Anda di halaman 1dari 7

Optimasi Kinerja Termal dan Pencahayaan Alami pada Bangunan

Oleh : Alifiano Rezka Adi, M.Sc.

1. Latar Belakang
Peningkatan jumlah penduduk, kebutuhan, gaya hidup, serta isu global warming telah
mendorong penggunaan energi dalam jumlah besar secara global. Bangunan menjadi salah
satu sektor yang mengkonsumsi energi dalam jumlah besar. Kementerian ESDM melalui
Permen Nomor 13 tahun 2012 telah mengarahkan agar perancangan dan operasional
bangunan diupayakan hemat energi pada sistem tata udara, tata cahaya, serta peralatan
pendukung lainnya. Dari beberapa komponen tersebut, tata udara menjadi komponen terbesar
dalam mengkonsumsi energi. Oleh karena itu, penghematan energi semestinya lebih berfokus
pada upaya penghematan energi pendinginan atau faktor-faktor yang memengaruhinya [1].

Di Indonesia, salah satu kriteria bangunan hemat energi adalah memenuhi standar
nilai overall thermal transfer value (OTTV) sebesar 35 W/m2 sesuai dengan SNI 6389:2011.
Elemen selubung bangunan diharapkan diatur sedemikian rupa sehingga mencapai OTTV
sesuai standar. Dari beberapa faktor, perubahan window to wall ratio (WWR) lebih
memberikan pengaruh terhadap perubahan OTTV dibandingkan berubahan jenis kaca
ataupun jenis dinding [2]. Berdasarkan hasil studi tersebut, dapat dipahami bahwa semakin
besar WWR, semakin besar OTTV bangunan dan begitu pula sebaliknya.

Meskipun berpengaruh positif terhadap kinerja termal, pengurangan WWR dapat


mengurangi akses pencahayaan alami sehingga ruangan cenderung gelap pada siang hari dan
memengaruhi kenyamanan visual ruangan [3]. Kenyamanan visual sendiri terkait dengan
tingkat pencahayaan alami yang masuk ke dalam ruangan [4]. Di Indonesia, standar tingkat
pencahayaan pada fungsi ruang tertentu telah diatur dalam SNI 03-2396-2001. Standar
tingkat pencahayaan tersebut perlu diintegrasikan dengan standar OTTV sehingga ada
keseimbangan antara kinerja termal dan pencahayaan alami pada bangunan. Kondisi tersebut
perlu dievaluasi dan dianalisis secara terintegrasi sehingga dapat tercapai solusi yang optimal.

1
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka pertanyaan penelitiannya adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana kondisi kinerja termal dan pencahayaan alami bangunan yang ada saat ini?
2. Bagaimana mengoptimalkan kinerja termal dan pencahayaan alami bangunan agar sama-
sama mencapai standar yang berlaku?
3. Bagaimana rekomendasi desain untuk meningkatkan kualitas bangunan dalam merespon
isu termal dan pencahayaan alami?

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan titik optimal antara kinerja termal
selubung bangunan dan pencahayaan alami bangunan sesuai SNI, sehingga dapat
merekomendasikan desain selubung bangunan yang lebih baik. Penelitian berfokus pada uji
simulasi komputer pada salah satu bangunan fasilitas pendidikan, yaitu gedung perkuliahan
FUHUM UIN Walisongo Semarang. Gedung tersebut digunakan untuk perkuliahan prodi
arsitektur dimana kegiatan belajar mahasiswanya memerlukan tingkat kecermatan cukup
tinggi. Performa visual ruang dibawah standar dapat beresiko menurunkan produktivitas
mereka dalam belajar. Dalam konteks lebih luas, urgensi penelitian ini adalah untuk
mendukung program konservasi energi bangunan gedung yang digalakkan pemerintah
dengan tetap memperhatikan kenyamanan visual penghuni bangunan.

2. Tinjauan Pustaka

Kinerja Termal pada Bangunan


Di Indonesia, radiasi matahari yang begitu tinggi mendorong penggunaan fasilitas
pengkondisian udara untuk menjaga kenyamanan termal dalam ruangan sehingga berdampak
pada tingginya konsumsi energi bangunan tersebut [5] [6]. Bangunan yang ada saat ini
dirancang bersifat isolatif terhadap perolehan panas eksternal sehingga dapat memberikan
rasa nyaman di dalam ruangan dan dapat menghemat beban pendinginan jika bangunan
tersebut menggunakan HVAC [5].

