalan kolektor tersebut adalah material
Aspal

Jenis jalan desa Cikoang (Sumber : peta kondisi jalan cikoang)

P a g e 19 | 42
Jalan desa Cikoang (Sumber : google earth )
2. Jalan Lingkungan
Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan
rata- rata rendah dan hanya untuk kendaraan-kendaraan kecil. Adapun
material yang digunakan adalah aspal, kerikil, dan beton-cor.

Jalan desa Cikoang (Sumber : google earth )

P a g e 20 |
3 Analisis jalan di desa cikoang

3.1 Kerusakan jalan

Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan


kondisi permukaan jalan desa cikoang terdapat banyak
kerusakan seperti jalan yang berlubang, aspal yang retak,
dan berbagai kerusakan lainnya.
Di desa cikoang terdapat banyak jalan alternatif
yang sering di lalui masyarakat. Contoh kerusakan jalan
dapat kita lihat Khususnya jalan yang menghubungkan
antara desa cikoang ke desa pattopakang kecamatan
maangarabombang kabupaten takalar kurang lebih 10
tahun belum dapat

perbaikan. kondisi jalan selain banyak berlubang juga sangat


berbahaya bagi pengendara roda dua maupun roda empat. saat di musim
hujan air tergenang di jalan yang berlubang.

P a g e 21 |
 Berikut adalah beberapa titik jalan yang rusak

(gambar titik jalan yang rusak sumber : Google Earth)

Terdapat 20 titik kerusakan jalan yang menghubungkan desa cikoang ke desa pattopakang.
pada titik tersebut terdapat berbagai macam kerusakan mulai dari kerusakan yang kecil,
sedang, dan berat.
 Jalan rusak tingkat kecil
Terdapat 3 titik jalan yang mengalami tingkat kerusakan yang kecil.
Berikut adalah titik jalan yang tingkat kerusakannnya kecil

P a g e 22 |
(Gambar sumber: google earth)

 Gambar 1

(Gambar sumber: google earth)

P a g e 23 |
 Gambar 2

(Gambar sumber: google earth)

 Gambar 3

(Gambar sumber: google earth)

P a g e 24 |
 Jalan rusak tingkat sedang
Terdapat 3 titik jalan yang mengalami tingkat kerusakan yang sedang
Berikut adalah titik jalan yang tingkat kerusakannnya sedang

(Gambar sumber: google earth)

 Gambar 1

6
5

34

1
2

(Gambar sumber: google earth)

 Gambar 2

P a g e 25 |
(Gambar sumber: google earth)
 Gambar 3

(Gambar sumber: google earth)

P a g e 26 |
 Gambar 4

(Gambar sumber: google earth)

 Gambar 5

(Gambar sumber: google earth)

P a g e 27 |
 Gambar 6

(Gambar sumber: google earth)

 Gambar 5

(Gambar sumber: google earth)

P a g e 28 |
 Jalan rusak tingkat berat
Terdapat 3 titik jalan yang mengalami tingkat kerusakan yang berat
Berikut adalah titik jalan yang tingkat kerusakannnya berat

10
9

(Gambar sumber: google earth)

 Gambar 1

(Gambar sumber: google earth)

P a g e 29 |
 Gambar 2

(Gambar sumber: google earth)

 Gambar 3

(Gambar sumber: google earth)

P a g e 30 |
 Gambar 4

(Gambar sumber: google earth)

 Gambar 5

(Gambar sumber: google earth)

P a g e 31 |
 Gambar 6

(Gambar sumber: google earth)

 Gambar 7

(Gambar sumber: google earth)

P a g e 32 |
 Gambar 8

(Gambar sumber: google earth)

 Gambar 9

(Gambar sumber: google earth)

P a g e 33 |
 Gambar 10

(Gambar sumber: google earth)

3.2 Faktor Penyebab Kerusakan

Menurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstruksi perkersasan jalan dapat


disebabkan oleh :
 Lalu lintas, yang dapat berupa peningkatan beban dan repetisi beban,

 Air, yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase yang tidak berjalan
dengan baik, naiknya air akibat sifat kapilaritas,
 Material konstruksi perkerasan, yang dapat disebabkan oleh sifat material itu
sendiri atau bias disebabkan oleh sistem pengolahan bahan itu sendiri,
 Iklim di Indonesia yang tropis cenderung mengakibatkan suhu udara dan
curah hujan yang umumnya tinggi sehingga dapat menjadi salah satu
penyebeab kerusakan jalan yang ada di Indonesia ini,

 Kondisi tanah yang tidak setabil, kemungkinan bisa disebabkan oleh sistem
pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat tanah
dasarnya itu sendiri,
 Proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik.

