Anda di halaman 1dari 25

TUGAS KELOMPOK

PL 2211 SISTEM PERUMAHAN

IDENTIFIKASI KONDISI RUMAH

(Studi Kasus: Kampung Pelangi 200 RW 12 Kelurahan Dago)

Oleh:

Talitha Salsabila (15417001)

Anggie Aulia Hapsari (15417005)

Gloria Grace Himmel Y. (15417025)

Cici Nivea Lisna (15417043)

Sifa BayuListia Agustina (17316012)

Dosen Pengampu:

Dr. Iwan Kustiwan, ST., MT.

Niken Prilandita ST., M.Sc.

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN, DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................... i
DAFTAR TABEL......................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... ...1
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 1
1.3 Tujuan dan Sasaran....................................................................... 2
1.4 Ruang Lingkup Penelitian................................................................ 2
1.4.1 Ruang Lingkup Materi............................................................ 2
1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah.......................................................... 2
1.5 Metodologi Penelitian.................................................................... 3
1.6 Sistematika Penulisan.................................................................... 3
BAB 2 DASAR TEORI.....................................................................................4
2.1 Definisi Rumah, Perumahan, dan Permukiman....................................... 4
2.2 Jenis-Jenis Perumahan................................................................... 5
2.2.1 Menurut Legalitas................................................................ 5
2.2.2 Menurut Kelas Ekonomi......................................................... 5
2.2.3 Menurut Bentuk dan Fungsi..................................................... 6
2.3 Definisi dan Kriteria Perumahan Layak Huni.......................................... 7
2.4 Definisi dan Kriteria Perumahan Kumuh............................................... 8
2.5 Definisi Rumah Sehat dan Rumah Sehat Sederhana.................................. 9
BAB 3 HASIL TEMUAN STUDI.........................................................................10
3.1 Gambaran Lingkungan Kawasan Permukima.......................................... 10
3.1.1 Jumlah Penduduk di Kelurahan/RW........................................... 10
3.1.2 Peta Batas Kelurahan/RW....................................................... 10
3.1.3 Peta Guna Lahan Kelurahan/RW............................................. 11
3.1.4 Luas Kelurahan/RW............................................................... 11
3.1.5 Alasan Memilih Lokasi Penelitian............................................... 11
3.2 Identifikasi Karakteristik Fisik Lingkungan............................................ 12
3.3 Identifikasi Karakteristik Sosial Ekonomi.............................................. 17
3.4 Penilaian Tingkat Kelayakhunian Kawasan............................................ 18
BAB 4 KESIMPULAN................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... iv
LAMPIRAN............................................................................................... v

i
DAFTAR TABEL

TABEL 2.1 DEFINISI RUMAH, PERUMAHAN, PERMUKIMAN........................................ 4

TABEL 3.1 KARAKTERISTIK FISIK LINGKUNGAN RUMAH 1........................................ 12

TABEL 3.2 KARAKTERISTIK FISIK LINGKUNGAN RUMAH 2........................................ 14

TABEL 3.3 KARAKTERISTIK FISIK LINGKUNGAN RUMAH 3........................................ 13

TABEL 3.4 PERBANDINGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI.................................. 17

TABEL 3.5 KOMPONEN PENILAIAN TINGKAT KELAYAKHUNIAN.................................. 18

TABEL 3.6 PEMENUHAN VARIABEL KONDISI IDEAL................................................ 19

ii
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1.1 PETA LINGKUP WILAYAH............................................................ 2

GAMBAR 2.1 RUMUS LUAS MINIMUM HUNIAN..................................................... 7

GAMBAR 3.1 PETA BATAS KELURAHAN DAGO..................................................... 10

GAMBAR 3.2 PETA GUNA LAHAN KELURAHAN DAGO.................................... ......... 11

GAMBAR 3.3 DENAH RUMAH 1....................................................................... 12

GAMBAR 3.4 DENAH RUMAH 2...................................................................... 13

GAMBAR 3.5 DENAH RUMAH 3....................................................................... 15

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan topik penelitian secara
umum, meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup
penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang

Tingginya jumlah penduduk di Indonesia menimbulkan berbagai macam


persoalan di lingkungan perkotaan. Seiring perkembangan kota- kota di Indonesia,
baik dari segi fisik, sosial, ekonomi, dan sosial budaya, muncullah pergeseran
fungsi-fungsi perkotaan. Semakin kuatnya daya tarik kota ditambah dengan adanya
berbagai keterbatasan secara ekonomi di perdesaan, telah mendorong sebagian
warga perdesaan untuk pindah ke perkotaan. Keadaan ini mengharuskan
terpenuhinya kebutuhan akan permukiman yang layak huni, ketersediaan sarana
dan prasarana, dsb. Hal ini menyebabkan tumbuhnya permukiman kumuh (slum dan
squatter) bagi masyarakat yang tidak memiliki kekuatan ekonomi yang memadai.

Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia


dan merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia
serta mutu kehidupan yang sejahtera. Perumahan adalah kelompok rumah yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan, agar lingkungan tersebut
menjadi lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. Menurut CSU’s Urban
Studies Department, kawasan kumuh merupakan suatu wilayah yang memiliki
kondisi lingkungan yang buruk, kotor, penduduk yang padat serta keterbatasan
ruang (untuk ventilasi cahaya, udara, sanitasi, dan lapangan terbuka).

Wilayah Kota Bandung terdiri dari 30 kecamatan, salah satunya Kecamatan


Coblong yang terletak di bagian Utara Kota Bandung. Kecamatan Coblong terdiri
dari 6 kelurahan, salah satunya Kelurahan Dago. Berdasarkan data statistik
Kecamatan Coblong pada tahun 2015, Kelurahan Dago menduduki posisi pertama
tingkat pertama kepadatan dan persebaran penduduk yang paling tinggi, yaitu
jumlah penduduk sebanyak 20.907 jiwa/Ha dengan tingkat persebaran penduduk
30%.
Kelurahan Dago letaknya cukup dekat dengan instansi pendidikan, yaitu
perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, seperti ITB, Unpad, dan Unikom. Hal
ini menjadikan wilayah Dago sebagai kawasan strategis untuk bertempat tinggal,
terutama bagi pekerja dan mahasiswa. Hal ini menyebabkan area pemukiman Dago
semakin padat. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian mengenai tingkat
kekumuhan kawasan perumahan atau permukiman di Kelurahan Dago melalui
identifikasi kondisi fisik, lingkungan, sosial, dan ekonomi perumahan. Pentingnya
melakukan penelitian ini adalah agar dapat diketahui kondisi perumahan
masyarakat berpenghasilan rendah melalui tingkat kekumuhn kawasan permukiman
dengan identifikasi kondisi sosial, ekonomi, fisik, dan lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

Bagaimana keadaan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah di


Kampung Pelangi 200 RW 12 Kelurahan Dago?

