Anda di halaman 1dari 39

ARSITEKTUR TROPIS DAN BANGUNAN HEMAT ENERGI

Tri Harso Karyono


Jurnal KALANG, Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas Tarumanagara, vol.1 No. 1, Jakarta.
Secara sederhana pengertian arsitektur tropis (lembab) adalah suatu rancangan arsitektur
yang mengarah pada pemecahan problematik iklim tropis (lembab). Sementara iklim tropis
lembab sendiri dicirikan oleh beberapa faktor iklim (climatic factors) sebagai berikut:
1. Curah hujan tinggi sekitar 2000-3000 mm/tahun (Jakarta + 2000 mm/th atau rata-rata + 160
mm/bulan). Ada bagian di Indonesia dengan curah hujan rendah seperti Nusa Tenggara
Timur.
2. Radiasi matahari relatif tinggi sekitar 1500 hingga 2500 kWh/m2/tahun (Jakarta + 1800
kWh/m2/tahun)
3. Suhu udara relatif tinggi untuk kota dan kawasan panatai atau dataran rendah (Jakarta
antara 23o hingga 33oC). Untuk kota dan kawasan di dataran tinggi (Bandung, Lembang,
Malang, Bukit Tinggi, dan lainnya) suhu udara cukup rendah, sekitar 18o hingga 28oC atau
lebih rendah.
4. Kelembaban tinggi (Jakarta antara 60 hingga 95%)
5. Kecepatan angin relatif rendah (dalam kota Jakarta rata-rata di bawah 5 m/s)
Kondisi iklim tropis lembab tersebut di atas ternyata tidak seluruhnya dapat mendukung
keberlangsungan aktifitas manusia tropis secara nyaman. Dalam banyak hal justru sebagian
besar tuntutan kenyamanan fisik manusia tidak sesuai dengan kondisi iklim yang ada. Dengan
kelembaban yang tinggi, manusia tropis, yang melakukan aktifitas kantor, sekolah, dan lainnya,
cenderung menghindari air hujan mengenai tubuhnya. Air hujan yang membasahi pakaian
dirasakan sebagai faktor yang membuat manusia merasa tidak nyaman, di mana kulit terasa
lengket. Sementara itu hal semacam ini tidak terlalu dirisaukan oleh mereka yang berdiam di
iklim dengan kelembaban rendah, seperti di kawasan sub-tropis. Dengan kelembaban rendah di
kawasan semacam ini, air hujan yang membasahi tubuh dan pakaian akan segera kering
dengan sendirinya, sehingga manusia tidak perlu cemas tersiram air hujan atau salju.
Di lain pihak, dengan radiasi matahari yang cukup tinggi, ditambah suhu udara yang tinggi,
manusia tropis cenderung menghindari sengatan matahari langsung karena dapat
mengakibatkan ketidaknyamanan termal. Sedangkan mereka yang tinggal di daerah dengan
iklim dingin cenderung tidak mengkhawatirkan hal ini, di mana radiasi langsung matahari justru
dapat membantu menghangatkan tubuh mereka di luar musim panas.
Dengan kelembaban yang tinggi, manusia tropis cenderung memerlukan angin yang lebih
kencang agar uap air (keringat) yang berada pada permukaan kulit cepat menguap dan
memberikan efek dingin terhadap tubuh, sehingga kenyamanan termal dapat dicapai. Untuk
2
itulah pergerakkan angin di sekitar dan di dalam bangunan menjadi sangat penting bagi
penyelesaian problematik arsitektur tropis terutama dalam kaitannya dengan pencapaian
kenyamanan termal bagi penghuni bangunan.
Bangunan sebagai Media Pengubah Iklim
Bangunan atau arsitektur merupakan media untuk memodifikasi iklim luar (external climate)
yang tidak dikehendaki (tidak nyaman) menjadi iklim dalam (internal climate) yang nyaman
(atau dikehendaki) oleh penghuni bangunan. Arsitektur tropis adalah arsitektur yang dirancang
untuk memodifikasi iklim tropis luar yang tidak nyaman menjadikan iklim di dalam bangunan
yang nyaman.
Vitruvius (100 BC) dalam bukunya [1] menguraikan mengenai tiga elemen dasar arsitektur:
utility (fungsi), firmness (kekokohan-kekakuan) dan beauty (keindahan, estetika). Saya
berpendapat bahwa untuk masa sekarang dan mendatang, ketiga elemen tersebut masih
belum cukup untuk menjadi prasyarat keberhasilan suatu karya arsitektur. Ada dua aspek yang
harus dipenuhi oleh suatu karya arsitektur yang baik, yakni: kenyamanan dan hemat energi.
Kenyamanan dapat dibagi ke dalam dua kategori: kenyamanan psikis dan kenyamanan
fisik. Kenyamanan psikis berkaitan dengan aspek kepercayaan, agama, adat, dsb. Bentuk
kenyamanan ini lebih bersifat personal dan kualitatif. Sementara kenyamanan fisik cenderung
bersifat universal serta dapat diukur secara kuantitatif, atau dapat di kuasi-kuantitatifkan.
Secara umum kenyamanan fisik dapat dibagi menjadi empat jenis, yakni kenyamanan spatial
(ruang), kenyamanan visual (penglihatan), kenyamanan audial (pendengaran) dan kenyamanan
thermal (termis/suhu). Dengan kenyamanan, karya arsitektur diharapkan mampu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan penghuni dalam aspek-aspek tersebut di atas.
Dalam membahas persoalan arsitektur tropis dan bangunan hemat energi, dasar pemikiran
di atas akan digunakan. Keberhasilan suatu karya arsitektur akan diukur dari keberhasilan
karya tersebut dalam memenuhi kebutuhan kenyamanan, baik psikis maupun fisik pengguna
bangunan dengan mengkonsumsi energi serendah mungkin. Meskipun demikian aspek
kenyamanan psikis tidak akan dibahas mengingat permasalahan arsitektur tropis lebih
berkaitan pada persoalan iklim (tropis) yang bersifat fisik dan terukur.
Bangunan, Kenyamanan dan Energi
Seperti telah disebutkan bahwa salah satu sasaran dalam merancang bangunan adalah
menghemat pemakaian energi tanpa harus mengorbankan kebutuhan kenyamanan bagi
penghuninya.
Pengertian energi di sini lebih diarahkan kepada jenis energi yang diperdagangkan.
Pengertian energi primer sendiri juga akan menjadi relatif seirama dengan perjalanan waktu
dan perkembangan teknologi. Untuk saat ini energi primer merupakan energi yang bersumber
3
dari minyak bumi (fossil fuels): batu bara, minyak, dan gas alam, serta sumber energi
terbarukan seperti matahari (photovoltaic), tenaga air, panas bumi dan nuklir [2]. Energi yang
dibangkitkan dalam tubuh manusia sebagai hasil oksidasi makanan tidak termasuk dalam
pengertian energi yang dperbincangkan dalam pembahasan ini.
Dengan demikian pengertian bangunan hemat energi dalam konteks pembahasan ini
adalah bangunan yang dalam operasionalnya dapat menekan (menghemat) penggunaan yang
bersumber (terutama) dari minyak bumi. Sebuah bangunan kantor delapan lantai yang
dibangun tanpa menggunakan lift dapat dianggap hemat energi karena menghemat pemakaian
listrik untuk penggerak mesin lift, meskipun dari sisi lain sebetulnya sangat boros terhadap
pemakaian energi yang dibangkitkan tubuh manusia sebagai hasil pembakaran bahan
makanan ekstra yang perlu dimakan karyawan/wati - sebagai sumber energi untuk manapak
anak-anak tangga bangunan tersebut.
Kaitan antara Bangunan, Kenyamanan dan Energi dapat dilihat pada tiga skenario.
Skenario pertama, bangunan mampu memodifikasi iklim luar yang tidak dikehendaki (tidak
nyaman) menjadi iklim di dalam bangunan yang nyaman tanpa menggunakan energi (Gambar
20.1). Hal ini umumnya terjadi pada rumah-rumah tradisional yang mewadahi aktifitas
tradisional. Pada siang hari penghuni dapat merasakan udara di dalam ruang yang sejuk
(karena sistem ventilasi rumah demikian baiknya - salah satunya karena penggunaan
bilik/anyaman bambu sebagai dinding, yang memungkinkan terjadinya aliran udara secara
tersebar dan merata di dalam bangunan serta suhu udara sekitar bangunan yang cukup
rendah.
Meskipun ruangan di dalam pada rumah tradisional pada umumnya gelap (dibanding
dengan rumah modern), kondisi ini tidak akan menimbulkan permasalahan bagi penghuni
karena pada siang hari masyarakat tradisional tidak akan melakukan aktifitas di dalam rumah
yang membutuhkan penerangan dengan level penerangan tinggi seperti halnya pada
masyarakat modern. Pada malam hari rumah tradisional diterangi dengan lampu, lentera atau
pelita, dengan bahan bakar minyak nabati seperti minyak kelapa, minyak kemiri, atau minyak
buah Jarak, yang kesemuanya tergolong terbarukan, tidak bersumber dari minyak bumi.
IKLIM LUAR
yang Tidak
Dikehendaki
(Tidak
Nyaman)
IKLIM DALAM
yang
Dikehendaki
(Nyaman)
BANGUNAN
Gambar 20.1. Skenario 1: Bangunan sebagai modifikator iklim berhasil merubah iklim
luar yang tidak nyaman menjadi iklim dalam yang nyaman
4
Dengan demikian, secara keseluruhan, bangunan tradisional dapat digunakan sebagai contoh
yang mewakili gambaran skenario pertama.
Pada skenario kedua bangunan yang diharapkan berfungsi sebagai alat modifikasi iklim
seringkali tidak selalu berhasil. Di mana bangunan gagal merubah sebagian atau seluruhnya
iklim luar yang tidak nyaman menjadi iklim di dalam bangunan yang nyaman (Gambar 20.2).
Kondisi ini yang justru seringkali dijumpai. Kegagalan ini dapat terjadi karena, pertama, ada
kemungkinan besar iklim luar di sekitar bangunan terlalu ekstrim, jauh berbeda dengan tuntutan
iklim nyaman di dalam bangunan, misalnya perbedaan suhu luar dengan kebutuhan suhu
nyaman manusia setempat terlalu besar.
Dengan situasi semacam ini sulit bagi bangunan untuk mendekatkan perbedaan suhu luar
dengan suhu nyaman tanpa bantuan energi (listrik) dengan bentuk rancangan arsitektur
apapun. Faktor kedua, karena kekeliruan rancangan arsitektur yang kurang mempertimbangkan
iklim, di mana arsitek masih terlalu terpaku pada target visual atau estetika, sehingga aspek
kenyamanan termal terabaikan. dan bangunan tidak nyaman secara termal. Seringkali terjadi,
karena lemahnya rancangan arsitektur, bangunan gagal mengantisipasi kondisi iklim luar yang
sesungguhnya tidak ekstrim.
Skenario 3 (Gambar 21.3) memperlihatkan bahwa kenyamanan di dalam bangunan dapat
dicapai dengan bantuan energi.
IKLIM LUAR
yang Tidak
Dikehendaki
(Tidak
Nyaman)
IKLIM DALAM
yang Tidak
Dikehendaki
(Tidak
Nyaman)
BANGUNAN
Gambar 21.2. Skenario 2: Bangunan gagal merubah iklim luar yang tidak nyaman
menjadi iklim di dalam bangunan yang nyaman
IKLIM LUAR
yang Tidak
Dikehendaki
(Tidak
Nyaman)
IKLIM DALAM
yang
Dikehendaki
(Nyaman)
BANGUNAN
ENERGI
Gambar 21.3. Skenario 3: Dengan bantuan Energi bangunan akhirnya berhasil merubah iklim
luar
yang tidak nyaman menjadi iklim di dalam bangunan yang nyaman
5
Pada skenario 3 ini tidak berarti bahwa rancangan bangunan lalu dianggap buruk karena
perlu menggunakan energi bagi pencapaian kenyamanan ruang dalamnya. Kondisi semacam
ini yang saat ini sering terjadi pada hampir seluruh bangunan yang berada di kota, baik besar
maupun kecil, di mana energi listrik digunakan bagi pemenuhan kebutuhan kenyamanan
meskipun seandainya hanya terbatas pada batas kenyamanan visual (penerangan) malam hari.
Kenyamanan akan sangat mungkin dicapai melalui penyelesaian rancangan arsitektur
apapun. Yang menjadi pertanyaan adalah berapa besar energi yang diperlukan per-satuan luas
tertentu (misalnya meter persegi lantai) untuk membuat bangunan tersebut nyaman. Penilaian
apakah suatu rancangan bangunan dianggap baik atau buruk dari sudut energi terletak pada
seberapa besar energi tersebut diperlukan (persatuan luas) oleh bangunan guna mencapai
angka kenyamanan yang disyaratkan atau distandarkan. Semakin kecil energi yang diperlukan
(guna pencapaian tingkat kenyamanan yang sama) akan menunjukkan semakin baik
rancangan bangunan tersebut dipandang dari sisi energi.
Arsitektur Tropis Hemat Energi
Arsitektur yang dirancang dengan memberi penekanan pada pemecahan problematik iklim
setempat, apapun jenis iklimnya - termasuk iklim tropis, dengan sendirinya akan hemat energi.
Meskipun demikian, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
penghematan energi dalam bangunan yang telah beradaptasi dengan iklim setempat (climate
