Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

EKONOMI TEKNIK

(Tinjauan Ekonomi Teknik Terhadap Proyek Jalan)

Nama : RAFLI MUIS DANGKUA

Prodi : SIPIL

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GORONTALO
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pembangunan infrastruktur jalan bertujuan untuk memperlancar arus
distribusi barang dan jasa, serta berperan dalam peningkatan kualitas hidup dan
kesejahteraan manusia. Pembangunan jalan dan jembatan sebagai infrastruktur
transportasi mengacu pada tata ruang, terintegrasi sistem transportasi nasional
(sistranas), serta memenuhi standar keselamatan jalan, dan berwawasan
lingkungan. Pembangunan infrastruktur jalan harus pula memperhatikan 3 aspek
penting sekaligus yaitu: aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (pro green).
Menjawab tuntutan zaman, teknologi yang pro environment dengan prinsip reuse,
reduce & recycle pada pekerjaan jalan perlu semakin dikembangkan.
Selama pengoperasian infrastruktur jalan terus berlangsung penurunan
layanan sampai dengan umur ekonomisnya. Untuk mengembalikan kondisi
layanan jalan ini perlu pemeliharaan jalan. Satu diantara jenis pemeliharaan jalan
adalah peningkatan jalan. Peningkatan jalan dapat berupa peningkatan struktur
perkerasan jalan dan juga pelebaran jalan untuk meningkatkan kapasitas jalan.
Pada masa pelaksanaan ini memerlukan zona kerja untuk rung kerja pengaturan
peralatan dan keselamatan pekerja. Zona kerja ini selalu berdampak negative bagi
Keselamatan Jalan merupakan isu yang cenderung mengemuka dari tahun
ke tahun dan saat ini sudah menjadi permasalahan global dan bukan semata-mata
masalah transportasi saja tetapi sudah menjadi permasalahan sosial
kemasyarakatan. Hal ini dapat dilihat dengan dicanangkannya Decade of Action for
Road Safety 2010-2020 oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Sejalan dengan
pesatnya pertumbuhan pemilikan kendaraan bermotor di Indonesia dalam beberapa
tahun terakhir, dikombinasikan pula dengan bertambahnya penduduk dan
beragamnya jenis kendaraan telah mengakibatkan masalah keselamatan jalan yang
semakin memburuk. Oleh karena itu, keselamatan jalan menjadi pertimbangan
pertama dalam menentukan kebijakan yang menyangkut jalan raya Di Indonesia,
keselamatan jalan telah diatur dalam Peraturan Perundangundangan seperti
UndangUndang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Peraturan Pemerintah No. 34
Tahun 2006 tentang Jalan, Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, serta RUNK (Rencana Umum Nasional Keselamatan)
jalan yang baru-baru ini diluncurkan. Direktorat Jenderal Bina Marga,
Kementerian Pekerjaan Umum, sebagai instansi yang memiliki tugas dalam
mengelola jalan nasional di Indonesia telah melaksanakan berbagai upaya dalam
peningkatan keselamatan jalan.

Sebelum infrastruktur jalan mulai dipergunakan atau operasional, terlebih


dahulu dilakukan audit keselamatan jalan/Road Safety Audit (RSA). Setelah
beroperasinya infrastruktur jalan ini, seiring dengan perjalanan waktu infrastruktur
jalan ini mengalami penurunan tingkat layanan. Penurunan tingkat layanan iniuna
jalan dan lingkungan. akibat dari penurunan kondisi struktur lapisan perkerasan
jalan yang disebakan beban kendaraaan dan cuaca. Jenis pemeliharaan jalan yang
berdampak terhadap pennguna jalan adalah jenis Peningkatan Kapasitas Jalan baik
berupa rekonstruksi maupun pelebaran. Upaya pencegahan keselamatan dijalan
selama masa rekonstruksi telah diatur dalam kontrak pelaksanaan jalan. Namun
cara penilaian pemeriksaan keselamatann di jalan pada zona kerja pelaksanaan
rekonstruksi belum diteliti.

