Anda di halaman 1dari 16

1

METODE PENELITIAN ARSITEKTUR


Analisis Kenyamanan Termal Arsitektur Pada Rumah
Diatas Pantai Tropis Lembab

OLEH:
MUH SYAID MUGHNI S.

D051171307

DEPARTEMEN TEKNIK ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kenyamanan thermal adalah suatu kondisi thermal yang dirasakan oleh

manusia, bukan oleh benda, binatang, dan arsitektur, tetapi dikondisikan oleh

lingkungan dan benda-benda disekitar arsitekturnya atau kondisi pikir

seseorang yang mengekspresikan kepuasan dirinya terhadap lingkungan

thermalnya.

Kenyamanan adalah suatu pemikiran mengenai persamaan empiric.

Meskipun digunakan untuk mengartikan tanggapan tubuh, kenyamanan

thermal merupakan kepuasan yang dialami oleh manusia yang menerima suatu

keadaan thermal, keadaan ini alami baik secara sadar ataupun tidak sadar.

Pemikiran suhu netral atau suhu tertentu yang sesuai untuk seseorang dinilai

agak kurang tepat karena nilai kenyamanan bukan merupakan nilai yang pasti

dan selalu berbeda bagi setiap individu. ( ASHERE, 1989 )

Ada tiga pemaknaan kenyamanan thermal menurut Peter Hoppe2.

a) Pendekatan thermophysiological

b) Pendekatan heat balance (keseimbangan panas)

c) Pendekatan psikologis.

Prinsip dari kenyamanan thermal sendiri yaitu terciptanya

keseimbangan antara suhu tubuh manusia dengan suhu tubuh sekitarnya.


3

Karena jika suhu tubuh manusia dengan lingkungannya memiliki perbedaan

suhu yang signifikan maka akan terjadi ketidaknyamanan yang diwujudkan

melalui kepanasan atau kedinginan yang dialami oleh tubuh.

Keseimbangan suhu tubuh manusia rata-rata adalah 37º C. Faktor-

faktor alami yang dirasakan manusia akan merasa nyaman dengan

lingkungannya secara sadar ataupun tidak sadar yang disebut daerah nyaman

(comfort zone).

Indonesia mempunyai iklim tropis dengan karakteristik kelembaban

udara yang tinggi (dapat mencapai angka 80%), suhu udara relatif tinggi

(dapat mencapai hingga 35 C), serta radiasi matahari yang menyengat serta

mengganggu. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana menciptakan

kenyamanan termal dalam bangunan dalam kondisi iklim tropis panas lembab

seperti di atas. Tulisan ini mengulas hal-hal yang berkaitan dengan

kenyamanan termal dan konsep-konsep untuk dapat menciptakan kenyamanan

termal di dalam bangunan pada daerah iklim tropis panas lembab.

Merancang sebuah bangunan tentunya harus memperhatikan

kenyamanan di dalam bangunan, perbedaan iklim daerah satu dengan yang

lain juga akan mempengaruhi dalam desain bangunan. Bangunan arsitektur

yang ada di Indonesia tentunya harus memperhatikan karakteristik kondisi

iklim yang ada, meresponnya lalu menuangkannya ke dalam sebuah

rancangan yang memperhatikan prinsip bangunan tropis lembab.


4

Dari hasil pengamatan, ditemukan beberapa fakta di Pemukiman diatas

pantai memiliki suhu, kelembaban udara serta kecepatan angin yang cukup

tinggi pada siang hari. Masalah klimatis tersebut membuat penghuni merasa

tidak nyaman walaupun harus tetap melaksanakan aktifitas pada kondisi

tersebut

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk membahas lebih

dalam suatu Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Analisis Kenyamanan Termal

Arsitektur Pada Rumah Diatas Pantai Tropis Lembab”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana analisis kenyamanan termal arsitektur pada rumah diatas pantai

tropis lembab?

C. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui analisis kenyamanan termal arsitektur pada rumah diatas

pantai tropis lembab.

D. Manfaat Penulisan

Agar dapat menambah wawasan, dan ilmu pengetahuan khususnya dalam

menganalisis kenyamanan termal arsitektur pada rumah diatas pantai tropis

lembab.
5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pengertian arsitektur tropis

Pengertian arsitektur tropis (lembab) pada umumnya mengarah pada

dominasi bentuk atap yang lebar yang berfungsi sebagai penahan cucuran

hujan dan radiasi langsung sinar matahari, di manan keduanya dianggap

sebagai faktor-faktor dominan iklim tropis lembab. Pemikiran semacam

ini tidaklah terlalu kelirumeskipun belum cukup memberikan pengertian

menyeluruh tentang arsitektur tropis.

