Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan jalan sangat diperlukan untuk menunjang kelancaran
transportasi darat, khususnya sebagi pendukung pertumbuhan dan pengembangan
wilayah, serta pemerataan di dalam daerah tersebut. Jalan adalah prasarana
transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada
pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah atau
air, serta di atas permukaan air. Hal ini terbukti dari kenyataan bahwa jalan
melayani 80% sampai 90% dari seluru angkutan manusia, barang dan jasa.

Jalan mempunyai peranan yang penting dalam bidang sosial, ekonomi,


politik, strategi/militer dan kebudayaan. Sehingga keadaan jalan dan
jaringanjaringan jalan bisa dijadikan tolak ukur tentang tingginya kebudayaan dan
kemajuan ekonomi suatu bangsa. Mengingat kondisi sarana jalan yang ada, saat
ini banyak kerusakan baik yang diakibatkan oleh faktor alam maupun faktor
manusia dalam hal ini kendaraan, sehingga perlu diadakan perbaikan dan
peningkatan guna memenuhi kebutuhan lalu lintas yang lebih tinggi.

Preservasi Jalan dalam Kota Kupang dan bolok-tenau adalah kegiatan


penanganan untuk dapat meningkatkan kemampuan ruas-ruas jalan dalam kondisi
kritis agar ruas jalan tersebut dalam kondisi yang sesuai dengan umur rencana.
Peningkatan pada preservasi jalan Kota kupang dan bolok-tenau ini disebabkan
karena terjadinya kerusakan pada beberapa titik di ruas jalan dan akibatnya
mengganggu aktivitas transportasi bagi masyarakat terutama dalam bidang
perekonomian. Preservasi jalan dalam Kota Kupang ini dipilih sebagai lokasi
pelaksanaan kerja praktek.

Proyek preservasi jalan dalam Kota Kupang dan bolok-tenau dengan


panjang lintasan 28 Km dengan lebar badan jalan 6 meter, bahu jalan 3m yang di
kerjakan menggunakan sumber dana APBN tahun anggaran 2022. Pembangunan
tersebut dikontrak mulai tanggal 11 april 2022 dengan nilai kontrak sebesar Rp.

1
697.000.000,-. Pembangunan dilaksanakan oleh CV. Efenty Indoperkasa dan
dilaksanakan pembangunan selama 265 hari kalender. Berdasarkan uraian latar
belakang diatas maka saya tertarik untuk menyusun Laporan Kerja Praktek dengan
judul, Tinjauan Pelaksanaan Pekerjaan Agregat Kelas A Pada Proyek Preservasi
Jalan Dalam Kota Kupang Dan Bolok-Tenau.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas adalah:

1) Bagaimana proses pelaksanaan penghamparan dan pemadatan agregat kelas A


di lapangan
2) Permasalahan dan pemecahan masalah pada pekerjaan agregat kelas A.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Penulisan
Menambah pengetahuan dan pemahaman penulis mengenai Proyek
Preservasi Jalan Dalam Kota Kupang Dan Bolok-Tenau seperti Langkah-langkah
pekerjaan agregat kelas A.

1.3.2 Tujuan Kerja Praktek


a) Untuk menambah wawasan dan melatih mahasiswa agar dapat
menyesuaikan diri pada dunia kerja yang nyata.
b) Sebagai salah satu syarat dan kewajiban mahasiswa yang akan
menyelesaikan pendidikan Diploma 4 program studi Teknik
Perencanaan dan Pemeliharaan Jalan dan Jembatan.
c) Memperkenalkan mahasiswa pada cara kerja yang sebenarnya

d) Untuk mengetahui situasi dan kondisi dunia kerja yang sebenarnya


serta dapat melakukan kerjaan dan dapat memecahkan masalahmasalah
yang mungkin terjadi sehubungan dengan pekerjaan yang dilaksanakan.

2
e) Agar mahasiswa memiliki pengalaman yang kan menjadi bekal bila
suatu saat mahasiswa sudah bekerja pada perusahan atau instansi yang
mnegerjakan pekerjaan seperti yang perna mahasiswa lewati.
f) Untuk memperoleh kesempatan kerja diperusahan atau instansi setelah
mahasiswa menyelesaikan perkuliahan.
1.3.3 Tujuan Proyek
a) Peningkatan struktur jalan dari jalan tanah sampai jalan beraspal.
b) Meningkatkan struktur jalan dari jalan tanah dengan mengunakan lapisan
Agregat A (ketebalan 30 cm) sampai jalan beraspal dengan menggunakan
aspal ac-wc (ketebalan 4 cm)
c) Memperlancar arus lalu lintas sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi.

3
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Jalan


Berdasarkan UU RI No 38 Tahun 2004 tentang Jalan mendefinisikan jalan
adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,
yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan
tanah atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan
jalan kabel.

Sedangkan berdasarkan UU RI No 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan


Angkutan Jalan yang diundangkan setelah UU No 38 mendefinsikan jalan adalah
seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi Lalu lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas
permukaan tanah, di bawah permukaan tanah atau air, serta di atas permukaan air,
kecuali jalan rel dan jalan kabel.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan


dijelaskan bahwa penyelenggaraan jalan yang konsepsional dan menyeluruh perlu
melihat jalan sebagai suatu kesatuan sistem jaringan jalan yang mengikat dan
menghubungkan pusat-pusat kegiatan. Dalam hubungan ini dikenal sistem
jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Pada setiap sistem
jaringan jalan diadakan pengelompokan jalan menurut fungsi, status, dan kelas
jalan. Pengelompokan jalan berdasarkan status memberikan kewenangan kepada
Pemerintah untuk menyelenggarakan jalan yang mempunyai layanan nasional dan
pemerintah daerah untuk menyelenggarakan jalan di wilayahnya sesuai dengan
prinsip-prinsip otonomi daerah.

Menurut Sukirman (1992), kontruksi jalan raya merupakan bagian jalur


tertentu yang dapat dilewati kendaraan yang memenuhi syarat-syarat tertentu
tersebut antara lain kondisi atau keadaan daerah setempat, keamanan serta
kenyamanan yang dituntut dalam suatu perjalanan.

4
Jalan raya merupakan gabungan dari beberapa elemen yang disusun
sedemikian rupa dan diberi bentuk yang didirikan diatas tanah dasar yang
memenuhi syarat sebagai landasan yang berfungsi sebagai sarana transportasi
darat, yang menghubungkan antara daerah-daerah satu dengan yang lain (Silvi,
1999).

Secara sederhana jalan didefenisikan sebagai jalur dimana masyarakat


mempunyai hak untuk melewati tanpa diperlukan izin khusus. Cara pembentukan
jalan yang umumnya adalah berdasarkan kerelaan pemilik tanah mengijinkan
masyarakat melewatinya, pengaturan berdasarkan hukum yaitu peraturan jalan
1980, persetujuan sebagai bagian dari rencana pengembangan kota berdasarkan
peraturan perencanaan kota dan daerah.

Jalan raya adalah salah satu sarana transportasi untuk menghubungkan


daerah yang satu dengan daerah sangat mendesak untuk dilaksankan adalah
pembangunan dalam bidang prasarana perhubungan, khususnya sektor transportasi
darat (jalan raya) hal ini dianggap penting karena jalan raya merupakan bagian
yang mempunyai peranan sangat penting dalam menunjang pembangunan bangsa
terutama dalam pertumbuhan ekonomi, persatuan dan kesatuan serta membantu
dalam pelayanan pemerataan dan penyebaran pembangunan dalam kota (Silvi,
1999).

2.2 Klasifikasi Jalan


2.2.1 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Fungsi/Peranan
Menurut Silvi (1999), klasifikasi jalan berdasarkan fungsi dibagi atas dua
yaitu:

a. Sistem jaringan jalan primer

Sistem jaringan jalan primer merupakan jalan yang menghubungkan


simpulsimpul jasa distribusi dalam struktur pengembangan wilayah dengan
ketentuan sebagai berikut.

5
1. Di dalam satu kesatuan wilayah pengembangan kota jenjang kesatu, kedua,
ketiga dan jenjang dibawahnya secara terus menerus sampai ke persil.
2. Antar satuan wilayah pengembangan, sistem jaringan primer
menghubungkan kota jenjang kesatu.
Sistem jaringan jalan primer dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
a) Jalan Arteri Primer

Yaitu jalan yang menghubungkan kota jenjang ke satu ,yang


terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang ke satu
dengan jenjang ke dua.
Ciri-ciri serta ketentuan untuk jalan arteri primer yaitu:
1) Didesain paling rendah dengan kecepatan 60 Km/jam

2) Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 meter

3) Kapasitas lebih besar dari pada volume lalu lintas rata-rata

4) Lalu –lintas jarak jauh tidak boleh tergaggu oleh lalu-lintas


bolakbalik, lalu lintas lokal dan kegiatan lokal
5) Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer, dibatasi secara effisien
sehingga kecepatan 60 Km/jam dalam kapasitas besar tetap
terpenuhi
6) Persimpangan pada jalan Arteri Primer harus dapat memenuhi
ketentuan.
b) Jalan Kolektor Primer

Merupakan jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua, atau


menghubungkan kota jenjang ke satu dengan kota jenjang ke tiga atau
menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ke tiga. Ciri-
ciri serta ketentuan untuk jalan kolektor primer yaitu:
1) Didesain untuk kecepatan rencana paling rendah 40 Km/jam

2) Lebar badan jalan tidak kurang dari 7 meter

3) Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lau lintas rata-rata

6
4) Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga dapat
dipenuhi kecepatan paling rendah 40 Km/jam

5) Jalan Kolektor Primer tidak terputus walau memasuki kota.


c) Jalan Lokal Primer

Merupakan Jalan yang menghubungkan kota jenjang ketiga dengan


kota jenjang ketiga ,atau meghubungkan kota jenjang kedua dengan
Persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan Persil.
Ciri-ciri serta ketentuan untuk jalan Lokal primer yaitu:
1) Didesain berdasarkan Kecepatan rencana paling rendah 20 Km/jam

2) Lebar badan jalan tidak kurang dari 6 meter

3) Jalan Lokal Primer tidak terputus walaupun memasuki desa

b. Sistem Jaringan Jalan Sekunder

Sistem jaringan jalan sekunder adalah jalan yang menghubungkan


kawasankawasan fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder
kedua, dan ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan dalam suatu wilayah
perkotaan.
Sistem jaringan jalan sekunder dibagi menjadi 3 bagian yaitu:

1. Jalan Arteri Sekunder


Merupakan jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan
kawasan sekunder kesatu, atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu
dengan sekunder kedua.
Ciri-ciri serta ketentuan untuk jalan atreri sekunder yaitu didesain
berdasarkan kecepatan paling rendah 30 Km/jam
Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata
a) Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 meter

b) Pada jalan arteri, lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas
lambat.
c) Persimpangan jalan dengan pengaturan tertentu harus memenuhi
kecepatan tidak kurang dari 30 Km/jam.
2. Jalan Kolektor Sekunder

7
Merupakan jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua
dengan kawasan sekunder ketiga.
Ciri-ciri serta ketentuan jarak untuk jalan kolektor sekunder yaitu: a
Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 20 KM/jam
b Lebar badan jalan tidak kurang dari 5 meter.

3. Jalan lokal sekunder


Merupakan jalan menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan
perumahan atau lingkungan pemukiman.
Ciri-ciri serta ketentuan untuk jalan Lokal Sekunder yaitu:
a) Didesain berdasarkan kecepataan rencana paling rendah 10 km/jam.

b) Lebar badan jalan tidak kurang dari 5 meter.

c) Dengan kecepatan paling rendah 10 km/jam, bukan diperuntukan untuk


roda tiga atau lebih.

d) Yang tidak diperuntukan untuk kendaraan roda tiga atau lebih harus
mempunyai lebar jalan tidak kurang dari 3,5 meter.

Gambar 2.1 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Fungsi/Peranan (Miro, 1997)

2.2.2 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Status


Pengelompokan jalan dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian hukum
penyelenggaraan jalan sesuai dengan kewenangan Pemerintah dan pemerintah
daerah. Jalan umum menurut statusnya dikelompokan ke dalam jalan nasional,
jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.

