Anda di halaman 1dari 14

RESUME TATA CARA PERANCANGAN GEOMETRIK

JALAN KOTA DAN ANTAR KOTA

Disusun Oleh:

1. TAUFIK RIADY (D011221071)


2. MUHAMMAD ARIF PADANRANGI (D011221087)
3. MUH. FAQIH RAIHAN (D011221136)

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Ir. Sumarni Hamid, MT.


Dr. Eng. Muralia Hustim, ST., MT.

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2023
Resume “STANDAR PERENCANAAN GEOMETRIK UNTUK JALAN
PERKOTAAN MARET 1992”

Oleh Direktorat Jendral Bina Marga, Direktorat Pembinaan Jalan Kota, Kementrian
Pekerjaan Umum.

Dalam pembuatan standar desain atau standar spesifikasi dimaksudkan dalam pemberian
suatu kriteria pada perencanaan dan pengawasan yang diterapkan pada proyek
pembangunan jalan baru atau padaa proyek peningkatan jalan di lingkungan perkotaan.

Standar Geometri Jalan Perkotaan ini bertujuan untuk mendapatkan keseragaman dalam
merencanakan geometri jalan khususnya di kawasan perkotaan, sehingga dihasilkan
geometri jalan yang dapat memberikan keselamatan, kelancaran, dan kenyamanan bagi
pengguna jalan.

Standar perencanaan geometrik untuk jalan perkotaan (Maret 1992) yang disusun oleh
Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum, dikembangkan menjadi:

1. Standar Geometri Jalan Perkotaan (ruas jalan), RSNI T-14-2004;


2. Standar Geometri Persimpangan (sebidang/tidak sebidang) Jalan Perkotaan;
3. Pedoman Teknis No. Pt–02–2002–B, Tata Cara Perencanaan Geometri Persimpangan
Sebidang;
4. Tata Cara Perencanaan Geometri Jalan Perkotaan, Nomor: 031/T/BM/1999/SK.
Nomor:76/KPTS/Db/1999;
5. Tata Cara Perencanaan Geometri Persimpangan Tidak Sebidang
(Flyover/Overpass/Underpass) dan lain-lain. Standar dan Pedoman Teknis yang telah
disusun sebelum tahun 2001, belum disesuaikan dengan tata cara penulisan standar
yang diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) tahun 2000, selain itu belum
juga disesuaikan dengan buku: A Policy on Geometric Design of Highways and
Streets, AASHTO tahun 2001. Standar geometri jalan perkotaan ini mengatur
ketentuan-ketentuan geometri ruas jalan, dan tidak termasuk geometri persimpangan
maupun jalan bebas hambatan. Perbedaan standar ini dengan standar sebelumnya
antara lain : penyesuaian standar penulisan dan ketentuan-ketentuan dari AASHTO
tahun 2001 tentang A Policy on Geometric Design of Highways and Streets.

Istilah
1. Jalan perkotaan
Jalan di daerah perkotaan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan
menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan,
apakah berupa perkembangan lahan atau bukan; jalan di atau dekat pusat perkotaan
dengan penduduk lebih dari 100.000 jiwa selalu digolongkan dalam kelompok ini;
jalan di daerah perkotaan dengan penduduk kurang dari 100.000 jiwa juga digolongkan
dalam kelompok ini, jika mempunyai perkembangan samping jalan yang permanen
dan menerus. [ MKJI, Tahun 1997 ].
2. Jalan arteri
Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan
rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. [ Undang-Undang RI
No. 13 Tahun 1980 ]
3. Jalan kolektor
Jalan yang melayani angkutan pengumpulan/pembagian dengan ciri-ciri perjalanan
jarak sedang, kecepatan rata-rata yang sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi. [ Und
].
4. Jalan lokal
Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat,
kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. [Undang-Undang RI
No. 13 Tahun 1980 ].
5. Jalan arteri primer
Jalan yang menghubungkan secara efisien antar pusat kegiatan nasional atau antar
pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah.
6. Jalan kolektor primer
Jalan yang menghubungkan secara efisien antar pusat kegiatan wilayah atau
menghubungkan antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal.
7. Jalan arteri sekunder
Jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau
menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau
menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
8. Jalan kolektor sekunder
Jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua
atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
9. Jalan lokal sekunder
Jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan,
menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder
ketiga dan seterusnya sampai ke
perumahan.
10. Alinyemen horisontal
Proyeksi garis sumbu jalan pada bidang horisontal.
11. Alinyemen vertikal
Proyeksi garis sumbu jalan pada bidang vertikal yang melalui sumbu jalan.ang-
Undang RI No. 13 Tahun 1980 ]

