Anda di halaman 1dari 42

PERMUKIMAN PESISIR DAN KEPULAUAN

PENGARUH KARAKTERISTIK MASYARAKAT TERHADAP POLA PEMUKIMAN

STUDI KASUS: DESA CIKOANG, KABUPATEN TAKALAR.

DISUSUN OLEH :

ARMAN BUDI SANTOSO R.

D051171511

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOWA

2020
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

DAFTAR ISI ......................................................................................................................i

DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................................ii

DAFTAR TABEL...............................................................................................................iii

A. Latar Belakang ...............................................................................................................1


B. Rumusan Masalah..........................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian............................................................................................................2
D. Manfaat Penelitian..........................................................................................................3
E. Lingkup Penelitian .........................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pemukiman Pesisir.......................................................................................4


B. Pola Pemukiman Pesisir Waterfront ..............................................................................5
C. Pengertian Masyarakat...................................................................................................6

BAB III

A. Jenis Penelitian...............................................................................................................11
B. Lokasi dan Waktu Penelitian..........................................................................................12
C. Populasi dan Sampel......................................................................................................13
D. Jenis dan Sumber Data ..................................................................................................13
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................................14
F. Teknik Analisis Data .....................................................................................................15
G. Kriteria Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data..............................................................16
H. Konsep Operasional .......................................................................................................18

BAB IV

A. Kondisi Fisik wilayah Desa Cikoang.............................................................................21


B. Tata Peletakan Perumahan dan Orientasi.......................................................................23
C. Tofografi dan Keadaan Alam.........................................................................................23
D. Ekonomi dan Mata Pencaharian.....................................................................................23
E. Kondisi Demografi Desa Cikoang.................................................................................25
1
F. Bidang Pendidikan .........................................................................................................25
G. Agama ............................................................................................................................29
H. Pengaruh mata pencaharian, budaya dan religi terhadap pola pemukiman masyarak at
desa Cikoang..................................................................................................................31

BAB V

A. Kesimpulan.....................................................................................................................31
B. Saran..............................................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pola Permukiman (Sumber: Taylor, 1980)

Gambar 2. Struktur Ruang Permukiman Sumber: Taylor, 1980

Gambar 3.Peta Perkembangan Perumahan, Tahun 2006-2017 (Sumber: Analisis Penelitian, 2018)

Gambar 4. Batas wilayah desa Cikoang (Sumber : Google earth)

Gambar 5. peta desa Cikoang (Sumber :Jurnal Pola Tata Ruang peruahan dan Perkembangannya
Ditinjau Dari Aspek Sosial Budaya

Gambar 6. daerah pesisir cikoang (sumber : Google Earth)

Gambar 7. Block plan desa pesisir cikoang

Gambar 8. Model perumahan desa cikoang (Sumber : Google earth)

Gambar 9. Perumahan pinggir sungai desa cikoang ( Sumber : Google Earth)

Gambar 10. Peta kontur desa Cikoang (Sumber : Cad mapper 2020)

Gambar 11. SDN Jonggowa (Sumber : google image)

Gambar 12. SMP Negri 3 Manggarabombang (sumber : google image)

Gambar 13. SMA Negri 1 Manggarabombang (sumber : google image)

Gambar 14. Perayaan Maudu Lompoa Cikoang (Sumber : Google image)

Gambar 15. Peta Ruang Kegiatan Budaya dan Pergerakan pada Maudu Lompoa (Sumber : Google
igame)

Gambar 16. Balla Karaeng Laikang (Sumber : Google image)

Gambar 17. Ruang sosial masyarakat Cikoang (Sumber : Google Earth)

Gambar 18. (Peta daerah pesisir Cikoang (Sumber : pribadi)

Gambar 19. Pola pemukiman linear desa cikoang

Gambar 20. pola pemukiman berkelompok desa Cikoang (sumber : pribadi)

Gambar 21. Peta Ruang Kegiatan Budaya dan Pergerakan Pada Maudu Lompoa (sumber : Jur nal
Pola Tata Ruang Perumahan Dan Perkembangannya Ditinjau Dari Kearifan Lokal Desa Cikoang)

Gambar 22. Block plan desa cikoang (sumber : CADmapper)

Gambar 23. tata letak masjid desa Cikoang (sumber : pribadi)

Gambar 24. Masjid Cikoang (sumber : google earth)

3
DAFTAR TABEL

Tabel 1 jenis data survei

Tabel 2 Penggunaan lahan desa Cikoang

Tabel 3 jumlah penduduk desa Cikoang

Tabel 4 Distribusi penduduk

Tabel 5 Kegunaan Lahan Desa Cikoang


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki daerah perairan yang luas
sehingga secara otomatis negara ini memiliki wilayah pesisir yang sangat banyak. Wilayah
pesisir yang relatif sempit tetapi memiliki potensi sumber daya alam hayati dan non hayati
yang besar, sumber daya buatan, serta jasa lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan
masyarakat. Daerah pertemuan antara ekosistem darat dan laut secara ekologis disebut
wilayah pesisir.
Lingkungan pemukiman adalah tempat atau daerah untuk bermukim, yang
berkontadisi sebagai tempat kediaman untuk menetap,dalam istilah pemukima n
terkandung pengertian konstektual yang selaras untuk bertempat tinggal; dari keselaran ini
kemudian akan merangsang tumbuhnya niat untuk tinggal menetap bersama-sama dengan
penghuni yang lain membentuk wadah (unsur fisik spatil) dan mengadakan kegiatan
masyarakat (unsur non fisik) dalam satu lingkungan atau kawasan.atau dengan kata lain
pemukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan manusia yang didalamnya terdapat
tata kehidupan sosial budaya serta unsur-unsur fisik yang mewadahi (Tuan,
1972:29)dengan demikian tatanan lingkungan permukiman sebagai hasil bentuk arsitektur,
proses dan komponen pembentuknya tidak terlepas dari masalah karakteristik masyarakat.
Salah satu daerah pesisir di Indonesia yang terdapat Kabupaten Takalar Provinsi
Sulawesi Selatan adalah desa pesisir Cikoang yang terletak di Kecamatan
Manggarabombang. Desa Cikoang yang terletak di pesisir sungai Cikoang ini berjarak
sekitar 20 km dari pusat kota Takalar. Desa Cikoang memiliki ciri khas tersendiri yang
menjadikannya berbeda dari desa pesisir lainnya. Salahsatu tradisinya yang terkenal dan
menjadi ikonik adalah Maudu Lompoa. Cikoang adalah desa dengan mayoritas pengatut
islam yang taat yang memengaruhi kehidupan masyarakatnya. Daerah ini terdiri dari
karakteristik masyarakatnya, kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan, hingga
kepercayaan mereka terhadap mitos-mitos membuat mereka memiliki ciri atau pola
tersendiri dalam kehidupan sosial mereka. Pada tahun 2010 Badan Pusat Statistik
menyebutkan jumlah penduduk desa Cikoang mencapai 2.913 jiwa, selanjutnya di tahun
2015 sebanyak 3.007 jiwa, dan di tahun 2016 meningkat menjadi 3.022 jiwa. Dapat dilihat

5
tingkat pertumbuhan bahwa jumlah pendududuk desa ciakoang bertambah dari tiap
tahunnya
Analisis karakteristik masyarakat pesisir Desa Cikoang untuk mengetahui secara
spesifik mengenai sistematika kehidupan masyarakat Desa Cikoang.Terutama dalam aspek
sosial, ekonomi dan budaya yang sangat berhubungan erat dengan interaksi kehidupan
masyarakat tersebut. Kegiatan estimasi dan analisis mengenai karakteristik masyarakat
pesisir ini tentunya akan mendapatkan berbagai informasi yang akurat. Informasi tersebut
tentunya manjadi bahan promosi kepada masyarakat luar tentang karakteristik masyarakat
pesisir terhadap pola pemukiman di Desa Cikoang yang memiliki ciri khas
tersendiri.Terutama bagi promosi dalam aspek keunikan budaya. Oleh karena itu perlu
adanya pemahaman yang maksimal mengenai karakteristik masyarakat pesisir Desa
Cikoang Kabupaten Takalar.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa karakteristik masyarakat desa Cikoang yang mempengaruhi pola pemukiman ?