1.2 Perumusan Masalah.


Permasalahan yang dapat diangkat pada penelitian ini adalah:
1) Atribut apa saja yang terkait keselamatan di zona kerja pelaksanaan proyek
peningkatan jalan Nasional?.
2) Bagaimana prioritas dari atribut keselamatan di zona kerja pada pelaksanaan
peningkatan jalan Nasional?.

1.3 Manfaat Penelitian.


Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan:
1. Sebagai referensi bagi pengelola proyek peningkatan jalan dalam
manajemen pelaksanaan proyek peningkatan jalan Nasional yang
berkeselamtan.
2. Sebagai referensi bagi peneliti lain yang berkaitan pada pelaksanaan
proyek peningkatan jalan Nasional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi, Bagian dan Ruang Jalan


Dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang
Jalan, jalan didefinisikan sebagai prasarana transportasi darat, yang meliputi segala
bagiannya, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan
bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan
kereta api, jalan lori dan jalan kabel.
Sesuai peruntukannya jalan terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan
umum merupakan jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, sedangkan
jalan khusus merupakan jalan yang bukan diperuntukkan untuk lalu lintas umum
dalam rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan. Menurut Undang
Undang Nomor 38 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, jalan umum dapat diklasifikasikan dalam
sistem jaringan jalan, fungsi jalan, status jalan, dan kelas jalan. Pengetahuan
mengenai klasifikasi jalan menjadi penting pada penelitian ini untuk menerangkan
definisi Jalan Nasional beserta aturannya.

2.1.1 Klasifikasi Menurut Status Jalan


Berdasarkan PP No. 34 tahun 2006 Pasal 25 sampai 30, jaringan jalan yang
diklasifikasikan menurut statusnya dibedakan menjadi 5 (lima) jenis, yaitu sebagai
berikut:
a) Jalan Nasional
b) Jalan Provinsi
c) Jalan Kabupaten
d) Jalan Kota
e) Jalan Desa

2.1.2 Bagian-bagian Jalan


Bagian-bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan (RUMAJA), ruang milik
jalan (RUMIJA), dan ruang pengawasan jalan (RUWASJA). Penjelasan mengenai
bagian-bagian jalan menjadi penting pada penelitian ini untuk mengetahui
persyaratan ideal bagi ruang jalan, sehingga kriteria pada informasi kondisi sosial
dapat didefinisikan. Penjelasan dari masing-masing bagian jalan tersebut dapat
dilihat sebagai berikut.
2.1.3 Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA)
Ruang manfaat jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh
lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan
yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri, yang
meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. RUMAJA
hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan,
saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-
gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya. Dalam rangka
menunjang pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan serta pengamanan konstruksi
jalan, maka badan jalan dilengkapi dengan ruang bebas, dimana ruang bebas disini
maksudnya adanya pembatasan untuk lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu. Ruang
bebas untuk jalan arteri maupun kolektor adalah dengan tinggi paling rendah 5
(lima) meter serta kedalaman paling rendah 1,5 (satu koma lima) meter dari
permukaan jalan.

2.1.4 Ruang Milik Jalan (RUMIJA)


Ruang milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar,
kedalaman, dan tinggi tertentu, dimana terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur
tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang
terbuka hijau yang berfungsi sebagai landscape jalan. Ruang milik jalan
diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan, dan penambahan jalur
lalu lintas di masa akan datang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan.
Jika mengacu pada PP Nomor 34 Tahun 2006, maka terdapat lebar minimum
RUMIJA, seperti sebagai berikut:
a. Jalan Bebas Hambatan : 30 meter
b. Jalan Raya : 25 meter
c. Jalan Sedang : 15 meter
d. Jalan Kecil : 11 meter

2.1.5 Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA)


Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan
yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan, dimana
diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan
serta pengamanan fungsi jalan. Terdapat lebar ruang pengawasan jalan minimum
yang ditentukan dari tepi badan jalan dengan ukuran sebagai berikut:
a. Jalan Arteri Primer : 15 meter
b. Jalan Kolektor Primer : 10 meter
c. Jalan Lokal Primer : 7 meter
d. Jalan Lingkungan Primer : 5 meter
e. Jalan Arteri Sekunder : 15 meter
f. Jalan Kolektor Sekunder : 5 meter
g. Jalan Lokal Sekunder : 3 meter
h. Jalan Lingkungan Sekunder: 2 meter
i. Jembatan 100 meter kearah hulu dan hilir.
Menurut Penjelasan Pasal 35 PP Nomor 34 tahun 2006, yang dimaksud
badan jalan meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa jalur pemisah, dan bahu
jalan.

