Anda di halaman 1dari 22

MARET ARSITERKTUR TROPIS

2021
GENAP 2020/2021

TUGAS II
SOLUSI DESAIN BANGUNAN DI DAERAH
DATARAN TINGGI TROPIS
(Tropical Upland Climate/Equatorial Upland Climate)

KELOMPOK 6

RIKI HARDIANSAH

F22119059

PRODI S1 ARSITEKTUR

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR

UNIVERSITAS TADULAKO
Kata Pengantar

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT. Yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga penyusunan Makalah
Solusi Desain Bangunan di Daerah Dataran Tinggi Tropis (Tropical Upland Climate /
Equatorial Upland Climate) dapat terselesaikan dengan baik.

Penyusunan Makalah ini dimaksudkan sebagai salah satu pemenuhan tugas mata kuliah
ARSITEKTUR TROPIS pada semester genap tahun ajaran 2020/2021

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Makalah ini sangat
penyusun harapkan. Mudah-mudahan Makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun
khususnya dan pembaca pada umumnya.

Palu, 14 Maret 2021

Penyusun……

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara yang terletak di 95º BT – 141º BT garis khatulistiwa.


Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki iklim tropis, sehingga Indonesia hanya memiliki
2 musim, yaitu musim hujan dan musim panas. Cuaca tersebut mempengaruhi gaya hidup
sehari-hari masyarakat Indonesia termasuk dalam mendesain tempat tinggal mereka dengan
penyesuaian dari waktu-kewaktu membuat penduduk Indonesia sadar bahwa penerapan
arsitektur tropis lah yang paling tepat di terapkan pada rumah mereka.

Arsitektur Tropis adalah sebuah karya Arsitektur yang mencoba untuk memecahkan
problematic iklim setempat, dalam hal ini iklim Tropis. Yang penting dalam Arsitektur
Tropis ialah apakah rancangan tersebut dapat menyelesaikan masalah pada iklim tropis
seperti hujan deras, terik matahari, suhu udara tinggi, kelembapan tinggi dan kecepatan
angin rendah, sehingga manusia yang semula tidak nyaman berada di alam terbuka,
menjadi nyaman ketika berada di dalam bangunan tropis.

Konsep rumah / bangunan tropis, pada dasarnya adalah adaptasi bangunan terhadap
iklim tropis, dimana kondisi tropis membutuhkan penanganan khusus dalam desainnya.
Pengaruh terutama dari kondisi suhu tinggi dan kelembapan tinggi yang sangat
berpengaruh terhadap tingkat kenyamanan berada dalam ruangan yang merupakan salah
satu contoh aplikasi konsep bangunan tropis. Meskipun konsep bangunan tropis selalu
dihubungkan dengan sebab akibat dan adaptasi bentuk (tipologi) bangunan terhadap iklim,
banyak juga interpretasi konsep ini dalam tren yang berkembang dalam masyarakat.
Misalnya penggunaan material tertentu sebagai representasi dari kekayaan alam tropis,
seperti kayu, batuan ekspos, dan material asli yang diekspos lainnya.

3
1.2 Tujuan Penulisan

 Mengetahui solusi dalam desain arsitektur pada daerah dataran tinggi tropis
 Mengetahui apa saja problematic iklim pada dataran tinggi yang mempengaruhi
desain arsitektur.

1.3 Metode Penyusunan

Metode dalam penyusunan makalah ini adalah dengan melakukan study elektronik
melalui pemanfaatkan teknologi yang ada guna mempermudah pencarian sumber-sumber
materi yang di gunakan sebagai acuan dalam penyusunan makalah ini.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Arsitektur Tropis

2.1.1 Pengaruh Iklim

Kata iklim berasal dari bahasa Yunani yang berdasarkan kamus Oxford berarti
region (daerah) dengan kondisi tertentu dari suhu yang kering (Dryness), angin, cahaya dan
sebagainya. Dalam pengertian ilmiah, iklim adalah integrasi pada suatu waktu (integration
in time) dari kondisi fisik lingkungan atmosfir, yang menjadi karakteristik kondisi geografis
kawasan tertentu. Sedangkan cuaca adalah kondisi sementara lingkungan atmosfer pada
suatu kawasan tertentu. Secara keseluruhan, iklim diartikan sebagai integrasi dalam suatu
waktu mengenai keadaan cuaca. (Koenigsberger, 1975:3).