8
a Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem
jaringan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan
strategis nasional, serta jalan tol.
b Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau
antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
c Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer
yang tidak termasuk jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan
ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat
kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem
jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis
kabupaten.
d Jalan kota, merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil,
serta menghubungkan antar pusat pemukiman yang berada di dalam kota.
e Jalan desa, adalah jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau antar
pemukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

2.2.3 Klasifikasi Berdasarkan Muatan Sumbu


Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan muatan sumbu yang
ditetapkan berdasarkan fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan
pengaturan penggunaan Jalan dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
dan daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi Kendaraan
Bermotor.Pengelompokan Jalan menurut sumbu kendaraan dikelompokan
kedalam beberapa kelas Jalan terdiri atas:

a Jalan Kelas I

Yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor
dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling
tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 10
(sepuluh) ton. b Jalan Kelas II

9
Yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui
Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima
ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu)
milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan
muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton. c Jalan Kelas III

Yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui
Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus)
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter,
ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu
terberat 8 (delapan) ton. d Jalan Kelas Khusus

Yaitu jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran
lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi
18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu
dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.
2.2.4 Berdasarkan TPGJAK (1997) a
Klasifikasi menurut fungsi

• Jalan arteri

Jalan Arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri cirinya
seperti perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan
masuk dibatasi secara efesien.
• Jalan Kolektor

Jalan Kolektor merupakan jalan yang melayani angkutan pengumpul atau


pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
• Jalan Lokal

Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk
tidak dibatasi.
b Klasifikasi menurut kelas jalan

10
Pada SNI tentang Teknik Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997,
kelas jalan dijelaskan sebagai berikut :
• Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk
menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat
(MST) dalam satuan ton.

• Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan


klasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam tabel 2.1

Tabel 2.1 Klasifikasi menurut kelas jalan


Klasifikasi Fungsi Kelas Muatan Sumbu Terberat MTS (ton)
I > 10

Arteri II 10

III 8

III A
Kolektor 8
III B
(Teknik perencanaan geometrik jalan, 1997)

c Klasifikasi menurut medan jalan

• Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar


kemiringan medan yang diukur tegak lurus kontur.

• Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat


dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Golongan Medan


Golongan Medan Notasi Kemiringan Medan (%)

Datar D <3%

Perbukitan B 3 - 25 %

Pegunungan G > 25 %
(sumber : Teknik Perencanaan Geometrik Jalan 1997)

11
d Klasifikasi menurut pengawasannya

Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP. No 34/2006


pasal 25 adalah jalan Nasional, jalan Provinsi, jalan Kabupaten, jalan Kota,
dan jalan Desa.

2.3 Bagian-bagian jalan


Jalan memiliki bagian-bagian yang sangat penting. Menurut PP No. 34
Tahun 2006 tentang jalan, jalan memiliki bagian-bagian yang terdiri dari

Gambar 2.2 Bagian Jalan (Cregasia.Com, 2015)

a Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA)


Daerah Manfaat Jalan (Damaja) dibatasi oleh :
1. Lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua
sisi jalan,
2. Tinggi 5 meter di atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan,
dan
3. Kedalaman ruang bebas 1,5 meter di bawah muka jalan. b
Daerah Milik Jalan (DAMIJA)
Ruang Daerah Milik Jalan (Damija) dibatasi oleh lebar yang sama dengan
Damaja ditambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5
meter dan kedalaman 1,5 meter.

12
c Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA)
Ruang Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) adalah ruang sepanjang jalan
di luar Damaja yang dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu, diukur dari
sumbu jalan sebagai berikut:

a) Jalan Arteri minimum 20 meter,

b) Jalan Kolektor minimum 15 meter

c) Jalan Lokal minimum 10 meter.

Untuk keselamatan pemakai jalan, Dawasja di daerah tikungan ditentukan


oleh jarak bebas.

2.4 Konstruksi Perkerasan Jalan


Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang
digunakan untuk melayani beban lalu lintas dan beban tersebut diteruskan atau
disebarkan ke masing-masing lapisan dibawahnya sehingga tegangan menjadi
semakin kecil, dan mampu didukung oleh tanah asli. Berdasarkan bahan
pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dibedakan atas :

Gambar 2.3 Susunan Perkerasan JalanGambar (Sukirman Silvia, 1999).

a Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexibel Pavement)


Yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat.
Lapisan lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban

13
lalu lintas ke tanah dasar. Menurut standar Bina Marga konstruksi
perkerasan terdiri dari :

2.1 Lapisan Permukaan (Surface Course)

2.2 Lapisan Pondasi Atas (Base Course)

2.3 Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)

2.4 Lapisan Tanah Dasar (Subgrade) b

Konstuksi Perkerasan Kaku

Yaitu perkerasan menggunakan semen (Portland Cement) sebagai


bahan pengikat. Pelat beton atau tanpa tulangan diletakan di atas tanah
dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian
besar dipikul oleh pelat beton. Perkerasan beton yang kaku dan memiliki
modulus elastisitas yang tinggi akan mendistribusikan beban ke bidang
tanah dasar yang cukup luas sehingga bagian terbesar dari kapasitas
struktur perkerasan diperoleh dari plat beton sendiri.

Hal ini berbeda dengan perkerasan lentur di mana kekuatan


perkerasan diperoleh dari tebal lapis pondasi bawah, lapis pondasi dan
lapis permukaan. Karena yang paling penting adalah mengetahui kapasitas
struktur yang menanggung beban, maka faktor yang paling diperhatikan
dalam perencanaan tebal perkerasan beton semen adalah kekuatan beton
itu sendiri. Adanya beragam kekuatan dari tanah dasar dan atau pondasi
hanya berpengaruh kecil terhadap kapasitas struktural perkerasannya.

Lapis pondasi bawah jika digunakan di bawah plat beton karena


beberapa pertimbangan, yaitu antara lain untuk menghindari terjadinya
pumping, kendali terhadap sistem drainasi, kendali terhadap kembang-
susut yang terjadi pada tanah dasar dan untuk menyediakan lantai kerja
(Working Platform) untuk pekerjaan konstruksi.

c Konstruksi Perkerasan Komposit

14
Yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan
lentur diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan
lentur.

Perbedaan utama antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur dapat


dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.3 Perbedaan Perkerasan Kaku Dan Perkerasan Lentur

No Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku

1 Bahan Pengikat Aspal Semen

Timbunan Rutting (Lendutan Pada Timbul Retak-Retak Pada


2 Repetisi Beban
Jalur Roda) Permukaan

Penurunan Tanah Jalan Bergelombang (Mengikuti Bersifat Sebagai Balok


3
Dasar Dasar) Diatasnya Perletakan

Modulus Kekuatan Berubah, Modulus Kekuatan Tidak


Perubahan Berubah, Timbul Tegangan
4 Timbul Tegangan Dalam Yang dalam Yang Besar
Temperatur
Kecil
(Sumber : Silvia Sukirmam (1999)

2.5 Kriteria Konstruksi Perkerasan Lentur


Guna dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan maka
konstruksi perkerasan jalan haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat
dikelompokan menjadi 2 kelompok yaitu :

1. Syarat-Syarat Berlalu Lintas


Konstruksi perkerasan lentur dipandang dari keamanan dan kenyamanan
berlalu lintas haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut
a. permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut, dan tidak
bergelombang.
b. Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat
beban yang berada diatasnya.
c. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban
dan permukaan jalan sehingga tidak mudah selip.
d. Permukaan tidak mengkilap, tidak silau ketika terkena sinar matahari.

15
2. Syarat-Syarat Kekuatan/Struktural
Konstruksi perkerasan dipandang dari segi kemampuan memikul dan
menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat-syarat :
a. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan
lalu lintas ke tanah dasar.
b. Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan
dibawahnya.
c. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang mengalir
diatasnya dapat cepat dialirkan.
d. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan
deformasi yang berarti.

2.6 Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan


2.6.1 Lapisan Permukaan (Surface Course)
Lapisan permukaan adalah lapisan perkerasan yang terletak paling atas
dengan sifat-sifat sebagai berikut.

1. Sebagai lapisan yang kedap terhadap resapan air, sehingga air hujan yang
jatuh di atasnya tidak meresap ke lapisan dibawahnya dan melemahkan
lapisan tersebut.
2. Sebagai lapisan aus terhadap gaya rem kendaraan, lapisan yang langsung
menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
3. Mampu menyebarkan beban dari lapisan atas ke lapisan di bawahnya,
sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain, yang mempunyai daya dukung yang
lebih jelek.
4. Mempunyai stabilitas yang tinggi sehingga mampu menahan beban vertikal
dan horisontal selama masa pelayanannya.
Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah campuran bahan agregat dan
aspal, dengan persyaratan bahan memenuhi standar. Pemilihan bahan untuk lapis
permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur rencana, serta pertahapan

16
konstruksi, agar dicapai manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang
dikeluarkan. Adapun jenis dari lapisan permukaan (Surfase Course) antara lain
adalah sebagai berikut.

1. Lapisan yang bersifat non struktural, berfungsi sebagai lapisan aus dan
kedap air, yaitu:
a. Lataston (Lapis Tipis Aspal Beton), dikenal dengan nama Hot
Rolled Sheet (HRS) adalah lapisan penutup yang terdiri dari
campuran antara lain bergradasi timpang, mineral pengisi (filler)
dan aspal keras dengan perbandingan tertentu yang dicampur
dan dipadatkan dalam keadaan panas dengan suhu tertentu
dengan tebal padat antara 2,5-3 cm. Gradasi agregat yang
dipakai untuk HRS, mempunyai gradasi senjang, dimana agregat
memerlukan proses penyaringan setelah material diambil dari
lokasi penyaringan sehingga beberapa variasi penyaringan
disisihkan.
Tabel 2.4 Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Lataston
Lataston
Sifat-Sifat Campuran Lapis
Lapis Aus
Pondasi

Kadar aspal efektif (%) Min 5.9 5.9

Jumlah tumbukan perbidang 50

Min 4
Rongga dalam campuran
Max 6
Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min 18 17
Rongga terisi aspal Min 68
Stabilitas marshall (kg) Min 600
Marshall quotient (kg/mm) Min 250
Stabilitas marshall sisa (%) setelah
perendaman selama Min 90
24 jam, 60°C
(Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga, 6.3 Campuran Beraspal Panas,
September 2018)

17
b. Buras (Laburan Aspal) adalah lapisan yang terdiri dari lapisan
aspal taburan dengan ukuran butir maksimum 9,6 cm. Fungsi
Buras tidak berdebu, kedap air, tidak licin dan mencegah
lepasnya butiran agregat karena lalu lintas. Sifat Buras tidak
mempunyai nilai struktural, kedap air, tidak licin, mengikat butir
halus dan kenyal.
c. Burtu (Laburan Aspal Satu Lapis) adalah lapisan penutup yang
terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat
bergradasi seragam (Single Bitumen Surface Treatment, BST)
dengan tebal maksimum 2 cm. Fungsi burtu membuat
permukaan tidak berdebu, mencegah masuknya air dari
permukaaan perkerasan, memperbaiki tekstur permukaan
perkerasan. Sifatnya kedap air, kenyal, tidak mempunyai nilai
struktur dan licin.
d. Burda (Laburan Aspal Dua Lapis), adalah lapisan penutup yang
terdiri dari lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua
kali beruntun dengan tebal maksimum 3,5 cm. Fungsi dan sifat
burda sama dengan burtu.
e. Latasir (Lapisan Tipis Aspal Pasir) adalah lapisan penutup yang
terdiri dari campuran pasir bergradasi menerus dan aspal keras
yang dicampurkan, dihamparkan, dan dipadatkan dalam keadaan
panas pada suhu tertentu (tebal maksimum 1-2 cm). Fungsi
Latasir adalah sebagai lapis penutup, sebagai lapis aus,
menyediakan permukaan jalan yang rata dan tidak licin. Sifatnya
yakni kedap air dan kenyal, tidak mempunyai nilai struktural,
peka terhadap penyimpangan perencanaan dan pelaksanaan,
tahan keausan akibat geseran ban lalu lintas dan tahan terhadap
pengaruh cuaca.
f. Labastum (Lapisan Tipis Asbuton Murni), adalah lapisan
penutup yang terdiri dari campuran Asbuton dan bahan pelunak
dengan perbandingan tertentu yang dicampurkan secara dingin
(tebal maksimum 1 cm). Fungsi Latasbum adalah sebagai lapis

18
penutup untuk mencegah masuknya air dari permukaan kedalam
struktur perkerasan. Sifatnya kedap air dan kenyal, tidak
mempunyai nilai struktural dan cukup awet.
2. Lapisan yang bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang paling
menahan dan menyebarkan baben roda, yaitu :
a. Lapis Penetrasi Macadam (Lapen) adalah lapis perkerasan yang
terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi
terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara
disemprotkan di atasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Di atas
lapen ini biasanya diberi laburan aspal dengan agregat penutup.
Tebal lapisan satu lapis dapat bervariasi dari 4-10 cm. Fungsi
Lapen adalah sebagai lapis permukaan, atau sebagai lapis
pondasi. Sifatnya kurang kedap air, kekuatan utama didapat dari
mekanisme saling mengunci (Interlocking) antara bahan pokok
dan pengunci.
b. Lasbutag adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri
dari campuran antara agregat, asbuton, dan bahan pelunak yang
diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal padat tiap
lapisannya antara 3-5 cm. Fungsinya sebagai lapis permukaan
atau lapis aus, melindungi lapis dibawahnya dari air dan cuaca,
menyediakan permukaan yang rata. Sifat lasbutag yakni kedap
air, peremajaan, memerlukan waktu setting, sehingga kestabilan
terpengaruh cuaca dan lalu lintas.
c. Laston (Lapis Aspal Beton) adalah suatu lapisan pada konstruksi
jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang
mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihampar, dan
dipadatkan pada suhu tertentu. Sifatnya kedap air, mempunyai
nilai struktural, awet, mempunyai kadar aspal 4-7 % terhadap
berat campuran, dapat digunakan di lalu lintas ringan, sedang
sampai berat.

