Anda di halaman 1dari 6

Universitas Budi Luhur

Fakultas Teknik
Program Studi Teknik ARSITEKTUR

UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2019/2020

Mata Ujian : Bangunan Hemat Energi Kelompok : AP


Hari/Tanggal : Jumat / 24 April 2020 Waktu : 15.10 s/d 17.40 WIB
Dosen : Tri Endangsih, ST, M.Ars Metode : Tutup Buku

Instruksi :
 Bacalah setiap soal dengan seksama sebelum mengerjakan
 Jawaban ditulis pada lembar jawab yang disediakan
 Seluruh lembar soal dan lembar jawab ujian wajib dikumpulkan kembali ke Pengawas Ujian
pada saat waktu ujian dinyatakan selesai
 Dilarang bekerja sama
----------------------------------------------------------------------------------------------------------

1. Apa yang dimaksud dengan bangunan hemat Energi, jelaskan contoh Aplikasinya
pada bangunan Tinggi! (20%)
2. Jelaskan Peranan Arsitek dalam merancang bangunan hemat energi! Dan upaya apa
yang bisa dilakukan untuk menghemat energi terhadap bangunan yang sudah
beroperasi (20%)
3. Pencahayaan alami siang hari dapat dikatakan baik apabila..... dan jelaskan 3
komponen Faktor pencahayaan alami siang hari! (20%)
4. Jelaskan mengenai Prinsip dasar mencapai rancangan bangunan berdasarkan
konsep ZEB (20%)
5. Jelaskan dan berikan contoh Konsep Dasar Penghematan Energi melalui Pengolahan
Selubung Bangunan! (20%)

SELAMAT MENGERJAKAN
NIM : 1751500040
Nama : Deni Basuki Kurniawan

1) Bangunan Hemat Energi adalah bangunan yang tidak terlalu banyak


menggunakan energi dari bumi, dan tidak mencemarkan lingkungan seperti air,
udara, dan tanah. karena jaman sekarang sudah terjadinya pemanasan global
seperti, atmosfer yang bolong, naiknya permukaan air laut di karenakan
panasnya permukaan bumi ini. bukan hanya itu, energi energi di bumi seperti
minyak bumi, pohon, air di bumi sudah banyak sekali pengurangan. maka dari
itu arsitektur sekarang menggunakan konsep Bangunan Hemat Energi untuk
mengurangi GLOBALISASI.
Penerapan gedung hijau juga berkaitan erat dengan segi kesehatan manusia.
Dalam kurun waktu 24 jam, sebanyak 85–90% orang akan berada di dalam
bangunan. Jika bangunan yang tidak menerapkan konsep hemat energi, maka
orang-orang di dalam gedung akan sama dengan menghirup racun selama 24
jam.
Sebagai solusi, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
dan Perumahan Nomor 02/PRT/M/205 yang mengatur mengenai Bangunan
Gedung Hijau. Di dalam peraturan tersebut, Gedung Hijau didefinisikan sebagai
berikut:
“Bangunan Gedung Hijau adalah bangunan gedung yang memenuhi
persyaratan bangunan gedung dan memiliki kinerja terukur secara signifikan
dalam penghematan energi, air, dan sumber daya lainnya melalui penerapan
prinsip bangunan gedung hijau sesuai dengan fungsi dan klasifikasi dalam
setiap tahapan penyelenggaraannya.”

Salah satu bangunan yang menerapkan konsep hemat energi adalah


Universitas Multimedia Nusantara di Gading Serpong. Hal ini dibuktikan dengan
prestasinya yang mendapatkan predikat Energy Efficient Building dalam ASEAN
Energy Award sebagai First Runner Up kategori Tropical Building.
Rata-rata penggunaan energi di gedung-gedung pertahunnya mencapai angka
160 Kwh/m2. Sementara, di UMN sendiri menggunakan energi sebanyak 65
Kwh/m2 dalam setahun. Ervin Setyo, Supervisor Engineering Universitas
Multimedia Nusantara (UMN) menjelaskan bahwa gedung UMN menerapkan
konsep hemat energi dengan 3 konsep; double skin, konsep ventilasi alami, dan
penggunaan cahaya alami.
Jika dilihat dari dekat, Gedung C dan Gedung D UMN memiliki lubang-lubang
pada lapisan luar gedung. Lapisan inilah yang disebut sebagai double skin.
Fungsi dari double skin adalah mengurangi paparan sinar matahari secara
langsung. Panas dari dinding akan mengenai dinding terluar terlebih dahulu
tetapi, cahaya matahari akan tetap diteruskan ke dalam ruangan.
2) Peranan Arsitek dalam merancang bangunan hemat energi,