sensitive building) ternyata masih dapat ditingkatkan lagi.
Pada umumnya arsitektur tropis hanya dijelaskan sebatas bagaimana bangunan
tersebut mampu melindungi pemakainya dari hujan dan terik matahari. Dua faktor iklim ini yang
pada umumnya paling dikenal sebagai ciri iklim tropis, meskipun sesungguhnya belum cukup.
Dengan sasaran di atas, suatu karya arsitektur yang menggunakan atap dan overstek
(overhang) lebar - seperti yang dapat dijumpai pada atap-atap arsitektur tradisional (vernakular)
Indonesia, sudah dianggap cukup memenuhi syarat sebagai arsitektur tropis.
Dalam menelaah esensi arsitektur tropis dengan rujukan arsitektur tradisional, kita tidak
dapat melepaskan peran tempat atau lokasi di mana bangunan tersebut berdiri. Arsitektur
tradisional yang berfungsi mewadahi aktifitas tradisonal umumnya dibangun di kawasan yang
masih hijau atau terbuka, di mana suhu udara sekitarnya cenderung relatif masih rendah.
Banyaknya vegetasi serta tiupan angin yang optimal mampu menghasilkan kenyamanan
pengguna bangunan.
Dalam konteks arsitektur tropis masa kini, di mana yang dibicarakan adalah bangunan
modern, yang digunakan mewadahi aktifitas modern, serta lokasi bangunan pada umumnya
berada di kawasan kota-kota besar yang sudah tidak dapat diharapkan lagi memiliki suhu
lingkungan rendah, maka pengertian arsitektur tropis pun akan cenderung bergeser.
6
Bahwa atap dan overstek lebar mampu menciptakan suhu nyaman di dalam rumah-rumah
tradisional masa lalu atau rumah-rumah di pedesaan, untuk konteks bangunan tropis modern
masa kini penyelesaian semacam itu tampaknya belum cukup. Kondisi iklim di pusat kota
berbeda dengan kondisi iklim di tepi kota atau di kawasan pedesaan. Diperlukan strategi
rancangan tambahan untuk menciptakan arsitektur tropis yang mampu memberikan
kenyamanan pengguna bangunan dengan energi rendah.
Tngginya suhu udara rata-rata di daerah tropis, terutama di dataran rendah, strategi
penghematan energi dalam bangunan harus diarahkan untuk menjaga agar suhu udara di
dalam bangunan tidak meningkat saat siang hari ketika matahari bersinar terik. Dengan kata
lain, bangunan harus mampu meminimalkan 'perolehan panas' (heat gain) matahari.
Strategi Penghematan Energi dalam Bangunan [3]
Beberapa strategi umum dalam menekan penggunaan energi dalam bangunan (tanpa harus
mengorbankan kenyamanan) adalah sebagai berikut:
1. Mencegah terjadinya efek rumah kaca
Efek rumah kaca adalah akumulasi panas di dalam bangunan/ruang akibat radiasi matahari.
Dinding-dinding trasparan (kaca) yang ditembus oleh cahaya matahari langsung akan
menimbulkan efek rumah kaca. Jika hal ini terjadi dalam bangunan dengan skala
pemanasan yang besar, suhu dalam bangunan akan meningkat. Untuk menurunkannya
diperlukan mesin pengkondisian udara dengan kapasitas yang lebih besar dibanding jika
bangunan tidak/atau sedikit mengalami efek rumah kaca. Energi untuk pendinginan akan
menjadi besar akibat efek rumah kaca ini. Untuk mencegah efek rumah kaca, dinding-
dinding transparan harus dihindari dari jatuhnya sinar matahari langsung.
2. Mencegah terjadinya akumulasi panas pada ruang antara atap dan langit-langit
Untuk bangunan dengan atap miring perlu dipikirkan untuk menghindari terjadinya akumulasi
panas pada ruang antara penutup atap dengan langit-langit. Untuk itu ruang ini perlu diberi
bukaan, sehingga memungkinkan aliran udara silang menyingkirkan panas yang
terakumulasi ini. Jika hal ini tidak dilakukan ruang di bawah langit-langit akan panas,
sehingga bangunan memerlukan energi ekstra (misalnya mesin pendingin) untuk
menurunkan suhu ruang tersebut.
3. Meletakkan ruang-ruang penahan panas pada sisi timur- barat
Pada sisi-sisi timur dan barat bangunan yang langsung berhadapan dengan jatuhnya sinar
matahari sebaiknya diletakkan ruang-ruang yang berfungsi sebagai ruang antara guna
mencegah aliran panas menuju ruang utama misalnya ruang kantor. Ruang-ruang antara ini
dapat berupa ruang tangga, gudang, toilet, pantry, dan sebagainya.
4. Melindungi pemanasan dinding yang menghadap timur atau barat
7
Seandainya pada sisi timur dan barat bangunan tanpa dapat dihindari harus diletakkan
ruang-ruang utama, maka untuk menghindari pemanasan pada ruang tersebut dinding-
dinding ruang perlu diberi penghalang terhadap sinar matahari langsung. Atau dinding dibuat
rangkap di mana di antara kedua dinding tersebut diberi ruang antara yang diberi lubang-
lubang ventilasi. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap perilaku termis ruang utama di
dalamnya, di mana suhu udara ruang akan lebih rendah secara mencolok dibanding hanya
menggunakan dinding tunggal.
5. Mencegah jatuhnya radiasi matahari pada permukaan keras
Karena permukaan keras (aspal, beton, dsb) cenderung merupakan material yang menyerap
panas (kemudian dipancarkan kembali ke udara), maka suhu udara di atas permukaan keras
yang terkena radiasi matahari cenderung lebih tinggi di banding dengan di atas rumput atau
perdu misalnya [4]. Penggunaan material keras sebagai penutup halaman, jalan, tempat
parkir, dsb. akan menaikan suhu udara di sekitar bangunan seandainya permukaan tersebut
dibiarkan terbuka terhadap radiasi langsung matahari. Untuk itu permukaan dengan material
padat/keras sebaiknya dilindungi (dipayungi) dari jatuhnya radiasi langsung matahari agar
suhu udara sekitar bangunan tetap rendah.
6. Memanfaatkan aliran udara malam hari yang bersuhu rendah
Suhu udara minimum rata-rata Jakarta adalah 23oC, dan ini terjadi pada malam menjelang
pagi hari. Dalam rangka penghematan energi dalam bangunan potensi ini dapat
dimanfaatkan dengan cara mengalirkan angin yang bersuhu rendah tersebut melalui dinding
(yang dibuat rangkap-berongga) serta lantai (berongga, dengan raised floor). Tujuan dari
pengaliran udara ini adalah menurunkan suhu massa bangunan (building fabric) serendah
mungkin mendekati atau sama dengan suhu udara minimum tersebut. Suatu ruang yang
memiliki lantai, dinding dan langit-langit dengan suhu rendah akan lebih mudah mencapai
kenyamanan meskipun suhu udara luar relatif tinggi, karena pada kenyataan sensasi suhu
(termis) tidak saja ditentukan oleh suhu udara, namun juga oleh suhu radisi permukaan
ruang (lantai, dinding dan langit-langit). Beberapa percobaan model dengan simulasi
komputer serta uji coba pada bangunan-bangunan baru telah membuktikan keampuhan
teknik pendinginan malam hari ini dalam usaha menekan pengunaan energi dalam
bangunan.
Analisis Pencapaian Suhu Nyaman melalui Rancangan Hemat Energi
Suhu nyaman untuk daerah beriklim tropis lembab diperkirakan berkisar antara 22o s/d 27oC
[4], sementara itu beberapa penelitian suhu nyaman di daerah Asia Tenggara memperlihatkan
suatu 'range' antara 24o s/d 30oC [5]. Hasil penelitian kenyaman suhu yang pernah dilakukan
oleh Mom [6,7] di Bandung pada tahun 1930-an memperlihatkan suhu nyaman pada sekitar
26o-27oC. Penelitian suhu nyaman paling akhir yang dilakukan di Indonesia (Jakarta) oleh
8
Karyono [8,9] dan untuk sementara dibakukan oleh Tim Peneliti Kenyamanan termal dari
Maquarie University - Australia, University of California Berkley - Amerika serta Institusi
Standard Pengkondisian Udara Amerika, ASHRAE [10] memperlihatkan suhu nyaman
karyawan/wati di Jakarta berada pada 26,4oC dengan deviasi + 2oC, atau antara 24,4 hingga
28,4oC.
Yang menjadi pertanyaan sekarang, apakah mungkin suhu di dalam ruang (internal
climate) dapat mencapai angka 28,4oC (batas atas suhu nyaman penelitian Karyono)
sementara suhu udara luar siang hari berada pada 32oC. Dari simulasi komputer terhadap efek
pendinginan malam hari (night passive cooling) yang dilakukan oleh Cambridge Architectural
Research Limited [11] diperoleh suatu hasil bahwa penurunan suhu hingga 3oC dapat dicapai
pada bangunan yang menggunakan massa berat (beton, bata) meskipun seandainya
perbedaan suhu siang dan malam hanya berkisar 8oC (perbedaan suhu siang dan malam di
Jakarta dapat mencapai 10oC). Sementara itu penelitian Parker [12] dan Akbari [13] di Amerika
Serikat memperlihatkan bahwa dengan penanaman pohon lindung di sekitar rumah tinggal,
penggunaan energi (listrik) untuk AC dapat berkurang dari 30 hingga 50%.
Dengan meng-ekuivalen-kan 10% pengurangan energi setara dengan penurunan suhu
sekitar 0,7 hingga 1oC [14], dapat disimpulkan bahwa penurunan suhu sekitar hingga 3oC
merupakan suatu hal yang sangat mungkin apabila ruang terbuka sekitar bangunan di penuhi
dengan pohon pelindung atau bahkan dihutankan, dengan pengertian halaman, jalan access
dan halaman parkir terlindung dari sengatan langsung radiasi matahari.
Dari kedua teknik di atas, yakni pendinginan malam hari serta penghijauan sekitar
bangunan, suhu udara dalam bangunan, secara teoritis, dapat turun hingga 6oC. Seandainya
suhu udara kota Jakarta pada siang hari berkisar pada 32oC, maka bukanlah sesuatu hal yang
mustahil untuk mencapai suhu nyaman di dalam bangunan yang berada di bawah angka
28,4oC.
Sumber Bacaan
Akbari, H. et al (1990), Summer Heat Island, Urban Trees and White Surfaces, ASHRAE
Transactions, pp. 1381-1388.
Baker, N.V. (1994), Energy and Environment in Non-Domestic Buildings A Technical Design
Guide, Cambridge Architectural Research Ltd. and The Martin Centre for Architectural
and Urban Studies, University of Cambridge, UK.
de Dear, R.J., Brager, G., Cooper, D. (1997), Developing an Adaptive Model of Thermal
Comfort and Practice, Macquarie Research Ltd.- Macquarie Univ., Australia and Center
for Env. Design Research, Univ. of California Berkley, USA.
Humphreys, M.A. (1992), Thermal Comfort Require-ments, Climate and Energy, The Second
World Renewable Energy Congress, Reading, UK.
Karyono, T.H. (1995), Thermal Comfort for the Indonesian workers in Jakarta, Building
Research and Information, Vol. 23 No. 6, pp. 317-323, UK.
9
Karyono, T.H. (1996), Antisipasi arsitek dalam memo-difikasi iklim melalui karya arsitektur,
Dies
USAKTI.
Karyono, T.H. (1996), Discrepancy between actual and predicted thermal votes of the
Indonesian workers in Jakarta, Indonesia, International Journal of Ambient Energy, Vol.
17, No. 2, UK.
Karyono, T.H. (1996), Pengaruh kaca terhadap kenya-manan suhu dan konsumsi energi pada
bangunan di Indonesia, Seminar Kaca - Arsitektur, UNTAR, 12 Nov.
Karyono, T.H. (1996), Penghijauan kota sebagai usaha menurunkan suhu kota, Majalah
Konstruksi, Mei.
Karyono, T.H. (1996), Thermal Comfort in the Tropical South East Asia Region, Architectural
Science Review, Vol. 39, pp. 135-139, Australia.
Karyono, T.H. (1997), Pathologi bangunan dan kenyamanan suhu, Majalah Konstruksi, April.
Lippsmeier, G., et al (1980), Tropenbau Building in the Tropics, Germany Callwey Verlag,
Muenchen.
Mardliah, S.A. (1997), Liputan Khusus: Realisasi Perancangan Kota Memprihatinkan?, Majalah
Konstruksi, September.
Mom, C.P. et al (1947), The Application of the Effective Temperature Scheme to the Comfort
Zone in the Netherlands Indies (Indonesia), Chronica Naturae, vol. 103, pp. 19-31
Parker, J. (1981), Uses of landscaping for energy conservation, Florida International University
and the Florida Energy Office.
Radsma, W. (1936), Feestbundel 1936 v/h Geneesk. Tijdschr. voor Ned. Indie.
Ramage, J. (1983), Energy A Guide Book, Oxford Univ. Press, UK.
Vitruvius, The Ten Book on Architecture (translated by Morris H. Morgan), Dover Publications,
Inc, NY. 1960.

