Anda di halaman 1dari 11

Pengertian Arsitektur Tropis

Arsitektur Tropis adalah suatu konsep bangunan yang mengadaptasi kondisi iklim tropis.
Letak geografis Indonesia yang berada di garis khatulistiwa membuat Indonesia memiliki dua
iklim, yakni kemarau dan penghujan. Pada musim kemarau suhu udara sangat tinggi dan
sinar matahari memancar sangat panas. Dalam kondisi ikim yang panas inilah muncul ide
untuk menyesuaikannya dengan arsitektur bangunan gedung maupun rumah yang dapat
memberikan kenyamanan bagi penghuninya.

·       Iklim Tropis
Climate  (iklim) berasal dari bahasa Yunani, klima yang berdasarkan kamus Oxford
berarti region (daerah) dengan kondisi tertentu dari suhu dryness (kekeringan), angin, cahaya
dan sebagainya. Dalam pengertian ilmiah, iklim adalah integrasi pada suatu waktu
(integration in time)  dari kondisi fisik lingkungan atmosfir, yang menjadi karakteristik
kondisi geografis kawasan tertentu”. Sedangkan cuaca adalah “kondisi sementara lingkungan
atmosfer pada suatu kawasan tertentu”. Secara keseluruhan, iklim diartikan sebagai “integrasi
dalam suatu waktu mengenai keadaan cuaca” (Koenigsberger, 1975:3).
Kata tropis berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu kata tropikos  yang berarti garis balik, kini
pengertian ini berlaku untuk daerah antara kedua garis balik ini. Garis balik ini adalah garis
lintan 23027” utara dan garis lintan 23027 selatan.
            Iklim tropis adalah iklim dimana panas merupakan masalah yang dominan yang pada
hampir keseluruhan waktu dalam satu tahun bangunan “bertugas” mendinginkan pemakai,
dari pada menghangatkan dan suhu rata-rata pertahun tidak kurang dari 200C
(Koenigsberger. 1975:3). Menurut Lippsmiere, iklim tropis Indonesia mempunyai
kelembaban relatif (RH) yang sangat tinggi (kadang-kadang mencapai 90%), curah hujan
yang cukup banyak, dan rata-rata suhu tahunan umumnya berkisar 230C dan dapat naik
sampai 380C pada musim “panas”.
            Pada iklim ini terjadi sedikit sekali perubahan “musim” dalam satu tahun, satu-
satunya tanda terjadi pergantian musim adalah banyak atau sedikitnya hujan, dan terjadinya
angin besar. Karakteristik warm humid climate (iklim panas lembab) adalah sebagai berikut
(Lippsmiere. 1980:28) :
• Landscap, rain forest (hutan hujan) terdapat sepanjang pesisir pantai dan dataran rendah
daerah ekuator.
• Kondisi tanah, merupakan tanah merah atau coklat yang tertutup rumput.
• Tumbuhan, zona ini tumbuhan sangat bervariasi dan lebat sepanjang tahun.Tumbuhan
tumbuh dengan cepat karena pengaruh curah hujan yang tinggi dan suhu udara yang panas.