19
2.6.2 Lapisan Pondasi Atas (Base Course)
Lapisan pondasi atas adalah lapisan perkerasan yang terletak diantara lapis
permukaan dengan lapis pondasi bawah. Fungsi dari lapisan pondasi atas (Base
Course) adalah sebagai berikut.

a. Sebagai lapisan yang mampu menahan beban vertikal dan gaya getaran yang
diakibatkan oleh kendaraan diatasnya,
b. Sebagai landasan dari lapisan permukaan,
c. Menahan resapan ke lapisan pondasi bawah (Subbase Course)
d. Adapun sifat utamanya adalah menahan beban vertikal yang lebih kecil dari
lapisan permukaan (Surface Course).
Material yang akan digunakan untuk lapis pondasi atas adalah material yang
cukup kuat. Untuk lapis pondasi atas tanpa bahan pengikat umumnya
menggunakan material dengan CBR > 50% dan Plastisitas Indeks (PI) < 4%
Bahan-bahan alam seperti batu pecah, kerikil pecah, stabilitas tanah dengan semen
dan kapur dapat digunakan sebagai lapis pondasi atas. Adapun jenis dari lapisan
pondasi atas (Base Course) antara lain adalah sebagai berikut :

a. Agregat bergradasi baik, terdiri dari :

1. Batu pecah kelas A, mempunyai gradasi yang lebih kasar dari


batu pecah kelas B. Memiliki butiran tajam, kuat dan keras,
bersifat kekal, tidak pecah atau hancur karena pengaruh cuaca dan
rancangan yang tertahan saringan no. 4 (4,75 mm) dan haruslah
bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak
dikehendaki.

20
Tabel 2.5 Presentase Agregat A
Presentase Agregat A

Komposisi Lolos Saringan Persen (%)


Ayakan No.1/2 5%
Ayakan No.3/4 10%
Batu Pecah Ayakan No.11/2 45%
Pasir 40%

100%
(sumber : Teknik Perencanaan Geometrik Jalan 1997)

2. Batu pecah kelas B, mempunyai gradasi yang lebih besar kasar


dari batu pecah kelas S. Memiliki butiran lebih kecil dan halus
dibandingkan dengan agregat kasar, tidak mudah pecah atau
hancur karena pengaruh cuaca dan tidak boleh mengandung
lumpur. Terdiri dari bahan yang lolos saringan no.4 (4,75 mm)
dan tertahan saringan no.200 (0,075) sesuai dengan SNI 036819-
2002. Fungsi utama agregat ini adalah menyediakan stabilitas dan
mengurangi deformasi permanen dari perkerasan melalui keadaan
saling mengunci (interlocking) dan gesekan antar butiran.

Tabel 2.6 Presentase Agregat B


Presentase B
Agregat
Komposisi Persen
Lolos Saringan
(%)

Batu Ayakan 35%


Pecah No.2
Sirtu Kali Ayakan 65%
No.2

100%
(sumber : Teknik Perencanaan Geometrik Jalan 1997)

3. Batu pecah kelas S, mempunyai gradasi yang lebih halus dari batu
pecah kelas B dan A. Bahan pengisi dapat digunakan debu, batu
kapur, debu kapur padam semen atau mineral yang berasal dari

21
asbuton yang sumbernya disetujui oleh direksi pekerjaan. Terdiri
dari bahan yang lolos saringan no.200 (0,075 mm) tidak kurang
dari 75 % sesuai SNI 03-4142 1996. Fungsinya untuk mengikat
agregat agar membentuk suatu kesatuan yang kokoh dan sulit
kemudian diikat oleh aspal sesuai proporsi.

Tabel 2.7 Gradasi Lapis Pondasi Agregat


Ukuran Ayakan Presentase Berat Yang
Lolos

Agregat Agregat Agregat


ASTM (mm)
Kelas A Kelas B Kelas S

2" 50 - 100 -

1 «" 37.5 100 88-95 100

1" 25.0 79-85 70-85 77-89

¾" 19.0 - - -

½" 12.5 - - -

3/8" 9.50 44-58 30-65 41-66

No.4 4.75 29-44 25-55 26-54

No.8 2.36 - - -

No.10 2.0 17-30 15-40 15-42

No.16 1.18 - - -

No.40 0.425 7-17 8-20 7-26

No.200 0.075 2-8 2-8 4-16


(Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga, 2018) Tabel 2.8 Sifat-sifat Lapis Pondasi
Agregat

Agregat Agregat Agregat


Sifat-sifat
kelas A kelas B kelas S

Abrasi dari agregat kasar (SNI 0-40% 0-40% 0-40%


2417:2008)

Butiran pecah, tertahan ayakan


95/90 55/50 55/50
No.4 (SNI 7619:2012

Batas cair (SNI 1976:2008) 0-25 0-35 0-35

Index plastisitas (SNI 1966:2008) 0-6 4-10 4-15

22
Hasil kali index plastisitas dengan
Maks. 25 - -
% lolos ayakan No.200

Gumpalan lempung dan


butiranbutiran mudah pecah 0-5% 0-5% 0-5%
(SNI 4141:2015)

Min. Min. Min.


CBR rendaman (SNI 1744:2012)
90% 60% 50%

Perbandingan persen lolos ayakan Maks. Maks.


-
No. 200 dan No. 40 2/3 2/3

Koefisien kesergaman : Cv - - -
(Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga,2018)

Catatan:

1. 95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai


muka bidang pecah satu atau lebih dan 90% agregat kasar
muka bidang pecah dua atau lebih. Mempunyai.
2. 55/50 menunjukkan bahwa 55% agregat kasar mempunyai
muka bidang pecah satu atau lebih dan 50% agregat kasar
mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.
2.6.3 Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)
Lapisan pondasi bawah adalah lapisan pondasi yang terletak di antara lapis
pondasi atas (base course) dengan lapisan tanah dasar (sub grade course). Fungsi
dari lapisan pondasi bawah adalah sebagai berikut.
a. Sebagai lapisan yang menahan beban vertikal (diisyaratkan CBR 20% dan
Pl ≤ 10%).
b. Lapisan ini menerima getaran yang lebih kecil yang berasal dari beban
kendaraan yang disalurkan oleh lapisan di atasnya sehingga dapat
mengurangi tebal lapisan pondasi atas (Base Course). Secara ekonomis hal
ini menguntungkan mengingat harga material penyususn lapisan pondasi
atas relatif lebih mahal.
c. Sebagai lapisan landasan bagi lapisan pondasi atas merupakan lantai kerja
atau lapisan pertama bagi susunan lapisan perkerasan jalan.
d. Lapis peresapan agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.

23
Adapun contoh dari lapisan pondasi bawah (Sub Base Course) antara lain
sebagai berikut.

a. Lapisan pondasi bawah yang menggunakan material stabilitas sebagai berikut.


1. Stabilitas Agregat Dengan Semen (Cement Treated Sub Base).

2. Stabilitas Agregat Dengan Kapur (Lime Treated Sub Base).

3. Stabilitas Tanah Dengan Semen (Soil Cement Stabilization).

4. Stabilitas Tanah Dengan Kapur (Soil Lime Stabilization).

b. Lapisan pondasi bawah yang menggunakan material agregat sebagai berikut.


1. Sirtu/Pitrun Kelas A

2. Sirtu/Pitrun Kelas B

3. Sirtu/Pitrun Kelas S

2.6.4 Lapisan Tanah Dasar (Sub Grade Course)


Lapisan tanah dasar adalah lapisan yang terletak di lapis pondasi bawah (sub
grade course) dapat berupa tanah galian, tanah timbunan atau tanah asli.
Contohnya adalah tanah dipadatkan, yang mana tanah pemadat tersebut memiliki
sifat sebagai berikut:

a. Mempunyai tebal lapisan yang tidak terbatas (umumnya antara 50100 cm).
b. Hanya mampu menahan beban langsung kendaraan yang relatif kecil
karena beban sebelumnya diterima oleh beban diatasnya.
c. Direncanakan dengan CBR yang cukup aman.
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari
sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang sering terjadi
pada tanah dasar sehingga perlu perhatian khusus antara lain:

a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu akibat
beban.
b. Sifat kembang susut tanah akibat pengaruh kadar air.
c. Tambahan pemadatan akibat beban lalu-lintas dan penurunan yang
diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar yang tidak dipadatkan secara
baik pada saat pelaksanaan di lapangan.

24
Tidak semua jenis tanah dapat digunakan sebagai tanah dasar pendukung
beban jalan secara baik, karena harus dipertimbangkan beberapa sifat yang penting
untuk kepentingan struktur jalan antara lain:

a. Daya dukung dan kestabilan tanah yang cukup

b. Komposisi dan gradasi butiran tanah

c. Sifat kembang susut (Swelling) tanah

d. Kemudahan untuk dipadatkan

e. Kemudahan dalam leloloskan air (drainase)

f. Plastisitas dari tanah

2.6.5 Lapis Resap Pengikat (Prime Coat)


Lapis Resap Pengikat (Prime coat) merupakan bagian dari struktur
perkerasan lentur yang tidak mempunyai nilai struktur akan tetapi mempunyai
fungsi yang sangat besar terhadap kekuatan dan keawetan struktur terutama
menahan gaya lateral atau gaya rem. Lapis resap pengikat dilaburkan di antara
lapisan material tidak beraspal dengan lapisan beraspal dengan fungsi untuk
menyelimuti permukaan lapisan tidak beraspal.
Lapis Resap Pengikat (Prime Coat) merupakan lapisan pengikat yang
diletakkan di atas lapisan pondasi agregat. Komposisi Campuran Lapis Resap
Pengikat (Prime Coat) antara lain bahan Lapis Resap Pengikat (Prime Coat) yaitu
aspal keras pen 60 yang dicairkan dengan minyak tanah. Perbandingan yang
dipakai terdiri dari 80 bagian minyak tanah per 100. Kuantitas yang digunakan
berkisar antara 0,4 sampai dengan 1,3 liter/m² untuk lapis pondasi agregat A dan
0,2 sampai 1 liter/m² untuk pondasi tanah semen.

Kuantitas pasti pemakaian lapis resap pengikat tergantung pada bahan


aspal, bahan lapis pondasi dan kondisi lingkungan (cuaca, angin, kelembapan).
Setelah pengeringan selama waktu 4 hingga 6 jam, bahan pengikat harus telah
meresap kedalam lapis pondasi, meninggalkan sebagian bahan pengikat pada
permukaan sehingga permukaan terlihat berwarna hitam secara merata dan tidak
porous.

25
Tujuan dari Prime Coat ini yaitu :

a. Mengisi lubang-lubang kecil pada bagian pondasi atas.

b. Menutup atau melapiskan partikel yang terlepas sehingga permukaan menjadi


lebih keras.

c. Membantu membersihkan ikatan yang baik antara lapisan pondasi atas dengan
lapisan HRS-BASE yang akan dihamparkan.

Sebelum pekerjaan Prime Coat dimulai, terlebih dahulu debu-debu dan


material yang lepas diatas pondasi atas dengan menggunakan mesin air
compressor. Pembersihan dinyatakan cukup apabila permukaan base course telah
bersih sehingga permukaan agregat telah jelas terlihat. Setelah lapisan permukaan
pondasi atas bersih, barulah diberi lapisan Prime Coat.

2.6.6 Lapis Perekat (Tack Coat)


Lapis Perekat (Tack Coat), Merupakan Lapis Perekat yang dilaburkan di
antara lapis beraspal lama dengan lapis beraspal baru (yang akan dihamparkan
diatasnya), yang berfungsi sebagai perekat diantaranya. Aspal cair yang digunakan
untuk lapis pengikat (Tack Coat) adalah dari jenis RC-70, RC-250, aspal emulsi
jenis CRS dan RS yang memenuhi persyaratan. Kegagalan Kontruksi akibat lapis
perekat dapat terlihat langsung pada lapis permukaan berupa :
a. Retak selip yang diakibatkan :

1. Permukaan lama kotor

2. Pelaburan tidak merata

3. Kualitas pelaburan yang kurang

4. Kombinasi diantaranya

b. Kegemukan (Bleeding) yang diakibatkan oleh kualitas pelaburan yang terlalu


banyak.

