Anda di halaman 1dari 7

Arsitektur Hemat Energi & Energi Listrik

Posted By: Materi Arsitektur 00:17:00 Leave a Reply

Definisi Energi Listrik:

 Menurut Prasasto Satwiko (2005) energi adalah kemampuan untuk mengerjakan sesuatu.
Energi dapat ditemukan dalam beragam bentuk, seperti energi kimia, energi listrik, energi
cahaya, energi panas, energi mekanik, dan energi nuklir. Hukum kekekalan energi
menyebutkan bahwa energi tidak dapat dimusnahkan dan diciptakan. Dia hanya dapat
berubah-ubah bentuk.
 Listrik adalah energi yang saat ini kita anggap sebagai energi yang paling luwes. Listrik
disebut sebagai sumber energi sekunder. Kita memperoleh energi listrik dengan
mengkonversi sumber energi lain (batubara, air, minyak, nuklir, dll) menjadi listrik.

Definisi Arsitektur Hemat Energi

 Desain hemat energi diartikan sebagai perancangan bangunan untuk meminimalkan


penggunaan energi tanpa membatasi fungsi bangunan maupun kenyamanan atau
produktivitas penghuninya. “Designing building to minimize the usage of energy without
constraining the building function nor the comfort of productivity of occupants..”
(Hawkes Dean, 2002)
 Arsitektur Hemat energi menurut, Tri Harso Karyono (2007), adalah: Kondisi dimana
energi dikonsumsi secara hemat (minimal), tanpa harus mengorbankan kenyamanan fisik
manusia.

Perancangan sebuah bangunan yang hemat energi merupakan salah satu aspek dalam
mewujudkan arsitektur berkelanjutan, menurut Ken Yeang (2006) “Ecological design, is
bioclimatic design, design with the climate of the locality, and low energy design.” yang
menekankan perancangan pasif yang berbasis pada integrasi kondisi ekologi setempat, iklim
makro dan mikro, kondisi tapak, program bangunan, konsep design dan sistem yang tanggap
pada iklim, penggunan energi yang rendah.
Perancangan pasif menekankan pada kondisi iklim setempat, dengan mempertimbangkan:
Konfigurasi bentuk bangunan dan perencanaan tapak, Orientasi bentuk bangunan (fasad utama
dan bukaan), Desain fasade (termasuk jendela, lokasi, ukuran dan detail), Perangkat penahan
radiasi matahari (misalkan sunshading pada fasad dan jendela), Perangkat pasif siang hari,
Warna dan bentuk selubung bangunan, Tanaman vertikal, serta Angin dan ventilasi alami.
Menurut sebuah artikel di Alpensteel.com Perancangan pasif merupakan cara penghematan
energi melalui pemanfaatan energi matahari secara pasif, yaitu tanpa mengonversikan energi
matahari menjadi energi listrik. Rancangan pasif lebih mengandalkan kemampuan arsitek
bagaimana rancangan bangunan dengan sendirinya mampu “mengantisipasi” permasalahan iklim
luar, dengan mengandalkan kemampuan perancang untuk mengantasi fluktuasi iklim luar
melalui solusi arsitektural.
Perancangan suatu bangunan yang sadar energi, menurut Ken Yeang dalam bukunya. The Green
Skyscraper (Yeang, 2000), menyatakan bahwa terdapat beberapa parameter yang menjadi konsep
dasar desain sadar energi, yaitu:

1. Kenyamanan Thermal
Bagaimana bangunan dapat mengontrol perolehan sinar matahari sesuai dengan
kebutuhannya. Bangunan yang berada pada iklim dingin harus mampu menerima radiasi
matahari yang cukup untuk pemanasan, sedangkan bangunan yang berada pada iklim
panas, harus mampu mencegah radiasi matahari secukupnya untuk pendinginan.
2. Kenyamanan Visual
Membahas mengenai bagaimana bangunan dapat mengontrol perolehan cahaya matahari
(penerangan) sesuai dengan kebutuhannya.
3. Kontrol Lingkungan Pasif
Dilakukan untuk mencapai kenyamanan thermal maupun visual dengan memanfaatkan
seluruh potensi iklim setempat yang dikontrol dengan elemen – elemen bangunan (atap,
dinding, lantai, pintu, jendela, aksesoris, lansekap) yang dirancang tanpa menggunakan
energi (listrik).
4. Kontrol Lingkungan Aktif
Dilakukan untuk mencapai kenyamanan thermal dan visual dengan memanfaatkan
potensi iklim yang ada dan dirancang dengan bantuan teknologi maupun instrumen yang
menggunakan energi (listrik).
5. Kontrol Lingkungan Hibrid
Dilakukan untuk mencapai kenyamanan thermal maupun visual dengan kombinasi pasif
dan aktif untuk memperoleh kinerja bangunan yang maksimal.