 Dari Kenyamanan Termis hingga Pemanasan Bumi: Suatu Tinjauan Arsitektur dan
Energi

Conference Paper

Full-text available

o Nov 2007
o

  Tri Harso Karyono

View
 KENYAMANAN TERMAL DALAM ARSITEKTUR TROPIS
Article
Full-text available

 Jun 2010

 Harso Tri

 Karyono

View

Recommendations
Discover more publications, questions and projects in Dance

Project
Air conditioning and the neutral temperature of the Indonesian university students

 Sani Heryanto

 Nyuk Hien Wong

 Tri Harso Karyono

View project
Article
MENDEFINISIKAN KEMBALI ARSITEKTUR TROPIS DI INDONESIA
April 2000
Satu di antara sederet alasan mengapa manusia membuat bangunan adalah karena kondisi alam
atau iklim di mana manusia berada, tidak selalu dapat menunjang aktifitas yang dilakukannya
secara baik. Kadangkala alam menurunkan hujan lebat, kadang menjatuhkan sengatan matahari
yang sangat tajam, atau menghembuskan angin yang terlalu keras. Sementara aktifitas manusia
yang sangat bervariasi... [Show full abstract]
Read more
Article
PENDIDIKAN GRATIS DUNIA KETIGA, KENAPA TIDAK?
January 2004
Peringatan 54 tahun Universitas Gajah Mada (UGM) Jumat, 19 Desember 2003 diwarnai aksi
demonstrasi mahasiswa yang menuntut dihentikannya praktik komersialisasi mahasiswa,
termasuk komersialisasi penerimaan mahasiswa baru. Sebagai perguruan tinggi (PT) yang
memiliki 18 fakultas, menyelenggarakan pendidikan di hampir semua jenis bidang keilmuan, dan
mendidik sekitar 60 ribu mahasiswa, tak... [Show full abstract]
Read more
Article
KENYAMANAN TERMAL DALAM ARSITEKTUR TROPIS
June 2010
Artikel dalam buku Arsitektur dan Kota Tropis Dunia Ketiga: Suatu Bahasan tentang Indonesia,
PT Raja Grafindo Pengertian arsitektur tropis (lembab) pada umumnya mengarah pada dominasi
bentuk atap yang lebar yang berfungsi sebagai penahan cucuran hujan dan radiasi langsung sinar
matahari, di manan keduanya dianggap sebagai faktor-faktor dominan iklim tropis lembab.
Pemikiran semacam ini... [Show full abstract]
Read more
Article
ARSITEKTUR, KENYAMANAN TERMAL DAN ENERGI
November 1996
Ada tiga sasaran yang seharusnya dipenuhi oleh suatu karya arsitektur (baca: bangunan).
Pertama, bahwa bangunan harus merupakan produk dari suatu kerja seni (work of art). Kedua,
bahwa bangunan harus mampu memberikan kenyamanan (baik psikis maupun fisik) kepada
penghuninya. Dan yang terakhir, bahwa bangunan perlu hemat terhadap pemakaian energi [1].
Bangunan yang gagal menjadi produk dari... [Show full abstract]
Read more
Article
KEMAPANAN PEDOMAN DAN HUKUM SEBAGAI SYARAT LAHIRNYA CORAK
ARSITEKTUR
April 2000
Sejarah memberikan pembelajaran kepada kita bahwa Arsitektur yang memiliki identitas kuat
dan stabil eksistensinya adalah arsitektur yang lahir dalam masyarakat dengan tradisi serta
peraturan-baik lisan ataupun tertulis-yang mapan, dalam arti tidak dalam masa transisi atau
proses perubahan yang berarti. Arsitektur tradisional merupakan satu contoh. Ia lahir dalam
ekosistem budaya yang matang... [Show full abstract]
Read more
Discover more
About
News
Company
Careers
Support
Help center
FAQ
Business solutions
Recruiting
Advertising
© ResearchGate 2018. All rights reserved.

 Imprint
 Terms
 Privacy

or
Discover by subject area
Join for free
Log in
ARSITEKTUR TROPIS
Posted on December 10, 2012 by himaartra

Arsitektur tropis merupakan arsitektur yang berada di daerah tropis dan telah beradaptasi dengan
iklim tropis. Indonesia sebagai daerah beriklim tropis memberikan pengaruh yang cukup
signifikan terhadap bentuk bangunan rumah tinggal, dalam hal ini khususnya rumah tradisional.
Kondisi iklim seperti temperatur udara, radiasi matahari, angin, kelembaban, serta curah hujan,
mempengaruhi desain dari rumah-rumah tradisional. Masyarakat pada zaman dahulu dalam
membangun rumahnya berusaha untuk menyesuaikan kondisi iklim yang ada guna mendapatkan
desain rumah yang nyaman dan aman.

