Anda di halaman 1dari 45

Bangunan Hemat Energi

farhadthlb / October 2, 2014


Pengertian bangunan adalah struktur buatan manusia yang terdiri atas dinding dan atap yang didirikan secara
permanen di suatu tempat. Bangunan juga biasa disebut dengan rumah dan gedung, yaitu segala sarana,
prasarana atau infrastruktur dalam kebudayaan atau kehidupan manusia dalam membangun peradabannya.
Bangunan memiliki beragam bentuk, ukuran, dan fungsi, serta telah mengalami penyesuaian sepanjang sejarah
yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti bahan bangunan, kondisi cuaca, harga, kondisi tanah, dan alasan
estetika.
Penghematan energi atau konservasi energi adalah tindakan mengurangi jumlah penggunaan energi.
Penghematan energi dapat dicapai dengan penggunaan energi secara efisien dimana manfaat yang sama
diperoleh dengan menggunakan energi lebih sedikit, ataupun dengan mengurangi konsumsi dan kegiatan yang
menggunakan energi. Penghematan energi dapat menyebabkan berkurangnya biaya, serta meningkatnya nilai
lingkungan, keamanan negara, keamanan pribadi, serta kenyamanan. Organisasi-organisasi serta perseorangan
dapat menghemat biaya dengan melakukan penghematan energi, sedangkan pengguna komersial dan industri
dapat meningkatkan efisiensi dan keuntungan dengan melakukan penghemaan energi.
Jadi, Bangunan Hemat Energi adalah bangunan yang tidak terlalu banyak menggunakan energi dari bumi, dan
tidak mencemarkan lingkungan seperti air, udara, dan tanah. karena jaman sekarang sudah terjadinya pemanasan
global seperti, atmosfer yang bolong, naiknya permukaan air laut di karenakan panasnya permukaan bumi ini.
bukan hanya itu, energi energi di bumi seperti minyak bumi, pohon, air di bumi sudah banyak sekali
pengurangan. maka dari itu arsitektur sekarang menggunakan konsep Bangunan Hemat Energi untuk
mengurangi GLOBALISASI.
Arsitektur hijau adalah suatu pendekatan pada bangunan yang dapat meminimalisasi berbagai pengaruh
membahayakan pada kesehatan manusia dan lingkungan. Arsitektur hijau meliputi lebih dari sebuah bangunan.
Prinsip dasar arsitektir hijau
1. Hemat energi / Conserving energy : Pengoperasian bangunan harus meminimalkan penggunaan bahan
bakar atau energi listrik ( sebisa mungkin memaksimalkan energi alam sekitar lokasi bangunan ).
2. Memperhatikan kondisi iklim / Working with climate : Mendisain bagunan harus berdasarkan iklim
yang berlaku di lokasi tapak kita, dan sumber energi yang ada.
3. Minimizing new resources : mendisain dengan mengoptimalkan kebutuhan sumberdaya alam yang
baru, agar sumberdaya tersebut tidak habis dan dapat digunakan di masa mendatang /Penggunaan
material bangunan yang tidak berbahaya bagi ekosistem dan sumber daya alam.
4. Tidak berdampak negative bagi kesehatan dan kenyamanan penghuni bangunan tersebut / Respect for
site : Bangunan yang akan dibangun, nantinya jangan sampai merusak kondisi tapak aslinya, sehingga
jika nanti bangunan itu sudah tidak terpakai, tapak aslinya masih ada dan tidak berubah.( tidak merusak
lingkungan yang ada ).
5. Merespon keadaan tapak dari bangunan / Respect for user : Dalam merancang bangunan harus
memperhatikan semua pengguna bangunan dan memenuhi semua kebutuhannya.Menetapkan seluruh
prinsip – prinsip green architecture secara keseluruhan: Ketentuan diatas tidak baku, artinya dapat kita
pergunakan sesuai kebutuhan bangunan kita.
Manfaat Bangunan Hemat Energi
Penghematan energi dapat menyebabkan berkurangnya biaya, serta meningkatnya nilai lingkungan, keamanan
negara, keamanan pribadi, serta kenyamanan.Penghematan energi adalah unsur yang penting dari sebuah
kebijakan energi. Penghematan energi menurunkan konsumsi energi dan permintaan energi per kapita, sehingga
dapat menutup meningkatnya kebutuhan energi akibat pertumbuhan populasi.

Contoh Bangunan HEmat Energi


Building and Construction Academy (BCA) menjadi sebuah kompleks bangunan yang disebut zero energy
building (ZEP) atau bangunan nol energi.
Disebut nol energi karena bangunan yang dirancang oleh DP Architect itu memproduksi energi untuk keperluan
sehari-hari dengan menggunakan panel tenaga matahari. Selain menggunakan tenaga matahari sebagai sumber
energi, mereka juga menampung air hujan untuk digunakan sebagai toilet.
Kesimpulan
Pembangunan Bangunan Hemat energi sangat efisien sekali untuk lingkungan di masa sekarang dan masa yang
akan datang, supaya bumi ini tetep terjaga sampe anak cucu kita. kontruksi hemat energi merupakan salah satu
kegiatan Green Contruction.. Konsep hemat energi ini menghematkan Air, energi listrik, material bangunan..
Apalagi kita bisa membuat taman yang akan membuat rumah kita berasa nyaman di saat siang hari di karenakan
cukup banyak memiliki tumbuhan sebagai tanda peduli akan lingkungan.

Bangunan hemat energi sangat membantu kita untuk mengurangi biaya, meningkatkan kepeduliann atas
lingkungan, kemaanan negara atas globlaisasi, keamanan dan kenyamanan kita dalam menghuni suatu bangunan
yang akan kita huni.

SUMBER :

STRATEGI MEWUJUDKAN BANGUNAN HEMAT ENERGI


Bonifasius Heru Santoso Soemarno
Staf Pengajar Jurusan Arsitektur UNS Sebelas Maret Surakarta
Mahasiswa S3 Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya

Isu tentang bangunan hemat energi sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Isu tersebut
sudah lama didengungkan oleh para ilmuwan di bidang Arsitektur terutama di alur Fisika
Bangunan, mengingat keterbatasan akan ketersediaan sumber daya alam yang tak terbarukan
tersebut sudah lama diprediksi. Banyak teori-teori dan konsep tentang bangunan hemat energi
telah disampaikan baik melalui buku-buku teks maupun jurnal-jurnal ilmiah. Namun
tampaknya masih sangat sedikit para arsitek maupun masyarakat umum yang menanggapi
dan memberi sedikit perhatian terhadap isu tersebut secara positif. Baru beberapa bulan
terakhir ini orang mulai berpikir melakukan penghematan-penghematan dalam penggunaan
listrik dan bahan bakar minyak.
Nah, seiring dengan krisis bahan bakar minyak dunia tersebut, beberapa waktu yang lalu,
Wakil Presiden Yusuf Kalla menantang para arsitek untuk dapat menciptakan bangunan
hemat energi. Pertanyaannya adalah kenapa baru sekarang hal itu disampaikan dan kenapa
hanya kepada para arsitek, kog tidak ditujukan kepada masyarakat dalam arti yang lebih luas.
Bukankah karya arsitektur juga dipengaruhi dan dibentuk oleh masyarakat
penggunanya. Tantangan ini tentu ada hubungannya dengan melambungnya harga minyak
dunia yang saat ini sudah mencapai kisaran di atas US$ 120 per barrel. Melambungnya harga
minyak dunia yang sedemikian tingginya tentu sangat berkorelasi dengan besaran subsidi
BBM yang harus ditanggung oleh pemerintah. Oleh karena dengan mengupayakan bangunan
yang hemat energi diharapkan para arsitek dapat berperan dan memberi perhatian yang lebih
besar dalam penghematan bahan bakar yang selama ini masih banyak digunakan untuk
menghasilkan listrik PLN. Meskipun disadari, peran penghematan energi melalui konsep
bangunan tidak hanya menjadi tantangan para arsitek melainkan juga menjadi tantangan bagi
seluruh masyarakat Indonesia dan bahkan masyarakat dunia tanpa terkecuali.
Tantangan Wakil Presiden ini sangatlah wajar disampaikan mengingat banyak karya-karya
arsitektur kita selama ini cenderung kurang memanfaatkan potensi lingkungannya secara
maksimal. Banyak sumber daya alam terbarukan (Renewable resources) hilang begitu saja
tanpa dimanfaatkan. Banyak bangunan yang sangat boros energi terutama dalam penggunaan
sistim pengkondisian udara dan sistim pencahayaan. Di sisi lain banyak pula anggota
masyarakat yang kurang peduli dengan masalah energi ini. Pada umumnya mereka
beranggapan yang penting bisa membayar, tanpa memikirkan dampaknya di kemudian hari.
Akhirnya, tanpa disadari, biaya energi listrik makin membengkak, sementara bangunan sudah
terlanjur dirancang secara kaca masif dengan mengandalkan sepenuhnya pada sistim
penghawaan buatan. Nah ketika ketersediaan listrik dalam kondisi kritis dan Bahan Bakar
Minyak semakin mahal, barulah disadari akan pentingnya bangunan hemat energi tersebut.

Sistim penghawaan dan Pencahayaan


Seperti diketahui, ada beberapa kegiatan penggunaan energi di dalam bangunan (rumah
tinggal) seperti: kegiatan penghawaan, pencahayaan, kegiatan internal rumah tangga:
memasak, seterika, mencuci (dengan mesin cuci), dll. Diakui atau tidak, semua kegiatan di
atas tentu berkaitan dengan penggunaan energi listrik dan akhirnya berujung pangkal pada
penggunaan bahan bakar minyak (BBM). Semakin tinggi intensitas kegiatan-kegiatan dalam
bangunan tersebut, akan semakin tinggi penggunaan energi listrik, berarti semakin tinggi pula
biaya yang dikeluarkankan.
Dari kegiatan-kegiatan dalam bangunan tersebut, secara umum, ada 2 kegiatan yang
diidentifikasi sangat berperan dan berhubungan langsung dengan pemborosan energi, yaitu
penghawaan/ pengkondisian udara dan pencahayaan. Artinya adalah penggunaan energi
sebagai akibat kedua kegiatan penghawaan dan pencahayaan tersebut.
Sistim penghawaan dan pencahayaan buatan ditengarai dianggap sebagai sumber pemborosan
energi terbesar dalam bangunan, yaitu sekitar 60 % dari energi yang digunakan dalam
bangunan. Pemborosan energi dari sisi penghawaan dan pencahayaan akan dapat dikurangi
apabila bangunan didesain secara tepat. Sementara sistim alami merupakan solusi bagi
penghematan energi, karena energi yang disediakan oleh matahari merupakan energi yang
dapat diperbaharui. Oleh karena itu tepat kiranya apa yang ditawarkan oleh Bapak Wakil
Presiden kepada para arsitek untuk menciptakan bangunan yang hemat energi yang betul-
betul bisa memanfaatkan sistim alami dalam menyediakan kenyamanan termal dan visualnya.

Problem Iklim Tropis lembab, kenyamanan termal dan visual.


