Anda di halaman 1dari 27

TUGAS UAS GREEN ARCHITECTURE

STUDI KASUS BANGUNAN:


ARSITEKTUR BIOKLIMATIK Merrle Merllyn
ARSITEKTUR HEMAT ENERGI Melego
ARSITEKTUR EKOLOGI
GREEN ARSITEKTUR F22118027
ARSITEKTUR BIOKLIMATIK

 Pengertian

Arsitektur Bioklimatik adalah adalah suatu pendekatan desain yang mengarahkan arsitek untuk
mendapatkan penyelesaian desain dengan mempertimbangkan hubungan antara bentuk arsitektur
dengan lingkungan iklim daerah tersebut.
 Tujuan

Menghemat penggunaan energi sehingga mempunyai konsumsi biaya yang rendahdalam operasionalnya.
Masalah Ekologi desain dengan iklim menggunakan perangkatnon mekanik sehingga ramah lingkungan.
 Prinsip-prinsip Menurut Ken Yeang

1. Penempatan Core 6. Desain Pada Dinding


2. Menetukan Orientasi 7. Hubungan Terhadap Landscape
3. Penempatan Bukaan Jendela 8. Penyekat Panas Pada Lantai
4. Penggunaan Balkon 9. Menggunakan Alat Pembayang Pasif
5. Membuat ruang Transisional
 Contoh Bangunan Asrama Haji Embarkasih Medan
1. Orientasi Bangunan
Bentuk massa bangunan “Madinah AlMunawwarah”
seperti huruf L, orientasi fasadnya menghadap ke
arah utara pada bentang terlebarnya, dan pada satu
bidang fasadnya lagi menghadap ke arah timur,
Gubahan massa Gedung Madinah Al Munawaroh
memiliki bentuk yang pipih namun dimana terdapat
area yang menghadap sisi timur dan barat yang
memiliki permukaan terpapar radiasi panas
matahari yang luas dimana terkena paparan radiasi
panas matahari langsung yang dapat mentransfer
radiasi panas nya ke dalam gedung.

Orientasi Gedung Madinah Al Munawarrah sudah


sesuai dengan prinsip arsitektur Bioklimatik dimana
fasad utama bangunan berorientasi utara dan
selatan.
 Contoh Bangunan Asrama Haji Embarkasih Medan
2. Bukaan,sirkulasi udara dan Pencahayaan alami
Bukaan massif pada gedung Madinah Al Munawarrah berada
pada sisi fasad bangunan. Dimana bukaan terbesar pada
arah utara dan timur baik untuk menerima cahaya matahari
alami kedalam ruangan.

Tipe bukaan yang terdapat pada Gedung Madinah AL


Munawarrah menggunakan jendela casement pada gambar
di bawah ini.

Sirkulasi udara pada gedung Madinah Al Munawarrah tidak


baik, dimana fasade terlihat tidak berongga karena
sepenuhnya hampir ditutupi oleh kaca, menurut yeang (1994)
dalam Amalia (2013) memaksimalkan bukaan pada orientasi
arah utara/selatan dapat menguntungkan karna menjadi
sirkulasi keluar/masuk bagi angin .
 Contoh Bangunan Asrama Haji Embarkasih Medan
3. Transisi
Pada bentukan massa tidak menggunakan ruang transisi dalam artian bioklimatik adalah zona diantara
interior dan eksterior bisa berupa selasar / atrium yang mengarahkan laju angin kedalam bangunan, dapat
dilihat pada gambar dibawah

Adapun contoh pemamfaatan control angin pada pengaplikasian transisi seperti gambar berikut.
 Contoh Bangunan Asrama Haji Embarkasih Medan
4. Lansekap
Gedung Madinah Almunawwarah tidak mengaplikasikan unsur ekologi yaitu menggabungkan antara
tanaman dan bangunan atau menjadikan tanaman bagian dari bangunan seperti salah satu parameter
arsitektur bioklimatik yang dikemukakan oleh yeang (dalam jurnal nurul amalia 2014) mengintegrasikan
antara biotik (tanaman) dengan abiotik (bangunan) dapat menurunkan suhu didalam bangunan.
ARSITEKTUR HEMAT ENERGI