2.2 Jalan Nasional di Provinsi Bali


Jalan nasional merupakan jalan arteri primer; jalan kolektor primer yang
menghubungkan antar ibukota provinsi; jalan tol; serta jalan yang mempunyai nilai
strategis terhadap kepentingan Nasional. Berdasarkan Keputusan Menteri
Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 376/KPTS/M/2004, Tentang
Penetapan Ruas-ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional, tanggal 19
Oktober 2004, maka pemerintah menetapkan sebanyak 58 ruas jalan di provinsi
Bali sebagai Jalan Nasional. Selain nama ruas jalan yang ditetapkan,
Kepmen tersebut juga menetapkan panjang masing-masing ruas jalan,
dimana panjang total ruas jalan tersebut adalah 501,64 km. Pemerintah membentuk
dua SNVT yang bertanggung jawab atas kondisi ruas tersebut, yaitu SNVT P2JJ
Bali dan SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar.

2.3 Pengertian Proyek


Proyek merupakan kombinasi sumberdaya manusia dan non manusia yang
bekerja sama dalam suatu organisasi yang bersifat sementara untuk mencapai
tujuan tertentu. Proyek dapat juga diartikan sebagai suatu kegiatan sementara yang
berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumberdaya tertentu, dan
dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Soeharto, 1995).
Ciri-ciri proyek sebagai berikut:
1) Memiliki tujuan yang khusus berupa produk atau hasil akhir
2) Jumlah biaya, sasaran jadwal serta mutu dalam proses mencapai tujuan telah
ditentukan
3) Waktu awal dan akhir ditentukan jelas
4) Jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung
5) Bersifat kompleks.

2.4 Infrastruktur Jalan Ramah Lingkungan


Permintaan masyarakat untuk transportasi jalan yang bersih , lebih tenang
dan lebih hemat energi dengan dampak minimal pada masyarakat dan habitat
alami, menimbulkan tantangan mengatasi kesenjangan yang saling bertentangan
antara keinginan masyarakat dengan industri yang terlibat dengan transportasi
jalan. Melalui desain, konstruksi dan penggunaan bahan , rekayasa sektor jalan
dapat memberikan kontribusi yang ramah lingkungan (green) infrastruktur. Inovasi
konsep infrastruktu yang ramah lingkungan yang dikembangkan di Eropa dikenal
dengan New Road Construction Concept (NR2C) visi Eropa 2040 (fehrl.org,2010).
Visi ini didasarkan pada empat kunci konsep yang mewakili karakteristik dominan
dari harapan masyarakat untuk infrastruktur jalan masa depan :
1. Infrastruktur yang handal (reliable), berpijak untuk mengoptimalkan
ketersediaan infrastruktur.
2. Infrastruktur Hijau/ ramah lingkungan (green) , berpijak untuk mengurangi
dampak lingkungan lalu lintas dan pada masyarakat, sehinnga menjadi
infrastruktur berkelanjutan.
2) Infrastruktur yang aman dan cerdas (safe and smart), berpijak untuk
mengoptimalkan arus lalu lintas dari semua kategori pengguna jalan dan konstruksi
jalan yang berkeselamatan.
3) Infrastruktur manusiawi (human), berpijak untuk menyelaraskan infrastruktur
dengan dimensi manusia Keempat konsep berlaku untuk tiga bidang proyek
NR2C : jalan perkotaan dan antarkota dan konstruksi . Masyarakat kandang-
kadang menuntut komposisi infrastruktur handal, hijau, manusia, aman dan cerdas.
Keempat konsep konstruksi membentuk kerangka berpikir tentang solusi teknis
dan program penelitian.

2.5 Menentukan Prioritas


Dalam pengambilan keputusan hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat
pengambilan data, dimana data ini diharapkan dapat mendekati nilai yang
sesungguhnya. Derajat kepentingan pelanggan dapat dilakukan dengan pendekatan
perbandingan berpasangan. Perbandingan berpasangan sering digunakan untuk
menentukan kepentingan relatif dari elemen dan kriteria yang ada. Perbandingan
berpasangan tersebut diulang untuk semua elemen dalam tiap tingkat.