Ketentuan Umum
Geometri jalan perkotaan harus :
a) memenuhi aspek keselamatan, kelancaran, efisiensi, ekonomi, ramah lingkungan
dan kenyamanan;
b) mempertimbangkan dimensi kendaraan;
c) mempertimbangkan efisiensi perencanaan;
d) mendukung hirarki fungsi dan kelas jalan dalam suatu tatanan sistem jaringan jalan
secara konsisten;
e) mempertimbangkan pandangan bebas pemakai jalan;
f) mempertimbangkan drainase jalan;
g) mempertimbangkan kepentingan para penyandang cacat.

Alinyemen horisontal dan vertikal harus mempertimbangkan aspek kebutuhan teknik dan
aspek kebutuhan pemakai jalan yang memadai dan efisien. Pemilihan alternatif
alinyemen perlu mempertimbangkan :
a) keselamatan dan kenyamanan bagi pengemudi, penumpang dan pejalan kaki;
b) kesesuaian dengan keadaan topografi, geografi dan geologi di sekitar jalan;
c) koordinasi antara alinyemen horisontal dan vertikal;
d) ekonomi dan lingkungan.

Bagian-bagian jalan
1. Damaja
Damaja (daerah manfaat jalan) dibatasi oleh (Gambar 2):
a) batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan;
b) tinggi minimum 5 m di atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan; dan
c) kedalaman minimum 1,5 meter di bawah permukaan perkerasan jalan.
Damaja diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, separator, bahu jalan, saluran
tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman dan tidak boleh dimanfaatkan untuk
prasarana perkotaan lainnya.
2. Dawasja
Dawasja (daerah pengawasan jalan) diukur dari tepi jalur luar (perkerasan), seperti
ditunjukkan pada Gambar 2, dengan batasan sebagai berikut:
a) jalan arteri minimum 20 meter;
b) jalan kolektor minimum 7 meter;
c) jalan lokal minimum 4 meter.
Potong melintang
Potongan melintang jalan terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut :
a) jalur lalu-lintas;
b) bahu jalan;
c) saluran samping
d) median, termasuk jalur tepian;
e) trotoar / jalur pejalan kaki;
f) jalur sepeda;
g) separator / jalur hijau;
h) jalur lambat;
i) lereng / talud.

Jalur lalu-lintas kendaraan


Jalur lalu lintas kendaraan adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas
kendaraan yang secara fisik berupa perkerasan jalan. Batas jalur lalu lintas dapat berupa:
a) median jalan;
b) bahu jalan;
c) trotoar;
d) separator jalan.

Lebar jalur
a) Lebar jalur ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur serta bahu jalan. Tabel 7 menetapkan
ukuran lebar lajur dan bahu jalan sesuai dengan kelas jalannya;
b) Lebar jalur minimum adalah 4,5 m, memungkinkan 2 kendaraan dengan lebar
maksimum 2,1 m saling berpapasan. Papasan 2 kendaraan lebar maksimum 2,5 m yang
terjadi sewaktu-waktu dapat memanfaatkan bahu jalan.

