Kelompok 2 :
Allen Fernando Pasaribu 2140401099
Lutfi Kharisma Fatah 2140401091
Muhammad Albi Maulana 2140401093
Riska Nur Safitri 2140401103
Desty Rahmawati 2140401107
Enila Yusma Kurniawati 2140401123
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami sampaikan ke hadirat Allah Tuhan Yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang. Berkat rahmat, hidayah, dan karunia-Nya akhirnya kami dapat
menyelesaikan Makalah “Aspek-Aspek Kultural dan Struktural Masyarakat dan Pertanian”
ini guna memenuhi tugas Mata Kuliah Sosiologi Pertanian Kelas 03 program studi
Agroteknologi Tahun Pelajaran 2021/2022.
Makalah ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, kami
menyampaikan terima kasih secara tulus kepada Dosen Mata Kuliah Sosiologi Pertanian serta
teman-teman yang telah memberikan kesempatan dan berbagai kemudahan kepada kami.
Rasa hormat, terima kasih, dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami sampaikan
kepada pembimbing, yaitu Eka Nur Jannah, S.P., M.Sc., yang penuh kesabaran dan
kebijaksanaan telah memberikan bimbingan, arahan, ilmu baru, dan dorongan yang tiada
henti di sela-sela kesibukannya.
Tidak lupa, kami ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak/Ibu
Dosen program studi Agroteknologi yang telah memberikan banyak ilmu, pengalaman, dan
dorongan yang luar biasa untuk kami menyelesaikan tugas ini. Ucapan yang sama juga kami
berikan kepada teman-teman sejawat dan kerabat yang tidak dapat kami sebutkan satu per
satu. Mereka telah memberikan dukungan moral, bantuan, dan semangat kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Ibarat sebuah pepatah “tak ada gading yang tak retak”. Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan Makalah ini masih banyak kekurangan. Maka dari itu, saran dan kritik yang
membangun, selalu kami harapkan. Semoga Makalah ini banyak memberikan manfaat,
khususnya bagi pengembangan di ranah pendidikan.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan.........................................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Identitas Narasumber..................................................................................................3
2.2 Pengertian Pedesaan dan Pertanian (petani)...............................................................3
2.3 Pengertian Aspek Kultural dan Struktural..................................................................5
2.4 Perubahan Sosial di Pedesaan.....................................................................................8
2.5 Hubungan Antara Pedesaan dengan Pertanian...........................................................10
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................12
3.2 Saran...........................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................13
LAMPIRAN........................................................................................................................14
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Aspek kultural adalah aspek yang bersifat abstrak. Aspek ini berupa nilai, aturan,
norma, agama, ide gagasan, keinginan, kebutuhan, orientasi dan lain lain. Aspek kultural
bersifat lebih lama dalam proses perubahannya, bersifat abstrak dan dinamis, serta inti
kajiannya terdiri dari nilai (value), aturan (roles), dan norma (norm). Aspek struktural adalah
aspek yang mencakupi hubungan antar masyarakat, aspek solidaritas, struktur kewenangan,
pola politik dan lain lain. Aspek struktural bersifat lebih cepat, lebih visual dan statis, serta
inti kajiannya berada pada peran (roles).
Perubahan alam dan pola pikir masyrakat jaman sekarang juga turut mempengaruhi
sistem pertanian di daerah kota maupun desa. Hasil produkstivitas pertanian mengalami
peningkatan dan kemunduran dilihat dari beberapa aspeknya. Seperti penggunaan teknologi
modern pada alat-alat mesin pertanian, penggunaan pupuk kimia, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, kita sebagai generasi milenial harus paham dan mampu menciptakan
kehidupan pertanian di pedesaan yang berbasis riset dan teknologi. Dengan membangun
kelompok tani dan organisasi-organisasi lainnya, akan sangat memberikan dampak yang luar
biasa terhadap kemajuan ekonomi dan sosial para pelaku petani.
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari pedesaan dan pertanian (petani)?
2. Apa pengertian dari aspek kultural dan struktural?
3. Bagaimana perubahan sosial di pedesaan?
4. Bagaimana hubungan antara pedesaan dengan pertanian?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dijabarkan wawancara ini bertujuan
agar mahasiswa mampu mengetahui aspek-aspek kultural dan struktural masyarakat desa dan
pertanian.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
Umur : 45 Tahun
3
masyarakat, c) Segi jumlah penduduk kurang 6 dari 2.500 orang, d) Aspek ekonomi
dilihat pada perhatian masyarakat di bidang pertanian.