Pembayangan di daerah beriklim panas seperti Indonesia lebih dibutuhkan


dibandingkan masuknya sinar matahari [7]. Salah satu strategi desain yang banyak diterapkan
untuk mereduksi panas eksternal yang masuk adalah dengan memanfaatkan sun shading [8].
Sudut pembayangan yang menggambarkan hubungan posisi matahari terhadap selubung
bangunan pada orientasi tertentu dapat digunakan untuk mendeskripsikan performa elemen
shading yang digunakan [9].

2
Panas eksternal akan masuk ke dalam ruangan bangunan melalui tiga jalan berbeda
yaitu konduksi melalui dinding, konduksi melalui kaca, serta radiasi melalui kaca [2].
Besarnya perolehan panas tiap meter persegi dari selubung bangunan dinyatakan dalam
Overall Thermal Transfer Value (OTTV). OTTV adalah suatu alat ukur terhadap laju rata-
rata perpindahan panas dari ruang luar ke dalam bangunan melalui selubung bangunan.
Ketentuan dalam perhitungan OTTV hanya berlaku untuk bangunan dengan ruangan ber-AC.

Pencahayaan Alami pada Bangunan


Cahaya alami yang masuk bangunan bersumber dari cahaya matahari langsung,
cahaya difus terang langit, dan cahaya difus pantulan dari permukaan tanah atau bangunan
sekitar [7]. Pencahayaan alami masuk ke dalam ruangan melalui pencahayaan samping,
pencahayaan atas, atau kombinasi keduanya. Pencahayaan samping lebih banyak digunakan
pada bangunan karena dapat memiliki banyak manfaat seperti memasukkan cahaya alami,
memberikan view keluar, estetika fasad bangunan, serta sistem ventilasi [10].

Berdasarkan SNI 03-2396-2001, parameter pencahayaan alami dalam ruangan


ditentukan oleh faktor pencahayaan alami siang hari atau daylight factor, yang merupakan
nilai perbandingan antara tingkat pencahayaan pada satu titik dari suatu bidang tertentu
didalam ruangan terhadap tingkat pencahayaan bidang datar di lapangan terbuka. Daylight
factor dapat dirumuskan dalam persentase rasio tingkat pencahayaan didalam ruangan
dengan diluar ruangan [4].

Standar Kinerja Termal dan Pencahayaan Alami Bangunan di Indonesia


Penelitian ini mengacu pada dua jenis standar yang ada di Indonesia yaitu SNI
6389:2011 tentang konservasi energi selubung bangunan pada bangunan gedung dan SNI 03-
2396-2001 tentang tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung.
Berdasarkan SNI 6389:2011, nilai OTTV bangunan tidak boleh melebihi atau maksimal sama
dengan 35 W/m2. Kondisi ini dapat dicapai dengan merekayasa komponen selubung
bangunan seperti material dinding, material kaca, window to wall ratio (WWR), ataupun
elemen sun shading.

SNI 03-2396-2001 telah memberikan batasan yang cukup jelas berdasarkan masing-
masing fungsi ruang yang berbeda. Pencahayaan alami dapat dikatakan baik bila pada siang
hari antara pukul 08.00 hingga 16.00 terdapat cukup banyak cahaya yang masuk kedalam
ruangan. Dalam SNI ini juga terdapat batasan-batasan minimum daylight factor berdasarkan

3
beberapa fungsi ruang yang berbeda. Objek penelitian mengacu pada standar ruang kelas
biasa dengan daylight factor minimal 3,5%.

Studi Pendahuluan yang Pernah Dilaksanakan


Dalam perhitungan konsumi energi suatu bangunan, beban energi pendinginan
menjadi komponen paling boros dalam mengkonsumsi energi dibandingkan komponen energi
yang lain [1]. Hal ini mendorong banyak penelitian lebih berfokus untuk mengatasi panas
yang masuk kedalam bangunan untuk meminimalisir beban energi pendinginan. Strategi
desain dengan mempertimbangkan perolehan nilai OTTV dimaksudkan untuk mengurangi
beban eksternal sehingga juga dapat menurunkan beban pendinginan dalam bangunan [11].