• Musim. Terjadi sedikit perbedaan musim. Pada bulan “panas” kondisi panas dan lembab
sampai basah. Pada belahan utara, bulan “dingin” terjadi pada Desember-Januari,
bulan”panas” terjadi pada Mei sampai Agustus. Pada belahan selatan bulan “dingin” terjadi
pada April sampai Juli, bulan “panas” terjadi pada Oktober sampai Februari.
• Kondisi langit, hampir sepanjang tahun keadaan langit berawan. Lingkungan awan berkisar
60%-90%. Luminance (lumansi) maksimal bisa mencapai 7000 cd/m2 sedangkan luminasi
minimal 850cd/m2.
• Radiasi dan panas matahari, pada daerah tropis radiasi matahari dikategorikan tinggi.
Sebagian dipantulkan dan sebagian disebarkan oleh selimut awan,meskipun demikian
sebagian radiasi yang mencapai permukaan bumi mempunyai dampak yang besar dalam
mempengaruhi suhu udara.
• Temperatur udara, terjad fluktuasi perbedaan temperatur harian dan tahunan.Rata-rata
temperatur maksimum tahunan adalah 30,50C. temperatur rata-rata tahunan untuk malam hari
adalah 250C tetapi umumnya berkisar antara 21-270C. sedangkan selama siang hari berkisar
27-320c. kadang-kadang lebih dari 320C.
• Curah hujan sangat tinggi selama satu tahun, umumnya menjadi sangat tinggi dalam
beberapa tahun tertentu. Tinggi curah hujan tahunan berkisar antara 2000-5000 mm, pada
musim hujan dapat bertambah. Sampai 500 mm dalam sebulan. Bahkan pada saat badai bisa
mencapai 100 mm per jam.
• Kelembaban, dikenal sebagai RH (Relative humidity), umumnya rata-rata tingkat
kelembaban adalah sekitar 75%, tetapi kisaran kelembabannya adalah 55% sampai hampir
100%. Absolute humidity  antara 25-30 mb.
• Pergerakan udara, umumnya kecepatan angin rendah, tetapi angin kencang dapat terjadi
selama musim hujan. Arah angin biasanya hanya satu atau dua.
• Karakteristik khusus, tingginya kelembaban mempercepat pertumbuhan alga dan lumut,
bahan bangunan organik membusuk dengan cepat dan banyaknya serangga. Evaporasi tubuh
terjadi dalam jumlah kecil karena tingginya kelembaban dan kurangnya pergerakan udara
(angin). Rata-rata badai adalah 120-140 kali dalam satu tahun.
            Daerah dengan iklim tropis didunia terdiri 2 jenis, yaitu daerah dengan iklim tropis
kering, sebagai contoh adalah di negara-negara Timur Tengah, Meksiko, dan sekitarnya, serta
daerah dengan iklim tropis lembab, yang terdapat pada sebagian besar negara-negara di Asia,
termasuk Indonesia, walaupun untuk beberapa daerah di Indonesia, misalnya beberapa bagian
pulau Nusa Tenggara mengarah pada kondisi tropis kering,
  1.     Green Office Park 6