 Pengertian
Arsitektur Hemat energi menurut, Tri Harso Karyono (2007), adalah: Kondisi dimana energi dikonsumsi secara hemat
(minimal), tanpa harus mengorbankan kenyamanan fisik manusia.
 Tujuan
Tujuan Arsitektur hemat energy adalah untuk Mengoptimalkan sistem tata udara – tata cahaya, integrasi antara sistem tata
udara buatan-alamiah, sistem tata cahaya buatan-alamiah serta sinergi antara metode pasif dan aktif dengan material dan
insturumen hemat energi.
 Prinsip-prinsip
1. Hemat energi : meminimalkan bahan bakar serta energi listrik dan memaksimalkan energi alam sekitar yang ada
(matahari sebagai cahaya diwaktu pagi hingga sore hari)
2. Memperhatikan kondisi iklim : bangunan yang di desain haruslah memperhatikan kondisi iklim di sekitar site (site
tersebut mempunyai curah hujan tinggi atau tidak)
3. Minimizing resources : penggunaan material bangunan dengan mempertimbangkan aspek perlindungan ekosistem dan
sumber daya alam
4. Respect for site / tidak berimplikasi negatif terhadap kesehatan dan kenyamanan pengguna bangunan
5. Respect for user/ merespon keadaan tapak dari bangunan
6. Menerapkan/menggunakan prinsip-prinsip yang ada secara keseluruhan
 Contoh Bangunan Mall Plaza Lawu
Plaza Lawu merupakan pusat perbelanjaan terbesar yang berada di Madiun, Jawa Timur. Mal ini dulunya
adalah gedung bioskop Lawu yang merupakan bioskop terbesar dan teramai di Kota Madiun.
Mall Plaza Lawu menggunakan konsep desain arsitektur modern-kontemporer yang berbentuk balok dengan
permainan bentuk facade dan warna yang berani.

Gambar Kerja Tampak Mall Plaza Lawu


Perencanaan desain arsitektur hemat energi diamati dari fisik bangunan, yakni dari segi fasad yang yang
menggunakan vertical garden yang memiliki fungsi lain menyejukkan dan mereduksi panas dan sinar
matahari langsung ke dinding. Menggunakan teknologi jetshower untuk kloset di setiap kamar mandi untuk
mengoptimalkan penghematan air, penggunaan lampu LED untuk menerangi bangunan di malam hari yang
lebih hemat listrik namun lebih terang dan lebih awet, penggunaan AC sentral sehingga perawatan lebih
mudah dan lebih hemat listrik dengan suhu ruang yang merata serta pengoptimalan potensi site seperti arah
angin, orientasi bangunan dan sistem reduksi cahaya langsung matahari lewat sistem pantulan kanopi untuk
mencapai kenyamanan thermal dan kebutuhan cahaya yang cukup.
 Contoh Bangunan Mall Plaza Lawu
Green Building
1. Water System. Toilet di lawu plaza sudah
menggunakan jet shower sehingga penggunaan
air lebih sedikit namun tetap bersih sesuai
penggunaan.

2. Passive System. Di foodcourt lantai 1


bangunan tidak menggunakan AC dan lampu di
siang hari sehingga konsumsi listrik bisa
ditekan namun tetap nyaman.

3. Green Materials. Material bangunan


kebanyakan masih menggunakan beton
bertulang, baja dan material ber-Carbon
Footprint tinggi. Sehingga belum sesuai standar
green building.
 Contoh Bangunan Mall Plaza Lawu

4. Green Roofs. Atap Mall masih berupa atap


konvensional. Tidak ditanami rumput dan tidak
ada lanskap atap/ rooftop. Namun sudah
dilengkapi dengan insulasi panas sehingga saat
siang hari ruangan di bawahnya tetap sejuk
sehingga kinerja HVAC bisa lebih rendah.