Selubung bangunan sebagai elemen arsitektur yang menonjol dalam sebuah bangunan
memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap konsumsi energi bangunan [12] [13]. Dari
berbagai elemen selubung bangunan, Window to wall ratio (WWR) memiliki pengaruh
terbesar terhadap perolehan OTTV bangunan dibandingkan komponen lain seperti jenis
dinding, jenis kaca. Sun shading juga dapat menambah area terbayang dan mereduksi panas
dari radiasi matahari yang diterima bangunan [2]. Level sun shading seperti panjang, lebar,
atau jenis yang berbeda berpengaruh terhadap varian beban pendinginan atau cooling load
pada bangunan yang berada di wilayah beriklim tropis [14]. Dalam menangani permasalahan
ini, penggunaan program simulasi adalah opsi yang tepat dimana EnergyPlus menjadi alat
simulasi energi paling sering digunakan dibandingkan alat simulasi lain [8].

Dalam satu bangunan, kondisi pencahayaan alami setiap ruangan bisa jadi berbeda-
beda jika dikaitkan dengan standar yang ada dalam SNI 03-2396-2001. Modifikasi eksterior
bangunan perlu dilakukan seperti menambah sun shading bila ruangan terlalu terang, atau
menambah luasan kaca bila ruangan terlalu gelap [10]. Beberapa strategi untuk mencapai
standar SNI diantaranya meningkatkan WWR, warna cerah pada interior, material kaca
dengan nilai Tvis lebih tinggi dari 0,85, serta penggunaan sun shading pada beberapa ruangan
yang terlalu silau [4].

Penelitian terkini telah mencoba menganalisis korelasi kinerja termal dan


pencahayaan alami bangunan secara berkesinambungan. Analisis yang mengintegrasikan
kinerja termal selubung bangunan dan pencahayaan alami dapat berguna untuk
mengoptimalkan efisiensi energi bangunan tanpa mengorbankan kenyamanan visual
penghuni di dalam ruangan [3]. Pengaturan kinerja termal dan daylight dapat dilakukan
dengan rekayasa jenis kaca melalui nilai SHGC, VT, dan U-Value [15]. Rekayasa selubung

4
bangunan dengan WWR 20-27% sehingga mencapai daylight 30,12%-37,98% dengan OTTV
35,06 W/m2-43,81 W/m2 [16]. Meskipun begitu, penelitian tersebut masih mengacu pada
batasan OTTV 45 W/m2 pada SNI 03-6389-2000 yang membatasi OTTV maksimal 45
W/m2. SNI terbaru membatasi OTTV maksimal 35 W/m2 sehingga memiliki tantangan yang
lebih sulit dibandingkan standar SNI sebelumnya.

Pada tahun 2016, peneliti melakukan studi pada kinerja termal selubung bangunan
tinggi pada kondisi lingkungan perkotaan. Diketahui bahwa bangunan sekitar memberikan
pengaruh signifikan terhadap penurunan panas yang diterima selubung bangunan sehingga
dapat meminimalisir penggunaan sun shading pada beberapa lantai bangunan [17]. Peneliti
melakukan penelitian berikutnya pada 2017 yaitu tentang kajian konsep ekologis pada kasus
bangunan Perpustakaan Pusat UGM. Bangunan ini telah menerapkan konsep pencahayaan
alami dan kinerja termal selubung bangunan yang cukup baik karena dapat mencapai
daylighting 300 lux pada 60,67% area ruang dalam, serta memiliki nilai OTTV sebesar 19,85
watt/m2 [18].

3. Metode
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan strategi penelitian pemodelan
dan simulasi komputer. Software EnergyPlus digunakan pada perhitungan kinerja termal
karena terbukti cukup akurat dengan menggunakan data iklim setempat sehingga hasil
perhitungan dapat langsung dibandingkan dengan standar OTTV dalam SNI [18]. Sedangkan
pengukuran daylight factor dilakukan menggunakan software Dialux Evo. Software ini layak
digunakan karena dapat menganalisis tata cahaya alami dan kemampuan laporan teknis
secara otomatis [19]. Untuk mengamati kinerja termal bangunan, OTTV bangunan digunakan
sebagai variabel terikat. Sedangkan pada analisis pencahayaan alami, daylight factor menjadi
variabel terikat. WWR dan level sun shading menjadi variabel bebas pada perhitungan OTTV
dan daylight factor.

Terkait dengan kenyamanan visual dalam bangunan, pencahayaan alami yang cukup
dapat berguna untuk menjaga produktivitas kerja penghuni bangunan [10]. Kegiatan
mahasiswa sebagai pengguna bangunan berdasarkan SNI 03-2396-2001 dikategorikan
sebagai kegiatan yang memerlukan kecermatan sehingga performa visual dalam ruangan
perlu dijaga. Kondisi ini yang melatarbelakangi pemilihan gedung perkuliahan sebagai objek
penelitian.