Iklim dan Kenyamanan Thermal

Kondisi iklim setempat menjadi tantangan dalam perancangan bangunan, Wilayah DKI Jakarta
termasuk daerah tropis lembab, menurut hasil pengamatan BMKG (Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika) sepanjang tahun 2009 menyebutkan secara umum suhu Kota Jakarta,
beriklim panas dengan rata rata suhu maksimum 34.2°C pada siang hari dan suhu minimum
udara berkisar 23.7°C pada malam hari dengan suhu udara rata-rata berkisar 28.5°C seperti
terlihat dalam tabel.
Pada perancangan di daerah beriklim tropis, yang memanfaatkan potensi iklim seperti di Jakarta
terdapat 4 faktor yang mempengaruhi perancangan yang yaitu:

 Radiasi panas matahari


 Kecepatan Angin
 Kelembaban
 urah Hujan
Tabel. Kondisi suhu udara Jakarta (JDA 2010)
Perancangan sebuah bangunan bertujuan untuk menciptakan kenyamanan maksimum bagi
manusia, sayangnya tidak terdapat tolak ukur yang objektif untuk mengukur suatu kenyamanan.
Kekurangannya adalah fisiologi manusia memang dapat dinyatakan dengan angka-angka, tapi
jiwanya tidak. Sedangkan kenyamanan timbul akibat kedua faktor tersebut. (Tri Harso Karyono.
Arsitektur Kemapanan, Pendidikan, Kenyamanan, dan Penghematan Energi. PT. Catur Libra
Optima, Jakarta. 1999)
Pada dasarnya ada dua aspek dalam kenyamanan yang perlu dipenuhi dalam suatu karya
arsitektur, yakni kenyamanan psikis dan kenyamanan fisik. Pada kenyamanan psikis bersifat
personal dan tidak terukur secara kuantitatif. Sedangkan kenyamanan fisik lebih bersifat
universal. Kenyamanan fisik terdiri dari :

1. Kenyamanan ruang (spatial comfort)


2. Kenyamanan penglihatan (visual comfort)
3. Kenyamanan pendengaran ( audial comfort)
4. Kenyamanan suhu (thermal comfort)

Berdasarkan hasil penelitian kenyamanan suhu yang dilakukan oleh Tri Harso, suhu nyaman
untuk kota Jakarta adalah 26,5°C. Sedangkan suhu udara kota Jakarta pada siang hari berkisar
34.2°C. Sehingga untuk mencapai kenyamanan thermal dapat dicapai dengan2 cara yaitu:
 Mekanis, yaitu pencapaian suhu udara nyaman dengan menggunakan peralatan mekanis,
seperti AC
 Natural, yaitu pencapaian suhu udara nyaman yang dilakukan dengan cara alamiah.

Kenyamanan suhu thermis dalam perancangan sebuah bangunan, khususnya unit rawat inap
rumah sakit berkaitan erat dengan kesembuhan pasien, suhu udara ruang perawatan yang ideal
berkisar antara 22°C-24°C, sehingga diperlukan pengunaan pendingin ruangan (AC) untuk
mencapai kenyamanan termal di dalam ruang perawatan, apabila penghawaan alami tidak dapat
menunjang kebutuhan.

Tabel. Persyaratan Suhu Udara Rumah Sakit (Permenkes/No.1204/2004 )


Kenyamanan thermal yang dicapai melalui pengkondisian udara buatan (AC) perlu diimbangi
dengan penghijauan dilingkungan sekitarnya, selain bertujuan untuk membantu menurunkan
suhu udara di dalam ruangan, namun juga agar udara panas yang dihasilkan oleh AC di luar
ruangan dapat dinetralisir oleh pepohonan atau penghijauan.

Energi Listrik dan Kenyamanan Thermal

Penggunaan energi pada office buildings di Jakarta antara tahun


1999 – 2000 ( Bahri, 2001) dapat dikatakan cukup tinggi, terutama pada penggunaan sistem
pendinginan (AC).