(Perumahan tradisional Pulau Samosir)

Di samping itu, arsitektur rumah tradisional sebagai ungkapan bentuk rumah tinggal karya
manusia adalah merupakan salah satu unsur budaya yang tumbuh dan berkembang bersamaan
dengan pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan suatu masyarakat, suku atau bangsa yang
unsur-unsur dasarnya tetap bertahan untuk kurun waktu yang lama dan tetap sesuai dengan
perkembangan dan pertumbuhan kebudayaan suatu masyarakat, suku, atau bagsa yang
bersangkutan. Oleh karena itu, arsitektur tradisional, pada khususnya arsitektur rumah
tradisional, akan merupakan salah satu identitas sebagai pendukung kebudayaan masyarakat,
suku, atau bangsa tersebut.
(Rumah tradisional Joglo)

Konsep rumah tropis, pada dasarnya adalah adaptasi bangunan terhadap iklim tropis, dimana
kondisi tropis membutuhkan penanganan khusus dalam desainnya. Pengaruh terutama dari
kondisi suhu tinggi dan kelembaban tinggi, dimana pengaruhnya adalah pada tingkat
kenyamanan berada dalam ruangan. Tingkat kenyamanan seperti tingkat sejuk udara dalam
rumah, oleh aliran udara, adalah salah satu contoh aplikasi konsep rumah tropis. Meskipun
konsep rumah tropis selalu dihubungkan dengan sebab akibat dan adaptasi bentuk (tipologi)
bangunan terhadap iklim, banyak juga interpretasi konsep ini dalam tren yang berkembang
dalam masyarakat; sebagai penggunaan material tertentu sebagai representasi dari kekayaan alam
tropis, seperti kayu, batuan ekspos, dan material asli yang diekspos lainnya.

Kriteria Perencanaan pada Iklim Tropis Lembab

Kondisi iklim tropis lembab memerlukan syarat-syarat khusus dalam perancangan bangunan dan
lingkungan binaan, mengingat ada beberapa factor- faktor spesifik yang hanya dijumpai secara
khusus pada iklim tersebut, sehingga teori-teori arsitektur, komposisi, bentuk, fungsi bangunan,
citra bangunan dan nilai-nilai estetika bangunan yang terbentuk akan sangat berbeda dengan
kondisi yang ada di wilayah lain yang berbeda kondisi iklimnya. Menurut DR. Ir. RM.
Sugiyatmo, kondisi yang berpengaruh dalam perancangan bangunan pada iklim tropis lembab
adalah, yaitu :

1. Kenyamanan Thermal

Usaha untuk mendapatkan kenyamanan thermal terutama adalah mengurangi perolehan panas,
memberikan aliran udara yang cukup dan membawa panas keluar bangunan serta mencegah
radiasi panas, baik radiasi langsung matahari maupun dari permukaan dalam yang panas.

Perolehan panas dapat dikurangi dengan menggunakan bahan atau material yang mempunyai
tahan panas yang besar, sehingga laju aliran panas yang menembus bahan tersebut akan
terhambat.Permukaan yang paling besar menerima panas adalah atap. Sedangkan bahan atap
umumnya mempunyai tahanan panas dan kapasitas panas yang lebih kecil dari dinding. Untuk
mempercepat kapasitas panas dari bagian atas agak sulit karena akan memperberat atap. Tahan
panas dari bagian atas bangunan dapat diperbesar dengan beberapa cara, misalnya rongga langit-
langit, penggunaan pemantul panas reflektif juga akan memperbesar tahan panas.

Cara lain untuk memperkecil panas yang masuk antara lain yaitu :

1. Memperkecil luas permukaan yang menghadap ke timur dan barat.

2. Melindungi dinding dengan alat peneduh. Perolehan panas dapat juga dikurangi dengan
memperkecil penyerapan panas dari permukaan, terutama untuk permukaan atap.

Warna terang mempunyai penyerapan radiasi matahari yang kecil sedang warna gelap adalah
sebaliknya. Penyerapan panas yang besar akan menyebabkan temperatur permukaan naik.
Sehingga akan jauh lebih besar dari temperatur udara luar. Hal ini menyebabkan perbedaan
temperatur yang besar antara kedua permukaan bahan, yang akan menyebabkan aliran panas
yang besar.

2. Aliran Udara Melalui Bangunan

Kegunaan dari aliran udara atau ventilasi adalah :

1. Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan yaitu penyediaan oksigen untuk pernafasan, membawa
asap dan uap air keluar ruangan, mengurangi konsentrasi gas-gas dan bakteri serta
menghilangkan bau.
2. Untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan thermal, mengeluarkan panas, membantu

mendinginkan bagian dalam bangunan.

Aliran udara terjadi karena adanya gaya thermal yaitu terdapat perbedaan temperature antara
udara di dalam dan diluar ruangan dan perbedaan tinggi antara lubang ventilasi. Kedua gaya ini
dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mendapatkan jumlah aliran udara yang dikehendaki.
Jumlah aliran udara dapat memenuhi kebutuhan kesehatan pada umumnya lebih kecil daripada
yang diperlukan untuk memenuhi kenyamanan thermal. Untuk yang pertama sebaiknya
digunakan lubang ventilasi tetap yang selalu terbuka. Untuk memenuhi yang kedua, sebaiknya
digunakan lubang ventilasi yang bukaannya dapat diatur.

3. Radiasi Panas

Radiasi panas dapat terjadi oleh sinar matahari yang langsung masuk ke dalam bangunan dan
dari permukaan yang lebih panas dari sekitarnya, untuk mencegah hal itu dapat digunakan alat-
alat peneduh (Sun Shading Device).

Pancaran panas dari suatu permukaan akan memberikan ketidaknyamanan thermal bagi
penghuni, jika beda temperatur udara melebihi 40C. hal ini sering kali terjadi pada permukaan
bawah dari langit-langit atau permukaan bawah dari atap.

(Beberapa jenis shading device)

Penerangan Alami pada Siang Hari

Cahaya alam siang hari yang terdiri dari :


1. Cahaya matahari langsung.

2. Cahaya matahari difus

Di Indonesia seharusnya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya cahaya ini untuk penerangan siang
hari di dalam bangunan. Tetapi untuk maksud ini, cahaya matahari langsung tidak dikehendaki
masuk ke dalam bangunan karena akan menimbulkan pemanasan dan penyilauan, kecuali sinar
matahari pada pagi hari. Sehingga yang perlu dimanfaatkan untuk penerangan adalah cahaya
langit.

Untuk bangunan berlantai banyak, makin tinggi lantai bangunan makin kuat potensi cahaya
langit yang bisa dimanfaatkan. Cahaya langit yang sampai pada bidang kerja dapat dibagi dalam
3 (tiga) komponen :

1. Komponen langit.

2. Komponen refleksi luar

3. Komponen refleksi dalam

Dari ketiga komponen tersebut komponen langit memberikan bagian terbesar pada tingkat
penerangan yang dihasilkan oleh suatu lubang cahaya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
besarnya tingkat penerangan pada bidang kerja tersebut adalah :

1. Luas dan posisi lubang cahaya.

2. Lebar teritis

3. Penghalang yang ada dimuka lubang cahaya

4. Faktor refleksi cahaya dari permukaan dalam dari ruangan.

5. Permukaan di luar bangunan di sekitar lubang cahaya.

Untuk bangunan berlantai banyak makin tinggi makin berkurang pula kemungkinan adanya
penghalang di muka lubang cahaya. Dari penelitain yang dilakukan, baik pada model bangunan
dalam langit buatan, maupun pada rumah sederhana, faktor penerangan siang hari

rata-rata 20% dapat diperoleh dengan lubang cahaya 15% dari luas lantai, dengan catatan posisi
lubang cahaya di dinding, pada ketinggian normal pada langit, lebar sekitar 1 meter, faktor
refleksi cahaya rata-rata dari permukaan dalam ruang sekitar 50% – 60% tidak ada penghalang
dimuka lubang dan kaca penutup adalah kaca bening
Desain rumah tropis bekerja menuju satu tujuan utama dasar: tinggal nyaman tanpa bergantung
pada AC. Hal ini dilakukan dengan moderasi dari tiga variabel: temperatur, kelembaban dan
sirkulasi udara. Victor Olgay dalam bukunya, “Desain dengan Iklim”, mengembangkan garis
panduan untuk arsitektur iklim responsif dalam empat daerah iklim yang berbeda, salah satunya
adalah lingkungan tropis panas lembab. Merancang sebuah rumah pasif didinginkan dimulai
dengan situs dan mencakup setiap aspek dari rumah sampai ke warna.

SOURCE:

BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN

MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS

Di Susun Oleh : AHMAD NIDLOM, 2001

https://himaartra.wordpress.com/2012/12/10/751/
Gaya ini umumnya memiliki ciri-ciri:

· Mempunyai atap yang tinggi dengan kemiringan diatas 30 derajat. Ruang di bawah atap
berguna untuk meredam panas.

· Mempunyai teritisan/overstek atap yang cukup lebar untuk mengurangi efek tampias dari hujan
yang disertai angin. Selain itu, uga untuk menahan sinar matahari langsung yang masuk ke dalam
bangunan.

· Mempunyai lubang untuk ventilasi udara secara silang, sehingga suhu di dalam ruangan bisa
tetap nyaman.

· Pada daerah tertentu, rumah panggung menjadi ciri utama yang kuat untuk antisipasi bencana
alam dan ancaman binatang buas.

· Desain tropis umumnya menggunakan material alam yang sumbernya bisa didapat di
sekitarnya.

Konsep arsitektur tropis menjadi pilihan tepat, terutama bagi Anda yang berada di wilayah tropis
seperti Indonesia.
Definisi Arsitektur Tropis
Kata Tropis merupakan suatu gambaran keadaan posisi suatu wilayah yang
memiliki 2 musim (Hujan dan Kemarau) yang terletak dekat dengan garis
khatilstiwa. Iklim tropis memiliki karakter tertentu yang disebabkan oleh panas
matahari, kelembapan yang cukup tinggi, curah hujan, pergerakan angin, dan
sebagainya. Pengaruhnya otomatis terhadap suhu, kelembapan, kesehatan udara.

Arsitektur tropis adalah Gaya Arsitektur yang memberikan solusi dan adaptasi
desain bangunan terhadap pengaruh iklim tropis. Karena itu arsitektur Tropis
banyak berkembang di negara yang letaknya dekat dengan garis khatulistiwa
termasuk Indonesia.

Ciri-ciri Arsitektur Tropis


Adapun adaptasi arsitektur tropis menghadapi iklim yang menjadi ciri-ciri arsitektur
tropis adalah sebagai berikut :

 - Adanya overstek pada bangunan untuk mencegah tampias dan silau.