Arsitektur tropis harus diartikan sebagai rancangan spesifik suatu

karya arsitektur yang mengarah pada pemecahan problematik iklim tropis.

Iklim tropis sendiri dicirikan oleh berbagai karakteristik, misalnya

kelembaban udara yang tinggi, dapat mencapai angaka di atas 90%, suhu

udara relatif tinggi, antara 15 hingga 35oC, radiasi matahari yang

menyengat dan mengganggu, serta curah hujan tinggi yang dapat

mencapai angka di atas 3000 mm/tahun. Faktor-faktor iklim tersebut

berpengaruh sangat besar terhadap aspek kenyamanan fisik manusia

terutama aspek kenyamanan termal (termis).

Produktifitas manusia cenderung menurun atau rendah pada kondisi

udara yang tidak nyaman seperti halnya terlalu dingin atau terlalu panas.

Penelitian Idealistina memperlihatkan fenomena semacam itu, bahwa

produktifitas manusia meningkat pada kondisi suhu (termal) yang nyaman.


6

Arsitektur tropis diharapkan mampu menjawab seluruh persoalan iklim

tersebut dengan bentuk rancangan yang hampir tanpa batas. Bukan sebatas

pada penyelesaian atap yang lebar saja. Aspek kenyamanan visual

(pencahayaan) serta kenyamanan termal (termis) merupakan dua hal

dominan yang perlu dipecahkan agar penghuni bangunan tropis dapat

mencapai kebutuhan kenyamanan secara fisik. Atap lebar memang

diperlukan pada bangunan tropis berlantai rendah. Namun rancangan ini

tidak merupakan jaminan bahwa penghuni akan mampu mencapai

kenyamanan fisik secara visual dan termal sebagaimana diharapkan seperti

di atas.

Tidak tersedianya bukaan-bukaan sebagai sarana ventilasi dalam

bangunan secara memadai, mengakibatkan ruang dalam bangunan tropis

terasa panas. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya radiasi dinding atau

langit-langit, atau disebabkan oleh meningkatnya kelembaban dalam ruang

tersebut akibat minimnya aliran udara. Banyak faktor lain yang dapat

menghambat pencapaian kenyamanan fisik bagi pengguna bangunan yang

pada umumnya disebabkan oleh rancangan arsitektur yang tidak tepat di

mana kondisi iklim setempat (tropis) tidak diperhitungkan dalam proses

perancangan.

2. Suhu nyaman manusia tropis

Disadari atau tidak, aspek „kenyamanan termal‟ sesungguhnya

telah mendominasi kehidupan manusia dalam rangka berinteraksi dengan

lingkungan fisiknya. Hampir pada setiap kesempatan manusia selalu


7

membicarakan masalah sensasi termisnya terhadap udara di sekitarnya,

seperti misalnya „terlalu panas‟ atau „terlalu dingin‟, atau mungkin sekadar

mengatakan bahwa pada saat tertentu mereka merasa „kepanasan‟,

„kedinginan‟, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa aspek

kenyamanan termal sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia

sehari-hari. Dalam teori kenyamanan termal dinyatakan bahwa rasa panas

atau dingin yang dirasakan oleh tubuh manusia sesungguhnya merupakan

wujud respon dari sensor perasa yang terdapat pada kulit terhadap stimuli

suhu yang ada di sekitarnya. Sensor perasa berperan menyampaikan

informasi rangsangan rasa kepada otak di manan otak akan memberikan

perintah kepada bagian-bagian tubuh tertentu agar melakukan antisipasi

guna mempertahankan suhu tubuh agar tetap berada pada sekitar 37oC, di

mana hal ini diperlukan agar organ dalam tubuh dapat menjalankan

fungsinya secara baik. Standar Internasional (ISO 7730:1994) menyatakan

bahwa sensasi termis yang dialami manusia merupakan fungsi dari empat

faktor iklim yakni, suhu udara, suhu radiasi, kelembaban udara, kecepatan

angin, serta dua faktor individu yakni, tingkat aktifitas yang berkaitan

dengan laju metabolisme tubuh, serta jenis pakaian yang dikenakan.

