Anda di halaman 1dari 5

ARSITEKTUR TROPIS

NAMA ANGGOTA
 BOBBY CAFRI
 IMAM SAUFI
 RIDHO SURYANDER
 SYARIF HUTABARAT
 WIWID ARI SUKO
 DIOS PANGENDRA

DOSEN PEMBIMBING
GUN FAISAL, ST, MSc
WAHYU HIDAYAT, ST, MURB
Abstraksi

Perubahan suhu yang saat ini terjadi secara global mengakibatkan perubahan pola hidup manusia
termasuk pula di bidang arsitektur perancangan, berkembang pesatnya material bangunan memiliki
kecendrungan semakin hari semakin tidak ramah terhadap lingkungan. Pola kehidupan mulai
berubah dengan sendirinya, begitu pula dengan gaya berarsitektur masyarakat saat ini, di Indonesia
iklim merupakan salah satu hal yang paling harus dipertimbangkan untuk melaksanakan sesuatu,
dalam pemilihan bahan bangunan tentu saja iklim sangat berpengaruh. Berbeda dengan negara
Eropa yang merupakan negara yang bukan beriklim tropis. Indonesia beriklim tropis yang memiliki
curah hujan yang tinggi, berbeda dengan negara Eropa yang beriklim sub tropis yang curah hujannya
tidak terlalu tinggi. Dalam hal arsitektur negara-negara Eropa memiliki pandangan tersendiri untuk
menyesuaikan dengan iklim negara mereka, maka muncullah aliran-aliran arsitektur dengan gaya
mereka, dengan pengaruh yang sangat kuat, maka teori-teori tentang arsitektur cara barat tersebar
dengan mudah. Hendaknya dalam mewujudkan arsitektur yang maju harus dipertimbangkan iklim
yang paling utama, bila ditelaah lebih dalam, bangunan tradisional Indonesia adalah bangunan yang
paling cocok di kawasan tropis ini, selain hemat energi, bahan bangunannya tidak merusak
lingkungan dan tidak menimbulkan efek yang merugikan bagi kawasan sekitarnya dalam kata lain
sebagai bangunan yang ramah terhadap lingkungan, jika ini diterapkan pada skala yang lebih besar
maka akan terwujud kawasan yang ramah lingkungan.

Kata kunci : Tropis, Sub Tropis, Gaya Arsitektur, Ramah Lingkungan

Pembahasan

Dewasa ini bangunan tradisional Indonesia mulai ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri, beragam
gaya arsitektur mewabah di Indonesia, dan semua adalah asli produk dari bangsa Barat. Istilah
“global architecture destroyed the regional environment” merupakan salah satu hal yang patut
dicermati, masyarakat bangsa timur saat ini lebih condong dengan arsitektur barat yang pada
hakekatnya malah menghancurkan khasanah arsitektur timur yang unik dan berasal dari tempat-
tempat aslinya.

Hal yang paling penting untuk dijadikan parameter kebutuhan desain arsitektur adalah iklim, cuaca
atau keadaan suhu disuatu tempat. Secara global iklim di wilayah dunia bagian timur adalah tropis,
tropis meliputi beberapa bagian bumi, meliputi sabuk yang lebar di sekitar pertengahan bumi,
luasnya kira-kira 23,50 tingkat ke arah kedua kutub dari khatulistiwa dan berisi hampir 40% total
permukaan daratan bumi, dengan curah hujan yang relatif tinggi, suhu udara yang cukup tinggi, pada
siang hari mampu mencapai 35 oC yang harus ditoleransi oleh masyarakat tropis, banyaknya hujan
yang sering terjadi pada kawasan tropis memiliki tingkat kelebatan yang tinggi. Dari segi positif
keadaan ini tropis memiliki hutan yang lebat, pohon mudah untuk tumbuh, sehingga tercipta
keseimbangan antara cuaca yang ekstrim dengan pengendalinya yaitu pepohonan.

Masyarakat tradisional kawasan timur sudah sejak lama mengakomodasikan alam ini, belajar dari
alam lalu menyesuaikan dengan alam untuk dapat beradaptasi dengan baik, namun keadaan mulai
berubah manakala dominasi barat mengalami penguatan dalam segala hal, pada bidang arsitektur
dimulai pada abad ke 20 arsitektur telah menjadi sekedar fungsional, rasionalisme, standarisasi, dan
ekonomi, kesemuanya ini adalah kehidupan yang dibuat-buat dan membosankan. Maka muncul
penerapan desain baru yang bukan hanya sekedar hal di atas, kreatifitas, gaya hidup, dan perubahan
pola pikir masyarakat mempengaruhi apresiasi desain arsitektur.

