Pengertian
Arsitektur Bioklimatik adalah adalah suatu pendekatan desain yang mengarahkan arsitek untuk
mendapatkan penyelesaian desain dengan mempertimbangkan hubungan antara bentuk arsitektur
dengan lingkungan iklim daerah tersebut.
Tujuan
Menghemat penggunaan energi sehingga mempunyai konsumsi biaya yang rendahdalam operasionalnya.
Masalah Ekologi desain dengan iklim menggunakan perangkatnon mekanik sehingga ramah lingkungan.
Prinsip-prinsip Menurut Ken Yeang
Adapun contoh pemamfaatan control angin pada pengaplikasian transisi seperti gambar berikut.
Contoh Bangunan Asrama Haji Embarkasih Medan
4. Lansekap
Gedung Madinah Almunawwarah tidak mengaplikasikan unsur ekologi yaitu menggabungkan antara
tanaman dan bangunan atau menjadikan tanaman bagian dari bangunan seperti salah satu parameter
arsitektur bioklimatik yang dikemukakan oleh yeang (dalam jurnal nurul amalia 2014) mengintegrasikan
antara biotik (tanaman) dengan abiotik (bangunan) dapat menurunkan suhu didalam bangunan.
ARSITEKTUR HEMAT ENERGI
Pengertian
Arsitektur Hemat energi menurut, Tri Harso Karyono (2007), adalah: Kondisi dimana energi dikonsumsi secara hemat
(minimal), tanpa harus mengorbankan kenyamanan fisik manusia.
Tujuan
Tujuan Arsitektur hemat energy adalah untuk Mengoptimalkan sistem tata udara – tata cahaya, integrasi antara sistem tata
udara buatan-alamiah, sistem tata cahaya buatan-alamiah serta sinergi antara metode pasif dan aktif dengan material dan
insturumen hemat energi.
Prinsip-prinsip
1. Hemat energi : meminimalkan bahan bakar serta energi listrik dan memaksimalkan energi alam sekitar yang ada
(matahari sebagai cahaya diwaktu pagi hingga sore hari)
2. Memperhatikan kondisi iklim : bangunan yang di desain haruslah memperhatikan kondisi iklim di sekitar site (site
tersebut mempunyai curah hujan tinggi atau tidak)
3. Minimizing resources : penggunaan material bangunan dengan mempertimbangkan aspek perlindungan ekosistem dan
sumber daya alam
4. Respect for site / tidak berimplikasi negatif terhadap kesehatan dan kenyamanan pengguna bangunan
5. Respect for user/ merespon keadaan tapak dari bangunan
6. Menerapkan/menggunakan prinsip-prinsip yang ada secara keseluruhan
Contoh Bangunan Mall Plaza Lawu
Plaza Lawu merupakan pusat perbelanjaan terbesar yang berada di Madiun, Jawa Timur. Mal ini dulunya
adalah gedung bioskop Lawu yang merupakan bioskop terbesar dan teramai di Kota Madiun.
Mall Plaza Lawu menggunakan konsep desain arsitektur modern-kontemporer yang berbentuk balok dengan
permainan bentuk facade dan warna yang berani.
Standar GBCI
GBCI menerapkan poin-poin standar bangunan hijau dengan klasifikasi-klasifikasi yang telah di tetapkan. Poin-poin tersebut bisa dilihat
sebagai berikut:
Poin standar GBCI EEC1 pada Plaza Lawu Madiun, 2020
Dari tabel tersebut, bisa disimpulkan bahwa Poin yang didapat sebesar 15 poin. Menurut
klasifikasi GBCI, poin maksimal klasifikasi Optimized Efficiency Building Energy
Performance (EEC 1) yakni 16 poin, sehingga bangunan Lawu Plaza Madiun sudah
memenuhi standar GBCI klasifikasi EEC 1.
Kesimpulan
Kesimpulannya, bangunan ini belum cukup sesuai standar. Karena hanya beberapa poin yang memenuhi
standar. Namun konsumsi listrik bangunan sangat rendah energi listrik, hanya menggunakan 68
kWh/m2/tahun atau sekitar 0,2% dari standar konsumsi energi dalam satu tahun menurut standar IKE dan
mendapat poin GBCI EEC1 sebesar 15 poin dari 16 poin, sehingga penggunaan energi listrik telah sesuai
standar. Dengan peningkatan kualitas tersebut menandakan bahwa Kota Madiun mulai sadar akan arsitektur
yang hemat energi terutama bangunan mall dan bisa menjadi acuan untuk desain arsitektur di sekitarnya.