Lajur
a) Apabila lajur dibatasi oleh marka garis membujur terputus, maka lebar lajur diukur dari
sisi dalam garis tengah marka garis tepi jalan sampai dengan garis tengah marka garis
pembagi arah pada jalan 2-lajur-2-arah atau sampai dengan garis tengah garis pembagi
lajur pada jalan berlajur lebih dari satu.
b) Apabila lajur dibatasi oleh marka garis membujur utuh, maka lebar lajur diukur dari
masing-masing tepi sebelah dalam marka membujur garis utuh.

Bahu jalan
a) Kemiringan melintang bahu jalan yang normal 3 - 5%.
b) Lebar minimal bahu jalan untuk bahu luar dan bahu dalam dapat dilihat dalam Tabel7.
c) Kemiringan melintang bahu jalan harus lebih besar dari kemiringan melintang lajur
kendaraan.
d) Ketinggian permukaan bahu jalan harus menerus dengan permukaan perkerasan jalan.

Jalur lambat
Jalur lambat berfungsi untuk melayani kendaraan yang bergerak lebih lambat dan searah
dengan jalur utamanya. Jalur ini dapat berfungsi sebagai jalur peralihan dari hirarki jalan
yang ada ke hirarki jalan yang lebih rendah atau sebaliknya. Ketentuan untuk jalur lambat
adalah sebagai berikut:
a) Untuk jalan arteri 2 arah terbagi dengan 4 lajur atau lebih, dilengkapi dengan jalur
lambat;
b) Jalur lambat direncanakan mengikuti alinyemen jalur cepat dengan lebar jalur dapat
mengikuti ketentuan sebelumnya.

Separator jalan
Separator jalan dibuat untuk memisahkan jalur lambat dengan jalur cepat. Separator
terdiri atas bangunan fisik yang ditinggikan dengan kereb dan jalur tepian. Lebar
minimum separator adalah 1,00 m.

Median jalan
1) Fungsi median jalan adalah untuk:
a) memisahkan dua aliran lalu lintas yang berlawanan arah;
b) mencegah kendaraan belok kanan.
c) lapak tunggu penyeberang jalan;
d) penempatan fasilitas untuk mengurangi silau dari sinar lampu kendaraan dari arah
yang berlawanan.
e) penempatan fasilitas pendukung jalan;
f) cadangan lajur (jika cukup luas);
g) tempat prasarana kerja sementara;
h) dimanfaatkan untuk jalur hijau;
2) Jalan dua arah dengan empat lajur atau lebih harus dilengkapi median.
3) Jika lebar ruang yang tersedia untuk median < 2,5 m, median harus ditinggikan atau
dilengkapi dengan pembatas fisik agar tidak dilanggar oleh kendaraan.
4) Lebar minimum median, terdiri atas jalur tepian dan bangunan pemisah jalur.

Jalur hijau
Jalur hijau pada median dibuat dengan mempertimbangkan pengurangan silau Cahaya
lampu kendaraan dari arah yang berlawanan. Selain itu, jalur hijau juga berfungsi untuk
pelestarian nilai estetis lingkungan dan usaha mereduksi polusi udara. Tanaman pada jalur
hijau dapat juga berfungsi sebagai penghalang pejalan kaki. Pemilihan jenis tanaman dan
cara penanamannya pada jalur hijau, agar mengacu kepada Standar Penataan Tanaman
Untuk Jalan ( Pd. 035/T/BM/1999 ).
5.6.11 Fasilitas parkir
Jalur lalu lintas tidak direncanakan sebagai fasilitas parkir. Dalam keadaan mendesak
fasilitas parkir sejajar jalur lalu lintas di badan jalan dapat disediakan, jika:
a) kebutuhan akan parkir tinggi;
b) fasilitas parkir di luar badan jalan tidak tersedia.