Menurut Lippsmeier (1994: 30) menyatakan bahwa iklim digolongkan menjadi


iklim makro dan mikro. Iklim makro merupakan iklim suatu negara, benua, atau daerah
tertentu. Iklim tersebut menurut sifat digolongkan menjadi tiga, yaitu daerah tropis lembab,
daerah tropis kering, dan daerah pegunungan. Sedangkan iklim mikro adalah iklim di
lapisan udara dekat permukaan bumi. Iklim makro di Indonesia sendiri yaitu daerah tropis
lembab. Iklim tropis Indonesia mempunyai kelembaban relatif (RH) yang sangat tinggi
(kadang-kadang mencapai 90%), curah hujan yang cukup banyak, dan rata-rata suhu
tahunan umumnya berkisar 23ºC dan dapat naik sampai 38ºC pada musim panas. Iklim
Tropis terjadi sedikit sekali perubahan musim dalam satu tahun, satu-satunya tanda terjadi
pergantian musim adalah banyak atau sedikitnya hujan, dan terjadinya angin besar. Iklim
tropis dapat digambarkan dengan hujan dan kelembaban yang tinggi seta suhu yang hampir
selalu tinggi. Angin sedikit bertiup dengan arah yang berlawanan pada musim hujan dan
musim kemarau. Radiasi matahari sedang dan pertukaran panas kecil karena tingginya
kelembapan. Suhu dan kelembapan yang tinggi sangat tidak menyenangkan karena
penguapan sedikit dan gerak udara biasanya kurang, kecuali di pesisir. Gedung
membutuhkan perlindungan terhadap radiasi matahari, hujan, serangga, dan di pesisir,
perlindungan terhadap angin keras.

5
Pengaruh iklim terhadap manusia secara fisiologis, iklim memperngaruhi kenyamanan
termal manusia. Suhu inti manusia + 37 derajat celcius. Dengan mentabolisme energy
dalam tubuh, maka badan manusia melepaskan kalor sebesar + 100 watt.

Pertukaran kalor manusia dengan lingkungannya tergantung dari suhu udara, suhu
permukaan disekelilingnya, penyalur panas oleh permukaan tersebut, kelembapan, dan
gerak udara (angin). Ada empat cara pertukaran kalor yaitu:

 Penyaluran panas secara langsung lewat telapak kaki


 Pertukaran kalor konveksi kepada udara di sekeliling 25% - 30%
 Radiasi panas kepada udara di sekeliling yang lebih sejuk 40-60%
 Penguapan oleh keringat dan pemapasan 25-30%

2.1.2 Ciri- ciri Iklim Tropis

 Suhu udara rata-rata tinggi, karena matahari selalu vertical. Umumnya suhu udara
antara 20-23ºC. Bahkan di beberapa tempat rata-rata suhu tahunannya mencapai
30ºC.
 Amplitudo suhu rata-rata tahunan kecil. Di khatulistiwa antara 1-5ºC, sedangkan
amplitudo hariannya lebih besar.
 Tekanan udaranya rendah dan perubahannya secara perlahan dan beraturan.
 Hujan banyak dan lebih banyak dari daerah-daerah lain di dunia.

6
2.1.3 Pengertian Arsitektur Tropis

Arsitektur tropis menurut Lippsmeier (1980), merupakan suatu rancangan bangunan


yang dirancang untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang terdapat di daerah
tropis. Menurut Marcus Pollio Vitruvius (1486) arsitektur adalah kesatuan dari
kekuatan/kekokohan (firmitas), keindahan (venustas), dan kegunaan/fungsi (utilitas).
Menurut Francis DK Ching (1979) arsitektur membentuk suatu tautan yang mempersatukan
ruang, bentuk, teknik dan fungsi. Menurut Amos Rappoport (1981) arsitektur adalah ruang
tempat hidup manusia, yang lebih dari sekedar fisik, tapi juga menyangkut pranata-pranata
budaya dasar. Pranata ini meliputi: tata atur kehidupan sosial dan budaya masyarkat, yang
diwadahi dan sekaligus memperngaruhi arsitektur. Sedangkan menurut JB. Mangunwijaya
(1992) arsitektur sebagai vastuvidya(wastuwidya) yang berarti ilmu bangunan. Dalam
pengertian wastu terhitung pula tata bumi, tata gedung, tata lalu lintas (dhara, harsya, yana).