 - Teras yang beratap mencegah radiasi langsung
 - Jendela yang tidak terlalu lebar, dilindungi oleh gorden
 - Ventilasi udara untuk penghawaan alami
 - Atap Miring >30 derajat (pelana atau limasan) untuk mencegah panas
radiasi matahari
 - Memperkecil luas permukaan yang menghadap ke timur dan barat
 - Orientasi bukaan jendela ke arah utara/selatan
 - Melindungi permukaan bangunan dengan lapisan material wheather shield
 - Bangunan umumnya berwarna terang untuk mencegah penyerapan panas
 - Material untuk eksterior lebih baik menggunakan material low
 - Lebih baik material lokal daripada material impor
 - Vegetasi pada bangunan digunakan sebagai unsur peneduh di siang hari
Rumah adat Joglo sebagai contoh bangunan yang memenuhi syarat arsitektur
tropis

https://www.arsitur.com/2017/03/pengertian-arsitektur-tropis-dan-ciri.html
Architecture & Interior Styles
November 26, 2016

Arsitektur Tropis dan Bangunan-Bangunan Tropis di Indonesia


A. Pengertian

Indonesia merupakan negara yang terletak di 95° BT - 141°BT garis khatulistiwa. Hal ini menyebabkan
Indonesia memiliki iklim tropis, sehingga indonesia hanya memiliki 2 musim, yaitu musim hujan dan
musim panas. Cuaca tersebut mempengaruhi gaya hidup sehari-hari masyarakat Indonesia termasuk
dalam mendesain tempat tinggal mereka dengan penyesuaian dari waktu-kewaktu membuat
pendudukIndonesia sadar bahwa penerapan arsitektur tropis lah yang paling tepat di terapkan pada
rumah mereka.

Arsitektur Tropis adalah sebuah karya Arsitektur yang mencoba untuk memecahkan problematic iklim
setempat, dalam hal ini iklim Tropis. Yang penting dalam Arsitektur Tropis ialah apakah rancangan
tersebut dapat menyelesaikan masalah pada iklim tropis seperti hujan deras, terik matahari, suhu udara
tinggi, kelembapan tinggi dan kecepatan angina rendah, sehingga manusia yang semula tidak nyaman
berada dialam terbuka, menjadi nyaman ketika berada didalam bangunan tropis.

Sementara iklim tropis lembab sendiri dicirikan oleh beberapa factor iklim sebagai berikut :

1. Curah hujan tinggi sekitar 2000-3000 mm/tahun

2. Radiasi matahari relatif tinggi sekitar 1500 hingga 2500 kWh/m2/tahun

3. Suhu udara relatif tinggi untuk kota dan kawasan pantai atau dataran rendah. Untuk kota dan
kawasan di dataran tinggi rendah, sekitar 18o hingga 28o atau lebih rendah.

4. Kelembaban tinggi (Jakarta antara 60 hingga 95%)

5. Kecepatan angina relatif rendah.

Konsep rumah tropis, pada dasarnya adalah adaptasi bangunan terhadap iklim tropis, dimana
kondisi tropis membutuhkan penanganan khusus dalam desainnya. Pengaruh terutama dari kondisi
suhu tinggi dan kelembaban tinggi yang sangat berpengaruh terhadap tingkat kenyamanan berada
dalam ruangan yang merupakan salah satu contoh aplikasi konsep rumah tropis. Meskipun konsep
rumah tropis selalu dihubungkan dengan sebab akibat dan adaptasi bentuk (tipologi) bangunan
terhadap iklim, banyak juga interpretasi konsep ini dalam tren yang berkembang dalam masyarakat.
Misalnya penggunaan material tertentu sebagai representasi dari kekayaan alam tropis, seperti kayu,
batuan ekspos, dan material asli yang diekspos lainnya.

B. Kriteria Perencanaan Pada Iklim Tropis Lembab


Kondisi iklim tropis lembab memerlukan syarat-syarat khusus dalam perancangan bangunan dan
lingkungan binaan, mengingat ada beberapa factor- faktor spesifik yang hanya dijumpai secara khusus
pada iklim tersebut, sehingga teori-teori arsitektur, komposisi, bentuk, fungsi bangunan, citra bangunan
dan nilai-nilai estetika bangunan yang terbentuk akan sangat berbeda dengan kondisi yang ada di
wilayah lain yang berbeda kondisi iklimnya. Kondisi yang berpengaruh dalam perancangan bangunan
pada iklim tropis lembab adalah, yaitu :

1. Kenyamanan Thermal

Untuk mendapatkan kenyamanan thermal dapat dilakukan dengan mengurangi perolehan panas,
memberikan aliran udara yang cukup dan membawa panas keluar bangunan serta mencegah radiasi
panas, baik radiasi langsung matahari maupun dari permukaan dalam yang panas. Perolehan panas
dapat dikurangi dengan menggunakan bahan atau material yang mempunyai tahan panas yang besar,
sehingga laju aliran panas yang menembus bahan tersebut akan terhambat. Permukaan yang paling
besar menerima panas adalah atap. Sedangkan bahan atap umumnya mempunyai tahanan panas dan
kapasitas panas yang lebih kecil dari dinding. Untuk mempercepat kapasitas panas dari bagian atas agak
sulit karena akan memperberat atap. Tahan panas dari bagian atas bangunan dapat diperbesar dengan
beberapa cara, misalnya rongga langit-langit, penggunaan pemantul panas reflektif juga akan
memperbesar tahan panas. Cara lain untuk memperkecil panas yang masuk antara lain yaitu :

o Memperkecil luas permukaan yang menghadap ke timur dan barat.

o Melindungi dinding dengan alat peneduh. Perolehan panas dapat juga dikurangi dengan memperkecil
penyerapan panas dari permukaan, terutama untuk permukaan atap.

o Penggunaan warna-warna terang. Warna terang mempunyai penyerapan radiasi matahari


yang lebih kecil dibandingkan dengan warna gelap. Penyerapan panas yang besar akan menyebabkan
temperatur permukaan naik. Sehingga akan jauh lebih besar dari temperatur udara luar. Hal ini
menyebabkan perbedaan temperatur yang besar antara kedua permukaan bahan, yang akan
menyebabkan aliran panas yang besar.
2. Aliran Udara Melalui Bangunan

Kegunaan dari aliran udara atau ventilasi adalah :

o Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan yaitu penyediaan oksigen untuk pernafasan, membawa asap
dan uap air keluar ruangan, mengurangi konsentrasi gas-gas dan bakteri serta menghilangkan bau.

o Untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan thermal, mengeluarkan panas, membantu mendinginkan


bagian dalam bangunan.

Aliran udara terjadi karena adanya perbedaan temperature antara udara di dalam dan di luar ruangan
dan perbedaan tinggi antara lubang ventilasi. Kedua gaya ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk
mendapatkan jumlah aliran udara yang dikehendaki. Jumlah aliran udara dapat memenuhi kebutuhan
kesehatan pada umumnya lebih kecil daripada yang diperlukan untuk memenuhi kenyamanan thermal.
Untuk yang pertama sebaiknya digunakan lubang ventilasi tetap yang selalu terbuka. Untuk memenuhi
yang kedua, sebaiknya digunakan lubang ventilasi yang bukaannya dapat diatur.

3. Radiasi Panas
Radiasi panas dapat terjadi oleh sinar matahari yang langsung masuk ke dalam bangunan dan dari
permukaan yang lebih panas dari sekitarnya, untuk mencegah hal itu dapat digunakan alat-alat peneduh
(Sun Shading Device). Pancaran panas dari suatu permukaan akan memberikan ketidaknyamanan
thermal bagi penghuni, jika beda temperatur udara melebihi 40C. Hal ini sering kali terjadi pada
permukaan bawah dari langit-langit atau permukaan bawah dari atap.

4. Penerangan Alami pada Siang Hari

Cahaya alam siang hari yang terdiri dari :

Cahaya matahari langsung dan cahaya matahari difus. Cahaya matahari dapat dimanfaatkan sebaik-
baiknya untuk pencahayaan alami khususnya cahaya matahari langsung. Cahaya matahari langsung yang
masuk harus dibatasi karena akan menimbulkan pemanasan dan penyilauan, kecuali sinar matahari
pada pagi hari. Sehingga yang perlu dimanfaatkan untuk penerangan adalah cahaya langit. Untuk
bangunan berlantai banyak, makin tinggi lantai bangunan makin kuat potensi cahaya langit yang bisa
dimanfaatkan. Cahaya langit yang sampai pada bidang kerja dapat dibagi dalam 3 (tiga) komponen :

1. Komponen langit.

2. Komponen refleksi luar

3. Komponen refleksi dalam

Dari ketiga komponen tersebut komponen langit memberikan bagian terbesar pada tingkat penerangan
yang dihasilkan oleh suatu lubang cahaya. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya tingkat
penerangan pada bidang kerja tersebut adalah :

1. Luas dan posisi lubang cahaya.

2. Lebar teritis
3. Penghalang yang ada dimuka lubang cahaya

4. Faktor refleksi cahaya dari permukaan dalam dari ruangan.

5. Permukaan di luar bangunan di sekitar lubang cahaya.

Untuk bangunan berlantai banyak makin tinggi makin berkurang pula kemungkinan adanya penghalang
di muka lubang cahaya.

C. Dampak Lingkungan Penerapan Arsitektur Tropis

Arsitektur Tropis adalah suatu konsep bangunan yang mengadaptasi kondisi iklim tropis. Letak geografis
Indonesia yang berada di garis khatulistiwa membuat Indonesia memiliki dua iklim, yakni kemarau dan
penghujan. Pada musim kemarau suhu udara sangat tinggi dan sinar matahari memancar sangat panas.
Dalam kondisi ikim yang panas inilah muncul ide untuk menyesuaikannya dengan arsitektur bangunan
gedung maupun rumah yang dapat memberikan kenyamanan bagi penghuninya.

Dampak Jangka Pendek (sekarang)

Dampak jangka pendek atau dampak yang langsung bisa dinikmati dengan penerapan konsep arsitektur
tropis adalah :

o Terciptanya kenyamanan dalam hunian. Karena sirkulasi udara tercukupi, membuat hawa dalam
ruangan menjadi nyaman

o Penghematan Energi, karena untuk penerangan dan penghawaan memanfaatkan sumber energi
alam.

Dampak Jangka Panjang

Dampak yang akan di nikmati beberapa tahun kemudian, jika arsitektur tropis diterapkan adalah :

o Terjaganya kelestarian alam karena konsep arsitektur tropis menyatu dengan alam bukan merusak
alam

o Akan semakin berkembangnya konsep arsitektur tropis jika banyak peminatnya.

D. Bangunan-Bangunan Arsitektur Tropis Di Indonesia

Berikut merupakan beberapa bangunan tropis di Indonesia :

1. Green Office Park 6


Menjadi bagian dari kawasan Green Office Park BSD City, Tangerang Selatan, gedung GOP 6 telah
mengusung konsep bangunan hijau mulai dari desain atau perencanaan, pembangunan hingga
pengoperasian.