B. Pengertian pertanian (petani) dan sosiologi pertanian
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan
manusia untuk menghasilkan bahan pangan meliputi sektor kehutanan, pertenakan,
perkebunan, dan perikanan. Sosiologi pertanian adalah bidang sosiologi yang
mempelajari hubungan sosial dengan pertanian. Petani adalah semua penduduk yang
berada di pedesaan, namun di sisi lain hanya terbatas pada mata pencahariannya
sebagai petani saja. Di Indonesia, petanipun harus dilihat apakah ia petani pemilik,
petani penggarap dan buruh tani.
a. Sosiologi perdesaan
- Mempelajari kehidupan pedesaan meliputi struktur dan proses sosial yang
terjadi di pedesaan.
- Objeknya adalah penduduk pedesaan, baik petani maupun bukan petani.
- Banyak dijalankan di negara berkembang, dimana kehidupan pedesaan masih
dominan
a. Sosiologi pertanian
- Sosiologi pertanian merupakan perkembangan dari sosiologi pedesaan.
Menurut Ulrich Plank (1993), sosiologi pertanian membahas fenomena sosial
dalam bidang ekonomi pertanian.
4
- Objeknya adalah petani dan seluruh pihak yang terlibat dalam pertanian, baik
yang berada di desa maupun di pinggiran kota dan di kota.
- Umumnya dijalankan di negara berkembang, namun juga di negara maju
5
a. Peasant yaitu kaum petani yang sangat bergantung dengan alam karena rendahnya
pengetahuan IPTEK, lahannya sempit sehingga produksinya pun cukup untuk
menghidupi kebutuhan keluarga dan tidak mengejar keuntungan.
6
Menurut Abdul Syani, struktur sosial sebagai sebuah tatanan sosial dalam
kehidupan masyarakat. Tatanan tersebut merupakan jaringan dari unsur-unsur
sosial yang pokok, seperti kelompok sosial, kebudayaam, lembaga sosial,
stratifikasi sosial, kekuasaan, dan wewenang.
Struktur sosial berkaitan erat dengan kebudayaan. Mayor Polak berpendapat
bahwa antara kebudayaan dan struktur terdapat korelasi fungsional yaitu diantara
keduanya terjadi keadaan saling mendukung dan membenarkan. Misalnya adanya
komputer, alat-alat pertanian modern, mobil, pesawat, kesenian, ilmu
pengetahuan, dan lain-lain.
Struktur sosial dibagi menjadi dua yaitu secara vertikal dan horisontal. Untuk
struktur sosial vertikal menggambarkan kelompok sosial dalam susunan yang
bersifat hierarkis dan berjenjang, sehingga terlihat kelompok lapisan atas,
menengah, dan bawah. Sedangkan untuk struktur sosial horisontal tidak dilihat
dari tinggi rendahnya kedudukan tetapi pada variasi pengelompokan masyarakat.
B. Struktur Fisik Desa
Struktur fisik desa berkaitan erat dengan lingkungan fisik dan geografis desa
tersebut, yang memiliki ciri-ciri seperti : jenis tanah, iklim, curah hujan,
ketinggian tanah, dan lain-lain yang berbeda-beda. Misalnya tanah yang subur
akan cenderung menciptakan desa yang besar, berdekatan satu sama lain dan
padat.
Struktur fisik juga memengaruhi pola pemukiman masyarakat. Dalam
bentuknya terdapat dua pola pemukiman, yaitu :
1. Penduduknya berdekatan tetapi lahan pertanian berada di luar dan teprisah dari
lokasi pemukiman.
2. Penduduknya terpencar dan terpisah, tetapi mereka berada di dalam atau di
tengah lahan pertaniannya.
C. Stratifikasi Sosial
A. Tipe Desa
Dalam pelapisan sosial terdapat dua tipe desa, yaitu :
1. Desa satu kelas merupakan tipe yang pemilikan lahan pertanian warganya
rata-rata sama.
2. Desa dua kelas merupakan tipe desa yang terdiri sedikit warga tetapi
memiliki lahan yang sangat luas, dan selebihnya merupakan warga yang
tidak memiliki lahan pertanian.