     Menjadi bagian dari kawasan Green Office Park BSD City, Tangerang Selatan, gedung
GOP 6 telah mengusung konsep bangunan hijau mulai dari desain atau perencanaan,
pembangunan hingga pengoperasian.
   GOP 6 dibangun dengan konsep efisiensi energi dengan memperhitungkan arah mata angin
sehingga mampu mengurangi panas matahari, memanfaatkan pencahayaan alami dan
ventilasi sirkulasi udara. GOP 6 mampu melakukan penghematan listrik hingga 19,5 persen,
sedangkan penghematan air mencapai 58 persen dari baseline.
      2.     Bank Indonesia Cabang Solo
           

     Gedung ini memanfaatkan penerangan alami, sistem air daur ulang serta lingkungan hijau
berkelanjutan, membuat kinerja bangunan dalam melakukan penghematan energi dapat lebih
maksimal.
     Bangunan ini juga menerapkan penggunaan panel surya sehingga 30 persen kebutuhan
listrik dapat dipasok dari solar cell  (panel tenaga matahari). Gedung ini mampu melakukan
penghematan listrik mencapai 43,63 persen, penghematan air mencapai 74,66 persen dari
baseline dengan konsumsi air 25,53 persen dari baseline.

      3.     Kantor Utama PT Holcim Indonesia

     Konsep hijau pada kantor utama PT Holcim Indonesia di Tuban telah menerapkan
penggunaan lampu yang hemat energi, ventilasi alami, pemanfaatan air hujan, penggunaan
materi lokal, dan area hijau yang berkelanjutan.
   Gedung ini mampu melakukan penghematan listrik mencapai 47,95 persen, sedangkan air
mencapai 66,22 persen dari baseline.
      4.     Sequis Center

     Terletak di Jalan Sudirman, bangunan ini dulu dikenal dengan nama S Widjojo Center,
kemudian pada 2010 berubah nama menjadi Sequis Center. Gedung ini sangat erat dengan
sejarah masuknya bahan bangunan GRC (glassfiber reinforce cement) ke pasar Indonesia.
Sequis Center memanfaatkan GRC sebagai shading bangunan dan berdasarkan desain telah
menerapkan konsep bangunan hijau.
     Shading-shading GRC berfungsi mengurangi interaksi langsung sinar matahari, sehingga
suhu dalam ruangan berkurang dan dapat mengefisiensi penggunaan pendingin ruangan.
Bangunan unik ini mampu melakukan penghematan listrik hingga 28,12 persen, sedang
penghematan air mencapai 28,26 persen.
A. LINE, EDGE & SHADE
Paradigma line, edge & shade adalah paradigma yang desainnya beriorientasi kedepan
tanpa memperdulikan desain yang masanya sudah berlalu.
Tay Kheng Soon berpendapat bahwa desain seharusnya berorientasi ke depan non-
nostalgia dan tidak mengkopi gaya terdahulu tetapi berusaha menggunakan prinsip-
prinsip control lingkungan dari desain tradisional. Paradigma ini memiliki karakteristik
sebagai berikut :
 Aplikasi pada high-rise dan high density.
 Forward looking expression, non nostalgia dan tidak mengkopi gaya - gaya
terdahulu
 Prinsip control lingkungan seperti desain terbuka dan pembayangan
 Ekspresi keregionalannya merupakan bahasa dalam iklim tropis yang memberikan
kenyamanan
 Material yang digunakan menggunakan material modern/non tradisional dengan
fabrikasi

B. TRADITION-BASED
Tradition Based adalah paradigma yang mempertahankan kebudayaan sekitar atau
kearifan lokal tanpa melupakan prinsip desain arsitektur tropis itu sendiri.

Tan Hock Beng berpendapat bahwa perlu membangkitkan ketradisionalan dalam


arsitektur tropis asia dan mengusulkan desain berbasis tradisi untuk menciptakan
arsitektur tropis dimana bentuk tradisional merupakan ekspresi dari inspirasi dan
identitas
Ciri-ciri bangunan tradisional tropis antara lain :
 Bentuk atap besar dan luas, cross ventilation, teras, courtyard, material local, ada
unsur air dan landscape.
 Material berupa tradisional, modern atau kombinasi keduanya tergantung strategi
yang digunakan.
 Tipikal bangunan tradisional tropis yang sring digunakan dapat dilihat dari
pembuatan denah yang disusun memungkinkan untuk ventilasi silang, memiliki
teras dan courdyard, material local dan unsur air dan landscape.
 Bangunan yang dibangun dengan paradigma ini bertujuan untuk menyesuaikan
bangunan dengan iklim setempat serta mempertahankan tradisi dan identitas daerah.
 Kearifan local suatu daerah merupakan hal yang tepat untuk menjadi pertimbangan
dalam membangun bangunan yang telah melalui proses “trial and error”. Oleh
karena itu, bangunan tradisional yang ada saat ini merupakan penyempurnaan desain
yang gagal sebelumnya dan masyarakat setempat menganggap sebagai bangunan
yang paling nyaman. Ekspresi bangunan yang menggunakan paradigm ini
berdasarkan strategi menonjolkan tradisi.
 Performance bangunan disesuaikan dengan iklim setempat dan berdasarkan bentuk
bangunan tradisional daerah asal dengan menyesuaikan diri dengan daerah baru. Material
yang digunakan bisa tradisional, modern atau gabungan.

Untuk mencegah keseragaman karena efek globalisasi dan memelihara kekayaan tradisi
local, William Lim dan Tan Hock Beng mengajukan strategi, yaitu :
 Menguatkan kembali tradisi dengan arsitektur vernacular, traditional craft wisdom
 Menemukan kembali tradisi : memadukan (hybrid) antara tradisi colonial dengan
tradisi melayu
 Memperluas tradisi menggunakan struktur vernacular dengan tradisi seniman
setempat akan menambah nilai dan status tradisi
 Menginterpretasikan kembali tradisi modern ke abstrak dan minimalis.