Gambar. Diagram JSX Building In Jakarta (T.H.Karyono dan G.Bahri)


Perancangan bangunan rawat inap rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan 24jam
non-stop membutuhkan konsumsi enregi listrik lebih tinggi dibandingkan bangunan lain seperti
kantor yang hanya digunakan pada jam tertentu.
Salah satu faktor penyebab tingginya beban energi listrik untuk pengkondisian udara disebabkan
oleh radiasi panas matahari yang masuk kedalam bangunan, sehingga perancangan yang dapat
memiminalisasi radiasi panas yang masuk kedalam bangunan dapat membantu penghematan
beban energi listrik untuk pengkondisian udara.
Perancangan bangunan yang menggunakan pendingin udara buatan perlu memperhatikan
matahari, selain berpotesni sebagai pencahayaan alami, ciri yang paling nampak dari gejala iklim
tropis adalah intensitas dan pantulan matahari yang kuat. Kondisi seperti ini
menyebabkan dapat menyebabkan panas yang berlebihan pada ruangan. Selain itu juga cahaya
yang terlalu kuat, juga yang memiliki kontras yang terlalu besar dirasakan tidak menyenangkan.
Oleh karena itu perlu dihindari masuknya sinar matahari sore kedalam ruangan. Dan pada pagi
hari sinar matahari diusahakan dapat masuk ke dalam ruangan karena sinar matahari pagi
mengandung sinar ultra violet yang baik bagi tubuh dan juga mampu mematikan kuman.
Radiasi panas matahari yang masuk ke dalam bangunan berpotensi menyebabkan semakin
tingginya beban penggunaan AC . Menurut Lippsmeier,1997. dalam bukunya yang berjudul
Bangunan Tropis, Orientasi bangunan dan perlindungan terhadap cahaya matahari, berlaku
aturan-aturan dasar sebagai berikut:

 Sebaiknya fasade terbuka menghadap selatan atau utara agar meniadakan radiasi
langsung dari cahaya matahari rendah, dan konsentrasi tertentu yang menimbulkan
pertambahan panas.
 Di iklim tropika basah diperlukan pelindung untuk semua lubang bangunan terhadap
cahaya langsung dan tidak langsung. Bahkan bila perlu untuk semua bidang bangunan.
Karena bila langit tertutup awan, seluruh bidang langit merupakan sumber cahaya.

Penanaman pohon pelindung akan menghalangi radiasi matahari langsung pada material keras
seperti halnya atap, dinding, halaman parkir, atau halaman yang ditutup dengan material keras
(beton, aspal) akan membantu menurunkan suhu lingkungan. Dari berbagai penelitian
memperlihatkan bahwa penurunan suhu hingga 3ºC bukan merupakan hal yang mustahil dapat
dicapai dengan cara penanaman pohon lindung disekitar bangunan.

Gambar. Pembayangan bangunan oleh pohon


Simulasi pendinginan malam hari yang dilakukan oleh Cambridge Architectural Research
Limited memperlihatkan bahwa penurunan suhu hingga 3º pada siang hari dapat dicapai pada
bangunan yang menggunakan material dengan massa berat (beton,bata) apabila perbedaan suhu
antara siang dan malam tidak kurang dari 8ºC (perbedaan siang dan malam di Indonesia
umumnya berkisar sekitar 10ºC)

Gambar . Penurunan Suhu dalam Ruangan


Sistem penghawaan alami dengan ventilasi silang, baik secara horisontal maupun vertikal
bertujuan untuk mengendalikan akumulasi panas dan lembab di dalam ruangan.
Angin adalah udara yang bergerak. Udara yang bergerak berpotensi baik untuk bangunan,
sebagai penghawaan alami dalam ruangan. Secara umum ventilasi diperlukan untuk pertukaran
udara di dalam ruangan. Angin berhembus dari daerah bertekanan tinggi ke rendah. Untuk
membuat udara dalam ruangan bergerak digunakan sistem cross ventilation

Gambar. Sketsa Cross Ventilation


Dalam perancangan sebuah rumah sakit, ventilasi udara alami harus menjamin aliran udara
dalam ruangan dengan baik. Bila ventilasi alami tidak dapat menjamin adanya pergantian udara
dengan baik, ruangan harus dilengkapi dengan penghawaan mekanis (exhauster).
Pemilihan material yang tepat menjadi salah satu upaya dalam meminimalisasi radiasi panas,
selain dengan desain bukaan dan penggunaan sunshading. Material beton ringan memiliki nilai
tahanan terhadap radiasi panas matahari (Thermal Ressistance) yang lebih baik dibandingkan
batu bata.
Contoh perhitungan yang dilakukan, antara batubata dan beton aerasi menunjukan penghematan
energi yang signifikan untuk pemakaian listrik, perbandingan dilakukan pada ruang berukuran
3m x 4m x 3m. Ruang pertama menggunakan plat atap beton ringan dan dinding blok beton
aerasi (Autoclaved Aerated Concrete). Sedang ruang kedua yang sama ukurannya menggunakan
plat beton konvensional dan dinding batu bata dengan plesteran semen-pasir. Pengukuran
dilakukan terhadap radiasi panas yang melalui material dinding dan plat atap. Dimana energi
panas dari luar akan ditahan oleh material, sehingga ruang dalam menjadi berkurang panasnya.
Berkurangnya panas ini, tergantung dari kemampuan material menahan panas.

Anda mungkin juga menyukai