Jalur pejalan kaki


1) Fasilitas pejalan kaki disediakan untuk pergerakan pejalan kaki. Semua jalan perkotaan
harus dilengkapi jalur pejalan kaki di satu sisi atau di kedua sisi. Jalur pejalan kaki harus
mempertimbangkan penyandang cacat, dan dapat berupa:
a) Jalur pejalan kaki yang tidak ditinggikan, tetapi diperkeras permukaannya;
b) Trotoar;
c) Penyeberangan sebidang;
d) Penyeberangan tidak sebidang (jembatan penyeberangan atau terowongan
penyeberangan);
e) Penyandang cacat
2) Jalur pejalan kaki yang tidak ditinggikan, harus ditempatkan di sebelah luar saluran
samping. Lebar minimum jalur pejalan kaki yang tidak ditinggikan adalah 1,5 m.

Dasar Geometrik Jalan


Perencanaan Geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang titik
beratkan pada alinyem horizontal dan alinyemen vertikal sehingga dapat memenuhi
fungsi dasar dari jalan yang memberikan kenyamanan yang optimal pada arus lalu lintas
sesuai dengan kecepatan yang direncanakan. Secara umum perencanaan geometrik terdiri
dari aspek-aspek perencanaan tase jalan, badan jalan yang terdiri dari bahu jalan dan jalur
lalu lintas, tikungan, drainase, kelandaian jalan serta galian dan timbunan. Tujuan dari
perencanaan geometrik jalan adalah menghasilkan infrastruktur yang aman, efesiensi
pelayanan arus lalu lintas dan memaksimalkan rasio tingkat penggunaan/biaya
pelaksanaan. (Silvia Sukirman, 2010)
Perencanaan geometrik jalan merupakan suatu perencanaan rute dari suatu ruas
jalan secara lengkap, menyangkut beberapa komponen jalan yang dirancang berdasarkan
kelengkapan data yang didapat dari suatu hasil survey lapangan, kemudian dianalisis
berdasarkan acuan perencanaan yang berlaku. Acuan perencanaan yang di maksud adalah
sesuai dengan standar perencanaan geometrik yang dianut di Indonesia. (hamirhan
Saodang, 2010)
Dalam penentuan rute suatu ruas jalan, sebelum sampai pada suatu keputusan
akhir perancangan, banyak faktor internal yang perlu ditinjau, antara lain:
1. Tata ruang jalan yang akan dibangun.
2. Data perancangan sebelumnya pada lokasi atau sekitar lokasi.
3. Tingkat kecelakaan yang pernah terjadi akibat permasalahan geometrik.
4. Tingkat pertumbuhan lalulintas.
5. Alternatif rute selanjutnya dalam rangka pengembangan jaringan jalan.
6. Faktor lingkungan yang mendukung dan mengganggu.
7. Faktor ketersediaan bahan, tenaga dan peralatan.
8. Biaya pemeliharaan.
RESUME ”TATA CARA PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN ANTAR
KOTA”
No. 038/TBM/1997