5. Green Walls. Fasad bangunan dilengkapi


dengan tanaman berpot yang disusun secara
grid. Selain menonjolkan desain hijau, green
wall ini dapat mengurangi polusi udara
kendaraan bermotor, menjadi second skin
dinding untuk mereduksi panas matahari
sehingga cat-cat dinding cukup awet terhadap
kelunturan warna.
 Contoh Bangunan Mall Plaza Lawu
Penggunaan Energi Listrik Selama 1 Tahun Terakhir
Data penggunaan listrik bangunan Mall Plaza Lawu Madiun selama 1 tahun terakhir menurut team manager
building mall Plaza Lawu sebagai berikut:
 Contoh Bangunan Mall Plaza Lawu
Data tersebut apabila dikonversikan ke kWh (1 kWh = Rp 1500), bisa dilihat data tersebut sebagai berikut:
Penggunaan Listrik Bangunan Selama 1 Tahun Terakhir dalam kWh Tahun 2020
 Contoh Bangunan Mall Plaza Lawu
Penggunaan listrik rata-rata bangunan selama 1 tahun (sebelum dan setelah Covid-19) yakni
40.663 kWh dan 2180 kVa dengan rata-rata per hari sekitar 3.696 kWh dan 800 kVa. Dari
data tersebut bisa diambil kesimpulannya bahwa pada bulan April tahun 2020 penggunaan
listrik paling minimum, dikarenakan Kota Madiun menerapkan protokol kesehatan (PSBB)
Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk meminimalisir penyebaran pandemi Covid-19, dan
penggunaan listrik tertinggi di bulan Januari tahun 2020 karena masih belum adanya kasus
pandemi Covid-19 (keadaan normal). Penggunaan listrik masih terlalu banyak dan tanpa
menggunakan energi listrik alternatif seperti solar panel, serta penggunaan cahaya alami yang
belum sempurna, masih di bagian selasar bangunan. Perhitungan tingkat konservasi/ hemat
energi bangunan menggunakan metode standar IKE (Indeks Konsumsi Energi). Untuk target
IKE bangunan mall yakni 330 kWh/m2 per tahun. Penghitungan IKE bangunan Mall Plaza
Lawu Madiun sebagai berikut:
Jadi, Bangunan mall Plaza Lawu Madiun hanya menggunakan 68 kWh/m2/tahun atau sekitar 0,2% dari standar konsumsi energi dalam satu
tahun menurut standar IKE.

Standar GBCI
GBCI menerapkan poin-poin standar bangunan hijau dengan klasifikasi-klasifikasi yang telah di tetapkan. Poin-poin tersebut bisa dilihat
sebagai berikut:
Poin standar GBCI EEC1 pada Plaza Lawu Madiun, 2020

Dari tabel tersebut, bisa disimpulkan bahwa Poin yang didapat sebesar 15 poin. Menurut
klasifikasi GBCI, poin maksimal klasifikasi Optimized Efficiency Building Energy
Performance (EEC 1) yakni 16 poin, sehingga bangunan Lawu Plaza Madiun sudah
memenuhi standar GBCI klasifikasi EEC 1.
 Kesimpulan

Kesimpulannya, bangunan ini belum cukup sesuai standar. Karena hanya beberapa poin yang memenuhi
standar. Namun konsumsi listrik bangunan sangat rendah energi listrik, hanya menggunakan 68
kWh/m2/tahun atau sekitar 0,2% dari standar konsumsi energi dalam satu tahun menurut standar IKE dan
mendapat poin GBCI EEC1 sebesar 15 poin dari 16 poin, sehingga penggunaan energi listrik telah sesuai
standar. Dengan peningkatan kualitas tersebut menandakan bahwa Kota Madiun mulai sadar akan arsitektur
yang hemat energi terutama bangunan mall dan bisa menjadi acuan untuk desain arsitektur di sekitarnya.
ARSITEKTUR EKOLOGI

 Pengertian
Ekologi Arsitektur merupakan sebuah konsep yang memadukan ilmu lingkungan dan ilmu arsitektur. Ekologi Arsitektur
memiliki orientasi utama pada model pembangunan yang memperhatikan keseimbangan lingkungan alam dan lingkungan
buatan yang harmonis antara lingkungan, manusia dan bangunan

 Tujuan
Tujuan dari Ekologi Arsitektur (desain ekologis) adalah menciptakan sebuah bangunan atau lingkungan binaan yang
menggunakan energi, air dan sumber daya lain seefisien mungkin, melindungi kesehatan penghuni dan meningkatkan
produktivitas pengguna serta mengurangi limbah, polusi dan degradasi lingkungan.