2. Bagaimana pengaruh karakteristik masyarakat desa Cikoang terhadap pola pemukima n?

3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik masyarakat desa Cikoang ?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui karakteristik masyarakat Desa Cikoang yang mempengaruhi pola


pemukiman

2. Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan dari karakteristik masyarakat Desa


Cikoang terhadap pola pemukiman

3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik masyarakat desa Cikoang

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Untuk menemukan pengetahuan yang baru, kemudian mengembangkan dan menguji


teori-teori terdahulu yang sudah ada sesuai dengan keadaan karakteristik masyarakat
Desa Cikoang.

2. Untuk menambah keterampilan peneliti dalam menulis karya tulis berupa jurnal ataupun
artikel, dan menambah wawasan peneliti tentang pengaruh karakteristik masyarakat
pesisir terhadap pola permukiman di desa Cikoang.
E. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Ruang lingkup penelitian ini meliputi mengenai faktor-faktor yang memenga r uhi
karakteristik masyarahat sehingga terhadap terbentuk pola pemukiman warga yang
menjadi ciri khas masyarakat di Desa Cikoang Kabupaten Takalar.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian pemukiman pesisir


Pengertian Perumahan dan permukiman merupakan salah satu sektor strategis
dalam upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya. Disamping sebagai salah satu
kebutuhan dasar (basic need) manusia, “papan” juga berfungsi strategis di dalam
mendukung terselenggaranya pendidikan keluarga, persemaian budaya, dan peningkata n
kwalitas generasi yang akan datang yang berjati diri. Pemenuhan kebutuhan perumahan
yang layak dan terjangkau di dalam lingkungan pemukiman yang sehat, aman, harmonis,
dan berkelanjutan guna mendukung terwujudnya masyarakat dan lingkungan yang berjati
diri, mandiri, dan produktif bagi setiap orang/keluarga, telah ditetapkan menjadi visi
penyelengaraan perumahan dan pemukiman di Indonesia sampai dengan Tahun 2020
(Anonimus, 2002: 4).
Menurut Nontji (2002), wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan
dan laut, ke arah darat meliputi bagian daratan yang masih dipengaruhi oleh sifat sifat laut
seperti pasang surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan ke arah laut mencakup bagian
laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang ada di darat seperti sedimentasi dan
aliran air tawar serta daerah yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan.
Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 27 tahun 2007, wilayah pesisir adalah daerah
peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan
laut.
Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat
wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih
dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin,
sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh
proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun
yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan
pencemaran (Carlos, 2011).
Menurut Dwi Ari & Antariksa (2005: 78), dalam memilih tempat tingga l,
masyarakat tidak selalu terpaku pada kondisi rumah, tetapi lebih memperhatika n
kelengkapan dari fasilitas kegiatan dan sosial di lingkungan tempat tinggal serta
kemudahan aksesibilitasnya. Pola permukiman membicarakan sifat dari persebaran
permukiman dengan kata lain pola permukiman secara umum merupakan susunan sifat
berbeda dari hubungan faktor-faktor yang menentukan persebaran permukima n.
Terbentuknya lingkungan permukiman dimungkinkan karena adanya proses pembentukan
hunian sebagai wadah fungsional yang dilandasi oleh pola aktifitas manusia serta pengaruh
setting atau rona lingkungan, baik yang bersifat fisik maupun non fisik (sosial-budaya)
yang secara langsung mempengaruhi pola kegiatan dan proses pewadahannya. (Rapoport
1990 dalam Nuraini 2004:11)
Dalam masyarakat nelayan, struktur yang terkonstruksi merupakan aktualisasi dari
organisasi kehidupan perahu.Sistem organisasi nelayan memberi ruang yang luas bagi
tumbuhnya penghargaan terhadap nilai- nilai prestatif, kompetitif, beorentasi keahlian,
tingkatan solidaritas sosial kerana faktor nasib dan tantangan alam, serta loyalitas terhadap
pemimpin yang cerdas. Karena itu, posisi sosial seorang nelayan atau pedagang ikan yang
sukses secara ekonomis dan memiliki modal kultural, seperti suka menderma dan sudah
berhaji, sangat dihormati oleh masyarakat di lingkungannya dan diikuti
pendapatnya.Mereka ini merupakan modal sosial berharga yang bisa didayagunakan untuk
mencapai keberhasilan program pemberdayaan masyarakat pesisir (Kusnadi, 2007).

B. Pola Permukiman Pesisir Waterfront


Pola adalah gambar yang dipakai untuk contoh, corak, sistem, bentuk yang tetap,
kombinasi sifat kecenderungan yang khas, informasi bentuk pengorganisasian, teknik
penyusunan, pedoman, kerangka, cara dan usaha. (Depdikbud, 1988). Menurut Rapoport
(1989), pola adalah alat untuk mengenali suatu fenomena. Pola
permukiman merupakan segala sesuatu yang berfungsi sebagai pedoman untuk
menjelaskan dalam menggambarkan suatu kondisi permukiman dengan menggunaka n
unsur-unsur dari permukiman itu sendiri. Menurut Rapoport (1989:94-95), klasifikasi pola
permukiman secara garis besar dapat dikenali melalui 4 (empat) klasifikasi, yaitu:
a. Batas (boundaries) merupakan batas daerah kekuasaan suatu wilayah atau sebuah
permukiman yang dibuat oleh masyarakat setempat, baik dalam bentuk fisik
maupun non fisik;
b. Jenis fasilitas (massa), yaitu pengelompokan elemen fisik dalam suatu permukima n
yang merupakan tempat melakukan aktivitas sekaligus sebagai fasilitas bagi
penghuni dan penggunanya. Fasilitas permukiman ini dapat berbentuk fasilitas
umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos);

9
c. Tata ruang (zona) merupakan pembagian daerah kegiatan penghuni dalam suatu
permukiman, yang diatur berdasarkan struktur keyakinan, aturanaturan adat atau
kebiasaan masyarakat setempat;
d. Ragam hias, yaitu unsur-unsur dominan yang banyak ditemukan pada permukima n,
baik alami maupun buatan manusia (craftmanship). Ragam hias juga ada yang
memiliki latar belakang kebudayaan yang berhubungan dengan kepercayaan
masyarakat adat setempat, ada juga yang tidak.

Abdullah (2000), juga membedakan pola permukiman secara garis besar menjadi 2 tipe
yaitu; pola permukiman yaitu :

a. Mengumpul (compact settlement), pola ini dapat berbentuk radial, linier, dan papan
catur
b. Menyebar (scattered, dispersed), pola ini dapat berbentuk multi pusat dan tersebar
murni.

Menurut Taylor (1980) Pola permukiman terdiri dari:

a. Sub Kelompok Komunitas (Cluster) yaitu pola permukiman tipe ini berbentuk
cluster, terdiri dari beberapa unit atau kelompok unit hunian, memusat pada ruang-
ruang penting.
b. Face to face yaitu pola permukiman tipe ini berbentuk linier, antara unit-unit hunian
sepanjang permukiman dan secara linier terdapat perletakan pusat.

Gambar 2. Pola Permukiman (Sumber: Taylor, 1980)

Menurut Taylor (1980) Struktur Ruang Permukiman dikelompokan menjadi:


a. Linier, yaitu suatu pola sederhana dengan peletakan unit-unit permukima n
(rumah, fasum, fasos dan sebagainya) secara terus menerus pada tepi sungai
dan jalan. Pada pola ini kepadatan tinggi, dan kecenderungan ekspansi
permukiman dan mixed use function penggunaan lahan beragam.
b. Cluster, pola ini berkembang dengan adanya kebutuhan lahan dan penyebaran
unit-unit permukiman telah mulai timbul. Kecenderungan pola ini mengarah
pada pengelompokkan unit permukiman terhadap suatu yang dianggap
memiliki nilai ”penting” atau pengikat kelompok seperti ruang terbuka
komunal dalam melakukan aktivitas bersama.
c. Kombinasi, yaitu kombinasi antara kedua pola di atas menunjukkan bahwa
selain ada pertumbuhan juga menggambarkan adanya ekspansi ruang untuk
kepentingan lain (pengembangan usaha dan sebagainya). Pola ini menunjukka n
adanya gradasi dari intensitas lahan dan hirarki ruang mikro secara umum.