ARSITEKTUR EKOLOGI
Pengertian
Ekologi Arsitektur merupakan sebuah konsep yang memadukan ilmu lingkungan dan ilmu arsitektur. Ekologi Arsitektur
memiliki orientasi utama pada model pembangunan yang memperhatikan keseimbangan lingkungan alam dan lingkungan
buatan yang harmonis antara lingkungan, manusia dan bangunan
Tujuan
Tujuan dari Ekologi Arsitektur (desain ekologis) adalah menciptakan sebuah bangunan atau lingkungan binaan yang
menggunakan energi, air dan sumber daya lain seefisien mungkin, melindungi kesehatan penghuni dan meningkatkan
produktivitas pengguna serta mengurangi limbah, polusi dan degradasi lingkungan.
Prinsip-prinsip
1. Flutuation
2. Stratification
3. Interdependence (saling ketergantungan)
Contoh Bangunan Perpustakaan Pusat UI
Perpustakaan ini merupakan pengembangan dari perpustakaan pusat yang dibangun pada tahun 1986-1987, yang
dibangun di area seluas 3 hektare dengan 8 lantai yang didanai oleh Pemerintah dan Industri dengan anggaran Rp 100
Miliar yang dirancang bediri di atas bukit buatan yang terletak di pinggir danau. Perpustakaan ini menganut konsep (Eco
Building) mulai dibangun semenjak Juni 2009. Bahwa kebutuhan eergi menggunakan sumber energy terbarukan yaitu
energy matahari (solar energy. Dengan konsep semua kebutuhan didalam gedung tidak diperbolehkan mengunakan plastic
dalam bentuk apapun dan bangunan ini didesain bebas asap rokok, hemat istrik, air dan kertas. Selain itu, Perpustakaan
ini memiliki 3-5 juta judul buku, dilengkapi ruang baca, 100 silent room bagi dosen dan mahasiswa, taman, restoran, bank,
serta toko buku. Perpustakaan ini diperkirakan mampu menampung 10.000 pengunjung dalam waktu bersamaan atau
20.000 pengunjung per hari. Sebagian kebutuhan energi perpustakaan ini dipasok dari pembangkit listrik tenaga surya.
Pengertian
Arsitektur hijau merupakan konsep arsitektur yang berusaha untuk meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan oleh
modernisasi, serta efisiensi dalam pemakaian bahan, energi, dan ruang pembangunan terhadap lingkungan alam. Desain
arsitektur hijau ini pun biasa disebut sebagai arsitektur berkelanjutan.
Tujuan
1. Meminimalkan pemakaian energi dan sumberdaya, terutama yang berasal dari sumberdaya yang tidak dapat
diperbaharui, misalnya bahan tambang
2. Meminimalkan emisi (buangan) yang berasal dari proses konstruksi, pemakaian dan pembongkaran bangunan.
Prinsip-prinsip
1. Konservasi energi
2. Penyesuaian dengan iklim
3. Meminimalkan pemakaian sumberdaya
4. Memperhatikan pemakai
5. Memperhatikan lahan (site)
6. Holistik
Contoh Bangunan Museum Geologi Bandung
b. AC ( Air conditioner ) Museum ini juga meminimalkan alat pendingin buatan / AC, karena terdapat bukaan jendela yang
banyak baik di lantai 1 maupun 2, sehingga penghawaan didalam museum tidak terasa panas dan masih bisa dinikmati
oleh pengunjung.
Contoh Bangunan Museum Geologi Bandung
c. Orientasi bangunan Museum Geologi Bandung memiliki sisi bangunan yang memanjang dengan menghadap utara dan
selatan, sehingga dapat mengurangi radiasi matahari yang dapat menyebabkan kepanasan dan tidak nyaman yang
berlebihan. Museum ini juga tidak ditemukannya bukaan pada sisi timur dan barat yang menyebabkan ruangan pada
berada di sisi ini tidak mengalami kepanasan, sehingga museum ini dapat memanfaatkan dan mengatur energi cahaya
matahari dengan baik.
Contoh Bangunan Museum Geologi Bandung
2. Working with Climate / Menyesuaikan dengan Iklim
a. Suhu dan kelembaban
Dikarenakan Bandung memiliki iklim pegunungan yang lembab dan sejuk dan
menghasilkan suhu sekitar 23.5 ºC, maka dinding museum ini menggunakan
ketebalan dinding sekitar 40 cm, yang berfungsi untuk meminimalkan udara
dingin yang masuk ke museum, sehingga penghawaan didalam museum masih
terasa normal, yaitu tidak panas maupun dingin. Namun terkadang jika cuaca
sedang panas, maka museum ini akan memanfaatkan jendela aktif untuk dibuka
sebagai sirkulasi masuk dan keluarnya udara alami, sehingga pengunjung masih
merasakan penghawaan yang baik.
b. Curah hujan
Mengingat curah hujan di Bandung memiliki rata-rata sekitar 200.4 mm dengan
jumlah hari hujan rata rata 21.3 hari perbulan, maka atap pada museum ini
memiliki kemiringan yang cukup curam sekitar 45º, yang membuat air hujan
langsung turun ke bawah dan tidak tergenang atau terhambat di atas.