Dalam tradition based di bagi menjadi empat paradigma yaitu :


1. Reinvigorating tradition
Reinvigorating tradition adalah paradigma yang berbasis tradisi menerapkan
prinsip vernakuler yang berasal dari traditional craft wisdom mulai dari cara membangun
(metode konstruksi), struktur bangunan, dan penggunaan material yang cenderung
menekankan keaslian (otentik) agar terjadi keberlanjutan sejarah (Tzonis dkk, 2001)

2. Reinventing tradition
Reinventing tradition adalah sebuah gaya yang memadukan antara dua budaya
sehingga menghasilkan sebuah gabungan (hybrid). Misalnya sebuah bangunan colonial,
Belanda membangun dengan ekspresi gaya eropa namun dipadukan dengan iklim dan
material setempat sehingga muncullah gaya colonial belanda.
3. Extending Tradition
Extending Tradition adalah gaya yang tetap berprinsip pada arsitektur vernakuler,
namun bangunan ditransformasikan ke gaya yang modern. Menghadirkan kembali bentuk
pengalaman masa lalu berupa tradisi dan budaya untuk dinikmati sebagai pengalaman
kultur tropis suatu tempat melalui karya arsitektur baik bentuk maupun fitur bangunan.
Tidak ada yang salah dalam pengembangan kekayaan sumber sumber masa lalu kedalam
bentuk baru yang inovatif, hal ini mencul karena kita juga menyesuaikan dengan
kebutuhan dan gaya hidup masyarakat yang berubah menurut waktunya (Lowenthal dalam
Beng, 1998)
Karakteristik Extending tradition :

 Mencari keberlanjutan dengan tradisi local


 Mengutip secara langsung dari bentuk masa lalu
 Tidak dilingkupi oleh masa lalu, melainkan menambahkannya dengan cara inovatif
Interpretasi kita tentang masa lalu dirubah berdasar kepada perspektif dan kebutuhan
masa kini dan masa depan
 Mencoba melebur masa lalu dengan penemuan dan inovasi yang baru
 Menggunakan struktur vernakuler dan tradisi craftsmanship
 Mencari inspirasi dalam bentuk dan teknik yang unik dari bangunan tradisional.
4. Reinterpreting tradition
Reinterpreting tradition, yaitu gaya dengan membawa esensi dari arsitektur
vernakuler pada bangunan modern. Penggunaan idiom kontemporer pada bangunan
modern dengan abstrak atau minimalis. Pendekatan ini dilakukan dengan menyingkirkan
pemulihan sentimental masa lalu dan meninggalkan gerakan historical, sebaliknya akan
menggunakan sebuah idiom modern yang menyegarkan. Namun demikian, bangunan
diciptakan melalu pendekatan ini berdedikasi pada tempat dan sejarah tanpa terjebak
oleh keduanya. Perangkat formal tradisional tidak dibuang tetapi berubah dengan cara
yang menyegarkan sehingga ada pengakuan simultan dari masa lalu dan masa kini
melalui pernyataan abstrak dan biasanya minimalis.
Menginterpretasikan kembali terhadap nilai nilai dalam arsitektur vernakuler.
Hasilnya berupa defamiliarisasi yakni pengasingan bentuk, dimana bentuk tradisional itu
ada tapi tidak Nampak.
C. New Screen & Louver Kitsch
New screen & Louver Kitsch adalah paradigma yang hanya memberi kesandesain
tropis atau gaya desainnya yang hampir mirip dengan desain tropis namun sebenarnya
bukan desain tropis.
New Screen & Louver Kitsch adalah meniru gaya tropis modern yang sering
menggunakan sunshading yang diasosiaan sama dengan arsitektur tropis, louver pada
fasade tidak efektif memberikan pembayangan, hanya memberi kesan tropis sekilas
semata.