Standar ISO 7730 menyatakan bahwa kenyamanan termal tidak

dipengaruhi secara nyata oleh hal-hal lain misalnya, perbedaan jenis

kelamin, tingkat kegemukan, faktor usia, suku bangsa, adaptasi, tempat

tinggal geografis, faktor kepadatan, warna, dan sebagainya. Salah satu hal

yang menonjol dari teori Fanger adalah dihasilkannya suatu rumusan


8

bahwa „kenyamanan termal‟ merupakan fungsi dari 4 (empat) faktor iklim

(climatic factors) yakni: suhu udara (oC), suhu radiasi (oC), kelembaban

udara (%) dan kecepatan angin (m/s), serta fungsi dari 2 (dua) faktor

individu yakni: jenis aktifitas (yang dinyatakan dengan laju metabolism

tubuh, met) serta jenis pakaian (yang dinyatakan dalam unit clo) yang

dikenakan oleh seseorang.

3. Strategi Pencapaian Suhu Nyaman pada Arsitektur Tropis

Masalah yang harus dipecahkan di wilayah iklim tropis seperti

Indonesia adalah bagaimana menciptakan suhu ruang agar berada di

bawah 28,3oC, yakni batas atas untuk sensasi hangat nyaman, ketika suhu

udara luar siang hari berkisar 32oC. Secara sederhan ada dua strategi

pencapaian suhu nyaman di dalam bangunan, pertama, dengan

pengkondisian udara mekanis, kedua, dengan perancangan pasif

memanfatkan secara optimal ventilasi alamiah.

Penggunaan mesin pengkondisian udara mekanis, AC, memudahkan

pencapaian suhu ruang di bawah 28,3oC, di mana kanyamanan akan dicapai.

Penggunaan AC mengecilkan peran arsitek dalam perancangan, karena dengan

rancangan apapun, ruang dapat dibuat nyaman dengan penempatan mesin AC.

Modifikasi iklim luar yang tidak nyaman menjadi nyaman dengan cara mekanis

lebih merupakan tugas para engineer dibanding arsitek.

Pencapaian kenyamanan dengan mengoptimalkan pengkondisian udara

secara alamiah merupakan tantangan bagi arsitek. Bagaimana arsitek melalui

karya arsitektur mampu memodifikasi udara luar yang tidak nyaman, dengan

suhu sekitar 32oC, menjadi nyaman dengan suhu di bawah 28,3 oC.
9

Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam kaitannya dengan modifikasi

iklim secara alamiah adalah sebagai berikut:

a. Penanaman pohon

Penanaman pohon lindung di sekitar bangunan sebagai upaya menghalangi

radiasi matahari langsung pada material keras sperti halnya atap, dinding,

halaman parkir atau halaman yang ditutup dengan material keras, seperti

beton dan aspal, akan sangat membantu untuk menurunkan suhu lingkungan.

Dari berbagai penelitian yang dilakukan, di antaranya oleh Akbari dan Parker

memperlihatkan bahwa penurunan suhu hingga 3 oC bukan merupakan suatu

hal mustahil dapat dicapai dengan cara penanaman pohon lindung di sekitar

bangunan.

b. Pendinginan malam hari

Simulasi komputer terhadap efek pendinginan malam hari (night

passive cooling) yang dilakukan oleh Cambridge Architectural

research Limited memperlihatkan bahwa penurunan suhu hingga 3oC

(pada siang hari) dapat dicapai pada bangunan yang menggunakan

material dengan massa berat (beton, bata) apabila perbedaan suhu

antara siang dan malam tidak kurang dari 8oC (perbedaan suhu siang

dan malam di kota-kota di Indonesia umumnya berkisar sekitar 10 oC.

c. Meminimalkan perolehan panas (heat gain) dari radiasi matahari pada

bangunan

Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, menghalangi

radiasi matahari langsung pada dinding-dinding transparan yang dapat

mengakibatkan terjadinya efek rumah kaca, yang berarti akan


10

menaikkan suhu dalam bangunan. Kedua, mengurangi transmisi panas

dari dinding-dinding masif yang terkena radiasi matahari langsung,

dengan melakukan penyelesaian rancangan tertentu, di antaranya:

 membuat dinding lapis (berongga) yang diberi ventilasi pada

rongganya.

 menempatkan ruang - ruang service (tangga, toilet, pantry,

gudang, dsb.) pada sisi-sisi jatuhnya radiasi matahari langsung

(sisi timur dan barat)

 memberi ventilasi pada ruang antara atap dan langit -langit

(pada bangunan rendah) agar tidak terjadi akumulasi panas

pada ruang tersebut. Seandainya tidak, panas yang terkumpul

pada ruang ini akan ditransmisikan kebawah, ke dalam ruang di

bawahnya. Ventilasi atap ini sangat berarti untuk pencapaian

suhu ruang yang rendah.

d. Memaksimalkan pelepasan panas dalam bangunan.