Pengertian tropis berasal dari kata tropicos dalam bahasa Yunani Kuno berarti garis balik.
Pengertian secara umum arsitektur tropis adalah sebuah konsep desain yang beradaptasi
dengan lingkungan atau iklim tropis. Arsitektur tropis juga tetap mempertahankan sisi
estetika pada bangunan. Hal yang paling penting dalam Arsitektur Tropis adalah sebuah
respon positif dari efek iklim tropis itu sendiri atau dapat juga dikatakan pemanfaatan hal-
hal positif dalam iklim yang tropis. Daerah tropis dapat dibagi dalam dua kelompok iklim
utama yaitu tropis basah dan tropis. Indonesia termasuk dalam daerah tropis lembab yang
ditandai oleh kelembaban udara yang relatif tinggi pada umumnya di atas 90%, curah hujan
yang tinggi, serta temperatur rata-rata tahunan di atas 18ºC dan biasanya sekitar 23ºC dan
dapat mencapai 38ºC dalam musim kemarau. Lebih khusus lagi, Indonesia termasuk dalam
daerah sekunder hutan hujan tropis (tropis lembab). Letak geografis Indonesia yang berada
di garis khatulistiwa membuat Indonesia memiliki dua iklim, yakni kemarau dan
penghujan. Pada musim kemarau suhu udara sangat tinggi dan sinar matahari memancar
sangat panas. Dalam kondisi ikim yang panas inilah muncul ide untuk menyesuaikannya
dengan arsitektur bangunan gedung maupun rumah yang dapat memberikan kenyamanan
bagi penghuninya. Arsitektur Tropis sebenarnya tidak ada kaitannya dengan konteks
budaya yang biasanya dikaitkan dengan rumah tradisional atau kebudayaan di Indonesia.
Arsitektur Tropis sebenarnya tidak hanya ada di Indonesia tetapi banyak merambah di

7
Negara lain yang beriklim tropis seperti Brazil, Singapura, Malaysia dan lainnya yang
memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Kekeliruan pendapat tersebut terjadi karena
pengertian arsitektur tropis sering dicampur adukkan dengan pengertian 'arsitektur
tradisional' di Indonesia, yang memang sebenarnya menonjol selalu dipecahkan secara
tropis. Dalam Arsitektur Tropis juga sangat perlu diperhatikan mengenai segi material,
pencahayaan alami dan sirkulasi udara karena lingkungan tropis memiliki iklim panas yang
cukup menyengat, pergerakan udara dan curah hujan yang cukup tinggi sehingga dalam
konsep arsitektur tropis ini juga ada upaya atau solusi yang harus dicegah dari timbulnya
efek iklim tropis. Kesehatan udara, perubahan suhu dan kelembaban menjadi factor yang
harus dapat diselesaikan dengan baik untuk memperoleh kenyamanan pada bangunan
maupun civitasnya.

2.1.4 Ciri Arsitektur Tropis

Menurut Jow Hwa Philip (2001) aspek utama ciri arsitektur tropis

 Ekspresi regional sebagai tanggapan terhadap kebutuhan manusia dan masanya


yang sesuai dengan persyaratan sosial dan budaya

 Kinerja bangunan dalam menyediakan lingkungan yang nyaman dan sesuai


dengan iklim tropis setempat.

 Material dan perangkat bangunan yang sesuai dengan daerah tropis.

 Ekspresi Regional (Regional Expression)

 Ekspresi regional merupakan hasil respon atas kebutuhanmanusia dalam


hubungannya dengan iklim tropis, persyaratan sosial dan budaya dan
penggunaan material dan perangkat bangunan yang tepat.

 Faktor sosial dan budaya mencakup gaya hidup, cara ruangdigunakan dan
dihuni, dan arti simbolik termasuk bentukdan motif tradisional/religius.

8
 Kinerja (Performance)

 Kinerja (Performance) berkaitan dengan persyaratan pengendalian faktor


lingkungan dalam menyediakan kesenangan/ kemudahan, dan kenyamanan
secara mental dan fisik bagi penghuni.

 Pengendalian faktor fisik meliputi radiasi matahari dan garis edar matahari
(sun path), pencahayaan dan silau, temperature dan perubahannya,
prosipitasi (hujan), kelembaban, pergerakan udara dan polusi udara.