Gambar 3. Struktur Ruang Permukiman Sumber: Taylor, 1980

Kawasan tepian air (waterfront) merupakan area pertemuan antara sisi daratan dan
sisi perairan yang berbatasan dengan laut, danau, sungai dan sejenisnya (Hornby, 1987).
Secara umum waterfront development dapat diartikan sebagai suatu proses dan hasil
pembangunan yang memiliki kontak visual dan fisik dengan air. Air disini jenisnya
bermacam-macam seperti air laut, air sungai, air danau, dimana semua itu merupakan salah
satu aspek waterfront. Menurut Torre (1989), ada beberapa aspek yang dapat membantu
keberhasilan dalam pengembangan suatu kawasan waterfront, antara lain:
1. Citra/image Citra atau image yang terbentuk sangat terkait dengan fasilitas dan
pelayanan kegiatan yang diwadahi. Kesan ini perlu diciptakan, karena akan
memberikan sisi pandang tersendiri tentang kawasan tepian air. Memberikan berbagai

11
fasilitas dan pelayanan kegiatan seperti rekreasi, sarana olah raga, fasilitas hunian,
maupun restoran serta keindahan visual yang khas sangatlah penting. Khususnya dalam
membentuk citra atau image lingkungan yang baik dan menarik pada kawasan tepian
air tersebut.
2. Pengalaman (experience) Dengan memberikan akses ke air, kawasan tepian air dapat
memberikan sebuah pengalaman yang mengasyikan dan pengetahuan khas yang
bertumpu pada karakter atau ciri-ciri khas air. Hal ini dapat dicapai dengan
menyediakan ruang-ruang bermain, memelihara kehidupan flora-fauna yang ada dan
menonjolkan fasilitas-fasilitas yang berkenaan dengan pengendalian karakter air
seperti : saluran pintu air, kanal, danadanau buatan pengatur air dan sebagainya.
3. Fungsi Keberadaan fungsi tersebut antar lain memberikan jaminan aksesibilitas atau
pencapaian, sirkulasi dan parkir yang memenuhi kebutuhan pada saat-saat puncak
keramaian, kemudahan dan kenyamanan pergerakan pejalan kaki, memberi
pengalaman mengasyikan bagi pengunjung, menciptakan lingkungan ekologis yang
memenuhi syarat serta menyediakan fasilitas (hunian, rekreasi, olahraga, perbelanjaan)
yang memadai dan menarik setiap saat.

C. Pengertian Masyarakat
Banyak deskripsi yang dituliskan oleh para pakar mengenai pengertian
masyarakat. Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin
socius, berarti “kawan”. Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata Arab syaraka
yang berarti “ikut serta, berpartisipasi”.
Masyarakat adalah sekumpulan manusia saling “bergaul”, atau dengan istila h
ilmiah, saling “berinteraksi” (Koentjaraningrat, 2009: 116). Menurut Phil Astrid S.
Susanto (1999: 6), masyarakat atau society merupakan manusia sebagai satuan sosial dan
suatu keteraturan yang ditemukan secara berulang ulang, sedangkan menurut Dannerius
Sinaga (1988: 143), masyarakat merupakan orang yang menempati suatu wilayah baik
langsung maupun tidak langsung saling berhubungan sebagai usaha pemenuha n
kebutuhan, terkait sebagai satuan sosial melalui perasaan solidaritas karena latar belakang
sejarah, politik ataupun kebudayaan yang sama.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dimaknai bahwa masyarakat merupakan
kesatuan atau kelompok yang mempunyai hubungan serta beberapa kesamaan seperti
sikap, tradisi, perasaan dan budaya yang membentuk suatu keteraturan. Adapun macam-
macam masyarakat yaitu:
1. Masyarakat modern
Masyarakat modern merupakan masyarakat yang sudah tidak terikat pada
adat-istiadat. Adat-istiadat yang menghambat kemajuan segera ditinggalkan untuk
mengadopsi nila-nilai baru yang secara rasional diyakini membawa kemajuan,
sehingga mudah menerima ide-ide baru (Dannerius Sinaga, 1988: 156). Berdasar
pada pandangan hukum, Amiruddin (2010: 205), menjelaskan bahwa dalam
masyarakat modern mempunyai solidaritas sosial organis. Menurut OK. Chairuddin
(1993: 116), solidaritas organis didasarkan atas spesialisasi. Solidaritas ini muncul
karena rasa saling ketergantungan secara fungsional antara yang satu dengan yang
lain dalam satu kelompok masyarakat. Spesialisasi dan perbedaan fungsional yang
seperti diungkapkan tersebut memang kerap dijumpai pada masyarakat modern.
Selain adanya solidaritas organis, Amiruddin (2010: 206) juga menjelaska n
bahwa hukum yang terdapat dalam masyarakat modern merupakan hukum restruktif
yaitu hukum berfungsi untuk mengembalikan keadaan seperti semula dan untuk
membentuk kembali hubungan yang sukar atau kacau kearah atau menjadi normal.
Jadi masyarakat modern merupakan yang sudah tidak terpaku pada adat-istiadat dan
cenderung mempunyai solidaritas organis karena mereka saling membutuhkan serta
hukum yang ada bersifat restruktif.
2. Masyarakat tradisional
Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang masih terikat dengan
kebiasaan atau adat-istiadat yang telah turun-temurun. Keterikatan tersebut
menjadikan masyarakat mudah curiga terhadap hal baru yang menuntut sikap
rasional, sehingga sikap masyarakat tradisional kurang kritis (Dannerius Sinaga,
1988: 152). Menurut Rentelu, Pollis dan Shcaw yang dikutip dalam (P. J Bouman.
1980: 53) masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang statis tidak ada
perubahan dan dinamika yang timbul dalam kehidupan.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat tradisiona l
merupakan masyarakat yang melangsungkan kehidupannya berdasar pada patokan
kebiasaan adat-istiadat yang ada di dalam lingkungannya. Kehidupan mereka belum
terlalu dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang berasal dari luar lingkunga n
sosialnya, sehingga kehidupan masyarakat tradisional cenderung statis.
Menurut P. J Bouman (1980: 54-58) hal yang membedakan masyarakat
tradisional dengan masyarakat modern adalah ketergantungan masyarakat terhadap
lingkungan alam sekitarnya. Faktor ketergantungan masyarakat tradisional terhadap
13
alam ditandai dengan proses penyesuaian terhadap lingkungan alam. Oleh karena itu
masyarakat tradisional mempunyai karakteristik tertentu yang menjadi ciri pembeda
dari masyarakat modern. Adapun karakteristik pada masyarakat tradisiona l
diantaranya:
a. Orientasi terhadap nilai kepercayaan kebiasaan dan hukum alam tercermin dalam
pola berpikirnya
b. Kegiatan ekonomi masyarakat bertumpu pada sektor agraris
c. Fasilitas pendidikan dan tingkat pendidikan rendah
d. Cenderung tergolong dalam masyarakat agraris dan pada kehidupannya
tergantung pada alam sekitar
e. Ikatan kekeluargaan dan solidaritas masih kuat
f. Pola hubungan sosial berdasar kekeluargaan, akrab dan saling mengenal
g. Kepadatan penduduk rata-rata perkilo meter masih kecil
h. Pemimpin cenderung ditentukan oleh kualitas pribadi individu dan faktor
keturunan (Dannerius Sinaga, 1988: 156).