Komposisi Campuran Lapis Perekat (Tack Coat) yaitu Bahan lapis perekat
(Tack Coat) adalah Aspal emulsi yang cepat mantap atau aspal keras pen 60
yang dicairkan dengan 25 sampai 30 bagian premium per 100 bagian aspal (RC

26
-250), Kuantitas yang digunakan sangat tergantung pada jenis aspal yang
dipakai, kondisi permukaan lapisan lama, dan kondisi lingkungan. Pemakaian
lapis perekat umumnya berkisar 0,20 liter/m².
Pada perkerasan dengan tekstur kasar seperti hasil garukan (Milling), maka
kuantitas Tack Coat relatif lebih banyak dibanding pada permukaan dengan
tekstur halus. Jika digunakan aspal emulsi maka lapis perekat akan berwarna
coklat karena mengandung aspal dengan air. Pada tahap berikutnya warnanya
akan berubah dari coklat ke hitam sejalan dengan menguapnya kandungan air.
Waktu yang diperlukan untuk menguapkan seluruh kandungan air tersebut
antara 1 sampai 2 jam, tergantung dari jenis aspal emulsi yang digunakan,
kuantitasnya, temperatur permukaan beraspal dan kondisi lingkungan.

2.7 Bahan Lapisan Perkerasan Jalan

Bahan utama yang mendukung stabilitas perkerasan jalan secara mekanis


adalah Perkerasan Berbutir. Agregat adalah bagian dari perkerasan yang
mendukung stabilitas perkerasan secara mekanis.

a. Agregat kasar atau batu pecah


Agregat Kasar adalah kerikil sebagai hasil desintegrasi alami dari bantuan atau
berupabatu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan mempunyai
ukuran butir ntara 5-40 mm.

b. Agregat halus atau pasir

Agregat Halus adalah pasir alam sebagai hasil desintegrasi alami bantuan atau
pasir yang dihasilkan oleh inustri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir
terbesar 5,0 mm.
c. Abu batu atau filter

Abu batu adalah agregat halus yang lolos ayakan diameter 4,75 mm dan
tertahan ayakan 0,075 mm, sehingga abu batu adalah limbah yang berguna
menjadi campuran bahan material bangunan konstruksi karena abu batu dapat

27
berfungsi sebagai agregat halus pengganti pasir pada campuran beton maupun
aspal.

d. Aspal (Surface Course)

Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada
temperature ruang berbentuk padat sampai agak padat jika dipanaskan sampai
suatu temperature tertentu aspal akan menjadi lunak atau cair sehingga dapat
membungkus partikel agregat waktu pembuatan aspal beton atau dapat masuk
ke dalam pori-pori yang ada pada penyemprotan atau penyiraman pada
kekerasan macadam ataupun peleburan. Jika temperature mulai turun, aspal
akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya (sifat termoplastis).

1. Jenis aspal

Berdasarkan cara memperolehnya, aspal dapat dibedakan atas :

a) Aspal alam, dapat dibedakan atas :

1) Aspal gunung (Rock Asphalt), contoh aspal dari pulau beton.

2) Aspal danau (Lake Asphalt), contoh aspal dari Bermudez, Trinidad.


b) Aspal buatan

1) Aspal minyak merupakan hasil penyulingan minyak bumi.


2) Tar, merupakan hasil penyulingan batu bara, tidak umum digunakan
untuk perkerasan jalan karena lebih cepat mengeras, peka terhadap
perubahan temperature.

2. Sifat aspal

Aspal yang digunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai:

a) Bahan pengikat, memberi ikatan yang kuat antara aspal dan agregat,
maupun aspal itu sendiri.

b) Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan poripori


yang ada dari agregat itu sendiri.

28
2.8 Pengertian Agregat

Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir, atau


mineral lainnya baik berupa hasil alam maupun buatan (SNI No.: 1737-1989-F).
Agregat adalah material granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah yang dipakai
bersamasama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton semen
hidraulik atau adukan. Menurut Silvia Sukirman, (2003), agregat merupakan butir-
butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam
maupun buatan yang berbentuk mineral padat beruppa ukuran besar maupun kecil
atau fragmen - fragmen.

Agregat adalah material granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah dan
kerak tungku besi, yang dipakai secara bersama-sama dengan suatu media
pengikat untuk membentuk suatu beton semen hidraulik atau adukan (SK SNI
T15-199103). Fungsinya adalah sebagai material pengisi dan biasanya menempati
sekitar 75 % dari isi total beton, karena itu pengaruhnya besar terhadap sifat dan
daya tahan beton. Misalnya ketahanan beton terhadap pengaruh pembekuan-
pencairan, keadaan basah-kering, pemanasan pendinginan dan abarasi-kerusakan
akibat reaksi kimia (Portland Cemen Association, Principles of Quality Concrete,
1975). Mengingat bahwa agregat menempati jumlah yang cukup besar dari
volume beton dan sangat mempengaruhi sifat beton, maka perlu kiranya material
ini diberi perhatian yang lebih detail. Bahan ini relatif murah harganya, sehingga
disarankan untuk memakai bahan ini sebanyak mungkin agar lebih ekonomis.

Disamping itu dapat mengurangi penyusutan akibat pengerasan beton dan


juga mempengaruhi koefisien pemuaian akibat panas. Pemilihan jenis agregat
yang akan digunakan tergantung pada mutu agregat, ketersediannya di lokasi,
harganya serta jenis konstruksi yang akan menggunakannya.

2.8.1 Jenis Agregat

Agregat dapat digolongkan berdasarkan beberapa kriteria. Berdasarkan


ukurannya, dikenal agregat kasar dan halus. Dari sisi berat jenisnya, dikenal
agregat ringan (300 - 1800 kg/m3), normal (2400-3000 kg/m3) dan agregat berat

29
(> 4000 kg/m3). Berdasarkan proses produksinya, dikenal agregat alam (Natural
Aggregates) dan agregat buatan (Artificially Aggregates). Selain itu digolongkan
juga berdasarkan kandungan mineralnya, seperti groupsilica minerals, carbonate
minerals, ironsulphide minerals, clay minerals, micaceous minerals, sulfat
minerals, ferromagnesian minerals dan ironoxides (ASTM C 294, (1975). Dalam
tulisan ini digunakan penggolongan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat halus
(fine aggregates) dan agregat kasar (coarse aggregates).

a. Agregat Halus
Agregat halus adalah agregat dengan ukuran butir maksimum 5,0 mm
yang dapat berupa pasir alam yaitu sebagai hasil desintegrasi batuan secara
alami, pasir olahan dari industri pemecah batu atau gabungan dari
keduanya. Fungsi agregat halus pada dalam beton adalah sebagai material
pengisi. Pengetahuan tentang propertis agregat halus sangat penting untuk
bisa mendapatkan beton sesuai mutu yang diinginkan dengan harga yang
lebih ekonomis. Beberapa properties agregat halus adalah :
1. Jumlah yang tertahan pada ayakan berikutnya dari rangkaian ayakan
tidak melebihi 45 % dari yang lolos ayakan sebelumnya
2. Modulus kehalusannya 2,3 sampai 3,1.
3. Untuk agregat dengan pengangkutan dari sumbernya, finenes
modulusnya tidak boleh berubah lebih besar dari 0,2 dari fineness
modulus pada sumbernya. Perubahan fineness modulus boleh terjadi
setelah tiba di tujuan.
4. Sebisa mungkin tidak mengandung substansi pengotor seperti lumpur,
lempung, partikel partikel bebas dan zat-zat organik yang berbahaya.
Kecuali bila disertai lampiran pengujian bahwa agregat tersebut dapat
digunakan.
5. Hasil test kekerasan sebanyak lima kali, memberikan kehilangan
ratarata yang tidak lebih besar dari 10%, dibandingkan dengan
menggunakan sodium sulfate atau magnesium sulfat (ASTM C-33,
(1995).
b. Agregat Kasar

30
Agregat kasar yaitu agregat yang mempunyai ukuran butir 5-40 mm.
Material ini dapat dihasilkan dari proses desintegrasi alami batuan yaitu
berupa batu pecah (Natural Aggregates) atau dari industri pemecah batu
(Artificially Aggregates). Secara umum, agregat kasar dapat terdiri dari
kerikil alam, kerikil alam yang dipecah, batu yang dipecah, terak tanur
yang telah mendingin, atau beton semen hidrolik yang dipecah atau
kombinasi dari material material tersebut. Sebelum digunakan sebaiknya
properties agregat kasar disesuaikan dengan persyaratan yang diatur dalam
ASTM C33. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
agregat adalah: Ukuran Agregat Ukuran bagian konstruksi tidak boleh
kurang dari 4 kali ukuran agregat maksimum dan tidak lebih besar dari 1/5
jarak terkecil antara bidang bidang samping acuan. Selain itu ukuran
agregat maksimum tidak boleh lebih besar dari kali jarak bersih minimum
diantaratulangan dan tidak lebih besar dari 1/3 kali tebal pelat dan lapisan
penutup beton harus lebih tebal dari ukuran maksimum agregat.
c. Bahan Pengotor

Agregat tidak boleh mengandung bahan-bahan pengotor yang pada


akhirnya akan menyulitkan pembuatan dan pengecoran beton,
menghasilkan beton yang tidak awet dan permukaannya jelek serta
mengurangi kuat tekan. Bahan-bahan yang mungkin :
1. Lempung dan Lanau
Efeknya adalah menutupi permukaan agregat sehingga ikatan antara
pasta semen dan agregat berkurang. Sifa tnyaabsorbsinya yang tinggi
akan menambah kebutuhan air yang pada akhirnya mengurangi
kekuatan dan keawetan beton serta sensitif terhadap penyusutan dan
pemuaian.
2. Arang Batu, fragmen-fragmen kayu dan gips Arang batu dan fragmen
kayu akan mengurangi kekuatan tekan beton dan permukaan beton
menjadi kotor dan jelek. Sedang gips keberadannya dapat berupa
butiran-butiran kasar dan halus. Butiran gips yang kasar tidak begitu
membahayakan beton, tetapi butiran yang halus akan membahayakan
beton karena bereaksi sempurna dengan semen dan akhirnya akan

31
mengembang. Standar semen portland membatasi pemakaian gips
maksimal 5%.
3. Bahan organik dan Garam Organik Bahan organik dapat berupa
bahanbahan yang telah membusuk seperti humus atau tanah yang
mengandung organik. Efeknya akan negatif terhadap perkembangan
kekuatan tekan awal, tetapi setelah jangka waktu yang lama kekuatan
beton akan bertambah lagi (pulih kembali). Sedang garam organik
dapat berupa garam sulfat. Efeknya tidak berpengaruh pada
perkembangan kekuatan tekan awal tetapi pada umur tua beton.
4. Kekerasan memiliki kekerasan yang cukup agar tahan terhadap
pengausan, pemecahan degradasi (penurunan mutu) dan disintegrasi
(penguraian) saat mengalami gerakan-gerakan yang keras dalam mixer
serta menerima gesekan pada saat pengecoran dan pemadatan.
Kekerasan agregat diuji dengan menggunakan Los Angeles
MachineTest.
5. Kemulusan Agregat yang mulus secara fisik tidak akan mengalami
perubahan volume yang besar. akibat pemanasan dan pendinginan atau
pembasahan dan pengeringan. Partikel batuan yang secara fisik
bersifat lunak akan memiliki daya absorbsi yang besar, mudah pecah
serta mudah menyusut/mengembang akibat pengaruh air, sehingga
bila terjadi perubahan cuaca permukaannya akan bergelembung yang
bila pecah akan meninggalkan lubang pada permukaan beton.
Kemulusan agregat dipengaruhi oleh porositasnya, yaitu kontinuitas
pori-pori dan jumlahnya. Adanya ruang pori akan mengurangi bagian
yang padat agregat. Akibatnya mudah kemasukan air dan larutan-
larutan agresif, sehingga kuat tekan beton berkurang, mudah aus,
modulus elastisitas berkurang dan terjadi penyusutan yang besar.
6. Bentuk Butiran suatu rangkaian percobaan telah membuktikan bahwa
beton dengan agregat kasar berbentuk bulat akan mempunyai rongga
udara yang lebih sedikit dibandingkan beton dari agregat kasar yang
bersudut. Dengan demikian dibutuhkan jauh lebih banyak mortar
untuk beton dengan agregat yang bersudut daripada yang beragregat

32
bulat. Dikenal beberapa jenis bentuk butiran, seperti bulat, tidak
beraturan, bersudut, pipih, memanjang serta pipih dan memanjang.
2.8.2 Sifat Agregat

Sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu kemampuan perkerasan


jalan memikul beban lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca. Yang menentukan
kualitas agregat sebagai material perkerasan jalan adalah:

a. Gradasi

b. Kebersihan

c. Kekerasan

d. Ketahanan agregat

e. Bentuk butir

f. Tekstur permukaan

g. Porositas

h. Kemampuan untuk menyerap air

i. Berat jenis

j. Daya kelekatan terhadap aspal.