Seperti diketahui karakteristik iklim Tropis Lembab, sebagaimana yang terjadi di negara kita,
merupakan kondisi iklim yang unik. Pada lingkungan semacam itu biasanya ditandai dengan
kondisi temperatur udara antara 22 – 32 oC dan kelembaban udara yang tinggi yaitu di atas
90 % dengan curah hujan yang sangat tinggi. Cahaya matahari dapat dinikmati sepanjang hari
dengan disertai intensitas radiasi panas yang sangat tinggi. Sementara kondisi kecepatan
udara cenderung lemah sampai sedang.
Dengan kondisi semacam itu udara terasa sangat panas, keringat yang dikeluarkan
oleh tubuh sebagai bagian dari proses metabolisme sulit kering akibat tingginya kelembaban
udara di daerah tropis lembab. Kenyamanan termal sulit diperoleh. Sementara dari sisi
pencahayaan alami, potensi sinar matahari yang melimpah sepanjang hari tidak
termanfaatkan secara tepat. Langkah selanjutnya yang sering digunakan orang untuk
memperoleh kenyamanan termal dan visual adalah dengan menggunakan sistim penghawaan
dan pencahayaan buatan sepanjang hari. Padahal penggunaan sistim penghawaan dan
pencahayaan terkadang sangat kontradiktif, artinya apabila kita akan memanfaatkan sistim
pencahayaan alami secara maksimal ke dalam bangunan berarti panas yang masuk ke dalam
bangunan juga akan semakin besar dan berarti pula akan meningkatkan pemanasan dalam
bangunan. Hal ini berpengaruh terhadap peningkatan temperatur ruang dalam. Nah apabila
pemanasan bangunan ini akan diselesaikan dengan sistim penghawaan buatan maka
memerlukan kapasitas AC yang lebih besar dan menambah pemborosan, dan kondisi ini
berimplikasi terhadap konsumsi listrik yang besar pula.

Konsep Bangunan Hemat Energi?


Ketika kita akan mewujudkan bangunan hemat energi, yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana energi digunakan untuk melangsungkan kegiatan-kegiatan dalam bangunan
seperti untuk pendinginan udara, pencahayaan, mekanikal dll. Selanjutnya, bagaimana
konsumsi energi dalam bangunan tersebut dapat dikurangi. Mengingat bagian terbesar dari
penggunaan energi dalam bangunan dikonsumsi dalam kegiatan penghawaan/ pendinginan
bangunan dan pencahayaan (60 %) maka yang ditekankan dalam hal ini adalah, yang
pertama, meminimalkan proses pemanasan yang masuk ke dalam bangunan (heat gain
process) baik secara internal dan eksternal dan memaksimalkan proses pengeluaran panas
dari bangunan (heat loss process). Yang kedua adalah mengatur proses pemasukan cahaya
alami dan sekaligus meminimalkan panas yang masuk ke dalam bangunan.
Proses pemasukan panas dan pengeluaran panas dalam bangunan harus diupayakan
seimbang, artinya apabila proses pemanasan lebih besar dibandingkan proses pelepasan panas
maka bangunan akan mengalami peningkatan temperatur udara (overheating), sedangkan
pelepasan panas lebih besar dibandingkan dengan pemasukan panas maka bangunan akan
mengalami kondisi sebaliknya yaitu penurunan temperatur udara (underheating).
Oleh karena itu, untuk menekan beban pelepasan panas yang besar dalam bangunan,
pemasukan panas harus diupayakan pada tingkat yang serendah-rendahnya. Sebagaimana
diulas di depan, pemanasan bangunan dapat terjadi melalui proses internal dan eksternal.
Secara internal, orang hanya bisa mengupayakan melalui pengaturan intensitas pemakaian
alat-alat rumah tangga yang bersifat elektikal, seperti: penyalaan lampu pada siang hari,
mengurani pemakaian seterika listrik, mesin cuci, AC. Pada sisi eksternal, pemasukan panas
sulit diperkirakan. Hal ini banyak dipengaruhi oleh seberapa besar intensitas panas matahari
masuk ke dalam bangunan dan sejauh mana elemen bangunan dapat mereduksi panas
eksternal yang masuk. Panas matahari dapat masuk ke bangunan melalui material bangunan
terutama atap, lantai dan dinding melalui proses konduksi, masuk melalui udara dengan
proses konveksi dan melalui gelombang elektromagnetik dengan cara radiasi.
Terkait dengan konsep Bangunan Hemat Energi, proses pemasukan panas dan
pelepasan panas dalam bangunan serta pemasukkan cahaya, mau nggak mau, suka tidak suka,
harus diselesaikan secara alami (natural concept) yaitu melalui pendekatan arsitektural dan
non arsitektural. Artinya permasalahan kenyamanan termal dan visual diupayakan untuk
diselesaikan melalui penggunaan elemen- elemen bangunan itu sendiri atau dengan alat yang
dapat memanfaatkan energi alam yang terbarukan. Meskipun disadari bahwa penggunaan
konsep alami tidak serta merta bisa menjawab kebutuhan kenyamanan termal seperti yang
kita inginkan, tetapi minimal kita tidak terlalu tergantung sepenuhnya pada kondisi
melonjaknya harga Bahan Bakar Minyak.

Pendekatan Arsitektural
Secara arsitektural, konsep bangunan hemat energi sebagaimana diuraikan di muka
dimulai dari keseimbangan proses pemasukan panas dan pelepasan panas dalam bangunan
serta proses pemasukkan cahaya alami dan sekaligus proses pengurangan panasnya. Proses
pemasukan panas bangunan terutama dari sisi pemanasan eksternal dapat direduksi melalui
strategi arah hadap bangunan yaitu dengan menempatkan dinding-dinding yang lebar, jendela
dan alat ventilasi pada sisi-sisi yang tidak berhadapan secara langsung ke sinar matahari,
penempatan tanaman-tanaman yang rindang untuk memberikan efek peneduhan pada
lingkungan bangunan (terutama pada sisi Timur dan Barat), alat-alat pembayangan dalam
bangunan untuk menurunkan temperatur permukaan bangunan, pengaturan sistim tata ruang
yang memungkinkan cahaya dan aliran udara dapat menjangkau dengan mudah ke sudut-
sudut ruang. Strategi yang lain yang secara arsitektural dapat diaplikasikan untuk
menurunkan pengaruh panas eksternal tersebut, seperti: pemilihan material bangunan yang
dapat meredam dan menyimpan panas yang masuk ke dalam bangunan , warna bangunan
yang tidak menyerap panas (warna putih atau yang terang), tekstur permukaan yang dapat
merefleksikan panas dll.
Dari sisi pelepasan panas bangunan, aliran udara yang baik di dalam bangunan,
sementara ini masih dianggap sebagai strategi yang ampuh untuk mereduksi pemanasan
bangunan. Aliran udara yang baik melalui ventilasi silang sebaiknya diaplikasikan dalam
bangunan untuk mengurangi ketergantungan pada sistim penghawaan buatan. Namun pada
kondisi tertentu, seperti akibat adanya kepadatan bangunan yang tinggi, lahan yang terbatas
dan lain-lain, strategi ini sulit diaplikasikan, terutama untuk penempatan alat ventilasi, dan
topik ini masih dalam proses pendalaman oleh penulis di program S3- Arsitektur ITS
Surabaya.
Dari aspek pencahayaan, perlu diingat bahwa matahari sebagai sumber pencahayaan
alami mempunyai 2 aspek yang perlu dipertimbangkan, yaitu aspek cahaya dan panas. Oleh
sebab itu kita harus mempertimbangkan kedua aspek tersebut dalam desain. Di satu sisi kita
bisa memanfaatkan pencahayaan yang murah pada siang hari sehingga dapat menghindari
penggunaan cahaya buatan pada siang hari dan di sisi lain kita bisa menekan panas yang
masuk ke dalam bangunan. strategi awal yang dapat dilakukan adalah melalui pengolahan
tata ruang, artinya dihindari ruang di dalam ruang (ruang bertumpuk). Toh seandainya hal itu
harus terjadi, maka solusinya adalah dengan meninggikan bagian atap yang dapat
memungkinkan penempatan bukaan atas, sehingga cahaya dan aliran udara dapat diakses ke
dalam ruang tersebut. Strategi yang kedua adalah mengorientasikan bangunan melalui alat-
alat bukaan (jendela dan ventilasi) pada sisi bangunan yang tidak terkena pancaran matahari
secara langsung dan sekaligus juga merespon arah angin datang (biasanya sisi Utara dan
Selatan). Yang ketiga adalah melengkapi bangunan dengan alat-alat pembayangan baik
secara vertikal maupun horizontal. Strategi yang ke empat yang dapat diterapkan adalah
menjaga ketinggian dinding dan atap yang memungkinkan cahaya dan angin masuk ke
bangunan dan sekaligus dapat mengurangi panas yang masuk dan tempias dari ait
hujan. Strategi kelima adalah menerapkan pencahayaan dari atas, terutama untuk denah
bangunan yang terlalu luas. Pada strategi yang kelima ini, aspek panas yang masuk tetap
harus dipertimbangkan.

Pendekatan Non Arsitektural


Konsep pendekatan non arsitektural ini adalah dititikberatkan pada penggunaan
teknologi yang dapat memanfaatkan kelebihan panas di daerah tropis. Alat ini berupa panel
surya (Photovoltaic Panel), yaitu sebuah panel, yang ditempatkan di bidang atap (Building
Integrated Photovotaics) atau di halaman, yang dapat menyerap dan menyimpan energi panas
yang dihasilkan oleh panas matahari. Energi panas yang tersimpan oleh panel Surya ini
diubah menjadi energi listrik yang selanjutnya dapat digunakan untuk menyalakan alat-alat
elektrikal, pencahayaan buatan dan penghawaan buatan terutama pada penggunaan malam
hari. Pada siang hari sistim penghawaan dan pencahayaan lebih difokuskan pada pendekatan
alami (natural cooling and lighting). Permasalahannya adalah pengadaan panel surya ini juga
tidak murah. Namun untuk jangka panjang Panel Surya ini sangat efektif untuk penghematan
energi.
Sementara untuk sistim pencahayaan buatan, penggunaan lampu-lampu hemat energi
dapat membantu mengurangi konsumsi energi. Yang dimaksud lampu energi adalah
penggunaan lampu-lampu yang mempunyai tingkat efikasi tinggi, artinya mempunyai tingkat
Illuminasi cahaya tinggi (Lux)/ watt. Oleh karena itu penggunaan lampu jenis SL dengan
wattage rendah (8 – 11 watt) tetapi mempunyai tingkat illuminasi 560 – 770 Lux sangat
disarankan. Tingkat illuminasi sebesar itu sangat mencukupi untuk kegiatan sehari-hari yang
berkisar 150 – 400 lux. Keuntungan dari dari pemakaian lampu hemat energi adalah tidak
menimbulkan efek panas pada ruang.

Dengan menerapkan strategi-strategi di atas diharapkan konsep bangunan hemat


energi dapat dilakukan oleh masyarakat. Dan ketergantungan kita pada energi listrik yang ber
BBM dapat diminimalkan.