Berbeda dengan karakteristik yang diungkapkan oleh Dannerius sinaga, Selo


Soemardjan (1993: 62-68) mencirikan masyarakat tradisional berdasarkan pandangan
sosiologis. Berikut karakteristiknya:

a. Masyarakat yang cenderung homogen


b. Adanya rasa kekeluargaan, kesetiakawanan dan rasa percaya yang
c. kuat antar para warga
d. Sistem sosial yang masih diwarnai dengan kesadaran kepentingan
e. kolektif
f. Pranata adat yang efektif untuk menghidupkan disiplin sosial
g. Shame culture (budaya malu) sebagai pengawas sosial langsung dari
h. lingkungan sosial manusia, rasa malu menganggu jiwa jika ada orang
lain yang mengetahui penyimpangan sistem nilai dalam adat-istiadat.

Ciri-ciri masyarakat tradisional berdasarkan pandangan sosial berbeda dengan


ciri masyarakat berdasarkan pandangan hukum. Karakteristik masyarakat tradisiona l
berdasarkan hukum dapat dilihat pada pendapat yang dikemukakan oleh Amirudd in
(2010: 205), bahwa masyarakat tradisional cenderung mempunyai solidaritas sosial
mekanis. Solidaritas mekanis merupakan solidaritas yang muncul atas kesamaan
(keserupaan), konsensus dan dapatnya saling dipertukarkan antara individu yang satu
dengan individu yang lain berada dalam kelompok itu. Tidak ada kekhususan pada
masing- masing individu (OK. Chairuddin, 1993: 115).

Berbeda dengan pendapat Selo Soemardjan (1993: 186) disiplin hukum


masyarakat tradisional terhadap hukum negara lemah. Akan tetapi disiplin terhadap
hukum adat cukup kuat. Sosial control dan disiplin hukum adat akan digunakan oleh
masyarakat untuk mengatur ketertiban tata hidup sosialnya. Dari penjelasan tersebut,
dapat dimaknai keseragaman masyarakat sering di jumpai pada masyarakat tradisiona l
lebih patuh terhadap hukum adat daripada negara atau hukum nasional. Dalam
masyarakat tradisional hukum yang ada bersifat represif. Hukum dengan sanksi
represif memperoleh pernyataan hukumnya yang utama dalam kejahatan dan
hukuman. Pelanggaran peraturan-peraturan social berarti kejahatan dan menimbulka n
hukuman (Amiruddin,

15
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan menjelaskan pengaruh karakteristik masyaraka t
terhadap pola pemukiman. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan fenomena -
fenomena obyektif berdasarkan survey, observasi, behavior mapping, wawancara,
literatur dan trigulasi data. Oleh karena itu, maka digunakan metode penelitia n
gabungan kualitatif. Metode kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan fenomena
aspek fisik dan non fisik terhadap konfigurasi ruang permukiman.

B. Lokasi dan waktu penelitian

Gambar 4.Peta Perkembangan Perumahan, Tahun 2006-2017

(Sumber: Analisis Penelitian, 2018)

Lokasi penelitian berada di Desa Cikoang, Kecamatan Mangarabombang,


Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Batas-batas wiayah desa Cikoang
sebagai berikut:

Lokasi penelitian ini memiliki luas 5.58 km2, dengan jumlah penduduk pada
tahun 2017 mencapai 3.022 jiwa, dimana penduduk laki-laki 1.404 jiwa, dan penduduk
perempuan 1.618 jiwa. Terdapat 672 keluarga dalam lokasi ini, dengan 14 RW/RT yang
terdapat didalamnya. Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 29
Oktober 2020 bertepatan dengan hari Maulid Nabi Muhammad SAW yang dimana
acara Maudu’ Lompoa dilaksanakan.

C. Jenis Data
Adapun jenis data yang telah dijaring dalam penelitian ini untuk menemuka n
solusi permasalahan dijelaskan pada tabel 3.1

Tabel 1 jenis data survei

Data yang Dibutuhkan Teknik


Manfaat Jenis
Pengambilan
No Aspek Data Data Data
Data

1. Aspek Sosial
Budaya
• Aspek mata Menjelaskan
pencaharian : pola
a. Sistem mata kegiatan
pencaharian. terkait
1. Aspek Survey,
b. Pola dengan mata
sosial Data observasi,
hubungan pencaharian
primer kuisioner dan
masyarakat dan
rekapitulasi
terkait pengaruhnya
aktivitas terhadap
kerja. pola
permukiman.
Menjelaskan
fenomena
• Tradisi Survey,
budaya
2. Aspek Budaya bermukim Data observasi,
masyarakat
• Sistem primer kuisioner dan
dan
kekerabatan rekapitulasi
pengaruhnya
terhadap

17
pola
permukiman.

• Jenis kegiatan Menjelaskan


pada Maudu fenomena
Lompoa religi Survey,
• Pengaruh Maudu dan Data observasi,
3. Aspek Religi
Lompoa pengaruhnya primer kuisioner dan
terhadap terhadap rekapitulasi
aktitifitas pola
masyarakat. permukiman.
Aspek
Konfigurasi
Ruang
Permukiman
• Aksesibilitas
1. Pola Jalan • Pola pergerakan
• Jenis dan fungsi

2. jalan
• Tata letak
bangunan Menjelaskan
Survey,
konfigurasi Data
• Bentuk observasi dan
bangunan ruang primer
peta citra
2. Bangunan permukiman
• Orientasi
bangunan
• Pola ruang
terbuka

Data-data tersebut diatas selanjutnya akan di analisis dengan cara mengkaitka n


dengan teori-teori, konsep-konsep, peraturan yang terkait, kondisi lingkungan setempat
dan opini (pendapat/keinginan/harapan masyarakat sekitar).
D. Metode Pengumpulan Data
studi literatur (literature research), observasi, wawancara dan penyebaran
angket.Peneliti menggunakan metode ini karena sumber data yang tidak terlalu banyak
atau besar (M. Sitorus, 2003). Penulis melakukan telaah pustaka yang berupa bukubuku
teks, jurnal-jurnal ilmiah, artikel-artikel di internet, dan sumber-sumber lain yang
berkaitan dengan rumusan masalah yang akan dibahas, serta melakukan wawanca ra
dengan tokoh-tokoh masyarakat di tempat penelitian seperti Ketua RT dan Tokoh
Masyarakat di Daerah Pesisir Pantai Pasar Bawah. Hasil data yang diperoleh kemudian
di interprefasikan secara deskriptif kualitatif.
1. Behavioral mapping, yaitu dengan membuat sketsa atau diagram mengenai suatu
area dimana manusia melakukan berbagai kegiatannya. Tujuannya adalah untuk
menggambarkan perilaku dalam peta, mengidentifikasikan jenis dan frekuens i
perilaku, serta menunjukkan kaitan antara perilaku tersebut dengan wujud
perancangan yang spesifik. Adapun junis perilaku yang dapat dipetakan anara lain:
a. Pola kegiatan ( pattern)
b. Migrasi (migration)
c. Perilaku (behavior)
d. Hubungan ketetanggaan (neighbouring)
e. Penggunaan fasilitas publik
2. Wawancara, Dilakukan untuk mengetahui pendapat atau opini responden secara
lebih luas untuk menggali berbagai kemungkinan jawaban tentang mengapa dan
bagaimana suatu kejadian terjadi. Mengenai bagaimana mekanisme interaksi antara
manusia dengan lingkungan terjadi, alasan-alasan apa yang menyebabkan suatu
bentuk interaksi terjadi. Semuanya dapat dilihat dan diinterpretas ikan melalui
observasi langsung.
3. Teknik Triangulasi Data, yaitu menggali kebenaran informasi tertentu melalui
berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara
dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat (participa nt
obervation), dokumen tertulis, arsif, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau
tulisan pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing- masing cara itu akan
menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberika n
pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti. Berbagai

19
pandangan itu akan melahirkan keluasan pengetahuan untuk memperole h
kebenaran handal.