Dengan menerapkan salah satu prinsip dasar Arsitektur hijau yaitu hemat
energy yang dimana Konsep rumah hemat energi menekankan peningkatan
efisiensi dalam penggunaan air, energi listrik, dan material bangunan, mulai
dari desain, pembangunan, hingga pemeliharaan bangunan itu ke depan.
Desain rancang bangunan memerhatikan banyak bukaan untuk
memaksimalkan sirkulasi udara dan cahaya alami, sedikit mungkin
menggunakan penerangan lampu dan pengondisi udara pada siang hari.

Desain bangunan hemat energi, membatasi lahan terbangun, layout


sederhana, ruang mengalir, kualitas bangunan bermutu, efisiensi bahan,
material ramah lingkungan, dan menerapkan pola hidup hemat energi melalui
pemanfaatan sumber energi alternatif, seperti angin dan cahaya alami. Atap-
atap bangunan dikembangkan menjadi taman atap (roof garden) dan atap
surya ( atap dengan menggunakan panel surya) yang memiliki nilai ekologis
tinggi yaitu suhu udara turun, pencemaran berkurang, dan ruang terbuka
hijau bertambah.

Sifat-Sifat Bangunan Konsep Green Architecture:


a)Sustainable ( Berkelanjutan )
Berkelanjutan berarti bangunan arsitektur hijau tetap bertahan dan
berfungsi seiring zaman, konsisten terhadap konsepnya yang menyatu
dengan alam tanpa adanya perubahan – perubuhan yang signifikan tanpa
merusak alam sekitar.
b)Earthfriendly ( Ramah lingkungan )
Suatu bangunan belum bisa dianggap sebagai bangunan berkonsep
arsitektur hijau apabila bangunan tersebut tidak bersifat ramah
lingkungan. Maksud tidak bersifat ramah terhadap lingkungan disini tidak
hanya dalam perusakkan terhadap lingkungan. Tetapi juga menyangkut
masalah pemakaian energi.
c) High performance building.
Fungsinya ialah untuk meminimaliskan penggunaan energi dengan
memenfaatkan energi yang berasal dari alam (Energy of nature) dan
dengan dipadukan dengan teknologi tinggi (High technology
performance). Contohnya :
-Penggunaan panel surya (Solar cell) untuk memanfaatkan energi
panas matahari sebagai sumber pembangkit tenaga listrik rumahan.
-Penggunaan material–material yang dapat di daur ulang, penggunaan
konstruksi–konstruksi maupun bentuk fisik dan fasad bangunan tersebut
yang dapat mendukung konsep arsitektur hijau.

upaya yang bisa dilakukan untuk menghemat energi terhadap bangunan


yang sudah beroperasi:
a) Yang pertama dan utama adalah pada pola perilaku (behavior)
penghuni bangunan tersebut. Beberapa studi memperlihatkan bahawa
perilaku turut memberi andil 30% dalam upaya konservasi energi.
Mematikan alat listrik yang tidak terpakai, adalah salah satu contoh
sederhana konservasi energi di rumah.
b) Yang kedua, upaya konservasi energi dapat dilakukan dengan
memanfaatkan apa yang disebut dengan desain pasif pada bangunan
gedung. Termasuk di dalam desain pasif antara lain bahan bangunan,
selubung bangunan, bukaan (opening), shading, penataan massa
bangunan dan lingkungan, orientasi bangunan, dan sebagainya.
Desain pasif pada umumnya dirancang untuk merespon faktor iklim
(mikro) di mana bangunan (rumah) tersebut berada.

3. Pencahayaan alami siang hari dapat dikatakan baik apabila

a. Pada siang hari antara jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 waktu
setempat, terdapat cukup banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan.
b. Distribusi cahaya di dalam ruangan cukup merata dan atau tidak
menimbulkan kontras yang mengganggu.