2.6 Matriks Perbandingan Berpasangan


Skala perbandingan berpasangan didasarkan pada nilai-nilai fundamental
AHP dengan pembobotan dari nilai 1 untuk sama penting sampai 9 untuk sangat
penting sekal. Dari susunan matrik perbandingan berpasangan dihasilkan sejumlah
prioritas yang merupakan pengaruh relatif sejumlah elemen pada eemen di dalam
tingkat yang ada di atasnya. Perhitungan eigenvektor dengan mengalikan elemen-
elemen pada setiap baris dan mengalikan dengan akar n, dimana n adalah jumlah
elemen. Kemudian melakukan normalisasi untuk menyatukan jumlah kolom yang
diperoleh. Dengan membagi setiap nilai dengan total nilai. Pembuat keputusan bisa
menentukan tidak hanya urutan ranking prioritas setiap tahap perhitungannya tetapi
juga besaran prioritasnya. Kriteria tersebut dibandingkan berdasarkan opini setiap
pembuat keputusan dan kemudian diperhitungkan prioritasnya.

2.7 Perhitungan bobot elemen


Perhitungan bobot elemen dilakukan dengan menggunakan suatu matriks.
Dalam suatu sub sistem operasi terdapat ” n ” elemen yaitu elemen operasi tersebut
akan membentuk suatu matrik perbandingan. Perbandingan berpasangan dimulai
dari tingkat hirarki paling tinggi, dimana suatu kriteria digunakan sebagai dasar
pembuatan perbandingan.
Matrik A nxn di atas merupakan matrik resiprokal dan diasumsikan terdapat
n elemen yaitu W1, W2, ……..,Wn yang akan dimulai secara perbandingan nilai
(judgement) perbandingan secara berpasangan antara (Wi, Wj) dapat
dipresentasikan seperti matrik tersebut
Wi = a(i,j) ; I,j = 1,2, …, n ………………………………………………… (2-1)
Wj Dalam hal ini matrik perbandingan adalah matrik A dengan unsur-unsurnya
adalah a dengan I,j = 1,2,….. n.
Bila vector pembobotan elemen operasi A1,A2, …,An tersebut dinyatakan
sebagai vektor W dengan W = (W1,W2, …,Wn) maka nilai intensitas kepentingan
elemen operasi A1 dibandingkan dengan A2 dapat pula dinyatakan sebagai
perbandinganbobot elemen operasi A1 terhadap A2 yakni W1/W2 yang sama
dengan a12 sehingga matrik perbandingan.

Wi = n √ (ai1 x ai2 x ai3, ..., x aij ) ............................................................................


(2-2)
17
Perhitungan dilanjutkan dengan memasukan nilai Wi pada matrik hasil
perhitungan tersebut kerumus :
Wi
Xi = ── ................................................................................. (2-3)
ΣWi
Matrik yang diperoleh tersebut merupakan eigen vektor yang juga
merupakan bobot kriteria. Nilai eigen vektor terbesar ( λmaks) diperoleh dari
rumus λ max = Σaij.Xj ............................................................................... ( 2-4)

2.8 Perhitungan Konsistensi


Matrik bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan
tersebut harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal sebagai berikut :
1. Hubungan kardinal : aij-ajk = aik
2. hubungan ordinal : Ai>Aj, Aj>Ak maka Ai>Ak
Hubungan di atas dapat dilihat dari dua hal sebagai berikut :
a. Dengan melihat preferensi multiplikatif misalnya keselamatan lalu lintas lebih
penting 4 kali dari kerusakan jalan, dan kerusakan jalan lebih penting 2 kali dari
kemacetan maka keselamatan lalu lintas lebih penting 8 kali dari kemacetan.
b. Dengan melihat preferensi trasitif, misalnya keselamatan lalulintas lebih penting
dari kerusakan jalan dan kerusakan jalan lebih penting dari kemacetan, maka
keselamatan lalulintas lebih penting dari kemacetan.