7
D. Diferensiasi Sosial
A. Elemen Pengelompokan Desa
Terdapat tiga elemen yang dikaitkan dengan pengelompokan desa, yaitu ;
1. Masyarakat dengan pluralitas rendah sehingga cenderung tidak
menciptakan diferensiasi atau heteroginitas sosial yang tinggi.
2. Cenderung termasuk tipe kelompok primer.
3. Cenderung tipe kohesi sosial yang berlandaskan solidaritas.
E. Variabel Kesamaan
Ada 14 variabel kesamaan yang dapat membentuk solidaritas, antara lain :
1. Kekerabatan dan hubungan darah.
2. Kesamaan dalam bahasa dan adat setempat.
3. Adanaya rasa tanggungjawab bersama.
4. Sama-sama menjadi bawahan bagi tuan.
5. Perkawinan.
6. Pemilikan dan penggunaan tanah bersama.
7. Kebersamaan dalam kepentingan okupasi.
8. Kesamaan dalam akses terhadap suatu lembaga.
9. Kesamaan dalam agama dan kepercayaan.
10. Proksimitas.
11. Kebersamaan dalam kepentingan ekonomi.
12. Pertahanan atau keamanan bersama.
13. Saling tolong menolong.
14. Hidup dan berpengalaman bersama.
8
b. Selective contact change, yaitu perubahan dari pihak luar yang secara tidak
sadar dan spontan membawa ide-ide kepada anggota-anggota dari suatu sistem
sosial.
c. Directed contact change, yaitu ide baru atau cara-cara baru yang dibawa oleh
pihak luar dengan sengaja.
C. Dimensi perubahan sosial
a. Perubahan struktur sosial di pedesaan
9
masuknya traktor menyebabkan peternak kerbau tidak lagi sebagai lambang
struktur sosial dan sumber tenaga kerja pengelola sawah tetapi hanya untuk
kesenjangan atau menabung saja. (Nora Susilawati, 2012)
Peristiwa “culture conflict” atau konflik budaya sifatnya sudah
menyebar ke dalam berbagai tatanan sosial di pedesaan. Peristiwa ini terjadi
akibat sifat relatifnya budaya dan canggihnya teknologi komunikasi (Nora
Susilawati, 2012)
c. Perubahan interaksional di pedesaan
Introduksi teknologi sangat berdampak penting karena melalui
teknologi aktivitas kerja menjadi lebih sederhana dan serba cepat. Teknologi
berkaitan dengan perbatasan pekerjaan yang bersifat kerjasama sehingga dapat
menimbulkan konflik pada komunitas pertanian. Adanya teknologi, praktek-
praktek saling membantu menjadi terhenti dan kerjasama informal menjadi
berkurang. Proses mekanisasi di daerah pertanian menyebabkan hubungan
bersifat kontrak formal. Hubungan kerja menjadi formal yang terbatas pada
keahliannya. Lambat laun dipedesaan akan muncul organisasi formal tenaga
kerja sebagai akibat adanya spesialisasi dan pembagian kerja. (Nora
Susilawati, 2012).
Masuknya teknologi ke desa menyebabkan komunikasi yang awalnya
bersifat tatap muka hilang karena munculnya media komunikasi. Kegiatan
tatap muka berupa pengajian atau kegiatan di mesjid mulai berkurang karena
sudah ada televisi, radio atau kaset-kaset pengajian agama. Keadaan demikian
mengurangi hubungan intim di desa. Begitu pula dengan masuknya sirkulasi
uang di desa menghilangkan sistem gotong royong dan tolong menolong
terutama adanya budaya padat karya dengan sistem upah, sehingga pola tolong
menolong diganti dengan kerja pamrih. (Nora Susilawati, 2012).
10
perlu adanya keterkaitan antar desa secara terpadu dalam konteks spasial maupun sistem yang
saat ini belum terpenuhi, sehingga dapat menunjang hubungan antar desa untuk mendukung
kemajuan kawasan perdesaan dalam pengembangan pertanian. Keragaman potensi yang
dimiliki masing-masing desa dapat dioptimalkan untuk menciptakan suatu jaringan hubungan
produksi, distribusi, dan konsumsi secara terpadu dan terus berputar. Dengan demikian akan
muncul keterkaitan antar desa yang mengintegrasikan aktivitas pertanian dan industri untuk
penyediaan lapangan kerja, peningkatan kesejahteraan, serta peningkatan ekonomi lokal.