GOP 6 dibangun dengan konsep efisiensi energi dengan memperhitungkan arah mata angin sehingga
mampu mengurangi panas matahari, memanfaatkan pencahayaan alami dan ventilasi sirkulasi udara.

GOP 6 mampu melakukan penghematan listrik hingga 19,5 persen, sedangkan penghematan air
mencapai 58 persen dari baseline.

2. Bank Indonesia Cabang Solo

Gedung ini memanfaatkan penerangan alami, sistem air daur ulang serta lingkungan hijau
berkelanjutan, membuat kinerja bangunan dalam melakukan penghematan energi dapat lebih
maksimal.
Bangunan ini juga menerapkan penggunaan panel surya sehingga 30 persen kebutuhan listrik
dapat dipasok dari solar cell (panel tenaga matahari). Gedung ini mampu melakukan penghematan
listrik mencapai 43,63 persen, penghematan air mencapai 74,66 persen dari baseline dengan konsumsi
air 25,53 persen dari baseline.

3. Kantor Utama PT Holcim Indonesia

Konsep hijau pada kantor utama PT Holcim Indonesia di Tuban telah menerapkan penggunaan
lampu yang hemat energi, ventilasi alami, pemanfaatan air hujan, penggunaan materi lokal, dan area
hijau yang berkelanjutan.

Gedung ini mampu melakukan penghematan listrik mencapai 47,95 persen, sedangkan air
mencapai 66,22 persen dari baseline.

4. Sequis Center
Terletak di Jalan Sudirman, bangunan ini dulu dikenal dengan nama S Widjojo Center, kemudian pada
2010 berubah nama menjadi Sequis Center. Gedung ini sangat erat dengan sejarah masuknya bahan
bangunan GRC (glassfiber reinforce cement) ke pasar Indonesia. Sequis Center memanfaatkan GRC
sebagai shading bangunan dan berdasarkan desain telah menerapkan konsep bangunan hijau.

Shading-shading GRC berfungsi mengurangi interaksi langsung sinar matahari, sehingga suhu
dalam ruangan berkurang dan dapat mengefisiensi penggunaan pendingin ruangan.

Bangunan unik ini mampu melakukan penghematan listrik hingga 28,12 persen, sedang penghematan
air mencapai 28,26 persen.

Sumber :

 http://adacyntya.blogspot.co.id/2015/04/arsitektur-tropis.html
 http://www.rumahku.com/artikel/read/

http://architstyle.blogspot.com/2016/11/arsitektur-tropis-dan-bangunan-bangunan_26.html
NEWS UPDATE

... Menteri Basuki : Perlu Kesabaran dalam Menata Kota Kita .. ,., .,,. Kegiatan Sosialisasi
Kebijakan dan Program Nasional Pembiayaan Perumahan Provinsi Sumatera Utara Tah BPSDM Gelar
Tiga Kegiatan Sekaligus guna Menunjang Karier ASN PUPR 10 Kepala Daerah Miliki Persetujuan
Substansi Dari Kementerian ATR/BPN Pakar ITB, Luhut Sembunyikan Kajian Reklamasi, Itu Namanya
Tidak Bijaksana Kementerian PUPR Kembali Lakukan Uji Coba Penggunaan Aspal Plastik

... Menteri Basuki : Perlu Kesabaran dalam Menata Kota Kita .. ,., .,,. Kegiatan Sosialisasi
Kebijakan dan Program Nasional Pembiayaan Perumahan Provinsi Sumatera Utara Tah BPSDM Gelar
Tiga Kegiatan Sekaligus guna Menunjang Karier ASN PUPR 10 Kepala Daerah Miliki Persetujuan
Substansi Dari Kementerian ATR/BPN Pakar ITB, Luhut Sembunyikan Kajian Reklamasi, Itu Namanya
Tidak Bijaksana Kementerian PUPR Kembali Lakukan Uji Coba Penggunaan Aspal Plastik

cari

Pengertian dan Konsep Arsitektur Tropis


Administrator | Rabu, 08 Februari 2017 - 11:05:59 WIB | dibaca: 8806 pembaca

3
Pengertian Arsitektur Tropis

Arsitektur Tropis adalah suatu konsep bangunan yang mengadaptasi kondisi iklim tropis. Letak geografis
Indonesia yang berada di garis khatulistiwa membuat Indonesia memiliki dua iklim, yakni kemarau dan
penghujan. Pada musim kemarau suhu udara sangat tinggi dan sinar matahari memancar sangat panas.
Dalam kondisi ikim yang panas inilah muncul ide untuk menyesuaikannya dengan arsitektur bangunan
gedung maupun rumah yang dapat memberikan kenyamanan bagi penghuninya.

· Iklim Tropis

Climate (iklim) berasal dari bahasa Yunani, klima yang berdasarkan kamus Oxford berarti region (daerah)
dengan kondisi tertentu dari suhu dryness (kekeringan), angin, cahaya dan sebagainya. Dalam
pengertian ilmiah, iklim adalah integrasi pada suatu waktu (integration in time) dari kondisi fisik
lingkungan atmosfir, yang menjadi karakteristik kondisi geografis kawasan tertentu”. Sedangkan cuaca
adalah “kondisi sementara lingkungan atmosfer pada suatu kawasan tertentu”. Secara keseluruhan,
iklim diartikan sebagai “integrasi dalam suatu waktu mengenai keadaan cuaca” (Koenigsberger, 1975:3).

Kata tropis berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu kata tropikos yang berarti garis balik, kini pengertian
ini berlaku untuk daerah antara kedua garis balik ini. Garis balik ini adalah garis lintan 23027” utara dan
garis lintan 23027 selatan.

Iklim tropis adalah iklim dimana panas merupakan masalah yang dominan yang pada hampir
keseluruhan waktu dalam satu tahun bangunan “bertugas” mendinginkan pemakai, dari pada
menghangatkan dan suhu rata-rata pertahun tidak kurang dari 200C (Koenigsberger. 1975:3). Menurut
Lippsmiere, iklim tropis Indonesia mempunyai kelembaban relatif (RH) yang sangat tinggi (kadang-
kadang mencapai 90%), curah hujan yang cukup banyak, dan rata-rata suhu tahunan umumnya berkisar
230C dan dapat naik sampai 380C pada musim “panas”.
Pada iklim ini terjadi sedikit sekali perubahan “musim” dalam satu tahun, satu-satunya tanda
terjadi pergantian musim adalah banyak atau sedikitnya hujan, dan terjadinya angin besar. Karakteristik
warm humid climate (iklim panas lembab) adalah sebagai berikut (Lippsmiere. 1980:28) :

• Landscap, rain forest (hutan hujan) terdapat sepanjang pesisir pantai dan dataran rendah daerah
ekuator.

• Kondisi tanah, merupakan tanah merah atau coklat yang tertutup rumput.

• Tumbuhan, zona ini tumbuhan sangat bervariasi dan lebat sepanjang tahun.Tumbuhan tumbuh
dengan cepat karena pengaruh curah hujan yang tinggi dan suhu udara yang panas.

• Musim. Terjadi sedikit perbedaan musim. Pada bulan “panas” kondisi panas dan lembab sampai basah.
Pada belahan utara, bulan “dingin” terjadi pada Desember-Januari, bulan”panas” terjadi pada Mei
sampai Agustus. Pada belahan selatan bulan “dingin” terjadi pada April sampai Juli, bulan “panas”
terjadi pada Oktober sampai Februari.

• Kondisi langit, hampir sepanjang tahun keadaan langit berawan. Lingkungan awan berkisar 60%-90%.
Luminance (lumansi) maksimal bisa mencapai 7000 cd/m2 sedangkan luminasi minimal 850cd/m2.

• Radiasi dan panas matahari, pada daerah tropis radiasi matahari dikategorikan tinggi. Sebagian
dipantulkan dan sebagian disebarkan oleh selimut awan,meskipun demikian sebagian radiasi yang
mencapai permukaan bumi mempunyai dampak yang besar dalam mempengaruhi suhu udara.

• Temperatur udara, terjad fluktuasi perbedaan temperatur harian dan tahunan.Rata-rata temperatur
maksimum tahunan adalah 30,50C. temperatur rata-rata tahunan untuk malam hari adalah 250C tetapi
umumnya berkisar antara 21-270C. sedangkan selama siang hari berkisar 27-320c. kadang-kadang lebih
dari 320C.

• Curah hujan sangat tinggi selama satu tahun, umumnya menjadi sangat tinggi dalam beberapa tahun
tertentu. Tinggi curah hujan tahunan berkisar antara 2000-5000 mm, pada musim hujan dapat
bertambah. Sampai 500 mm dalam sebulan. Bahkan pada saat badai bisa mencapai 100 mm per jam.

• Kelembaban, dikenal sebagai RH (Relative humidity), umumnya rata-rata tingkat kelembaban adalah
sekitar 75%, tetapi kisaran kelembabannya adalah 55% sampai hampir 100%. Absolute humidity antara
25-30 mb.

• Pergerakan udara, umumnya kecepatan angin rendah, tetapi angin kencang dapat terjadi selama
musim hujan. Arah angin biasanya hanya satu atau dua.

• Karakteristik khusus, tingginya kelembaban mempercepat pertumbuhan alga dan lumut, bahan
bangunan organik membusuk dengan cepat dan banyaknya serangga. Evaporasi tubuh terjadi dalam
jumlah kecil karena tingginya kelembaban dan kurangnya pergerakan udara (angin). Rata-rata badai
adalah 120-140 kali dalam satu tahun.
Daerah dengan iklim tropis didunia terdiri 2 jenis, yaitu daerah dengan iklim tropis kering, sebagai
contoh adalah di negara-negara Timur Tengah, Meksiko, dan sekitarnya, serta daerah dengan iklim
tropis lembab, yang terdapat pada sebagian besar negara-negara di Asia, termasuk Indonesia, walaupun
untuk beberapa daerah di Indonesia, misalnya beberapa bagian pulau Nusa Tenggara mengarah pada
kondisi tropis kering,

 Arsitektur Tropis Kering

1.Ciri-ciri iklim tropis kering:


-Kelembaban rendah

-Curah hujan rendah

-Radiasi panas langsung tinggi

-Suhu udara pada siang hari tinggi dan pada malam hari rendah (45o dan -10oCelcius)

-Jumlah radiasi maksimal, karena tidak ada awan.

-Pada malam hari berbalik dingin karena radiasi balik bumi cepat berlangsung (cepat dingin bila
dibandingkan tanah basah/lembab).