Hal ini dapat dilakukan dengan pemecahan rancangan

arsitektur yang memungkinkan terjadinya aliran udara silang secara

maksimum di dalam bangunan. Alirang udara sangat berpengaruh

dalam menciptakan „efek dingin‟ pada tubuh manusia, sehingga sangat

membantu pencapaian kenyamanan termal.

e. Rancangan Kota Tropis

Dengan karakter iklim yang berbeda, setiap tempat di dunia

seharusnya memiliki rancangan kota yang berbeda disesuaikan dengan


11

kondisi iklim setempat. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi

kebutuhan manusia terhadap kenyamanan fisik, terutama kenyamanan

termal. Suhu udara, radiasi matahari, serta kelembaban yang tinggi

perlu di atasi karena tidak diharapkan bagi pencapaian kenyamanan

termal manusia tropis. Kota tropis memerlukan banyak ruang terbuka

yang hijau untuk menurunkan suhu kota dan sekaligus meningkatkan

aliran udara, di mana kecepatan angin di wilayah kota tropis lembab

umumnya rendah. Bangunan perlu diletakkan sedemikian rupa antara

yang satu dengan lainnya agar udara dapat bergerak di antara

bangunan. Penempatan massa-massa bangunan secara rapat tidak

mencirikan pemecahan problematik iklim tropis, karena pada akhirnya

akan memperkecil terjadinya aliran udara secara silang di dalam

bangunan. Ruas-ruas jalan yang didominasi oleh perkerasan bahan

aspal dan beton perlu dilindungi dari radiasi matahari langsung dengan

penanaman pohon sepanjang tepi jalan yang dimungkinkan. Langkah

ini dimaksudkan untuk mengurangi pemanasan udara di kawasan

tersebut, yang akhirnya akan menaikkan suhu kota. Demikian pula

halaman-halaman parker perlu diberi perlindungan serupa. Jika

peneduhan terhadap permukaan tanah yang diperkeras dapat

diwujudkan, suhu kota tidak akan naik. Hal ini akan membantu pada

penurunan suhu udara di sekitar bangunan yang secara langsung atau

tidak langsung akan mempermudah pencapaian suhu nyaman di dalam

bangunan.
12

Pada umunya, masalah klimatis dipemukiman pesisir pantai adalah

kecepatan angin, suhu dan kelembaban udara rata-rata yang tergolong

tinggi sepanjang hari sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman dalam

beraktifitas. Angin pada dasarnya memiliki peran yang cukup besar

dalam menciptakan kenyamanan termal penghuni tetapi jika kecepatan

angin terlalu tinggi akan mengakibatkan bergesernya rasa nyaman

penghuni. Ditinjau dari aspek kenyamanan penghuni, secara psikis

seseorang merasa nyaman dalam hunian ketika mereka merasa puas

dengan lingkungan termal disekitarnya. Jika manusia berada didalam

rumah dengan lingkungan termal yang buruk dapat menyebabkan

pengaruh negatif terhadap kenyamanan dan kesehatan penghuni.

PMV (predicted Mean Vote) merupakan salah satu persamaan

empirik yang ditemukan oleh Fanger (1970) untuk mengetahui tingkat

kenyaman termal manusia pada lingkungan tertentu. Formulasi PMV

berdasarkan 4 variabel klimatis (suhu, kelembaban, angin, suhu

radiasi) dan 2 variabel fisiologis (pakaian dan aktivitas). Dengan

melihat permasalahan diatas maka sangat penting untuk membuktikan

kondisi kenyamanan termal pada rumah tepi pantai di Desa Kimabajo

menggunakan metode PMV dalam menciptakan kondisi termal yang

diinginkan.

