.MOZINHO A.L.PEREIRA(1506090017)
.Dr. Jauhari Effendi, M.Si(DOSEN ARSITEKTUR DAN LINGKUNGAN)
bagi
manusia
dalam
melakukan
aktifitasnya
sebab
pendekatan
mempertimbangkan
arsitektur,
orientasi
yaitu
terhadap
merancang
matahari
bangunan
dan
arah
dengan
angin,
BAB 1 PENDAHULUAN
Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian masyarakat pada masalah
kenyamanan termal penghuni bangunan telah menghasilkan banyak studi
termal pada berbagai jenis bangunan. Penelitian dilakukan di berbagai
negara dengan kondisi iklim yang berbeda-beda, diantaranya studi tentang
sistem ventilasi yang dilakukan oleh Lazzerini dkk. (1991); Warden (2004);
Howell et al. (2004), Manz dan Frank (2005); Kunzel et al. (2005); Nugroho
(2006); Roonak et al. (2009).
Ada
banyak
studi
tentang
berbagai
cara
untuk
mengevaluasi
sesuai
dengan
tingkat
kenyamanan
pengguna
ruang
pada
yang
meliputi
kegiatan,
ketahanan
pakaian,
suhu
udara,
gangguan
lain),
serta
memberikan
kenyamanan.
Berada di dalam bangunan kita berharap tidak merasa kepanasan,
tidak merasa kegelapan akibat kurangnya cahaya, dan tidak merasakan
bising yang berlebihan. Setiap bangunan diharapkan dapat memberikan
kenyamanan termal, visual dan audio. Kenyamanan termal sangat
dibutuhkan tubuh agar manusia dapat beraktifitas dengan baik (di rumah,
sekolah ataupun di kantor/tempat bekerja). Szokolay dalam Manual of
Tropical Housing and Building menyebutkan kenyamanan tergantung pada
variabel iklim (matahari/radiasinya, suhu udara, kelembaban udara, dan
kecepatan angin) dan beberapa faktor individual/subyektif seperti pakaian,
aklimatisasi, usia dan jenis kelamin, tingkat kegemukan, tingkat kesehatan,
jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi, serta warna kulit. Indonesia
mempunyai iklim tropis dengan karakteristik kelembaban udara yang tinggi
(dapat mencapai angka 80%), suhu udara relatif tinggi (dapat mencapai
hingga 35 C), serta radiasi matahari yang menyengat serta mengganggu.
Yang menjadi persoalan adalah bagaimana menciptakan kenyamanan termal
dalam bangunan dalam kondisi iklim tropis panas lembab seperti di atas.
Suhu udara
Suhu udara ini erat kaitannya dengan kalor. Kalor tercipta karena adanya
perbedaan suhu. Kalor mengalir dari suhu tinggi ke suhu rendah. Suhu udara
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu suhu udara normal dan suhu udara ratarata (MRT = Mean radiant temperature) yang merupakan suhu rata-rata
lingkungan sekitar seseorang. MRT dapat mempengaruhi tubuh seseorang
sebesar 66%. Kenyamanan termal akan tercipta jika perbedaan antara MRT
dan suhu udara normal kurang dari 5 0. Kenyamanan termal pada manusia
adalah pada suhu tubuh 370C dan jika naik sampai 50 atau turun sampai
20 maka akan timbul ketidaknyamanan atau bahkan kematian. Sedangkan
suhu udara lingkungan dikatakan nyaman pada suhu sekitar 25 0C, diatas
260C maka tubuh manusia sudah berkeringat. Maka dari itu, selain
kemampuan tubuh manusia untuk mempertahankan suhu diperlukan juga
pengondisian lingkungan yang optimal. Seperti penggunaan pakaian yang
tebal di daerah dingin atau pemakaian kipas angin pada daerah yang panas.
Kelembaban udara
Kelembaban udara adalah kandungan uap air di udara. Kelembaban udara ini
mempengaruhi pelepasan kalor dari tubuh manusia. Kelembaban udara yang
tinggi akan menyebabkan kalor di dalam tubuh manusia sulit dilepaskan
sehingga timbul ketidaknyamanan. Begitupun dengan kelembaban udara
yang rendah akan banyak mengambil kalor dari tubuh sehingga akan timbul
kulit kering dan sebagainya.