Ir. Bonifasius Heru Santoso Soemarno, M.App.Sc


Staf Pengajar Jurusan Arsitektur FT-UNS Surakarta
Pemerhati masalah Arsitektur Lingkungan
Candidat Doktor di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Macam – Macam Desain


Bangunan Hemat Energi
by Permata Satu | posted in: artikel | 0

Desain bangunan hemat


energi pada umumnya dirancang untuk dapat menjadi bangunan yang dapat menghemat
konsumsi listrik di setiap sektor seperti penggunaan lampu, pendingin udara dan penggunaan
alat listrik lainnya. Meski cuaca di luar bangunan terasa tidak nyaman, hal tersebut dapat
dirasakan lebih nyaman dengan rancangan bangunan yang tepat. Sehingga konsumsi listrik
untuk berbagai alat elektronik bisa berkurang secara signifikan. Tidak hanya pada bangunan –
bangunan tertentu saja. Apabila konsep bangunan hemat energi dapat diterapkan secara umum
dalam skala nasional, maka konsumsi energi perkapita dan secara nasional juga dapat
berkurang.

Konsep bangunan hemat energi telah lama diterapkan oleh semua arsitek di negeri Barat.
Tepatnya sejak tahun 1973 ketika krisis energi terjadi. Sayangnya, setelah lebih dari tiga dekade,
konsep ini belum diterapkan secara menyeluruh oleh para arsitek yang ada di Indonesia.

Rancangan Pasif Bangunan Hemat Energi

Rancangan pasif pada desain bangunan hemat energi adalah cara menghemat energi dengan
memanfaatkan energi matahari tanpa merubah nya menjadi energi listrik (secara pasif).Dalam
rancangan pasif ini, arsitek dituntut untuk bisa merancang bangunan yang dapat meredam
masalah cuaca yang ada di luar bangunan.

Di wilayah Indonesia, rancangan pasif sebuah bangunan dapat dilakukan dengan mencegah
radiasi matahari agar tidak membuat panas bangunan di bagian dalam tanpa mengurangi
pencahayaan alami yang dapat masuk.Rancangan pasif pada desain bangunan hemat energi
yang ada di Indonesia dapat dijumpai pada bangunan Masjid Istiqlal dan Bank Indonesia karya
Silaban. Selain itu, terdapat pula bangunan Gedung Departemen Pendidikan Nasional Pusat dan
Kedutaan Perancis yang ada di Jakarta karya Sujudi yang menggunakan rancangan pasif.
Beberapa bangunan lama buatan Belanda juga menggunakan konsep hemat energi ini.
Sementara itu, bangunan modern yang menggunakan perancangan pasif dapat ditemukan di
Jalan Jenderal Sudirman Jakarta, yakni Wisma Dharmala Sakti dan Gedung S Widjojo.

Rancangan Aktif Bangunan Hemat Energi

Di dalam rancangan aktif bangunan hemat energi, energialami matahari dirubah menjadi energi
listrik dengan menggunakan sel solar. Listrik yang dihasilkan kemudian digunakan untuk
pemenuhan kebutuhan listrik pada bangunan. Tidak hanya dengan menggunakan panel surya,
rancangan aktif ini juga menerapkan rancangan pasif hemat energi secara simultan.

Karena apabila kenyamanan termal di dalam bangunan tidak bisa dicapai,maka konsumsienergi
secaraumum juga akan tetap tinggi. Meski penggunaan sel solar sudah sering ditemukan pada
proyek – proyek kecil di Indonesia, strategi rancangan aktif hemat energi belum diterapkan
pada desain bangunan hemat energi secara keseluruhan. Jadi, pastikan Anda
memperhitungkan dengan tepat semua kebutuhan dan detil rancangan yang akan diterapkan
pada bangunan agar hasilnya sesuai dengan apa yang diharapkan

Bangunan Hemat Energi, Desain Bangunan, Desain Bangunan Hemat Energi, Rancangan

Bangunan Hemat Energi,


Bangunan

Definisi, Prinsip dan Contohnya di


Indonesia
By abouturban on May 17, 2018No Comments / 1018 views
Keadaan bumi dan lingkungan yang semakin hari semakin memprihatinkan
membuat agenda go-geeen banyak dilakukan manusia. Salah satu
agenda go-green untuk menyelamatkan bumi dari kerusakan lingkungan
adalah mendirikan bangunan hemat energi. Lalu seperti apa bangunan
hemat energi tersebut? Berikut ulasannya.
Definisi
Bangunan hemat energi menurut Ir. Jimmy Priatman, M.Arch. IAI adalah
bangunan yang dirancang dengan konsep arsitektur yang didasarkan pada
sebuah pemikiran untuk meminimalkan energi listrik, tanpa merubah dan
membatasi fungsi dan kenyamanan bangunan serta produktivitas
penghuninya.

Iklan
Dalam definisi lain secara umum dinyatakan bahwa bangunan hemat
energi yaitu bangunan yang tidak banyak memakai energi dari bumi serta
tidak membuat polusi yang mencemarkan lingkungan sekitar. Dengan
kondisi bumi yang mengalami pemanasan global (global warming) saat ini
membuat bangunan hemat energi ini sangat berguna untuk mengurangi
efek yang lebih besar dari global warming tersebut.
Dari kedua definisi tadi maka bisa didapatkan sebuah konsep utama dari
bangunan hemat energi (green building) yakni meminimalkan sumber daya
alam serta tidak merusak lingkungan.
Prinsip Dasar Bangunan Hemat Energi
Untuk menjadikan bangunan berstatus atau memiliki kriteria green
building (bangunan hemat energi) maka ada beberapa prinsip yang harus
dipenuhi. Meski tidak bersifat baku dan mengikat, karena bisa disesuaikan
dengan kebutuhan, tapi panduan atau kriteria-kriteria ini akan membantu
kita dalam menetapkan ciri bangunan hemat energi. Prinsip dasar
banguanan hemat energi (green building) tersebut yaitu :
 Hemat energi. Sesuai dengan namanya maka bangunan hemat energi
akan mengusung konsep hemat energi yaitu sebisa mungkin dapat
meminimalkan penggunaan energi listik. Sebagai solusinya maka
bangunan hemat energi ini bisa menggunakan energi alternatif dari
alam.
 Concern terhadap kondisi iklim. Maksudnya adalah bangunan hemat
enegri ini harus memiliki desain yang didasarkan pada iklim setempat
sehingga ramah lingkungan serta hemat sumber energi.
 Minimizing new resources, yaitu desain bangunan yang menggunakan
material yang tidak merugikan ekosistem dan sumber daya alam serta
memaksimalkan sumber daya alam baru yang tidak cepat habis hingga
masa depan.
 Respect for site dimana bangunan yang ada tidak memiliki efek negatif
bagi kesehatan penghuninya serta tidak merusak lingkungan sekitar
dengan tidak mengubah tapak aslinya.
 Respect for user yakni membuat nyaman penghuninya karena bangunan
yang memenuhi semua kebutuhan dari penghuni yang tinggal di
bangunan tersebut.
Manfaat Bangunan Hemat Energi
Tidak hanya untuk mencegah kerusakan bumi lebih parah serta
mengurangi efek pemanasan global (global warming), bangunan hemat
energi ini juga punya mempunyai beberapa manfaat lain seperti :
 Menghemat biaya pengeluaran untuk listrik. Ini dikarenakan bangunan
hemat energi ini menggunakan energi alam di sekitar bangunan.
 Menyehatkan penghuni, karena udara, air dan tanah disekitar bangunan
yang terhindar dari polusi atau pencemaran.
 Menciptakan kenyamanan bagi penghuninya, karena bangunan hemat
energi tidak menggunakan bahan-bahan (material) ramah lingkungan.
 Ketika penghuninya sudah nyaman dan sehat selalu maka bangunan
hemat energi ini akan menghadirkan produktivitas pada setiap pekerjaan
atau aktivitas yang dikerjakan di dalamnya.
Contoh Bangunan Hemat Energi di Indonesia

Meski dibilang terlambat dalam mengaplikasikan bangunan hemat energi


dibanding negara luar negeri, tapi saat ini Indonesia sudah memiliki
beberapa bangunan yang disebut green buildingtersebut. Beberapa contoh
bangunan hemat energi di Indonesia adalah :
 Gedung Publik II Bio Farma. Dengan memanfaatkan sinar matahari
lewat penggunaan solar cell dan lampu LED, Gedung Publik II Bio
Farma ini mampu menghemat pemakaian listrik secara drastis.
Didukung juga dengan system cross ventilation (dinding terbuka), maka
gedung ini mampu menghemat penggunaan listrik hingga 40 persen.
 Gedung Energetic Material Centre (EMC). Gedung yang merupakan
kantor manajemen pusat (Kampus) PT. Dahana (Persero) ini juga
mengusung konsep hemat energi. Konsep go-greenyang ada pada
gedung yang berada di Subang, jawa Barat ini sendiri bisa terlihat dari
aplikasinya pada Land Efficient, Energy Efficient, Water local &
environmental friendly material, dan healthy indoor air.

Arsitektur Hemat Energi &


Energi Listrik
Februari 12, 2015

Definisi Energi Listrik:

 Menurut Prasasto Satwiko (2005) energi adalah kemampuan

untuk mengerjakan sesuatu. Energi dapat ditemukan dalam


beragam bentuk, seperti energi kimia, energi listrik, energi

cahaya, energi panas, energi mekanik, dan energi nuklir.

Hukum kekekalan energi menyebutkan bahwa energi tidak

dapat dimusnahkan dan diciptakan. Dia hanya dapat berubah-

ubah bentuk.

 Listrik adalah energi yang saat ini kita anggap sebagai energi

yang paling luwes. Listrik disebut sebagai sumber energi

sekunder. Kita memperoleh energi listrik dengan

mengkonversi sumber energi lain (batubara, air, minyak,

nuklir, dll) menjadi listrik.

Definisi Arsitektur Hemat Energi

 Desain hemat energi diartikan sebagai perancangan

bangunan untuk meminimalkan penggunaan energi tanpa

membatasi fungsi bangunan maupun kenyamanan atau

produktivitas penghuninya. “Designing building to minimize the

usage of energy without constraining the building function nor

the comfort of productivity of occupants..” (Hawkes Dean,

2002)
 Arsitektur Hemat energi menurut, Tri Harso Karyono (2007),

adalah: Kondisi dimana energi dikonsumsi secara hemat

(minimal), tanpa harus mengorbankan kenyamanan fisik

manusia.

Perancangan sebuah bangunan yang hemat energi merupakan

salah satu aspek dalam mewujudkan arsitektur berkelanjutan,

menurut Ken Yeang (2006) “Ecological design, is bioclimatic

design, design with the climate of the locality, and low energy

design.” yang menekankan perancangan pasif yang berbasis pada

integrasi kondisi ekologi setempat, iklim makro dan mikro, kondisi

tapak, program bangunan, konsep design dan sistem yang tanggap

pada iklim, penggunan energi yang rendah.