E. Teknik Analisis Data


Analisis Data adalah suatu proses atau upaya untuk mengolah data menjadi
informasi baru sehingga karakteristik data menjadi lebih mudah dipahami dan berguna
untuk solusi masalah, terutama yang terkait dengan penelitian.

1. Memeriksa kelengkapan data


Tahap ini dilakukan segera setelah data terkumpul. Peneliti bisa membuat
ceklist untuk memastikan apakah semua data sudah terkumpul. Perlu diperhatika n
bahwa tidak ada dataset atau catatan lapangan yang sempurna. Selalu ada
kekurangan dan celah setelah data terkumpul. Namun demikian, penting bagi
peneliti untuk melakukan justifikasi bahwa data yang terkumpul sudah layak untuk
dianalisis. Justifikasi tersebut tentu didasarkan pada desain riset awal tentang data
apa saja yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Singkatnya, jika
data dirasa cukup, maka bisa dianggap sudah lengkap.
2. Memeriksa kualitas data
Tahap ini dilakukan dengan cara mengamati atau membaca berulang-ula ng
apakah jawaban dari informan sesuai dengan yang diharapkan oleh peneliti, dalam
arti semua kolom terisi atau semua pertanyaan terjawab secara memuaskan.
Pemeriksaan kualitas data dilakukan untuk menentukan berapa data yang missing
dan perlukah dilakukan pencarian data tambahan.
3. Mementukan kualitas pengukuruan

Tahap ini umumnya dilakukan pada riset kuantitatif. Bagaimana variabel


diukur harus diuraikan secara jelas. Misalnya, peneliti membahas tentang kualitas
hidup manusia. Hidup yang berkualitas harus bisa diukur.

4. Membuat klasering data

Setelah peneliti memastikan data yang terkumpul cukup dan dianggap


berkualitas, tahap selanjutnya adalah membuat klastering. Tahap ini sangat penting
karena berpengaruh pada penentuan sistematika penelitian. Tanpa klastering,
peneliti akan kebingungan sendiri dan berpotensi tersesat dalam kompleksitas data
yang dimiliki. Klastering bisa disebut juga grouping. Intinya, membuat klasifika s i
data.

5. Melakukan analisis

Setelah data terklasifikasi dengan jelas, analisis data bisa dilakukan untuk
menemukan pola. Pada tahap ini ada perbedaan yang menonjol antara penelitia n
kuantitatif dan kualitatif. Riset kuantitatif lumrahnya menerapkan statistik.
Sedangkan riset kualitatif menerapkan coding. Keduanya bisa dilakukan secara
manual atau dengan bantuan software komputer. Berikut ini akan saya jelaskan
secara singkat analisis data pada kedua metode penelitian dan software apa saja
yang bisa digunakan.

21
BAB IV

ANALISI DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Desa Cikoang


1. Letak dan Luas Wilayah

Gambar 5. Batas wilayah desa Cikoang (Sumber : Google earth)

Gambar 6. peta desa Cikoang (Sumber :Jurnal Pola Tata Ruang peruahan dan Perkembangannya Ditinjau Dari Aspek
Sosial Budaya

Secara geografis, Desa Cikoang adalah salah satu desa yang terletak di pesisir selatan
Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan pada posisi 1190 25’
– 1190 28’ LS dan 50 31’– 50 34’ BT. Dengan luas wilayah 555,49 Ha Desa Cikoang
berjrak 7,90 Km dari ibu kota Kecamtan Mangarabombang. Sedangkan Jarak Desa
Cikoang dengan ibu kota Kabupaten Takalar yaitu 15,50 Km. Adapun batas – batas dari
desa Cikoang secara administrasi yaitu:

• Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bontomanai Kecamatan Mangarabombang


• Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pattoppakang Kecamatan Mangarabombang
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Laikang dan Desa Punaga Kecamatan
Mangarabombang
• Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Lakatong Kecamatan Mangarabombang

Di tengah-tengah desa ini terdapat aliran sungai yang oleh warga Cikoang disebut sebagai
Muara Cikoang. Sungai inilah yang selalu dijadikan sebagai lokasi pelaksanaan Maudu
Lompoa setiap tahunnya. Secara keseluruhan, luas daerah desa Cikoang adalah sebesar 555,5
Ha. Luas tersebut meliputi empat dusun di dalamnya, yaitu dusun Cikoang, dusun Bontobaru,
dusun Bila-bilaya dan dusun Jonggowa.

Gambar 7. daerah pesisir cikoang (sumber : Google Earth)

23
Gambar 8. Block plan desa pesisir cikoang (sumber : CAD Mapper)

Pola pemukiman masyarakat Cikoang tidak memiliki aturan tertentu dan setelah semua
proses administrasi kepemilikan tanah sudah dimiliki, maka pemilik memiliki hak untuk
membangun. Dan karena masyarakat desa Cikoang mayoritas muslim maka akan dilaluka n
acara syukuran dan doa untuk mendirikan bangunan.

B. Tata peletakan Perumahan dan orientasi

1. Karakteristik perumahan

Seperti masyarakat Sulawesi pada umumnya, rumah di desa Cikoang adalah rumah
panggung yang selain menjadi rumah tinggal tinggal dan juga setiap rumah memiliki bentuk
yang berbeda yang menjadi status sosial masyarakat antara bangsanwan dan masyarakat biasa.

Gambar 9. Model perumahan desa cikoang (Sumber : Google earth)


2. Orientasi bangunan

Orientasi arah rumah di Cikoang dominan mengarah ke sungai ataupun


membelakangi sungai. Bangunan yang mengarah ke sungai.Bangunan yang
membelakangi sungai cenderung membuang limbahnya langsung ke sungai, sedangkan
rumah yang mengarah ke bibir sungai ini disebabkan karena pola perumahan cikoang
tersebar yang perumahann pertamanya berada di tepi sungai.

Gambar 10. Perumahan pinggir sungai desa cikoang ( Sumber : Google Earth)

C. Topografi dan Keadaan Alam

Gambar 11. Peta kontur desa Cikoang (Sumber : Cad mapper 2020)

25
Seluruh wilayah Cikoang terletak pada dataran rendah dengan jarak ketinggian terdekat
dari permukaan laut adalah setinggi 2 m. Dari keseluruhan luas wilayah Cikoang, 45,86 %
digunakan untuk perkebunan, 30,26 % merupakan lahan persawahan, 6,20 % adalah lahan
pemukiman warga, dan sisanya adalah lahan pekarangan, perkantoran dan prasarana umum
lainnya. Seperti wilayah lain di Indonesia pada umumnya, Cikoang juga beriklim tropis. Rata-
rata curah hujan yang turun adalah 1.883 mm tiap tahunnya di mana musim hujan berlangsung
pada bulan Desember sampai Maret. Sedangkan pada bulan April sampai November terjadi
musim kemarau. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan hujan juga turun pada
musim kemarau, hanya saja pada bulan Desember sampai Maret adalah bulan di mana hujan
turun paling sering.

D. Ekonomi dan Mata Pencaharian

Tabel 2 Penggunaan lahan desa Cikoang

NO Lahan Luas Persentase


1 Sawah 168.10 30.26
2 Tegalan 104.23 18.76
3 Pekarangan 76.15 13.71
4 Tambak 90.05 16.21
5 Lainnya 116.96 21.05
Jumlah 555.49 100

Letak desa Cikoang yang berada di daratan rendah dan dengan kondisi tanah yang tidak
terlalu tandus menjadikan petani sebagai sumber mata pencaharian utama di desa ini. Sumber
mata pencaharian lain yang tidak kalah pentingnya dari petani adalah nelayan, penambak
garam di bagian pesisir sungai Cikoang, serta selebihnya adalah penganyam, pedagang dan
juga pegawai negeri sipil. Tanaman padi yang menjadi sumber makanan pokok penduduk di
Cikoang hanya bergantung pada sawah tadah hujan, sehingga produksi padi hanya berlangsu ng
sekali dalam setahun. Di musim kemarau, sawah diolah kembali untuk menanam tanaman lain,
seperti jagung dan kacang hijau.