Angin adalah udara yang bergerak. Udara yang bergerak ini membantu
mempercepat pelepasan kalor pada permukaan kulit seseorang. Angin akan
membantu mengangkat uap-uap air yang menghambat pelepasan kalor.
Akan tetapi jika angin ini terlalu kencang maka kalor yang dilepaskan tubuh
menjadi berlebih sehingga akan timbul kondisi kedinginan yang mengurangi
kenyamanan termal.
Radiasi matahari
banyak
akan
mengakibatkan
suhu
udara
di
dalam
ruangan
BAB 2 PEMBAHASAN
Menurut penelitian Lippsmeier, batas-batas kenyamanan manusia
untuk daerah khatulistiwa adalah 19C TE (batas bawah) 26C TE (batas
atas). Pada temperatur 26C TE umumnya manusia sudah mulai berkeringat.
Daya tahan dan kemampuan kerja manusia mulai menurun pada temperatur
26C TE 30C TE. Kondisi lingkungan yang sukar mulai dirasakan pada suhu
33,5C TE 35,5 C TE, dan pada suhu 35C TE 36C TE kondisi lingkungan
tidak dapat ditolerir lagi. Produktifitas manusia cenderung menurun atau
rendah pada kondisi udara yang tidak nyaman seperti halnya terlalu dingin
atau terlalu panas. Produktifitas kerja manusia meningkat pada kondisi suhu
(termis) yang nyaman (Idealistina , 1991).
Berbagai penelitian kenyamanan suhu yang dilakukan di daerah iklim tropis
basah, seperti halnya Mom dan Wiesebron di Bandung, Ellis, de Dear di
Singapore, Busch di Bangkok, Ballabtyne di Port Moresby, kemudian Karyono
di Jakarta, memperlihatkan rentang suhu antara 24 C hingga 30 C yang
dianggap nyaman bagi manusia yang berdiam pada daerah iklim tersebut.
KONSEP KENYAMANAN
Mengaitkan penelitian Lippsmeier (menyatakan pada temperatur 26C TE
umumnya
manusia
sudah
mulai
berkeringat
serta
daya
tahan
dan
1.Orientasi Bangunan
-Orientasi Terhadap Matahari
Orientasi bangunan terhadap matahari akan menentukan besarnya radiasi
matahari yang diterima bangunan. Semakin luas bidang yang menerima
radiasi matahari secara langsung, semakin besar juga panas yang diterima
bangunan. Dengan demikian, bagian bidang bangunan yang terluas (mis:
bangunan yang bentuknya memanjang) sebaiknya mempunyai orientasi ke
arah Utara-Selatan sehingga sisi bangunan yang pendek, (menghadap Timur
Barat) yang menerima radiasi matahari langsung.
dibutuhkan
untuk
keperluan
ventilasi
(untuk
kesehatan
dan
3.Material/Bahan Bangunan
-Panas masuk ke dalam bangunan melalui proses konduksi (lewat dinding,
atap, jendela kaca) dan radiasi matahari yang ditransmisikan melalui
jendela/kaca.
BAB 3 KESIMPULAN
1.KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bukanlah hal yang
mustahil untuk menciptakan kenyamanan termal di dalam bangunan
walaupun Indonesia memiliki iklim yang berada di atas garis kenyamanan
suhu tubuh. Arsitek hanya perlu memberikan perhatian yang lebih terhadap
penyelesaian masalah iklim ini.
2.SARAN
Kondisi ideal yang harus dibuat untuk menciptakan bangunan nyaman
secara termal adalah sebagai berikut: Teritis atap/Overhang cukup lebar
Selubung bangunan (atap dan dinding) berwarna muda (memantulkan
cahaya) Terjadi Ventilasi Silang Bidang bidang atap dan dinding
mendapat bayangan cukup baik Penyinaran langsung dari matahari
dihalangi (menggunakan solar shading devices) untuk menghalangi panas
dan silau.
DAFTAR PUSTAKA
http://sihana.staff.ugm.ac.id
http://lib.ui.ac.id/
Departemen Pekerjaan Umum (1993), Standar: Tata Cara Perencanaan Teknis
Konservasi Energi Pada Bangunan Gedung, Bandung: Yayasan LPMB.
Mangunwijaya, Y.B., (1988), Pengantar Fisika Bangunan, Jakarta: Djambatan
Yannas, Simos (ed.), (1983), Passive and Low Energy Architecture, Oxford:
Pergamon Press.