1
1.3 Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keadaan perumahan


masyarakat berpenghasilan rendah di Kampung Pelangi 200 RW 12.

Adapun sasaran dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui gambaran lingkungan kawasan pemukiman di Kampung Pelangi


200 RW 12 Kelurahan Dago

2. Mengidentifikasi karakteristik fisik lingkungan di Kampung Pelangi 200 RW


12 Kelurahan Dago

3. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi di Kampung Pelangi 200 RW 12


Kelurahan Dago

4. Mengetahui tingkat kekumuhan kawasan pemukiman di Kampung Pelangi


200 RW 12 Kelurahan Dago

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

1.4.1 Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup materi meliputi materi pemahaman mengenai rumah,


perumahan, dan permukiman; kriteria rumah layak huni; kriteria rumah
sehat; kriteria dalam menentukan tingkat kelayakan kawasan pemukiman.

1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah

Wilayah pengambilan data dibatasi pada Kampung Pelangi 200 RW 12


RT 4, 10, 11.
GAMBAR 1.1 PETA LINGKUP WILAYAH

Sumber: Pengolahan ArcGIS, 2019

2
1.5 Metodologi Penelitian

1.5.1 Metoda Pengambilan Data

Ada 2 jenis data yang digunakan dalam metode pengumpulan data ini,
yaitu:

1. Data Primer

Data primer diambil melalui kuesioner, wawancara, dan observasi.

2. Data Sekunder

Data Sekunder diambil melalui Undang-Undang dan studi literatur.

1.5.2 Metoda Analisis Data

Metoda analisis data yang dipakai pada penelitian ini adalah analisis
deskriptif kualitatif. Metode analisis deskriptif kualitatif adalah suatu metode yang
bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis suatu
objek penelitian yang diteliti memalui sampel atau data yang telah terkumpul,
sehingga dapat ditarik kesimpulan yang jelas dan bermakna.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan praktikum ini adalah sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

Pada bagian pendahuluan, penulis menguraikan latar belakang pembuatan


laporan, rumusan masalah, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, ruang lingkup
laporan penelitian mencakup ruang lingkup materi, ruang lingkup wilayah, serta
metodologi penelitian dan sistematika penulisan laporan.

Bab II Dasar Teori

Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang dasar-dasar teori tentang
perumahan dan permukiman, standar fasilitas yang ada pada rumah tinggal, serta
peraturan yang mendasari perumahan dan pemukiman.

Bab III Analisis Data

Pada bab ini, penulis akan memaparkan gambaran umum wilayah studi,
kondisi fisik dan lingkungan perumahan yang diteliti, kondisi sosial budaya
perumahan yang diteliti, dan menganalisis tingkat kelayakhunian rumah yang
diteliti.

Bab IV Penutup

Pada bagian penutup, penulis menyimpulkan hasil penelitian dari analisis-


analisis yang telah dipaparkan di bab sebelumnya, dan memberikan rekomendasi
kepada pemerintah dan masyarakat wilayah delineasi.

3
BAB 2
DASAR TEORI
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai definisi rumah, perumahan, dan
permukiman, jenis-jenis perumahan, serta definisi dan kriteria perumahan layak huni dan
perumahan kumuh.

2.1 Definisi Rumah, Perumahan, dan Permukiman

Rumah merupakan bagian dari perumahan, sementara permukiman adalah


kumpulan dari perumahan. Penjelasan detail mengenai rumah, perumahan, dan
permukiman dijelaskan pada tabel berikut

TABEL 2.1 TABEL DEFINISI RUMAH, PERUMAHAN, DAN PERMUKIMAN

ISTILAH MENURUT TEORI MENURUT PERUNDANGAN


Dalam Bahasa Inggris kata Rumah adalah bangunan
“Rumah” bisa digunakan sebagai gedung yang berfungsi sebagai
kata benda atau kata kerja. tempat tinggal yang layak
Ketika digunakan sebagai kata huni, sarana pembinaan
benda, “Rumah” diartikan keluarga, cerminan harkat dan
Rumah
komunitas atau produk. Ketika martabat penghuninya, serta
digunakan sebagai kata kerja, aset bagi pemiliknya. (Sumber
“Rumah” diartikan sebagai : UU No. 1 Tahun 2011
proses atau aktifitas. (Turner, Tentang Perumahan dan
1972). Kawasan Permukiman).
Perumahan adalah kelompok Perumahan adalah kumpulan
rumah yang berfungsi sebagai rumah sebagai bagian dari
lingkungan tempat tinggal atau permukiman, baik perkotaan
lingkungan hunian yang maupun perdesaan, yang
dilengkapi dengan prasarana dan dilengkapi dengan prasarana,
sarana lingkungan (Musthofa, sarana, dan utilitas umum
Perumahan
2008). sebagai hasil upaya
pemenuhan rumah yang layak
huni. (Sumber: UU No. 1
Tahun 2011 Tentang
Perumahan dan Kawasan
Permukiman).
Permukiman dapat diartikan Permukiman adalah bagian
sebagai sejumlah besar rumah dari lingkungan hunian yang
yang terletak pada kawasan terdiri atas lebih dari satu
tertentu yang dapat berkembang satuan perumahan yang
atau diadakan dan mempunyai prasarana, sarana,
dikembangkan untuk dapat utilitas umum, serta
mengakomodasi sejumlah besar mempunyai penunjang
Permukiman
keluarga yang memerlukannya. kegiatan fungsi lain di
(Hermanislamet, 1993). kawasan perkotaan atau
kawasan perdesaan. (Sumber:
UU No. 1 Tahun 2011 Tentang
Perumahan dan Kawasan
Permukiman).

Sumber: hasil pencarian internet, 2019

4
2.2 Jenis-Jenis Perumahan

Berikut ini akan dijelaskan jenis-jenis perumahan diantaranya menurut


legalitas, menurut kelas ekonomi, serta menurut bentuk dan fungsi.