2.8.3 Syarat-syarat Mutu Agregat

a. Ukuran

Semua lapisan perkerasan lentur membutuhkan agregat yang terdistribusi


dari besar sampai kecil. Semakin besar ukuran maksimum partikel agregat
yang digunakan semakin banyak variasi ukuran dari besar sampai kecil yang
dibutuhkan. Batasan ukuran maksimum yang digunakan dibatasi oleh tebal
lapisan yang diharapkan.

Penggunaan partikel agregat dengan ukuran besar menguntungkan karena


usaha untuk pemecahan partikel lebih sedikit, sehingga biaya lebih murah,

33
dan luas permukaan yang harus diselimuti aspal lebih sedikit, sehingga
kebutuhan aspal berkurang. Disamping keuntungan pemakaian agregat
dengan ukuran besar tersebut terdapat sifat yang kurang baik yaitu
kemudahan pelaksanaan pekerjaan menjadi berkurang, segresi bertambah dan
kemungkinan terjadinya gelombang melintang semakin besar.

Terdapat 2 cara untuk menyatakan ukuran partikel agregat, yaitu dengan


cara :

1. Ukuran nominal maksimum, merupakan ukuran tapis terbesar dimana


agregat tertahan tapis tidak lebih dari 10 %.
2. Ukuran maksimum, merupakan ukuaran tapis terkecil dimana agregat
tersebut lolos 100%.
b. Gradasi

Menurut Silvia (1992), gradasi atau distribusi partikel-partikel berdasarkan


ukuran agregat merupakan hal yang penting dalam menentukan stabilitas
perkerasan. Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang
akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam proses perencanaan.
Gradasi agregat diperoleh dari hasil analisa saringan. Gradasi dapat dibedakan
atas :

c. Gradasi Seragam (Uniform Graded)

Gradasi seragam merupakan agregat dengan ukuran yang hampir sama


atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat
mengisi rongga antara agregat. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka.
Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapisan perkerasan
dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang dan berat volume kecil.

d. Gradasi Rapat (DenseGraded)

Gradasi rapat merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi
seimbang, sehingga dinamakan bergradasi baik (wellgraded). Agregat dengan
gradasi rapat akan menghasilkan lapisan perkerasann dengan permeabilitas
tingi, kurang kedap air dan berat volume besar.

e. Gradasi Buruk (PoorlyGraded)

34
Gradasi buruk merupakan campuran agregat yang tidak memenuhi kedua
kategori di atas. Agregat bergradasi buruk yang umumnya digunakan untuk
lapisan perkerasan lentur yaitu gradasi celah (gap graded), merupakan
campuran agregat dengan satu fraksi hilang (disebut juga gradasi senjang).
Agregat dengan gradasi senjang akan menghasilkan lapisan perkerasan yang
mutunya terletak antara kedua jenis gradasi di atas.

2.9. Lapisan Permukaan Hotmix

2.9.1. Pengertian Hotmix (HRS-WC)

Hot Rolled Sheet (HRS) atau biasa yang dikenal dengan LATASTON (Lapis
Tipis Aspal Beton) adalah lapis permukaan yang terdiri atas lapis aus (lataston
lapis aus/HRS-WC) dan lapis permukaan antara (lataston lapis permukaan
antara/HRSBinder) yang terbuat dari agregat yang bergradasi senjang dengan
dominasi pasir dan aspal keras yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam
keadaan panas pada temperature tertentu. Tebal minimum untuk lapisan HRS-WC
adalah 30 mm atau 3 cm. jenis lataston pada umumnya adalah untuk kondisi jalan
dengan lalu lintas tingkat sedang.

HRS-WC merupakan campuran aspal panas bergradasi senjang


menggunakan suatu campuran agregat kasar dan halus. Agregat kasar dan agregat
halus menggunakan agregat daur ulang yang berasal dari sampel pengujian kuat
tekon beton.
HRS-WC adalah jenis perkerasan HRS yang digunakan sebagai lapis aus
permukaan aspal. HRS-WC berfungsi sebagai lapisan kedap air, tahan terhadap
terbentuknya alur, mempunyai kehalusan permukaan, mampu menyalurkan beban,
dan mempunyai tahanan gelincir.
Tabel 2.9 Sifat-Sifat Campuran HRS-WC

Lataston (HRS)
Lapis AUS (WC)
Sifat Campuran
Semi
Senjang
Senjang
Kadar Aspal Efektif (%) Min 5.9 5.9
Penyerapan Aspal (%) Max 1.7

35
Jumlah Tumbukan Perbidang - 75
Min 4
Rongga Dalam Campuran (%)
Max 6
Rongga Dalam Agregat (%) Min 18
Rongga Terisi Aspal (%) Min 68
Stabilitas Marshal (Kg) Min 800
Pelelehan Min 3
Marshall Quotien (Kg/mm) Min 250
Stabilitas Marshall Sisa Setelah Perendaman
Min 90
Setelah 24 Jam, 60°
Rongga Dalam Campuran (%) Pada Min
3
Kepadatan Membal (Refusal)
(Sumber : ID Karakteristik Kekuatan Campuran HRS-WC)

2.9.2 Bahan Aspal Untuk Campuran Beraspal

Bahan aspal berikut yang sesuai dengan Tabel dapat digunakan. Bahan
pengikat ini dicampur dengan agregat sehingga menghasilkan campuran beraspal
sebagaimana mestinya sesuai dengan yang disyaratkan dalam Tabel 2.9.3, 2.9.4,
dan 2.9.5 mana yang relevan, sebagaimana yang disebutkan dalam Gambar atau
diperintahkan oleh Pengawas Pekerjaan. Pengambilan contoh bahan aspal harus
dilaksanakan sesuai dengan SNI 06-6399-2000 dan pengujian semua sifat-sifat
(properties) yang disyaratkan dalam Tabel 2.9.2 harus dilakukan. Bilamana jenis
aspal modifikasi tidak disebutkan dalam Gambar maka Penyedia Jasa dapat
memilih Aspal Tipe II jenis PG 70 dalam Tabel 2.9.2 di bawah ini.

Contoh bahan aspal harus diekstraksi dari benda uji sesuai dengan cara SNI
03-3640-1994 (metoda soklet) atau SNI 03-6894-2002 (metoda sentrifus) atau
AASHTO T164-14 (metoda tungku pengapian). Jika metoda sentrifitus
digunakan, setelah konsentrasi larutan aspal yang terekstraksi mencapai 200 mm,
partikel mineral yang terkandung harus dipindahkan ke dalam suatu alat
sentrifugal.Pemindahan ini dianggap memenuhi bilamana kadar abu dalam bahan
aspal yang diperoleh kembali tidak melebihi 1% (dengan pengapian). Jika bahan
aspal diperlukan untuk pengujian lebih lanjut maka bahan aspal itu harus diperoleh
kembali dari larutan sesuai dengan prosedur SNI 03-6894 2002.

Aspal Tipe I harus diuji pada setiap kedatangan dan sebelum dituangkan ke
tangki penyimpan AMP untuk penetrasi pada 25 °C (SNI 2456:2011). Tipe II

36
harus diuji untuk stabilitas penyimpanan sesuai dengan ASTM D5976-00 Part 6.1.
Semua Tipe aspal yang baru datang harus ditempatkan dalam tangki sementara
sampai hasil pengujian tersebut diketahui. Tidak ada aspal yang boleh digunakan
sampai aspal tersebut telah diuji dan disetujui.

Tabel 2.10 Ketentuan Untuk Aspal Keras


Tipe I Tipe II Aspal
Aspal
Modifikasi
Pen.60-
Elastomer Sintetis
70
No Jenis Pengujian Metode Pengujian PG70 PG76
1 Penetrasi pada 25°C (0.1 mm) SNI 2456 : 2011 60-70 Dilaporkan
Temperatur yang menghasilkan geser
dinamis (G*/sin) pada osilasi 10
2 red/detik ≥ 1.0 kPa, (°C) SNI 06-6442-2000 - 70 76
3 Viskositas Kinematis 135°C (cSt) ASTM D2170-10 ≥ 300 ≤3000
4 Titik lembek (°C) SNI 2434 : 2011 ≥ 48 Dilaporkan
5 Diktilitas pada 25°C, (cm) SNI 2432 : 2011 ≥ 100 -
6 Titik nyala (°C) SNI 2433 : 2011 ≥ 232 ≥230
7 Kelarutan dalam Trichloroethylene AASTHO T44-14 ≥ 99 ≥99

37
8 Berat jenis SNI 2441 : 2011 ≥ 1.0 -
ASTM D 5976-00

Stabilitas penyimpanan perbedaan Part 6.1 Dan SNI


9 titik lembek (°C) 2434 : 2011 - ≤2.2
10 Kadar Parafin Lilin (%) SNI 03-3639-2002 ≤2

Pengujian Residu Hasil Tfot (SNI-06-2440-1991) atau RTFOT (SNI-03-6835-2002)


11 Berat yang hilang (%) SNI 06-2441-1991 ≤ 0.8 ≤ 0.8
Temperatur yang menghasilkan geser
dinamis (G*/sin) pada osilasi 10
12 red/detik ≥ 2.2 kPa, (°C) SNI 06-6442-2000 - 70 76
13 Penetrasi pada 25°C (% semula) SNI 2456 : 2011 ≥ 54 ≥ 54 ≥ 54
14 Diktilitas pada 25°C, (cm) SNI 2432 : 2011 ≥ 50 ≥ 50 ≥ 25
Residu Aspal Segar Setelah PAV (SNI-03-6837-2002) Pada Temperatur 100°C dan Tekanan 2.1
MPa
Temperatur yang menghasilkan geser
15 dinamis (G*/sin) pada osilasi 10 SNI 06-6442-2000 - 31 34
red/detik ≤ 5000 kPa, (°C)
(Sumber : Spesifikasi 2018

Tabel 2.11 Ketentuan Sifat-sifat Campuran Stone Matrix Asphalt

SMA SMA Mod


Sifat-Sifat Campuran
Tipis, halus, dan Tipis, halus,
kasar dan kasar
Jumlah tumbukan per bidang 50

Min 4
Rongga dalam campuran (%)
Max5

Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min 17

Rasia VCAmix/VCAdre - <1

Draindown pada temperatur produksi, %


Max
berat dalam campuran (waktu 1 jam) 0.3
Stabilitas Marshall (kg) Min 600 750

Min 2
Pelelehan (mm)
Max4.5

Stabilitas Marshall sisa (%) setelah


Min
perendaman selama 24 jam 60°c 90
Stabilitas Dinamis (Lintasan/mm) Min 2500 3000

38
Sumber : Spesifikasi 2018

Tabel 2.12 Ketentuan Sifat-Sifat Lataston


Lataston
Sifat-Sifat Campuran Lapis
Lapis Fondasi
AUS
Kadar aspal efektif (%) Min 5.9 5.5
Jumlah tumbukan per bidang 50

Min 4
Rongga dalam campuran (%)
Max 6

Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min 18 17


Rongga terisi aspal (%) Min 68

Stabilitas Marshall (kg) Min 600

Marshall Quotient (kg/mm) Min 250

Stabilitas Marshall sisa (%) setelah


perendaman selama Min 90
24 jam, 60°c
Sumber : Spesifikasi 2018
Tabel 2.13 Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Lataston (AC)
Lataston

Sifat-Sifat Campuran Lapis

Lapis AUS Antara Fondasi


Jumlah tumbukan per bidang 75 112

Rasio partikel lolos ayakan 0.075 mm d Min 0.6


kadar aspal efektif
Max 1.2

Min 3
Rongga dalam campuran (%)
Max 5

Rongga dalam agregrat (VMA) (%) Min 15 14 13

Rongga terisi aspal (%) Min 65 65 65

Stabilitas Marshall (kg) Min 800 1800

39
Min 2 3
Pelelehan (mm)
Max 4 6

Stabilitas Marshall sisa (%) setelah


Min 90
perendaman selama 24 jam, 60°c

Rongga dalam campuran (%) pada kepadatan


Min 2
membal (refusal)

(Sumber : Spesifikasi 2018)

BAB III

TINJAUAN PELAKSANAAN

3.1 Tinjauan Umum


Proyek pembangunan infrastruktur Jalan Kota Kupang Dan Bolok-Tenau,
merupakan proyek dari pemerintah pusat dalam hal ini Satuan Kerja Pelaksanaan
Jalan Nasional Wilayah I Provinsi NTT. Selaku pemilik proyek menetapkan PT.
Seecons, Tbk sebagai pelaksana proyek berdasarkan surat perjanjian kontrak
Nomor HK. 0205-Bb-10/SKPD/.5.1/55.

40
Gambar 3.1 Papan Informasi Proyek Sumber:Dokumentasi penulis,2022

Dalam proyek ini Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I


Provinsi NTT bekerja sama dengan PT. SEECONS, Tbk selaku kontraktor
pelaksana dan CV INDOPERKASA. selaku konsultan pengawas melaksanakan
program Stimulus Daerah dengan nama paket Preservasi jalan Kota Kupang Dan
Bolok-Tenau.