Ada beberapa faktor klimatis dan faktor fisiologis yang

mempengaruhi kenyamanan termal penghuni yaitu:

1. Suhu Udara
13

Dalam konteks kenyamanan termis, umumnya manusia merasa

nyaman pada kondisi suhu udara sekitar 25o C, namun

faktanya pada sekitar siang hari suhu udara bisa mencapai 34o

C dan terasa panas atau tidak nyaman. Kenyataannya pada

situasi suhu tersebut, manusia tetap harus hidup bahkan

melakukan kegiatan.

2. Kelembaban

Udara Kelembaban udara adalah kandungan uap air dalam

udara. Pada umumnya kelembaban akan memberikan kondisi

nyaman pada 30%-70%. Kelembababan yang tinggi

mengakibatkan sulit terjadinya penguapan dipermukaan kulit

sehingga mekanisme pelepasan panas bisa terganggu.

3. Suhu radiasi rata-rata (Mean Radiant Temperatur)

Temperatur radiasi (Tmrt) adalah temperatur yang disebabkan

oleh panas yang ditimbulkan oleh radiasi. Meskipun besarnya

suhu radiasi rata-rata dapat diasumsikan sama dengan besarnya

suhu udara tetapi untuk keakuratan nilai Tmrt perlu adanya

perhitungan yang lebih mendetail mengingat besar dari nilai

suhu radiasi rata-rata merupakan salah satu faktor utama dalam

menentukan indeks kenyamanan termal PMV

.
14

4. Angin

Angin adalah udara yang bergerak dan sangat diperlukan untuk

mengurangi tingkat kelembaban dalam ruangan. Pada daerah

tropis lembab diperlukan sirkulasi udara yang menerus untuk

membantu sirkulasi pertukaran udara didalam bangunan akan

tetapi faktor angin harus menjadi perhatian lebih pada

bangunan ditepi pantai. Angin memiliki pengaruh yang sangat

signifikan dalam menentukan indeks kenyamanan termal.

5. Aktifitas Manusia

Kenyamanan termal dilandasi oleh tercapainya keseimbangan

panas badan. Badan akan memelihara panas badan dalam

kondisi 37o C±2 oC dengan demikian produksi panas dan

pelepasan panas harus seimbang. Dalam tubuh manusia selalu

terjadi proses biologis yang menghasilkan kalor. Proses ini

selanjutnya akan semakin meningkat seirama dengan

peningkatan jenis aktifitas yang dilakukan manusia. Semakin

besar dan cepat metabolisme semakin besar produksi panas

badan internal.
15

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan

pendeketan positivisme yaitu memandang fenomena secara nyata sehingga

dapat diklasifikasikan, relatif tetap, konkrit teramati, dan terukur.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Kimabajo Kecamatan wori Provinsi Sulawesi

Utara, pada bulan juni sampai dengan waktu yang ditentukan.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi dalam penelitian ini diambil dari rumah-rumah semi

permanen yang dibangun diatas pantai.

2. Sampel

Rumah penduduk.

D. Teknik Pengumpulan Data

Sebagai pelengkap data penelitian dalam penulisan karya tulis ilmiah ini

penulis mengumpulkan data dengan cara sebagai berikut:

1. Mendokumentasikan dokumen berupa gambar

2. Melakukan survey

3. Melakukan pengamatan secara langsung, langsung dengan penduduk

setempat.
16

E. Instrumen Penelitian

Pada instrument yang digunakan pada penelitian, yaitu dapat berupa

seperti :

1. Panduan obervasi

Pada panduan observasi, dengan dilakukan pengamatan secara langsung

tentang keadaan rumah penduduk

2. Pengamatan Langsung

Mengamati rumah mengenai suhu dan kelembaban pemukiman penduduk.

3. Dokumentasi

Dokumentasi menggunakan kamera untuk melakukan foto dalam hal

memberikan hasil observasi.

F. Teknik pengolahan Data dan Analisis Data

1. Teknik Pengolahan Data

Penelitian ini menggunakan pengolahan data dengan melakukan survey

secara langsung, dimana pengolahan data yang digunakan yaitu jenis

penelitian kuantitatif dengan pendeketan positivisme yaitu memandang

fenomena secara nyata sehingga dapat diklasifikasikan, relatif tetap,

konkrit teramati, dan terukur.

2. Analisis Data

Menganalisis data yang di dapat yaitu dengan pertama – tama memastikan

bahwa semua data dan landasan teori yang Diperlukan telah diperoleh

dengan baik. lalu menghitung jumlah data, setelah itu mengklarifikasi

jawaban – jawaban penduduk setempat, dan juga landasan teori yang ada.

Anda mungkin juga menyukai