Konsep pengembangan kawasan perdesaan kemudian diintegrasikan dengan sumber
daya lokal yang ada dengan konsep regional network, yang merupakan pengembangan
sumber daya lokal sebagai pilar utama dalam pembangunan perdesaan. Regional network
menjabarkan bagaimana hubungan antar daerah dalam suatu wilayah yang didasarkan atas
pembagian fungsi, yaitu hulu, produksi, dan hilir. Masing-masing fungsi tersebut saling
berhubungan yang merupakan bagian dari proses produksi, baik sektor pertanian maupun
sektor industri. Peran masing-masing desa berbeda, sesuai dengan kemampuan dan
kapasitasnya untuk melakukan kegiatan dalam proses produksi yang dibutuhkan. Salah satu
kebutuhan pokok setiap individu adalah bahan pangan, yang dihasilkan dari sektor pertanian
di perdesaan. Pada masa sekarang ini, penyediaan bahan pangan tersebut beberapa alur
kegiatan, yaitu kegiatan atas bahan masukan (input), produksi (farm), pengolahan
(processing), dan pemasaran bahan pangan (output factor). Semakin majunya perkembangan
zaman, proses produksi hasil-hasil pertanian menjadi bertambah kompleks dan terspesialisasi,
sehingga berpengaruh dalam kuantitas dan kualitas hasil produksi pertanian.
Keterkaitan antara aktivitas pertanian dan industri di perdesaan dapat bermula dari
penemuan potensi desa untuk dapat dipergunakan mendukung kedua aktivitas tersebut dan
digunakan untuk kemakmuran bersama. Sektor pertanian merupakan sektor yang kelebihan
tenaga kerja, yang dicirikan produktivitas marjinal tenaga kerja sama dengan nol, yaitu suatu
situasi yang memungkinkan pengurangan tenaga kerja di sektor pertanian tanpa mengurangi
keluarannya. Sektor industri yang mempunyai produktivitas tinggi sebagai tempat
penampungan tenaga kerja yang pindah dari sektor pertanian, tanpa ada migrasi keluar untuk
bekerja di luar wilayah. Maka perbaikan produktivitas dan pendapatan pertanian tidak
membelenggu pembangunan perdesaan, tetapi harus dikaitkan dengan penciptaan kesempatan
kerja. Maka kegiatan pertanian merupakan penghubung yang dapat memaduserasikan dan
memungkinkan peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan.
11
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa objeknya adalah petani dan seluruh
pihak yang terlibat dalam pertanian, baik yang berada di desa maupun di pinggiran kota dan
di kota. Masyarakat petani sering dimengerti sebagai kategori sosial yang seragam dan
sifatnya umum, artinya sering tidak disadari adanya perbedaan di berbagai aspek seperti
tingkat perkembangan masyarakatnya, jenis tanaman yang ditanam, teknologi yang
digunakan, sistem pertanian yang dipakai dan topografi atau kondisi fisik bahkan sampai
geografiknya. Struktur fisik desa berkaitan erat dengan lingkungan fisik dan geografis desa
tersebut, yang memiliki ciri-ciri seperti: jenis tanah, iklim, curah hujan, ketinggian tanah, dan
lain-lain yang berbeda-beda.
3.2 Saran
Setelah melakukan kegiatan wawancara, ada beberapa saran yang diharapkan dapat
menambah pengetahuan petani dan juga pembaca, yaitu: Sosiologi pertanian harus di
terapkan untuk mengetahui kondisi sosial dan ekonomi di suatu wilayah, terutama di
lingkung pedesaan. Dengan menerapkan sistem pertanian organik diharapkan bisa menjaga
ketahanan dan stabilitas pangan nasional. Maka dari itu, perlu dilakukan peningkatan
kualitas Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusianya agar menjadi optimal.
12
DAFTAR PUSTAKA
Prayogi, R., dan Danial, E. (2016). Pergeseran nilai-nilai budaya pada suku Bonai sebagai
Civic Culture di kecamatan Bonai Darussalam kabupaten Rokan Hulu provinsi Riau.
Humanika. Jurnal Ilmiah Kajian Humaniora, Vol.23, No.1, 2017, hal 61-79.
13