Data–data mengenai proyek dapat dilihat dibawah ini :

Program : Preservasi Jalan Kota Kupang Dan Bolok-Tenau Paket Pekerjaan


: Rekonstruksi/Peningkatan Jalan dengan
Konstruksi

Lokasi : Kota Kupang Kab.Kupang

NomorKontrak : HK 0205-Bb-10/SKPD/PPK,5.1/655

Nilai Kontrak :Rp.4.697.000.000,-(termasuk ppn 10%)

(EMPAT MILYAR ENAM RATUS

41
SEMBILAN PULUH TUJUH RUPIAH)

Jangka Waktu Pelaksanaan : 265 Hari Kelender

Terhitung Sejak : 11APRIL 2022

Sumber Dana : APBN-MURNI

Tahun Anggaran : 2022

Kontraktor Pelaksana : PT.SEECONS

Konsultan Pengawas :CV.INDOPERKASA

3.1.1 Ruang Lingkup Pekerjaan Proyek

Dalam Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan Preservasi Ruas Jalan


OesapaBatas Kota Soe, terdapat beberapa pekerjaan yang dikerjakan, sehingga
dalam penulisan laporan kerja praktek ini dibatasi pada pekerjaan lapisan agregat
kelas A yang digunakan pada perkerasaan badan jalan antara lain:

a. Penyediaan Material Kelas A.

b. Pelaksanaan Pencampuran Meterial Agregat Kelas A.

c. Pengujian Gradasi Material Agregat Kelas A dilaboratorium.

d. Pelaksanaan Pengangkutan Material Agregat Kelas A Ke Lokasi.

e. Pelaksanaan Penghamparan Material Agregat Kelas A.

f. Pelaksanaan Pemadatan Material Agregat Kelas A.

g. Pengujian kepadatan lapangan (Sand Cone).

3.1.2 Data Teknis Proyek

a. Klasifikasi Jalan
1. Fungsi Jalan : Jalan Lingkungan Primer

2. Status Jalan : Jalan Kota


:I
3. Kelas Jalan

b. Dimensi Jalan

42
1. Panjang Jalan : 28 kilometer

2. Lebar Badan Jalan : 6 meter

3. Lebar Bahu Jalan : 3 meter


c. Jenis & Dimensi Perkerasan

1. Jenis Perkerasan : Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

2. Lapis Permukaan : Lataston (ac-wc)

3. Lapis Pondasi : Aggregat Kelas A

4. Tebal Lapis Permukaan : 4 cm

5. Tebal Lapis Pondasi : 25 cm

3.2 Tinjaun Khusus

3.2.1 Analisa Saringan Agregat Kelas A

Sebelum dilakukan analisa saringan, material dicampur terlebih dahulu,


dilaksanakan dilokasi pengadukan (bescamp) dengan komposisi berdasarkan JMF
dan hasil percobaan lapangan, pengadukan dilaksanakan setiap maksimal ≤ 50 m3
agar menghasilkan campuran yang homogen,digunakan peralatan Excavator.
Kapasitas bucket untuk Excavator PC 200 adalah 0,93 m3. Setelah proses
pencampuran selesai, barulah kita uji saringan agregat A (gradasi).

a. Maksud dan tujuan

Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pemeriksaan untuk


menentukan pembagian butir (gradasi) agregat halus dan agregat kasar
dengan menggunakan saringan, tujuan pengujian ini ialah memperoleh
distribusi besaran atau jumlah presentase butiran baik agregat halus maupun
agregat kasar, distribusi yang diperoleh dapat ditunjukan dalam table atau
grafik. b. Pengertian

43
Analisa saringan agregat ialah penentuan presentase berat butiran
agregat yang lolos dari satu set saringan kemudian angka-angka persentase
digambarkan pada grafik pembagian butir.

b. Benda uji

Benda uji diperoleh dari alat pemisah contoh benda uji disiapkan
berdasarkan standar yang berlaku.

Agregat halus terdiri dari agregat yang lolos saringan No.4.

Tabel 3.1 Gradasi Hasil Blending Agregat Kelas A Contoh I

Tabel 3.2 Gradasi Hasil Blending Agregat Kelas A Contoh II

44
Sumber Data: Rancangan Pengujian Material dan Pembuatan Desain Job Mix Formula
Laboratorium PT. jaya konstruksi mp, tbk.
3.2.2 Proses Pelaksanaan Penghamparan & Pemadatan di Lapangan

1. Penghamparan
Penghamparan material bertujuan untuk meratakan tumpukan
Agregat Kelas A sehingga mencapai ketebalan yang telah ditentukan.
Penghamparan tumpukan material Agregat kelas A menggunakan
Motor Grader atau excavator, selama proses penghamparan
sekelompok pekerja merapikan tepi hamparan. Setelah didapatkan
tebal hamparan yang disyaratkan, kemudian dilakukan penyiraman
menggunakan truck tangki air dan banyaknya air ditentukan dari
beberapa kali percobaan, sehingga didapatkan kadar air optimum.

a. Lokasi yang telah disediakan untuk pekerjaan lapisan pondasi


agregat, harus disiapkan dan mendapatkan persetujuan terlebih
dahulu.
b. Bila lapis pondasi agregat akan dihampar langsung diatas
permukaan perkerasan aspal lama, maka diperlukan penggarukan
pada permukaan perkerasan aspal lama agar diperoleh tahanan
geser yang lebih baik.
c. Lapis pondasi agregat harus dibawah ke badan jalan, sebagai
campuran yang merata dan harus dihampar pada kadar air rentan
yang disyaratkan.
d. Material diangkut dari Basecamp menggunakan Dump Truck.
Penghamparan menggunakan Motor Grader atau excavator.
Selama proses penghamparan dilakukan control kadar air,
sehingga akan dihasilkan kadar air optimal pada saat pemadatan
dilaksanakan.
e. Setiap lapis harus dihampar pada suatu operasi dengan takaran
yang merata agar menghasilkan tebal padat yang diperlukan
dalam tolerasi yang disyaratkan.

45
f. Lapis pondasi agregat harus dihampar dan dibentuk dengan salah
satu metode yang disetujui yang tidak menyebabkan segregasi
pada partikel agregat kasar dan halus. Bahan yang bersegregasi
harus diperbaiki atau dibuang dan diganti dengan bahan yang
bergradasi baik.

Gambar 3.4 Penghamparan (Dokumentasi PKL, 2022)

2. Pemadatan
Pekerjaan pemadatan material Agregat kelas A bertujuan untuk
mencapai kepadatan sehingga didapat nilai kepadatan minimum 98%,
proses pemadatan menggunakan Tandem roller berat kapasitas 8 ton.
Proses penggilasan dimulai dari samping hamparan bergerak sedikit
demi sedikit kearah tengah jalan atau hamparan dengan arah
memanjang mengikuti panjang jalan, pada bagian yang memiliki
elevasi proses penggilasan dimulai dari bagian yang paling tinggi dan
bergerak sedikit demi sedikit ke bagian yang lebih rendah.
Penggilasan dilakukan sampai lapisan material Agregat kelas A
terpadatkan secara merata. Jumlah lintasan yang dilakukan Tandem
roller tidak terhitung banyaknya lintasan.

a. Segera setelah pencampuran dan pembentukan akhir, setiap lapis harus


dipadatkan menyeluruh dengan alat pemadat vibro roller atau tandem
roller, hingga kepadatan paling sedikit 100% dari kepadatan kering
maksimum seperti yang ditentukan dalam SNI 03-1743-1989, Metode
D.
b. Pemadatan harus dilakukan hanya bila kadar air dari bahan berada
dalam rentang 3% dibawah kadar air optimum sampai 1% di atas

46
kadar air optimum, dimana kadar air optimum adalah seperti yang
telah ditetapkan oleh kepadatan kering maksimum yang ditentukan
dalam SNI 03-1743-1989, Metode D.
c. Pemadatan menggunakan Vibrator Roller (berat 12 ton) atau tandem
roller, dilaksanakan mulai dari bagian yang rendah berangsur-angsur
menuju bagian yang lebih tinggi, jumlah lintasan sesuai dengan hasil
percobaan pelaksanaan. Pemadatan dihentikan jika diyakini tercapai
kepadatan yang disyaratkan (10 cm-12cm).
d. Pada saat pemadatan perlu menjaga kadar air. Oleh karena itu perlu
dilakukan penyiraman menggunakan truck water tank.
e. Tes ketebalan agregat A atau tes spit.
f. Setelah memenuhi syarat, maka akan di lakukan tes kepadatan
lapangan (sand cone) agregat A. Tingkat kepadatan sampai 100%.

Gambar 3.5 Pemadatan


3.2.3 Pengujian Kepadatan Lapangan Dengan Alat Sand Cone

Pengujian kepadatan dilapangan, dilakukan dengan pengujian Sand Cone


Test Sand Cone Test bertujuan untuk mengetahui kepadatan dilapangan dari
lapisan tanah atau perkerasan yang telah dipadatkan. Pengujian ini menggunakan
standar
SNI -1743-2008, metode D

Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:

1. Kerucut pasir

47
2. Palu
3. Paku (10 cm)
4. Pahat
5. Tas plastic
6. Timbangan
7. Pelat
8. Meter
9. Saringan No.3/4

Gambar 3.6 pengujian kepadatan dengan alat Sand Cone

Tabel 3.3 Data Sand Cone


DENSITY TEST BY SAND CONE

AASHTO : T 191- 86 Checke


:
Location : Site Field d By
: TEAM
Type of Work : Granular Pavement Tested
LAB
Type of Material: Agregat Base Class "A" by
:
Date
14.10.2022

48
Tested
KM / 28+55 06
STA 0 +2
Lokasi Pengujian 75
R/L L R

No. Layer cm

Ketebalan Agg. Base cm

Berat Pasir dalam Cone & Plate (LAB) gr/cc 1360 138
8
Berat Isi Pasir (LAB) gr 1,427 1,50
6
Berat Base Basah + Tempat gr 5135 369
1
Berat Tempat gr 840 -

Berat Base Basah (D-E) gr 4295 369


1
Berat Pasir + Botol gr 9090 877
9
Berat Sisa Pasir + Botol gr 5070 504
1
Volume Lubang (G-H-B)/C gr/cc 1864 156
0
Kepadatan Basah (F/I) 2,304 2,36
5
Mak.Kepadatan Kering (LAB) 2,178

Kadar Air Optimum (LAB) 5,88

Bulk SPGR Gabungan (LAB) 2,564 2,62


5
Berat Base Basah + Tempat gr 156,9 344,
3
Berat Base Kering + Tempat gr 151,5 331,
7
Berat Tempat gr 12,5 46,1

Berat Air (N-O) gr 5,4 12,6

Berat Base Kering (O-P) gr 139,0 285,


6
Kadar Air ((Q/R)*100%) % 3,88 4,41

49
Kepadatan Kering ((J/(100+S))*100%) 2,218 2,26
5
Berat Material Tertahan 3/4" % 330 822

Berat Material Lolos 3/4" (F-U) % 3965 286


9
Persentase Material Tertahan ((U/F)*100%) % 7,68 22,2
3/4" 7
Persentase Material Lolos 3/4" ((V/F)*100%) % 92,32 77,7
3
Mak.Kepadatan Koreksi (K*M)/((K*W%)+ % 2,203 0,00
(M*X%)) 0
Kepadatan Lap (T/Y)*100 % 100,66 #D
IV/
0!
Remarks :

Sumber, Lab PT. Jaya Konstruksi Mp, tbk

Volume Pekerjaan

Volume pekerjaan Agregat A dapat diuraikan pada perhitungan di bawah ini :