 Prinsip-prinsip

1. Flutuation
2. Stratification
3. Interdependence (saling ketergantungan)
 Contoh Bangunan Perpustakaan Pusat UI

Perpustakaan ini merupakan pengembangan dari perpustakaan pusat yang dibangun pada tahun 1986-1987, yang
dibangun di area seluas 3 hektare dengan 8 lantai yang didanai oleh Pemerintah dan Industri dengan anggaran Rp 100
Miliar yang dirancang bediri di atas bukit buatan yang terletak di pinggir danau. Perpustakaan ini menganut konsep (Eco
Building) mulai dibangun semenjak Juni 2009. Bahwa kebutuhan eergi menggunakan sumber energy terbarukan yaitu
energy matahari (solar energy. Dengan konsep semua kebutuhan didalam gedung tidak diperbolehkan mengunakan plastic
dalam bentuk apapun dan bangunan ini didesain bebas asap rokok, hemat istrik, air dan kertas. Selain itu, Perpustakaan
ini memiliki 3-5 juta judul buku, dilengkapi ruang baca, 100 silent room bagi dosen dan mahasiswa, taman, restoran, bank,
serta toko buku. Perpustakaan ini diperkirakan mampu menampung 10.000 pengunjung dalam waktu bersamaan atau
20.000 pengunjung per hari. Sebagian kebutuhan energi perpustakaan ini dipasok dari pembangkit listrik tenaga surya.

Komponen Eko-Arsitektur yang diterapkan pada bangungan Perpustakaan Pusat UI


 Contoh Bangunan Perpustakaan Pusat UI
1. Penggunaan Bukit Buatan pada Atap bangunan yang
berfungsi sebagai pendingin suhu di dalam ruangan,
sehingga dapat mereduksi fungsi alat pendingin.

2. Pencahayaan Alami yang dilakukan melalui Jendela-


jendela besar diseluruh ruangan sehingga penerangan
pada siang dan sore hari memanfaatkan sinar matahari
melalui solar cell.

3. Penggunaan sirkulasi yang maksimal melalui sistem


void yang menghubungkan antar ruang satu dengan yang
lainnya seingga ruang terkesan saling menyambung.
 Contoh Bangunan Perpustakaan Pusat UI
4. Untuk memenuhi standar ramah lingkungan, bangunan
dilengkapi oleh Sewage Treatmen Plant yang berfungsi
mengolah air kotor menjadi air bersih sehingga air dapat
dialirkan ke tanaman-tanaman yang berada dibukit/atap
bangunan.

5. Interior dan Eksterior bangunan terbuat dari bahan alami


yaitu bebatuan yaitu paliman palemo dan batu alam
andesit karena Curah hujan yang sedang sehingga
pemilihan bahan eksterior batu paling cocok karena selain
tahan air juga tidak mudah mengalami pelapukan selain
itu penggunakan batu ini tidak perlu pengecatan ulang.
ARSITEKTUR HIJAU

 Pengertian

Arsitektur hijau merupakan konsep arsitektur yang berusaha untuk meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan oleh
modernisasi, serta efisiensi dalam pemakaian bahan, energi, dan ruang pembangunan terhadap lingkungan alam. Desain
arsitektur hijau ini pun biasa disebut sebagai arsitektur berkelanjutan.

 Tujuan

1. Meminimalkan pemakaian energi dan sumberdaya, terutama yang berasal dari sumberdaya yang tidak dapat
diperbaharui, misalnya bahan tambang
2. Meminimalkan emisi (buangan) yang berasal dari proses konstruksi, pemakaian dan pembongkaran bangunan.