Perancangan pasif menekankan pada kondisi iklim setempat,

dengan mempertimbangkan: Konfigurasi bentuk bangunan dan

perencanaan tapak, Orientasi bentuk bangunan (fasad utama dan

bukaan), Desain fasade (termasuk jendela, lokasi, ukuran dan

detail), Perangkat penahan radiasi matahari

(misalkan sunshading pada fasad dan jendela), Perangkat pasif

siang hari, Warna dan bentuk selubung bangunan, Tanaman

vertikal, serta Angin dan ventilasi alami.


Menurut sebuah artikel di Alpensteel.com Perancangan pasif

merupakan cara penghematan energi melalui pemanfaatan energi

matahari secara pasif, yaitu tanpa mengonversikan energi matahari

menjadi energi listrik. Rancangan pasif lebih mengandalkan

kemampuan arsitek bagaimana rancangan bangunan dengan

sendirinya mampu “mengantisipasi” permasalahan iklim luar,

dengan mengandalkan kemampuan perancang untuk mengantasi

fluktuasi iklim luar melalui solusi arsitektural.

Perancangan suatu bangunan yang sadar energi, menurut Ken

Yeang dalam bukunya. The Green Skyscraper (Yeang, 2000),

menyatakan bahwa terdapat beberapa parameter yang menjadi

konsep dasar desain sadar energi, yaitu:

1. Kenyamanan Thermal

Bagaimana bangunan dapat mengontrol perolehan sinar

matahari sesuai dengan kebutuhannya. Bangunan yang

berada pada iklim dingin harus mampu menerima radiasi

matahari yang cukup untuk pemanasan, sedangkan

bangunan yang berada pada iklim panas, harus

mampu mencegah radiasi matahari secukupnya

untuk pendinginan.
2. Kenyamanan Visual

Membahas mengenai bagaimana bangunan dapat mengontrol

perolehan cahaya matahari (penerangan) sesuai dengan

kebutuhannya.

3. Kontrol Lingkungan Pasif

Dilakukan untuk mencapai kenyamanan thermal maupun

visual dengan memanfaatkan seluruh potensi iklim setempat

yang dikontrol dengan elemen – elemen bangunan (atap,

dinding, lantai, pintu, jendela, aksesoris, lansekap) yang

dirancang tanpa menggunakan energi (listrik).

4. Kontrol Lingkungan Aktif

Dilakukan untuk mencapai kenyamanan thermal dan visual

dengan memanfaatkan potensi iklim yang ada dan dirancang

dengan bantuan teknologi maupun instrumen yang

menggunakan energi (listrik).

5. Kontrol Lingkungan Hibrid

Dilakukan untuk mencapai kenyamanan thermal maupun

visual dengan kombinasi pasif dan aktif untuk memperoleh

kinerja bangunan yang maksimal.


Iklim dan Kenyamanan Thermal

Kondisi iklim setempat menjadi tantangan dalam perancangan

bangunan, Wilayah DKI Jakarta termasuk daerah tropis lembab,

menurut hasil pengamatan BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi

dan Geofisika) sepanjang tahun 2009 menyebutkan secara umum

suhu Kota Jakarta, beriklim panas dengan rata rata suhu

maksimum 34.2°C pada siang hari dan suhu minimum udara

berkisar 23.7°C pada malam hari dengan suhu udara rata-rata

berkisar 28.5°C seperti terlihat dalam tabel.

Pada perancangan di daerah beriklim tropis, yang memanfaatkan

potensi iklim seperti di Jakarta terdapat 4 faktor yang

mempengaruhi perancangan yang yaitu:

 Radiasi panas matahari

 Kecepatan Angin

 Kelembaban

 urah Hujan
Tabel. Kondisi suhu udara Jakarta (JDA 2010)

Perancangan sebuah bangunan bertujuan untuk menciptakan

kenyamanan maksimum bagi manusia, sayangnya tidak terdapat

tolak ukur yang objektif untuk mengukur suatu kenyamanan.

Kekurangannya adalah fisiologi manusia memang dapat dinyatakan

dengan angka-angka, tapi jiwanya tidak. Sedangkan kenyamanan

timbul akibat kedua faktor tersebut. (Tri Harso Karyono. Arsitektur

Kemapanan, Pendidikan, Kenyamanan, dan Penghematan Energi.

PT. Catur Libra Optima, Jakarta. 1999)


Pada dasarnya ada dua aspek dalam kenyamanan yang perlu

dipenuhi dalam suatu karya arsitektur, yakni kenyamanan psikis

dan kenyamanan fisik. Pada kenyamanan psikis bersifat personal

dan tidak terukur secara kuantitatif. Sedangkan kenyamanan fisik

lebih bersifat universal. Kenyamanan fisik terdiri dari :

1. Kenyamanan ruang (spatial comfort)

2. Kenyamanan penglihatan (visual comfort)

3. Kenyamanan pendengaran ( audial comfort)

4. Kenyamanan suhu (thermal comfort)

Berdasarkan hasil penelitian kenyamanan suhu yang dilakukan

oleh Tri Harso, suhu nyaman untuk kota Jakarta adalah 26,5°C.

Sedangkan suhu udara kota Jakarta pada siang hari berkisar

34.2°C. Sehingga untuk mencapai kenyamanan thermal dapat

dicapai dengan2 cara yaitu:

 Mekanis, yaitu pencapaian suhu udara nyaman dengan

menggunakan peralatan mekanis, seperti AC

 Natural, yaitu pencapaian suhu udara nyaman yang dilakukan

dengan cara alamiah.


Kenyamanan suhu thermis dalam perancangan sebuah bangunan,

khususnya unit rawat inap rumah sakit berkaitan erat dengan

kesembuhan pasien, suhu udara ruang perawatan yang ideal

berkisar antara 22°C-24°C, sehingga diperlukan pengunaan

pendingin ruangan (AC) untuk mencapai kenyamanan termal di

dalam ruang perawatan, apabila penghawaan alami tidak dapat

menunjang kebutuhan.

Tabel. Persyaratan Suhu Udara Rumah Sakit

(Permenkes/No.1204/2004 )

Kenyamanan thermal yang dicapai melalui pengkondisian udara

buatan (AC) perlu diimbangi dengan penghijauan dilingkungan

sekitarnya, selain bertujuan untuk membantu menurunkan suhu

udara di dalam ruangan, namun juga agar udara panas yang


dihasilkan oleh AC di luar ruangan dapat dinetralisir oleh

pepohonan atau penghijauan.

Energi Listrik dan Kenyamanan Thermal

Penggunaan energi pada office buildings di Jakarta antara tahun

1999 – 2000 ( Bahri, 2001) dapat dikatakan cukup tinggi, terutama

pada penggunaan sistem pendinginan (AC).

Gambar. Diagram JSX Building In Jakarta (T.H.Karyono dan

G.Bahri)

Perancangan bangunan rawat inap rumah sakit yang memberikan

pelayanan kesehatan 24jam non-stop membutuhkan konsumsi

enregi listrik lebih tinggi dibandingkan bangunan lain seperti kantor

yang hanya digunakan pada jam tertentu.


Salah satu faktor penyebab tingginya beban energi listrik untuk

pengkondisian udara disebabkan oleh radiasi panas matahari yang

masuk kedalam bangunan, sehingga perancangan yang dapat

memiminalisasi radiasi panas yang masuk kedalam bangunan

dapat membantu penghematan beban energi listrik untuk

pengkondisian udara.

Perancangan bangunan yang menggunakan pendingin udara

buatan perlu memperhatikan matahari, selain berpotesni sebagai

pencahayaan alami, ciri yang paling nampak dari gejala iklim tropis

adalah intensitas dan pantulan matahari yang kuat. Kondisi seperti

ini

menyebabkan dapat menyebabkan panas yang berlebihan pada

ruangan. Selain itu juga cahaya yang terlalu kuat, juga yang

memiliki kontras yang terlalu besar dirasakan tidak menyenangkan.

Oleh karena itu perlu dihindari masuknya sinar matahari sore

kedalam ruangan. Dan pada pagi hari sinar matahari diusahakan

dapat masuk ke dalam ruangan karena sinar matahari pagi

mengandung sinar ultra violet yang baik bagi tubuh dan juga

mampu mematikan kuman.


Radiasi panas matahari yang masuk ke dalam bangunan

berpotensi menyebabkan semakin tingginya beban

penggunaan AC . Menurut Lippsmeier,1997. dalam bukunya yang

berjudul Bangunan Tropis, Orientasi bangunan dan perlindungan

terhadap cahaya matahari, berlaku aturan-aturan dasar sebagai

berikut:

 Sebaiknya fasade terbuka menghadap selatan atau utara agar

meniadakan radiasi langsung dari cahaya matahari rendah,

dan konsentrasi tertentu yang menimbulkan pertambahan

panas.

 Di iklim tropika basah diperlukan pelindung untuk semua

lubang bangunan terhadap cahaya langsung dan tidak

langsung. Bahkan bila perlu untuk semua bidang bangunan.

Karena bila langit tertutup awan, seluruh bidang langit

merupakan sumber cahaya.

Penanaman pohon pelindung akan menghalangi radiasi matahari

langsung pada material keras seperti halnya atap, dinding, halaman

parkir, atau halaman yang ditutup dengan material keras (beton,

aspal) akan membantu menurunkan suhu lingkungan. Dari


berbagai penelitian memperlihatkan bahwa penurunan suhu hingga

3ºC bukan merupakan hal yang mustahil dapat dicapai dengan cara

penanaman pohon lindung disekitar bangunan.

Gambar. Pembayangan bangunan

oleh pohon

Simulasi pendinginan malam hari yang dilakukan oleh Cambridge

Architectural Research Limited memperlihatkan bahwa penurunan

suhu hingga 3º pada siang hari dapat dicapai pada bangunan yang

menggunakan material dengan massa berat (beton,bata) apabila

perbedaan suhu antara siang dan malam tidak kurang dari 8ºC

(perbedaan siang dan malam di Indonesia umumnya berkisar

sekitar 10ºC)
Gambar . Penurunan Suhu dalam

Ruangan

Sistem penghawaan alami dengan ventilasi silang, baik secara

horisontal maupun vertikal bertujuan untuk mengendalikan

akumulasi panas dan lembab di dalam ruangan.

Angin adalah udara yang bergerak. Udara yang bergerak

berpotensi baik untuk bangunan, sebagai penghawaan alami dalam

ruangan. Secara umum ventilasi diperlukan untuk pertukaran udara

di dalam ruangan. Angin berhembus dari daerah bertekanan tinggi

ke rendah. Untuk membuat udara dalam ruangan bergerak

digunakan sistem cross ventilation


Gambar. Sketsa Cross Ventilation

Dalam perancangan sebuah rumah sakit, ventilasi udara alami

harus menjamin aliran udara dalam ruangan dengan baik. Bila

ventilasi alami tidak dapat menjamin adanya pergantian udara

dengan baik, ruangan harus dilengkapi dengan penghawaan

mekanis (exhauster).

Pemilihan material yang tepat menjadi salah satu upaya dalam

meminimalisasi radiasi panas, selain dengan desain bukaan dan

penggunaan sunshading. Material beton ringan memiliki nilai


tahanan terhadap radiasi panas matahari (Thermal Ressistance)

yang lebih baik dibandingkan batu bata.