BAB 1 DESKRIPSI
Badan Jalan adalah bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu lintas, median, dan bahu
jalan.
Bahu Jalan adalah bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan dengan jalur lalu
lintas untuk menampung kendaraan yang berhenti, keperluan darurat, dan untuk
pendukung samping bagi lapis pondasi bawah, lapis pondasi, dan lapis permukaan.
Batas Median Jalan adalah bagian median selain jalur tepian, yang biasanya ditinggikan
dengan batu tepi jalan.
Daerah Manfaat Jalan (Damaja) adalah daerah yang meliputi seluruh badan jalan,
saluran tepi jalan dan ambang pengaman.
Daerah Milik Jalan (Damija) adalah daerah yang meliputi seluruh daerah manfaat 1
jalan dan daerah yang diperuntukkan bagi pelebaran jalan dan penambahan jalur lalu
lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengaman jalan.
Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) adalah lajur lahan yang berada di bawah
pengawasan penguasa jalan, ditujukan untuk penjagaan terhadap terhalangnya pandangan
bebas pengemudi kendaraan bermotor dan untuk pengamanan konstruksi jalan dalam hal
ruang daerah milik jalan tidak mencukupi
Ekivalen Mobil Penumpang (emp) adalah faktor dari berbagai kendaraan dibandingkan
terhadap mobil penumpang sehubungan dengan pengaruhnya kepada kecepatan mobil
penumpang dalam arus lalu lintas campuran.
Faktor-K adalah faktor berupa angka yang memperbandingkan volume lalu lintas per
jam yang didasarkan pada jam sibuk ke 30-200 dengan volume lalu lintas harian ratarata
tahunan.
Faktor F adalah faktor variasi tingkat lalu lintas per 15 menit dalam satu jam, ditetapkan
berdasarkan perbandingan antara volume lalu lintas dalam satu jam dengan 4 kali tingkat
volume lalu lintas per 15 menit tertinggi.
Jalan Antar Kota adalah jalan jalan yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi
dengan ciri-ciri tanpa perkembangan yang menerus pada sisi mana pun termasuk desa,
rawa, hutan, meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen, misalnya rumah
makan, pabrik, atau perkampungan.
Jarak Pandang (Jr) adalah, jarak di sepanjang tengah-tengah suatu jalur dari mata
pengemudi ke suatu titik di muka pada garis yang sama yang dapat dilihat oleh
pengemudi.
Jarak Pandang Mendahului (Jd), adalah jarak pandang yang dibutuhkan untuk dengan
aman melakukan gerakan menyiap dalam keadaan normal.
Jarak Pandang Henti (JP) adalah jarak pandang ke depan untuk berhenti dengan aman
bagi pengemudi yang cukup mahir dan waspada dalam keadaan biasa.
Jarak Pencapaian Kemiringan adalah panjang jalan yang dibutuhkan untuk mencapai
perubahan kemiringan melintang normal sampai dengan kemiringan penuh
Tingkat Arus Pelayanan (TAP) adalah kecepatan arus maksimum yang layak
diperkirakan bagi arus kendaraan yang melintasi suatu titik atau ruas yang seragam pada
suatu jalur atau daerah manfaat jalan selama jangka waktu yang ditetapkan dalam kondisi
daerah manfaat jalan, lalu lintas, pengawasan, dan lingkungan yang berlaku dinyatakan
dalam banyaknya kendaraan per jam

BAB 2 KETENTUAN-KETENTUAN
1. Klasifikasi Jalan
Klasifikasi menurut fungsi jalan terbagi atas:
a. Jalan Arteri: Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak
jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.
b. Jalan Kolektor: Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri
perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk
dibatasi.
c. Jalan Lokal: Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan
jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
2. Kriteria Perencanaan
1) Kendaraan Rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai
sebagai acuan dalam perencanaan geometrik.
2) Kendaraan Rencana dikelompokkan ke dalam 3 kategori:
(1) Kendaraan Kecil, diwakili oleh mobil penumpang;
(2) Kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2 as;
(3) Kendaraan Besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.
3) Dimensi dasar untuk masing-masing kategori Kendaraan Rencana ditunjukkan
dalam Gambar 1 sampai dengan Gambar 3 yang menampilkan sketsa dimensi
kendaraan rencana tersebut.

Gambar 1. Dimensi Kendaraan Kecil


Gambar 2. Dimensi Kendaraan Sedang

Gambar 3. Dimensi Kendaraan Besar


3. Bagian Bagian Jalan
1. Daerah Manfaat Jalan
Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA) dibatasi oleh (lihat Gambar 4):
a) lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan,
b) tinggi 5 meter di atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan, dan
c) kedalaman ruang bebas 1,5 meter di bawah muka jalan.

Gambar 4. Damaja, Damija, dan Dawasja di lingkungan jalan antar kota.