Hegemoni barat mengakar kuat sejak dulu mengakibatkan masyarakat timur mulai tercuci otaknya
dengan adanya teori negara barat, idiom bahwa negara barat adalah negara yang maju
mengakibatkan masyarakat negara timur menjadikan negara barat sebagai acuan dalam segala
bidang. Dalam ranah arsitektur begitu kentara dengan pemakaian teori barat untuk literatur desain,
disebutkan sebagai teori yang pakem namun jika diaplikasikan di kawasan tropis dibutuhkan
beberapa penyesuaian.

Banyak faktor yang mengakibatkan masyarakat tropis memilih teori-teori, langgam-langgam


arsitektur barat, diantaranya adalah faktor ekonomi. Walaupun bukan sebagai faktor utama, faktor
ekonomi memberikan dampak yang cukup signifikan, saat ini banyaknya masyarakat dengan
ekonomi berlebih menjadikan prestise sebagai kiblatnya, dalam bidang arsitektur di Indonesia
khususnya ukuran keberhasilan seseorang dalam memiliki
rumah yang mewah, megah, dan mengikuti gaya
arsitektur barat yang sedang tenar.

Pemilihan gaya arsitektur yang dipengaruhi oleh gaya


arsitektur barat sering diaplikasikan pada perumahan di
kawasan tropis, sekedar untuk mengejar keuntungan
ekonomi saja atau mengapresiasi keinginan masyarakat
modern. Konsekuensinya adalah dengan penambahan-
penambahan bahan guna mengantisipasi
kekurangsesuaian gaya arsitektur barat pada iklim tropis.

Dari gambar diatas mengindikasikan bahwa perlu penyesuaian terhadap bangunan-bangunan


dengan desain yang kurang akrab dengan kondisi iklim tropis. Permasalahan yang didapat adalah
jatuhnya air hujan yang berlimpah sehingga mengakibatkan teras rumah menjadi tergenang, terjadi
rembesan-rembesan air pada sekitar jendela dan pintu depan.

Seharusnya dalam menentukan pemilihan gaya bangunan perlu diperhatikan beberapa aspek yang
penting, beberapa kriteria tersebut adalah kondisi iklim yang terdapat pada wilayah tersebut,
dengan memperhatikan :
 Suhu maksimum, minimum, dan rata-rata
 Curah hujan
 Radiasi matahari
 Arah dan kecepatan angin

Pemahaman seperti ini memang seharusnya diberikan arsitek untuk meyakinkan klien bahwa
penyesuaian gaya arsitektur pada iklim nantinya sangat perlu, akan berkaitan dengan daya tahan
bangunan, kenyamanan penghuni, dan kesatuan lingungan serta dampak ekologi yang akan timbul.

Salah satu aplikasi bangunan yang diharapkan sesuai dengan lingkungan dengan iklim tropis adalah
Menara Mesiniaga Malaysia, dengan konsep arsitektur bioklimatik, mengetengahkan bangunan
dengan green building.

Salah satu hal yang dipikirkan pada


bangunan tersebut adalah memanfaatkan energi matahari sehingga hemat pada beberapa
komponen bangunan.

Iklim tropis memiliki cahaya matahari yang menerangi sepanjang 12 jam, sehingga pemanfaatanya
dapat berguna untuk bangunan, tentunya dengan beberapa teknik penggunaan, seperti penggunaan
sun shading untuk mengatur seberapa banyak pencahayaan yang masuk. Selain itu diterapkan pula
pengolahan landscape, berupa taman berbentuk spiral yang melilit dari bawah sampai atas
bangunan. Landscape vertikal ini berfungsi sebagai pendingin evaporatif supaya didapat
kenyamanan termal, pengaplikasian vegetasi pada strategi landscape ini disamping menyediakan
pembayangan terhadap area-area bagian dalam dan dinding bagian luar, juga akan meminimalkan
pemantulan panas dan sinar matahari. Selain itu landscape vertikal dapat meningkatkan iklim mikro
pada bangunan dan dapat menyerap polusi CO 2 dan CO pada bangunan.

Jika penerapan-penerapan ini diapllikasikan pada bangunan tropis maka diharapkan menjadi
bangunan-bangunan yang tanggap terhadap lingkungan, sesuai dengan iklim tropis dan tidak
merugikan bangunan atau lingkungan sekitarnya. Dibutuhkan pemahaman akan gaya beraksitektur
baik secara mikro tentang bangunan maupun secara global tentang lingkungan yang harus menjadi
pertimbangan.

Anda mungkin juga menyukai