-Menjelang pagi udara dan tanah benar-benar dingin karena radiasi balik sudah habis. Pada siang hari
radiasi panas tinggi dan akumulasi radiasi tertinggi pukul 15.00. Sering terjadi badai angin pasir karena
dataran yang luas.

-Pada waktu sore hari sering terdengar suara ledakan batu-batuan karena perubahan suhu yang tiba-
tiba drastis.

Di daerah benua atau daratan yang cukup luas, banyak terdapat gurun pasir karena di tempat itu jarang
terjadi hujan, bahkan dapat dikatakan tidak terjadi sama sekali, karena angin yang melaluinya sangat
kering, tidak mengandung uap air. Uap air yang terkandung di udara sudah habis dalam perjalanan
menuju ke pedalaman benua itu, atau juga karena terhalang oleh daratan tinggi atau gunung, sehingga
daerah itu menjadi sangat panas dan tidak ada filter pada tanah dari sengatan sinar matahari, yang
mengakibatkan bebatuan hancur menjadi pasir. Suhu di padang pasir dapat mencapai 50o C hingga 60o C
di siang hari, dan di malam hari dapat mencapai -1o C.

2.Strategi untuk perancangan bangunan:

-Mempergunakan bahan-bahan dengan time lag tinggi agar panas yang diterima siang hari dapat
menghangatkan ruangan di malam hari. Konduktivitas rendah agar panas siang hari tidak langsung
masuk ke dalam bangunan. Berat jenis bahan tinggi, dimensi tebal agar kapasitas menyimpan panas
tinggi.

-Bukaan-bukaan dinding kecil untuk mencegah radiasi sinar langsung dan angin atau debu kering masuk
sehingga mempertahankan kelembaban.

-Memperkecil bidang tangkapan sinar matahari dengan atap-atap datar dan rumah-rumah kecil
berdekatan satu sama lain saling membayangi, jalan-jalan sempit selalu terbayang. Atap datar juga
untuk menghindari angin kencang, karena curah hujan rendah.

-Menambah kelembaban ruang dalam dengan air mancur yang dibawa angin sejuk.

-Pola pemukiman rapat dan jalan yang berbelok untuk memotong arus angin

-Bangunan efisien bila rendah, masif dan padat.

 Arsitektur Tropis Lembab

1.Ciri Iklim Tropis Lembab:

DR. Ir. RM. Sugiyanto, mengatakan bahwa ciri-ciri dari iklim tropis lembab sebagaimana yang ada di
Indonesia adalah “kelembaban udara yang tinggi dan temperatur udara yang relatif panas sepanjang
tahun”. Kelembaban udara rata-rata adalah sekitar 80% akan mencapai maksimum sekitar pukul 06.00
dengan minimum sekitar pukul 14.00. Kelembaban ini hampir sama untuk dataran rendah maupun
dataran tinggi.Daerah pantai dan dataran rendah temperatur maksimum rata-rata 320C.makin tinggi
letak suatu tempat dari muka laut, maka semakin berkurang temperatur udaranya. Yaitu berkurang rata-
rata 0,60C untuk setiap kenaikan 100 m. ciri lainnya adalah curah hujan yang tinggi dengan rata-rata
sekitar 1500- 2500 mm setahun. Radiasi matahari global horisontak rata-rata harian adalah sekitar 400
watt/m2 dan tidak banyak berbeda sepanjang tahun, keadaan langit pada umumnya selalu berawan.
Pada keadaan awan tipis menutupi langit, luminasi langit dapat mencapai 15.00 kandela/m2.Tinggi
penerangan rata-rata yang dihasilkan menurut pengukuran yang pernah dilakukan di Bandung untuk
tingkat penerangan global horizontal dapat mencapai 60.000 lux. Sedangkan tingkat penerangan dari
cahaya langit saja, tanpa cahaya matahari langsung dapat mencapai 20.000 lux dan tingkat penerangan
minimum antara 08.00 – 16.00 adalah 10.000 lux. Iklim tropis lembab dilandasi dengan perbedaan suhu
udara yang kecil antara siang hari dan malam hari, kelembaban udara yang tinggi pada waktu tengah
malam serta cukup rendah pada waktu tengah hari. Kecepatan angin ratarata pada waktu siang hari
dapat digambarkan sebagai memadai untuk kenyamanan, yaitu sekitar 1.0 m/det. Pada waktu musim
hujan yaitu sekitar 2.0 m/det. Pada waktu musim panas akan memberikan gambaran tersendiri
mengenai upaya pencapaian pendinginan pasif bangunan. Sekalipun terdapat kondisi yang luar batas
kenyamanan thermal manusia, sebenarnya terdapat potensi iklim natural yang dapat mewujudkan
terciptanya kenyamanan dengan strategi lain. Kenyamanan tersebut tercapai dengan interaksi antar
fungsi iklim dengan lingkungan maupun dengan pemanfaatan teknologi.

2. Kriteria Perencanaan pada Iklim Tropis Lembab

Kondisi iklim tropis lembab memerlukan syarat-syarat khusus dalam perancangan bangunan dan
lingkungan binaan, mengingat ada beberapa factor-faktor spesifik yang hanya dijumpai secara khusus
pada iklim tersebut, sehingga teori-teori arsitektur, komposisi, bentuk, fungsi bangunan, citra bangunan
dan nilai-nilai estetika bangunan yang terbentuk akan sangat berbeda dengan kondisi yang ada di
wilayah lain yang berbeda kondisi iklimnya. Menurut DR. Ir. RM. Sugiyatmo, kondisi yang berpengaruh
dalam perancangan bangunan pada iklim tropis lembab adalah, yaitu :

1. Kenyamanan Thermal

Kenyamanan thermal adalah suatu kondisi thermal yang dirasakan oleh manusia bukan oleh benda,
binatang, dan arsitektur, tetapi dikondisikan oleh lingkungan dan benda-benda di sekitar arsitekturnya.

-Kriteria dan Prinsip Kenyamanan Thermal

Standar internasional mengenai kenyamanan thermal ( suhu) “ISO 7730 : 1994”

”menyatakan bahwa sensasi thermal yang di alami manusia merupakan fungsi dari 4 faktor iklim yaitu:
suhu udara, radiasi, kelembaban udara, kecepatan angin, serta faktor-faktor individu yang berkaitan
dengan laju metabolisme tubuh, serta pakaian yang di gunakan.”

Untuk mencapai kenyamanan thermal haruslah di mulai dari Kualitas udara di sekitar kita yang harus
memiliki kriteria :

 Udara di sekitar rumah tinggal tidak mengandung pencemaran yang berasal dari asap sisa pembakaran
sampah, BBM, sampah industru, debu dan sebagainya.

 Udara tidak berbau, terutama bau badan dan bau dari asap rokok yang merupakan masalah tersendiri
karena mengandung berbagai cemaran kimiawi walaupun dalam variable proporsi yang sedikit.

Prinsip dari pada kenyamanan thermal sendiri adalah, teciptanya keseimbangan antara suhu tubuh
manusia dengan suhu tubuh sekitarnya. Karen jika suhu tubuh manusia dengan lingkungannya memiliki
perbedaan suhu yang signifikan maka akan terjadi ketidak nyamanan yang di wujudkan melalui
kepanasan atau kedinginan yang di alami oleh tubuh Usaha untuk mendapatkan kenyamana thermal
terutama adalah mengurangi perolehan panas, memberikan aliran udara yang cukup dan membawa
panas keluar bangunan serta mencegah radiasi panas, baik radiasi langsung matahari maupun dari
permukaan dalam yang panas. Perolehan panas dapat dikurangi dengan menggunakan bahan atau
material yang mempunyai tahan panas yang besar, sehingga laju aliran panas yang menembus bahan
tersebut akan terhambat. Permukaan yang paling besar menerima panas adalah atap. Sedangkan bahan
atap umumnya mempunyai tahanan panas dan kapasitas panas yang lebih kecil dari dinding. Untuk
mempercepat kapasitas panas dari bagian atas agak

sulit karena akan memperberat atap. Tahan panas dari bagian atas bangunan dapat diperbesar dengan
beberapa cara, misalnya rongga langit-langit, penggunaan pemantul panas reflektif juga akan
memperbesar tahan panas. Cara lain untuk memperkecil panas yang masuk antara lain yaitu:

A. Memperkecil luas permukaan yang menghadap ke timur dan barat.

B. Melindungi dinding dengan alat peneduh.

Perolehan panas dapat juga dikurangi dengan memperkecil penyerapan panas dari permukaan,
terutama untuk permukaan atap. Warna terang mempunyai penyerapan radiasi matahari yang kecil
sedang warna gelap adalah sebaliknya. Penyerapan panas yang besar akan menyebabkan temperature
permukaan naik. Sehingga akan jauh lebih besar dari temperatur udara luar. Hal ini menyebabkan
perbedaan temperatur yang besar antara kedua permukaan bahan, yang akan menyebabkan aliran
panas yang besar.

2. Aliran Udara Melalui Bangunan

-Sirkulasi Udara

Prinsip upaya perancangan bangunan pada daerah beriklim tropis yang benar harus mempertimbangkan
pemanfaatan sebanyak mungkin kondisi alam, diantaranya adalah pengupayaan pemikiran penghawaan
alami untuk memenuhi kebutuhan udara dan kelancaran sirkulasi udara pada bangunan tersebut.

Brown (1987:123) menyebutkan bahwa prinsip terjadinya aliran udara adalah, mengalirnya udara dari
daerah bertekanan tinggi kearah daerah yang bertekanan rendah. Perbedaan tekanan udara terjadi
karena adanya perbedaan temperatur pada masing-masing daerah tersebut, dimana secara horizontal
akan menimbulkan perbedaan tekanan dan secara vertikal akan menimbulkan perbedaan berat jenis.

Dalam upaya pemanfaatan penghawaan alami, perlu diperhatikan bahwa pengaliran udara yang
perlahan-lahan namun kontinyu sangat mutlak diperlukan, agar udara didalam ruangan selalu diganti
dengan udara yang bersih, sehat, segar dan terasa nyaman. Pada kegiatan rumah tinggal, pergantian
udara bisa dikatakan baik apabila udara didalam ruangan dapat selalu berganti sebanyak 15
m3/orang/jam, semakin kecil ukuran ruang, maka frekuensi pergantian udara harus semakin sering.