 Prinsip-prinsip
1. Konservasi energi
2. Penyesuaian dengan iklim
3. Meminimalkan pemakaian sumberdaya
4. Memperhatikan pemakai
5. Memperhatikan lahan (site)
6. Holistik
 Contoh Bangunan Museum Geologi Bandung  

1. Conserving Energy / Hemat Energi


a. Museum ini menerapkan penghematan listrik yang baik, terutama di area lobi pada siang hari, yang mana listrik-listrik
dimatikan, karena museum ini memiliki jendela pasif besar yang bisa memasukan cahaya alami dengan maksimal
kedalam bangunan. Namun ada beberapa ruangan yang sangat minim pemakaian jendela pasif ataupun aktif, hal ini
dikarenakan untuk menjaga koleksi-koleksi museum agar tetap baik dan tidak rusak, karena lamanya waktu paparan sinar
matahari akan berdampak negatif.

b. AC ( Air conditioner ) Museum ini juga meminimalkan alat pendingin buatan / AC, karena terdapat bukaan jendela yang
banyak baik di lantai 1 maupun 2, sehingga penghawaan didalam museum tidak terasa panas dan masih bisa dinikmati
oleh pengunjung.
 Contoh Bangunan Museum Geologi Bandung  
c. Orientasi bangunan Museum Geologi Bandung memiliki sisi bangunan yang memanjang dengan menghadap utara dan
selatan, sehingga dapat mengurangi radiasi matahari yang dapat menyebabkan kepanasan dan tidak nyaman yang
berlebihan. Museum ini juga tidak ditemukannya bukaan pada sisi timur dan barat yang menyebabkan ruangan pada
berada di sisi ini tidak mengalami kepanasan, sehingga museum ini dapat memanfaatkan dan mengatur energi cahaya
matahari dengan baik.
 Contoh Bangunan Museum Geologi Bandung  
2. Working with Climate / Menyesuaikan dengan Iklim
a. Suhu dan kelembaban
Dikarenakan Bandung memiliki iklim pegunungan yang lembab dan sejuk dan
menghasilkan suhu sekitar 23.5 ºC, maka dinding museum ini menggunakan
ketebalan dinding sekitar 40 cm, yang berfungsi untuk meminimalkan udara
dingin yang masuk ke museum, sehingga penghawaan didalam museum masih
terasa normal, yaitu tidak panas maupun dingin. Namun terkadang jika cuaca
sedang panas, maka museum ini akan memanfaatkan jendela aktif untuk dibuka
sebagai sirkulasi masuk dan keluarnya udara alami, sehingga pengunjung masih
merasakan penghawaan yang baik.

b. Curah hujan
Mengingat curah hujan di Bandung memiliki rata-rata sekitar 200.4 mm dengan
jumlah hari hujan rata rata 21.3 hari perbulan, maka atap pada museum ini
memiliki kemiringan yang cukup curam sekitar 45º, yang membuat air hujan
langsung turun ke bawah dan tidak tergenang atau terhambat di atas.
 Contoh Bangunan Museum Geologi Bandung  
3. Respect for Site / Menanggapi terhadap Tapak Bangunan
Museum ini memiliki lahan di depan serta di belakang, sebagian besar berfungsi sebagai ruang terbuka hijau. Bangunan
Museum ini mendapatkan sekitar 44% dari luas lahan ± 8.342,52 m², sehingga museum ini masih memikirkan tapak
sekitar 56% sebagai tempat kegiatan aktif maupun pasif, seperti taman, area tumbuhan, dan lain-lain. Keberadaan
museum ini juga tidak merusak lingkungan sekitar, baik dilihat dari segi konstruksinya maupun bentuk serta pemilihan
materialnya
 Contoh Bangunan Museum Geologi Bandung  
4. Respect for User / Menanggapi terhadap Pengguna Bangunan
a. Universal Museum ini kurang memperhatikan dalam akses
pengguna yang berkebutuhan khusus, terutama jika ingin naik ke
lantai 2, tidak ada lift melainkan tangga. Namun disisi lain, terdapat
toilet khusus difabel dengan ukuran yang mencukupi untuk
masuknya kursi roda dan bergerak bebas di dalamnya, yaitu dengan
luas 3x3 m. Bukan hanya itu, pintu toilet khusus difabel juga
memiliki lebar 1 m, sehingga pengguna difabel bisa dengan mudah
untuk masuk. Serta untuk ketinggian duduk kloset memiliki
ketinggian 50 cm, maksudnya bagian bawah kloset menempel
dengan lantai, hal ini bertujuan memudahkan pengguna difabel
untuk turun dari kursi roda ataupun sebaliknya dari kloset ke kursi
roda.