2. Daerah Milik Jalan
Ruang Daerah Milik Jalan (Damija) dibatasi oleh lebar yang sama dengan Damaja
ditambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter dan kedalaman
1.5 meter.
3. Daerah Pengawasan Jalan
1) Ruang Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) adalah ruang sepanjang jalan di luar
Damaja yang dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu, diukur dari sumbu jalan
sebagai berikut (Gambar 4):
(1) Jalan Arteri minimum 20 meter,
(2) Jalan Kolektor minimum 15 meter,
(3) Jalan Lokal minimum 10 meter.
2) Untuk keselamatan pemakai jalan, Dawasja di daerah tikungan ditentukan oleh
jarak pandang bebas.
4. Penampang Melintang
Penampang melintang jalan terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut (lihat Gambar
5):
1) Jalur lalu lintas;
2) Median dan jalur tepian (kalau ada);
3) Bahu;
4) Jalur pejalan kaki;
5) Selokan; dan
6) Lereng.

Gambar 5. Penampang Melintang Jalan Tipikal.


5. Jarak Pandang
Jarak Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat
mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari bahaya
tersebut dengan aman. Dibedakan dua Jarak Pandang, yaitu Jarak Pandang Henti (Jh)
dan Jarak Pandang Mendahului (Jd).
6. Alinemen Horizontal
1) Alinemen horisontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga
tikungan).
2) Perencanaan geometri pada bagian lengkung dimaksudkan untuk mengimbangi
gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada kecepatan VR.
3) Untuk keselamatan pemakai jalan, jarak pandang dan daerah bebas samping jalan
harus diperhitungkan.
7. Alinemen Vertikal
1) Alinemen vertikal terdiri atas bagian landai vertikal dan bagian lengkung vertikal.
2) Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertikal dapat berupa landai
positif (tanjakan), atau landai negatif (turunan), atau landai nol (datar)
3) Bagian lengkung vertikal dapat berupa lengkung cekung atau lengkung cembung.

BAB 3 CARA PENGERJAAN


Pekerjaan perencanaan geometrik jalan antar kota meliputi 5 tahapan yang berurutan
sebagai berikut:
1) Melengkapan data dasar;
2) Identifikasi lokasi jalan;
3) Penetapan kriteria perencanaan;
4) Penetapan alinemen jalan yang optimal; dan
5) Pengambaran detail perencanaan geometrik jalan dan pekerjaan tanah.
DATA DASAR
Data dasar yang perlu untuk suatu perencanaan geometrik adalah:
1) Peta topografi berkontur yang akan menjadi peta dasar perencanaan jalan, dengan skala
tidak lebih kecil dari 1:10.000 (skala yang lain misalnya 1:2.500 dan 1:5.000). Perbedaan
tinggi setiap garis kontur disarankan tidak lebih 5 meter.
2) Peta geologi yang memuat informasi daerah labil dan daerah stabil
3) Peta tata guna lahan yang memuat informasi ruang peruntukan jalan.
4) Peta jaringan jalan yang ada
KRITERIA PERENCANAAN
1) Tetapkan:
(1) Untuk perencanaan geometrik, perlu ditetapkan klasifikasi menurut fungsi jalan
(2) Kendaraan Rencana
(3) VLHR dan VJR dan
(4) Kecepatan Rencana, VR.
2) Kriteria perencanaan tersebut di atas ditetapkan berdasarkan pertimbangan
kecenderungan perkembangan transportasi di masa yang akan datang sehingga jalan yang
dibangun dapat memenuhi fungsinya selama umur rencana yang diinginkan
PENYAJIAN RENCANA GEOMETRIK
1) Bagian-bagian perencanaan yang disajikan meliputi:
(1) Gambar alinemen horizontal jalan yang digambar pada peta topografi berkontur
(2) Gambar alinemen vertikal jalan
(3) Diagram superelevasi;
(4) Gambar potongan melintang jalan untuk setiap titik Sta.;
(5) Diagram pekerjaan tanah (mass diagram); dan
(6) Bagian bagian lain yang dianggap perlu

Anda mungkin juga menyukai