Keterlambatan atau kekurangan volume pergantian udara didalam ruang akan meningkatkan derajat
kelembaban ruang, yang akan menimbulkan perasaan tidak nyaman, disamping itu udara kotor sisa gas
buang yang tidak secepatnya tersalur keluar akan sangat merugikan kesehatan pemakai ruang. Sebagai
pedoman, suatu ruang akan terasa nyaman untuk tubuh apabila kelembaban didalam ruang tersebut
berkisar antara 40 – 60%. Pada ruang-ruang yang jarang terkena pengaruh panas sinar matahari, maka
pengendalian kelembaban sangat ditentukan oleh kelancaran sirkulasi udara yang mengalir didalam
ruang tersebut.

Kelembaban tinggi, disamping disebabkan oleh kurang lancarnya sirkulasi udara didalam ruang dan
kurangnya pengaruh sinar matahari, juga disebabkan oleh faktor-faktor:

· Air hujan:

Akibat merembesnya air hujan dari luar dinding kedalam dinding bangunan,

Akibat merembesnya air hujan yang disebabkan oleh sistem talang air hujan yang tidak benar, misalnya
talang datar yang teletak diatas dinding memanjang,

Penyusupan air hujan melalui sela daun pintu, jendela dan lain-lain yang tidak rapat sempurna dan
masih terkena tampias air hujan.

· Kondisi air tanah

Akibat merembesnya air dari tanah melalui pondasi dan dinding ke lantai secara kapilerisasi.

Dengan demikian pemecahan teknis akibat adanya kelembaban tinggi secara rinci juga tergantung dari
penyebab utama timbulnya hal tersebut.

-Sirkulasi Udara Dengan Sistem Ventilasi HorisontalPerancangan tata ruang yang benar harus dengan
memperhatikan kelancaran sirkulasi atau pengaliran udara yang dapat melalui seluruh ruang-ruang yang
dirancang. Kelancaran aliran/ sirkulasi udara pada suatu susunan ruang bisa diperoleh dengan:

Membuat lubang-lubang ventilasi pada bidang-bidang yang saling berseberangan (cross ventilation),

Memanfaatkan perbedaan suhu pada masing-masing ruang, karena udara akan mengalir dari daerah
dengan suhu rendah (yang mempunyai tekanan tinggi) kedaerah dengan suhu tinggi (yang mempunyai
tekanan rendah).

Dengan memperhatikan dua hal diatas, dalam perancangan tata ruang, perlu dipikirkan 1). Spesifikasi
arah angin dominan pada suatu lokasi dimana bangunan akan didirikan, dan 2). Dengan
memperhitungkan perancangan tata ruang yang dapat menghasilkan ruang dengan kondisi suhu ruang
yang bervariasi, untuk mengarahkan dan memperlancar sirkulasi udara ruang, yaitu dengan upaya
pengolahan pelubangan-pelubangan yang berbeda-beda.

Pada kasus-kasus tertentu dapat terjadi, angin yang datang masuk ke ruangan ternyata terlalu kencang,
sehingga justru menimbulkan perasaan yang tidak nyaman. Untuk mengatasi hal ini perlu dipikirkan dan
diupayakan adanya semacam louvre atau kisi-kisi yang dipasang pada lubang tersebut. Kisi-kisi tersebut
berfungsi sebagai sarana untuk membelokkan dan memperlambat kecepatan angin yang masuk
ruangan, sehingga ruangan bisa terasa nyaman. Brown (1987:87) menyatakan bahwa dengan
dipasangnya louvre atau kisi-kisi tersebut, dapat mengurangi kecepatan angin dari 9 - 40 km/jam
menjadi 5 – 7,5 km/jam.
-Sirkulasi Udara Dengan Sistem Ventilasi Vertikal.Mangunwijaya (1980:153) menyebutkan bahwa
prinsip perancangan ventilasi vertikal adalah berdasarkan suatu teori bahwa udara kotor dan kering
akan selalu mengalir keatas secara alamiah, sedangkan udara segar dengan berat jenis yang lebih besar
akan selalu mengalir kebawah atau selalu mendekati lantai.

Prinsip diatas harus diperhatikan dalam upaya perancangan tata ruang, sehingga pembuangan udara
kotor keluar ruangan dan suplai udara segar ke dalam ruangan dapat terpenuhi.

Penerapan prinsip-prinsip tersebut pada perancangan fisik ruang mencakup:

Pelubangan dan atau kisi-kisi pada langit-langit, yang memungkinkan udara kotor dan kering bisa
menerobos keluar ruangan secara vertikal,

Adanya pori-pori pada atap, aplikasinya pada susunan genting yang masih mempunyai sela-sela.

Penerapan “skylight”,yaitu upaya memanfaatkan sinar matahari dengan sistem pencahayaan dari atap,
yang dikombinasikan dengan lubang-lubang ventilasi vertikal pada daerah tersebut, dengan demikian
panas akibat adanya radiasi sinar matahari dari skylight bisa berfungsi sebagai penyedot udara, hal ini
disebabkan didaerah tersebut terjadi tekanan udara rendah akibat timbulnya kenaikan suhu udara,

Mangunwijaya juga menyebutkan bahwa, perencanaan penghawaan alami pada perencanaan bangunan
akan lebih efektif apabila merupakan penggabungan antara sistem ventilasi horisontal dengan sistem
ventilasi vertikal, karena kedua sistem tersebut akan saling menunjang. Berdasarkan penelitian, upaya
tersebut ternyata bisa menaikkan tingkat keberhasilan 10% dibandingkan apabila sistem tersebut
diterapkan secara terpisah.

Kegunaan dari aliran udara atau ventilasi adalah :


A. Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan yaitu penyediaan oksigen untuk pernafasan, membawa asap
dan uap air keluar ruangan, mengurangi konsentrasi gas-gas dan bakteri serta menghilangkan bau.

B. Untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan thermal, mengeluarkan panas, membantu mendinginkan


bagian dalam bangunan.

Aliran udara terjadi karena adanya gaya thermal yaitu terdapat perbedaan temperatur antara udara di
dalam dan diluar ruangan dan perbedaan tinggi antara lubang ventilasi. Kedua gaya ini dapat
dimanfaatkan sebaikbaiknya untuk mendapatkan jumlah aliran udara yang dikehendaki. Jumlah aliran
udara dapat memenuhi kebutuhan kesehatan pada umumnya lebih kecil daripada yang diperlukan
untuk memenuhi kenyamanan thermal. Untuk yang pertama sebaiknya digunakan lubang ventilasi tetap
yang selalu terbuka. Untuk memenuhi yang kedua, sebaiknya digunakan lubang ventilasi yang
bukaannya dapat diatur.

3. Penerangan Alami pada Siang Hari


Di Indonesia seharusnya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya cahaya ini untuk penerangan siang hari di
dalam bangunan. Tetapi untuk maksud ini, cahaya matahari langsung tidak dikehendaki masuk ke dalam
bangunan karena akan menimbulkan pemanasan dan penyilauan, kecuali sinar matahari pada pagi hari.
Cahaya langit yang sampai pada bidang kerja dapat dibagi dalam 3 (tiga) komponen :

A. Komponen langit.

B. Komponen refleksi luar

C. Komponen refleksi dalam

Dari ketiga komponen tersebut komponen langit memberikan bagian terbesar pada tingkat penerangan
yang dihasilkan oleh suatu lubang cahaya. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya tingkat
penerangan pada bidang kerja tersebut adalah :

A. Luas dan posisi lubang cahaya.

B. Lebar teritis

C. Penghalang yang ada dimuka lubang cahaya

D. Faktor refleksi cahaya dari permukaan dalam dari ruangan.

E. Permukaan di luar bangunan di sekitar lubang cahaya.

· Pemanfaatan Sinar Matahari

Secara umum sinar matahari yang masuk kedalam ruangan bisa dibedakan dalam beberapa jenis:

1. Sinar Matahari Langsung, yang masuk kedalam ruang tanpa terhalang oleh apapun,

2. Sinar matahari yang berasal dari pantulan awan,

Untuk nomor 1 dan 2 biasa disebut sinar langit.

3. Sinar matahari refleksi luar, yaitu sinar matahari hasil pantulan (refleksi) cahaya dari benda-benda
yang berada diluar bangunan, dan masuk kedalam ruangan melalui lubang-lubang cahaya. Termasuk
disini adalah sinar matahari yang terpantul dari tanah, perkerasan halaman, rumput, pohon yang
selanjutnya terpantul kebidang kerja didalam ruangan (bidang kerja adalah suatu bidang khayal atau
anggapan, setinggi 75 cm dari lantai, yang dipergunakan sebagai titik tolak perhitungan penyinaran).

4. Sinar matahari refleksi dalam, yaitu sinar matahari pantulan cahaya dari benda-benda atau elemen-
elemen didalam ruang itu sendiri.
Sinar matahari yang bermanfaat karena terangnya, juga akan mendatangkan panas, atau setidak-
tidaknya akan menaikkan suhu ruang, dengan demikian perlu diperhatikan kenyataan:
1). Bahwa gangguan sinar matahari datang dari silau sinarnya, dan kemudian sengatan panasnya,
2).Sinar matahari disamping memberi terang juga memberi panas.

Dari kedua kenyataan diatas, perlu diambil langkah-langkah dalam upaya perancangan tata ruang
sebagai berikut:

· o Dalam memanfaatkan sinar matahari, seoptimal mungkin kita memanfaatkan sinarnya, namun
sekaligus mengupayakan langkah-langkah untuk bisa mengurangi panas yang timbul,

· o Dalam memanfaatkan potensi sinar matahari, kita tidak mengupayakan cahaya langsung, tapi
cukup cahaya pantulan atau cahaya bias.

· o Untuk mendapatkan cahaya pantul/bias, lubang cahaya harus diletakkan didaerah bayang-
bayang.

· o Pemanfaatan cahaya langsung didalam ruang biasanya hanya dipergunakan pada suatu kasus atau
keadaan khusus, yang memerlukan suatu effek arsitektural khusus, kesan aksentuasi, atau untuk suatu
fungsi-fungsi tertentu saja.

Menurut Dirjend Cipta Karya, (1987:12), disebutkan bahwa standard minimal lubang cahaya untuk
ruang-ruang kegiatan sehari-hari adalah 1/8-1/10 dari luas lantai. Dalam ungkapan fisik, biasanya disain
lubang cahaya merupakan pemikiran yang tidak terpisahkan dari disain lubang ventilasi, dengan
demikian rincian bentuk maupun perletakannya perlu dijabarkan lagi dengan lebih detail dengan
mempertimbangkan kedua aspek tersebut.

Sumber Berita: http://trtb.pemkomedan.go.id/artikel-963-pengertian-dan-konsep-arsitektur-tropis-


.html#ixzz5LzRRTW00
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial No Derivatives

Anda mungkin juga menyukai