E. Kondisi Demografis Desa Cikoang


1. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Desa Cikoang sesuai dengan dengan data terakhir yang dicatat kantor
Kecamatan Mangarabombang, yaitu pada bulan April 2017 adalah sebanyak 3.210 jiwa.
Jumlah tersebut meliputi 891 Kepala Keluarga di mana 1.565 jiwa merupakan penduduk
berjenis kelamin Pria dan 1.645 jiwa adalah wanita.

Tabel 3 jumlah penduduk desa Cikoang

Kepadatan
Luas Rumah
No Desa/Kelurahan Penduduk Persentase Penduduk/Km
(Km2) Tangga
2
1 Cikoang 5.56 3.210 672 7.81 54.35

2. Distribusi dan Kepadatan Penduduk


Distribusi jumlah penduduk di desa cikoang 3.022 jiwa atau sekitar 7.81% dari
jumlah penduduk di kecamatan Mangarabombang.

Tabel 4 Distribusi penduduk

Luas Rumah Kepadatan


No Desa/Kelurahan Penduduk Persentase
(Km2) Tangga Penduduk/Km
2
1 Cikoang 5.56 3.022 672 7.81 54.35

F. Bidang Pendidikan

Meskipun letak desa Cikoang agak jauh dari kota, namun penduduknya masih bisa
tersentuh oleh pendidikan. Hingga saat ini, telah ada lima bangunan sekolah di dalamnya yang
terdiri atas 3 sekolah dasar, 1 SMP dan 1 SMA. Sekolah-sekolah tersebut adalah SDN.
Jonggowa SDN. Inp. Bonto-bonto, SDN. Inp. Kampung Parang, SLTP Neg. 3
Mangarabombang dan SMU Neg. 1 Mangarabombang.

27
Gambar 12. SDN Jonggowa (Sumber : google image)

Gambar 13 SMP Negri 3 Manggarabombang (sumber : google image)


Gambar 14 SMA Negri 1 Manggarabombang (sumber : google image)

G. Sosial Budaya
1. Maudu’ Lompoa
Islam adalah agama yang menjadi agama yang mayoritas dianut oleh mayarakat
desa Cikoang, sesuai dengan tradisi islam tiap tahun yang merayakan maulid,
masyarakat desa Cikoang memiliki cara tersendiri untuk merayakannya yang
menjadi cirikhas tersendiri desa tersebut yang dengan masyarakat setempat sebut
Maudu’ lompoa. Maudu’ Lompoa berarti Maulid Besar atau lebih dikenal sebagai
puncak peringatan maulid yang telah dimulai sejak tahun 1621 telah menjadi
kegiatan tahunan masyarakat Cikoang. Kegiatan ini ditujukan untuk menanamka n
kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarganya. Maudu Lompoa
merupakan pesta keagamaan masyarakat Cikoang yang sarat dengan nilai- nila i
budaya yang terus dilestarikan turuntemurun. Menurut Sasongko (2005:89) konteks
budaya terkait dengan ruang permukiman menyatakan untuk menjelaskan makna
dari organisasi ruang dalam konteks tempat (place) dan ruang (space) harus
dikaitkan dengan budaya.
Perayaan Maudu Lompoa atau maulid Nabi Muhammad SAW merupakan ritual
yang bersifat permanen, karena dilaksanakan rutin sekali setahun di sepanjang
sungai Cikoang, baruga dan rumah adat Karaeng Laikang. Menurut Arifin, Mimi
(2013) baruga digunakan hanya pada saat-saat tertentu secara periodik, karena lebih
sering tidak termanfaatkan, sehingga cenderung berfungsi sebagai simbol teritori.

29
Gambar 15 Perayaan Maudu Lompoa Cikoang (Sumber : Google image)

Gambar 16. Peta Ruang Kegiatan Budaya dan Pergerakan pada Maudu Lompoa (Sumber : Google igame)

2. Maulid Nabi Muhammad SAW (Maulid Kecil)

Kegiatan maulid Nabi Muhammad SAW di Desa Cikoang dari dulu sekarang
dilaksanakan di sungai, rumah adat dan baruga. Hal tersebut menunjukkan pemakaian ruang
yang tetap pada perayaan maulid sebagai tempat ritual. Perayaan maulid dilaksanakan secara
bergilir yakni sekitar ±16 hari (12-28 Rabiul Awal) dengan orang yang merayakan berbeda-
beda setiap harinya di masjid-mesjid desa Cikoang dengan pembacaan kitab barazanji (kitab
sejarah Nabi Muhammad).

3. Mandi syafar
Upacara ini dilaksanakan pada tanggal 10 bulan shafar menurut perhitungan tahun
hijriah. Masyarakat Desa meyakini mandi shafar ini menghindarkan mereka dari sakit, bahaya,
musibah maupun santet. Mandi Safar diperuntukkan untuk para lelaki, yang melaksanaka n
maudu lompoa, selain itu bertujuan mensucikan diri dari hadas. Mandi safar di pimpin oleh
anrongguru dan dimulai dengan membaca doa dan dilaksanakan di muara sungai Cikoang. Hal
ini menunjukkan bahwa sungai tetap digunakan sebagai tempat ritual mandi syafar. Selain itu,
mandi syafar juga dilaksanakan rutin sekali setahun di sepanjang Sungai Cikoang sebelum
perayaan maudu lompoa.

4. Sistem adat sebagai kearifan local

Sistem adat sebagai kearifan tradisional diterapkan pada (1) sistem pemerintahan, (2)
sistem perkawinan, (3) budaya siri’ na pacce, (4) ritual persiapan dan pelaksanaan serta benda-
benda yang digunakan dalam kegiatan budaya maudu lompoa. Sistem pemerintahan yang
berada di Desa Cikoang memiliki dua sistem, yaitu sistem pemerintahan desa dinas dan sistem
pemerintahan desa adat. Sistem pemerintahan dinas dipimpin oleh kepala desa sedangkan
sistem pemerintahan adat di pimpin oleh pemangku adat Karaeng Laikang dan Ketua lembaga
adat. Sistem perkawinan dalam pernikahan anak perempuan Sayyid ada aturan tidak tertulis
yang harus ditaati, yaitu bagi filosofi, (3) nilai susila, (4) nilai religi, (5) nilai kejujuran, (6)
nilai solidaritas, dan (7) nilai keberanian. Generasi muda masyarakat Sayyid Cikoang perlu
memperhatikan budaya siri’ na pacce agar budaya ini tetap lestari dan selaras dengan
perkembangan zaman agar tidak tergerus oleh globalisasi. Adapun ritual yang harus dilakukan
dalam rangka persiapan Maudu Lompoa meliputi A’jene-jene sappara (mandi di bulan safar);
Anyongko jangang (mengurung ayam); Angngalloi ase (penjemuran padi); A’dengka ase
(menumbuk padi); A’tanak minyak (membuat minyak dari kelapa); Anyongkolok kanre
(menanak nasi)

31
Gambar 17. Balla Karaeng Laikang (Sumber : Google image)

Gambar 18 Ruang sosial masyarakat Cikoang (Sumber : Google Earth)

Rumah adat karaeng Laikang adalah yang terletak di muara Cikoang, Desa Cikoang
yang menjadi tempat perkumpulan dan musyawarh warga dan tempat penyambutan dan
penerimaan tokoh-tokoh penting saat ada yang berkunjung ke desa pesisir ini, dan tentunya
akan menjadi salahsatu tempat yang paling meriah dan ramai pada saat perayaan Maudu
Lompoa.

H. Agama (religi)

Islam adalah agama yang menjadi mayoritas masyarakat desa Cikoang. Walaupun
sibuk mencari ikan dan bertani, mereka tidak pernah melupakan shalat dan selalu berdoa
kepada Allah SWT terbukti dengan dibangunnya masjid Cikoang yang diambil dari nama desa
ini sendiri. Masjid yang berada di daerah pesisir ini menjadi tempat masyarakat melakukan
ritual keagamaan dan melakukan shalat 5 waktu sesuai dengan syariat islam.