2.2.1 Menurut Legalitas

2.2.1.1 Rumah Formal

Perumahan formal adalah kumpulan rumah yang dilengkapi


dengan sarana prasarana dan utilitas umum yang dibangun oleh
badan usaha yang bergerak di bidang perumahan. Perumahan
formal secara umum dibangun melalui prosedur perizinan yang
sistematis, dilengkapi dokumen legalitas, dan sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah. Perumahan formal cenderung
memiliki harga yang lebih tinggi daripada perumahan informal.
Harga unit perumahan formal pada umumnya tidak terjangkau
bagi kalangan ekonomi bawah.

2.2.1.2 Rumah Informal

Karakter perumahan informal berkebalikan dengan


perumahan formal, yakni perumahan yang tidak disertai dokumen
legalitas perizinan dan tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah yang diberlakukan pemerintah. Perumahan informal
kaitannya dengan perolehan lahan dan proses pembangunanmya
dapat diklasifikasi menjadi dua, yakni squatter settlement dan
unauthorized development. Squatter settlement merupakan
perumahan yang dibangun di lahan yang illegal, karena tidak
memperoleh izin dari pemilik lahan yang sah. Unauthorized
development menilai perumahan informal dari sisi legalitas
pembangunan perumahan. Perumahan tipe ini tidak memiliki
kelengkapan dokumen perizinan membangun sesuai yang
ditetapkan pemerintah daerah. Selain itu dapat pula dikatakan
perumahan tersebut menempati lokasi yang tidak sesuai dengan
arahan pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang.

2.2.2 Menurut Kelas Ekonomi

2.2.2.1 Rumah Mewah

Rumah Mewah adalah rumah komersial dengan harga jual


lebih besar dari 6 (enam) kali harga jual rumah sederhana. Dalam
hal hanya membangun rumah mewah, setiap orang wajib
membangun sekurang-kurangnya rumah menengah 2 (dua) kali
dan rumah sederhana 3 (tiga) kali jumlah rumah mewah yang akan
dibangun.

2.2.2.2 Rumah Menengah

Rumah Menengah adalah rumah komersial dengan harga jual


lebih besar dari 1 (satu) sampai dengan 6 (enam) kali harga jual
rumah sederhana. Dalam hal hanya membangun rumah menengah,
setiap orang wajib membangun rumah sederhana sekurang-
kurangnya 1 ½ (satu setengah) kali jumlah rumah menengah yang
akan dibangun.

5
2.2.2.3 Rumah Sederhana

Rumah sederhana adalah rumah umum yang dibangun di atas


tanah dengan luas kavling antara 60 m2 sampai dengan 200 m2
dengan luas lantai bangunan paling sedikit 36 m2 dengan harga
jual sesuai ketentuan pemerintah. Luasan lahan rumah sederhana
sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima perseratus) dari luas
lahan keseluruhan dengan jumlah rumah sederhana sekurang-
kurangnya sama dengan jumlah rumah mewah ditambah jumlah
rumah menengah.

2.2.3 Menurut Bentuk dan Fungsi

2.2.3.1 Rumah Komersial

Rumah komersial adalah rumah yang diselenggarakan dengan


tujuan mendapatkan keuntungan. Kelebihan rumah komersial
yaitu; fisik bangunannya lebih besar maka unit ruangan (biasanya)
sudah termasuk dapur. Spesifikasi jauh berada diatas perumahan
subsidi, kualitas bahan bangunan bagus, ukuran luas tanah 72m ke
atas dan Listrik 1300w, biasanya dibangun ditengah kota, Terletak
di lokasi – lokasi yang mudah dijangkau dan strategis, jika ingin
merenovasi, Renovasi boleh dilakukan sesuka hati dan harga jual
biasanya bervariasi, dan jalannya bukan tanah yang dikeraskan,
biasanya sudah diaspal atau dicor. Sedangkan kekurangan Rumah
Komersial yaitu; harga rumah komersil sudah jelas pasti lebih
mahal kalau dibandingkan dengan rumah bersubsidi, suku bunga
KPR komersil pun lebih tinggi, dan suku bunga KPR mengikuti arah
pasar, angsuran pembayaran kpr mengikuti suku bunga bank yang
berlaku jadi pembayaran angsuran tidak tetap.

2.2.3.2 Rumah Swadaya

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan


Rakyat No. 13 Tahun 2016 Tentang Bantuan Stimulan Perumahan
Swadaya, Perumahan Swadaya adalah kumpulan rumah swadaya
sebagai bagian dari permukiman baik perkotaan maupun pedesaan
yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum.

2.2.3.3 Rumah Umum

Rumah umum adalah rumah yang diselenggarakan untuk


memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan
rendah. Perumahan umum adalah suatu sistem kepemilikan rumah
yang bangunan dan tanahnya dimiliki oleh pemerintah.

2.2.3.4 Rumah Khusus

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan


Rakyat Nomor 20/PRT/M/2017 Tahun 2017 tentang Penyediaan
Rumah Khusus, Penyediaan Rumah Khusus adalah pembangunan
rumah khusus yang berbentuk rumah tunggal dan rumah deret
dengan tipologi berupa rumah tapak atau rumah panggung serta
prasarana, sarana, dan utilitas umum.

6
2.3 Definisi dan Kriteria Perumahan Layak Huni

Menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia


Nomor 22 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan
Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota serta UU Nomor 1 Tahun 2011
Pasal 24 Huruf a, rumah layak huni adalah rumah yang memenuhi persyaratan
keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan
penghuninya. Berikut merupakan kriteria rumah layak huni secara umum:

1. Memenuhi persyaratan keselamatan bangunan meliputi struktur


bawah/pondasi, struktur tengah/kolom dan balak (beam), dan struktur
atas.

2. Menjamin kesehatan meliputi pencahayaan, penghawaan, dan sanitasi.

3. Memenuhi kecukupan luas 7,2 m2/orang sampai dengan 12m2/orang.

Adapun kebutuhan luas lantai minimum hunian per-orang bagi dewasa dan
anak menurut SNI-03-1733-2004, dapat dihitung dengan rumus:

GAMBAR 2.1 RUMUS LUAS MINIMUM HUNIAN

Sumber: SNI-03-1733-2004 tentang Besaran dan Luas Hunian Tidak Bertingkat

Kriteria rumah layak huni menurut Habitat for Humanity Indonesia dan SNI-
03-1733-2004 adalah

1. Berdasarkan desain, luas rumah minimal 9,6 m /orang. Selain itu, struktur
2

konstruksi atap, lantai, dan dinding yang memenuhi persyaratan keselamatan dan
kenyamanan yaitu kokoh (tidak terbuat dari bahan yang mudah lapuk atau rusak)
dan tidak retak-retak. Lokasi rumah terletak di lokasi yang aman, resiko dari
bencana alam diupayakan seminimal mungkin, dan bukan wilayah yang mudah
terjangkit penyakit menular.