Faktor pencahayaan alami siang hari adalah perbandingan tingkat pencahayaan


pada suatu titik dari suatu bidang tertentu di dalam suatu ruangan terhadap
tingkat pencahayaan bidang datar di lapangan terbuka, yang merupakan
ukuran kinerja lubang cahaya ruangan tersebut.Faktor Pencahayaan alami
dikatakan baik apabila cuaca sedang baik. Faktor pencahayaan alami siang hari
terdiri dari 3 komponen meliputi:
a.Komponen langit
Komponen pencahayaan yang berasal langsung dari cahaya langit.

b.Komponen refleksi luar


(Komponen pencahayaan yang berasal dari refleksi benda-benda yang berada
di sekitar bangunan yang bersangkutan.

c.Komponen refleksi dalam


Komponen pencahayaan yang berasal dari refleksi permukaan-permukaan
dalam ruangan, dari cahaya yang masuk ke dalam ruangan akibat refleksi
benda-benda di luar ruangan maupun dari cahaya langit. (Peraturan Instalasi
SNI 03-6575-2001)

4. Prinsip dasar mencapai rancangan bangunan berdasarkan konsep


ZEB,

Konsep Zero Energy Bulding diartikan sebagai ”Bangunan Tanpa Energi”.


Konsep Zero Energy Building Merupakan pemahaman tentang bangunan
yang secara keseluruhan (net) tidak mengonsumsi energi yang bersumber
dari listrik negara (PLN) maupun bahan bakar fosil. Dengan kata lain, ZEB
merupakan konsepsi bangunan yang dapat mencukupi kebutuhan energinya
sendiri dari sumber energi terbarukan, seperti matahari, angin, air,bahan
bakar nabati, biomassa, dan biogas.
Zero Energy Building (ZEB). Konsep ini merupakan sebuah strategi
efisiensi energi yang bertujuan menghemat cadangan energi yang statusnya
saat ini sedang berada dibawah tekanan. Diharapkan dengan penerapan
konsep ini efisiensi energy pada bangunan akan meningkat dan secara
bersamaan mampu menjaga kualitas hidup manusia serta alam sekitar. Hal
ini juga dipandang sebagai solusi untuk masalah mengurangi emisi gas
rumah kaca.

Seluruh material dan teknologi yang digunakan pada muka dan lapisan
luar dari selubung bangunan, untuk konservasi air, pemasangan listrik
(lampu, dan bagainya), dan sistem AC, harus didesain secara akurat untuk
meminimalisasi konsumsi energi yang dihasilkan, dan pada saat yang
bersamaan juga memenuhi syarat fungsional dan lainnya dari bangunan

5. Selubung bangunan, yaitu terdiri dari komponen tak tembus cahaya


(misalnya dinding) dan sistem fenestrasi atau komponen tembus cahaya
(misalnya jendela) yang memisahkan interior bangunan dari lingkungan luar.
Selubung bangunan memberikan perlindungan terhadap pengaruh
lingkungan luar yang tidak dikehendaki seperti panas, radiasi, angin, hujan,
kebisingan, polusi dll. Selubung bangunan memiliki peran penting dalam
mengurangi konsumsi energi untuk pendinginan dan pencahayaan.

Berdasarkan karakteristik termalnya, konstruksi selubung bangunan dapat


dikelompokkan dalam dua kategori utama: konstruksi dinding tirai (curtain
wall) dan konstruksi dinding bata-jendela. Konstruksi dinding tirai, apakah
sepenuhnya kaca atau kombinasi kaca dan panel (misalnya panel komposit
aluminium) sangat umum diterapakan pada bangunan kantor dan
apartemen. Jenis bangunan lainnya, terutama bangunan tingkat rendah,
cenderung menggunakan konstruksi dinding bata-jendela.

Contoh penerapan selubung bangunan:

a) Pada bangunan gedung bertingkat menengah dan tinggi, luas dinding jauh
lebih besar daripada luas atap. Oleh karena itu, perancangan selubung
bangunan vertikal, terutama jendela, harus dilakukan secara hati-hati
untuk menghindari masuknya panas ke dalam bangunan secara belebihan.

b) Untuk bangunan bertingkat rendah di mana atap menjadi bagian yang


lebih luas daripada dinding, panas yang masuk dari atap mungkin menjadi
faktor penentu beban pendinginan secara keseluruhan. Selain itu, jendela
dan skylight akan menentukan besarnya cahaya yang dapat masuk ke
dalam bangunan. Dengan mengoptimalkan desain komponen tembus
cahaya, konsumsi energi untuk pencahayaan buatan dapat dikurangi
secara signifikan dengan tetap menghindari masuknya panas yang
berlebihan ke dalam bangunan.

Anda mungkin juga menyukai