Anda di halaman 1dari 5

Mengenal Arsitektur Surya Pasif dan Aktif

Feb 17, 2019 | Blog

Semakin tingginya kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya mendirikan hunian dan bangunan
perkantoran yang ramah lingkungan dan memanfaatkan cahaya matahari alami semakin memperkaya
ragam arsitektur. Bangunan modern yang menjadikan faktor ini sebagai pertimbangan dikenal dengan
sebutan Arsitektur Surya. Jika arsitektur gaya lama mengandalkan banyak modifikasi untuk melindungi
diri dari berbagai faktor iklim seperti hujan, terik matahari, angin

Arsitektur Surya yang memanfaatkan tenaga matahari untuk memenuhi kebutuhan akan energi listrik.
(Sumber foto: Acarchitects.biz)kencang dan udara panas tropis, arsitektur surya dibuat dengan
mengintegrasikan pemanfaatan energi surya dengan teknik bangunan modern yang mengarah ke
matahari. memiliki ruang sirkulasi udara yang baik, serta memiliki tipologi arsitektur yang mendukung
konservasi energi.

Arsitektur surya diklasifikasikan dalam dua tipe, yaitu arsitektur surya pasif, dan arsitektur surya aktif.
Apa definisi keduanya dan bagaimana ciri masing-masing bangunan? Adakah hubungannya dengan solar
system? Simak penjelasannya di bawah ini!

Arsitektur Surya yang memanfaatkan tenaga matahari untuk memenuhi kebutuhan akan energi listrik.
(Sumber foto: Acarchitects.biz)

Arsitektur Surya Pasif

Rancangan arsitektur surya pasif tidak berkaitan dengan penggunaan solar system sebagai sumber
energi listrik bangunan. Arsitektur ini memercayakan pemanfaatan energi surya melalui bentuk
rancangan bangunan itu sendiri. Gaya pasif ini memastikan setiap bangunan dapat menerima dan
mengadaptasi berbagai faktor iklim, seperti menyiasati panas terik matahari berlebihan namun tetap
dapat memanfaatkan cahaya matahari alami untuk penerangan. Desain arsitektur surya pasif biasanya
terdiri dari ventilasi silang, akses masuk sinar matahari, hingga implementasi shading yang efektif dan
diiringi dengan sistem energi tambahan terbarukan dan ramah lingkungan.

Konstruksi arsitektur pasif di wilayah tropis basah seperti Indonesia umumnya mengupayakan tatanan
bangunan yang dapat menghindari paparan radiasi matahari langsung tanpa mengorbankan kebutuhan
akan penerangan alami. Manfaat cahaya matahari tetap terserap, namun radiasi panasnya yang
membahayakan dapat ditepis.

Sebuah bangunan dengan gaya arsitektur surya tropis. (Sumber foto: idesignarch.com)

Arsitektur Surya Aktif

Rancangan arsitektur surya aktif lah yang berkaitan dengan penggunaan solar system, mengakomodasi
energi matahari yang dikonversi menjadi energi listrik dengan menggunakan panel surya. Sistem surya
aktif menggunakan panel surya untuk mengoleksi panas dan menggerakkan peralatan rumah tangga
dengan, serta memanfaatkan tenaga listrik untuk memindahkan panas atau dingin ke area-area dalam
bangunan.

Namun demikian, secara bersamaan arsitektur surya aktif juga tetap perlu dilengkapi dengan strategi
perancangan arsitektur pasif. Tanpa penerapan rancangan arsitektur pasif, penggunaan energi dalam
bangunan akan tetap tinggi apabila tingkat kenyamanan penerimaan termal dan visual kurang sesuai
dengan yang diharapkan.

Menggunakan panel surya dapat menjadi peluang untuk membuat bangunan yang sesuai dengan
kebutuhan Anda mendapatkan manfaat energi surya secara maksimal. Kini, penempatan panel surya
bukan lagi isu yang sulit ditentukan. Panel surya bisa diinstalasi di berbagai tempat dan bisa terintegrasi
dengan struktur rumah.

Instalasi panel surya pada atap hunian (Sumber foto: monier.co.nz)

Arsitektur tidak lagi terpaku pada struktur bangunan besar dan konvensional. Terlebih lagi, Struktur
panel terbaru memiliki pilihan bentuk yang lebih kecil dengan kapasitas penyimpanan lebih besar
sehingga lebih efisien.

Kekayaan ragam arsitektur surya (Sumber foto: adsttc.com)

Jadi, mana yang lebih baik diterapkan untuk bangunan Anda, arsitektur surya pasif atau aktif? Tentu saja
kami menyarankan untuk mengimplementasikan keduanya. Bukankah memiliki bangunan bergaya
modern dengan ruang cahaya dan ventilasi udara yang sempurna sekaligus ramah lingkungan
merupakan impian warga urban saat ini?
Kritik Arsitektur : Perancangan Pasif Untuk Bangunan Hemat Energi, New Media Tower