Contoh perhitungan yang dilakukan, antara batubata dan beton

aerasi menunjukan penghematan energi yang signifikan untuk

pemakaian listrik, perbandingan dilakukan pada ruang berukuran

3m x 4m x 3m. Ruang pertama menggunakan plat atap beton

ringan dan dinding blok beton aerasi (Autoclaved Aerated

Concrete). Sedang ruang kedua yang sama ukurannya

menggunakan plat beton konvensional dan dinding batu bata

dengan plesteran semen-pasir. Pengukuran dilakukan terhadap

radiasi panas yang melalui material dinding dan plat atap. Dimana

energi panas dari luar akan ditahan oleh material, sehingga ruang

dalam menjadi berkurang panasnya. Berkurangnya panas ini,

tergantung dari kemampuan material menahan panas.


Tabel. Thermal Ressistance dan Pemakaian Listrik (Produsen

Beton Aerasi)

cuma buat tugas kok


Kamis, 02 Oktober 2014
bangunan hemat energi
Pengertian aarsitektur hemat energi atau hemat energi

Berikut ini adalah kutipan mengenai arsitektur hemat energi atau arsitektur hijau.

Arsitektur Hijau / Hemat Energi


POSTED ON JANUARI 16, 2014

 Pengertian arsitektur hijau

Arsitektur hijau, adalah adalah sebuah pendekatan untuk membangun dengan meminimalkan
efek yang berbahaya pada kesehatan manusia dan lingkungan. Arsitek atau desainer “hijau”
berupaya untuk menjaga udara, air, dan bumi dengan memilih bahan bangunan dan praktek
pembangunan yang ramah lingkungan.

Properti yang ramah lingkungan kini tidak sekadar kebutuhan manusia. Lebih dari itu, properti
yang ”hijau” dan hemat energi telah menjadi tren global yang mempercepat pergerakan roda
industri properti, sekaligus simbol kemajuan teknologi

Efisiensi, kemudahan, mobilitas tinggi, serba instan atau apapun namanya merupakan bagian
dari kehidupan urban. Sebuah gaya hidup yang paling diminati oleh sebagian besar orang
sebagai manusia modern. Pola hidup urban dianggap dapat mendatangkan keuntungan lebih
besar dari segi material, maka dari itu orang berbondong-bondong memadati perkotaan.

 Prinsip dasar arsitektur hijau

1. Hemat energi / Conserving energy : Pengoperasian bangunan harus meminimalkan


penggunaan bahan bakar atau energi listrik ( sebisa mungkin memaksimalkan energi alam
sekitar lokasi bangunan ).

2. Memperhatikan kondisi iklim / Working with climate : Mendisain bagunan harus berdasarkan
iklim yang berlaku di lokasi tapak kita, dan sumber energi yang ada.

3. Minimizing new resources : mendisain dengan mengoptimalkan kebutuhan sumberdaya alam


yang baru, agar sumberdaya tersebut tidak habis dan dapat digunakan di masa mendatang /

Penggunaan material bangunan yang tidak berbahaya bagi ekosistem dan sumber daya alam.

4. Tidak berdampak negative bagi kesehatan dan kenyamanan penghuni bangunan tersebut /
Respect for site : Bangunan yang akan dibangun, nantinya jangan sampai merusak kondisi tapak
aslinya, sehingga jika nanti bangunan itu sudah tidak terpakai, tapak aslinya masih ada dan tidak
berubah.( tidak merusak lingkungan yang ada ).

5. Merespon keadaan tapak dari bangunan / Respect for user : Dalam merancang bangunan
harus memperhatikan semua pengguna bangunan dan memenuhi semua kebutuhannya.
6. Menetapkan seluruh prinsip – prinsip green architecture secara keseluruhan: Ketentuan diatas
tidak baku, artinya dapat kita pergunakan sesuai kebutuhan bangunan kita

Dan di sumber lain saya mengutip pengertian dari arsitektur hemat energi berikut kutipannnya

Arsitektur bioklimatik adalah suatu konsep terpadu pada rancangan bangunan dimanasistim struktur, ruang dan
konstruksi bangunan tersebut dapat menjamin adanya kondisinyaman bagi penghuninya. Penggunaan perangkat
elektro-mekanik dan energi tak terbarukan adalah seminimal mungkin, sebaliknya memaksimalkan pemanfaatan
energidari alam sekitar bangunan tersebut.

[1]

Dengan demikian, maka pendekatan bioklimatik pada desain arsitektur pada hakekatnya bertitik tolak dari dua hal
fundamental untuk menentukan strategi desain yang responsif terhadap lingkungan global yaitu kondisikenyamanan
manusia dan penggunaan energi secara pasif

Arsitektur Bioklimatik juga dikatakan sebagai cabang dari arsitektur hijau (Green Architecture) yang diterapkan dalam
kota dengan mengedepankan sistim alami bagikebutuhan ventilasi dan pencahayaan bangunan

Penipisan cadangan minyak nasional akan menempatkan Indonesia sebagai negara pengimpor
sumber daya energi ini dalam waktu dekat. Salah satu sektor penting yang sangat berpengaruh
terhadap penggunaan bahan bakar minyak adalah bangunan, umumnya mengonsumsi BBM dalam
bentuk energi listrik sekitar 30-60 persen dari total konsumsi BBM di suatu negara.

Untuk kawasan tropis, penggunaan energi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik umumnya lebih
rendah dibandingkan dengan negara di kawasan sub- tropis yang dapat mencapai 60 persen dari
total konsumsi energi. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan pemanas ruang di sebagian besar
bangunan saat musim dingin. Sementara di kawasan tropis, pendingin ruang (AC) hanya digunakan
sejumlah kecil bangunan. Meskipun demikian, penghematan energi di sektor bangunan di wilayah
tropis semacam Indonesia tetap akan memberikan kontribusi besar terhadap penurunan konsumsi
energi secara nasional.

Bangunan merupakan penyaring faktor alamiah penyebab ketidaknyamanan, seperti hujan, terik
matahari, angin kencang, dan udara panas tropis, agar tidak masuk ke dalam bangunan. Udara luar
yang panas dimodifikasi bangunan dengan bantuan AC menjadi udara dingin. Dalam hal ini
dibutuhkan energi listrik untuk menggerakkan mesin AC. Demikian juga halnya bagi penerangan
malam hari atau ketika langit mendung, diperlukan energi listrik untuk lampu penerang.

Penghematan energi melalui rancangan bangunan mengarah pada penghematan penggunaan listrik,
baik bagi pendinginan udara, penerangan buatan, maupun peralatan listrik lain. Dengan strategi
perancangan tertentu, bangunan dapat memodifikasi iklim luar yang tidak nyaman menjadi iklim
ruang yang nyaman tanpa banyak mengonsumsi energi listrik. Kebutuhan energi per kapita dan
nasional dapat ditekan jika secara nasional bangunan dirancang dengan konsep hemat energi.

Para arsitek di Barat memulai langkah merancang bangunan hemat energi sejak krisis energi tahun
1973, sementara hingga kini-30 tahun sejak krisis energi di negara Barat-belum juga muncul
pemikiran ke arah itu di kalangan arsitek Indonesia.
Rancangan pasif

Perancangan bangunan hemat energi dapat dilakukan dengan dua cara: secara pasif dan aktif.
Perancangan pasif merupakan cara penghematan energi melalui pemanfaatan energi matahari
secara pasif, yaitu tanpa mengonversikan energi matahari menjadi energi listrik. Rancangan pasif
lebih mengandalkan kemampuan arsitek bagaimana rancangan bangunan dengan sendirinya mampu
“mengantisipasi” permasalahan iklim luar.

Perancangan pasif di wilayah tropis basah seperti Indonesia umumnya dilakukan untuk
mengupayakan bagaimana pemanasan bangunan karena radiasi matahari dapat dicegah, tanpa
harus mengorbankan kebutuhan penerangan alami. Sinar matahari yang terdiri atas cahaya dan
panas hanya akan dimanfaatkan komponen cahayanya dan menepis panasnya.

Strategi perancangan bangunan secara pasif di Indonesia bisa dijumpai terutama pada bangunan
lama karya Silaban: Masjid Istiqal dan Bank Indonesia; karya Sujudi: Kedutaan Prancis di Jakarta dan
Gedung Departemen Pendidikan Nasional Pusat; serta sebagian besar bangunan kolonial karya
arsitek-arsitek Belanda. Meskipun demikian, beberapa bangunan modern di Jakarta juga tampak
diselesaikan dengan konsep perancangan pasif, seperti halnya Gedung S Widjojo dan Wisma
Dharmala Sakti, keduanya terletak di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.

Rancangan aktif: solar sel

Dalam rancangan aktif, energi matahari dikonversi menjadi energi listrik sel solar, kemudian energi
listrik inilah yang digunakan memenuhi kebutuhan bangunan. Dalam perancangan secara aktif,
secara simultan arsitek juga harus menerapkan strategi perancangan secara pasif. Tanpa penerapan
strategi perancangan pasif, penggunaan energi dalam bangunan akan tetap tinggi apabila tingkat
kenyamanan termal dan visual harus dicapai.

Strategi perancangan aktif dalam bangunan dengan sel solar belum dijumpai di Indonesia saat ini.
Penggunaan sel solar masih terbatas pada kebutuhan terbatas bagi penerangan di desa-desa
terpencil Indonesia.

Salah satu bangunan yang dianggap paling berhasil menerapkan teknik perancangan pasif dan aktif
secara simultan dan sangat berhasil dalam mengeksploitasi penggunaan sel solar adalah bangunan
paviliun Inggris (British pavillion). Bangunan ini dirancang Nicholas Grimshaw & Partner, arsitek yang
juga merancang Waterloo International Railway Station yang menghubungkan Inggris dengan
Perancis melalui jalur bawah laut. Paviliun Inggris ini dibangun di kompleks Expo 1992 di kota Seville,
Spanyol, sebagai perwujudan hasil sayembara tahun 1989 yang dimenangi arsitek tersebut.

Bangunan ini dirancang dengan pertimbangan iklim setempat, yaitu temperatur udara musim panas
saat Expo dilangsungkan dapat mencapai 45 derajat Celsius, serta meminimalkan penggunaan
energi yang mengemisi karbondioksida.

Beberapa strategi rancangan yang digunakan mengantisipasi kondisi udara ini adalah pertama,
menggunakan tabir air pada dinding timur yang berfungsi sebagai filter radiasi matahari pagi untuk
pendingin bangunan tanpa menghilangkan potensi penerangan alami pagi hari. Tabir air dijatuhkan
dari dinding bagian atas bangunan mengalir di seluruh dinding kaca sepanjang 65 meter ke kolam di
dasar bangunan.

Aliran air sebagai tabir dinding kaca berfungsi untuk pendinginan permukaan kaca itu sendiri serta
menurunkan temperatur lingkungan di sekitar bangunan secara evaporatif. Humidity udara pada
kawasan ini relatif rendah, sekitar 50-70 persen.