2. Berdasarkan ketahanan, struktur material rumah yang dapat memberi


kesempatan kepada penghuni rumah guna menyelamatkan diri pada saat terjadi
bencana alam, serta memenuhi standar konstruksi yang disetujui oleh pemerintah.

3. Berdasarkan kepemilikan tanah, yaitu hak kepemilikan tanah dan bangunan yang
sah dari pemerintah berupa Sertifikat Tanah atau Surat Keterangan Hak Milik dari
pemerintah setempat.

4. Berdasarkan akses, memiliki jaringan listrik yang berfungsi untuk kebutuhan


sehari-hari penghuni; jalan lingkungan yang sudah diberi aspal dan berfungsi, bukan
hanya berbentuk tanah yang bergelombang dan berlubang; terdapat jaringan air

7
bersih dari PDAM atau sumber air bersih lainnya yang berfungsi. Public Water Point
cukup dekat dengan rumah sebagai suplai minum kebutuhan keluarga (minimal 15
L/hari, jarak maksimum Public Water Point adalah 500 meter, dan waktu
mengantri tidak melebihi 30 menit).

5. Berdasarkan sanitasi, memiliki jumlah toilet yang cukup dan berjarak dekat.
Letak toilet setidaknya 10 meter dari maksimum 20 orang/toilet, serta harus
dipisahkan antara pria dan wanita. Sedangkan drainase rumah memiliki lingkungan
yang aman dari gangguan kesehatan karena erosi dan genangan air, termasuk
semburan air, banjir, dan air kotor rumah tangga, serta berfungsi dengan baik.
Penyediaan septic tank atau tempat pembuangan sanitasi yang berfungsi dengan
baik dan aman dan tidak mencemari lingkungan.

2.4 Definisi dan Kriteria Perumahan Kumuh

Permukiman Kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena


ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas
bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Peningkatan
Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh adalah upaya untuk
meningkatkan kualitas bangunan, serta prasarana, sarana dan utilitas umum.

Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan kriteria yang


digunakan untuk menentukan kondisi kekumuhan pada perumahan kumuh dan
permukiman kumuh. Menurut Permen PU Nomor 2 Tahun 2016 dan PP Nomor 14
Tahun 2016, kriteria perumahan kumuh dapat ditinjau melalui aspek :

1. Bangunan gedung; ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang


tinggi yang tidak sesuai dengan ketentuan rencana tata ruang, dan kualitas
bangunan yang tidak memenuhi syarat.

2. Jalan lingkungan; jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan


perumahan atau permukiman, kualitas permukaan jalan lingkungan buruk.

3. Penyediaan air minum; ketidaktersediaan akses aman air minum, tidak


terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu sesuai standar yang berlaku.

4. Drainase lingkungan; drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air


hujan sehingga menimbulkan genangan, ketidaktersediaan drainase, tidak
terhubung dengan sistem drainase perkotaan, tidak dipelihara sehingga terjadi
akumulasi limbah padat dan cair di dalamnya, dan kualitas konstruksi drainase
lingkungan buruk.

5. Pengelolaan air limbah; sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan
standar teknis yang berlaku dan prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak
memenuhi persyaratan teknis.

6. Pengelolaan persampahan; prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai


dengan persyaratan teknis, sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi
persyaratan teknis, tidak terpeliharanya sarana dan prasarana pengelolaan
persampahan sehingga terjadi pencemaran lingkungan

7. Proteksi kebakaran; prasarana proteksi kebakaran dan sarana proteksi


kebakaran.

8
2.5 Definisi Rumah Sehat dan Rumah Sehat Sederhana

Menurut WHO (2004), rumah sehat dapat diartikan rumah berlindung,


bernauang, dan tempat untuk beristirahat, sehingga menimbulkan kehidupan yang
sempurna baik fisik, rohani, dan sosial. Adapun ketentuan persyaratan kesehatan
rumah tinggal menurut Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah

a. Bahan Bangunan, tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang
dapat membahayakan kesehatan, antara lain : debu total kurang dari 150
µg/m2 , asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per 24 jam, plumbum (Pb) kurang
dari 300 mg/kg bahan. Selain itu, tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi
tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen.
b. Komponen dan Penataan Ruang, lantai kedap air dan mudah dibersihkan,
dinding rumah memiliki ventilasi, kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan
mudah dibersihkan, langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan
kecelakaan, bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir, ruang ditata
sesuai dengan fungsi dan peruntukannya, dan dapur harus memiliki sarana
pembuangan asap.
c. Pencahayaan, yang berasal dari alam atau buatan yang menerangi langsung
maupun tidak langsung seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal
60 lux dan tidak menyilaukan mata.
d. Kualitas Udara, suhu udara nyaman antara 18-30 derajat celcius, kelembaban
udara 40–70%, gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam, pertukaran udara 5 kaki3
/menit/penghuni, gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam, gas formaldehid kurang
dari 120 mg/m3 .
e. Ventilasi, dengan luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas
lantai.
f. Vektor Penyakit, tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam
rumah.
g. Penyediaan air, tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal
60 liter/orang/hari; kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air
bersih dan/atau air minum menurut Permenkes no. 416 tahun 1990 dan
Kepmenkes no. 907 tahun 2002.
h. Pembuangan limbah, limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari
sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah. 2)
Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak
mencemari permukaan tanah dan air tanah.
i. Kepadatan hunian Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan tidak untuk
lebih dari 2 orang tidur.

9
BAB 3
HASIL TEMUAN STUDI
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran lingkungan kawasan permukiman,
identifikasi karakteristik fisik lingkungan, identifikasi karakteristik sosial ekonomi, dan
penilaian tingkat kekumuhan dan kelakhunian kawasan.

3.1 Gambaran Lingkungan Kawasan Permukiman

3.1.1 Jumlah Penduduk di Kelurahan/RW

Jumlah penduduk Kelurahan Dago menurut Kecamatan Coblong


Dalam Angka 2018, adalah sebanyak 29.970 jiwa dengan rincian 14.650
penduduk laki-laki dan 15.320 penduduk perempuan. Sementara itu
dikarenakan keterbatasan data, maka tidak diketahui data jumlah penduduk
per RT yang diobservasi.