 Pada konteks kota, faktor fisik juga mencakup kebisingan utamanya pada
daerah berkepadatan tinggi.

 Material dan Perangkat Bangunan (Materials and means of building)

 Pertimbangan material terkait pemilihan material yang tepat yang tersedia


dan tingkat pemeliharaan yang sedikit.

 Pertimbangan mengenai perangkat bangunan (means of building) mencakup


pertimbangan mengenai badai, hujan deras dan banjir, elemen biologis,
sistem struktur, dan metode konstruksi.

9
2.2 Lingkungan Tropis

Tropical Upland Climate / Equatorial Upland Climate (Iklim Dataran Tinggi Tropis)

Wilayah : Daerah pegunungan dan dataran tinggi dengan altitude 900-1200mdpl.

Contoh : Addis Abba, Mexico City dan Nairobi.

Karakteristik Iklim, variasi musiman kecil pada daerah dekat equator, semakin besar ketika
jauh dari ekuator.

 Ta : Mean Max ± 24-30ºC, Mean Min ± 10-13ºC, pada beberapa lokasi bisa
mencapai 4ºC
 Diurnal range tinggi, Annual range rendah di ekuator dan tinggi di tropic cancer dan
capricorn.
 RH: 20-55% (dry), 55-99% (wet)
 Vapour Pressure steady→800-1600 N/m2
 Precipitasi bervariasi namun jarang kurang dari 1000mm annual. Hujan
 Langit→cerah dan sedikit berawan 40%.
 Radiasi matahari, sangat kuat pada saat cerah.
 Angin→variabel, dominan timur-laut dan barat-daya.
 Vegetasi→hijau, dan kering pada musim panas.
 Tanah berwarna cokelat atau merah

Karakteristik khusus:

 Kabut pada malam hari


 Kehilangan panas yang sangat cepat pada malam hari pada periode kering
 Badai petir, electric discharge udara-tanah.

10
2.3 Arsitektur Tropis dan Desain Klimatik

Desain bangunan yang merespon iklim dan lingkungannya dengan melibatkan


penggunaan prinsip-prinsip desain surya dan pemahaman tentang hubungan yang kompleks
antara desain arsitektur, bahan bangunan, perilaku manusia dan elemen iklim yang
bertujuan pada kenyamanan penghuni dan efisiensi energi.

Desain klimatik tidak terbatas pada penggunaan energy surya, melainkan pemanfaatan
semua bentuk energy alami untuk menyediakan kondisi kenyamanan yang diperlukan
dalam bangunan

11
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Lokasi dan Letak Geografis

Yang akan menjadi topik pembahasan adalah bangunan Arsitektur Tradisional yang
tersebar di Nusantara (pulau-pulau Sumatra, Sulawesi, NTT, dan Papua) dengan letak
geografis berada pada daerah pegunungan dan dataran tinggi dengan altitude ± 900-
1200mdpl.

3.2 Analisa Fungsi dan Bentuk Arsitektur Tradisional Terhadap Iklim

Arsitektur tradisional secara anatomi dapat dibedakan dalam 3 komponen utama


yaitu atap, dinding dan lantai (termasuk tiang panggung). Tiga komponen ini mempunyai
fungsi yang berbeda-beda.

Atap terdiri dari komponen utama penutup atap, rangka atap dan ornamen. Dinding terdiri
dari dinding masif dan dinding bukaan berupa pintu atau jendela. Sedangkan kaki terdiri
dari lantai, tiang kolom dan pondasi. Wujud dari bentuk meliputi aspek material, struktur
dan konstruksi.

Ditinjau dari penggunaan bahan bangunan, maka rumah tradisional didominasi oleh
material local yang didapat dari alam sekitar, dan sangat sedikit yang mengunakan material
industri. Bahan bangunan dari alam yang banyak digunakan adalah kayu, baik untuk
komponen struktural seperti balok dan kolom maupun komponen nonstruktural seperti
dinding, pintu,dan lantai.

3.2.1 Komponen Atap

Atap adalah komponen bangunan yang sangat penting untuk daerah beriklim tropis
(curah hujan tinggi dan radiasi matahari sepanjang tahun). Fungsi atap yang utama adalah
memberikan perlindungan terhadap bangunan utama yaitu: badan bangunan, dan sebagian
bagian kaki.