Designer tidak serius menciptakan kondisi iklim yang dibutuhkan karena mereka
berfikir ikim bukan factor krusial dan hanya mementingkan image dari public terhadap
gaya arsitekturnya. Peniruan image tropis ini mengahasilan eksploitasi penggunaan
screen dan louver.

Paradigm ini lahir karena adanya beberapa factor, yaitu : Adanya peniruan dari image
tropis modern, misalnya louver pada fasade yang tidak membayangi ruang secara efektif
karena kemungkinan masih di korelasikan secara tidak tepat seperti peralatan shading
yang asli dan hanya memberi kesan bahwa elemen tersebut adalah control iklim tropis.

Adanya motivasi untuk mengikuti aliran yang menitikberatkan pada produk arsitektur
yang mempertimbangkan lingkungan seperti yang dilakukan oleh arsitek arsitek terkenal.

Gedung perkantoran Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah

Gedung BPS ini menggunakan paradigma New screen & Louver Bangunan ini
sekilas menampilkan beberapa ciri dari desain tropis diantaranya adalah bukaan yang
lebar dengan jumlah yang sangat banyak serta penerapan air menjadi elemen penghias
dan lanskap. Sangat baik pencahayaan di dalam gedung ini berupa pencahayaan
skylight .

Namun, gedung ini sebenarnya bergaya moderen dengan penggunaan ACP


(aluminium composite panel ) dan Cladding kaca berbingkai aluminium sebagai material
utama dinding yang mengelilingi gedung.

Gedung ini menampilkan sekilas dari desain tropis yaitu pencahayaan yang baik
dengan adanya sun shading di beberapa bagian. Akan tetapi sun-shading tersebut tidak
sepenuhnya dapat menghalangi dari cahaya matahari mengingat orientasi bangunan ini
menghadap ke arah barat yang apabila sore hari akan terpapar langsung sinar matahari dan
terasa sangat panas. Sun shading tersebut hanyalah sebagai penambah estetika terutama pada
pintu masuk sekaligus pelengkap fasad
Selain itu, dalam arsitektur tropis juga penggunaan vegetasi dan penataan landscape
yang rapih dan teduh sangat diperlukan. Vegetasi dapat menyaring sinar matahari langsung
ke arah gedung walaupun ada yang tidak secara menyeluruh. Vegetasi tersebut juga dapat
menyaring polusi udara yang berasal dari kendaraan yang melintasi jalan raya depan area
gedung. Akan tetapi setelah memasuki halaman, gedung BPS ini terlihat gersang karena
hampir sebagian ditutupi paving blok dan minim tanaman. Mungkin karena gedung ini masih
baru. Selain itu pada sisi lain halaman terdapat kolam hias yang kemudian membentang disisi
kiri dan kanan gedung ini. Kolam ini dapat dijadikan sebagai elemen estetika ataupun sebagai
pendingin bangunan

Sesungguhnya gedung BPS ini jauh dari kesan tropis. Ditinjau dari aspek bentuk,
bangunan ini mengikuti bentuk gedung statistik pusat yang berada di Jakarta. Prinsip repetisi
penggunaan kaca hampir disemua sisi dan elemen vertikal horizontal dengan atap yang datar.
Bentuk tersebut sangat tidak cocok diterapkan di kota Palu mengingat kondisi iklim dan
cuaca yang berada di kota Palu dengan intensitas curah hujan yang tak menentu serta panas
yang tak menyenangkan hampir terjadi setiap harinya.

Oleh karena itu, bangunan ini menggunakan paradigma New Screen & Louver yang
hanya menampilkan beberapa kesan disain tropis tapi sebenarnya orientasinya bukan terhadap
desain tropis melainkan hanya mengambil beberapa gaya keseluruhan ataupun tidak secara
keseluruhan untuk kepentingan estetika danimage publik semata.
Sumber :

·      http://adacyntya.blogspot.co.id/2015/04/arsitektur-tropis.html
·      http://www.rumahku.com/artikel/read/

Anda mungkin juga menyukai