3.1.2 Peta Batas Kelurahan

Kelurahan Dago merupakan kelurahan terluas di Kecamatan Coblong,


yaitu mencapai 258 Ha atau sebesar 35% dari total luas wilayah Kecamatan
Coblong. Adapun batas administrasi kelurahan dago ditunjukkan melalui
gambar dibawah

GAMBAR 3.1 PETA BATAS KELURAHAN DAGO

Sumber: data.bandung.go.id, 2019

Berdasarkan data sekunder, dapat diketahui batas-batas Kelurahan


Dago yaitu sebagai berikut:

1. Utara: Kecamatan Cidadap

2. Timur: Kelurahan Sekeloa

3. Selatan: Kelurahan Lebak Siliwangi

4. Barat: Kelurahan Cipaganti

10
3.1.3 Peta Guna Lahan Kelurahan/RW

Guna Lahan eksisting yang ada di wilayah penelitian (RW 12 atau


biasa disebut Kampung Pelangi 200) dapat dilihat melalui gambar berikut.

GAMBAR 3.2 PETA GUNA LAHAN KELURAHAN DAGO

Sumber: Google Earth, 2019

Berdasarkan observasi langsung dan observasi dari google maps,


dapat diketahui bahwa area penelitian yaitu RW 12 Kelurahan Dago terletak
di area perumahan 1 dan di kelilingi oleh guna lahan lain yaitu Asrama
Sangkuriang ITB, Ruang Terbuka Hijau (RTH), dan perumahan lainnya.

3.1.4 Luas Kelurahan/RW

Berdasarkan data sekunder, luas Kelurahan Dago secara keseluruhan


adalah sebesar 6.000 Ha. Sementara itu dikarenakan keterbatasan data,
maka tidak diketahui data luas RW yang diobservasi.

3. 1. 5 Alasan Memilih Lokasi Penelitian

Kampung Pelangi 200 terletak di daerah yang memiliki kontur yang


tidak rata dan tanah yang sangat miring, sehingga diasumsikan bahwa tanah
pada daerah tersebut tidak layak dihuni oleh perumahan yang cukup padat
dan juga rawan terjadi longsor. Setelah melakukan beberapa wawancara
kepada ketua RT dan warga sekitar, didapat temuan bahwa tanah di
Kampung Pelangi 200 merupakan tanah milik ITB, sehingga menimbulkan
indikasi bahwa perumahan di Kampung Pelangi 200 merupakan perumahan
informal yang diklasifikasikan sebagai Squatter unauthorized development,
yaitu perumahan yang tidak memiliki kelengkapan dokumen perizinan
membangun sesuai yang ditetapkan pemerintah daerah. Selain itu dapat
pula dikatakan perumahan tersebut menempati lokasi yang tidak sesuai
dengan arahan pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang.

11
3.2 Identifikasi Karakteristik Fisik Lingkungan

Rumah 1 adalah rumah Ibu Sri yang bekerja sebagai pegawai Laundry
Asrama Sangkuriang ITB. Rumah 1 terdiri dari 4 KK dengan jumlah anggota keluarga
16 orang, namun karena faktor pekerjaan ada 5 orang yang tidak menetap di rumah
tersebut. Luas lantai rumah 1 adalah 54 m2. Berikut gambar denah rumah 1

GAMBAR 3.3 DENAH RUMAH 1

Sumber: Pengolahan photoshop, 2019

TABEL 3.1 KARAKTERISTIK FISIK LINGKUNGAN RUMAH 1

Kondisi Ideal Kondisi Foto


Eksisting
Air Bersih Bersih, jernih Jernih, berasal
dari sumur
timba

Persampa Ada sistem pembuangan Tidak ada


han sampah tempat
pembuangan -
sampah
komunal
Bangunan Struktur konstruksi tidak Atap:seng
Rumah retak, kokoh (tidak (bocor)
terbuat dari bahan yang Dinding:batu
mudah lapuk/rusak), bata (retak)
serta memenuhi Lantai: tegel
keselamatan dan
kenyamanan
Listrik Berfungsi dan cukup Belum cukup
untuk kebutuhan sehari- (1300 watt) -
hari penghuni
Jalan Jalan sudah diberi aspal, Tidak rata dan
bukan dari tanah, dan berlubang dan
-
tidak bergelombang atau berbentuk
berlubang jenjang

12
Kondisi Ideal Kondisi Foto
Eksisting
Drainase Berfungsi dengan baik, Sedikit
tidak ada genangan air, sampah,
banjir, atau air kotor kurang lancar
rumah tangga

Saluran dan tidak mencemari Tersumbat,


limbah sumber air, tidak tidak lancar
menimbulkan bau, dan -
tidak mencemari
permukaan tanah
Pencahay Berasal dari Semua
aan pencahayaan alam atau ruangan
buatan yang menerangi dilengkapi
langsung atau tidak dengan lampu, -
langsung seluruh daya cukup
ruangan, serta tidak (10 watt)
menyilaukan mata
Sumber Ada ventilasi dan luas Tidak memiliki
Siklus lubang ventilasi ventilasi dan
Udara permanen minimal 10% jendela -
(ventilasi) luas lantai sebagai
sirkulasi udara
Sumber: Hasil observasi, 2019

Berdasarkan hasil observasi rumah 1 dapat dilihat beberapa karakteristik


rumah yang tidak memenuhi kondisi ideal fisik lingkungan rumah yang baik, yaitu
tidak adanya tempat sampah komunal, atap yang bocor, dinding yang retak,
kebutuhan listrik belum cukup, jalan yang tidak rata, drainase yang kurang lancar,
dan saluran limbah yang tidak lancar.