12
Gubahan bentuk geometris yang terjadi, dimaksudkan untuk memberikan aliran air hujan
dengan kemiringan yang bervariasi. Rumah tradisional umumnya memiliki kemiringan atap
yang curam karena faktor permeabilitas yang tinggi dari material penutup atap yang
digunakan, seperti ijuk, alang-alang, sirap, dan bambu. Kemiringan atap yang curam
cenderung terdapat pada bagian utama ruang atau di atas ruang primer, sedangkan
kemiringan atap yang lebih landai biasanya terletak di atas bagian ruang-ruang sekunder
atau ruang pendukung. Dengan kemiringan atap yang curam, maka volume ruang di
bawahnya menjadi besar dan air hujan dapat mengalir dengan cepat. Selain itu, fungsi atap
adalah sebagai insulasi termal. Bagian dalam atap dapat difungsikan sebagai area yang
memungkinkan udara dapat mengalir masuk dengan cara membuat bukaan pada bagian
atap, atau membuat celah antara susunan atap.

Gubahan bentuk atap rumah tradisional yang umum digunakan adalah kerucut, setengah
bola, prisma, setengah oval dan segitiga pelana. Pada atap yang berbentuk pelana, bukaan
ventilasi diletakkan pada sisi ampig baik dengan model sirip, jalusi atau jendela. Ciri umum
rumah tradisional adalah mempunyai atap yang menaungi ruang sekitar bangunan, atau
bagian depan bangunan yang tidak mempunyai dinding penuh (tritisan, teras). Ruang di
bawah atap tritisan atau atap terasdapat berfungsi sebagai ruang transisi iklim antararuang
luar dengan ruang dalam.

Atap rumah tradisional yang tidak mempunyai lubang bukaan atau celah, adalah rumah
yang terletak di iklim yang mempunyai suhu udara rendah seperti di pegunungan. Hal ini
merupakan upaya mempertahankan suhu hangat di dalam ruang, agar tidak mudah keluar
melalui celah-celah atap. Bentuk atap yang demikian mempunyai ekspresi tertutup dan
dominan dibanding komponen dinding dan lantai.

3.2.2 Komponen Dinding

Dinding adalah batas fisikantara ruang luar dengan ruang dalam yang memberikan
fungsi sebagai perlindungan dari kondisi lingkungan luar termasuk kondisi iklim.
Kenyamanan ruang dalam pada bangunan rumah tradisional sangat dipengaruhi oleh jenis
dan tipe dinding. Sebagian besar dinding pada rumah tradisonal terbuat dari kayu, kulit
kayu, atau pelepah daun. Bahan bangunan organik dari alam yang dipilih untuk rumah

13
tradisional, mempunyai ketahanan rambatan / transfer panas yang baik. Ragam bahan
bangunan untuk dinding memiliki karakter dan ekspresi yang berbeda-beda. Gubahan
bentuk geometris pada dinding memiliki ekpresi bercelah, yaitu lebih bersifat meneruskan
atau memasukkan sebagian iklim mikro ruang luar ke ruang dalam melalui celah-celah.
Celah dapat terjadi dari jajaran susunan papan kayu atau anyaman bahan bangunan.

Dinding rumah tradisional selalu memiliki elemen untuk berinteraksi dengan lingkungan
luar seperti bukaan dinding, pintu, jalusi, dan ornamen bercelah. Elemen bukaan dan celah
pada dinding menjadi karakter dan memberikan ekspresi kesejukan. Pola denah dinding
sebagian besar berbentuk segi empat walaupun terdapat pula pola melingkar atau oval.
Dinding pada rumah tradisional juga mengenal double skin(dua kulit). Lapisan kulit
dinding pertama bersifat lebih transparan dari pada kulit dinding kedua. Contoh: kulit
pertama dari anyaman bambu yang memberi perlindungan pada susunan papan kayu.Pada
daerah dingin, dinding rumah tradisional tidak memiliki banyak bukaan ventilasi. Sebagian
besar dinding tertutup oleh komponen atap. Bukaan yang ada hanya berfungsi untuk
sirkulasi keluar masuk penghuni.