1. Asal muasal islam di desa Cikoang

Syekh Djalalluddin merupakan orang yang berperan penting dalam ajaran Agama Islam
di Desa Cikoang. Warga menganggap beliau merupakan seorang ulama petuah dari Aceh yang
selama hidupnya merantau dari pulau satu ke pulau lainnya dengan tujuan mengajarkan hal
baik. Pada mulanya Syekh Djalalludin bertemu dengan seorang Raja Gowa di daerah Banjar.
Raja Gowa tersebut memiliki anak perempuan yang bernama Daeng I Acara Tamami. Saat itu
Raja Gowa memperkenalkan putrinya kepada Syekh Jalalluddin, dan akhirnya ia melamar putri
Raja tersebut untuk dijadikan istri. Selang beberapa tahun ia dan istrinya berlayar ke beberapa
pulau. Saat ia dikaruniai 3 orang anak yang terdiri dari dua anak laki-laki dan satu orang
perempuan yang bernama sayyid Umar, Sahabuddin, dan Saripah Nur, kemudian ia kembali
ke Gowa dan menetap di kampung halaman istrinya. Syekh Jalalluddin berkeliling melihat
kampung istrinya. Mereka sekeluarga beserta pengawalnya berlayar di sekitar muara sungai
Desa Cikoang.

Sesampainya di Desa Cikoang, Syekh Djalalluding berkeliling desa dan mengajarka n


ajaran Agama Islam. Beliau mengajarkan kepada masyarakat tentang kehidupan dan cara
bersyukur kepada khaliq dan para Nabinya. Dalam hal ini, Syekh Jalalludin mengajarkan rasa
syukur itu dengan cara membaca surah-surah dari Al Qur‟an dan lengkapi dengan sajian dalam
rangka mempererat tali silaturahim antara warga.

2. Sejarah awal Maudu’ lompoa

Maulid Nabi dilaksanakan pada 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Islam. Maulid
pertama diadakan di bawah pohon asam yang terletak di Desa Cikoang pada tahun 1625
yang di pimpin oleh Syekh Djalalluddin. Saat acara itu hidangannya sederhana seperti
kaddo minyak’ (nasi ketan) yang dilengkapi dengan dengan lauk ayam goreng.
Kemudian akan diadakan ritual pembacaan albarazanji, dan bacaan surah-surah dari Al
Qur‟an. Semakin hari pengikut Syekh Djalalludin bertambah banyaknya. Penduduk
Cikoang yang merantau akan meyempatkan pulang ke Cikoang untuk turut serta dalam
ritual ini. Karena jumlah orang yang ikut serta dalam ritual ini semakin banyak mak a
di namakan maulu lompoa. Ritual ini merupakan ritual paling banyak mengikutsertaka n
orang dalam pelaksanaanya di Cikoang. Setelah Syekh Djalalluddin kembali berlayar

33
dan meninggalkan Desa Cikoang, warga masih rutin hingga saat ini mengadakan ritual
maudu lompoa.

Demikian sejarah dilaksanakannya maudu lompoa di Desa Cikoang. Dimana


perkembangan, pelaksanaan, dan pemahaman tentang maudu lompoa hingga saat ini
masih terjaga tanpa mengalami beberapa pergeseran di benak masyarakat diantaranya
dari segi kuantitas, baik pengunjung ataupun atribut.

I. Pengaruh mata pencaharian, budaya dan religi terhadap pola pemukiman


masyarakat desa Cikoang :
1. Mata Pencaharian

Mata pencaharian sebagian besar masyarakat desa Cikoang adalah sebagai petani, ini
dapat dilihat dari luas lahan pertanian desa Cikoang yang seluas 168.10 hektar atau 30% dari
keseluruhan wilayahnya.

Tabel 5 Kegunaan Lahan Desa Cikoang

NO Lahan Luas Persentase


1 Sawah 168.10 30.26
2 Tegalan 104.23 18.76
3 kebun 76.15 13.71
4 Tambak 90.05 16.21
5 Permukiman 116.96 21.05
Jumlah 555.49 100

Dari tabel diatas dapat ditarik kesimpulkan bahwa pengunaan lahan desa Cikoang
70% digunakan sebagai sumber mata pencaharian, baik itu berupa sawah, kebun maupun
tambak. Untuk mengoptimalkan kegunaan lahan di Desa Cikoang, maka pola
permukiman pola permukiman di Desa Cikoang yang terbentuk ada 2 macam, yaitu
mengelompok di daerah pesisir sungai Cikoang dan membentuk pola linear mengikuti
garis jalan dan garis sungai.
Gambar 19. (Peta daerah pesisir Cikoang (Sumber : pribadi)

• Pola Linear
Pola permukiman linear merupakan pola pemukiman yang memanjang. pola
permukiman linear ini terdiri dari berbagai macam, ada permukiman yang memanja ng
sepanjang jalan, ada pemukiman yang memanjang sepanjang rel kereta api dan ada juga pola
permukiman yang memanjang di sepanjang sungai. Pada sebelah barat pola pemukima n
masyarakat desa Cikoang memanjang mengikuti garis tepi sungai Cikoang dengan orientasi
bangunan menghadap ke arah sungai. Dengan dibagian belakang dimanfaatkan sebagai tambak
garam oleh warga. Ini karena sungai sebagai salahsatu sumber pencaharian masyarakat
4.4

Gambar 20 Pola pemukiman linear desa cikoang (sumber : pribadi)

35
Pola linear ini juga terbentuk akibat respon terhadap topografi yang ada. Di mana
keadaan tanah keras yang ada sepanjang pinggir sungai cikoang sehingga permukiman pun
berkembang mengikuti bentuk alami tapak. Selain permukiman, tambak juga dibuat dekat
dengan sungai menjadi salah satu respon terhadap iklim. Desa Cikoang sering mengala mi
kekeringan pada saat musim kemarau, oleh karena itu tambak garam dibuat dekat sumber air
(sungai) yang beralasan jika dibuat tambak dengan jarak yang jauh dari sumber air maka akan
memerlukan jarak yang jauh air untuk mengaliri tambak, sehingga dengan jarak dekat tersebut,
pada saat musim kemarau sekalipun petani garam tidak akan mengalami kekeringan yang
berlebihan. Juga karena sebagian besar masyarakat desa cikoang yang berada di daerah pesisir
adalah nelayan, maka mereka akan mencari cara untuk berada dekat dengan dengan sumber
mata pencahariannya serta manusia atau cara dia mencari makan tergantung dimana dia berada.

• Pola Mengelompok
Pola permukiman mengelompok juga dijumpai di daerah datar yang memungkinka n
penduduk mudah membangun rumah. Permukiman di daerah datar cepat berkembang karena
tanpa banyak halangan. Di daerah dataran rawa yang tanahnya basah dan lembek rumah-ruma h
dibangun pada lahan yang relatif kering. Pola pemukiman mengelompok dapat kita jumpai
pada bagian timur pesisir sungai Cikoang. Terbentuknya sebuah pola mengelompok ini juga
merupakan sebuah respon terhadap topigrafi wialayah tersebut, dimana permukima n
berkembang mengikuti pola atau bentuk lokasi tanah keras yang ada.