Selanjutnya, rumah 2 adalah rumah Ibu Lian Wilyanti yang bekerja sebagai
ibu rumah tangga. Rumah 2 terdiri dari 4 KK dengan jumlah anggota keluarga 13
orang. Luas lantai rumah 1 adalah 30 m2. Berikut denah rumah 2 yang ditunjukkan
melalui gambar dibawah

GAMBAR 3.4 DENAH RUMAH 2

Sumber: Pengolahan photoshop, 2019

13
TABEL 3.2 KARAKTERISTIK FISIK LINGKUNGAN RUMAH 2

Kondisi Ideal Kondisi Eksisting Foto


Air Bersih Bersih, jernih Jernih, berasal
dari sumur timba

Persampa Ada sistem Tidak ada tempat


-han pembuangan pembuangan -
sampah sampah komunal
Bangunan Struktur konstruksi Atap:genteng dan
Rumah atap tidak retak, asbes (tidak
kokoh (tidak terbuat bocor)
dari bahan yang Dinding:batu
mudah bata (tidak retak)
lapuk/rusak), kedap Lantai: tegel
air, serta memenuhi
keselamatan dan
kenyamanan
Listrik Berfungsi dan cukup Belum cukup
untuk kebutuhan (1300 watt) -
sehari-hari
Jalan Jalan sudah diberi Tidak rata/
aspal, bukan dari berlubang dan
tanah, dan tidak berbentuk -
bergelombang atau jenjang
berlubang
Drainase Berfungsi dengan Sedikit sampah,
baik, tidak ada kurang lancar
genangan air,
banjir, atau air
kotor rumah tangga

Saluran Berfungsi baik dan Tidak tersumbat


limbah tidak mencemari
sumber air, tidak
menimbulkan bau, -
dan tidak
mencemari
permukaan tanah
Pencahay Berasal dari Semua ruangan
aan pencahayaan alam memiliki lampu
atau buatan yang
menerangi langsung
-
atau tidak langsung
seluruh ruangan,
serta tidak
menyilaukan mata
Sumber Ada ventilasi dan Memiliki ventilasi -

14
Kondisi Ideal Kondisi Eksisting Foto
Siklus luas lubang ventilasi dan jendela
Udara permanen minimal sebagai sirkulasi
(ventilasi) 10% luas lantai udara
Sumber: Hasil observasi, 2019

Berdasarkan hasil observasi rumah 2 dapat dilihat beberapa karakteristik


rumah yang tidak memenuhi kondisi ideal fisik lingkungan rumah yang baik, yaitu
tidak adanya tempat sampah komunal, kebutuhan listrik belum cukup, jalan yang
tidak rata, dan drainase yang kurang lancar.

Selanjutnya rumah 3 adalah rumah Ibu Ani Hayati, yang bekerja sebagai ibu
rumah tangga. Rumah 3 terdiri dari 3 KK dengan jumlah anggota keluarga 10 orang.
Luas lantai rumah 1 adalah 45 m2 di lantai 1 dan 25 m2 di lantai 2.Berikut denah
rumah 3 yang ditunjukkan melalui gambar dibawah

GAMBAR 3.5 DENAH RUMAH 3

Sumber: Pengolahan photoshop, 2019

TABEL 3.3 KARAKTERISTIK FISIK LINGKUNGAN RUMAH 3

Kondisi Ideal Kondisi Eksisting Foto


Air Bersih Bersih, jernih Jernih, berasal dari
PDAM

Persampa Ada sistem Tidak ada tempat


han pembuangan sampah pembuangan -
sampah komunal
Bangunan Struktur konstruksi Atap: genteng dan
Rumah atap tidak retak, seng (Tidak bocor)
kokoh (tidak terbuat Dinding: Batu bata
dari bahan yang dan batako (Tidak
mudah lapuk/rusak), retak)
kedap air, serta Lantai: Keramik
memenuhi
keselamatan dan
kenyamanan
Listrik Berfungsi dan cukup Cukup (900 watt) -

15
Kondisi Ideal Kondisi Eksisting Foto
untuk kebutuhan
sehari-hari penghuni
Jalan Jalan sudah diberi Tidak rata atau
lingkunga aspal, bukan dari berlubang dan
n tanah, dan tidak berbentuk jenjang -
bergelombang atau
berlubang
Drainase Berfungsi dengan Sedikit sampah,
baik, tidak ada kurang lancar
genangan air, banjir,
atau air kotor rumah
tangga

Saluran Berfungsi baik dan Tidak tersumbat


limbah tidak mencemari
sumber air, tidak
-
menimbulkan bau,
dan tidak mencemari
permukaan tanah
Pencahay Berasal dari Ada ruangan yang
aan pencahayaan alam tidak memilki lampu
atau buatan yang yaitu dapur
menerangi langsung
-
atau tidak langsung
seluruh ruangan,
serta tidak
menyilaukan mata
Sumber Ada ventilasi dan luas Tidak Ada ventilasi
Siklus lubang ventilasi atau jendela yang
-
Udara permanen minimal bisa dibuka
(ventilasi) 10% luas lantai
Sumber: Hasil observasi, 2019

Berdasarkan hasil observasi rumah 3 dapat dilihat beberapa karakteristik


rumah yang tidak memenuhi kondisi ideal fisik lingkungan rumah yang baik, yaitu
tidak adanya tempat sampah komunal, jalan yang tidak rata, dan drainase yang
kurang lancar.
Dengan melihat perbandingan karakteristik ketiga rumah tersebut, dapat
diketahui dari tujuh karakteristik ideal fisik lingkungan, rumah 1 hanya memenuhi
satu karakteristik ideal yaitu air bersih, sedangkan rumah 2 memenuhi tiga
karakteristik ideal yaitu air bersih, bangunan rumah kokoh tidak retak, dan saluran
limbah tidak tersumbat, lalu rumah 3 memenuhi empat karakteristik ideal yaitu air
bersih, bangunan rumah kokoh tidak retak, kebutuhan listrik cukup, dan saluran
limbah tidak tersumbat. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa rumah 1
memiliki kondisi fisik lingkungan yang paling buruk diantara ketiga rumah tersebut.

16
3.3 Identifikasi Karakteristik Sosial Ekonomi

TABEL 3.4 PERBANDINGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI

Rumah 1 Rumah 2 Rumah 3


(Ibu Sri) (Ibu Lian Wilyanti) (Ibu Ani Hayati)
Pekerjaan Pekerja
Ibu rumah tangga Ibu rumah tangga
laundry
Jumlah anggota
16 13 10
keluarga
Total pendapatan
Rp800.000 Rp4.000.000 Rp2.000.000
keluarga
Total pengeluaran
Rp800.000 Rp3.000.000 Rp2.000.000
keluarga
Status Rumah
Rumah pribadi, Rumah pribadi,
kepemilikan pribadi, tanah
tanah milik ITB tanah milik ITB
tanah/rumah milik ITB
Sumber: Hasil wawancara, 2019