3.2.3 Komponen Lantai

Lantai rumah tradisional biasanya memiliki jarak dengan muka tanah. Hal tersebut
salah satunya disebabkan oleh pertimbangan higienitas, dan faktor durabilitas bahan
bangunan. Lantai rumah tradisional umumnya menggunakan bahan organik, seperti kayu
dan bambu yang rawan pelapukan. Karakter susunan bahan bangunan bambu dan kayu
menyebabkan terjadinya celah antara susunannya. Lantai yang banyak celah dan memiliki
jarak yang cukup tinggi dengan tanah, memungkinkan pergerakan udara masuk ke dalam
ruangan melalui celah-celah lantai atau sebaliknya udara dari dalam bangunan dapat keluar
melalui celah tersebut. Lantai rumah tradisional yang bercelah biasanya terdapat pada ruang
servis atau dapur yang memungkinkan sirkulasi asap hasil pembakaran dapat keluar dengan
baik. Pada daerah beriklim dingin lantai rumah cenderung sama dengan muka tanah untuk
meminimalkan adanya celah yang memungkinkan udara dingin masuk ke dalam rumah.

14
3.2.4 Komponen Ornamen

Ornamen pada rumah tradisional lebih berfungsi sebagai simbol ideologi atau
kepercayan masyarakat tradisional. Ornamen yang terdapat pada dinding memungkinkan
interaksi langsung antara ruang luar dan ruang dalam serta dapat berfungsi sebagai lubang
ventilasi udara.

3.3 Relasi Ekspresi Elemen Selubung dengan Respon Iklim

15
3.4 Relasi Iklim dengan Fungsi dan Bentuk Rumah Tradisional di Pulau Sumatra

Rumah tradisional di Pulau Sumatera banyak didominasi bentuk atap dengan memasukan
unsur ornamen yang menjadi identitas sekaligus berfungsi sebagai bentuk adaptasi terhadap
iklim. Keberadaan kaki / tiang pangung terlihat mengangkat bangunan dengan jelas.

 Rumah Batak Toba

16
Topografi : dataran tinggi (suhu sejuk)
Bentuk: Atap (dominan), berfungsi untuk melindungi radiasi, Air hujan,
mengalirkan udara. Dinding, berfungsi penghalang termal dan ventilasi. Kolong,
berfugsi mengalirkan udara untuk pendinginan.
 Rumah Batak Karo

Topografi : dataran tinggi (suhu dingin)


Bentuk : Atap (dominan), berfungsi melindungi radiasi, air hujan, dan menciptakan
volume ruang. Dinding, berfungsi sebagai penghalang termal dan ventilasi. Kolong,
berfungsi mengalirkan udara untuk pendinginan.
 Rumah Gadang

Topografi : dataran tinggi (suhu sejuk)


Bentuk : Atap, berfungsi melindungi radiasi mengalirkan air hujan. Dinding,
sebagai penghalang termal dan ventilasi. Kolong, sebagai ventilasi.

17
3.5 Relasi Iklim dengan Fungsi dan Bentuk Rumah Tradisional di Pulau Sulawesi

Rumah tradisional di Sulawesi umumnya berkolong tinggi, dengan dinding cenderung


terbuka /berjendela serta memiliki teras. Bentuk atap melindungi bangunan dan memiliki
fungsi pembentuk ruang. Ruang atap berfungsi pula untuk mengalirkan udara.
Perbandingan bentuk atap, dinding dan kolong cenderung seimbang. Tiang panggung
nampak dengan jelas mengangkat bangunan rumah.

 Balla Lompoa

Topografi : Dataran tinggi


Bentuk : Atap(seimbang), berfungsi melindungi radiasi panas, insulasi, air hujan
dan menciptakan ruang di para-para. Dinding, sebagai perlindungan termal dan
ventilasi. Kolong, berfungsi mengalirkan udara.
 Rumah Bugis-Soppeng

Topografi : Dataran Tinggi


Bentuk : Atap(dominan), berfungsi melindungi radiasi, Air hujan, dan menciptakan
ruang, insulasi. Dinding, sebagai perlindungan termal dan ventilasi. Kolong,
berfungsi mengalirkan udara untuk pendinginan, tempat penyimpanan.