Dinding kaca terbuat dari bahan yang 20 persennya merupakan komponen keramik dan berfungsi
mengurangi panas matahari tanpa mengorbankan cahaya yang masuk ke dalam bangunan.
Penggunaan tabir air pada dinding timur ini mampu menurunkan temperatur udara di dalamnya
hingga 10 derajat Celsius.
Sisi barat dinding bangunan dilapis kontainer berisi air yang berfungsi sebagai penyerap panas
matahari sore. Panas yang diserap kontainer mengurangi pemanasan bangunan siang dan sore hari.
Selanjutnya kontainer akan menghangatkan bangunan pada malam hari (temperatur udara luar
malam hari cenderung rendah di bawah batas nyaman). Air panas dalam kontainer ini juga
dimanfaatkan bagi keperluan pengguna bangunan.

Dinding bangunan sisi selatan diberi lembaran semitransparan yang diperkuat dengan konstruksi
baja. Selain sebagai elemen estetika yang mencitrakan layar kapal yang menjadi simbol kejayaan
Inggris di laut, juga berfungsi mengurangi radiasi panas sisi selatan.

Sejumlah 1.040 panel sel solar di bagian atap bangunan yang - membentuk semacam deretan layar
kapal dan mampu menghasilkan 46kW daya listrik digunakan untuk sebagian besar keperluan listrik
bangunan. Konstruksi panel sel solar ini diletakkan sedemikian rupa sehingga dapat melindungi atap
terhadap radiasi matahari dari sisi selatan. Paviliun Inggris ini menggunakan energi listrik sekitar 24
persen lebih rendah daripada energi yang seharusnya digunakan bangunan yang dirancang tanpa
strategi semacam ini.

Langkah merancang bangunan hemat energi baik secara pasif maupun aktif seperti di atas perlu
dicermati. Sudah waktunya para arsitek Indonesia memulainya. Jika dalam waktu dekat Indonesia
menjadi negara pengimpor minyak neto dan harga BBM dan tarif listrik dalam negeri melambung,
sebagian besar bangunan yang boros energi tidak lagi dapat berfungsi. Pemakai bangunan akan
menemui kesulitan menanggung biaya listrik untuk lift, AC, pompa, dan peralatan lain, yang tinggi.
Masih ada waktu untuk menghindari situasi buruk semacam ini dengan memulai merancang
bangunan yang hemat energi, hemat listrik, sejak sekarang.

Berikut adalah bebrapa syarat bangunan yg nyaman untuk bangunan hemat energi (bioklimatik)

. Arsitektur Bioklimatik Menghadapi Tuntutan Kenyamanan Termis

Dalam pandangan fisika bangunan, lingkungan fisis termal disekitar kita mengandungnilai-nilai yang berbobot sama
dengan nilai-nilai yang ada di lingkungan non fisis yangsarat dengan aspek-aspek sosio-kultural. Tuntutan akan
kehidupan yang nyaman secaratermal telah menjadi bagian dari kebudayaan atau pola hidup manusia dimana saja
diaberada.Kenyamanan termis didefinisikan sebagai suatu kondisi atau rasa puas dari seseorangmenghadapi lingkungan
termisnya, atau dengan kata lain adalah situasi dengan absennyarasa tidak nyaman. Yang dijadikan tolok ukur untuk
menentukan rasa nyaman secara fisisadalah perubahan-perubahan yang terjadi pada karakteristik biologis seseorang.
Yaknisuatu tanggapan sensorial secara biologis terhadap keadaan atau lingkungan termis disekitarnya.Dalam bidang
Fisika Bangunan atau Sains Bangunan, kenyamanan termis bukan hanyasuatu definisi kualitatif namun dapat
diformulasikan secara kuantitatif denganmengandalkan persamaan-persamaan dari hasil pendekatan teori
perpindahan panasantara manusia dan lingkungannya yang dipertautkan dengan pendekatan fisiologi.Angka
kenyamanan termis adalah fungsi dari variabel lingkungan (suhu, kelembabanudara dan kecepatan angin) dan
parameter individu (jenis kegiatan, jenis pakaian danukuran tubuhnya).Khusus di lingkungan beriklim tropis lembab,
kepekaan tingkat kenyamanan termismanusia diukur berdasarkan faktor keringat yang meliputi komponen angka
kuantitasdebit keringat dan prosentase luas bidang kulit yang basah karena keringat
[11]

.Persamaan-persamaan perpindahan panas secara konvektif dan radiatif antara kulitmanusia dengan pakaiannya serta
antara pakaian dengan udara sekitarnya, maupunpersamaan untuk menghitung luas permukaan kulit tubuh manusia,
besar debit keringatdan metabolisme termis serta perhitungan suhu permukaan kulit dan luasnya kulit basahkarena
keringat, kesemuanya merupakan bagian dari prosedur dalam model perhitungantingkat kenyamanan termis manusia
di lingkungan beriklim tropis lembab.Jadi situasi nyaman termis di iklim tropis lembab adalah situasi pada
limit dimanamanusia selain merasa tidak berkeringat namun juga tidak merasa kedinginan. Karena itudalam
mencapai situasi nyaman diiklim tropis lembab, kejadian evaporasi keringatmenjadi penentu dimana peranan
kecepatan angin menjadi penting sebagai komponenpemicu evaporasi tersebut.Umumnya untuk mencapai
kenyamanan termis bagi manusia yang sudah terbiasa hidupdi lingkungan beriklim tropis lembab, diperlukan kondisi
udara dengan suhu pada kisaran25 sampai 28

C dimana suhu konvektif lebih dominan dibandingkan suhu radiatif,kemudian angka kelembaban relatif pada kisaran 60
– 75% serta kecepatan angin tidak lebih dari 1.5 m/s (dari berbagai sumber).

5Sementara itu udara di lingkungan beriklim tropis lembab, suhu hariannya dapatmencapai lebih dari 30

C dengan kelembaban relatif yang dapat mencapai lebih dari90% pada jam-jam tertentu. Ditambah lagi bahwa radiasi
matahari pada bidang horisontaldi posisi katulistiwa dapat mencapai 1100 W/m

yang tentu saja akan mempengaruhitingginya komponen suhu radiatif. Kondisi iklim mikro di ruang luar tersebut
sudahmenunjukkan situasi yang tidak nyaman yang hanya terjadi pada jam-jam tertentu sajamisalnya pada tengah hari.
Karena itu pada saat dimana iklim mikro tidak mendukungkenyamanan termis, maka sebaiknya dilakukan istirahat kerja
atau mencoba mendapatkanrasa nyaman secara instan dengan mencari hembusan angin untuk menguapkan
keringatserta mendinginkan kulit.Dikarenakan suhu udara lingkungan luar yang memang sudah demikian tinggi
disertailemahnya pergerakan angin pada saat-saat tertentu maka akan terjadi situasiketidaknyamanan pada saat
tersebut.Sering diungkapkan oleh sejumlah pihak dalam berbagai kesempatan, bahwa rumahtradisional dianggap
mewakili contoh arsitektur yang mampu memberikan rasa nyamanpada penghuninya. Namun demikian bukanlah
berarti bahwa dalam 24 jam sehari selaluterjamin rasa nyaman termis didalamnya.Dari hasil penelitian yang dilakukan
oleh penulis

[12]

menunjukkan bahwa pada kasusarsitektur tradisional di Indonesia, rata-rata angka rasio ketidaknyamanan hunian
adalahsekitar 0.3, artinya dari 24 jam dalam satu hari, terdapat sekitar 7 jam, dimana situasinyaadalah tidak nyaman
secara termis. Rasio ketidaknyamanan hunian secara maksimumterjadi pada musim panas (sekitar 0.4), sebaliknya
terjadi pada musim penghujan (sekitar0.2). Meskipun pada musim penghujan yang dirasakan biasanya bersuhu rendah
dannyaman, namun pada kenyataannya masih terdapat saat-saat tertentu dimana terjadisituasi tidak nyaman, sekitar 4
jam dalam satu hari rata-rata
[12].

Dengan penerapan sistim pasif atau tanpa bantuan sistim mekanik, tidak mungkindidapatkan suhu dalam ruang
bangunan yang lebih rendah dibandingkan suhu lingkunganluar. Sehingga yang dapat dilakukan melalui pendekatan
arsitektur bioklimatik adalahpencapaian suhu dalam ruang yang mendekati suhu udara lingkungan luar
denganmeminimumkan komponen suhu radiatif yang bersumber dari radiasi matahari.Sistim ventilasi dan teknik
penaungan terhadap sinar matahari menjadi komponenpenting dalam strategi rancangan arsitektur bioklimatik di
lingkungan beriklim tropislembab. Dengan sistim ventilasi yang baik maka akan tercapai dukungan terhadapevaporasi
(penguapan) keringat untuk meningkatkan rasa nyaman, dimana arah aliranangin dapat menyentuh langsung pada
tubuh manusia. Pemanfaatan teknologi

jalousie

secara efektif pada bukaan (jendela dan lubang ventilasi) adalah juga merupakan strategidesain untuk mendapatkan
aliran udara dengan kecepatan, arah dan debit yang memadaidalam mendukung kebutuhan akan kenyamanan termis.

6Pada kasus bangunan tinggi yang menerapkan sistim ventilasi alami, diuntungkan olehkecenderungan semakin
besarnya angka kecepatan angin menurut ketinggian danselanjutnya membuka peluang dorongan penghawaan silang (

cross ventilation

) padalantai-lantai diposisi ketinggian. Namun demikian angka koefisien bukaan (Cd,

dischargecoefficient

) ternyata tidak mengalami perbedaan yang berarti pada posisi bukaan di lantairendah maupun di ketinggian. Dengan
demikian dalam perhitungan debit ventilasi padabangunan tinggi, komponen kecepatan dan arah angin tetap
merupakan komponensignifikan

[8]

Sistim ventilasi atap juga diperkenalkan dalam sistim pasif, yang berperan mendinginkanruang langit-langit untuk
mengurangi dampak panas radiatif dari plafond terhadap ruangdibawahnya.Kemudian, adanya sistim perlindungan
terhadap sinar matahari dalam bentuk penghijauan ruang luar,

overstack

dan pemakaian jenis material isolatif terhadap panasakan mengurangi angka suhu radiatif secara drastis, sehingga suhu
udara resultantenyaakan mendekati pada suhu konvektif.Mencermati besarnya ketersediaan energi radiasi matahari
diiklim tropis lembab, makadalam penerapan arsitektur bioklimatik dilakukan upaya pemanfaatannya melaluiinstalasi
sel-surya (

PhotoVoltaic-cell

) untuk kemudian dikoversikan menjadi energilistrik dan dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi pengoperasian
bangunan.Berdasarkan pendekatan simulasi secara numerik, apabila sel surya diletakkan di atapbangunan yang berada
di garis tropis dan pada posisi kemiringan atap dengan sudut 30derajat, pada saat tingkat penyinaran harian mencapai
rata-rata sekitar 70%, maka dapatditampung energi matahari sebesar lebih dari 4000 Wh/m
2

dalam satu hari

[7].