Berdasarkan hasil wawancara dan pengisian kuesioner kepada 3 rumah yang


memiliki lebih dari 2 KK pada Kampung Pelangi, dengan keterangan Rumah 1
(pemilik Ibu Sri, RT 11), Rumah 2 (pemilik Ibu Lian, RT 10), dan Rumah 3 (pemilik
Ibu Ani, RT 04), didapat hasil seperti berikut. Dilihat dari pendapatan total antar
rumah, Rumah 2 memiliki total pendapatan terbesar yaitu sebesar Rp4000.000
dengan pengeluaran sebesar Rp3000.000, sedangkan pada Rumah 1 dan Rumah 2,
jumlah total pendapatan setara dengan jumlah pengeluaran. Hal ini berpengaruh
pada pembagian dana ideal untuk kebutuhan setiap anggota keluarga di setiap
rumah. Pada Rumah 1 yang memiliki 16 anggota keluarga, dana ideal untuk
memenuhi kebutuhan per anggota keluarganya adalah sebesar kurang lebih
Rp50.000, pada Rumah 2 yang memiliki 13 anggota keluarga, dana ideal per
anggota keluarganya adalah sebesar kurang lebih Rp307.692, dan pada Rumah 3
yang memiliki 10 anggota keluarga, dana ideal per anggota keluarganya adalah
sebesar Rp200.000. Dari perhitungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Rumah 2
memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dibanding Rumah 1 dan Rumah 3
dilihat dari pendapatan dan pembagian dana ideal per anggota keluarganya.
Sementara Rumah 1 memiliki tingkat kesejahteraan terendah diantara ketiga
rumah tersebut.

Status kepemilikan rumah merupakan hal penting untuk mengetahui apakah


suatu rumah termasuk rumah formal atau informal. Berdasarkan hasil wawancara,
didapat temuan bahwa pada awalnya Kampung Pelangi 200 merupakan lahan
kompensasi yang diberikan oleh pihak ITB kepada warga setempat yang
dipindahkan ketika menempati lahan di area yang saat ini menjadi Asrama
Sangkuriang. Setiap satu keluarga yang dipindahkan diberi minimal satu petak
lahan yang dapat digunakan untuk membangun rumah baru, membangun warung,
dan lain-lainnya, sehingga status kepemilikan lahan pada setiap rumah di Kampung
Pelangi 200 adalah lahan milik ITB, tetapi status kepemilikan bangunan tetap milik
keluarga yang membangun. Setiap keluarga memiliki hak untuk mendirikan
bangunan diatas lahan yang diberikan, akan tetapi tidak disertai dengan Sertifikat
Hak Milik (SHM) karena lahan tetap milik ITB. Pada kasus seperti itu, setiap
keluarga yang mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang dimiliki pihak
lain idealnya memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), namun pada
kenyataannya ketiga rumah yang dijadikan objek penelitian tidak memiliki
sertifikat tersebut. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketiga
rumah yang telah diobservasi merupakan rumah informal.

17
3.4 Penilaian Tingkat Kelayakhunian Kawasan
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota serta UU Nomor 1
Tahun 2011 Pasal 24 Huruf a, rumah layak huni adalah rumah yang memenuhi
persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta
kesehatan penghuninya.
Untuk menentukan tingkat kelayakhunian, ditentukan berdasarkan 3
komponen yaitu keselamatan bangunan, kecukupan luas minimum bangunan, dan
kesehatan penghuninya. Untuk komponen keselamatan bangunan, penentuan
variabel berpedoman pada Habitat for Humanity Indonesia dalam buku laporan
tahunan 2016 dan Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999. Untuk komponen
kecukupan luas minimum bangunan berpedoman pada peraturan SNI-03-1733-2004
tentang besaran dan luas hunian tidak bertingkat. Untuk komponen kesehatan
penghuni berpedoman pada Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999.
Berikut tabel variabel yang akan digunakan dalam penentuan tingkat
kelayakhunian bangunan

TABEL 3.5 KOMPONEN PENILAIAN TINGKAT KELAYAKHUNIAN


Komponen Variabel Kondisi Ideal
Atap Struktur konstruksi atap tidak retak, kokoh
(tidak terbuat dari bahan yang mudah
lapuk/rusak), serta memenuhi keselamatan dan
kenyamanan
Lantai Struktur konstruksi lantai tidak retak dan kokoh
(tidak terbuat dari bahan yang mudah
lapuk/rusak), serta kedap air
Dinding Dinding tidak retak dan terbuat dari bahan yang
tidak mudah lapuk atau rusak
Listrik Jaringan listrik berfungsi dan memenuhi
kebutuhan sehari-hari penghuni
Air Adanya jaringan air bersih dari PDAM atau
sumber air bersih lainnya.
Keselamatan Saluran Berfungsi dengan baik, tidak ada genangan air,
Bangunan Drainase banjir, atau air kotor rumah tangga
Saluran Limbah Berfungsi dengan baik dan tidak mencemari
sumber air,tidak menimbulkan bau, dan tidak
mencemari permukaan tanah
Jalan Jalan sudah diberi aspal, bukan dari tanah, dan
Lingkungan tidak bergelombang atau berlubang
Kepemilikan Hak kepemilikan tanah dan bangunan yang sah
Tanah dan dari pemerintah berupa Sertifikat Tanah atau
Bangunan Surat Keterangan Hak Milik dari pemerintah
setempat.
Lokasi Rumah Terletak di lokasi yang aman, resiko dari
bencana alam diupayakan seminimal mungkin,
dan bukan wilayah yang mudah terjangkit
penyakit menular.
Ketercukupa Luas Minimum Luas rumah minimal 9,6 m2/orang
n Luas Ruma Bangunan
Ventilasi Luas lubang ventilasi permanen minimal 10% luas
Kesehatan
lantai
Penghuni
Pencahayaan Berasal dari pencahayaan alam atau buatan yang

18
Komponen Variabel Kondisi Ideal
menerangi langsung atau tidak langsung seluruh
ruangan, serta tidak menyilaukan mata
Persampahan Limbah padat harus dikelola dengan baik agar
tidak menimbulkan bau, tidak mencemari
permukaan tanah dan air tanah.
Vektor Penyakit Tidak ada lalat, tikus, ataupun banyaknya
nyamuk yang bersarang didalam rumah
Sumber: Hasil wawancara, 2019