Matrik A tersebut konsisten karena :


aij x ajk = aik → 4 x ½ = 2
aik x akj = aij → 2 x 2 = 4
ajk x aki = aji → ½ x ½ = ¼

Dalam teori matrik diketahui bahwa kesalahan kecil pada koefisien akan
menyebabkan penyimpangan kecil pada eigen value. Dengan mengkombinasikan
apa yang telah diuraikan sebelumnya, jika diagonal utama dari matrik A bernilai
satu dan jika konsisten, maka penyimpangan kecil dari aij akan tetap menunjukan
eigen value terbesar. λmaks nilainya akan mendekati n dan eigenvalue sisanya
akan mendekati nol.
Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan indeks konsistensi
didapat dari rumus :
CI = (λ maks-n ) / ( n-1) ............................................................... (2 – 5)

Dimana λmaks = Eigen value maksimum dan n = ukuran matriks Indeks


konsistensi ( CI ), matrik random dengan skala penilaian 1 sampai dengan 9
beserta kebalikannya sebagai indeks random (RI). Berdasarkan perhitungan Saaty
dengan menggunakan 500 sampel, jika jugdment numerik diambil secara acak dari
skala 1/9, 1/8, ...,1, 2, ....., 9 akan diperoleh rata-rata konsistensi untuk matriks
dengan ukuranyang berbeda.
Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matriks didefinisikan sebagai
ratio konsistensi (CR). Untuk model AHP matrik perbandingan dapat diterima jika
nilai ratio konsistensinya tidak lebih dari 10 % atau sama dengan 0,1
CR = CI / RI ≤ 0,1 ( OK ) .................................................................... ( 2-6)
BAB III
METODE PENELITIAN

Metoda yang dipergunakan adalah metoda deskriptif meliputi suvai


langsung melalui wawancara. Responden adalah stakeholder sekaligus sebagai
pengguna jalan. Jumlah responden ditentukan berdasarkan metode non probabality
sampling jenis purposive.

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian akan dilaksanakan di Provinsi Bali. Responden adalah stakeholder
yang memiliki pengetahuan dan pengalaman terkait pelaksanaan proyek
peningkatan jalan Nasional.

3.2 Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan survey langsung dengan menggunakan
kuisioner.

3.3 Analisis Data


Analisis data secara deskriptif untuk mendeskripsikan hasil analisis dan
kemudian membahasnya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penyusunan Hirarki


Acuan penyususnan hirarki adalah merujuk pada Petunjuk Praktis
Keselamatan di Zona Kerja di Jalan.

4.2 Pengumpulan dan Kompilasi Data


Data yang dikumpulkan sebanyak 11 responden dari stakeholders expert,
kemudian dikompilasi dengan mencari nilai modusnya. Berikut hasil kompilasi
dalam bentuk matrik.

4.3 Analisis Eigen Vector dan Eigen Value


Untuk mendapatkan nilai eigen vector yang merupakan bobot prioritas dari
masing-masing kreteria atau sub kreteria/ alternative, maka dilakukan perhitungan
pada matrik preferensi dengan menggunakan formula (2-2) dan (2-3). Sedangkan
untuk menghitung indek konsistensi (CI) dimulai dengan menggunakan formula
(2-4) untuk perhitungan eigen value dan formula (2-5) untuk CI. Selanjutnya
dikontrol dengan menggunakan rasio konsistensi (CR) menggunakan formula (2-
6). Hasil perhitungan untuk kreteria/objectives level 2 Sub kreteria/ alternative A,
B, C dan D dapat dijelaskan jawaban responden sudah konsisten hal ini dapat
dilihat dari nilai rasio konsistensi CR= 0.09 <0.10. Bobot prioritas pada level 2
atau kreteria atau objectives untuk penanganan aspek keselamatan pada bagian-
bagian zona kerja yang didapat adalah mulai dari prioritas utama pemasangan
atribut keselamatan yaitu pada zona kerja (C=59%), 29 diikuti dengan zona
pendekat (A=27%), Taper awal (B=9%) dan Taper penjauh (D=6%).