Angkayang cukup besar apabila dapat dikonversi menjadi energi listrik dengan efisiensi yangbaik.Teknologi sel surya
mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam dekade ini.Tingkat efisiensi panel sel surya bahkan sudah ada yang
mencapai 25%, meskipun masihdalam taraf laboratorium. Sementara itu efisiensi sel surya yang beredar dipasaran saat
iniadalah pada kisaran 12 sampai 15%. Harga yang relatif masih cukup mahal, dan efisiensiyang diangap masih belum
memadai menyebabkan belum dapat diproduksi secaramassal, khususnya bagi kebutuhan para individu pengelola
bangunan yang hidup di duniaketiga. Namun demikian berbagai upaya untuk meningkatkan efisiensi sel surya ini
perludiapresiasi dan kita optimis bahwa, pada suatu saat nanti, pemakaian energi listrik daritenaga surya di negara
berkembang akan menjadi berita yang biasa ditemukan.Dalam penerapan sistim aktif, dimana diterapkan teknologi
pengkondisian udara secaramekanik yang membutuhkan bantuan daya listrik, maka tuntutan utamanya
adalahpenghematan energi yang berhubungan dengan efisiensi pemakaiannya sertaperlindungan terhadap penetrasi
panas dari ruang luar yang melewati dinding selubungbangunan dan kemudian masuk mengganggu keseimangan
termis dalam ruang. Untuk mencapai kenyamanan, dalam pandangan penghematan energi, maka sasaran
efisiensinyaadalah pengkondisian udara (AC) dengan suhu maksimal tertentu sampai tercapai angka

7skala kenyamanan termis 0.5 (angka yang menunjukkan batas rasa agak tidak nyaman).Artinya tidak diperlukan
pengkondisian udara dengan menerapkan suhu yang berakibatpada rasa agak dingin dan lebih dingin lagi. Dari hasil
simulasi didapat bahwapeningkatan angka rencana suhu rata-rata dalam ruang dari 24

C menjadi 27

C padasuatu tipe bangunan tropis dapat mereduksi energi sampai 15%

[10]

. Untuk melindungiruang terhadap penetrasi panas lingkungan luarnya, dibutuhkan rancangan bentuk dasarmasa
yang berpotensi menghindar dari dominasi terpaan radiasi matahari serta rancanganselubung ruang (selubung
bangunan) yang mampu menghambat laju aliran panas.

Arsitektur Bioklimatik menghadapi Tuntutan Kenyamanan Penerangan

Kenyamanan penerangan bagi manusia mengandung arti tercapainya kecukupan kuatpenerangan, tidak silau dan
kesesuaian warna yang terlihat. Jadi pada prinsipnyakenyamanan penerangan adalah bergantung pada angka
kuat penerangan dari sumbercahaya dan komponen pendukungnya, posisi atau kedudukan dari sumber cahaya,
sertaaspek pewarnaan dan material permukaan lingkungan. Kuat penerangan (dalam satuanLux) untuk berbagai jenis
kegiatan (kebutuhan membaca, bekerja halus, bekerja kasar,menggambar, dll) telah diatur angka standarisasinya di
Indonesia

[2]

Pada penerapan sistim pasif yang mengandalkan sumber cahaya siang hari, besarnya kuatcahaya dalam ruang
bersumber dari tiga komponen, yaitu komponen terang langit (yanglangsung masuk melalui bukaan), komponen
pemantulan dalam ruang, dan komponanpemantulan dari ruang luar. Di iklim tropis, dimana terang langit dapat
mencapai 10.000Lux, maka peran dari bukaan/jendela pada bidang selubung bangunan menjadi pentinguntuk
mendapatkan kecukupan kuat cahaya yang masuk secara langsung ke dalamruangan, serta peran dari warna dinding
bagian dalam yang menyumbangkan efek pemantulan cahaya dalam ruang, agar didapatkan kuat penerangan secara
merata.Dalam konteks pencahayaan alami siang hari, dinding dan plafond ruang dalam yangdiberi warna mengarah ke
warna putih, akan mampu menyumbangkan sampai sekitar20% dari total kuat cahaya dalam ruang. Sementara itu jenis
permukaan dinding kayu(warna cokelat tua/agak gelap) sebagaimana terdapat pada tipe rumah tradisional,
hanyamampu memberi kontribusi terang dalam ruang sebesar sekitar 5% saja

[6].

Apabilasumbangan dari pemantulan dalam ruang, tidak mencukupi untuk mencapai standarkenyaman penerangan,
maka berdampak pada kebutuhan penambahan komponen lampu.Disini nampak terlihat bahwa tidak selamanya, tipe
arsitektur tradisional adalah mewakili jenis bangunan hemat energi. Diperlukan suatu modifikasi desain
pada rumah tradisionaldengan tetap berdasar pada konsep arsitektur bioklimatik agar tujuan konservasi
energidapat tercapai.Pada sistim aktif, dimana diterapkan sistim penerangan buatan, maka sasarannya adalahpada
penerapan jenis lampu yang memiliki spesifikasi luminasi dan daya listrik tertentu.Warna dan jenis permukaan dinding
hanya berpengaruh secara signifikan terhadap kuatpenerangan dalam ruang apabila diterapkan teknik pencahayaan
tidak langsung.Standarisasi terhadap sistim penerangan buatan, selain diarahkan pada kecukupan angkakuat
penerangan, juga pada daya rata-rata/m2. Pada ruang-ruang hunian, misalnyadibatasi angka maksimum 15 W/m2

[2].

Perkembangan teknologi lampu hemat energitentu saja disambut baik dalam kaitannya dengan pengembangan
konsep arsitekturbioklimatik

Contoh bangunan hemat energi


Diamond Building, Putrajaya, Malaysia (foto: inhabitat)

PUTRAJAYA – Pusat Energi ASEAN menganugerahkan penghargaan tertinggi ASEAN Energy


Awards untuk bangunan di Malaysia, Diamond Building (Bangunan Berlian). Bangunan delapan
lantai tersebut dinobatkan sebagai bangunan paling hemat energi di ASEAN.

Diamond Building merupakan markas dari Komisi Energi Malaysia (Suruhanjaya Tenaga) yang
berlokasi di Putrajaya. Bangunan ini memiliki desain yang pasif dan struktur hemat energi yang
dirancang menggunakan cahaya alami dan mengonsumsi sepertiga energi dari bangunan
konvensional seukurannya.

Bangunan yang selesai dibangun pada 2009 ini juga memperoleh peringkat Platinum dalam
Indeks Bangunan Hijau Malaysia (GBI) dan program Green Mark di Singapura. Bangunan ini
dinamakan berlian karena bentuknya yang unik mirip batu permata. Di bagian atas gedung ada
panel surya photovoltaic (PV), yang menghasilkan sekitar 10 persen dari kebutuhan energi
bangunan.

Sementara sistem penampung air hujan mampu menghemat sekitar 70 hingga 80 persen dari
penggunaan air di bangunan. Bentuk bangunan yang piramida terbalik memungkinkan atapnya
diisi banyak panel surya dan lebih banyak ruang di tanah untuk tanaman hijau.

Inti bangunan adalah pusat atrium besar yang dirancang untuk menerima dan mengatur sinar
matahari menggunakan sistem roller-blind otomatis yang responsif terhadap intensitas serta
sudut kejadian sinar matahari.

Seperti dikutip laman Inhabitat, Selasa (16/10/2102), Diamond Building dirancang oleh NR
Architect dari Kuala Lumpur bersama dengan arsitek asal Thailand Soontorn Boonyatikam
sebagai pemimpin proyek. Sementara konsultan IEN dari Kuala Lumpur menyediakan jasa
desain berkelanjutan dan teknik.

IEN mengatakan bahwa bangunan ini melindungi diri sendiri dari radiasi sinar matahari melalui
fasad. Sedangkan atrium mengoptimalkan sinar matahari menyebar ke seluruh bangunan

Perpustakaan Universitas Indonesia


Lokasi : Kota Depok

Luas bangunan : 30.000m2 atau 3 hektar

Jumlah lantai : 8 lantai

Proyek ini merupakan pengembangan dari perpustakaan pusat yang dibangun pada tahun
1986-1987, didanai oleh pemerintah dan industri dengan anggaran sekitar Rp100 miliar,
yang dibangun diarea seluas 3 hektar dengan 8 lantai, yang dirancang berdiri di atas
lanskap bukit buatan dan terletak di depan Danau Kenanga yang ditumbuhi pepohonan
besar berusia 30 tahun akan menambah keindahan bagi perpustakaan tersebut sehingga
akan tercipta suasana yang lebih nyaman.

Bangunan perpustakaan yang akan menjadi iconic atau landmark ini, mempunyai konsep
sustanable building yang ramah lingkungan (eco friendly), bahwa kebutuhan energi
menggunakan sumber energi terbarukan, yakni energi matahari (solar energy), maka
nantinya di dalam gedung tidak diperbolehkan menggunakan plastik dalam bentuk apa pun.
Nanti semua kebutuhan plastik akan diganti dengan kertas atau bahan lain. Bangunan ini
juga didesain bebas asap rokok, hemat listrik, air dan kertas.

Perpustakaan ini mampu menampung sekitar 10.000 orang pengunjung dalam waktu
bersamaan atau sekitar 20.000 orang per hari. Koleksi buku di dalamnya akan menampung
3-5 juta judul buku. Sistem IT mutakhir juga akan melengkapi perpustakaan tersebut
sehingga memungkinkan pengunjung leluasa menikmati sumber informasi elektronik seperti
e-book, e-journal dan lain-lain.

Konstruksi

 Model bangunan menghadirkan bangunan masa depan dengan mengambil sisi danau sebagai
orientasi perancangan. Penggunaan bukit buatan sebagai potensi pemanfaatan atap untuk
fungsi penghijauan. Sedangkan pencahayaan alam dilakukan melalui beberapa skylight.

 Di balik gundukan rerumputan hijau terdapat 5 bangunan tinggi yang menjulang hingga
beberapa ratus meter berisikan ruangan-ruangan kosong yang disiapkan sebagai ruang utama
perpustakaan UI.

 Di punggung bukit bangunan di timbun tanah dan ditanami rerumputan yang berguna sebagai
pendingin suhu ruangan yang ada didalamnya, hingga dapat mereduksi fungsi alat pendingin
udara sampai 15 persen.

 Di antara punggung rerumputan itu terdapat jaringan-jaringan selokan yang di sampingnya


terdapat kaca tebal bening selebar 50 sentimeter. Selokan itu untuk mengalirkan air hujan ke
tanah resapan, sedangkan fungsi kaca sebagai sistem pencahayaan.

 Interior bangunannya didesain terbuka dan menyambung antara satu ruang dan ruang yang lain
melalui sistem void. Dengan begitu, penggunaan sirkulasi udara alam menjadi maksimal.

 Penggunaan energi matahari dilakukan melalui solar cell yang dipasang di atap bangunan.

 Guna memenuhi standar ramah lingkungan, bangunan juga dilengkapi sistem pengolahan
limbah. Karena itu, air buangan toilet dapat digunakan untuk menyiram di punggung bangunan.
Dengan diproses terlebih dahulu melalui pengolahan limbah atau sewage treatment plant (STP).