Contoh Bangunan Museum Geologi Bandung
3. Respect for Site / Menanggapi terhadap Tapak Bangunan
Museum ini memiliki lahan di depan serta di belakang, sebagian besar berfungsi sebagai ruang terbuka hijau. Bangunan
Museum ini mendapatkan sekitar 44% dari luas lahan ± 8.342,52 m², sehingga museum ini masih memikirkan tapak
sekitar 56% sebagai tempat kegiatan aktif maupun pasif, seperti taman, area tumbuhan, dan lain-lain. Keberadaan
museum ini juga tidak merusak lingkungan sekitar, baik dilihat dari segi konstruksinya maupun bentuk serta pemilihan
materialnya
Contoh Bangunan Museum Geologi Bandung
4. Respect for User / Menanggapi terhadap Pengguna Bangunan
a. Universal Museum ini kurang memperhatikan dalam akses
pengguna yang berkebutuhan khusus, terutama jika ingin naik ke
lantai 2, tidak ada lift melainkan tangga. Namun disisi lain, terdapat
toilet khusus difabel dengan ukuran yang mencukupi untuk
masuknya kursi roda dan bergerak bebas di dalamnya, yaitu dengan
luas 3x3 m. Bukan hanya itu, pintu toilet khusus difabel juga
memiliki lebar 1 m, sehingga pengguna difabel bisa dengan mudah
untuk masuk. Serta untuk ketinggian duduk kloset memiliki
ketinggian 50 cm, maksudnya bagian bawah kloset menempel
dengan lantai, hal ini bertujuan memudahkan pengguna difabel
untuk turun dari kursi roda ataupun sebaliknya dari kloset ke kursi
roda.
6. Holistic Menyeluruh Secara keseluruhan, Museum Geologi Bandung lebih banyak atau maksimal dalam menerapkan
prinsip arsitektur hijau, baik dari segi penghematan energinya, mampu menyesuaikan dengan iklim sekitar, tidak
mengganggu lahan dan ekosistem sekitar, mampu memperhatikan pengunjung museum, serta menggunakan bahan yang
ramah lingkungan.
Kesimpulan
Arsitektur hijau bukan hanya memperhatikan antara bangunan dengan lingkungan sekitar saja, namun juga harus
memperhatikan beberapa prinsip, seperti penghematan energi yang baik, mampu beradaptasi dengan iklim sekitar,
menanggapi keadaan lahan dan ekosistem sekitar, menanggapi pengguna atau pengunjung bangunan, meminimalkan
sumber daya, serta kesatuan dari prinsip pertama hingga prinsip terakhir. Penghematan pada museum geologi merupakan
suatu hal yang penting karena harus memperhatikan sumber energi, terutama listrik dan AC yang menjadi sumber
penggunaan yang sering kita pakai sehari-hari. Suatu bangunan juga harus dirancang dengan memperhatikan iklim
setempat, karena iklim sangat berpengaruh terhadap bentuk bangunan serta pemilihan materialnya. Bentuk museum dan
pemilihan material juga harus merespon terhadap beberapa dampak iklim setempat, seperti kemiringan atap yang curam
merupakan bentuk respon dari bentuk bangunan terhadap dampak iklim, yaitu curah hujan yang tinggi. Pada kawasan
ataupun lahan dimana bangunan museum berada, harus memastikan bahwa eksisting di sekitarnya tetap terjaga, tidak
merusak lingkungan, dan konstruksinya tidak mengganggu lahan. Hal ini untuk menunjang keseimbangan antara
bangunan museum dengan lingkungan sekitar, terutama pohon-pohon yang menjadi sumber penghijauan.
Selain itu, aspek universal dan kenyamanan bagi pengunjung adalah prinsip penting bagi penerapan suatu bangunan,
terutama museum. Karena harus memperhatikan segala kebutuhan bagi pengunjung yang berkebutuhan khusus maupun
pengunjung yang normal, dengan ini memudahkan pengunjung untuk berjalan dan merasakan kenyamanan baik didalam
bangunan maupun sekitarnya. Untuk material yang digunakan juga harus memiliki nilai yang ekonomis, mudah didapatkan,
memiliki daya tahan yang kuat dan lama, ramah lingkungan, dan pemasangan yang cepat sehingga bisa menghemat
waktu dan biaya. Selain itu, merancang sebuah tempat yang bisa mendaur ulang seperti penampungan air juga merupakan
hal yang penting, karena dengan ini dapat memanfaatkan sumber daya dan menghemat pengeluaran.
SEKIAN