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Hasil analisis dan pembahasan untuk rancangan penilaian pemeriksaan
aspek keselamatan pada masa eksekusi proyek peningkatan jalan Nasional di Bali
adalah:
1) Atribut yang terkait keselamatn di zona kerja pada masa eksekusi peningkatan
jalan pada 4 zona adalah:
a) Pada zona pendekat ada 5 atribut meliputi: Rambu peringatan ada pekerjaan
jalan; Rambu petunjuk penggunaan lajur; Rambu peringatan batas kecepatan;
Rambu peringatan penyempitan lajur jalan; Jarak zona pendekat untuk jalan arteri
300-500 m.
b) Pada zona Taper awal ada 3 atribut meliputi: Persyaratan panjang taper
minimum; Pemasangan kerucut/guardrail dan Pemasangan reflector (lampu
berkedip pada pertemua taper awal dengan zona kerja.
c) Pada zona Kerja ada 4 atribu meliputi : Panjang zona kerja diminimalkan; Lebar
zona kerja diminimalkan; Pemasangan kerucut/guardrail dan jarak antar zona kerja
minmal 1 km.
d) Pada zona Taper akhir ada 2 atribut meliputi : atribut persyaratan panjang taper
akhir minimum dan Pemasangan kerucut/guardrail
2) Bobot prioritas atau bobot kepentingan untuk penilaian aspek keselamatan di
zona yang terdiri dari 4 kretria pembagian zona kerja secara teurut dari bobot
kepentingan yang lebih besar adalah zona kerja; zona pendekat; zona taper awal
dan zona taper akhir dengan bobot adalah 59%; 27%; 9% dan 6%.
a) Bobot penilaian atribut alternative untuk kreteria zona pendekat secara teurut
dari bobot kepentingan yang lebih besar adalah: rambu peringatan ada pekerjaan
jalan; rambu petunjuk penggunaan lajur; jarak zona pendekat untuk jalan arteri
300-500 m; Rambu peringatan penyempitan lajur jalan dan rambu peringatan batas
kecepatan dengan bobot masingmasing adalah: 46%; 23%; 15%; 11%; 5%.
b) Bobot penilaian atribut alternative untuk kreteria zona Taper awal secara teurut
dari bobot kepentingan yang lebih besar adalah: pemasangan kerucut/guardrail;
pemasangan reflector (lampu berkedip pada pertemua taper awal dengan zona
kerja) dan persyaratan panjang taper minimum dengan bobot masing-masing: 53%;
30%; 17%.
c) Bobot penilaian atribut untuk kreteria zona kerja secara teurut dari bobot
kepentingan yang lebih besar adalah: panjang zona kerja diminimalkan; diikuti
dengan atribut lebar zona kerja diminimalkan; pemasangan kerucut/guardrail;
dengan dan jarak antar zona kerja minmal 1 km dengan bobot masing-masing:
70%; 15%; 9%; 6%.
d) Bobot penilaian atribut untuk kreteria zona Taper akhir secara teurut dari bobot
kepentingan yang lebih besar adalah: Pemasangan kerucut/guardrail dan diikuti
dengan persyaratan panjang taper akhir minimum dengan bobot masing-masing:
82%; 18%.

5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan untuk studi lanjutan adalah penilaian skor
masing-masing atribut sesuai dengan kesesuain pelaksanaan dilapangan sehingga
pemeriksaan penilaian aspek keselamatan di zona kerja selama eksekusi
mendapatkan hasil penilaian kuantitatif yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1999. Pedoman Pengumpulan Data Lalu Lintas Jalan.


Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat Departemen Perhubungan Republik Indonesia
Anonim. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2009
Tentang Lalu Lintas dan angkutan Jalan Umum. Dewan Perwalikan
Rakyat Republik Indonesia
Allouche Erez N., Gilcrist Andrew. 2004. Quantifying Construction
Realated
Social Costs, North American Society for Trenchless Technology
(NASTT), New Orleans,Lusiana
Bai Yong, Li Yingfeng. 2006. Determining Major Causes of Highway
Work Zone
Accident in Kansas. Kansas Department of Transportation.
Borchartdt Darrell W., Pesti Geza, Sun Dazhi, Ding Liang. 2009.
Capacity and
Road User Cost Analysis of Selected Freeway Work Zones in Texas.
Report 0-5619-1,Texas Transportation Institute.
Busbhait Abdulaziz A. 2003. Incentive/Disincentive Contracts and Its
Effects on
Industrial Projects, International journal of Project Management.[21],
63-
70, Enselvier.
Chen Yali, Qin Xiao, Noyce David A., Lee Chanyoung. 2010.
Interactive Process
of Microsimulation and Logistic Regression for Short-Term work Zone
Traffic Diversion, Journal of Transportation Engineering. 136 (3): 243-
254, ASCE
Choi Kunhee, Kwak Young Hoon, Yu Byunggu. 2010. Quantitative
Model for
Determining Incentive/Disincentive Amounts through Schedule
Simulation, Proceedings of the 2010 Winter Simulation Conference.
Choi Kunhee, Kwak, Young Hoon. 2011. Decision Support Model for
Incentive/Disincentive Time-Cost Tradeoff, Journal of Automation in
Construction. 21: 210-228. Enselvier
DPU (Departemen Perhubungan). 2004. Undang-undang No. 38 Tahun
2004
Tentang Jalan, Pustaka Widyatama, Yogyakarta.
DPU (Departemen Pekerjaan Umum). 1997. Manual Kapasitas Jalan
Indonesia
(MKJI), Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta.
FEHRL. Org. 2010. New Road Construction Concepts: Vision 2040.
Gilchrist, Andrew and Allouche Erez N. 2005.Quantification of social costs
associated with construction projects: state-of-the-art review, Journal
Tunnelling and underground Space Technology. 20 (1): 89-104.
Elsevier
Garry D. Creedy, Martin Skitmore, and Johnny K. W. Wong. 2010. Evaluation of
Risk Factors Leading to Cost Overrun in Delivery of Highway
Construction Projects,J. Constr. Engrg. and Mgmt. 136, 528
Gilcrist Andrew and Allouche Erez N. 2005.Quantification of Social Costs
Associated with Construction Project: State of the Art Review, Journal
Tunneling and Undenground Space Technology. (20): 89-104, Enselvier
IndII (Indonesia Infrastructure Inisiatives). 2011. Petunjuk Praktis- Keselamatan
Jalan Pada Zona Kerja Di Jalan, Dalam Mendukung Proyek-Proyek
EINRIP.
Jennifer Shane, Kelly Strong, Daniel Enz. 2009. Construction Project
Administration and Management for Mitigating Work Zone. Crashes and
Fatalities: An Integrated Risk Management Model. MTC (Midwest
Transportation Consortium) Report 2008-02
KMUDJBM (Kementerian Pekerjaan Umum Dirtektorat Jendral Bina Marga).
2012. Serial Rekayasa Keselamatan Jalan, Panduan Teknis 3
Keselamatan Di Lokasi Pekerjaan, “Mewujudkan lokasi pekerjaan
jalan yang lebih berkeselamatan” Prakarsa Infrastruktur Indonesia
(IndII)- SMEC-AusAID.
KMUDJBM (Kementerian Pekerjaan Umum Dirtektorat Jendral Bina
Marga).2010. Dokumen Pelelangan Nasional Penyedia Jasa an
Pekerjaan Konstruksi (Pemborongan) untuk Kontrak Harga Satuan,
Bab VII Spesifikasi Umum, Edisi 2010 (Revisi).
Kelly C. Strong and Jennifer S. Shane, 2011. Risk Mitigation Strategies for
Operations and Maintenance Activities. Report from Institute for
Transportation Iowa State University, 2711 South Loop Drive, Suite
4700 Ames, IA 50010-8664
.
Saaty, Thomas L. 1986. The Analytical Hierarchy Process. Great Britain: Eta
service Ltd.
Saaty, Thomas L. 1993. Proses Hirarki Analitik untuk pengambilan keputusan
dalam Situasi yang kompleks. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.
38
Saaty, Thomas L., and Luis G. Vargas. 1994. The Analytical Hierarchy Process
Vol. VII; “ Decision Making in Economic, Poliyical, Social, Technological
Environments, 1st Edition P,9. Pittsburg: RWS Publications.
Soeharto, Imam. 2001. Manajemen Proyek dari Konseptual sampai Operasional.
Jakarta: Erlanggahttp://nr2c.fehrl.org/?m=23&id_directory=429

Anda mungkin juga menyukai