 Terdiri delapan lantai,

o Lantai dasar berisi pusat kegiatan dan bisnis mahasiswa yang terdiri toko buku, toko
cenderamata, ruang internet, serta ruang musik dan TV. Ada juga restoran dan kafe, pusat
kebugaran, ruang pertemuan, ruang pameran, dan bank.
o Lantai 2 hingga 6 akan dilengkapi fasilitas seperti ruang tamu, ruang pelayanan umum dan
koleksi, ruang baca, ruang teknologi informasi, serta unit pelayanan teknis.

o Sedangkan di lantai 7 terdapat ruang sidang dan ruang diskusi. Gedung perpustakaan juga
dilengkapi plaza dan ruang pertemuan yang menjorok ke danau.

 Gedung akan menggunakan panel surya sebagai sumber energinya.

 Keunikan yang lain, nanti akan terdapat berbagai huruf aksara dari seluruh dunia yang akan
ditulis di kaca gedung sebagai dinding.

Finishing Bahan Bangunan

 Interior menggunakan batu paliman palemo.

 Eksterior bangunan tersebut menggunakan batu alam andesit.

Bahan bangunan dari batuan ini (batu alam andesit untuk eksterior dan batu paliman palemo
untuk interior) bersifat bebas pemeliharaan (maintenance free) dan tidak perlu dicat. Batuan
ini diperoleh dari Sukabumi.

Untuk melengkapi desain ramah lingkungan, sejumlah pohon besar berusia 30 tahunan
berdiameter lebih dari 100 sentimeter sengaja tidak ditebang saat pembangunan gedung itu.
Keindahan menjadi lengkap karena gedung itu mengeksplorasi secara maksimal keindahan
tepi danau yang asri, sejuk, dan, teduh.

 Keuntungan dari membangun perpustakaan Universitas Indonesia

1. Diarea seluas 3 hektar dengan 8 lantai, mampu menampung sekitar 10.000 orang pengunjung
dalam waktu bersamaan atau sekitar 20.000 orang per hari. Dengan koleksi buku di dalamnya
sebanyak 3-5 juta judul buku. Dan dilengkapi pula dengan sistem IT mutakhir sehingga
memungkinkan pengunjung leluasa menikmati sumber informasi elektronik seperti e-book, e-
journal dan lain-lain.

2. penggunaan sirkulasi udara alam maksimal, karena interior bangunannya didesain terbuka dan
menyambung antara satu ruang dan ruang yang lain melalui sistem void.

3. Guna memenuhi standar ramah lingkungan, limbah air buangan toilet dapat digunakan untuk
menyiram di punggung bangunan, dengan diproses terlebih dahulu melalui pengolahan.

4. Bahan matrial bangunan untuk eksterior dan interior dari batuan (batu alam andesit untuk
eksterior dan batu paliman palemo untuk interior) bersifat bebas pemeliharaan (maintenance
free) dan tidak perlu dicat. Sehingga dapat meminimalisir pengeluaran pembiayaan.

5. Adanya pendingin suhu ruangan yang alami, yang timbul dari, punggung bukit bangunan di
timbun tanah dan ditanami rerumputan.

6. Terdapat system penerangan alami dari cahaya matari yang di dapat dari tembusan cahaya yg
datang menembus kaca yang terletak di antara punggung rerumputan.
http://www.jurnalinsinyurmesin.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6

ontoh bangunan hemat energi

BANGUNAN HEMAT ENERGI DARI SINGAPURA

Building and Construction Academy (BCA) telah memberi contoh bagaimana sebuah
bangunan bisa disebut hijau (green). BCA membangun kembali gedungnya yang
disebut BCA Academy hingga menjadi sebuah kompleks bangunan yang disebut zero
energy building (ZEP) atau bangunan nol energi.

Disebut nol energi karena bangunan yang dirancang oleh DP Architect itu
memproduksi energi untuk keperluan sehari-hari dengan menggunakan panel tenaga
matahari. BCA Academy juga memanfaatkan kekayaan alam semaksimal mungkin.

Selain menggunakan tenaga matahari sebagai sumber energi, mereka juga


menampung air hujan untuk digunakan sebagai toilet. Hampir tidak ada sisi gedung
yang tidak terkena sinar matahari sehingga menghemat penggunaan listrik untuk
penerangan, terutama di siang hari.

Dibandingkan dengan gedung-gedung dengan kapasitas serupa, penggunaan energi di


BCA Academy jauh lebih hemat. Berdasarkan tarif listrik 21,69 sen per kwh, bangunan
ini berhasil menghemat pengeluaran hingga 84.000 dollar Singapura per tahun.

Sejumlah fitur menarik dari bangunan seluas 4.500 meter persegi itu antara lain
sistem peneduh yang ditempatkan secara strategis sehingga bangunan terlindung dari
terik matahari, namun interior bangunan tetap mendapat cahaya alami.

Di negara tropis, penggunaan energi listrik terbesar adalah untuk air conditioner. Para
arsitek BCA menyiasati tingginya temperatur dengan tanaman rambat yang ditanam
secara vertikal. Ada dua manfaat sekaligus dengan sistem ini, yaitu dinding terlindung
dari paparan langsung sinar matahari sekaligus untuk menurunkan temperatur dalam
ruangan.
sumber :

http://www.jurnalinsinyurmesin.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6

http://www.academia.edu/4375717/Arsitektur_Bioklimatik

Diposting oleh Unknown di 21.35

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:


Posting Komentar
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda

Langganan: Posting Komentar (Atom)

ARSITEKTUR HEMAT ENERGI


November 18, 2014 — 2 Comments

PENGERTIAN
Arsitektur Hemat Energi (Energy-Efficient Architecture)
Arsitektur yang berlandaskan pada pemikiran “meminimalkan penggunaan energi
tanpa membatasi atau merubah fungsi bangunan, kenyamanan maupun
produktivitas penghuninya” dengan memanfaatkan sains dan teknologi mutakhir
secara aktif.

Mengoptimalkan sistem tata udara – tata cahaya, integrasi antara sistem tata udara
buatan-alamiah, sistem tata cahaya buatan-alamiah serta sinergi antara metode
pasif dan aktif dengan material dan insturumen hemat energi. Credo form follows
function bergeser menjadi form follows energy yang berdasarkan pada prinsip
konservasi energi (non-renewable resources). Para pelopor arsitektur ini yakni
Norman Fostern, Ingenhoven Overdiek & partners.
KRITERIA
Konsep “hemat energi” bangunan memiliki implikasi langsung pada peraturan,
ekonomi, permintaan energi, dan lingkungan. Definisi juga diperlukan untuk
membandingkan kinerja bangunan energi atau untuk menilai mutlak hemat energi.
Kami mengusulkan tiga kriteria untuk sebuah bangunan hemat energi:

1. bangunan harus dilengkapi dengan peralatan yang efisien dan bahan yang tepat
untuk lokasi dan kondisi;
2. bangunan harus menyediakan fasilitas dan layanan yang sesuai dengan
penggunaan bangunan yang dimaksudkan;
3. bangunan harus dioperasikan sedemikian rupa untuk memiliki penggunaan
energi rendah dibandingkan dengan, bangunan sejenis lainnya.
Sebuah bangunan yang efisien harus, minimal, berada di atas rata-rata di tiga aspek
tersebut. Ketika menetapkan standar hemat energi minimum, definisi hemat energi
berdasarkan biaya siklus hidup minimum cenderung menghasilkan standar yang
lebih ketat dan penghematan energi yang lebih besar daripada strategi berdasarkan
menghilangkan unit paling efisien.

GREEN ARCHITECTURE (ARSITEKTUR HIJAU)


PENGERTIAN
Arsitektur hijau, secara sederhana mempunyai pengertian bangunan atau
lingkungan binaan yang dapat mengurangi atau dapat melakukan efisiensi sumber
daya material, air dan energi.
dalam pengertian yang lebih luas, adalah bangunan atau lingkungan binaan yang:

 efisien dalam penggunaan energi, air dan segala sumber daya yang ada.
 mampu menjaga keselamatan, keamanan dan kesehatan penghuninya dalam
mengembangkan produktivitas penghuninya,
 mampu mengurangi sampah, polusi dan kerusakan lingkungan.
PRINSIP-PRINSIP
1. Hemat energi : meminimalkan bahan bakar serta energi listrik dan
memaksimalkan energi alam sekitar yang ada (matahari sebagai cahaya diwaktu
pagi hingga sore hari)
2. Memperhatikan kondisi iklim : bangunan yang di desain haruslah
memperhatikan kondisi iklim di sekitar site (site tersebut mempunyai curah
hujan tinggi atau tidak)
3. Minimizing resources : penggunaan material bangunan dengan
mempertimbangkan aspek perlindungan ekosistem dan sumber daya alam
4. Respect for site / tidak berimplikasi negatif terhadap kesehatan dan kenyamanan
pengguna bangunan
5. Respect for user/ merespon keadaan tapak dari bangunan
6. Menerapkan/menggunakan prinsip-prinsip yang ada secara keseluruhan
CONTOH
Gedung New Media Tower, yang
merupakan gedung terbaru Universitas Multimedia Nusantara, dirancang sebagai
gedung hemat energi dengan menerapkan berbagai teknologi yang memungkinkan
untuk melakukan penghematan energi dengan memanfaatkan udara alami
semaksimal mungkin tanpa mengurangi kenyamanan.
Luas bangunan Gedung NMT ini sekitar 32 ribu meter persegi. Sedangkan luas
total seluruh lahan yang dimiliki UMN adalah 8 hektar, dengan pemanfaatan 40
persen, atau 2,4 hektar terbangun.

Penggunaan teknologi double skin, yang terbuat dari plat aluminium berlubang,
memungkinkan untuk mengontrol intensitas cahaya dan panas matahari yang
masuk kedalam ruangan sehingga ruangan cukup dingin dan terang.
Alhasil, penggunaan pendingin udara bisa dikurangi sehingga bisa menghemat
energi listrik. Seperti diketahui bahwa pendingin udara mengkonsumsi energi
listrik terbesar pada setiap gedung.

Lubang-lubang tersebut juga berfungsi untuk sirkulasi udara sehingga koridor


gedung tidak perlu menggunakan pendingin tetapi masih cukup nyaman. Di lantai
bawah yang digunakan sebagai kantin dan area pertemuan mahasiswa dibuat
dengan konsep terbuka menggunakan udara alami.

Selain itu, gedung ini juga memaksimalkan konservasi air dengan mendaur ulang
air limbah untuk digunakan kembali dan menangkap air hujan sehingga tidak
terbuang.

Memang, dengan gedung yang menggunakan lapis luar berupa aluminium yang
diberi lubang-lubang, sudah pasti air hujan akan masuk sehingga membuat sisi
pinggir koridor menjadi basah. Tetapi, ini adalah suatu hal yang normal, bahkan
sudah dibuatkan saluran air untuk pembuangannya secara cermat.

Anda mungkin juga menyukai