5
4. Daftar Pustaka

S. [Loekita, “Analisis Konservasi Energi Melalui Selubung Bangunan,,” Dimensi Teknik


1] Sipil Vol 8, No. 2, p. 93 – 98, 2006.

M.[ I. Saud, Pengaruh Konfigurasi Window to Wall Ratio, Solar Heat Gain Coefficient
2] dan Orientasi Bangunan terhadap Kinerja Termal Selubung Bangunan, Yogyakarta:
Univ. Gadjah Mada, Program Pascasarjana, 2012.

H. [Altan, J. Mohelnikova dan P. Hofman, “Thermal and Daylight Evaluation of Building


3] Zones,” ELSEVIER Energy Procedia 78, p. 2784 – 2789, 2015.

Atthaillah,
[ M. Iqbal dan I. S. Situmeang, “Simulasi Pencahayaan Alami pada Gedung
4] Program Studi Arsitektur Universitas Malikussaleh,” NALARs Jurnal Arsitektur Volume
16, pp. 113-124, 2017.

Q. [J. Kwong dan Y. Ali, “A review of energy efficiency potentials in tropical buildings –
5] Perspective of enclosed common areas,” Renewable and Sustainable Energy Reviews 15,
p. 4548– 4553, 2011.

N. [Gulati, “Cost Effectiveness in HVAC by Building Envelope Optimization,” Revista


6] AUS 11, pp. 14-17, 2012.

N. [Lechner, Heating Cooling Lighting - Metode Desain untuk Arsitektur, Jakarta: PT


7] Raja Grafindo Persada, 2007.

A. [ Kirimtat, B. Koyunbaba, I. Chatzikonstantinou dan S. Sariyildiz, “Review of


8] Simulation Modeling for Shading Devices in Buildings,” ELSEVIER Renewable and
Sustainable Energy Reviews 53, pp. 23-49, 2016.

S. [V. Szokolay, Solar Geometry, Passive and Low Energy Architecture International,
9] 2007.

J. Thojib
[ dan M. S. Adhitama, “Kenyamanan Visual melalui Pencahayaan Alami pada
10] Kantor,” Jurnal RUAS, Volume 11, No 2, pp. 10-15, 2013.

S. [C. Hui, “Overall Thermal Transfer Value (OTTV): How to Improve Its Control in

6
11] Hong Kong,” dalam One-day Symposium on Building, Energy and Environment, 1997.

V. [ Granadeiro, “Building Envelope Shape Design in Early Stages of The Design


12] Process: Integrating Architectural Design Systems and Energi Simulation,” ELSEVIER
Automation in Construction 32, p. 196–209, 2012.

W.[ Rattanongphisat dan W. Rordprapat, “Strategy for Energy Efficient Buildings in


13] Tropical Climate,” ELSEVIER Energy Procedia 52, pp. 10-17, 2014.

E. [Wati, P. Meukam dan M. K. Nematchoua, “Influence of External Shading on


14] Optimum Insulation Thickness of Building Walls in A Tropical Region,” ELSEVIER
Applied Thermal Engineering 90, pp. 754-762, 2015.

S. [N. F. S. Husin dan Z. Y. H. Harith, “The Performance of Daylight through Various


15] Type of Fenestration in Residential Building,” ELSEVIER Procedia - Social and
Behavioral Sciences 36, pp. 196-203, 2012.

M.[ R. Athoillah dan T. R. Biyanto, “Optimasi Penggunaan Pencahayaan Alami pada


16] Ruang Kerja dengan Mengatur Perbandingan Luas Jendela terhadap Dinding,” Jurnal
Teknik Pomits, vol. 1, no. 1, pp. 1-6, 2014.

A. [ R. Adi, Pengaruh Bangunan Sekitar dan Efektivitas Pembayangannya terhadap


17] Kinerja Termal Selubung Bangunan Perkantoran di Jakarta, Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada, 2016.

A. [R. Adi, “Kajian Konsep Ekologis pada Gedung Perpustakaan Pusat UGM,” ATRIUM,
18] Vol. 3, No. 1, pp. 69-83, 2017.

P. Satwiko,
[ “Pemakaian Perangkat Lunak Dialux sebagai Alat Bantu Proses Belajar Tata
19] Cahaya,” Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Vol 2, No 2, pp. 142-154, 2011.

Anda mungkin juga menyukai