18
3.6 Relasi Iklim dengan Fungsi dan Bentuk Rumah Tradisional di Pulau Papua

Rumah tradisional Papua lebih beragam bentuknya, diantaranya bentuk kerucut, segi
empat, maupun bulat. Ekspresi bentuk menaungi cuaca ekstrim dan kebutuhan akan aliran
udara, suhu hangat dalam ruang diekspresikan melalui bentuk dan bahan yang digunakan.

 Rumah Kaki Seribu

Topografi : Pegunungan Arfak Monokwari, Papua Barat


Bentuk : Atap, sebagai penahan suhu ruang agar ruang tetap hangat. Dinding(lapis
kulit kayu), tidak terdapat bukaan jendela untuk menahan udara hangat tetap berada
dalam ruang. Kolong, berupa tiang-tiang sebagai sirkulasi udara.
 Honei

Topografi : Pegunungan Papua


Bentuk : Atap, berbentuk setengah lingkaran berfungsi mengalirkan air hujan, dan
menahan suhu udara dalam ruang. Dinding, berfungsi menahan suhu udara hangat.
Kolong pendek, berfungsi menjaga kelembaban.

19
3.7 Relasi Iklim dengan Fungsi dan Bentuk Rumah Tradisional di NTT

Permukiman tradisional di NTT dipengaruhi oleh iklim panas yang kering. Oleh karena itu
permukiman cenderung berada di lembah maupun perbukitan. Rumah umumnya
berpanggung rendah (bukan kolong) dan berteras. Banyak ditemui rumah tradisional yang
menyatu antara atap, dinding dan kolong, seperti rumah di Wae Rebo.

 Wae Rebo

Topografi : Pegunungan
Bentuk : Atap, berfungsi mengalirkan air, penahan udara hangat keluar bangunan.
Dinding tidak terdapat bukaan jendela untuk menahan udara hangat tetap berada
dalam ruang. Kolong pendek tertutup rangka dinding guna menjaga kelembaban

20
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Klasifikasi iklim secara makro berdasarkan Koppen mempengaruhi namun tidak


memberikan korelasi yang kuat dengan bentuk rumah tradisional. Bentuk lebih dipengaruhi
oleh kondisi iklim mikro daratan tinggi yang bertemperatur rendah. Bentuk atap rumah
tradisional mempunyai peran yang dominan dalam beradaptasi dengan iklim, di dataran
tinggi (dingin). Ekspresi atap nampak pada kemiringan curam (membentuk volume ruang
dalam bangunan sekaligus mengalirkan air hujan secara cepat) dan melandai pada sisi-sisi
bangunan. Secara anatomi bangunan rumah, atap sebagai representatif kepala memberikan
dimensi yang lebih besar daripada badan dan kaki.

Dinding pada rumah tradisional memberikan ekspresi bernafas, yaitu tidak tertutup rapat/
bercelah sehingga memungkinkan aliraan udara dan cahaya masuk ke dalam bangunan.
Dinding memberikan ekspresi yang kuat dalam menunjukkan interaksi dengan lingkungan
luar. Faktor penggunaan material organik mempengaruhi dengan sangat kuat ekspresi
tersebut.

Ekspresi yang kuat pada arsitektur tradisional indonesia adalah bangunan yang terangkat
oleh tiang panggung, terkecuali rumah tradisional yang terdapat di daerah NTT dan
sebagian Papua. Peran panggung secara klimatik adalah mendinginkan bangunan melalui
celah lantai atau lantai itu sendiri melalui konveksi (perpindahan panas material ke udara).

Karakteristik material organik (material lokal) memberikan ekspresi klimatik yang kuat
karena mempunyai warna dan tekstur yang natural. Adaptasi iklim pada dinding rumah
tradisional dibentuk melalui komposisi yaitu proporsi, irama dan ornamen.

21
DAFTAR PUSTAKA

 Jurnal Permukiman Vol. 12No. 2 November2017: 80 -93


 Lippsmeier, George. 1994. Bangunan Tropis. Jakarta : Erlangga.(dalam
kupdf.net_arsitektur-tropis.pdf)
 Koenigsberger, Otto H. 1975. Manual of Tropical Housing & Building. California :
OrientLongman Private Limited. .(dalam kupdf.net_arsitektur-tropis.pdf)
 Lippsmeier, george, Bangunan Tropis, Erlangga. Jakarta:2006. (dalam Jom
FTEKNIK Volume 4 No. 2 Oktober 2017.pdf)

22

Anda mungkin juga menyukai