1. Panjang Total Jalan = 28000 m

2. Lebar penghamparan Agregat A = 6 m

3. Tebal Agregat A = 0,3 m

4. Volume =PxLxT

= 28000 m x 6 m x 0,3 m

= 50.400 m3

Jadi Volume pekerjaan Agregat A adalah 50.400 m3

3.3 Tinjauan Manajemen


3.3.1 Pihak yang terlaksana
1. Umum

50
Proyek merupakan pekerjaan yang hanya dapat dikerjakan satu kali
dan tidak dapat diulang-ulang untuk proyek lain dengan situasi dan kondisi
yang sama, sehingga rancangan yang dilakukan dalam sebuah proyek belum
tentu dapat diterapkan untuk rancangan pada proyek lain. (Husen, 2009).
Manajemen adalah proses kegiatan dari seorang pimpinan yang
dilakukan dengan menggunakan cara pemikiran ilmiah maupun praktis untuk
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan melalui kerja sama dengan orang lain
sebagai sumber tenaga, serta memanfaatkan sumber-sumber lainnya dan
waktu yang tersedia dengan cara yang setepat-tepatnya (Lulu, 2004).
Manajemen proyek adalah suatu kegiatan yang merencenakan,
mengorganisasikan, mengarahkan, mengawasi, serta mengendalikan sumber
daya organisasi perusahaan guna mencapai tujuan tertentu dalam waktu
tertentu dengan sumber daya tertentu. Manajemen suatu proyek bertujuan
untuk menyelesaikan proyek sesuai batas waktu dan biaya yang telah
direncanakan dengan kualitas bangunan yang optimal. Oleh sebab itu, perlu
adanya kerja sama yang baik antar unsur pendukung dalam melaksanakan
tugas dan kewajiban berdasarkan batas ruang lingkup dan wewenang masing
– masing mutlak diperlukan, dan merupakan modal dasar dari kelangsungan
suatu proyek menuju keberhasilan.
Hubungan kerja antara pihak-pihak yang terlibat umumnya
mempunyai tugas dan kewajiban yang berbeda-beda tetapi dalam pelaksanaan
pekerjaan tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu agar proyek yang akan
atau yang sedang dilaksanakannya berjalan dengan baik, selesai tepat pada
waktunya dan kualitas pekerjaannya sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan dan juga sesuai dengan keinginan pemilik proyek (Pengguna Jasa).
2. Organisasi Proyek
Organisasi adalah bentuk persekutuan antara sekelompok orang yang
bekerja sama secara formal dan terikat guna mencapai tujuan yang telah di
sepakati atau ditetapkan. Sedangkan proyek adalah suatu kegiatan yang
terencana yang melibatkan berbagai pihak dengan baik dan terencana (Abrar
Husen, 2009) . Secara umum hubungan antara pihak-pihak yang terlibat
dalam proyek ini, dapat dilihat pada struktur organisai berikut ini :

51
a. Pemilik Proyek
1. Struktur Organisasi Pemilik Proyek

2. Tugas Organisasi Pemilik Proyek


Tugas dari Organisasi Pemilik Proyek adalah sebagai berikut :
a) Kepala Balai
• Menetapkan keputusan pemenang dan menandatangani kontrak
termasuk surat perjanjian kerja.
• Menyetujui dan mengetahui pembayaran serta bertanggung
jawab terhdap fisik dan keuangan.
• Mengeluarkan surat perintah kerja kepada kontraktor yang
memenangkan tender.
b) Kepala Satuan Kerja
• Menjalin kerjasama dalam pelaksanaan proyek antara pihak-
pihak proyek.

52
• Mengkoordinir, mengendalikan serta melaporkan hasil
pelaksanaan kegiatan proyek dan bertanggung jawab atas
pelaksanaan kegiatan fisik dan keuangan kepada kepala balai.
• Memberi usul, membina dan mengatasitugas seluruh unsur
proyek.
• Melaksanakan konsultasi dan koordinasi program dengan unit
terkait.
• Bertanggung jawab atas penyampaian laporan-laporan yang
ditetapkan dalam kontrak kerja.
c) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
• Membina dan mengatur pelaksanaan proyek
• Menetapkan keputusan pemenang, dan menandatangani kontrak
termasuk surat perjanjian kerja.
• Menyetujui dan mengetahui pembayaran.
d) Pemegang Uang Muka (PUM)
• Melaksanakan urusan administrasi dan keuangan proyek
menyangkut penerimaan dan pengeluaran keuangan, sistem
pembukuan dan laporan keuangan proyek yang dikelola sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
• Membuat pertanggung jawaban keuangan dilingkungan proyek
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
e) Kepala Urusan Tata Usaha
• Melaksanakan ketatausahaan proyek, pengurusan surat-surat,
tata kearsipan, pengetikan dan lain-lain.
• Menghimpun data proyek dan mempublikasikan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam proyek.
f) Kepala Pengawasan Lapangan
• Memberikan petunjuk baik teknik maupun administrasi dan
pengarahan kepada kontraktor sehubungan dengan pelaksanaan
dilapangan.

53
• Meninjau kembali dan menguji semua data perhitungan teknis
serta desain yang ada dengan kondisi lapangan pada
pelaksanaan.(melakukuan MC 0).
• Menguji Working/Prosess Schedule dan finansial Budgeting
beserta realisasi setiap saat.
• Meneliti dan menguji kebenaran dan kelengkapan dokumen
ketetapan kontrak dan melaksanakannya sesuai dengan
ketentuan yang ada.
• Menguji program mobilisasi kontraktor mengenai ketepatan
waktu, penandatangan, personil kontraktor serta pelaksanaan
penyelesaian fasilitas lain yang ditentukan.
• Mengadakan pengawasan dan pengendalian terhadap kontraktor
tentang pelaksanaan pekerjaan dilapangan, serta mengusahakan
instansi terkait dengan pelaksanaan pekerjaan sehingga
mencapai hasil yang optimal.
• Melaksanakan dan menyajikan pengumpulan data, pencatatan,
pembukuan, pelaporan dan evaluasi pelaksanaan pekerjaan.
• Mengetahui dan memahami isi dokumen kontrak sebagai
pedoman kerja dilapangan.
• Meninjau dan memeriksa hasil laporan dari pengawas lapangan.
• Bertanggung jawab kepada Pejabat Pembuat Komotmen.

b. Konsultan Pengawas
Konsultan adalah perorangan atau badan hukum dengan kualifikasi tertentu
yang merencanakan suatu proyek atau mengawasi suatu proyek yang
direncanakannya. Kosultan juga ditunjuk oleh pemilik proyek untuk
melakukan pengawasan terhadap gambar desain agar pekerjaan kontraktor
tidak menyimpang dari gambar dan spesifikasi, sehingga dapat mencapai
hasil mutu yang baik sesuai dengan kontrak kerja. 1. Struktur Organisasi
Konsultan Pengawas

54
Sumber :PT.Purajasa bimapratama KSO, PT.Cakra buana total mandiri
konsultan, PT. Planosib nusantara engineering
2. Tugas Organisasi Konsultan Pengawas
Tugas dari Organisasi Konsultan Pengawas adalah sebagai berikut :
a) Site Engineer (SE)
• Memimpin, mengorganisir, mengendalikan dan mengawasi
pelaksanaan pekerjaan proyek.
• Menilai presentasi tiap-tiap pekerjaan.
• Memberikan rekomendasi untuk menerima maupun menolak
pekejaan serta bahan yang masih diragukan mutunya.
• Menentukan metode yang baik dari pengukuran kualitas
pekerjaan, agar sesuai dengan cara-cara pembayaran dalam
kontrak.
• Mengatur dan mengurus semua detail teknis lapangan yang
diminta dalam acuan tugas untuk pelaksanaan yang baik.
b) Chief Inspector (CI)

55
• Mengawasi dan mengontrol semua kegiatan pelaksanaan
pekerjaan kontraktor.
• Memeriksa semua bahan/material yang dikirim kelapangan,
apakah sesuai dengan spesifikasi.
• Mencatat kemajuan pekerjaan kontraktor dan membandingkannya
dengan jadwal pelaksanaan pekerjaan yang telah dilaksanakan.
• Memeriksa setiap request yang diajukan kontraktor.
c) Quality Engineer (QE)
• Mengawasi dan mengontrol semua pekerjaan pengujian yang
dilakukan kontraktor.
• Mengawasi dengan teliti semua pekerjaan pengujian lapangan
maupun pengujian laboratorium guna keperluan pengendalian
mutu.
• Memeriksa semua material kontraktor sebelum dikirim
kelapangan, agar sesuai dengan spesifikasi.
d) Inspector
• Membantu Chief Inspector (CI), melakukan pengawasan secara
terus-menerus dilapangan.
• Membuat laporan harian kepada Chief Inspector (CI), yang
meliputi jenis pekerjaan/kegiatan, alat yang dipakai, tenaga kerja,
material yang masuk kelokasi, cuaca dan lain-lain.
• Membantu Surveyor melakukan opname pekerjaan.
e) Surveyor
• Sebagai juru ukur, baik sebelum maupun sesudah pekerjaan
dilaksanakan.
• Membantu Inspector melakukan pengawasan terhadap mutu
pekerjaan.

f) Laboratorium Technician
• Menguji kualitas atau mutu semua material yang digunakan dan
kualitas hasil pekerjaan dilapangan.
g) Petugas K3 konstruksi

56
• Menetapkan ketentuan peraturan perundang – undangan tenteng
dan terkait K3 konstruksi.
• Mengevaluasi dokumen kontrak dan metode kerja pelaksanaan
konstruksi.
• Mengevaluasi konstruksi K3.
• Mengevaluasi prosedur dan instruksi kerja penerapan ketentuan
K3.
c. Kontraktor Pelaksana
Kontraktor pelaksana adalah perorangan atau badan hukum, swasta atau
pemerintah yang melaksanakan suatu proyek yang diperoleh suatu
pelelangan, penunjukan langsung atau pengadaan langsung. 1. Struktur
Organisasi Kontraktor Pelaksana

2. Tugas Organisasi Kontraktor Pelaksana


• Melaksanakan pekerjaan berdasarkan gambar rencana atau peraturan
dan syarat-syarat yang menjelaskan juga syarat-syarat yang telah
ditetapkan.

57
• Meminta persetujuan bila menggunakan Sub Kontraktor maupun Sub
Leader.
• Membuat dan menyerahkan foto-foto laboratorium atau pengetesan
lapangan.
• Mengerjakan pekerjaan mengikuti peraturan-peraturan yang
diberikan oleh pengawas yakni waktu, tempat dan cara pelaksanaan.
• Atas permintaan pengawas, mengajukan daftar mingguan yang
memuat tenaga kerja, bahan-bahan yang tersedia, pengajuan
pekerjaan serta permintaan lain yang diperlukan pengawas.
• Kontraktor wajib menghitung ulang volume terhadap struktur
pekerjaan bila gambar desain diragukan.
• Selama masa pemeliharaan, kontraktor wajib membetulkan
kerusakan akibat penggunaan bahan yang buruk.
• Kontraktor bertangggung jawab penuh atas kelancaran dan
keamanan pelaksanaan pekerjaan.
• Kontraktor bertanggung jawab untuk memberitahu pengawas
menyangkut semua kekurangan dalam gambar desain.
• Kontraktor harus menyerahkan pekerjaan apabila pekerjaan telah
selesai, sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Tugas, Hak dan Kewajiban
Dalam pelaksanan proyek ada beberapa pihak yang terlibat dalam rangka
mewujudkan terlaksananya sebuah proyek. Pihak – pihak tersebut yaitu mulai
dari pemilik proyek, konsultan perencana, konsultan pengawas, dan kontraktor
atau perencana. Pihak - pihak yang terlibat dalam proyek mempunyai hubungan
kerja atau saling mengkoordinasi antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu
pihakpihak tersebut harus mengetahui tugas, hak, dan tanggung jawab
masingmasing dalam pelaksanaan sehingga tidak terjadi pertentangan antara
pihak-pihak yang terkait dan proyek yang dikerjakan dapat terlaksana dengan
baik. Pada sub bab ini akan dibahas tugas, hak, dan Tanggung Jawab masing-
masing pihak dalam proyek.
1. Pemilik Proyek a Tugas
Menurut Ahadi (2010), hak dari pemilik proyek adalah :

58
• Menyediakan biaya perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan proyek.
• Mengadakan kegiatan administrasi proyek.
• Memberi tugas kepada kontraktor atau melaksanakan pekerjaan proyek.
• Meminta pertanggung jawaban kepada konsultan pengawas atau
manajemen konstruksi (MK).
• Menerima proyek yang sudah selesai dikerjakan oleh kontraktor.
b Hak
Menurut Widiyantoro (2012), hak dari pemilik proyek adalah :
• Menunjuk penyedia jasa (konsultan dan kontraktor).
• Meminta laporan secara periodik mengenai pelaksanaan pekerjaan
yang telah dilakukan oleh penyedia jasa.
• Ikut mengawasi jalannya pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan
dengan jalan menempatkan atau menunjuk suatu badan atau orang
untuk bertindak atas nama pemilik.
c Kewajiban
Menurut Widiyantoro (2012), kewajiban dari pemilik proyek adalah :
• Menyediakan fasilitas baik berupa sarana dan prasarana yang
dibutuhkan oleh pihak penyedia jasa untuk kelancaran pekerjaan.
• Menyediakan lahan untuk pelaksanaan pekerjaan.
• Menyediakan dana dan kemudian membayar kepada pihak penyedia
jasa sejumlah biaya yang diperlukan untuk mewujudkan sebuah
proyek.
• Mengesahkan perubahan dalam pekerjaan (bila terjadi).
• Menerima dan mengesahkan pekerjaan yang telah selesai dilaksanakan
oleh penyedia jasa jika produknya telah sesuai dengan apa yang
dikehendaki.

2. Konsultan Perencana
Konsultan perencana adalah pihak yang ditunjuk oleh pemberi tugas atau
owner untuk melaksanakan pekerjaan perencanaan bangunan/proyek secara
lengkap baik bidang arsitektur, sipil, maupun bidang yang lain yang melekat
erat dan membentuk sebuah sistem bangunan atau infrastruktur lainnya.