01 Feb 2017 Tinggalkan komentar

by mayafatimah in Uncategorized

Pada bangunan gedung, sistem pengguna energi dapat dikelompokkan pada empat pengguna energi
terbesar yaitu : Sistem AC, Sistem pencahayaan, sistem transportasi gedung dan peralatan kantor plus
lainnya. Efisiensi energi adalah penggunaan atau pemakaian energi secara hemat dan terkontrol agar
tidak terjadi krisis kekurangan energi. Sehingga sekarang ini, isu bangunan hemat energi selalu muncul
sebagai solusi dari krisis energi yang terjadi. Para arsitek di Barat memulai langkah merancang bangunan
hemat energi sejak krisis energi tahun 1973, sementara hingga kini (30 tahun sejak krisis energi di
negara Barat) belum juga muncul pemikiran ke arah itu di kalangan arsitek Indonesia. Penghematan
energi melalui rancangan bangunan mengarah pada penghematan penggunaan listrik, baik bagi
pendinginan udara, penerangan buatan, maupun peralatan listrik lain serta suhu di dalam bangunan
dimana ini berkaitan dengan jumlah panas matahari yang diterima oleh bangunan. Dengan strategi
perancangan tertentu, bangunan dapat memodifikasi iklim luar yang tidak nyaman menjadi iklim ruang
yang nyaman tanpa banyak mengonsumsi energi listrik dan panas yang berlebihan.

Penghematan atau pengefisiensi energi dapat dilakukan dengan dua cara, yakni secara aktif dan pasif.
Dalam rancangan aktif, energi matahari dikonversi menjadi energi listrik sel solar, kemudian energi listrik
inilah yang digunakan memenuhi kebutuhan bangunan. Dalam perancangan secara aktif, secara
simultan arsitek juga harus menerapkan strategi perancangan secara pasif. Tanpa penerapan strategi
perancangan pasif, penggunaan energi dalam bangunan akan tetap tinggi apabila tingkat kenyamanan
termal dan visual harus dicapai.

Perancangan pasif merupakan cara penghematan energi melalui pemanfaatan energi matahari secara
pasif, yaitu tanpa mengonversikan energi matahari menjadi energi listrik. Rancangan pasif lebih
mengandalkan kemampuan arsitek bagaimana rancangan bangunan dengan sendirinya mampu
“mengantisipasi” permasalahan iklim luar.

Perancangan pasif di wilayah tropis basah seperti Indonesia umumnya dilakukan untuk mengupayakan
bagaimana pemanasan bangunan karena radiasi matahari dapat dicegah, tanpa harus mengorbankan
kebutuhan penerangan alami. Sinar matahari yang terdiri atas cahaya dan panas hanya akan
dimanfaatkan komponen cahayanya dan menepis panasnya. Salah satu aspek dari perancangan pasif
untuk penghematan energi bangunan adalah teknologi fasad yang sekarang ini dikenal dengan Double
Skin Facade.
Double skin facade adalah sebuah sistem kulit bangunan yang terdiri dari dua kulit yang ditempatkan
pada fasad bangunan yang memiliki rongga udara untuk mengalirkan udara di dalamnya sehingga
menjaga kenyamanan termal di dalam ruangan. Ventilasi angin yang melewati rongga-rongga tersebut
berupa angin alami atau sistem penghawaan buatan yang diletakkan diantara rongga tersebut. Selain
sistem penghawaan, double skin facade dapat mengurangi sinar matahari yang akan masuk ke dalam
ruangan.

Report this ad

Di Indonesia, salah satu gedung yang terkenal dengan teknologi ini adalah New Media Tower (NMT),
Universitas Multimedia Nusantara. Teknologi fasad ganda pada gedung NMT menggunakan bahan
aluminium panel berlubang pada lapisan terluar yang hanya dapat dimasuki 27 % cahaya matahari
langsung ke dalam bangunan. Dalam studi kasus NMT bahan ini dapat mengurangi panas hingga 70 %
dengan ketebalan sekitar 0,5 cm sehingga dapat mengurangi penggunaan pendingin ruangan (AC). DSF
yang dapat mengurangi panas ini tentu membuat suhu luar dengan suhu didalam bangunan berbeda.
Studi yang dilakukan pada NMT menunjukan pada saat suhu luar sebesar 31o C, setelah melewati DSF
menjadi 28o C dan suhu ruangan yang melewati kaca ruangan mencapai 25o C. Sebesar 65% dari
bangunan (ruangan kelas, area publik dan koridor) memiliki ventilasi natural dan tidak memerlukan
penghawaan buatan, sehingga energi bangunan dapat berkurang hingga 40%. Bangunan ini hanya
membutuhkan energi listrik sebesar 82.82 W/m2 dibandingkan dengan bangunan biasanya yang
menggunakan penghawaan buatan yang membutuhkan sekitar 125 W/m2, membuat New Media Tower
menghemat energi sekitar 53.25 kW/m2 per tahunnya.

13129728_1600286800287841_224180856_n

Penerapan teknologi fasad ini menjadi salah satu contoh bentuk respon perancang dalam
mengantisipasi kondisi iklim luar yang berkaitan dengan suhu yang termasuk kedalam perancangan
pasif. Disamping ada bentuk – bentuk respon lain dalam perancangan seperti material, bentuk
bangunan, orientasi bangunan dan lainnya. Perancangan secara pasif mendorong arsitek “lebih kreatif”
dan “lebih peka” terhadap kondisi lingkungannya dan permasalahan yang dihadapi perancangannya
tanpa mengesampingkan bentuk perancangan aktif sehingga keduanya dapat secara simultan
menciptakan bangunan hemat energi.

Anda mungkin juga menyukai