Berdasarkan kondisi eksisting bangunan, berikut tabel analisis kondisi


masing-masing rumah yang diteliti berdasarkan pemenuhan variabel diatas
TABEL 3.6 PEMENUHAN VARIABEL KONDISI IDEAL
Terpenuhi atau Tidaknya Kondisi Ideal
Variabel
Rumah 1 Rumah 2 Rumah 3
Atap Tidak Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi
Lantai Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi
Dinding Tidak Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi
Listrik Tidak Terpenuhi Tidak Terpenuhi Terpenuhi
Air Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi
Saluran Drainase Tidak Terpenuhi Tidak Terpenuhi Tidak Terpenuhi
Saluran Limbah Tidak Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi
Jalan Lingkungan Tidak Terpenuhi Tidak Terpenuhi Tidak Terpenuhi
Kepemilikan Tanah dan Tidak Terpenuhi Tidak Terpenuhi Tidak Terpenuhi
Bangunan
Lokasi Rumah Tidak Terpenuhi Tidak Terpenuhi Tidak Terpenuhi
Luas Minimum Bangunan Tidak Terpenuhi Tidak Terpenuhi Tidak Terpenuhi
Ventilasi Tidak Terpenuhi Terpenuhi Tidak Terpenuhi
Pencahayaan Terpenuhi Terpenuhi Tidak Terpenuhi
Persampahan Tidak Terpenuhi Tidak Terpenuhi Tidak Terpenuhi
Vektor Penyakit Terpenuhi Terpenuhi Tidak Terpenuhi
Jumlah Variabel yang 4/15 8/15 6/15
Terpenuhi
Sumber: Hasil wawancara, 2019

Untuk menentukan tingkat kelayakhunian, maka dibuat rentang penilaian


yang terdiri dari 5 tingkat. Berikut penjabaran tingkat kelayakhunian bangunan
 Sangat layak huni : 13 sampai 15 variabel terpenuhi
 Layak huni : 10 sampai 12 variabel terpenuhi
 Kurang layak huni : 7 sampai 9 variabel terpenuhi
 Tidak layak huni : 4 sampai 6 variabel terpenuhi
 Sangat tidak layak huni : 1 sampai 3 variabel terpenuhi

Jadi, dapat disimpulkan bahwa rumah 1 tidak layak huni karena hanya
memenuhi 4 dari 15 variabel kategori rumah layak huni. Sementara rumah 2 kurang
layak huni karena hanya memenuhi 8 dari 15 variabel. Namun dibandingkan dengan
rumah lainnya, rumah 2 adalah yang paling baik atau memenuhi variabel rumah
layak huni paling banyak. Rumah 3 termasuk kategori rumah tidak layak huni
karena hanya memenuhi 6 dari 15 variabel. Ketiga rumah tersebut tidak memiliki
SHM (Sertifikat Hak Milik) rumah serta mendirikan rumah di Tanah ITB. Jadi, rumah
tersebut berada pada kawasan perumahan informal dan termasuk kategori squatter
dengan klasifikasi Unauthorized development.

19
BAB 4
KESIMPULAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai simpulan dari hasil observasi dan temuan
studi, serta rekomendasi dan saran secara studi.

4.1 Kesimpulan
1. Kondisi fisik dan lingkungan kampung pelangi 200 tidak memenuhi kriteria layak
huni. Ketiga rumah belum memenuhi standar minimum luas bangunan; jalan
lingkungan berbentuk tangga, berlubang, dan sempit; rumah terletak pada tanah
yang kelerengannya cukup tinggi; serta tidak ada tempat sampah komunal atau
sistem pengangkutan sampah yang berlaku.
2. Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat mayoritas memiliki pendapatan yang
hampir setara dengan pengeluaran dan masyarakat menempati hunian yang
informal (tanpa SHM) dengan mendirikan rumah diatas tanah ITB atau dikategorikan
squatter dengan klasifikasi unauthorized development.
3. Tingkat kelayakhunian wilayah delineasi tergolong ke dalam tingkat tidak layak
huni sampai kurang layak huni yang berada pada rentang 27% - 53%.

4.2 Saran dan Rekomendasi


Berikut ini akan dijelaskan catatan pelaksanaan studi, rekomendasi
terhadap pemerintah, serta rekomendasi terhadap masyarakat.

4.2.1 Catatan Pelaksanaan Studi

Sebaiknya ketika melakukan observasi dipersiapkan lebih matang


segala perangkat yang dibutuhkan selama survei dan dibuat lebih rinci
pertanyaan-pertanyaan yang dibutuhkan di perangkat observasi dan
perangkat wawancara.

4.2.2 Rekomendasi

4.2.2.1 Rekomendasi terhadap Pemerintah

Sebaiknya Pemerintah melakukan upaya perbaikan pada


fasilitas sarana dan prasarana perumahan di Kampung Pelangi 200
yang sempat berfungsi sebagai kampung wisata, sehingga rumah-
rumah disana lebih layak huni dan tidak meninggalkan kesan kumuh
di mata pengunjung. Adapun sarana dan prasarana yang perlu
diperbaiki yaitu saluran drainase, struktur jalan lingkungan, dan
membangun tempat pembuangan sampah atau menetapkan sistem
pengangkutan sampah. Selain itu, seharusnya ada upaya penegasan
mengenai status kepemilikan lahan di Kampung Pelangi 200.

4.2.2.2 Rekomendasi terhadap Masyarakat

Sebaiknya masyarakat lebih meningkatkan kepedulian terhadap


kondisi fisik lingkungan, seperti menjaga kondisi saluran drainase
dan saluran limbah agar tidak tersumbat oleh sampah dan mulai
mengadakan sistem pembuangan sampah secara komunal.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Perundangan
(undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan sebagainya)
Republik Indonesia. (2008). Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 22 Tahun
2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan
Daerah Kabupaten/Kota

Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 2 Tahun 2016
tentang Kriteria Perumahan Kumuh
Republik Indonesia. (2016). Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Kriteria
Perumahan Kumuh
Republik Indonesia. (2011). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman

Republik Indonesia. (2016). Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang


persyaratan kesehatan rumah tinggal
Republik Indonesia. (2011). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

2. Sumber Lainnya
(standar nasional/SNI, data statistic, publikasi terbatas, naskah pidato/orasi guru
besar/professor, artikel dari website umum atau dari website pemerintah)
Badan Standarisasi Nasional. (2004). SNI-03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan
Lingkungan Perumahan di Perkotaan. Bandung: Badan Standarisasi Nasional
Habitat for Humanity Indonesia. (2018). 5 Standar Rumah Layak Huni. Diakses pada 12
Maret 2019. https://habitatindonesia.org/kegiatan-kami/5-standar-rumah-layak-huni/.

iv

Anda mungkin juga menyukai