Menurut Prasasto Satwiko (2005) energi adalah kemampuan untuk mengerjakan sesuatu.
Energi dapat ditemukan dalam beragam bentuk, seperti energi kimia, energi listrik, energi
cahaya, energi panas, energi mekanik, dan energi nuklir. Hukum kekekalan energi
menyebutkan bahwa energi tidak dapat dimusnahkan dan diciptakan. Dia hanya dapat
berubah-ubah bentuk.
Listrik adalah energi yang saat ini kita anggap sebagai energi yang paling luwes. Listrik
disebut sebagai sumber energi sekunder. Kita memperoleh energi listrik dengan
mengkonversi sumber energi lain (batubara, air, minyak, nuklir, dll) menjadi listrik.
Perancangan sebuah bangunan yang hemat energi merupakan salah satu aspek dalam
mewujudkan arsitektur berkelanjutan, menurut Ken Yeang (2006) “Ecological design, is
bioclimatic design, design with the climate of the locality, and low energy design.” yang
menekankan perancangan pasif yang berbasis pada integrasi kondisi ekologi setempat, iklim
makro dan mikro, kondisi tapak, program bangunan, konsep design dan sistem yang tanggap
pada iklim, penggunan energi yang rendah.
Perancangan pasif menekankan pada kondisi iklim setempat, dengan mempertimbangkan:
Konfigurasi bentuk bangunan dan perencanaan tapak, Orientasi bentuk bangunan (fasad utama
dan bukaan), Desain fasade (termasuk jendela, lokasi, ukuran dan detail), Perangkat penahan
radiasi matahari (misalkan sunshading pada fasad dan jendela), Perangkat pasif siang hari,
Warna dan bentuk selubung bangunan, Tanaman vertikal, serta Angin dan ventilasi alami.
Menurut sebuah artikel di Alpensteel.com Perancangan pasif merupakan cara penghematan
energi melalui pemanfaatan energi matahari secara pasif, yaitu tanpa mengonversikan energi
matahari menjadi energi listrik. Rancangan pasif lebih mengandalkan kemampuan arsitek
bagaimana rancangan bangunan dengan sendirinya mampu “mengantisipasi” permasalahan iklim
luar, dengan mengandalkan kemampuan perancang untuk mengantasi fluktuasi iklim luar
melalui solusi arsitektural.
Perancangan suatu bangunan yang sadar energi, menurut Ken Yeang dalam bukunya. The Green
Skyscraper (Yeang, 2000), menyatakan bahwa terdapat beberapa parameter yang menjadi konsep
dasar desain sadar energi, yaitu:
1. Kenyamanan Thermal
Bagaimana bangunan dapat mengontrol perolehan sinar matahari sesuai dengan
kebutuhannya. Bangunan yang berada pada iklim dingin harus mampu menerima radiasi
matahari yang cukup untuk pemanasan, sedangkan bangunan yang berada pada iklim
panas, harus mampu mencegah radiasi matahari secukupnya untuk pendinginan.
2. Kenyamanan Visual
Membahas mengenai bagaimana bangunan dapat mengontrol perolehan cahaya matahari
(penerangan) sesuai dengan kebutuhannya.
3. Kontrol Lingkungan Pasif
Dilakukan untuk mencapai kenyamanan thermal maupun visual dengan memanfaatkan
seluruh potensi iklim setempat yang dikontrol dengan elemen – elemen bangunan (atap,
dinding, lantai, pintu, jendela, aksesoris, lansekap) yang dirancang tanpa menggunakan
energi (listrik).
4. Kontrol Lingkungan Aktif
Dilakukan untuk mencapai kenyamanan thermal dan visual dengan memanfaatkan
potensi iklim yang ada dan dirancang dengan bantuan teknologi maupun instrumen yang
menggunakan energi (listrik).
5. Kontrol Lingkungan Hibrid
Dilakukan untuk mencapai kenyamanan thermal maupun visual dengan kombinasi pasif
dan aktif untuk memperoleh kinerja bangunan yang maksimal.
Kondisi iklim setempat menjadi tantangan dalam perancangan bangunan, Wilayah DKI Jakarta
termasuk daerah tropis lembab, menurut hasil pengamatan BMKG (Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika) sepanjang tahun 2009 menyebutkan secara umum suhu Kota Jakarta,
beriklim panas dengan rata rata suhu maksimum 34.2°C pada siang hari dan suhu minimum
udara berkisar 23.7°C pada malam hari dengan suhu udara rata-rata berkisar 28.5°C seperti
terlihat dalam tabel.
Pada perancangan di daerah beriklim tropis, yang memanfaatkan potensi iklim seperti di Jakarta
terdapat 4 faktor yang mempengaruhi perancangan yang yaitu:
Berdasarkan hasil penelitian kenyamanan suhu yang dilakukan oleh Tri Harso, suhu nyaman
untuk kota Jakarta adalah 26,5°C. Sedangkan suhu udara kota Jakarta pada siang hari berkisar
34.2°C. Sehingga untuk mencapai kenyamanan thermal dapat dicapai dengan2 cara yaitu:
Mekanis, yaitu pencapaian suhu udara nyaman dengan menggunakan peralatan mekanis,
seperti AC
Natural, yaitu pencapaian suhu udara nyaman yang dilakukan dengan cara alamiah.
Kenyamanan suhu thermis dalam perancangan sebuah bangunan, khususnya unit rawat inap
rumah sakit berkaitan erat dengan kesembuhan pasien, suhu udara ruang perawatan yang ideal
berkisar antara 22°C-24°C, sehingga diperlukan pengunaan pendingin ruangan (AC) untuk
mencapai kenyamanan termal di dalam ruang perawatan, apabila penghawaan alami tidak dapat
menunjang kebutuhan.
Sebaiknya fasade terbuka menghadap selatan atau utara agar meniadakan radiasi
langsung dari cahaya matahari rendah, dan konsentrasi tertentu yang menimbulkan
pertambahan panas.
Di iklim tropika basah diperlukan pelindung untuk semua lubang bangunan terhadap
cahaya langsung dan tidak langsung. Bahkan bila perlu untuk semua bidang bangunan.
Karena bila langit tertutup awan, seluruh bidang langit merupakan sumber cahaya.
Penanaman pohon pelindung akan menghalangi radiasi matahari langsung pada material keras
seperti halnya atap, dinding, halaman parkir, atau halaman yang ditutup dengan material keras
(beton, aspal) akan membantu menurunkan suhu lingkungan. Dari berbagai penelitian
memperlihatkan bahwa penurunan suhu hingga 3ºC bukan merupakan hal yang mustahil dapat
dicapai dengan cara penanaman pohon lindung disekitar bangunan.