b. Material dinding Selain adanya pencahayaan alami dan


penghawaan alami, tentu pengunjung maupun pengelola museum
akan tetap merasakan kenyamanan. Karena museum ini terdapat
lantai yang berbahan marmer serta dindingnya yang tebal membuat
keadaan didalam museum tetap sejuk walaupun jika diluar museum
sedang panas, ataupun sebaliknya didalam museum tidak akan
dingin walaupun di luar sedang keadaan hujan.
 Contoh Bangunan Museum Geologi Bandung  
5. Limitting New Resources / Meminimalkan Sumber Daya Museum ini dibangun memaksimalkan bahan yang biasa
digunakan pada umumnya. Seperti batu batako untuk dinding yang tidak memerlukan bahan perekat yang tebal,
sehingga bisa jadi lebih hemat, lebih ringan dan memiliki daya ketahanan yang cukup kuat. Jendela dan pintu yang
terbuat dari kayu yang memiliki sifat solid alias padat. Serta atap yang terbuat dari metal dengan kelebihan daya tahan
yang cukup tinggi dan baik, bobot yang ringan, harga yang murah, ramah lingkungan, pemasangan mudah dan cepat
sehingga bisa menghemat waktu, serta cocok untuk rawan gempa.

6. Holistic Menyeluruh Secara keseluruhan, Museum Geologi Bandung lebih banyak atau maksimal dalam menerapkan
prinsip arsitektur hijau, baik dari segi penghematan energinya, mampu menyesuaikan dengan iklim sekitar, tidak
mengganggu lahan dan ekosistem sekitar, mampu memperhatikan pengunjung museum, serta menggunakan bahan yang
ramah lingkungan.
 Kesimpulan 
Arsitektur hijau bukan hanya memperhatikan antara bangunan dengan lingkungan sekitar saja, namun juga harus
memperhatikan beberapa prinsip, seperti penghematan energi yang baik, mampu beradaptasi dengan iklim sekitar,
menanggapi keadaan lahan dan ekosistem sekitar, menanggapi pengguna atau pengunjung bangunan, meminimalkan
sumber daya, serta kesatuan dari prinsip pertama hingga prinsip terakhir. Penghematan pada museum geologi merupakan
suatu hal yang penting karena harus memperhatikan sumber energi, terutama listrik dan AC yang menjadi sumber
penggunaan yang sering kita pakai sehari-hari. Suatu bangunan juga harus dirancang dengan memperhatikan iklim
setempat, karena iklim sangat berpengaruh terhadap bentuk bangunan serta pemilihan materialnya. Bentuk museum dan
pemilihan material juga harus merespon terhadap beberapa dampak iklim setempat, seperti kemiringan atap yang curam
merupakan bentuk respon dari bentuk bangunan terhadap dampak iklim, yaitu curah hujan yang tinggi. Pada kawasan
ataupun lahan dimana bangunan museum berada, harus memastikan bahwa eksisting di sekitarnya tetap terjaga, tidak
merusak lingkungan, dan konstruksinya tidak mengganggu lahan. Hal ini untuk menunjang keseimbangan antara
bangunan museum dengan lingkungan sekitar, terutama pohon-pohon yang menjadi sumber penghijauan.
Selain itu, aspek universal dan kenyamanan bagi pengunjung adalah prinsip penting bagi penerapan suatu bangunan,
terutama museum. Karena harus memperhatikan segala kebutuhan bagi pengunjung yang berkebutuhan khusus maupun
pengunjung yang normal, dengan ini memudahkan pengunjung untuk berjalan dan merasakan kenyamanan baik didalam
bangunan maupun sekitarnya. Untuk material yang digunakan juga harus memiliki nilai yang ekonomis, mudah didapatkan,
memiliki daya tahan yang kuat dan lama, ramah lingkungan, dan pemasangan yang cepat sehingga bisa menghemat
waktu dan biaya. Selain itu, merancang sebuah tempat yang bisa mendaur ulang seperti penampungan air juga merupakan
hal yang penting, karena dengan ini dapat memanfaatkan sumber daya dan menghemat pengeluaran.
SEKIAN

Anda mungkin juga menyukai