59
Perencana dapat berupa perorangan atau badan usaha baik swasta maupun
pemerintah.
a Tugas
Menurut Ahadi (2010), tugas dari konsultan perencana adalah :
• Mengadakan penyesuaian keadaan lapangan dengan keinginan pemilik
proyek.
• Membuat gambar kerja pelaksanaan.
• Membuat rencana kerja dan syarat – syarat pelaksanaan bangunan
(RKS) sebagai pedoman pelaksanaan.
• Membuat rencana anggaran biaya bangunan/Proyek.
• Memproyeksikan keinginan – keinginan atau ide – ide pemilik ke
dalam desain bangunan/Proyek.
• Melakukan perubahan desain bila terjadi penyimpangan pelaksanaan
pekerjaan di lapangan yang tidak memungkinkan desain terwujud
diwujudkan.
• Mempertanggungjawabkan desain dan perhitungan struktur jika terjadi
kegagalan konstruksi.
c Hak
Menurut Widiyantoro (2012), hak konsultan perencana adalah:
• Berhak menerima imbalan jasa sesuai peraturan dan kontrak
• Berhak menolak segala bentuk penilaian estetis dan hasil rancangan
baik oleh pengawas atau pemberi tugas (pemilik proyek) • Berhak
mengembalikan tugas yang diberikan dengan alasan :
 Pertimbangan individu.
 Adanya kekuasaan diluar kedua belah pihak.
 Akibat kelalaian pemberi tugas.

d Kewajiban
Menurut Widiyantoro (2012), kewajiban konsultan perencana adalah :
• Membuat perencanaan secara lengkap yang terdiri dari gambar
rencana, rencana kerja, dan syarat – syarat, hitungan struktur, RAB.

60
• Memberikan usulan serta pertimbangan kepada pengguna jasa dan
pihak kontraktor tentang pelaksanaan pekerjaan.
• Memberikan jawaban dan penjelasan kepada kontraktor tentang hal
yang kurang jelas dalam gambar rencana dan RKS.
• Membuat revisi bila ada perubahan.
• Hadir dalam rapat koordinasi pengelolaan proyek .
3. Konsultan Pengawas
Konsultan pengawas adalah orang atau badan yang ditunjuk oleh pengguna
jasa untuk membantu dalam pengelolaan, pelaksaaan pekerjaan pembangunan
mulai dari awal hingga berakhirnya pekerjaan.
a Tugas
Menurut Ahadi (2009), tugas konsultan pengawas adalah :
• Menyelenggarakan administrasi umum mengenai pelaksanaan
kontrak kerja.
• Melaksanakan pengawasan secara rutin dalam perjalanan pelaksanaan
proyek.
• Memberikan tanggapan atas usul pihak pelaksana proyek.
• Melakukan perubahan dengan menerbitkan berita acara perubahan
(site instruction).
• Mengoreksi pekerjaan yang dilaksanakan oleh kontraktor agar sesuai
dengan kontrak kerja yang telah disepakati sebelumnya.
c Hak
Menurut Widiyantoro (2012), hak konsultan pengawas adalah :
• Menerima/ menolak material/ peralatan yang didatangkan oleh
kontraktor.
• Pengawas berhak menerima imbalan jasa sesuai dengan peraturan.
• Berhak memeriksa gambar shopdrawing pelaksana proyek.
• Berhak melakukan perubahan dengan menerbitkan berita acara
perubahan (site Instruction) .
d Kewajiban
Menurut Anang Widiyantoro (2012), kewajiban konsultan pengawas adalah
• Menyeleksi pekerjaan dalam waktu yang telah ditetapkan.

61
• Membimbing dan mengadakan pengawasan secara periodik dalam
pelaksaan pekerjaan.
• Melakukan perhitungan prestasi pekerjaan.
• Mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan konstruksi serta
aliran informasi antar berbagai bidang agar pelaksanaan pekerjaan
berjalan lancar.
• Menghindari kesalahan dan pembengkakan biaya sedini mungkin.
• Mengatasi dan memecahkan persoalan yang timbul dilapangan agar
dicapai hasil akhir sesuai dengan yang diharapkan dengan
kualitas,kuantitas serta waktu pelaksanaan yang telah ditetapkan.
• Menghentikan sementara bila terjadi penyimpangan dari peraturan
yang berlaku.
• Menyusun laporan kemajuan pekerjaan (harian, mingguan, bulanan).
• Menyiapkan dan menghitung adanya kemungkinan tambah atau
berkurangnya pekerjaan.
4. Kontraktor / Pelaksana
Kontraktor berasal dari kata kontrak yang artinya surat perjanjian atau
kesepakatan kontrak bisa juga berarti sewa. Jadi kontraktor bisa disamakan
dengan orang atau suatu badan hukum atau badan usaha yang dikontrak atau
disewa untuk menjalankan proyek pekerjaan berdasarkan isi kontrak yang
dimenangkan dari pihak pemilik proyek yang merupakan instansi/lembaga
pemerintahan, badan hukum, badan usaha, maupun perorangan, yang telah
melakukan penunjukan secara resmi.
a Tugas
Menurut Ahadi (2010), tugas kontraktor adalah :
• Memahami gambar desain dan spesifikasi teknis sebagai pedoman
dalam melaksanakan pekerjaan di lapangan.
• Bersama dengan bagian engineering menyusun kembali metode
pelaksanaan konstruksi dan jadwal pelaksanaan pekerjaan.
• Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan pekerjaan di lapangan
sesuai dengan persyaratan waktu, mutu, dan biaya yang telah
ditetapkan.

62
• Membuat program kerja mingguan dan mengadakan pengarahan
kegiatan harian kepada pelaksana pekerjaan.
• Mengadakan evaluasi dan membuat laporan hasil pelaksanaan
pekerjaan di lapangan.
• Membuat program penyesuaian dan tindakan turun tangan, apabila
terjadi keterlambatan dan penyimpangan pekerjaan di lapangan.
• Bersama dengan bagian teknik melakukan pemeriksaan dan
memproses berita acara kemajuan pekerjaan di lapangan.
• Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan program kerja mingguan,
metode kerja, gambar kerja, dan spesifikasi teknik.
• Menyiapkan tenaga kerja sesuai dengan jadwal tenaga kerja dan
mengatur pelaksanaan tenaga dan peralatan proyek.
• Mengupayakan efisiensi dan efektifitas pemakaian bahan, tenaga
kerja, dan alat di lapangan.
• Membuat laporan harian tentang pelaksanaan
dan pengukuran hasil pekerjaan di lapangan.
• Mengadakan pemeriksaan dan pengukuran hasil pekerjaan di
lapangan.
b Hak
Menurut Anang Widiyantoro (2012), hak kontraktor adalah :
• Mendapatkan kepastian pekerjaan pelaksanaan proyek dalam artian
bahwa pemilik proyek tidak akan membatalkan pelaksanaan proyek
secara sepihak selain ketentuan – ketentuan yang tertulis di dalam
kontrak yang telah disetujui oleh kedua belah pihak.
• Mendapatkan kepastian pembayaran setelah pelaksanaan pekerjaan
proyek selesai tepat waktunya.
• Mendapat jaminan asuransi kepada tenaga kerja yang akan
melaksanakan pekerjaan proyek. (Hak dan kewajiban ini harus
tertuang dalam kontrak pelaksanaan proyek agar tidak ada pihak
yang dirugikan).
• Kontraktor bebas memilih sub kontraktor. c Kewajiban
Menurut Anang Widiyantoro (2012), kewajiban kontraktor adalah :

63
• Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan gambar rencana dan
peraturan dan syarat – syarat.
• Membuat gambar pelaksanaan yang disahkan oleh konsultan
pengawas sebagai wakil dari pengguna jasa.
• Menyediakan alat keselamatan pekerjaan.
• Membuat laporan hasil pekerjaan berupa laporan harian, mingguan,
bulanan.
• Menyerahkan seluruh / sebagian pekerjaan yang telah diselesaikan
dengan ketetapan yang berlaku.

3.3.2Pengendalian Proyek
1. Pengendalian Waktu
Sistem pengendalian waktu ini sangat berguna untuk
mengatahui kemajuan suatu proyek. Hal ini bertujuan untuk
menghindari keterlambatan dalam pelaksanaan proyek. Biasanya
pada waktu tertentu dilakukan rapat koordinasi untuk mengevaluasi
masalahmasalah yang dihadapi selama proyek berjalan. Menurut
pengamatan Penulis proyek ini mengalami kendala yaitu
keterlambatan mobilisasi dari tempat produksi ke lokasi pekerjaan.
Dalam pelaksanaan proyek ini pelaksana telah mengantisipasi
dengan melakukan beberapa kajian sehingga tetap mengikuti
jadwal yang telah direncanakan, seperti :
a. Penambahan jumlah tenaga kerja (tukang)
b. Penambahan waktu kerja (lembur)
c. Penambahan peralatan

2. Pengendalian Biaya
Tujuan umum dari sistem pengendalian biaya adalah untuk
memberi peringatan di ijinkan terjadi penyimpangan atau kesalahan
yang berakibatkan pada peningkatan pengeluaran biaya yang tidak
sesuai dengan rencana anggaran biaya (RAB). Pelaksanaan pekerjaan

64
pembangunan jalan, pelaksana memperhatikan beberapa antisipasi
pengendalian biaya yaitu:
a. Biaya bahan
Biaya yang dikeluarkan untuk memasukkan bahan material
dalam pekerjaan lokasi proyek harus sesuai dengan rencana
anggaran biaya (RAB). Pada proyek ini pelaksana membuat
rekapitulasi biaya yang telah yang dikeluarkan. Setiap
pembelian material, bagian logistik mencatat jumlah material
yang dibeli dan besarnya biaya yang digunakan.

b. Upah tenaga kerja


Upah pada pekerjaan ini pelaksana melakukan pembayaran upah
sesuai dengan porsi kerja dan jabatan masing-masing dan diatur
sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati.
c. Biaya peralatan
Analisa perhitungan peralatan yang digunakan dalam pelaksanan
pekerjaan adalah alat berat, sedangkan peralatan pertukangan
tidak termasuk dalam perhitungan analisa peralatan, karena
biasanya dalam pelaksaan pekerjaan mulai kerjanya haruslah
sesuai dengan time schedule, sehingga pengadaan alat berat
diturunkan kelokasi proyek harus bertepatan dengan waktu alat
bekerja, karena apabila alat berat diturunkan ke lokasi proyek
sebelum waktu alat berat tersebut bekerja, maka terjadi
pembengkakan biaya.
3. Pengendalian Mutu
Pada Proyek Preservasi Jalan dalam Kota Kupang dan Bolok-Tenau
mutu pada pekerjaan pembangunan jalan tersebut dapat terkontrol
dengan baikarena ada pengawasan langsung dari quality control
Pengawasan yang kurang ketat bisa berdampak pada pekerjaan
yang di kerjakan dengan lalai yang menyebabkan hasil yang tidak
sesuai dengan yang di rencanakan sehingga nantinya dapat

65
berakibat terjadinya kerusakan yang lebih cepat di bandingkan dari
yang di rencanakan. Pengendalian mutu dimaksudkan untuk
mengarahkan pelaksanaan proyek sesuai dengan spesifikasi teknis
dalam dokumen kontrak.

BAB VI

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pelaksanaan pekerjaan di lapangan tentang Tinjauan


Pelaksanaan Pekerjaan Agregat Kelas A pada Proyek Preservasi Jalan dalam Kota
Kupang dan Bolok-Tenau ,di simpulkan bahwa Agregat Kelas A mempunyai 3
tahapan yaitu

1. Hasil Pengetesan Analisa Saringan Agregat Kelas A memenuhi syarat


(tabel 3.1 dan 3.2)
2. Proses penghamparan Agregat Kelas A selama proses penghamparan
dilakukan control kadar air, sehingga akan dihasilkan kadar air optimal
pada saat pemadatan dilaksanakan, sedangkan tingkat kepadatan
sampai 100%
3. Tes kepadatan lapangannya (sand cone) memenuhi syarat yaitu dengan
rata-rata tes kepadatan lapangannya 100,66 %.

4.2 Saran

Adapun saran yang ingin penulis sampaikan :

66
1. Kontraktor harus melaksanakan proyek dengan memperhatikan dan
berpedoman pada rencana kerja dan syarat-syarat yang telah
ditentukan.
2. Pengawas lapangan harus lebih tegas dalam mengambil keputusan
dalam pelaksanaan pekerjaan.
3. Adik-adik semester yang nantinya akan melakukan praktek kerja
lapangan (PKL) dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat
diperkuliahan dengan keadaan dilapangan dan dapat menggunakan
kesempatan PKL ini dengan baik serta sungguh-sungguh.

67

Anda mungkin juga menyukai