Umumnya kerusakan-kerusakan yang timbul itu tidak disebabkan oleh satu


faktor saja, tetapi dapat juga merupakan gabungan dari penyebab yang saling
berkaitan. Sebagai contoh adalah retak pinggir, pada awalnya dapat diakibatkan oleh

P a g e 34 |
tidak baiknya sokongan dari samping. Dengan terjadinya retak pinggir,
memungkinkan air meresap masuk ke lapis di bawahnya yang melemahkan ikatan
antara aspal dengan agregat, hal ini dapat menimbulkan lubang-lubang, disamping
melemahkan daya dukung lapisan di bawahnya. Dalam mengevaluasi keruskan jalan
perlu di tentukan :
 Jenis kerusakan (distress type) dan penyebabnya,

 Tingkat kerusakan (distress severity),

 Jumlah kerusakan (distress amount)

P a g e 35 |
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan hasil survey analisi mengenai bentuk dan jenis jalan
yang ada di desa cikoang yaitu maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
bahwa bentuk jalan didesa cikoang adalah berbentuk pola jalan lingkungan
sejajar dengan garis pantai, dengan akses utama yang sejajar dengan garis
pantai. Secara geografis, Desa Cikoang adalah salah satu desa yang terletak di
pesisir selatan Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi
Selatan. Adapun batas – batas dari desa Cikoang secara administrasi yaitu:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bontomanai Kecamatan


Mangarabombang
 Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pattoppakang Kecamatan
Mangarabombang
 Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Laikang dan Desa Punaga
Kecamatan Mangarabombang
 Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Lakatong Kecamatan
Mangarabombang

Pola pemukiman masyarakat Cikoang tidak memiliki aturan tertentu


dan setelah semua proses administrasi kepemilikan tanah sudah dimiliki,
maka pemilik memiliki hak untuk membangun. Dan karena masyarakat desa
Cikoang mayoritas muslim maka akan dilalukan acara syukuran dan doa
untuk mendirikan bangunan. Seluruh wilayah Cikoang terletak pada dataran
rendah dengan jarak ketinggian terdekat dari permukaan laut adalah setinggi 2
m. Dari keseluruhan luas wilayah Cikoang, 45,86 % digunakan untuk
perkebunan, 30,26 % merupakan lahan persawahan, 6,20 % adalah lahan
pemukiman warga, dan sisanya adalah lahan pekarangan, perkantoran dan
prasarana umum lainnya.

Bentuk jalan di desa cikoang adalah bentuk pola jalan lingkungan


sejajar dengan garis pantai, dengan akses utama yang sejajar dengan garis
pantai, bentuk pola yang biasanya berkembang tanpa melalui proses
perencanaan dan

P a g e 36 |
pengendalian ruang.Di desa Cikoang terdapat dua jenis jalan yang ada yaitu
jalan kolektor dan jalan lokal. Jalan kolektor melintas di tengah permukiman
yang menghubungkan desa Lakatong dan desa Cikoang. Jalan lokal yang ada
menghubungkan permukiman masyarakat dengan jalan kolektor. j alan kolektor
yang ada di desa cikoang merupakan akses utama atau akses penghubung
ke desa cikoang dan desa Lakatong sedangkan Jalan lingkungan
merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan
dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah dan
hanya untuk kendaraan-kendaraan kecil.

P a g e 37 |
DAFTAR PUSTAKA

Kodoatie, Robert J. dan Sjarief, Roestam. (2010). Tata Ruang Air. Penerbit Andi,
Yogyakarta

UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengolahan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau


Kecil

Clarkson H, Oglesby, 1999, Alih Bahasa, Teknik Jalan Raya Jilid 1,


Gramedia, Jakarta

PP RI No.34 tahun 2006 tentang jalan

Sukirman, Silvia. 1999. Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Bandung


:Nova

P a g e 38 |
P a g e 39 |
P a g e 40 |
P a g e 41 |

Anda mungkin juga menyukai