Gambar 21 pola pemukiman berkelompok desa Cikoang (sumber : pribadi)

Terbentuknya sebuah pola mengelompok ini juga merupakan sebuah respon terhadap
tofografi wialayah tersebut, dimana permukiman berkembang mengikuti pola atau bentuk
lokasi tanah keras yang ada. Selain itu, pola mengelompok ini terjadi akibat pengaruh budaya
Desa Cikoang, dimana sungai merupakan suatu tempat yang sakral dan menjadi pusat upacara
adat dalam kegiatan Maudu’ lompoa.
2. Budaya masyarakat

Kegiatan maulid Nabi Muhammad SAW di Desa Cikoang yang disebut Maudu’
lompoa dari dulu sekarang dilaksanakan di sungai, rumah adat karaeng laikang dan baruga. Hal
tersebut menunjukkan pemakaian ruang yang tetap pada perayaan maulid sebagai tempat ritual.
Perayaan maulid dilaksanakan secara bergilir yakni sekitar ±16 hari (12-28 Rabiul Awal)
dengan orang yang merayakan berbeda-beda setiap harinya di masjid-mesjid desa Cikoang
dengan pembacaan kitab barazanji (kitab sejarah Nabi Muhammad). Selain kegiatan mauled
nabi, di cikoang juga ada kegiatan adat berupa Mandi Syafar. Upacara ini dilaksanakan pada
tanggal 10 bulan shafar menurut perhitungan tahun hijriah. Masyarakat Desa meyakini mandi
shafar ini menghindarkan mereka dari sakit, bahaya, musibah maupun santet. Mandi Safar
diperuntukkan untuk para lelaki, yang melaksanakan maudu lompoa, selain itu bertujuan
mensucikan diri dari hadas. Mandi safar di pimpin oleh anrongguru dan dimulai dengan
membaca doa dan dilaksanakan di muara sungai Cikoang. Hal ini menunjukkan bahwa sungai
tetap digunakan sebagai tempat ritual mandi syafar. Selain itu, mandi syafar juga dilaksanaka n
rutin sekali setahun di sepanjang Sungai Cikoang sebelum perayaan maudu lompoa.

Gambar 22 Peta Ruang Kegiatan Budaya dan Pergerakan Pada Maudu Lompoa (sumber : Jurnal Pola Tata Ruang
Perumahan Dan Perkembangannya Ditinjau Dari Kearifan Lokal Desa Cikoang)

Dari kondisi eksisting yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat kita ketahui bahwa
Desa Cikoang merupakan salahsatu desa adat yang memiliki keunikan budaya tersendiri. Desa
adat merupakan unit pemerintahan yang dikelola oleh masyarakat adat dan mempunyai hak
untuk mengurus wilayah (hak ulayat) dan kehidupan masyarakat dalam lingkungan desa adat.

37
Desa adat mempunyai penyebutan yang beragam di berbagai wilayah seperti nagari, huta,
marga, dan negeri. Kegiatan adat di Desa Cikoang dilakukan di Sungai karena sungai dianggap
sebagai suatu tempat yang sakral dan memiliki dampak yang besar bagi masyarakat. Hal ini
sangat mempengaruhi pola permukiman, terutama masyarakat pesisir di Desa Cikoang.

Gambar 23 Block plan desa cikoang (sumber : CADmapper)

Dapat dilihat dari peta di di atas, hampir secara keseluruhan permukiman Desa
Cikoang berpusat pada daerah sungai, dimana sungai di desa cikoang menjadi suatu pusat
kegiatan adat istiadat seperti maudu lompoa dan mandi syafar dan juga menjadi suatu
tempat yang disakralkan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pola yang terbentuk di
Desa cikoang akibat adanya pengaruh budaya adalah pola mengelompok di daerah pesisir
sungai sungai Cikoang yang di perkuat dengan dibangunnya Balla Karaeng Laikang dan
Baruga yang sebagai tempat melaksanakan kegiatan tersebut.

3. Agama

Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, bahwa awal muasal perkembangan islam di
desa Cikoang adalah pada saat kedatangan Sayyid Jalaluddin Al-Aidid. Terbentuknya Desa
Cikoang bermula karena adanya perjanjian jual beli tanah yang dilakukan oleh seseorang dari
Binamu bernama Karaeng Cikondong kepada Raja Gowa. Setelah itu Karaeng Cikondong
bersama pengikutnya membangun suatu permukiman baru, sehingga terbentuk perumahan
masyarakat adat yang berada di sekitar sungai Cikoang yang berorientasi menghadap ke sungai.
Perkembangan permukiman di Desa Cikoang di tandai dengan kedatangan Sayyid Jalaludd in
Al-Aidid yang menyebarkan Islam.
Gambar 24. tata letak masjid desa Cikoang (sumber : pribadi)

Gambar 25 Masjid Cikoang (sumber : google earth)

Pola pemukiman yang terbentuk di sekitar masjid Cikoang adalah pola linear dengan
rumah berjajar memanjang mengikuti jalan dengan orientasi rumah menghadap ke jalan dan
dengan lapangan sepakbola yang berada di sebelah utara masjid. Keberadaan masjid ini tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pola pemukiman yang terbentuk di sekelilingnya.
Masjid tersebut dibangun di tempat yang strategis karena berada di tengah-tengah pemukima n
warga. Yang pencaaiannya mudah ditinjau dari segala arah.

39
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil survei analisis mengenai pengaruh karakteristik masyarakat, yaitu


mata pencaharian, sosial budaya religi terhadap pola pemukiman di desa Cikoang maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat 2 jenis pola pemukiman yang yang terjadi di lokasi yang menjadi
survey, yaitu pola pemukiman linear memanjang mengikuti garis tepi sungai dan dan jalan.
Serta pola mengelompok. Dtinjau dari aspek mata pencaharian, Sungai Cikoang memilik i
peranan yang sangat penting bagi masyarakat karena merupakan salahsatu sumber kehidupan
bagi masyarakat sekitar terutama masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai nelayan dna
penambak garam, sedangkan dari aspek budaya, kegiatan adat di desa Cikoang dilakukan di
Sungai karena sungai dianggap sebagai suatu tempat yang sakral dan memiliki dampak yang
besar bagi masyarakat. Hal ini sangat mempengaruhi pola permukiman, terutama masyarakat
pesisir di Desa Cikoang. Sedangkan dari aspek religi tidak memiliki pengaruh yang terlalu
signifikan terhadap pola pemukiman masyarakat sekitar, masjid Cikoang hanya sengaja di
bangun di di tempat yang strategis yaitu di tengah-tengah pesisir cikoang agar masyarakat desa
mudah untuk menjangkau masjid saat hendak melaksanakan shalat 5 waktu dan ritual
keagamaan.

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Mutiara, Anugrah Ayu Citra. Penerapan Kearifan Lokal Masyarakat Desa Cikoang dalam
Pengembangan Pariwisata Kabupaten Takalar. Diss. Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar, 2011.

Anonimous, Badan Standarisasi Nasional. 2004. Tata Cara Perencanaan Lingkungan


Perumahan di Perkotaan. Bandung: Badan Standarisasi Nasional.

Anonimous, Badan Pusat Statistik Kabupaten Takalar. 2017. Kecamatan Mangarabombang


Dalam Angka. Takalar: Badan Pusat Statistik Kabupaten Takalar.

Sarman, Sufrin, and Karto Wijaya. Pola Permukiman Pesisir Pantai, Studi Kasus: Desa
Talaga 1 Dan Desa Talaga 2 Kecamatan Talaga Raya Kabupaten Buton
Tengah. Jurnal Arsitektur ZONASI 1.1: 38-44.

Arifin, M., Resky, N. D., & Dollah, A. S. (2018). Pola Tata Ruang Perumahan Dan
Perkembangannya Ditinjau Dari Kearifan Lokal Desa Cikoang. Jurnal Linears, 1(2),
47-55.

Aprilian Wijaya, Rizki. 2012.Materi kuliah Penelitian Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir :
Sebuah Pengantar Diskusi Persiapan Ekspedisi Zooxanthellae XII Kabupaten
Sambas.Kalimantan Barat.

Marwasta, Djaka. 2007. Analisis Karakteristik Permukiman Desa-Desa Pesisir di Kabupaten


Kulonprogo. Yogyakarta: Kulonprogo.

Sugiyono. 2012. Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kulaitatif dan R & D.
Bandung : Cv. Alfa Beta

Nikijuluw Victor.2001. Populasi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir serta Strategi
Pemberdayaan Mereka Dalam Konteks Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Secara
Terpadu. Bogor: IPB Bogor.

Kusnadi. 2000. Nelayan:Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Bandung: Humaniora Utama
Press.

41

Anda mungkin juga menyukai